Anda di halaman 1dari 55

BAB XV

PATICCASAMUPPADA

Dalam Kitab Suci Tipitaka banyak dituliskan saat-saat ketika Bodhisatta


Siddharta Gotama berhasil memahami Hukum Sebab Musabab yang saling
bergantungan (Paticcasamuppāda), sehingga akhirnya Beliau berhasil
mencapai Penerangan Sempurna (Sammā-Sambuddha). Akan tetapi hal yang
terpenting adalah proses pemahaman "hukum" itu sendiri yang terjadi sesaat
sebelum pencapaian Penerangan Sempurna. Para Buddha telah mencapai
Penerangan Sempurna mereka melalui proses ini. Sang Buddha Gotama
menerangkan hukum ini dalam suatu rangkaian yang terdiri atas dua belas
mata rantai, yaitu kondisi-kondisi dan sebab musabab yang saling
bergantungan dari penderitaan manusia serta pengakhirannya.

Rumusan keseluruhan hukum ini telah diringkaskan sebagai berikut:


"Imasmim sati idam hoti; imasuppāda idam uppajjāti
Imasmim asati idam na hoti; imassa nirodhā imam nirujjhati"
Artinya :
Dengan adanya ini, adalah itu; dengan timbulnya ini, timbullah itu.
Dengan tidak adanya ini, tidak adalah itu; dengan lenyapnya ini, lenyaplah itu.
Dengan memahami seluruh fenomena kehidupan ini, agama Buddha
memandangnya sebagai suatu lingkaran dari kehidupan yang tak dapat
diketahui permulaan dan akhirnya.
Dengan demikian masalah Sebab Pertama (causa prima) bukan menjadi
masalah dalam filsafat agama Buddha.

“Tidak dapat dipikirkan akhir roda tumimbal-lahir; tidak dapat dipikirkan asal
mula makhluk-makhluk yang karena diliputi oleh ketidaktahuan dan
terbelenggu oleh keinginan rendah (tanhā) mengembara kesana kemari.”
(Samyutta Nikaya, 11.178.193)

Sehubungan dengan masalah asal mula dan sebab pertama (causa prima) ini,
Sang Buddha Gotama mengajarkan bahwa asal mula alam semesta tidak dapat
dipikirkan. Alam semesta ini bergerak menurut proses pembentukan
(samvattana) dan penghancuran (Vivattana) yang berlangsung terus menerus.

1|Page
a) Di pihak lain dalam Paticcasamuppāda itu diperlihatkan pula
berhentinya segala rangkaian peristiwa fenomena kehidupan itu dengan
berhentinya dapat dicapai oleh mereka yang telah memiliki Pandangan
Terang (Kebijaksanaan Sempurna).

Paticcasamuppāda ini adalah untuk memperlihatkan kebenaran dari keadaan


yang sebenarnya, dimana tidak ada sesuatu itu timbul tanpa sebab. Bila kita
mempelajari Hukum Paticcasamuppāda ini dengan sungguh-sungguh, kita
akan terbebas dari pandangan salah dan dapat melihat hidup dan kehidupan
ini dengan sewajarnya.

Kata ‘Paticcasamuppāda’ mempunyai arti :


PATICCA, berarti : Tinggal / menempati
SAM, berarti : Siap
UPPĀDA, berarti : Timbul

Paticcasamuppāda, berarti :
Keadaan yang menempati dan siap untuk timbul. Atau dengan perkataan lain
adalah Hukum Sebab Musabab yang saling bergantungan.

Paticcasamuppāda ini adalah merupakan obyek dasar dari Vipassanā Bhāvanā,


termasuk salah satu obyek dari keenam obyek dasar Vipassanā Bhāvanā,
yaitu:
a) Khandha 5
b) Dhātu 18
c)Āyatana 12
d) Indriya 22
e) Paticcasamuppāda 12
f) Ariyā Sacca 4
(keterangan a s/d f) harap lihat kamus Buddha Dhamma)

Paticcasamuppāda mempunyai Lakkhana (sifat), Rasa (pekerjaan),


Paccupatthāna (muncul) dan Padatthana (sebab yang terdekat), bila
digabungkan disebut Lakkhanacatukka (empat macam pembawaan) sebagai
berikut:
1. Jarāmaranadinam dhammānam paccaya lakkhano : Ada bantuan kepada

2|Page
keadaan sekarang, seperti Jarā, Marana dan lain-lainnya sebagai sifat.
2. Dukkhānubandhana Raso : Ada perbuatan yang memberikan makhluk
timbul dalam lingkaran tumimbal lahir sebagai pekerjaan.
3. Kammagga paccupatthāno : Ada jalan dalam lingkaran tumimbal lahir
yang menakutkan atau jalan yang tidak benar, yaitu jalan yang
bertentangan dengan jalan ke Nibbāna sebagai keadaan muncul.
4. Asava padatthano : Ada asava sebagai sebab yang terdekat.

Lakkhanadicatukka dari Paticcasamuppāda ini adalah dibicarakan secara


gabungan, belum dipisahkan menjadi faktor-faktor, yaitu Paticcasamuppāda
ada 12 faktor.

Paticcasamuppāda 12 faktor ini, suatu waktu disebut BHAVACAKKA yang


berarti berputar dalam alam-alam kehidupan, yaitu 31 alam kehidupan yang
disebut Samsāravatta, Dukkhavatta dan lain-lainnya.

Bantuan dari keadaan sebab (paccaya dhamma) terhailap keadaan sekarang


(paccuppanna dhamma) menurut keadaan ada 12 faktor sebagai berikut :
a) Avijjā paccaya Sankhāra : Dengan adanya Avijjā
(kebodohan batin), maka munculah Sankhāra (bentuk-bentuk
kamma).
b) Sankhāra paccaya Viññānam : Dengan adanya B) Sankhāra
(bentuk-bentuk kamma), maka munculah Viññānam (kesadaran).
c) Viññāna paccaya Nāma-Rūpam: Dengan adanya Viññāna
(kesadaran), maka munculah Nāma-Rūpa (batin-jasmani).
d) Nāma-Rtipa paccayā Salāyatanam : Dengan adanya Nāma-
Rūpa (batin-jasmani), maka munculah Salāyatana (enam unsur
indera).
e) Salāyatana paccaya Phasso : Dengan adanya Sālayatana
(enam unsur indera), maka munculah Phassa (kesan-kesan).
f) Phassa paccayā Vedand : Dengan adanya Phassa (kesan-
kesan), maka munculah Vedanā (perasaan).
g) Vedanā paccayā Tanha : Dengan adanya Vedanā (perasaan),
maka munculah Tanha (keinginan rendah).
h) Tanha paccayā Upādānam : Dengan adanya Tanhā

3|Page
(keinginan rendah), maka munculah Upādāna (kemelekatan).
i) Upādāna paccaya. Bhavo : Dengan adanya Upādāna
(kemelekatan), maka munculah Bhava (penjadian).
j) Bhava paccayā Jāti : Dengan adanya Bhava (penjadian), maka
munculah Jāti (tumimbal lahir).
Jāti paccaya Jarā - Maranam – Soka – Parideva – Dukkha –
Domanassa - Upayasa Sambhavanti: Dengan adanya jāti (tumimbal
lahir), maka munculah Jarā (ketuaan) dan Marana (kematian) Soka
(kesedihan), Parideva (ratap tangis), Dukkha (derita jasmani),
Domanassa (derita batin), Upāyāsa (putus asa) ikut timbul juga.

Paticcasamuppā ada 7 bagian yaitu :


1. Tayo addha: 3 masa.
2. Dvādasangāni: 12 faktor.
3. Visatākārā: 20 cara.
4. Tisandhi : 3 hubungan
5. Catusankhepā: 4 bagian.
6. Tini vattāni: 3 lingkaran.
7. Dvemūlāni: 2 akar.

Penjelasan :
1. Tayo addhā adalah 3 masa, yaitu Avijjā dan Sankhāra 2 faktor ini
termasuk Atita-addhā (masa yang lampau). Jāti dan Jara-marana 2 faktor
ini termasuk Anagata-addha (masa yang akan datang). Sedangkan
selebihnya dibagian tengah ada 8 faktor termasuk Paccuppanna-addhā
(masa sekarang).
2. Dvādasangani adalah 12 faktor, yaitu Avijjā , Sakhāra, Viññana,
Nāma-Rupa, Salāyatana , Phassa, Vedanā, Tanhā, Upddana, Bhava, Jāti,
dan Jarā-marana. Bagian Soka, Parideva, Dukkha, Domanassa dan
Upayasa tidak termasuk faktor dari Paticcasamuppāda. Sebab 5 macam
dhamma ini adalah hasil Jāti. Bila Jāti telah timbul, tentunya akan ada
kesedihan (soka), ratap tangis (parideva), derita jasmani (dukkha), derita
batin (domanassa) dan putus asa (upāyāsa) yang merupakan hasil dari
Jāti dan bukan sebab yang menimbulkan vatta (lingkaran kehidupan)
maka itu tidak menjadi faktor.

4|Page
3. Visatākārā adalah 20 cara, yaitu :
a. Keadaan yang menjadi sebab yang lampau (atita-hetu) ada 5 faktor,
yaitu Avijjā, Sankhāra, Tanhā, Upādāna, Bhava.
b. Keadaan yang menjadi akibat yang sekarang (paccuppanna-phala)
ada 5 faktor yaitu Viññāna, Nāma-Rūpa, Salāyatana, Phassa, Vedanā.
c. Keadaan yang menjadi sebab yang sekarang (paccuppanna-hetu) ada
5 faktor, yaitu Tanhā, Upādāna, Bhava, Avijjā dan Sakhāra.
d. Keadaan yang menjadi akibat yang akan datang (anāgata-phala) ada
5 faktor, yaitu Viññāna, Nāma-Rūpa, Salāyatana, Phassa, Vedanā.
4. Tisandhi adalah 3 hubungan, yaitu Sankhāra dengan Viññāna menjadi 1
hubungan, Vedanā dengan Tanhā menjadi 1 hubungan, dan Bhava
dengan Jāti menjadi 1 hubungan.
5. Catusankhepā adalah 4 bagian yaitu :
a. Avijjā dan Sankhāra jumlah 2 faktor ini menjadi 1 bagian.
b. Viññāna, Nāma-Rūpa, Salāyatana, Phassa, Vedanā jumlah 5 faktor ini
menjadi 1 bagian.
c. Tanhā, Upādāna, Bhava jumlah 3 faktor ini menjadi 1 bagian.
d. Jāti, dan Jarā-marana jumlah 2 faktor ini menjadi 1 bagian.
6. Tini Vattāni adalah 3 lingkaran, yaitu:
a). Avijjā , Tanhā dan Upādāna jumlah 3 faktor ini menjadi kilesa-vatta.
b). Sankhāra dan Bhava (khusus Kamma Bhava) jumlah 2 faktor ini
menjadi Kamma Vatta.
c). Viññāna, Nāma-Rūpa, Salāyatana, Phassa, Vedanā dan Bhava (khusus
uppatti bhava), Jāti dan Jarā-marana ini menjadi Vipāka-Vatta.
7. Dvemūlani adalah 2 akar, yaitu Avijjā dan Tānha.

PENJELASAN SECARA TERPERINCI :


I). Paticcasamuppāda Bagian Pertama : Tayo-Addha atau 3 Masa.
Addhā adalah waktu yang lama dan tidak ada berakhir dari
Paticcasamuppāda, dibagi menjadi 3 masa, yaitu:
a). Atita-addhā atau Atita-Kāla adalah waktu yang telah lalu, termasuk
pula waktu dalam kehidupan yang lampau dan waktu yang lampau
dalam kehidupan sekarang ini. Atita-Addhā dalam Paticcasamuppāda
adalah Avijjā dan Sankhāra.
Semua makhluk (terkecuali Arahat) memiliki Moha yang terpendam
dalam dirinya. Kekuatan Moha dapat menutup segalanya sehingga

5|Page
seorang makhluk tidak dapat melihat akibat dari perbuatan jahat dan
tidak dapat melihat Dukkha-Vatta (lingkaran penderitaan) dalam
perbuatan baik yang masih akan membawanya berputar dalam
lingkaran tumimbal-lahir, yang disebut Kusalavatta yaitu Lokiya-Kusala.
Moha disini adalah Avijjā itu sendiri.
Berbuat baik atau jahat, tentunya disertai Cetanā (kehendak), yaitu
kehendak yang menimbulkan kemantapan hati untuk berbuat yang
disebut Pubba-Cetanā. Pubba-Cetanā ini adalah Sankhāra yang
merupakan bantuan untuk kemantapan hati dalam berbuat kebaikan
dan kejahatan. Berdasarkan sebab yang telah diterangkan ini maka
Avijjjā dan Sankhāra menjadi Atita-Addhā.
b). Paccupanna-Addhā atau Paccuppanna-Kāla adalah waktu yang
sekarang, yang saat ini, yang sedang dijalankan sekarang ini.
Paccuppanna-Addhā dari Paticcasamuppāda ada dibagian tengah, yaitu
Viññāna, Nāma-Rūpa, Salāyatana, Phassa, Vedanā, Tanhā, Upādāna
dan Bhava.
Bila ada Avijjā yaitu Moha yang terpendam dalam dirinya dan ada
Sankhāra yaitu Cetanā (kehendak) yang menimbulkan kemantapan
hati untuk berbuat yang baik maupun yang jahat, perbuatan dapat
terjadi disebabkan adanya 8 faktor yaitu Viññāna, Nāma-Rūpa,
Salāyatana, Phassa, Vedanā, Tanhā, Upādāna dan Bhava. Bila tidak ada
8 faktor ini, segala perbuatan tidak dapat timbul. Dengan adanya 8
faktor ini yang berada pada saat ini, maka 8 faktor ini menjadi
Paccuppanna-Addhā.

c). Anāgata-Addhā atau Anāgata-Kāla adalah dimaksudkan waktu yang


akan datang. Anāgata-Addhā dari Paticcasamuppāda adalah Jāti dan
Jarā-marana. Bila telah melakukan sesuatu, baik yang merupakan
Kusala-Kamma atau Akusala-Kamma, hal ini disebut Kamma Bhava.
Dan Kamma Bhava akan menimbulkan hasil / akibat pada keadaan
yang akan datang. Misalnya setelah meninggal dunia dari kehidupan
ini, makhluk akan bertumimbal lahir dalam kehidupan yang baru. Bila
melakukan kejahatan akan tumimbal-lahir dalam Apāya-Bhūmi. Bila
melakukan perbuatan yang baik akan tumimbal-lahir menjadi Manusia,
Dewa, dan Brahma. Hal ini sesuai dengan Kusala-Kamma yang
dimilikinya yang disebut Jāti atau Uppatti Bhava. Dengan kata lain bila

6|Page
telah berbuat Kamma Bhava tentunya akan memperoleh Uppatti-Bhava
yaitu Jāti.
Bila ada Jāti tentunya ada Jarā-marana yang merupakan faktor yang
tetap, maka itu disebut Jāti dan Jarā-marana menjadi Anāgata-addhā.
Addhā 3 ini, bila digabung dalam Paticcasamuppāda 12 faktor,
dhamma 12 faktor ini disebut Dvāsangāni yang akan dijelaskan
sebagai berikut ini.

