Anda di halaman 1dari 14

BAGAIMANA BISA IKHLAS DI SETIAP

AMAL ?

Ketahuilah, setan akan senantiasa


menggoda manusia untuk merusak amal
shalihnya. Dengan demikian, seorang
mukmin akan senantiasa berjihad dengan
musuhnya, iblis sampai dia menemui
Rabb-nya di atas keimanan kepada-Nya
dan keikhlasan di setiap amal yang
dikerjakannya. Di antara faktor yang
dapat mendorong seorang untuk berlaku
ikhlas adalah sebagai berikut,
1. BERDO’A
Hidayah berada di tangan Allah dan hati
para hamba berada di antara dua jari
Allah, Dia membolak-balikkannya sesuai
kehendak-Nya. Oleh karena itu, mohonlah
perlindungan kepada-Nya, Zat yang
ditangan-Nya-lah hidayah berada,
tampakkanlah hajat dan kefakiranmu
kepada-Nya. Mintalah selalu kepada-Nya
agar Dia memberikan keikhlasan
kepadamu. Do’a yang sering dipanjatkan
oleh Umar ibnul Khaththab radhiallahu
‘anhu adalah do’a berikut,

1
‫ واجعله لوجهك‬,‫اللهم اجعل عملي كلها صالحا‬
‫ و ل تجعل لحد فيه شيئا‬,‫خالصا‬
“Ya Allah, jadikanlah seluruh amalku
sebagai amal yang shalih, Ikhlas karena
mengharap Wajah-Mu, dan janganlah
jadikan di dalam amalku
bagian untuk siapapun.”
2. MENYEMBUNYIKAN AMAL
Amal yang tersembunyi -dengan syarat
memang amal tersebut patut
disembunyikan-, lebih layak diterima di
sisi-Nya dan hal tersebut merupakan
indikasi kuat bahwa amal tersebut
dikerjakan dengan ikhlas.
Seorang mukhlis yang jujur senang
menyembunyikan berbagai kebaikannya
sebagaimana dia suka apabila
keburukannya tidak terkuak. Hal ini
sebagaimana diutarakan oleh nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ُ ّ ‫ل إ ِل ّ ظ ِل‬
‫ه‬ ّ ِ‫م ل َ ظ‬ َ ْ‫ه ِفى ظ ِل ّهِ ي َو‬ ُ ّ ‫م الل‬ ُ ُ‫ة ي ُظ ِل ّه‬ ٌ َ‫سب ْع‬ َ
، ِ‫عَباد َةِ َرب ّه‬ َ َ َ‫ب ن‬ َ َ‫ و‬، ‫ل‬ ُ ِ‫م ال َْعاد‬
ِ ‫شأ ِفى‬ ّ ‫شا‬ ُ ‫ما‬ َ ِ ‫ال‬
‫حاّبا‬ َ َ‫ن ت‬ ِ َ ‫جل‬ ُ ‫ وََر‬، ِ ‫جد‬ ِ ‫سا‬ َ ‫م‬ َ ْ ‫معَل ّقٌ ِفى ال‬ ُ ‫ه‬ ُ ُ ‫ل قَل ْب‬ٌ ‫ج‬ ُ ‫وََر‬
ٌ ‫ج‬
‫ل‬ ُ ‫ وََر‬، ِ‫فّرَقا عَل َي ْه‬ َ َ ‫مَعا عَل َي ْهِ وَت‬ ْ ‫ِفى الل ّهِ ا‬
َ َ ‫جت‬
َ ‫قا‬َ َ‫ل ف‬ َ ‫ط َل َبته ا‬
‫ل إ ِّنى‬ ٍ ‫ما‬
َ ‫ج‬ َ َ‫ب و‬ ٍ ‫ص‬ ِ ْ ‫من‬َ ‫ت‬ ُ ‫مَرأةٌ َذا‬ ْ ُ َْ
َ َ َ‫أ‬
َ َ ‫حّتى ل َ ت َعْل‬
‫م‬ َ ‫فى‬ َ ‫خ‬ْ ‫صد ّقَ أ‬ َ َ‫ل ت‬ ٌ ‫ج‬ ُ ‫ وََر‬. ‫ه‬ َ ّ ‫ف الل‬ ُ ‫خا‬
2
‫خال ًِيا‬ َ ّ ‫ل ذ َك ََر الل‬
َ ‫ه‬ ٌ ‫ج‬ُ ‫ وََر‬، ‫ه‬ ُ ُ ‫مين‬
ِ َ ‫فق ُ ي‬
ِ ْ ‫ما ت ُن‬ ُ ُ ‫مال‬
َ ‫ه‬ َ ‫ش‬
ِ
ُ‫ت عَي َْناه‬
ْ ‫ض‬ َ ‫فا‬ َ َ‫ف‬
“Ada tujuh golongan yang akan dinaungi
Allah ta’ala dalam naungan-Nya pada hari
dimana tidak ada naungan selain
naungan-Nya. mereka adalah seorang
pemimpin yang adil; seorang pemuda
yang tumbuh dalam ketaatan kepada
Allah; seorang pria yang hatinya
senantiasa terpaut dengan masjid; dua
orang yang saling mencintai karena Allah,
mereka berkumpul dan berpisah di atas
kecintaan kepada-Nya; seorang pria yang
diajak (berbuat tidak senonoh) oleh
seorang wanita yang cantik, namun pria
tersebut mengatakan, “Sesungguhnya
saya takut kepada Allah”; seorang pria
yang bersedekah kemudian dia
menyembunyikannya sehingga tangan
kirinya tidak tahu apa yang telah
disedekahkan oleh tangan kanannya;
seorang pria yang mengingat Allah dalam
keadaan sunyi dan air matanya
berlinang.” (Muttafaqun ‘alaihi).
Bisyr ibnul Harits mengatakan, “Janganlah
engkau beramal untuk diingat.

