Anda di halaman 1dari 9

MODUL 6

4. Anggaran Bahan Baku


4.1. MANAJEMEN PERSEDIAAN TRADISIONAL

Pada umumnya perusahaan menggunakan cara tradisional dalam mengelola


persediaan, yaitu dengan cara memiliki persediaan minimal untuk
mendukung kelancaran proses produkdi. Di samping itu perusahaan juga
memperhitungkan biaya persediaan yang paling ekonomis yang dikenal
dengan istialah Economic Order Quantity atau EOQ.

Perusahaan manufaktur pada umumnya memperhitungkan tiga macam


persediaan yaitu persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses,
dan persediaan barangjadi. Ketigajenis persediaan itu dihitung tingkat
perputarannya (turn over) sebagai berikut:

1) Perputaran Bahan Baku (Raw Material Turnover)


(Bahan baku yang digunakan dibagi rata-rata persediaan bahan baku)

2) Perputaran Barang Dalam Proses (Work in Process Turnover)


(Harga pokok produksi dibagi rata-rata persediaan barang dalam
proses)

3) Perputaran Barang Jadi (Finished Goods Turnover)


(Harga pokok penjualan dibagi rata-rata persediaan barangjadi), atau
(Hasil penjualan dibagi rata-rata persediaan barang jadi)

Dalam perusahaan dagang juga harus dihitung perputaran barang


dagangan, yaitu dengan model:

1) (Harga pokok penjualan dibagi rata-rata persediaan barang dagangan),


atau

2) (Penjualan bersih dibagai rata-rata persediaan barang dagangan)

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Suparno PENGANGGARAN PERUSAHAAN 1


Dalam kegiatan manufaktur, pengelolaan bahan baku merupakan unsur
penting manajemen yang harus dikelola secara profesional. Besar kecilnya
persediaan bahan baku berhubungan langsung dengan modal yang di
investasikan kedalamnya; makin besar persediaan bahan baku, makin besar
investasi dan makin besar beban biaya modal, dan sebaliknya. Besar
kecilnya nilai persediaan bahan baku dipengaruhi oleh:

1) Estimasi dan perencanaan volume penjualan

2) Estimasi dan perencanaan volume produksi

3) Estimasi dan perencanaan kebutuhan bahan baku yang digunakan dalam


proses produksi

4) Biaya order pembelian

5) Biaya penyimpanan

6) Harga bahan baku

Dalam mengelola bahan baku dibutuhkan dua unsur biaya variabel utama
yaitu biaya pesanan (procurement cost atau set up cost) dan biaya
penyimpangan (storage cost atau carrying cost). Yang termasuk biaya
pesanan antara lain adalah:

1) Biaya proses pemesanan bahan baku

2) Biaya pengiriman pesanan

3) Biaya penerimaan bahan baku yang dipesan

4) Biaya untuk memproses pembayaran bahan baku yang dibeli

Biaya-biaya tersebut makin besarjikajumlah tiap-tiap pesanan kecil, atau


makin kecil jumlah bahan baku tiap-tiap pesanan, makin besarjumlaah biaya
pesanan dalam suatu periode tertentu, misalnya dalam satu tahun.
Sedangkan yang termasuk biaya penyimpangan (penggudangan) adalah:

1) Biaya untuk mengelola bahan baku (biaya menimbang dan menghitung)

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Suparno PENGANGGARAN PERUSAHAAN 2


2) Biaya sewa gudang

3) Biaya pemeliharaan dan penyelamatan bahan baku

4) Biaya asuransi

5) Biaya pajak

6) Biaya modal

Manajemen harus menghitung biaya yang paling ekonomis pada setiap


jumlah barang yang dibeli (dipesan). Biaya tersebut adalah saling hubungan
antara harga bahan baku, biaya penyimpangan yang umumnya dihitung
berdasar persentase tertentu dan nilai persediaan rata-rata, jumlah bahan
baku yang dibutuhkan dalam satu periode misalnya dalam satu tahun, dan
biaya pesanan. Teknik perhitungan INI lazim disebut Economic Order
Quantity atau EOQ dengan rumus:

EOQ=J2

di mana:

R = Requirement of raw material, atau jumlah bahan baku yang


dibutuhkan selama satu periode, misalnya 1.200 unit

S = Set up cost, atau baya pesanan setiap kali pemesanan Rp 15

P = Price, atau harga bahan baku per satuan, misalnya Rp 1 per unit

I = Inventory, atau biaya penyimpanan persediaan yang umumnya


dinyatakan dalam persetase dan nilai rata-rata persediaan, 40%

Dengan diketahui angka 300 unit setiap pesanan, berarti dalam satu
tahun dilakukan 4 kali pesanan; biaya persediaannya adalah yang paling
ekonomis. Rinciannya dapat disajikan berikut ini.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Suparno PENGANGGARAN PERUSAHAAN 3


Dalam pengelolaan persediaan bahan baku, perusahaan harus
mempunyai persediaan besi (safety stock) yaitu suatujumlah persediaan
bahan baku yang harus selalu ada dalam gudang untuk menjaga
kemungkinan terlambatnya bahan baku yang dipesan. Di samping itu
perusahaan juga harus memperhitungkan penggunaan bahan baku selama
waktu menunggu datangnya bahan baku (lead time). Saling hubunghan
safety stock dengan lead time dapat dihitung titik pemesanan kembali (re-
order point) sebagai berikut.

Misalnya lead time 6 minggu, dan kebutuhan bahan baku tiap minggu 50
unit, dan safety stock ditentukan 40% dan kebutuhan selama lead time, re-
order point adalah sebagai berikut:

Re-order point (ROP) = (6 x 50) + 40%(6 x 50) = 420 unit

Safety stock juga dapat ditentukan berdasar kebutuhan bahan baku


dalam beberapa minggu, misalnya dalam 5 minggu, maka:

Re-order Point (ROP) = (6 x 50) + (5 x 50) = 550 unit.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Suparno PENGANGGARAN PERUSAHAAN 4


Yang berhak menentukan besarnya safety stock dan lead time adalah
manajer pabrik berdasar pengalaman dan waktu ke waktu dan pengetrapan
teori dalam praktek produksi. Pada hakikatnya praktek produksi menentukan
teori produksi. Oleh sebab itu walau jenis produksinya sama, prakteknya
belum tentu sama, dan teori untuk memecahkan masalah juga tidak sama.

4.2. PERSEDIAAN MODEL JIT (JUST IN TIME)

Dalam kegiataan industri manufaktur, pengelolaan persediaan dapat


dilakukan dengan dua model yaitu model JUST IN TIME atau JIT (Tepat
Pada Waktunya = TPW)1 dan model tradisional. Model JIT adalah model
yang menempatkan pemasok sebagai mitra bisnis sejati; mereka dididik,
dibina, dan diperlakukan sebagai bagian dan perusahaan yang dipasok
bahan bakunya. Sebaliknya pada model tradisional adalah model yang
menempatkan pemasok sebagai mitra bisnis sementara karena perhitungan
untung-rugi diterapkan pada mereka, sehingga perusahaan yang
menggunakan model mi akan mengalami ganti-ganti pemasok, dan hal mi
dapat mengganggu proses produksi.

Model JIT bisa diterapkan jika pemasok benar-benar profesional (barang


bagus kualitasnya dan tepat waktu) dan menjadi bagian dan perusahaan
yang dipasok. Sedangkan model tradisional bisa diterapkan jika pemasok
memberi kepuasaan atas harga dan kualitas barang yang dipasoknya. Harga
dalam model JIT bukan merupakan hal yang pokok karena harga bisa
diadakan negosiasi; yang pokok bagi perusahaan yang dipasok adalah tepat
waktu dan kualitas barang.

Pengertian JIT adalah persediaan dengan nilai nol atau mendekati nol,
artinya perusahaan tidak menanggung biaya persediaan. Bahan baku akan
tepat datang pada saat dibutuhkan. Model yang demikian tentu saja
pemasoknya adalah pemasok yang setia dan profesional. Dengan model mi
terjadi efisiensi biaya persediaan bahan baku.