II). Paticcasamuppāda Bagian Kedua: Dvāsangāni atau 12 Faktor.


Dvāsangāni adalah 12 faktor, yaitu : Avijjā dll-nya sampai dengan Jarā-
marana yang terakhir, tetapi bila dibicarakan menurut Paccaya (sebab)
hanya ada 11 Paccaya, sebab Jarā-Marana yang menjadi faktor ke 12 itu
tidak dihitung menjadi sebab menimbulkan patisandhi-Viññāna menurut
bagian dari Paticcasamuppāda.
Akan munculnya Patisandhi- Viññāna disebabkan adanya Sankhāra yaitu
Cetanā dalam melakukan sesuatu. Disini akan dibicarakan mengenai AVIJJĀ
PACCAYĀ SANKHĀRA, yang berarti : ‘Dengan adanya Avijjā (kebodohan
batin), maka munculah Sankhāra (bentuk - bentuk Kamma)’. Jadi, Sankhāra
muncul karena adanya Avijjā atau Sankhāra sebagai akibat dan Avijjā
sebagai sebab.
A). FAKTOR PERTAMA : AVIJJĀ
Dengan adanya Avijjā (kebodohan batin) maka munculah Sankhāra
(bentuk-bentuk Kamma) atau Avijjā -Paccaya-Sankhāra. Secara singkat
disebut Avijjā sebagai sebab dan Sankhāra sebagai akibat.
Avijjā yang menjadi sebab menimbulkan Sankhāra itu, mempunyai
Lakkhanādicatukka (4 macam pembawaan) sebagai berikut :
1. Añāna lakkhana: Tidak berpengetahuan atau yang bertentangan
dengan Paññā sebagai sifatnya.
2. Sammohana rasa: Mempunyai keadaan bersekutu dan orang yang
Mohanya sedang timbul mempunyai kebodohan, kebingungan dan
kegelapan sebagai pekerjaan.
3. Chādana paccupatthāna: Mempunyai keadaan tersembunyi dalam
obyek sebagai hasil.
4. Āsava padatthāna: Ada Āsava sebagai sebab yang terdekat.

7|Page
Avijjā ini wujud aslinya adalah Moha-Cetasika. Ketidak-tahuan 8
macam dhamma, yaitu tidak tahu Ariya-sacca 4, tidak tahu Atita (yang
lalu) 1, tidak tahu Anāgata (yang akan datang) 1, tidak tahu Atita dan
Anāgata 1, dan tidak tahu Paticcasamuppāda 1.
Ketidaktahuan (Moha atau Avijjā ) inilah menjadi sebab, yang
merupakan faktor membantu atau menimbulkan Sankhāra. Maka itu
Avijjā menjadi sebab (Paccaya) dan Sankhāra menjadi akibat
(Paccayupanna). Sankhāra menjadi akibat yang telah timbul dari sebab
Avijjā itu dibagi menjadi Sankhāra 3, yaitu Apuññābhisankhāra,
Puññābhisankhāra dan Aneñjābhisankhāra.

1. Apuññābhisankhāra adalah kehendak yang jahat, yang membawa


celaka. Wujud aslinya adalah Cetanā dalam Akusala-citta 12. bila
Cetanā ini menyebabkan timbulnya kejahatan, akan menjadi jalan
yang membawa untuk bertumimbal-lahir di Apāya-Bhūmi, Cetanā ini
timbul karena kekuatan dari Moha yaitu Avijjā .

2. Puññābhisankhāra adalah kehendak yang baik, yang membawa


pahala. Wujud aslinya adalah Cetanā dalam Mahakusala-citta 8 dan
Cetanā dalam Rūpāvacarakusala-citta 5 jumlah Cetanā 13. Cetanā
ini yang menyebabkan timbulnya kebaikan dan akan menjadi jalan
yang membawa untuk bertumimbal-lahir di Kāmasugati-Bhūmi dan
Rūpa-Bhūmi sesuai dengan Kamma yang dilakukan.
Cetanā kusala ini termasuk yang cukup baik, tetapi belum sampai
yang paling baik, sebab belum dapat terbebas dari dukkha, harus
kembali dalam lingkaran tumimbal lahir lagi. Kusala yang paling
tinggi adalah Lokuttara-Kusala yang dapat membuat terbebas dari
dukkha dan tidak kembali dalam lingkaran tumimbal lahir lagi.
Sebab-sebab yang membuat Cetanā tidak dapat menimbulkan
Kusala yang paling tinggi (Lokuttara-Kusala) karena masih ada Avijjā
atau tidak tahu adanya Kusala yang tertinggi itu. Maka itu Cetanā
hanya berbuat Mahākusala-kamma dan Rūpākusala-kamma saja.

3. Āneñjābhib sankhāra adalah kehendak yang tenang (tidak


tergoyang), yaitu kehendak dari hasil pikiran Samādhi, hasil pikiran
yang tenang, yang telah mencapai tingkat Arūpā-Jhāna.

8|Page
Wujud aslinya adalah Cetanā dalam Arūpāvacara kusala-citta 4.

Bila Cetanā ini melakukan sesuatu untuk menimbulkan kebaikan, akan


menjadi jalan yang membawa untuk bertumimbal-lahir di Arūpā-Bhūmi,
menikmati kebahagian yang sangat lama. Tetapi belum terbebas dari
dukkha disebabkan masih adanya Avijjā . Dibagian lain disebutkan,
Sankhāra yang menjadi akibat dari Avijjā ini adalah Sankhāra 3 yaitu:
1. Kāya-Sankhāra adalah kehendak yang membentuk Kāyaduccarita
(kejahatan dari jasmani) dan Kāyasucarita (kebaikan dari jasmani)
yang memberikan hasil/akibat sepenuhnya. Wujud aslinya adalah
Akusala-Cetanā 12 dan Mahākusala-Cetanā 8 yang berkenaan
dengan jasmani.
2 Vaci-Sankhāra adalah kehendak yang membentuk Vaciduccarita
(kejahatan dari perkataan) dan Vacisucarita (kebaikan dari
perkataan) yang memberikan hasil/akibat sepenuhnya. Wujud
aslinya adalah Akusala-Cetanā 12 dan Mahakusala-Cetanā 8 yang
berkenaan dengan perkataan.
3. Citta-Sankhāra adalah kehendak yang membentuk Manoduccarita
(kejahatan dari pikiran) dan Manosucarita (kebaikan dari pikiran)
yang memberikan hasil/akibat sepenuhnya. Wujud aslinya adalah
Akusala-Cetanā 12 dan Lokiyakusala-Cetanā 17 yang berkenaan
dengan pikiran/batin.
Jumlah Sankhāra 3 atau Sankhāra 6 yang telah dijelaskan itu adalah
merupakan Cetanā 29 atau Kamma 29 itu sendiri. Khusus untuk
Lokuttarakusala - Cetanā itu tidak termasuk menjadi Puññābhisankhāra
atau Aneñjābhisankhāra, sebab Lokuttara-Kusala itu tidak mempunyai
kewajiban untuk menimbulkan Bhava dan Jāti sebagai Vatta
(lingkaran), tetapi mempunyai kewajiban membasmi Jāti dan
memotong Vatta. Maka itu Lokuttara-Kusala tidak ada hubungan
dengan Paticcasamuppāda ini.

Dalam Sutta Pitaka diterangkan,Sankhāra 3 adalah :


1. Kāya-Sankhāra adalah pembentukan badan jasmani, yaitu Assāsa,
Passāsa (keluar dan masuknya napas).
2. Vaci-Sankhāra adalah pembentukan kata-kata, yaitu Vitaka dan
Vicāra (perenungan/penopang).

9|Page
3. Citta-Sankhāra adalah pembentukan pikiran, yaitu Saññā dan
Vedanā (pencerapan dan perasaan) atau Cetasika 50 (tidak
termasuk Vitaka dan Vicāra).

Kesimpulan :
Dalam bagian ini, Avijjā menjadi sebab, wujudnya aslinya adalah
Moha.Sankhāra menjadi akibat dari Avijjā , wujud aslinya adalah Cetanā
29 atau Kamma 29. Sebab tidak tahu Dhamma yang membasmi
dukkha,itu disebabkan masih adanya Moha atau Avijjā yang menjadi
sebab untuk berbuat Kamma 29 sehingga harus berputar dalam
lingkaran tumimbal-lahir, tidak akan terbebas dari dukkha.

PACCAYA 24 yang berkenaan dengan AVIJJĀ


Dengan adanya Avijjā (kebodohan batin), maka munculah Sankhāra
(bentuk-bentuk kamma). Berdasarkan Paccaya 24, ada 15 Paccaya yang
bersekutu, yaitu:
a) Dengan adanya Avijjā , maka munculah Apuññā-bhisankhāra.
Disertai kekuatan Paccaya 15, yaitu :
1. Hetu-Paccaya (keadaan sebab).
2. Ārammana-Paccaya (keadaan obyek).
3. Adhipati-Paccaya (keadaan keulungan).
4. Anantara-Paccaya (keadaan rapatnya).
5. Samanantara-Paccaya (keadaan terus-menerus).
6. Sahajāta-Paccaya (keadaan bersama).
7. Aññamaññia-Paccaya (keadaan silih berganti).
8. Sahajātanissaya-Paccaya (keadaan dasar yang timbul bersama).
9. Pakatūpanissaya-Paccaya (keadaan dasar yang kuat).
10. Āsevana-Paccaya (keadaan ulangan).
11. Sampayutta-Paccaya (keadaan bersekutu).
12. Atthi-Paccaya (keadaan kehadiran).
13. Natthi-Paccaya (keadaan tidak hadir).
14. Vigata-Paccaya (keadaan kelenyapan).
15. Avigata-Paccaya (keadaan tidak lenyap).

b) Dengan adanya Avijjā , maka munculah PuññabhiSankhāra. Disertai


kekuatan Paccaya 2, yaitu:

10 | P a g e
1. Ārammana-Paccaya (keadaan obyek).
2. Pakattūpanissaya-Paccaya (keadaan dasar yang kuat).
c) Dengan adanya Avijjā , maka munculah Āneñjābhisankhāra. Disertai
kekuatan paccaya 1, yaitu Pakatūpanissaya-Paccaya (keadaan dasar
yang kuat).

Penjelasan :
a) Dengan adanya Avijjā munculah Apuññabhisankhāra disertai
kekuatan Paccaya 15 itu, bila dibicarakan secara mudah adalah :
Dengan adanya Moha-Cetasika, maka munculah Akusala-citta
disertai kekuatan Paccaya 15, setiap Paccaya mempunyai arti
sebagai berikut:
1. Hetu-Paccaya adalah Hetu 6 yang menjadi sebab menimbulkan
Citta dan Cetasika. Disini Moha menjadi Hetu-Paccaya (keadaan
sebab), sedangkan Akusala-Citta 12 dan Cetasika yang
bersekutu menjadi Hetu-Paccayupanna (keadaan yang timbul
karena sebab).
2. Ārammana-Paccaya adalah obyek yang menjadi sebab
menimbulkan Citta dan Cetasika itu. Bila memiliki benda yang
disenangi, atau tidak disenangi, yang ditakuti atau yang
dicurigai, semuanya ini merupakan obyek yang mempunyai
sebab dari Moha. Obyek-obyek inilah menjadi Ārammana-
Paccaya (keadaan obyek) yang menimbulkan Akusala-Citta 12
dan Cetasikayang bersekutu menjadi Ārammana- Paccayupanna
(keadaan yang timbul karena sebab obyek).
3. Adhipati-Paccaya adalah obyek yang besar dan yang ulung, yang
mempunyai banyak tenaga, atau pengambilan hati secara
istimewa menjadi-sebab menimbul-kan Citta dan Cetasika
adalah obyek yang mempunyai banyak tenaga menjadi
Adhipati - Paccaya (keadaan keulungan) yang menimbulkan
Akusala-Citta 12 dan Cetasika yang bersekutu menjadi Adhipati
— Paccayupanna (keadaan yang timbul karena sebab
keulungan).
4. Anantara-Paccaya adalah citta yang timbul bersambungan
secara rapat dan tidak ada jaraknya antara satu citta dengan
citta lainnya. Disini dimaksudkan Moha-Cetasika yang harus