3
Sembunyikanlah kebaikan sebagaimana
engkau menyembunyikan keburukan.
Shalat nafilah yang dikerjakan pada
malam hari lebih utama daripada shalat
sunnah pada siang hari, demikian pula
beristighfar di waktu sahur daripada
waktu selainnya, dikarenakan pada saat
itu merupakan waktu yang lebih
mendukung untuk menyembunyikan dan
mengikhlaskan amal.”
3. MELIHAT AMAL ORANG SHALIH YANG
BERADA DI ATASMU
Janganlah Anda memperhatikan amalan
orang yang sezaman denganmu, yaitu
orang berada di bawahmu dalam hal
berbuat kebaikan. Perhatikan dan
jadikanlah para nabi dan orang shalih
terdahulu sebagai panutan Anda. Allah
ta’ala berfirman,
‫لل‬ْ ُ‫م اقْت َدِهِ ق‬ ُ ُ‫داه‬ ُ ّ ‫دى الل‬
َ ُ‫ه فَب ِه‬ َ َ‫ن ه‬َ ‫ذي‬ ِ ّ ‫ك ال‬ َ ِ ‫ُأول َئ‬
َ َ َ‫أ‬
‫ن‬ ِ َ ‫ن هُوَ ِإل ذِك َْرى ل ِل َْعال‬
َ ‫مي‬ ْ ِ ‫جًرا إ‬ْ ‫م عَل َي ْهِ أ‬ ْ ُ ‫سأل ُك‬ ْ
“Mereka Itulah orang-orang yang telah
diberi petunjuk oleh Allah, Maka ikutilah
petunjuk mereka. Katakanlah: “Aku tidak
meminta upah kepadamu dalam
menyampaikan (Al-Quran). Al-Quran itu

4
tidak lain hanyalah peringatan untuk
seluruh umat.” (Al An’am: 90).
Bacalah biografi para ulama, ahli ibadah,
dan zuhhad (orang yang zuhud), karena
hal itu lebih mampu untuk menambah
keimanan di dalam hati.
4. MENGANGGAP REMEH AMAL
Penyakit yang sering melAnda hamba
adalah ridha (puas) dengan dirinya. Setiap
orang yang memAndang dirinya sendiri
dengan pAndangan ridha, maka hal itu
akan membinasakannya. Setiap orang
yang ujub akan amal yang telah
dikerjakannya, maka keikhlasan sangat
sedikit menyertai amalannya, atau
bahkan tidak ada sama sekali keikhlasan
dalam amalnya, dan bisa jadi amal shalih
yang telah dikerjakan tidak bernilai.
Sa’id bin Jubair mengatakan, “Seorang
bisa masuk surga berkat dosanya dan
seorang bisa masuk neraka berkat
kebaikannya. Maka ada yang bertanya,
“Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Sa’id
menjawab, “Pria tadi mengerjakan
kemaksiatan namun dirinya senantiasa
takut akan siksa Allah atas dosa yang
telah dikerjakannya, sehingga tatkala