1
David Hutchins, Just in time (Jakarta : professional Books, 1997)

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Suparno PENGANGGARAN PERUSAHAAN 5


Dalam hubungannya dengan barang jadi (finished goods) model JIT juga
diterapkan, di mana perusahaan hanya memproduksi sesuai dengan
pesanan (permintaan) sehingga ia tidak mempunyai persediaan barang jadi.
Dampaknya adalah penghematan biaya persediaan barang jadi. Model mi
dapat diterapkan jika semua pihak yang terlibat dalam proses produk mulai
dan pemasok sampai ke pelanggan memiliki motivasi kuat dalam
pengendalian dan peningkatan kualitas berkelanjutan.

JIT atau TPW adalah bertujuan mengubah budaya perusahaan.


Peningkatan kualitas di seluruh perusahaan atau Company-wide Quality
Improvement = CQI, yaitu usaha menjadi organisasi terbaik dan atas ke
bawah. Setiap orang adalahpakar bagi pekerjaannya sendiri dengan
mengendalikan berpikir kol ektif dan kreatif.2

Peningkatan kualitas menyelurush adalah peningkatan proses demi


proses, proyek demi proyek. Itu merupakan perubahan perbaikan yang
terus-menerus dan saling hubungan berbagai unsur dalam kehidupan
perusahaan. Karena adanya saling hubungan berbagai unsur tersebut maka
melahirkan masalah. Dua jenis masalah yang sering timbul adalah masalah
sporadis dan kronis. Masalah sporadis terjadi dengan spontan misalnya
mesin rusak dan buruh mogok; masalah itu adalah masalah operasional rutin
yang relatif mudah dideteksi. Masalah kronis terjadi karena pemasok bahan
baku yang mengakibatkan misalnya kerugian 10%; masalah itu adalah
masalah yang relatif sulit diidentifikasikan. Untuk menghindari masalah
kronis, maka hubungan kerja sama jangka panjang dengan pemasok harus
dibina, pemasok tidak boleh dieksploitir demi keuntungan sesaat.

4.2.1. Prinsip DasarJIT(TPW)

Prinsip dasar JIT adalah bahwa perusahaan tidak memiliki persediaan besi
(safety stock). Dengan tidak memiliki safety stock, perusahaan dapat

2
Berpikir kolektif artinya mengumpulkan informasi dari bawah kemudian mengolahnya secara
ilmiah, hasilnya dijadikan informasi relevan untuk mengambil keputusan. Berpikir kreatif artinya
informasi masa depan sebagai peluang dan risiko yang diolah secara ilmiah hasilnya berbagai
alternative informasi untuk pengambilan keputusan. Kemampuan berpikir kreatif pada umumnya
dimiliki oleh manajer yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang memadai dalam
lingkup pekerjaannya

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Suparno PENGANGGARAN PERUSAHAAN 6


menghemat biaya persediaan. Dalam model mi pemasok menjadi mitra
sejati yang loyal dan profesional karena setiap saat bahan baku diperlukan
untuk proses produksi, pada saat itu pula bahan baku harus sudah ada di
tempat proses produksi.

JIT hanya bisa dilaksanakan jika sumber daya manusia dan peralatan pabrik
dirawat dengan baik. Artinya buruh pabrik harus loyal dan memiliki
kesadaran tinggi untuk bekerja selama hidupnya. Itu berarti bahwa pabrik
merupakan “milik bersama” seluruh buruh. Kesadaran buruh yang demikian
itu bisa terjadi apabila manajemen puncak dan pemilik perusahaan
memanusiakan buruh yaitu memberi imbalan layak dan meningkatkan
kemampuannya. Di samping itu peralatan pabrik juga harus dirawat baik.
Perawatan peralatan pabrik ditentukan oleh dua faktor yaitu tenaga perawat
yang baik dan modal kerja yang cukup.

Perawatan yang baik atas buruh dan peralatan pabrik merupakan teknik
untuk menghapuskan kesalahan dalam pekerjaan. Jika terjadi kesalahan
akan menjadi tanggungjawab bersama untuk memperbaikinya. Dengan
demikian buruh terlibat langsung sejak dan rancangan produk sampai
dengan produk di tangan pelanggan. Buruh harus diperlakukan sebagai
partner bisnis dan kemampuannya dihargai yang wajar.