11 | P a g e
timbul bersama Akusala-Citta yang mempunyai tugas bekerja,
yaitu Akusala-Citta yang menjadi Javana-Citta ini biasanya timbul
bersambungan sebanyak 7 Citta-Khana, maka itu MohaCetasika
dalam Akusala Javana-Citta bulatan ke 1 menjadi Anantara -
Paccaya (keadaan rapatnya), sedangkan Moha-Cetasika dalam
Akusalajavana-citta bulatan ke 2 menjadi Anantara-
Paccayupanna (keadaan yang timbul karena sebab rapatnya).
Moha-Cetasika dalam Akusala Javana-citta bulatan ke 2 menjadi
Anantara-Paccaya, sedangkan Moha-Cetasika dalam
Akusalajavanacitta bulatan ke 3 menjadi Anantara-Paccayupanna
dan seterusnya sampai Moha-Cetasika dalam Akusalajavana-
Citta bulat an ke 6 menjadi Anantara-Paccaya dan MohaCetasika
dalam Akusalajavanacitta bulatan ke 7 menjadi Anantara-
Paccayupanna.
5. Samanantara - Paccaya adalah keadaan terus menerus timbul
bersambungan dengan tidak ada jarak sedikitpun, timbul
bersambungan menurut urutan, sama dengan Anantara-Paccaya
itu sendiri, hanya perbedaannya timbulnya secara terus-menerus
dengan tidak ada jarak.
6. Sahajāta-Paccaya adalah keadaan yang timbul bersama, yang
dimaksud di sini adalah Moha Cetasika yang timbul bersama
Akusala-Citta dan Cetasika yang bersekutu dengannya. Maka,
Moha-Cetasika ini menjadi Sahajāta-Paccaya. Sedangkan
Akusala-Citta 12 dan Cetasika yang bersekutu, yang timbul
bersama Moha-Cetasika, menjadi Sahajāta-Paccayupanna.
7. Aññamañña-Paccaya adalah keadaan membantu silih berganti,
yang dimaksud di sini adalah Moha-Cetasika membantu Akusala
Citta dan Cetasika yang bersekutu untuk timbul. Akusala Citta
dan Cetasika yang bersekutu pun membantu Moha-Cetasika
untuk timbul, jadi keduanya saling membantu silih berganti.
Maka itu Moha-Cetasika menjadi Aññamañña Paccaya,
sedangkan Akusala-Citta 12 dan Cetasika yang bersekutu
menjadi Aññamañña Paccayupanna.
8. Nissaya-Paccaya adalah keadaan dasar, yang dimaksud di sini
adalah Moha-Cetasika yang menjadi dasar dari Akusala-Citta dan
Cetasika yang bersekutu atau Akusala-Citta dan Cetasika yang

12 | P a g e
bersekutu menjadi dasar dari MohaCetasika untuk timbul, maka
Moha-Cetasika ini menjadi Nissaya-Paccaya, sedangkan Akusala-
Citta dan Cetasika yang bersekutu menjadi Nissaya-
Paccayupanna.
9. Upanissaya-Paccaya adalah keadaan pendorong yang kuat dan
mantap, yang dimaksud di sini adalah Moha-Cetasika yang
menjadi pendorong dari Akusala-Citta dan Cetasika yang
bersekutu secara kuat dan mantap atau Akusala-Citta dan
Cetasika yang bersekutu menjadi pendorong dari Moha-Cetasika
untuk timbul, maka itu Moha-Cetasika ini menjadi Upanissaya-
Paccaya, sedangkan Akusala-Citta dan Cetasika yang bersekutu
menjadi Upanissaya-Paccayupanna.
10. Āsevana - Paccaya adalah keadaan mencerap obyek berulang-
ulang, yang dimaksud di sini adalah khusus mengenai Javana-
Citta, sebab dalam setiap Vithi Javana - Citta timbul bersambung
seperti biasa sebanyak 7 Citta - Khana, maka itu Cetanā dalam
Akusalajavana Citta bulatan ke 1 menjadi Āsevana-Paccaya,
sedangkan Cetanā dalam Akusalajavana - Citta bulatan ke 2
menjadi Āsevana-Paccayupanna. Cetanā dalam Akusalajavana-
Citta bulatan ke 2 menjadi Āsevana-Paccaya, sedangkan Cetanā
dalam Akusala Javana-citta bulatan ke 3 menjadi Āsevana -
Paccayupanna, dan seterusnya menurut urutan sampai dengan
Cetanā dalam Akusalajavana-Citta bulatan ke 6 menjadi Āsevana
- Paccaya, sedangkan Cetanā dalam Akusalajavana-Citta bulatan
ke 7 menjadi Āsevana-Paccayupanna.
11. Sampayutta - Paccaya adalah keadaan penggabungan /
bersekutu, yaitu Moha-Cetasika tentu lah bersekutu / bergabung
dengan Akusala - Citta dan Cetasika yang bersekutu, maka itu
Moha Cetasika menjadi Sampayutta-Paccaya, sedangkan
Akusala-Citta dan Cetasika yang bersekutu menjadi Sampayutta-
Paccayupanna.
12. Atthi-Paccaya adalah keadaan kehadiran sebagai sebab, disini
dimaksudkan adalah Moha-Cetasika yang sedang ada dan yang
belum padam itulah menjadi Atthi-Paccaya, sedangkan Akusala-
Citta dan Cetasika yang bersekutu menjadi Atthi-Paccayupanna.

13 | P a g e
13. Natthi-Paccaya adalah keadaan tidak hadir, disini dimaksudkan
adalah Moha-Cetasika dalam Akusalajavana bulatan ke 1 telah
padam, sudah tidak ada, menjadi Natthi-Paccaya, sedangkan
keadaan yang menimbulkan MohaCetasika dalam Akusala
Javana-Citta bulatan ke 2 itu menjadi Natthi-Paccayupanna.
Natthipaccaya ini mempunyai arti yang sama dengan Anantara-
Paccaya (no.4) dan Āsevana-Paccaya (no.10) yang tersebut di
atas.
14. Vigata-Paccaya adalah keadaan kelenyapan, yaitu sudah padam
yang menjadi sebab, dimaksudkan keadaan yang sudah tidak
ada, yang sudah padam, artinya sama dengan NatthiPaccaya
(no.13) diatas.
15. Avigata-Paccaya adalah keadaan tidak lenyap menjadi sebab,
yaitu keadaan yang masih ada, yang belum padam, artinya sama
dengan AtthiPaccaya (no.12) diatas.
b) Dengan adanya Avijjā, maka munculah Puññabhisankhāra disertai
kekuatan Paccaya 2, yaitu Ārammana-Paccaya dan Pakatupanissaya-
paccaya yang mempunyai arti sebagai berikut :
1. Ārammana-Paccaya adalah obyek yang menjadi sebab timbulnya
Citta dan Cetasika, yang dimaksud di sini adalah kekuatan Moha
yang melekat pada obyek, senang dengan keadaan Manusia,
Dewa, dan Rūpā-brahma yang bergabung dengan Mahakusala-
Kamma, Rūpā-vacara-Kusala-Kamma, dan yang menimbulkan
keinginan kepada keadaan tersebut. Dengan demikian Moha
menjadi Ārammana-Paccaya, sedangkan Citta yang menjadi
Mahākusala, Rūpāvacarakusala dan Cetasika yang bersekutu,
menjadi Ārammana-Paccayupanna.
2. Pakatūpanissaya-Paccaya adalah keadaan dasar yang kuat, yang
dimaksud di sini adalah Moha menjadi sebab, menjadi dasar
yang kuat untuk membantu bergabung dengan Maha-Kusala dan
Rūpāvacarakusala. Maka itu Moha menjadi Pakatūpanissaya-
Paccaya, sedangkan Mahākusala-Citta dan Rūpāvacarakusala-
Citta dengan Cetasika yang bersekutu, menjadi
Pakatupanissaya-Paccayu-panna.
c). Dengan adanya Avijjā , maka munculah āneñjabhiSankhāra yang
disertai satu kekuatan paccaya, yaitu Pakatūpanissaya-Paccaya. Hal

14 | P a g e
ini mempunyai arti yang sama seperti yang telah diterangkan di
atas, yaitu keinginan yang kuat dan mantap untuk mendapatkan
keadaan Arūpā-brahma yang bersekutu dengan Arupdvacara Kusala-
Kamma. Keinginan akan keadaan Arūpā-brahma ini masih disertai
Moha, oleh karena itu Moha menjadi Pakatapanissaya-Paccaya, dan
Arūpāvacarakusala-citta dan Cetasika yang brsekutu menjadi
Pakatūpanissaya-Paccayupanna.

TAMBAHAN YANG BERKENAAN DENGAN AVIJJĀ


a) Avijjā adalah Moha-Cetasika, mempunyai sifat bodoh/tidak tahu,
yaitu tidak tahu sebab dan akibat menurut keadaan yang
sebenarnya. Menurut sifatnya Avijjā ada bebeRūpa macam,
diantaranya:
Avijjā 2 :
1. Tidak tahu melaksanakan yang salah.
2. Tidak tahu melaksanakan yang benar.
Atau
1. Tidak tahu keadaan yang bersyarat.
2. Tidak tahu keadaan yang tidak bersyarat.

Avijjā 3 :
Tidak tahu kebenaran dalam
1. Sukha-vedanā
2. Dukkha-vedanā
3. Upekkhā-Vedanā.
Yang mana Vedanā 3 ini menimbulkan Vipallāsa (kekeliruan yang
berkenaan dengan penyelidikan).

Avijjā 4 :
Tidak tahu kebenaran dalam
1. Dukkha
2. Dukkha-Samudaya
3. Dukkha-Nirodha
4. Dukkanirodhagāmini patipada.

Avijjā 5 :

15 | P a g e
Tidak tahu kebenaran tentang dukkha dalam Gati 5, yaitu
1. Niraya-gati
2. Peta-gati
3. Tiracchāna-gati
4. Manussā-gati
5. Deva-gati
Yang mana masih dalam lingkaran Dukkha

Avijjā 6 :
Tidak tahu kebenaran dalam Ārammana 6 dan Viññāna 6 yang mana
dicengkeram oleh Anicca, Dukkha dan Anatta.
b) Avijjā dan Arahat.
Bila seseorang Arahat melakukan sesuatu seperti berdana,
melaksanakan sila dan bhāvanā, itu adalah perbuatan yang tidak
termasuk sebagai Puññābhisankhāra atau Āneñjābhisankhāra yang
merupakan hasil dari Avijjā menurut Paticcasa muppāda, sebab apa
yang dilakukan oleh Arahat itu adalah dengan Kiriya-Citta, yang
mana tidak memberikan hasil/akibat dalam lingkaran tumimbal lahir
lagi.
c) Avijjā dengan Ariya-Sacca
- Avijjā adalah Dukkha-Sacca, timbulnya bersama dengan Dukkha-
Sacca, menjadikan Dukkha-Sacca sebagai obyek dan biasanya
menutupi Dukkha-Sacca.
- Avijjā bukan Samudaya-Sacca, tidak dapat bergabung menjadi
Samudaya-Sacca, tetapi Avijjā timbul bersama dengan Samudaya
Sacca, menjadikan Samudaya-Sacca sebagai obyek dan menutupi
Samudaya-Sacca.
- Avijjā bukan Nirodha-Sacca, tidak dapat bergabung dengan
Nirodha-Sacca, tidak dapat timbul bersama dengan Nirodha-
Sacca, tidak dapat menjadikan Nirodha-Sacca sebagai obyek
tetapi mampu menutupi Nirodha-Sacca.
- Avijjā bukan Magga-Sacca, tidak dapat bergabung dengan
Magga-Sacca, tidak dapat timbul bersama dengan Magga-Sacca,
tidak dapat menjadikan Magga-Sacca sebagai obyek tetapi
mampu menutupi Magga-Sacca.

16 | P a g e
B). FAKTOR KE DUA : SANKHĀRA
Dengan adanya Sankhāra (bentuk- bentuk karma), maka munculah
Viññāna atau Sankhāra paccaya viññāna. Secara singkat dapat dikatakan
Sankhāra adalah sebab dan Viññāna adalah akibat.
Sankhāra yang menjadi sebab timbulnya mempunyai Lakkhanadicatuka (4
macam pembawaan) sebagai berikut:
1. AbhiSankhāra lakkhana: Mempunyai kehendak sebagai sifatnya.
2. Ayūhana rasā: Menimbulkan Patisanhdhi-Viññāna atau menimbulkan
hasil (Rūpakkhandha dan Nāmakkhandha) sebagai pekerjaan / tugasnya.
3. Cetanā paccupatthāna: Berniat menimbulkan hingga selesai sebagai
hasil.
4. Avijjā padatthāna: Mempunyai Avijjā sebagai sebab yang terdekat.

Sankhāra yang telah dijelaskan dalam faktor pertama (Avijjā ) adalah


Sankhāra yang menjadi Paccayupanna (hasil) dari Avijjā , yaitu Cetanā 29
atau Kamma 29.
Bagian Sankhāra yang dibicarakan dalam pelajaran ini adalah Sankhāra
yang menjadi Paccayadhamma (sebab) timbulnya Viññāna, yaitu Cetanā
29 atau Kamma 29 sama seperti di atas.

Viññāna yang menjadi Paccayupanna dari Sankhāra ini ada 2 bagian, yaitu
Abhidhammabhājaniyanaya (menurut Abhidhamma) 1 dan Suttanta
bhājaniyanaya (menurut Sutta) 1.

Menurut Abhidhamma, Viññāna yang menjadi Paccayupanna dari Sankhāra


adalah Citta 89 dan Cetasika yang bersekutu, karena agar Citta dapat
timbul harus ada Sankhāra sebagai Paccaya (sebab). Menurut Sutta,
Viññāna yang menjadi Paccayupanna dari Sankhāra adalah Lokiyavipāka-
Viññāna 32, yaitu Akusalavipāka-citta 7, Ahetuka kusalavipāka-citta 8,
Mahāvipāka-citta 8 dan Mahaggatavipāka-citta 9.
Lokiyavipāka-Viññāna 32 yang menjadi Paccayupanna dari Sankhāra,
dibagi lagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
1. Viññāna yang timbul sewaktu Patisandhi (Patisandhi-Kala) yang disebut
Patisandhi-Viññāna, yaitu Patisanhi-Citta 19 yang berada dalam
LokiyaVipākaVilitiana 32.

17 | P a g e
2. Viññāna yang timbul setelah Patisandhi (Pavatti-kala) yang disebut
Pavatti-Viññāna , yaitu LokiyaVipākaCitta 32 yang tidak menjalankan
tugas Patisandhi, tetapi menjalankan tugas Bhavanga dan tugas yang
lain.