5
bertemu Allah, Dia mengampuninya
dikarenakan rasa takutnya kepada Allah.
Pria yang lain mengerjakan suatu
kebaikan, namun dia senantiasa ujub
(bangga) dengan amalnya tersebut,
sehingga tatkala bertemu Allah, dia pun
dimasukkan ke dalam neraka Allah.”
5. KHAWATIR AMAL TIDAK DITERIMA
Anggaplah remeh setiap amal shalih yang
telah Anda perbuat. Apabila Anda telah
mengerjakannya, tanamkanlah rasa takut,
khawatir jika amal tersebut tidak diterima.
Diantara do’a yang dipanjatkan para salaf
adalah,
‫اللهم إنا نسألك العمل الصالح و حفظه‬
“Ya Allah kami memohon kepada-Mu
amal yang shalih
dan senantiasa terpelihara.”
Diantara bentuk keterpeliharaan amal
shalih adalah amal tersebut tidak disertai
dengan rasa ujub dan bangga dengan
amal tersebut, namun justru amal shalih
terpelihara dengan adanya rasa takut
dalam diri seorang bahwa amal yang
telah dikerjakannya tidak serta merta
diterima oleh-Nya. Allah ta’ala berfirman,

6
ٍ‫ن ب َعْدِ قُوّة‬ ْ ‫م‬ ِ ‫ت غَْزل ََها‬ ْ ‫ض‬
َ ‫ق‬ َ َ ‫كال ِّتي ن‬ َ ‫كوُنوا‬ ُ َ ‫َول ت‬
ُ ‫كو‬ َ ُ ‫خل بينك‬ َ ‫ذو‬ َ ْ ‫أ َن‬
‫ة‬
ٌ ‫م‬ّ ‫نأ‬ َ ُ َ‫ن ت‬ ْ ‫مأ‬ ْ َ ْ َ َ َ‫م د‬ ْ ُ ‫مان َك‬َ ْ ‫ن أي‬ َ ُ ‫خ‬ ِ ّ ‫كاًثا ت َت‬
ُ ‫هي أ َربى م‬
ّ َ ‫ه ب ِهِ وَل َي ُب َي ّن‬
‫ن‬ ُ ّ ‫م الل‬ُ ُ ‫ما ي َب ُْلوك‬ َ ّ ‫مةٍ إ ِن‬
ّ ‫نأ‬ ْ ِ َ ْ َ ِ
‫ن‬
َ ‫فو‬ ُ ِ ‫خت َل‬ْ َ ‫م ِفيهِ ت‬ ْ ُ ‫ما ك ُن ْت‬
َ ِ‫مة‬ َ ‫قَيا‬ِ ْ ‫م ال‬ َ ْ‫م ي َو‬ ْ ُ ‫ل َك‬
“Dan janganlah kamu seperti seorang
perempuan yang menguraikan
benangnya yang sudah dipintal dengan
kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu
menjadikan sumpah (perjanjian) mu
sebagai alat penipu di antaramu,
disebabkan adanya satu golongan yang
lebih banyak jumlahnya dari golongan
yang lain. Sesungguhnya Allah hanya
menguji kamu dengan hal itu. dan
Sesungguhnya di hari kiamat akan
dijelaskan-Nya kepadamu apa yang
dahulu kamu perselisihkan itu.”
(An Nahl: 92).
Ibnu Katsir mengatakan, ["Mereka
menunaikan sedekah, namun hati mereka
takut dan khawatir, bahwa amalan
mereka tidak diterima di sisi-Nya. mereka
takut karena (sadar) mereka tidak
menunaikan syarat-syaratnya secara
sempurna. Imam Ahmad dan Tirmidzi
telah meriwayatkan hadits dari Ummul
Mukminin, 'Aisyah radhiallahu 'anhu. Dia
7
bertanya kepada rasulullah, "Wahai
rasulullah, mengenai ayat,
‫م إ َِلى‬ َ ٌ َ ‫وال ّذين يؤْتون ما آتوا وقُُلوبهم وجل‬
ْ ُ‫ة أن ّه‬ ِ َ ْ ُُ َ ْ َ َ َ ُ ُ َ ِ َ
٦٠) ‫ن‬َ ‫جُعو‬
ِ ‫م َرا‬
ْ ِ‫)َرب ّه‬
"Dan orang-orang yang memberikan apa
yang telah mereka berikan, dengan hati
yang takut, (karena mereka tahu bahwa)
Sesungguhnya mereka akan kembali
kepada Tuhan mereka." (Al Mukminun:
60).
Apakah mereka yang tersebut dalam ayat
itu adalah orang-orang yang melakukan
tindak pencurian, perzinaan, dan
meminum khamr, karena mereka takut
kepada Allah (atas kemaksiatan yang
telah dikerjakannya)? Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam pun menjawab, "Bukan,
wahai putri ash Shiddiq. Akan tetapi,
mereka adalah orang yang menunaikan
shalat, puasa, dan sedekah, namun
mereka khawatir apabila amalan tersebut
tidak diterima oleh-Nya." Keikhlasan
memerlukan mujadahah (perjuangan)
yang dilakukan sebelum, ketika, dan
setelah beramal.]

