Anda di halaman 1dari 3

TUANKU

Dalam tradisi adat yang diadatkan di Minangkabau, Tuanku adalah gelar,


pemimpin agama yang diberikan kepada seorang ulama terkemuka, yang telah
menguasai ilmu agama (Islam) paripurna. Lazimnya di belakang gelar itu diikuti
dengan surau tempat ia mengajar, seperti Tuanku di Bansa, Tuanku Kubu Sanang.
Gelar tuanku sebagai pemimpin surau diresmikan dalam suatu upacara.

Sedangkan gelar *Syekh sebagai gelar tertinggi seorang ulama di Minangkabau,


merupakan “guru gadang” yang masih langka pada awal Gerakan Kembali ke
Syariat. Gelar syekh diberikan oleh guru kepada muridnya secara beranting sebagai
kepercayaan telah diakui mempunyai ilmu agama paripurna, seperti halnya Pono
diberi gelar Syekh Burhanuddin Ulakan oleh gurunya, Abdurauf al Singkli.
Penobatannya dilakukan dengan memberikan pakaian (jubah) pemberian guru
Abdurrauf di Mekah. Dengan demikian secara berantai terjadi hubungan guru-murid
yang tidak putus-putusnya.

Setingkat di bawah Tuanku ialah gelar Peto dan *Labai, bila seseorang yang
telah menguasai fikih, tarikat dan ilmu hakekat. Gelar ini berasal dari Turki. Seorang
labai atau peto hanya diberi hak memimpin jamaahnya, dan belum berhak memimpin
surau sendiri. Tingkat ketiga, Malin, gelar seorang guru bantu (guru tuo) yang
dipercaya tuanku memberikan bimbingan kepada murid-murid pada suatu surau.
Seorang *malin (maulana) telah memiliki pengetahuan agama yang lebih luas dari
murid-murid lainnya. Setelah bertahun-tahun belajar pada seorang ulama (surau),
seorang murid yang telah menguasai ilmu fikih dan sanggup membaca do'a-doa, lalu
diberi gelar Pakih. Sedangkan yang sanggup membaca Al Qur’an, diberi gelar Kari.
Gelar tuanku mengalami masa jayanya di Minangkabau pada abad ke-18. Saat itu
berpuluh-puluh surau dipimpin oleh tuanku dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan
agama.

2) Pada zaman pemerintahan Belanda gelar tuanku dipergunakan sebagai


panggilan kepada Lareh dan jabatan lainnya dalam pemerintahan Belanda, seperti
Tuanku Luak, Tuan Konteler. Gelar ini kemudian diberikan juga kepada pegawai-
pegawai Belanda, tetapi telah mengalami perubahan menjadi *Angku (Angku Palo,
Angku Damang)

Sumber: Drs. Sjafnir Aboe Nain, Tuanku Imam Bonjol, Sejarah Intelektual Islam di Minangkabau (1784-
1832), Penerbit ESA, Padang 1988

Anda mungkin juga menyukai