Apuññābhisankhāra :
1. Apuññābhisankhāra, yaitu Cetanā dalam Akusala Citta 11 bulatan (tidak
termasuk Uddhacca-Cetanā) yang menjadi Paccaya-Dhamma dan
Patisandhi Viññāna menjadi Paccayupanna dalam Patisandhi-Kala (sewaktu
tumimbal-lahir). Dengan kata lain yaitu, kondisi yang menyebabkan
timbulnya Upekkhāsantīrana-akusalavipāka-citta sehingga seorang
makhluk bertumimbal-lahir dalam Apayā-Bhūmi 4. Makhluk tersebut
termasuk kelompok Duggati-Ahetuka-Puggala, dan secara singkat disebut
Duggati-Puggala.
2. ApuññābhiSankhāra, yaitu Cetanā dalam AkusalaCitta 12 bulatan yang
menjadi Paccaya-Dhamma dan menjadi Paccayupanna-dhamma dalam
Pavatti-Kala (sewaktu setelah Patisandhi atau kelanjutan setelah
Patisandhi), yaitu AkusalaVipāka- Citta 7: kesadaran mata (Cakkhu-
Viññāna), kesadaran telinga (Sota- Viññāna), kesadaran hidung (Ghāna-
Viññāna), kesadaran lidah kesadaran sentuhan (Kaya-Viññāna), kesadaran
menerima obyek (Sampaticchanna), kesadaran memeriksa obyek
(Santīrana), dan kesadaran menerima obyek dari Javana (Taddārammana)
sampai dengan memelihara kehidupan (bhavanga-citta) juga. Karena ini
adalah Akusalavipāka-Citta, maka obyeknya adalah obyek yang tidak baik.

Puññābhisankhāra :
1. Puññābhisankhāra, yaitu Cetanā dalam Mahākusala jenis Dvihetuka-
Omakukkattha dan jenis Dvihetuka Omakomaka yang menjadi Paccaya-
dhamma dan Patisandhi-Viññāna menjadi Paccayupanna-dhamma dalam
Patisandhi-Kāla, yaitu Upekkhāsantīranakusalavipāka-citta 1 yang
mengakibatkan tumimballahir sebagai manusia cacat sejak lahir dan
menjadi dewa tingkat rendah dalam kelompok Sugati-Ahetuka-Puggala.
2. Puññābhisankhāra, yaitu Cetanā dalam Mahākusala jenis Tihetuka-
Omakukkattha, Tihetuka-Omakomaka, Dvihetuka-Ukkatthukkattha, dan
Dvihetuka - Ukkatthomaka yang menjadi Paccaya-dhamma; dan
Patisandhi-Viññāna menjadi Paccayupanna-Dhamma dalam Patisandhi-

18 | P a g e
Kāla, yaitu MahaVipāka-ñāvippayutta-citta 4 yang mengakibatkan
tumimbal-lahir sebagai manusia dan dewa yang tidak bersekutu dengan
Pañña sejak lahir, yang disebut kelompok Dvihetuka-Puggala.
3. Puññābhisankhāra, yaitu Cetanā dalam Mahākusala jenis Tihetuka-
Ukkatthukkattha dan Tihetuka-Ukkatthomaka yang menjadi Paccaya-
Dhamma; dan Patisandhi-Viññāna menjadi Paccayupanna-Dhamma dalam
Patisandhi-Kāla, yaitu Māha vipāka ñāsampayutta-citta 4 yang
mengakibatkan tumimbal-lahir sebagai manusia dan dewa yang bersekutu
dengan Paññā sejak lahir, yang disebut kelompok Tihetuka-Puggala.
4. Puññābhisankhāra, Sankhāra di bawah ini adalah Cetanā dalam
Mahākusala-citta 8 yang menjadi Paccaya-Dhamma dan Pavatti-Viññāna
menjadi Paccayupanna Dhamma dalam Pavatti-Kāla, yaitu :
a). Ahetuka-kusalavipāka-citta 8: kesadaran mata, kesadaran telinga,
kesadaran hidung, kesadaran lidah, kesadaran sentuhan, kesadaran
menerima obyek, dan kesadaran menerima obyek dari Javana,
semuanya tersmasuk obyek yang baik.
b). Mahāvipāka-citta 8, menjalankan tugas menerima obyek dari Javana,
yaitu Tadārammana-citta.
c). Mahāvipāka-citta 8 dan Upekkhāsantīrana - kusalavipāka – citta 1,
semuanya bertugas memelihara kehidupan (Bhavanga-citta) dan
memutus kehidupan (Cuti-citta).
5. Puññābhisankhāra, yaitu Cetanā dalam Rūpāvacarakusala-citta 5 yang
menjadi Paccaya-dhamma dan Patisandhi-Viññāna menjadi Paccayupanna
dalam Patisandhi-Kāla, yaitu Rūpāvacaravipāka 5 bulatan memberikan
tumimbal-lahir menjadi Rūpa-Brahma dalam Rūpa-Bhūmi yang disebut
kelompok Tihetuka-Puggala juga.
6. Puññābhisankhāra, yaitu Cetanā dalam Rūpāvacarakusala-citta 5 yang
menjadi Paccaya-Dhamma dan menjadi Paccayupanna-Dhamma dalam
Pavatti-Kāla, yaitu memelihara kehidupan (Bhavanga-citta) sampai dengan
memutus kehidupan (Cuti-citta). Bagian Ahetuka-kusala-vipāka-citta 5,
yaitu kesadaran mata (Cakkhu-Viññāna ), kesadaran telinga (Sota-
Viññāna), kesadaran menerima obyek (Sampaticchanna), kesadaran
memeriksa obyek (Santīrana 2). Semuanya adalah baik dan menjadi
Kāmavipāka.

Anenjabhisankhāra :

19 | P a g e
1. AnenjabhiSankhāra adalah Cetanā dalam Arūpāvacarakusala-citta 4 yang
menjadi Paccaya-Dhamma, dan Patisandhi- Viññāna menjadi
Paccayupanna Dhamma dalam Patisandhi-Kala, yaitu Arūpāvacara-vipāka-
citta 4 yang mengakibatkan tumimbal-lahir sebagai Arūpā-Brahma dalam
Arūpā-Bhūmi, disebut kelompok Tihetuka-Puggala.
2. Ānenjabhisankhāra adalah Cetanā dalam Arūpāvacarakusala-citta 4 yang
menjadi Paccaya-Dhamma, dan menjadi Paccayupanna-dhamma dalam
Pavati-Kāla, yaitu Arūpāvacaravipāka-citta 4 yang bertugas memelihara
kehidupan (Bhavanga-citta) dan memutus kehidupan (Cuti-citta).
Dalam Sankhāra paccaya Viññāna , perlu diperhatikan bahwa Sankhāra 3
yang menjadi sebab timbulnya Viññāna, dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
a. Sankhāra 3 yang menjadi sebab timbulnya Patisandhi-Viññāna adalah
Cetanā 28 (tidak termasuk Uddhacca-Cetanā), sebab Uddhacca Cetanā
tidak mempu menimbulkan Patisandhi.
b. Sankhāra 3 yang menjadi sebab timbulnya Pavatti-Viññāna adalah
Cetanā 29. Bagian Viññāna yang menjadi Paccayupanna Dhammma dari
Sankhāra, dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
a) Patisandhi-Viññāna adalah Patisandhi-Citta 19.
b) Pavatti-Viññāna adalah Lokiya-vipāka-Viññāna 32.
- Lokiya-vipāka-viññāna 32, timbulnya hanya dalam Pavatti-Kāla saja
dan berjumlah 13 citta, yaitu Dvipañcaviññana-citta 10,
Sampaticchana-citta 2, dan Somanassa-santīrana-citta 1.
- Sedangkan Patisandhi-Viññāna 19 bertugas sebagai Patisandhi-citta
dalam Patisandhi-kāla.
- Dalam Pavatti-kala, 19 citta yang sama dengan Patisandhi-citta 19
masih dapat timbul, tetapi timbul untuk menjalakan tugas yang lain
bukan tugas Patisandhi.

PACCAYA 24 yang berkenaan dengan SANKHĀRA.


Dalam Sankhāra paccaya Viññāna, berdasarkan Paccaya 24, ada 2 Paccaya
yang bersekutu, yaitu: Pakatūpanissaya-Paccaya dan Nānakkhanika kamma
Paccaya. Arti dari Pakatūpanissaya -Paccaya telah diterangkan bagian depan,
dan tidak diterangkan lagi. Nanakkhanikakamma-Paccaya adalah Kamma atau
Sankhāra, yaitu Cetanā yang timbul yang berbeda saatnya (yaitu Cetanā yang
sudah padam) menjadi Paccaya membantu kepada Nāma dan Rūpa. Yang
timbul dari Kamma itu. Maka itu disini disebut Sankhāra (Cetanā) menjadi

20 | P a g e
Nānakkhanikkamma Paccaya menimbulkan Viññāna (Vipāka-Viññāna 32)
menjadi Nānakkhanikkamma-Paccayupanna.

Patisandhi-Viññāna dengan bermacam bagian.


Patisandhi-Viññāna atau Patisandhi-Citta 19 bulatan ini, akan dijelaskan
dengan bermacam bagian sebagai berikut :
a. Bagian Missaka dan Suddha ada 2, yaitu :
1. Rūpāmissaka-Viññāna, adalah Patisandhi-Viññāna yang mempunyai
rūpa, ada 15 citta yaitu Upekkhā-santīrana-Vipāka-citta 2, MahaVipāka-
citta 8 dan Rūpavacara vipāka-citta 5.
2. Arūpāmissaka-Viññāna adalah Patisandhi-Viññāna yang tidak mempunyai
rūpa, ada 4 citta yaitu Arūpāvacara-vipāka-citta 4, disebut Suddha.
b. Bagian Bhūmi ada 3, yaitu :
1. Kama-Viññāna adalah Patisandhi-Viññāna dalam Kama-Bhūmi 11, ada 10
citta yaitu Upekkhāsantirana Vipāka-citta 2 dan MahaVipāka-citta 8.
2. Rūpa-Viññāna adalah Patisandhi-Viññāna dalam Rūpā-Bhūmi 16, ada 5
citta yaitu RūpāvacaraVipāka-citta 5.
3. Arūpa-Viññāna adalah Patisandhi-Viññāna dalam Arūpā-Bhūmi
4, ada 4 citta yaitu ArūpavacaraVipāka-citta 4.
c. Bagian Yoni ada 4, yaitu :
1. Jalābuja-Viññāna adalah Patisandhi-Viññāna dalam kandungan yang
berjumlah 10 citta, yaitu UpekkhasantiranaVipāka-citta 2 dan
MahaVipāka-citta 8.
2. Andaja-Viññāna adalah Patisandhi-Viññāna dalam telur yang berjumlah 10
citta, yaitu UpekkhāsantīranaVipāka-citta 2 dan Mahāvipāka-citta 8.
3. Sansedaja-Viññāna adalah Patisandhi-Viññāna dalam kelembaban yang
berjumlah 10 citta, yaitu Upekkhāsantiranavipāka-citta 2 dan
Mahāvipāka-citta 8.
4. Opapatika-Viññāna adalah Patisandhi-Viññāna dengan spontan yang
berjumlah 19 citta, yaitu Patisandhi-citta 19.

d. Bagian Gati ada 5, yaitu :


1. Devagati-Viññāna adalah Patisandhi-Viññāna dalam Deva-Bhūmi 6, Rūpa-
Bhūmi 15 dan Arūpa-Bhūmi 4, berjumlah 18 citta, yaitu
Upekkhāsantīrana-kusala-vipāka-citta 1, Maha Vipāka-citta 8, dan
Mahaggatayip5ka-citta 9.

21 | P a g e
2. Manussagati-Viññāna adalah Patisandhi-Viññāna dalam
Manussa-Bhūmi ada berjumlah 9 bulatan, yaitu Upekkhāsantīrana-kusala-
vipakācitta 1 dan Mahāvipāka-citta 8.
3. Tiracchānagati-Viññāna
Keempat ini mempunyai
4. Petagati/asuragati-viññāna Patisandhi-Viññāna 1
bulatan, yaitu upekkhā-
5. Nirayagati- viññāna
santīrana-akusalavipāka-

e. Bagian Viññānathiti ada 7, yaitu :


Viññanathiti adalah dimaksudkan alam kehidupan yang menjadi tempat
Viññāna.
1. Nānāttakāyanānattasaññi-Bhūmi : Makhluk yang mempunyai bentuk
jasmani berbeda dan Patisandhi-Viññāna berbeda, yaitu Patisandhi dalam
Kamasugati-Bhūmi 7, dengan jumlah 9 Patisandhi-Viññāna citta
(Upekkhāsantīranakusala-vipāka-citta 1 dan Mahāvipāka-citta 8).
2. Nānāttakāyaekattasaññi -Bhūmi : Makhluk yang Patisandhi-Viññāna
sama, yaitu Patisandhi dalam Apaya-Bhūmi 4 dan Pathamajjhāna-Bhūmi
3, jumlah 7 Bhūmi dengan 2 Patisandhi-Viññāna citta, yaitu
Upekhāsantīrana-akusalavipākacitta 1 (untuk Apaya-Bhūmi) dan
Rūpāvacarapāthamajjhāna-vipāka-citta 1 (untuk Pathamajjhāna-bhūmi 3).
3. Ekattakayananattasaññi-Bhūmi : Makhluk yang mempunyai bentuk
jasmani sama, tetapi Patisandhi- Viññāna berbeda, yaitu Patisandhi dalam
Dutyajjhāna-Bhūmi 3, dengan 2 Patisandhi-Viññāna citta, yaitu
Rūpāvacara-dutiyajjhana vipāka-citta 1 dan Rūpavacara-
tatiyajjhanavipāka-citta 1.
4. Ekattakayaekattasaññi-Bhūmi : Makhluk yang 9 mempunyai bentuk
jasmani sama, dan Patisandhi-Viññāna semacam, yaitu patisandhi dalam
Tatiyajjhana-Bhūmi 3, Vehapphalā- Bhūmi 3 dan Suddhāvāsa-Bhūmi 5,
jumlah 9 bulatan, Bhūmi dengan 2 Patisandhi-Viññāna citta, yaitu ana-
Rūpavacara-catutthajjhana vipāka-citta 1 (Tatiyajjhāna-Bhūmi 3)
dan Rūpavacara-pañcamajjhānavipāka-citta 1 (Vehapphalā Bhūmi 1 dan
Suddhāvāsa-bhūmi 5).
5. Ākāsānañcāyatana-Bhūmi, ada 1 Patisandhi Viññnāna citta, yaitu
Ākāsānañcāyatana-vipāka-citta 1.
6. Viññānañcayatana-Bhūmi, ada 1 patisandhi-viññāna citta, yaitu
Viññānañcāyatana-vipākacitta 1.