8
6. TIDAK TERPENGARUH PERKATAAN
MANUSIA ATAS AMALAN YANG TELAH
DIKERJAKAN
Seorang yang diberi taufik oleh Allah
ta’ala tidaklah terpengaruh oleh pujian
maupun celaan manusia [siapa pun
mereka, apakah kawan, saudara,
bawahan, atau pimpinannya] ketika
mereka memuji atau mencelanya atas
perbuatan yang telah dilakukannya.
Apabila dia mengerjakan ketaatan, maka
pujian yang dilontarkan oleh manusia
hanya akan menambah ketawadhu’an
dan rasa takut kepada Allah. Dan
sebaliknya, ketika manusia mencela
dirinya, atau tidak mau mendukung/
membantunya, tidaklah menjadikan
dirinya patah semangat, marah, atau
kecewa karenanya. Dia yakin bahwa
pujian dan celaan manusia kepada dirinya
merupakan fitnah baginya, sehingga dia
pun berdo’a kepada Allah ta’ala agar
menyelamatkan dirinya dari fitnah
tersebut. Dia tahu bahwa hanya Allah
semata, yang pujian-Nya bermanfaat dan
celaan-Nya semata yang mampu
memudharatkan hamba.

9
Dia menempatkan manusia layaknya
penghuni kubur yang tidak mampu
memberikan manfaat kepada dirinya dan
tidak mampu menolak bahaya dari
dirinya. Ibnul Jauzi mengatakan,
‫أن ترك النظر إلى الخلق و محو الجاه من‬
‫قلوبهم بالعمل و إخلص القصد و ستر الحال‬
‫هو الذي رفع من رفع‬
["Meninggalkan perhatian makhluk dan
tidak mencari-cari kedudukan di hati
mereka dengan beramal shalih,
mengikhlaskan niat, dan
menyembunyikan amal merupakan faktor
yang mampu meninggikan derajat orang
yang mulia."]
7. SADAR BAHWA MANUSIA BUKANLAH
PEMILIK SURGA DAN NERAKA
Apabila hamba mengetahui manusia yang
menjadi faktor pendorong untuk
melakukan riya’ akan berdiri bersamanya
di padang Mahsyar dalam keadaan takut
dan telanjang, dia akan mengetahui
bahwasanya memalingkan niat ketika
beramal kepada mereka tidaklah akan
mampu meringankan kesulitan yang
dialaminya di padang Mahsyar. Bahkan