4.2.2. Peningkatan Kualitas

Dalam melaksanakan JIT dituntut semua pihak yang terlibat dalam suatu
perusahaan (stakeholders) memiliki komitmen tinggi untuk mengembangkan
organisasi. Komitmen tersebut harus didasarkan pada motivasi partisipasi
aktif, motivasi peningkatan kualitas, dan motivasi pengendalian kegiatan,
agar seluruh kegiatan dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

Motivasi semua pihak yang demikian itu hanya bisa terjadi bila mereka
berpikir kritis-dialektik, artinya setiap akibat harus dicari sebabnya, dan
setiap obyek dicari saling hubungannya dengan obyek yang Iainnya.
Ishikawa menemukan teori untuk menelusuri sebab yang disebut “Ishikawa
Tulang Ikan”. Ta menjelaskan bahwa setiap kegagalan pasti ada sebabnya,
dan penyebab itu dapat ditelusuri dan empat aspek yaitu aspek:

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Suparno PENGANGGARAN PERUSAHAAN 7


1) Tenaga Manusia (kurang latihan, kurang pendidikan, terlalu banyak
tenaga kerja yang dipekerjakan, tidak dimotivasi, tidak dibimbing dan
diarahkan, tidak dihargai prestasinya dan tidak ditanyai perasaannya)

2) Metode kerja (tanpa kontrol: pemasok, bahan, peralatan, output, dan


pelanggan, tidak ada petunjuk pelaksaan kerja)

3) Mesin atau peralatan (kurang perawatan, ketinggalan teknologi)

4) Material atau bahan baku (salah: spesifikasi, penanganan)

Setiap kesalahan atau kegagalan harus diperbaiki secara terus-menerus


agar produktivitas kerja dapat ditingkatkan, mutu dapat ditingkatkan, dan
biaya persediaan dapat dikurangi. Di samping itu perbaikan secara terus-
menerus juga dapat meningkatkan rancangan produk, perbaikan proses
produksi, perbaikan distribusi, perbaikan promosi, perbaikan harga, dan
perbaikan layanan puma jual.

4.2.3. Perancangan Bisnis

Rancangan mulai dan rancangan produk sampai ke puma jual.


Perancang yang umumnya berupa tim kerja yang terdiri dan beberapa orang
bertanggung jawab atas kegagalan sesuatu produk yang telah dirancangnya,
setelah produk tersebut dibuat dan dipasarkan. Oleh sebab itu perancang
harus mengetahui dan memahami: (1) spesifikassi pelanggan, (2) spesifikasi
penjualan, dan (3) spesifikasi proses produksi.

Jika suatu produk gagal, maka tim perancang harus meninjau ulang
proses perancangan dan harus menemukan penyebab kegagalan, antara
lain: (1) apakah materialnya yang salah, (2) metode kerja yang salah, (3)
tenaga keijanya yang salah, (4) alat kerjanya yang salah, (5) pelanggannya
yang salah, (6) pelayanan puma jual yang salah, (7) cara menjualnya yang
salah, (8) cara distribusi yang salah, (9) cara promosi yang salah, (10)
kebijakan harga yang salah.

Titik sentral dan perancangan sesuatu produk adalah kepuasan


pelanggan. Sebab penghasilan pelanggan yang dibelanjakan merupakan

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Suparno PENGANGGARAN PERUSAHAAN 8


pendapatan perusahaan. Maka kualitas produk, distribusi, harga, dan
pelayanan puma jual mendapat prioritas utama dalam merancang sesuatu
produk. Karena semua kegiatan itu dilaksanakan oleh karyawan (buruh),
maka faktor rancangan rekruitmen, penempatan, promosi, imbalan, dan
pemutusan hubungan kerja buruh termasuk pensiun adalah merupakan
faktor sangat pokok yang harus dipertimbangkan oleh tim perancang.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Suparno PENGANGGARAN PERUSAHAAN 9

Anda mungkin juga menyukai