22 | P a g e
7. Akiññcaññāyatana-Bhūmi, ada 1 Patisandhi-viññāna citta, yaitu
Akiññcaññyatana –vipāka-citta 1.

Penjelasan :
Tidak termasuk Asaññasatta-Bhūmi dan Nevasaññā nāsaññāyatana-Bhūmi,
karena :
a. Asaññasatta-Bhūmi adalah alam kehidupan dari makhluk yang tidak
mempunyai Patisandhi Viññāna .
b. Nevasaññānāsaññāyatana-Bhūmi adalah alam kehidupan yang
mempunyai Patisandhi-Viññāna (Nāma-khandha), tetapi Nāma-khanda ini
tidak jelas, dikatakan ada pun bukan, dikatakan tidak ada pun bukan.

f). Bagian Saattāvāsa-Bhūmi ada 9, yaitu :


Sattāvāsa-Bhūmi adalah tempat diam makhluk yang dibagi menjadi
kelompok-kelompok, yaitu kelompok yang berbadan sama dan yang
berbeda, kelompok yang mempunyai Patisandhi-Citta sama dan yang
berbeda, semuanya ada 9 kolompok, disebut Sattāvāsa-Bhūmi 9 :
1. Nānāttakāya-Bhūmi: Alam kehidupan yang mempunyai bentuk jasmani
berbeda ada 14 Bhūmi, yaitu Kāma-Bhūmi 11 dan Pathamajjhāna-Bhūmi
3.
2. Ekattakāya-Bhūmi: Alam kehidupan yang mempunyai bentuk jasmani
sama ada 12 Bhūmi, yaitu Dutiyajjhāna-Bhūmi3, Tatiyajjhāna-Bhūmi 3,
Vehapphalā-Bhūmi 1 dan Suddhāvāsa-Bhūmi5.
3. Nānāttasaññi-Bhūmi: Alam kehidupan yang mempunyai Patisandhi-Citta
berbeda ada 10 Bhūmi, yaitu Kāmasugati-Bhūmi 7 dan Dutiyajjhāna-
Bhūmi3.
4. Ekattasaññi-Bhūmi: Alam kehidupan yang mempunyai patisandhi-citta
semacam ada 16 yaitu Apaya-Bhūmi 4, Pathamajjhāna-Bhūmi 3,
Tatiyajjhāna-Bhūmi3, Vehapphalā-Bhūmi1 dan Suddhāvasa-Bhūmi 5.
5. Asaññasatta-Bhūmi: Alam kehidupan yang makhluknya tidak mempunyai
Nāma-dhamma ada 1 Bhūmi, yaitu Asaññasatta-Bhūmi1.
6. Akāsānañcāyatana-Bhūmi1.
7. Viññanñcāyatana-Bhūmi1.
8. Akiñcaññāyatana-Bhūmi 1.
9. Nevasaññānāsaññāyatana-Bhūmi 1.

23 | P a g e
SANKHĀRA dalam Tilakkhana
Sabbe Sankhāra Anicca, wujud aslinya Citta 89, Cetasika 52 dan Rūpa 28.

Sabbe Sankhāra Dukkha, wujud aslinya Citta 89, Cetasika 52 dan Rūpa 28.

Sabbe Dhamma Anatta, wujud aslinya Citta 89, Cetasika 52, Rūpa 28 dan
Nibbāna 1.

SANKHĀRA dalam Pañcakkhandha


Sankhāra-Khandha adalah Cetasika 50 (tidak termasuk Vedanā-Cetasika 1 dan
Sañña-Cetasika 1).

C). FAKTOR KETIGA : VIÑÑĀNA


Dengan adanya Viññāna (kesadaran), maka munculah Nāma-Rūpa (batin-
jasmani) atau Viññāna paccaya Nāma-Rūpa. Secara singkat disebut Viññāna
sebagai sebab dan Nāma-Rūpa sebagai akibat.
Viññāna yang menjadi sebab timbulnya Nāma-Rūpa, mempunyai
Lakkhanadicatukka (4 macam pembawaan) sebagai berikut :
1. Vijānana lakkhana: Mengetahui obyek sebagai sifatnya.
2. Pubbangama rasā: Menjadi pemimpin dari Cetasika dan Kammajārūpa
sebagai pekerjaan / tugasnya.
3. Patisandhi paccupatthāna: Mempunyai hubungan antara kehidupan yang
lalu dengan kehidupan yang sekarang sebagai hasil.
4. Sankhāra padatthāna: Ada Sankhāra 3 sebagai sebab terdekat.
Dalam pelajaran terdahulu diterangkan bahwa Viññāna yang menjadi
Paccayupanna-Dhamma dari Sankhāra terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:
a. Patisandhi-Viññāna, yaitu Patisandhi-Citta 19.
b. Pavatti-Viññāna , yaitu Lokiya Vipāka-Viññāna 32.

Dalam pelajaran ini, Viññāna yang menjadi Paccaya Dhamma adalah


sesuatu yang membantu timbulnya Nāma-Rūpa dan terbagi menjadi 2
bagian juga, yaitu:
a. Vipāka-Viññāna , yaitu Lokiya Vipāka-Vhitiana 32 bulatan. Vipāka-Viññāna
ini menjadi sebab yang terdekat.

24 | P a g e
b. Kamma-Viññāna , yaitu Akusala-citta 12 dan Lokiyakusala-citta 17 yang
bergabung dengan -Cetanā-kamma dan Lokiya-Kusala Cetanākamma
dalam kehidupan yang lalu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa
Kamma-Viññāna menjadi sebab yang terdekat.

Bagian Nāma-Rūpa yang menjadi Paccayupanna Dhamma dari Viññāna


mempunyai maksud sebagai berikut :
NĀMA dalam pelajaran adalah Cetasika.
a). Menurut Abhidhamma yang telah diterangkan dalam pelajaran
terdahulu, bahwa Viritiana adalah Citta 89-121. Maka dalam pelajaran
ini Nāma adalah Cetasika 52 yang bersekutu dengan Citta menurut
keadaannya.
b). Menurut Sutta yang telah diterangkan dalam pelajaran terdahulu,
bahwa Viññāna adalah Lokiyavipāka-Viññāna 32. Maka dalam pelajaran
ini Nāma adalah 35 Cetasika yang bersekutu dengan Lokiya Vipāka-
Viññāna 32.
Nāma adalah Cetasika yang bersekutu dengan Patisandhi-Viññāna 19 dan
disebut Patisandhi-Nāma (Patisandhi-Cetasika). Cetasika yang timbul dalam
Patisandhi-Kāla ini adalah hasil dari Kamma-Viññāna dalam kehidupan yang
lampau dan Patisandhi-Viññāna dalam kehidupan sekarang adalah paccaya.

Nāma adalah Cetasika yang bersekutu dengan Pavatti Viññāna 32 dan


disebut Pavatti-Nāma (Pavatti Cetasika). Cetasika yang timbul dalam
Pavattikala adalah hasil dan PavattiVipāka-Viññāna sebagai sebab.

Rūpa dalam pelajaran ini adalah Rūpa 28. Atau Kammajārūpa secara
langsung dan Cittajārūpa secara tidak langsung. Kammajarūpa yang timbul
bersama Patisandhi- Viññāna 15 (tidak termasuk Arūpāpatisandhi-Viññāna
4) disebut Patisandhi-Rūpa.

Kammajārūpa yang timbul pada Patisandhi-Kāla ini adalah hasil dari Kamma-
Viññāna dalam kehidupan yang lampau dan Patisandhi-Viññāna dalam
kehidupan yang sekarang adalah sebabnya.

Pavatti-Kammajārūpā yang timbul dari Kamma Viññāna 25 (tidak termasuk


Arūpa-kamma-Viññāna 4) dan Cittajārūpā yang timbul dari Pavatti-Viññāna

25 | P a g e
18 (tidak termasuk Dvipañcaviññāna 10 dan ArūpaVipāka Viññāna 4), kedua
macam ini disebut Pavatti-Rūpa.

Kammajārūpā yang timbul dalam Pavatti-Kāla ini adalah hasil dari Kamma-
Viññāna dalam kehidupan yang lampau saja, sedangkan Cittajārūpa yang
timbul pada Patisandhi-Kāla itu tidak ada, yang ada hanya timbul pada
Pavatti-Kāla dengan hasil dari Pavatti Vipāka-Viññāna sebagai paccaya.
Kesimpulan: Rūpa pada Patisandhi-Kāla hanya Kammajārūpā saja,
sedangkan Rūpa pada Pavatti-Kāla adalah Kammajārūpā dan Cittajārūpā.
Viññāna paccaya Nāma-Rūpa ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
a). Viññāna paccaya Nāma.
b). Viññāna paccaya Rūpa.
c). Viññāna paccaya Nāma-Rūpa.
a). Viññāna paccaya Nāma
Dengan adanya Viññāna (kesadaran), maka munculah Nāma (batin),
atau dengan adanya Viññāna , maka munculah Cetasika. Dalam hal ini
tidak ada yang berkenaan dengan Rūpa.
1. Kamma-Viññāna , yaitu Arūpdvacarakusala-citta 4 yang bergabung
dengan Rūpa-Viraga-Cetanā dalam kehidupan yang lampau, menjadi
sebab (paccaya) timbulnya patisandhi-Nāma yaitu Cetasika 30 yang
bersekutu dengan patisandhi Viññāna dalam Catuvokara-Bhūmi 4
pada Patisandhi-Kala.
2. Vipāka-Viññāna, yaitu Arūpāvacarapatisandhi Viññāna 4 dalam
kehidupan sekarang menjadi sebab (paccaya) timbulnya patisandhi-
Nāma yaitu Cetasika 30 yang bersekutu dengan patisandhi-citta
dalam Catuvokara-bhūmi 4 pada patisandhi-kāla.
3. Vipāka-Viññāna, yaitu ArūpāvacaraVipākaViññāna 4, di mana
Bhavanga-citta menjadi sebab (paccaya) timbulnya Pavatti-Nāma,
yaitu Cetasika 30 yang bersekutu dengan Bhavangacitta dalam
Catuvokāra-bhūmi 4 pada Pavattikāla.

b). Viññāna paccaya Rūpa


Dengan adanya Viññāna (kesadaran), maka munculah (jasmani /
materi). Tidak ada yang berkenaan dengan Nāma.
Viññāna yang dimaksud di sini adalah Kamma Viññāna, yaitu
Rūpāvacara-pañcamajjhana-kusalacitta yang bergabung dengan Cetanā

26 | P a g e
dalam Saññāvirāga-Bhāvānā dalam kehidupan yang lalu. Hal ini menjadi
sebab (paccaya) timbulnya Kammajārūpa pada patisandhi-kāla dan
Pavatti-kāla dalam Ekavokāra-Bhūmi, yaitu brahma asaññasatta.

c). Viññāna paccaya Nāma-Rūpa


Dengan adanya Viññāna (kesadaran), maka munculah Nāma-Rūpa (batin
dan jasmani). Viññāna di sini membantu timbulnya Nāma (berupa
Cetasika) dan Rūpa (berupa Kammajārūpa dan Cittajārūpa).

1. Kamma-Viññāna, yaitu Akusala-citta 11, Mahākusala-citta 8, dan


Rūpavacarakusala-citta 5. Jumlah 24 citta di atas bersekutu dengan
Cetanā dalam kehidupan yang lalu dan menjadi sebab (paccaya)
timbulnya patisandhi-nāma dan patisandhi-rūpa dalam Paññcavokāra-
Bhūmi 26 pada Patisandhi-kāla.
- Patisandhi-Nāma adalah Cetasika 35 yang bersekutu dengan
patisandhi-citta 15.
- Patisandhi-rūpa adalah Kammajarūpā yang timbul bersama
dengan patisandhi-citta 15.
2. Vipāka-Viññāna, yaitu Patisandhi-Viññāna 15 dalam kehidupan
sekarang yang menjadi sebab (paccaya) timbulnya patisandhi-Nāma,
yaitu Cetasika 35 dan Kammajārūpa yang timbul bersama patisandhi-
citta dalam Pañcavokara Bhūmi 26 pada patisandhi-kāla.
3. Vipāka-Viññāna , yaitu Bhavaga-citta 15 yang menjadi sebab
(paccaya) timbulnya Pavatti nāma berupa Cetasika 35 dan Pavatti-
Rūpa yaitu Cittajārūpā dalam Pañcavokāra-Bhūmi 26 pada Pavatti-
kāla.
4. Vipāka-Viññāna , yaitu Sampaticchana-citta 2 dan Somanassa
santirana-citta 1 yang menjadi sebab (paccaya) timbulnya Pavatti-
Nāma (berupa Aññasamānā Cetasika 11) dan Pavatti-rūpa (berupa
Cittajārūpā) dalam Pañcavokāra-Bhūmi pada Pavatti-kala.
5. Vipāka-Viññāna, yaitu Dvipancaviññāna 10 Pavatti-Nāma yang
menjadi sebab (paccaya) timbulnya Pavatti-Nāma berupa
Sabbacittasādhārana Cetasika 7 dalam Pañcavokāra-Bhūmi pada
Pavatti-kāla.