10
mereka akan mengalami kesempitan
yang sama dengan dirinya.
Apabila Anda telah mengetahui hal itu,
niscaya Anda akan mengetahui bahwa
mengikhlaskan amal adalah benar
adanya, tidak sepatutnya amalan
ditujukan kecuali kepada Zat yang
memiliki surga dan neraka.
Oleh karena itu, seorang mukmin wajib
meyakini bahwa manusia tidaklah
memiliki surga sehingga mereka mampu
memasukkan Anda ke dalamnya.
Demikian pula, mereka tidaklah mampu
untuk mengeluarkan Anda dari neraka
apabila Anda meminta mereka untuk
mengeluarkan Anda. Bahkan apabila
seluruh umat manusia, dari nabi Adam
hingga yang terakhir, berkumpul dan
berdiri di belakang Anda, mereka tidaklah
mampu untuk menggiring Anda ke dalam
surga meski selangkah. Dengan demikian,
mengapa Anda mesti riya di hadapan
mereka, padahal mereka tidak mampu
memberikan apapun kepada Anda?
Ibnu Rajab mengatakan,
‫من صلى وصام وذكر الله يقصد بذلك عرض‬
‫الدنيا فإنه ل خير له فيه بالكلية‬
11
‫لنه لتقع في ذلك لصاحبه لما يترتب عليه من‬
‫الثم فيه ول لغيره‬
“Barangsiapa yang berpuasa, shalat, dan
berzikir kepada Allah demi tujuan
duniawi, maka amalan itu tidak
mendatangkan kebaikan baginya sama
sekali. Seluruh amal tersebut tidak
bermanfaat bagi pelakunya dikarenakan
mengandung dosa (riya), dan (tentunya
amalan itu) tidak bermanfaat bagi orang
lain.”
Kemudian, Anda tidak akan mampu
memperoleh keinginan Anda dari manusia
yang menjadi tujuan riya yang telah Anda
lakukan, yaitu agar mereka memuji Anda.
Bahkan mereka akan mencela Anda,
menyebarkan keburukan Anda di tengah-
tenah mereka, dan tumbuhlah kebencian
di hati mereka kepada Anda. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫من يراء يراء الله به‬
“Barangsiapa yang berbuat riya, maka
Allah akan menyingkap
niat busuknya itu di hadapan manusia”
(HR. Muslim).
Demikianlah akibat orang yang riya.
Namun, apabila Anda mengikhlaskan
12
amal kepada-Nya, niscaya Allah dan
makhluk akan mencintaimu. Allah ta’ala
berfirman,
ُ ُ‫ل ل َه‬
‫م‬ ُ َ ‫جع‬
ْ َ ‫سي‬
َ ‫ت‬
ِ ‫حا‬ ّ ‫مُلوا ال‬
َ ِ ‫صال‬ ِ َ‫مُنوا وَع‬
َ ‫نآ‬ ِ ّ ‫ن ال‬
َ ‫ذي‬ ّ ِ‫إ‬
٩٦) ‫ن وُّدا‬ُ ‫م‬
َ ‫ح‬ْ ‫)الّر‬
“Sesungguhnya orang-orang yang
beriman dan beramal saleh,kelak Allah
yang Maha Pemurah akan menanamkan
dalam (hati) mereka rasa kasih sayang
(kecintaan)” (Maryam: 96).
8. INGATLAH ANDA SENDIRIAN DI DALAM
KUBUR
Jiwa akan merasa tenang dengan
mengingat perjalanan yang akan
dilaluinya di akhirat. Apabila hamba
meyakini bahwa dirinya akan dimasukkan
ke dalam liang lahat sendiri, tanpa
seorang pun menemani, dan tidak ada
yang bermanfaat bagi dirinya selain amal
shalih, dan dia yakin bahwa seluruh
manusia, tidak akan mampu
menghilangkan sedikit pun, azab kubur
yang diderita, maka dengan demikian
hamba akan menyakini bahwa tidak ada
yang mampu menyelematkannya
melainkan mengkihlaskan amal kepada
Sang Pencipta semata.
13
Ibnul Qayyim mengatakan,
‫صدق التأهب للقاء الله من أنفع ما للعبد وأبلغه‬
‫في حصول استقامته‬
‫فإن من استعد للقاء الله انقطع قلبه عن الدنيا‬
‫وما فيها ومطالبها‬
["Persiapan yang benar untuk bertemu
dengan Allah merupakan salah satu
faktor yang paling bermanfaat dan paling
ampuh bgi hamba untuk merealisasikan
keistiqamahan diri. Karena setiap orang
yang mengadakan persiapan untuk
bertemu dengan-Nya, hatinya akan
terputus dari dunia dan segala isinya."]

Diterjemahkan dari Khutuwaat ilas Sa’adah karya Dr.


Abdul Muhsin Al Qasim (Imam dan Khatib Masjid
Nabawi serta Hakim di Pengadilan Umum).
Buaran Indah, Tangerang, 1 Rajab 1431 H.
Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim

14

Anda mungkin juga menyukai