PACCAYA 24 yang berkenaan dengan VIÑÑĀNA

27 | P a g e
Dalam Viññāna paccaya Nāma-Rūpa ini, berdasarkan Paccaya 24, ada 11
Paccaya yang bersekutu, yaitu:
a) Viññāna paccaya Nāma adalah Cetasika dalam Catuvokāra-Bhūmi yang
disertai kekuatan Paccaya 9, yaitu:
1. Sahaj āta-Paccaya.
2. Aññamañña-Paccaya.
3. Nissaya-Paccaya.
4. Vipāka-Paccaya.
5. Āhāra-Paccaya.
6. Indriya-Paccaya.
7. Sampayutta-Paccaya.
8. Atthi-Paccaya.
9. Avigata-Paccaya.
b) Viññāna paccaya Rūpa adalah Kammajarūpa dalam Ekavokāra-Bhūmi
yang disertai kekuatan Paccaya 1, yaitu:
1. Pakatūpanissaya-Paccaya.
c) Viññāna paccaya Nāma-Rūpa adalah Nāma dan Rūpa dalam
Pañcavokāra-Bhūmi yang disertai kekuatan Paccaya 9, yaitu :
1. Sama dengan bagian a di atas, hanya no.7 yaitu Sampayutta-Paccaya
diganti dengan Vippayutta-Paccaya.
Arti dari paccaya-paccaya yang telah diterangkan pada pelajaran terdahulu,
di sini tidak diulangi lagi. Di sini hanya akan menerangkan paccaya-paccaya
yang belum diterangkan, yaitu:
1. Vipāka-Paccaya adalah Vipāka-Nāma-Khandha 4 yang membantu Nāma-
Rūpa. Di sini Viññāna (citta) menjadi Vipāka-Paccaya. Nāma (Cetasika)
dan Rūpa yang timbul bersama Viññāna itu menjadi Vipāka-
Paccayupanna.
2. Āhāra-Paccaya adalah Āhāra 4 yang membantu Nāma-Rūpa agar timbul
bersama. Di sini Viññāna(citta) menjadi Ahāra-Paccaya. Nāma (Cetasika)
dan Rūpa yang timbul bersama dengan citta itu menjadi Āhāra
-Paccayupanna.
3. Indriya-Paccaya adalah Pasāda-Rūpa 5 yang membantu Pañca-Viññāna ,
Rūpa-Jivitindriya yang membantu Upādinna-rūpa (Kammajarūpa), dan
Nāma-indriya yang membantu Nāma-Rūpa yang timbul bersama dengan
diri. Di sini Viññāna (citta) menjadi Indriya-Paccaya dan Nāma-Rūpa
menjadi Indriya-Paccayupanna.

28 | P a g e
4. Vippayutta-Paccaya adalah keadaan yang tidak bersekutu dengan
Lakkhana 4 (Ekuppāda (timbulnya bersama), Ekanirodha (padamnya
bersama), Ekālambana (mempunyai obyek sama) dan Ekavatthuka
(pemakaian obyek sama)). Maka itu di sini Viññāna (citta) menjadi
Vippayutta-Paccaya dan Rūpa yang timbul bersama dengan citta itu
menjadi Vippayutta-Paccayupanna.

D). FAKTOR KEEMPAT : NĀMA-RUPA


Dengan adanya Nāma-Rūpa (batin-jasmani), maka munculah Salāyatana (6
indera bagian dalam) atau Nāma-Rūpa paccaya Salāyatana. Secara singkat
disebut Nāma-Rūpa sebagai sebab dan Salāyatana sebagai akibat.
Nāma dalam pelajaran ini adalah Cetasika dan mempunyai
Lakkhanādicatukka (4 macam pembawaan) sebagai berikut:
1. Namana Lakkhana: Mempunyai kepatuhan terhadap obyek sebagai
sifatnya.
2. Sampayoga rasa: Bersekutu dengan Viññāna dan timbul bersama sebagai
pekerjaan / tugasnya.
3. Avinibbhoga paccupatthāna: Tidak dapat berpisah dengan citta sebagai
hasil.
4. Viññāna padatthāna: Ada Viññāna sebagai sebab yang terdekat.

Rūpa dalam pelajaran ini adalah Kammajarūpā secara langsung dan


Cittajarūpā secara tidak langsung, mempunyai Lakkhanādicatukka (4
macam pembawaan) sebagai berikut:
1. Ruppana Lakkhana: Ada penceraian dan kepadaman sebagai sifatnya.
2. Vikirana rasa: Ada pemisahan keluar dari citta sebagai pekerjaan /
tugasnya.
3. Abhyākata paccupatthāna: Ada keadaan netral, yaitu tidak mengetahui
obyek sebagai hasil.
4. Viññāna padatthāna: Ada Viññāna sebagai sebab yang terdekat.

Nāma adalah Cetasika yang menjadi sebab (paccaya) timbulnya Āyatana,


yaitu Cetasika 35 yang bersekutu dengan Lokiyavipāka-citta 32. Rūpa yang
menjadi sebab (paccaya) timbulnya Āyatana yaitu kammajarūpā.

29 | P a g e
Āyatana yang menjadi Paccayupanna-dhamma dari Nāma-Rūpa adalah
Salāyatana, yaitu 6 Āyatana bagian dalam yang disebut Ajjhattikāyatana.
Terdiri dari Cakkhāyatana, Sotāyatana, Ghanāyatana, Jivhāyatana,
Kāyāyatana dan Manāyatana. Āyatana berarti landasan atau tempat di
mana citta, cetasika, dan citta-vithi timbul.

Nāma-Rūpa menjadi penyebab timbulnya Salāyatana, hal ini terbagi sebagai


berikut:
1. Sebab adanya Kammajarūpā yaitu Cakkhu-pasāda, maka munculah
Cakkhāyatana.
2. Sebab adanya Kammajarūpa yaitu Sotā-pasāda, maka munculah
Sotāyatana.
3. Sebab adanya Kammajarūpa yaitu Ghāna-pasāda, maka munculah
Ghānāyatana.
4. Sebab adanya Kammajarūpa yaitu Jivhā-pasāda, maka munculah
Jivhāyatana.
5. Sebab adanya Kammajarūpa yaitu Kāya-pasāda, maka munculah
Kāyayātana.
6. Sebab adanya Cetasika 35 yang bersekutu dengan Lokiyavipāka Viññāna
32, maka munculah Manāyatana.

Khusus Manāyatana, ada 2 pendapat, yaitu:


a. Menurut Atthakathācāriya dan Tikācāriya, bahwa Manāyatana ini adalah
Lokiya Vipāka-citta 32.
b. Menurut Bhāsatikācāriya (guru-guru yang mengkomentari kitab suci),
bahwa Manāyatana ini adalah Bhavanga-citta 19. Berarti Bhavanga-citta
adalah diri dari Mano-dvāra yang membantu Phassa dan Vedanā timbul,
hal ini sesuai dengan sabda Sang Buddha Gotama sbb :
MANAÑCA PATICCA DHAMME CA UPPAJJATI MANOVIÑÑĀNAM TINNAM
SANGATI PHASSO PHASSAPACCAYĀ VEDANĀ......
Artinya :
ManoViññāna timbul karena adanya Manodvara dan Dhammarammana.
Bila ketiga dhamma ini bergabung, maka disebut Phassa. Dengan adanya
Phassa, maka munculah Vedanā dan seterusnya.

30 | P a g e
Jadi dalam pelajaran terdahulu, Viññāna paccaya Nāma-Rūpa adalah
LokiyaVipāka-Viññāna yang menyebabkan timbulnya Cetasika dan
Kammajarūpā.
Dalam pelajaran ini Nāma-Rūpa paccaya Salāyatana adalah ‘Nāma’ yaitu
Cetasika yang menimbulkan Manāyatana (LokiyaVipāka-Viññāna 32) dan
‘Kammajarūpa’ yang menimbulkan Pañcāyatana (Pasāda-Rūpa 5).

Kesimpulan secara singkat, dalam pelajaran terdahulu dijelaskan bahwa


citta menimbulkan Cetasika. Sedangkan dalam pelajaran ini adalah
sebaliknya, Cetasika menimbulkan Citta. Hal ini tentunya menjadi tanda
tanya.

Dalam pelajaran ini, Guru Suci Junjungan kita, Buddha Gotama,


menerangkan berdasarkan kekuatan dari Sahajāta-Paccaya, yaitu
keadaan timbul bersama dan bergabung, disertai pula kekuatan dari
Aññamañña-Paccaya, yaitu keadaan silih berganti. Hal ini dikarenakan
Nāma (Cetasika) dan Manāyatana (LokiyaVipāka-Viññāna) timbulnya
bersama dan bergabung. Maka itu dapat dikatakan, Cetasika timbul
bersama Citta atau Citta timbul bersama Cetasika, kedua macam ini
adalah kekuatan dari Sahajāta-Paccaya.

Dengan kekuatan Aññāmaññā-Paccaya inilah Citta dan Cetasika timbul


bersama dan bergabung, serta silih berganti saling membantu, Cetasika
membantu Citta atau Citta membantu Cetasika.
Bagian Rūpa yaitu Pasāda-Rūpa 5 dan Pañcāyatana (Āyatana 5) adalah
Rūpa yang sejenis. Tetapi bila dibicarakan dengan Samutthāna disebut
Kammajarūpā dan bila dibicarakan dengan proses alat penghubung
menimbulkan Citta-Vithi disebut Āyatana. Bila ada pasāda-Rūpa yang
menjadi alat penghubung akan dapat menimbulkan Citta, Cetasika dan
Citta-Vithi.
PACCAYA 24 yang berkenaan dengan NĀMARŪPĀ
Dengan adanya Nāma-Rūpa (batin-jasmani), maka munculah Salāyatana .
berdasarkan Paccaya 24, ada 16 Paccaya yang bersekutu, yaitu:
1. Hetu-Paccaya. 9. Āhāra -Paccaya.
2. Sahajata-Paccaya. 10. Indriya-Paccaya.
3. Aritiamaffia-Paccaya. 11. Jhana-Paccaya.
4. Nissaya-Paccaya. 12. Magga-Paccaya.
5. Purejata-Paccaya. 13. Sampayutta-Paccaya.

31 | P a g e
6. Pacchajata-Paccaya. 14. Vippayutta-Paccaya.
7. Kamma-Paccaya. 15. Atthi-Paccaya.
8. Vipāka-Paccaya. 16. Avigata-Paccaya.

Pada 16 paccaya di atas, Paccaya yang telah diterangkan dalam pelajaran


terdahulu tidak diulang lagi. Akan diterangkan Paccaya yang belum pernah
diterangkan, yaitu :

1. Purejāta-Paccaya adalah Rūpa-dhamma yang timbul lebih dulu membantu


menimbulkan Nāma-dhamma. Atau Vatthu 6 membantu menimbulkan
Viññana-Dhātu 6 pada Pavatti-Kāla (Vatthu-Purejāta-Paccaya).
2. Pacchājāta-Paccaya adalah Nāma-dhamma yaitu citta dan cetasika yang
timbul belakangan membantu Rūpa-dhamma yang timbul lebih dulu.
Contoh :
Cakkhu-Viññāna dan Cetasika 9 adalah Nāma yang timbul belakangan,
membantu Cakkhu-Pasāda-Rūpa (Cakkhāyatana) yang timbul lebih dulu
untuk diam dengan baik seterusnya.
3. Kamma-Paccaya adalah :
a). Cetanā yang timbul bergabung membantu Nāma-rdpa, yang timbul
bergabung dengan Cetanā itu disebut Sahajata-Kamma-Paccaya.
b). Cetanā yang timbul berlainan waktu (yaitu Cetanā yang sudah padam)
membantu Nāma-Arūpā yang timbul karena kamma (yaitu Cetanā yang
sudah padam) itu disebut Nānakkhanika-Kamma-Paccaya. Kedua macam
ini adalah kekuatan Kamma-Paccaya.
4. Jhāna-Paccaya adalah Keadaan batin yang merupakan 5 faktor Jhāna
(Cetasika 5, yaitu Vitakka, Vicāra, Piti, Sukha, Ekaggatā) membantu Nāma
dan Rūpa yang timbul bersama dengan

Contoh :
5 faktor Jhāna dalam Patisandhi-citta membantu Patisandhi-citta, Cetasika,
dan KammajaRūpa yang berkenaan dengan patisandhi-Kāla. Pada Pavatti-
Kāla, 5 faktor Jhāna dalam Vipāka-citta membantu Vipāka-citta, Cetasika,
dan Cittajarūpā.

32 | P a g e
5. Magga-Paccaya adalah keadaan batin dari Magga 9 (adalah Cetasika 9, yaitu
Pañña, Vitakka, Samma vācā, Sammā kammanta, Sammā ājiva, Viriya, Sati,
Ekaggata dan Ditthi) membantu nāma dan Rūpa yang timbul bersama
dengan diri.

Contoh :
Keadaan batin dari Magga 9 dalam Sahetukapatisandhi-citta 17 yang
berkenaan dengan Patisandhi-Kāla membantu Sahetuka-patisandhicitta 17,
Cetasika yang bersekutu, dan Kamma jarūpā.

Dalam Pavatti-kāla, keadaan batin dari Magga 9 dalam Sahetuka-Vipāka-


citta 17 membantu Sahetūka-vipāka-citta 17, Cetasika yang bersekutu, dan
Cittajarūpā.

E. FAKTOR KELIMA : SALĀ YATANA


Dengan adanya Salāyatana (6 indera bagian dalam), maka munculah Phassa
(kesan-kesan) atau Salāyatana paccaya Phassa. Secara singkat Salāyatana
sebagai sebab dan Phassa sebagai akibat.
Salāyatana yang menjadi sebab menimbulkan Phassa itu, mempunyai
Lakkhanādicatukka (4 macam pembawaan) sebagai berikut :
1. Āyatana lakkhana: Ada sentuhan atau menimbulkan lingkaran tumimbal-
lahir yang tidak berakhir sebagai sifatnya.
2. Dassana rasa: Memegang obyek dengan erat sebagai pekerjaan /
tugasnya.
3. Vatthuttarabhava paccupatthana: Mempunyai Vatthu yang menjadi Dvara
dari Viññāna -dhātu sesuai obyek sebagai hasil.
4. Nāmarūpā padatthāna: Ada Cetasika dan Kammajarūpa sebagai sebab
terdekat.
Dalam pelajaran ini, Salāyatana yang menjadi sebab timbulnya Phassa
adalah Ajjhattikāyatana 6 (Āyatana 6 bagian dalam).
Phassa menjadi Paccayupanna-dhamma dari Salāyatana adalah Phassa 6,
yaitu :
1. Cakkhusamphassa dapat timbul karena ada Cakkhāyatana sebagai sebab.
2. Sotasamphassa dapat timbul karena ada Sotāyatana sebagai sebab.
3. Ghānasamphassa dapat timbul karena ada Ghānāyatana sebagai sebab.
4. Jivhāsamphassa dapat timbul karena ada Jivhāyatana sebagai sebab.

33 | P a g e
5. Kāyasamphassa dapat timbul karena ada Kāyāyatana sebagai sebab.
6. Manosamphassa dapat timbul karena ada manāyatana sebagai sebab.

Phassa 6 dalam pelajaran ini adalah Phassa-Cetasika yang berada dalam


Lokiyavipāka-Viññāna 32. Tetapi Cakkhusamphassa s/d Kāyasamphassa
adalah Phassa yang berada dalam Dvipañcaviññāna 10 menurut urutan.
Sedangkan Manosamphassa adalah Phassa yang berada dalam
Lokiyavipāka-Viññāna 22 yang selebihnya.

Cakkhu-Viññāna timbul karena Cakkhu-Pasāda mencerap Rūpārammana.


Cakkhupasāda, Rūpārammana, dan Cakkhu-Viññāna , ketiga gabungan ini
disebut Phassa.
Mano-viññāna timbul karena Bhavanga-citta mencerap Dhammārammana.
Bhavanga-citta, Dhammārammana, dan Mano- viññāna, ketiga hal ini
disebut Phassa.

Dengan adanya Salāyatana, maka munculah Phassa, dan bila dibicarakan


dengan Bhūmi(Kāma-Bhūmi, Rūpa-Bhūmi dan maka terbagi sebagai berikut:
- Dalam Kāma-Bhūmi 11 ada Ajjhattikāyatana 6 (lengkap), begitu pula
dengan Phassa tentunya timbul semuanya (6).
- Dalam Rūpa-Bhūmi 15 (selain Asaññāsatta-Bhūmi1) hanya ada
Ajjhattikāyatana 3 yaitu Cakkhāyatana, Sotāyatana, dan Manāyatana.
Phassa juga hanya 3 yaitu Cakkhusamphassa, Sotasamphassa, dan
Manosamphassa.
- Dalam Rūpa-Bhūmi 1 (Asaññāsatta-Bhūmi 1) tidak ada Ajjhattikāyatana,
maka itu Phassa juga tidak dapat timbul dalam alam tersebut.
- Dalam Arūpa-Bhūmi 4 hanya ada Ajjhattikāyatana 1 yaitu Manāyatana.
Phassa juga hanya 1 yaitu Manosamphassa.

PACCAYA 24 yang berkenaan dengan SALĀYATANA .


Dalam Salāyatana paccaya Phassa, berdasarkan Paccaya 24, seluruhnya ada
11 Paccaya yang bersekutu, yaitu:
a). Cakkhāyatana paccaya Cakkhusamphassa.
b). Sotāyatana paccaya Sotasamphassa.
c). Ghānāyatana paccaya Ghānasamphassa.
d). Jivhāyatana paccaya Jivhāsamphassa.

34 | P a g e
e). Kāyāyatana paccaya Kāyasamphassa, bersekutu dengan kekuatan
Paccaya 6, yaitu :
1. Nissaya-Paccaya.
2. Purejāta-Paccaya.
3. Indriya-Paccaya.
4. Vippayutta-Paccaya.
5. Atthi-Paccaya.
6. Avigata-Paccaya.
f). Manāyatana paccaya manosamphassa,bersekutu dengan kekuatan
Paccaya 9, yaitu :
1. Sahajāta-Paccaya.
2. Aññamañña-Paccaya.
3. Nissaya-Paccaya.
4. Vipāka-Paccaya.
5. Āhāra -Paccaya.
6. Indriya-Paccaya.
7. Sampayutta-Paccaya.
8. Atthi-Paccaya.
9. Avigata-Paccaya.

F). FAKTOR KEENAM : PHASSA.


Dengan adanya Phassa (kesan-kesan), maka munculah Vedanā (perasaan)
atau Phassa paccaya Vedanā. Secara singkat disebut Phassa sebagai sebab
dan Vedanā sebagai akibat.
Phassa yang menjadi sebab timbulnya Vedanā itu, mempunyai
Lakkhanadicatukka (4 macam pembawaan) sebagai berikut :
1. Phusana lakkhana: Ada kesan terhadap obyek sebagai sifatnya.
2. Sanghattana rasa: Ada kerjasama antara citta dengan ārammana sebagai
pekerjaan / tugasnya.
3. Sangati paccupatthāna: Ada hubungan dekat antara Vatthu, ārammana
dan Viññāna sebagai hasil.
4. Salāyatana padatthāna: Ada Ajhattikāyatana 6 sebagai sebab terdekat.

Dalam pelajaran ini, Phassa yang menjadi sebab timbulnya Vedanā adalah
Phassa 6 itu sendiri. Vedanā yang menjadi Paccayupanna-dhamma dari
Phassa adalah Vedanā 6, yaitu:

35 | P a g e
1. Vedanā yang timbul karena Cakkhusamphassa sebagai sebab, disebut
Cakkhusamphassaja-Vedanā.
2. Vedanā yang timbul karena Sotasamphassa sebagai sebab, disebut
Sotasamphassaja-Vedanā.
3. Vedanā yang timbul karena Ghānasamphassa sebagai sebab, disebut
Ghānasamphassaja-Vedanā.
4. Vedanā yang timbul karena Jivhāsamphassa sebagai sebab, disebut
Jivhāsamphassaja-Vedanā.
5. Vedanā yang timbul karena kāyasamphassa sebagai sebab, disebut
Kāyasamphassaja-vedanā.
6. Vedanā yang timbul karena manosamphassa sebagai sebab, disebut
Manosamphassaja-Vedanā.

Keadaan yang merasakan obyek disebut Vedanā (perasaan).


- Menurut sifat dari perasaan terhadap obyek ada 3, yaitu Sukha-Vedanā,
Dukkha-Vedanā dan Adukkhamasukha-Vedanā.
- Menurut pembagian dari Indriya ada 5, yaitu Sukha-vedanā, Dukkha-
Vedanā, Somanassa-Vedanā, Domanassa-Vedanā dan Upekkhā-Vedanā.
- Menurut Dvāra ada 6, yaitu Vedanā yang timbul melalui Cakkhu, Sota,
Ghāna, Jivha, Kāya dan Mano (Vedanā di sini adalah vedanā sebagai hasil,
sedangkan rasa senang atau tidak senang adalah kerja dari Tanhā),
yaitu :
1. Vedanā yang timbul melalui Cakkhu, disebut
Cakkhusamphassajāvedanā.
2. Vedanā yang timbul melalui Sota, disebut Sotasamphassajāvedanā.
3. Vedanā yang timbul melalui Ghāna, disebut Ghānasamphassajāvedanā.
4. Vedanā yang timbul melalui Jivhā, disebut Jivhāsamphassajāvedanā
jumlah 4 ini menjadi Upekkhā-Vedanā.
5. Vedanā yang timbul melalui Kāya, disebut Kāyasamphassajāvedanā itu
menjadi Sukkha-Vedanā atau Dukkha-Vedanā.
6. Vedanā yang timbul melalui Mano, disebut Manosamphassajāvedanā,
itu menjadi
Somanassa-Vedanā atau Domanassa-Vedanā atau Upekkhā-Vedanā.

Vedanā 6 di atas adalah Vedanā yang bersekutu hanya dengan


LokiyaVipāka-Viññāna saja, yaitu Citta yang menjadi Paccayupanna-

36 | P a g e
dhamma kepunyaan Sankhāra. LokiyaVipāka-Viññāna 32 ini mempunyai
Vedanā yang dapat timbul hanya 4, yaitu Sukha-vedanā, Dukkha- Vedanā,
Somanassa-Vedanā, dan Upekkhā-Vedanā. Tidak ada Domanassa-Vedanā
yang timbul (domanassa-Vedanā hanya bersekutu dengan dosa citta 2
bulatan dan setelah berproses (pavatti-kala) dapat bersekutu dengan
dosa citta.

PACCAYA 24 yang berkenaan dengan PHASSA


Dalam Phassa paccaya Vedanā, berdasarkan Paccaya 24, ada 8 Paccaya
yang bersekutu, yaitu:

1. Sahajāta-Paccaya. 5. Āhāra-Paccaya.
2. Aññāmañña-Paccaya. 6. Sampayutta-Paccaya.
3. Nissaya-Paccaya. 7. Atthi-Paccaya.
4. Vipāka-Paccaya. 8. Avigata-Paccaya.

G). FAKTOR KETUJUH : VEDANĀ.


Dengan adanya Vedanā (perasaan), maka munculah Tanhā (keinginan
rendah) atau Vedanā paccaya Tanhā. Secara singkat disebut Vedanā
sebagai sebab, dan Tanhā sebagai akibat.

Vedanā yang menjadi sebab menimbulkan Tanhā itu, mempunyai


Lakkhanadicatukka (4 macam pembawaan) sebagai berikut:
1. Anubhavana lakkhana: Ada cerapan terhadap obyek sebagai sifatnya
2. Visayarasasambhoga rasa: Ada cerapan rasa sebagai pekerjaan /
tugasnya.
3. Sukhadukka paccupatthāna: Ada perasaan senang dan derita sebagai
hasil.
4. Phassa padatthāna: Ada phassa sebagai sebab terdekat.

Dalam pelajaran terdahulu, Vedanā yang menjadi Paccayupanna-dhamma


dari Phassa adalah Vedanā 6 yaitu dari CakkhusamphassajāVedanā sampai
dengan Manosamphassajāvedanā.

Dalam pelajaran ini, Vedanā yang menjadi sebab timbulnya Tanhā adalah
Vedanā 6 itu sendiri.

37 | P a g e
Tanhā yang timbul dikarenakan adanya Vedanā sebagai sebab, adalah
Tanhā (Lobha-Cetasika) yang menjadi Paccayupanna-dhamma dari Vedanā.

Bila ada perasaan senang, biasanya melekat pada kesenangan itu dan
berusaha supaya kesenangan itu berlangsung terus. Hal ini disebut Sukha-
vedanā menjadi sebab timbulnya Tanhā. Hal ini mudah dilihat, karena
semua makhluk tidak ingin ada derita dan semuanya mengharapkan
timbulnya kesenangan.
Bila ada perasaan derita, biasanya mempunyai keinginan untuk
melenyapkan derita itu dan mengharapkan kesenangan timbul. Hal ini
disebut Dukkha-vedanā menjadi sebab timbulnya Tanhā.

Bila ada perasaan seimbang, biasanya akan berpikir, walaupun belum


sampai pada kesenangan, tetapi berusaha supaya derita tidak menekan
kesenangan yang akan timbul dan berusaha menjadikan perasaan seimbang
tetap berkesinambungan. Hal ini disebut Upekkhā-vedanā menjadi sebab
timbulnya Tanhā.
Tanhā ini mempunyai banyak jenis, seperti :
1. Ditinjau dari segi ārammana (obyek), Tanhā adalah kesenangan dan
kemelekatan terhadap Ārammana 6, yaitu :
a) Rūpa-Tanhā: Keinginan akan bentuk.
b) Sadda-Tanhā: Keinginan akan suara.
c) Gandha-Tanhā: Keinginan akan bau.
d) Rasa-Tanhā: Keinginan akan rasa.
e) Photthabba-Tanhā: Keinginan akan sentuhan.
f) Dhamma-Tanhā: Keinginan akan kesan-kesan pikiran.
2. Ditinjau dari keadaan yang berlangsung, bilamana telah ada kesenangan
dan kemelekatan terhadap Ārammana 6, keadaan yang berlangsung
terbagi menjadi 3 macam, yaitu:
a) Kāma-Tanhā: Keinginan akan napsu indera, keinginan akan
kesenangan-kesenangan indera.
b) Bhava-Tanhā: Keinginan untuk penjadian / menjelma berdasarkan
kepercayaan tentang adanya ‘diri’ yang kekal dan terpisah.
c) Vibhava-Tanhā: Keinginan untuk memusnahkan diri berdasarkan
kepercayaan, bahwa setelah mati tamatlah riwayat setiap manusia.

38 | P a g e
3. Ditinjau secara terperinci, Tanhā ada 108 macam, yaitu Ārammana
(obyek) kepunyaan Tanhā ada 6, keadaan yang berlangsung kepunyaan
Tanhā ada 3, jadi semuanya berjumlah 18 Tanhā (6x3). Tanhā 18 ini
terdiri dari 18 bagian dalam dan 18 bagian luar, jumlah semuanya
menjadi Tanhā 36. Tanhā 36 ini dibagi lagi berdasarkan waktu (Kāla),
yaitu Atita-Kāla (waktu yang lalu), Paccuppanna-Kāla (waktu yang
sekarang), dan Anagata-Kāla (waktu yang akan datang). Masing-masing
waktu terdiri dari Tanhā 36, sehingga jumlah semuanya menjadi Tanhā
108.

Vedanā yang menjadi sebab timbulnya Tanhā ini hanya berlaku kepada
orang yang masih memiliki kilesa. Vedanā ini tidak muncul kepada orang
yang telah terbebas dari kilesa.

PACCAYA 24 yang berkenaan dengan VEDANĀ


Dalam Vedanā paccaya Tanhā, berdasarkan Paccaya 24 hanya ada satu
Paccaya yang bersekutu, yaitu Pakatupanissaya-Paccaya.

H). FAKTOR KEDELAPAN : TANHĀ


Dengan adanya Tanhā (keinginan rendah) maka munculah Upādāna
(kemelekatan) atau Tanhā paccaya Upādāna. Secara singkat disebut Tanhā
sebagai sebab, dan Upādāna sebagai akibat.

Tanhā yang menjadi sebab timbulnya Upādāna, mempunyai


Lakkhanadicatukka (4 macam pembawaan) sebagai berikut :
1. Hetu lakkhana : Menjadi sebab timbulnya derita sebagai sifatnya.
2. Abhinandana rasa : Mempunyai kesenangan dan kemelekatan terhadap
Ārammana, Bhūmi dan Bhava sebagai pekerjaan / tugasnya.
3. Atittabhāna paccupatthāna : Mempunyai ketidakpuasan terhadap segala
obyek sebagai hasil.
4. Vedanā padatthāna : Ada Vedanā sebagai sebab terdekat.

Dalam pelajaran terdahulu, Tanhā yang menjadi Paccayupanna-dhamma


dari Vedanā adalah Tanhā 3 atau Tanhā 6 atau Tanhā 108.
Dalam pelajaran ini, Tanhā yang menjadi sebab timbulnya Upādāna adalah
Tanhā 3 atau Tanhā 6 atau Tanhā 108 itu sendiri.

39 | P a g e
Upādāna yang menjadi Paccayupanna-dhamma dari Tanhā adalah Upādāna
4, yaitu :
1. Kāmupādāna: Kemelekatan pada napsu indera dan kesenangan-
kesenangan indera.
2. Dittupādāna: Kemelekatan pada pandangan salah.
3. Silabbatupādāna: Kemelekatan pada upacaraupacara agama.
4. Attavādupādāna: Kemelekatan pada kepercayaan tentang adanya diri
(atta) yang kekal dan terpisah.

Perbedaan antara TANHĀ dengan UPĀDĀNA


Dalam Abhidhammatthavibhāvinitikā ada gātha berbunyi :
‘ETTHA CA DUBBALATANHĀ NĀMA BALAVATI UPĀDĀNĀNAM’
artinya :
Keinginan rendah yang mempunyai tenaga yang kecil disebut Tanhā.
Keinginan rendah yang mempunyai tenaga yang besar disebut Upādāna.
Tanhā adalah kepuasan hati terhadap obyek yang ditemukan. Sedangkan
Upādāna adalah kemelekatan terhadap obyek, selalu terkenang akan obyek
dan tidak dapat lenyap. Tanhā adalah keinginan terhadap obyek yang belum
didapatkan, sedangkan Upādāna adalah kemelekatan terhadap obyek telah
didapatkan dan tidak dapat melepaskan obyek tersebut.
PACCAYA 24 yang berkenaan dengan TANHĀ
Dalam Tanhā paccaya Upādāna, berdasarkan Paccaya 24, seluruhnya ada 8
Paccaya yang bersekutu, yaitu:
a. Tanhā yang menjadi sebab menimbulkan Kāmupādāna, disertai dengan
satu paccaya, yaitu Upanissaya-Paccaya.
b. Tanhā yang menjadi sebab timbulnya Ditthupādāna, Silabbatupādāna dan
Attavādupādāna, disertai 7 paccaya, yaitu :
1. Hetu-Paccaya.
2. Sahajāta-Paccaya.
3. Aññamañña-Paccaya.
4. Nissaya-Paccaya.
5. Sampayutta-Paccaya.
6. Atthi-Paccaya.
7. Avigata-Paccaya.

I). FAKTOR KESEMBILAN : UPĀDĀNA

40 | P a g e
Dengan adanya Upādāna (kemelekatan), maka munculah Bhava (penjadian)
atau Upādāna paccaya Bhava. Secara singkat disebut Upādāna sebagai
sebab, dan Bhava sebagai akibat.
Upādāna yang menjadi sebab timbulnya Bhava, mempunyai
Lakkhanadicatukka (4 macam pembawaan) sebagai berikut :
1. Gahana lakkhana: Mempunyai kemelekatan sebagai sifat.
2. Amuñcana rasa: Tidak melepaskan sebagai pekerjaan / tugasnya.
3. Tanhādalhatta ditthi paccupatthāna: Ada Tanhā yang mempunyai tenaga
yang mantap dan mempunyai pandangan salah sebagai hasil.
4. Tanhā padatthāna: Ada Tanhā sebagai sebab terdekat.

Dalam pelajaran terdahulu, Upādāna yang menjadi Paccayupanna-dhamma


dari Tanhā, adalah Upadana 4.Dalam pelajaran ini, Upādāna yang menjadi
sebab timbulnya Bhava,juga Upādāna 4.
Bhava yang menjadi Paccayupanna-dhamma dari Upādāna ada 2, yaitu:
Kamma-Bhava dan Uppatti-Bhava.
- Kamma-Bhava adalah sebab, yaitu Kamma 29 atau Cetanā 29, yang
terdiri dari Akusala-Cetanā 12 dan Lokiyakusala-Cetanā 17. Kamma-Bhava
adalah semua perbuatan baik maupun tidak baik.
- Uppatti-Bhava adalah akibat, yaitu sesuatu yang timbul dalam kehidupan
dan ini disebabkan oleh kamma-bhava. Uppatti-Bhava adalah
LokiyaVipāka -Viññāna 32, Cetasika 35, dan Kammajarūpā 18 atau 20.
Dengan kata lain, bila melakukan kamma (Kamma-Bhava), maka akan
menerima hasil (Uppatti-Bhava) yaitu menjadi makhluk dalam 31 alam
kehidupan (Bhūmi 31).

Dalam Bhava 2, Kamma-Bhava menjadi sebab dan Uppatti-Bhava menjadi


akibat. Ini berarti dengan melakukan perbuatan baik ataupun tidak baik
(Kamma-Bhava), maka munculah suatu akibat, yaitu timbulnya Khandha 5,
Khandha 4, atau Khandha 1 sesuai dengan kammanya. Khandha-khandha ini
merupakan Uppatti-Bhava.

Bila Uppatti-Bhava menjadi sebab dan Kamma-Bhava menjadi akibat. Di sini


maksudnya adalah bila Khandha 5 atau Khandha 4 (Uppatti-Bhava) menjadi
sebab munculnya Kamma-Bhava, yaitu munculnya perbuatanperbuatan baik
ataupun tidak baik yang dilakukan melalui jasmani, perkataan, dan pikiran.

41 | P a g e
Jika tidak ada Uppatti-Bhava, maka Kamma-Bhava tidak muncul. Sankhāra
yang menjadi Paccayupanna-dhamma dari Avijjā dan Kamma-Bhava yang
menjadi Paccayupanna-dhamma dari Upadana, wujud aslinya adalah Cetanā
29.

Ditinjau dari Tayo Addhā (3 masa):


Cetanā 29 yang timbul dalam Atita-Bhava menjadi sebab timbulnya
Upādāna dalam kehidupan sekarang, disebut Sankhāra.
Cetanā 29 yang timbul dalam Paccuppanna-Bhava (kehidupan sekarang)
menjadi sebab timbulnya Upādāna dalam kehidupan yang akan datang
(Anāgata-Bhava), disebut Kamma-Bhava.
Pubba-Cetanā yang timbul sebelum melakukan perbuatan baik ataupun
tidak baik disebut Sankhāra,dan Muñca-Cetanā yang timbul pada saat
melakukan perbuatan baik ataupun tidak baik disebut Kamma-Bhava.

PACCAYA 24 yang berkenaan dengan UPĀDĀNA


Dalam Upādāna paccaya Bhava, berdasarkan Paccaya 24, seluruhnya ada 8
Paccaya yang bersekutu, yaitu:
a. Kāmupādāna yang menjadi sebab timbulnya Bhava, bersekutu dengan 7
paccaya, yaitu :
1. Hetu-Paccaya. 5. Sampayutta-Paccaya.
2. Sahajāta-Paccaya. 6. Atthi-Paccaya.
3. Aññamañña-Paccaya. 7. Avigata-Paccaya.
4. Nissaya-Paccaya.

b. Ditthupādāna, Silabbatupādāna dan Attavādupādāna yang menjadi sebab


timbulnya Bhava, bersekutu dengan 7 paccaya, yaitu :
1. Sahajāta-Paccaya.
2. Aññamañña-Paccaya.
3. Nissaya-Paccaya.
4. Magga-Paccaya.
5. Sampayutta-Paccaya.
6. Atthi-Paccaya.
7. Avigata-Paccaya

J). FAKTOR KESEPULUH : BHAVA

42 | P a g e
Dengan adanya Bhava (penjadian), maka munculah Jāti (tumimbal-lahir)
atau Bhava paccaya Jāti. Secara singkat disebut Bhava sebagai sebab, dan
Jāti sebagai akibat.
Bhava yang menjadi sebab timbulnya Jāti, mempunyai Lakkhanādicatukka (4
macam pembawaan) sebagai berikut :

Lakkhanādicatukka kepunyaan Kamma-Bhava


1. Kamma lakkhana: Ada perbuatan sebagai sifatnya.
2. Bhāvana rasa: Ada perbuatan yang menimbulkan sebagai pekerjaan /
tugasnya.
3. Kusalākusala paccupatthāna: Ada kusala dan akusala sebagai hasil
4. Upādāna padatthāna: Ada Upadana sebagai sebab terdekat.

Lakkhanādicatukka kepunyaan Upatti-Bhava


1. Kammaphala lakkhana: Ada akibat dari perbuatan sebagai sifatnya
2. Bhāvana rasa: Ada menimbulkan sebagai pekerjaan.
3. Abyākata paccupatthāna: Ada abyākatā-dhamma sebagai hasilnya.
4. Upādāna padatthāna: Ada Upādāna sebagai sebab terdekat.

Dalam pelajaran terdahulu, Bhava yang menjadi paccayupanna-dhamma


kepunyaan upādāna adalah Bhava 2, yaitu Kamma-Bhava dan Uppatti-
Bhava. Dalam pelajaran ini, Bhava yang menjadi sebab timbulnya Jāti adalah
hanya Kamma-Bhava, sebab Kamma-Bhava menjadi penyebab timbulnya
Upatti-Bhava, yaitu Jāti. Uppatti-Bhava adalah Jāti yaitu hanya merupakan
hasil dari Kamma-Bhava.

Jāti yang menjadi paccayupanna-dhamma dari Bhava, muncul dalam


kehidupan baru untuk pertama kali sebagai Lokiya Vipāka-Viññāna ,
Cetasika, dan Kammajarūpā. Ini adalah Uppatti-Bhava dalam 31 alam
kehidupan yang memiliki Khandha 5, Khandha 4 atau Khandha 1. Ada
bahasa Pali yang berbunyi sebagai berikut:

JANANAM JĀTI
Artinya :
Munculnya khandha disebut Jāti.

43 | P a g e
Bila dibicarakan dengan Nāma dan Rūpa, Jāti ada 2 macam, yaitu Nāma-Jāti
(timbulnya Vipāka-Nāma-Khandha 4) dan Rūpa-Jāti (timbulnya
Kammajarūpā).

Ditinjau dari sisi Kāla (masa), Jāti ada 3, yaitu:


a. Patisandhi-Jāti, adalah Patisandhi-Citta 19, Cetasika 35, dan Kammajarūpā
yang timbul saat tumimbal-lahir. Maksudnya adalah ketiga hal di atas
sebagai yang pertama kali muncul dalam kehidupan baru dari semua
makhluk setelah kematiannya.
b. Santati-Jāti, adalah penerusan dari Citta, Cetasika, dan Rūpa dalam
kehidupan. Maksudnya adalah Nāma dan Rūpa dari semua makhluk yang
timbul sewaktu Patisandhi sampai akhir hidupnya.
c. Khanika-Jāti, adalah timbulnya satu persatu khana dari Citta, Cetasika,
dan rūpa. Citta dan Cetasika mempunyai 3 Anukhana dan Rūpa
mempunyai 51 Anukhana.

Tetapi Jāti yang dimaksud dalam pelajaran ini, adalah Patisandhi-Jāti. Jadinya
Jāti adalah Uppatti-Bhava yang timbul karena ada Kamma-Bhava sebagai
sebabnya. Jika tidak ada Kamma-Bhava sebagai sebab yang membantu,
maka Uppatti-Bhava (Jāti) tidak akan muncul. Bhava yang dimaksud di sini
adalah Uppatti-Bhava, dan biasa dibagi menjadi 9 bhava, yaitu Bhūmi-3
Bhava, Khandha-3 Bhava dan Saññā-3 Bhava.

- Dibagi berdasarkan Bhūmi ada 3 Bhava, yaitu:


1. Kāma-Bhava: Makhluk yang tumimbal-lahir dalam Kāma-Bhūmi 11.
2. Rūpa-Bhava: Makhluk yang tumimbal-lahir dalam Rūpa-Bhūmi 16.
3. Arūpā-Bhava: Makhluk yang tumimbal-lahir dalam Arūpa-Bhūmi 4.
- Dibagi berdasarkan Khanda ada 3 Bhava, yaitu:
4. Pañcavokāra-Bhava: Makhluk yang tumimbal-lahir dengan disertai
Khanda 5 (Pañcakkhandha) yaitu makhluk yang berada dalam Kāma-
Bhūmi11 dan Rūpa-Bhūmi 15 (selain Asaññasatta-Bhūmi).
5. Catuvokara-Bhava: Makhluk yang tumimbal-lahir dengan disertai
Khanda 4 (tidak termasuk Rūpa-khandha), yaitu makhluk yang berada
dalam Arūpa-Bhūmi4.

44 | P a g e
6. Ekavokāra-Bhūmi: Makhluk yang tumimbal-lahir dengan disertai
Khanda 1 (Rūpa-khandha), yaitu makhluk yang berada dalam
Asaññasatta-Bhūmi1.
- Dibagi berdasarkan Sañña ada 3 bhava, yaitu:
7. Saññi-Bhava: Makhluk yang mempunyai Nāma khandha, Maksudnya
adalah makhluk yang mempunyai Citta dan Cetasika, yaitu makhluk
yang berada dalam Kāma-Bhūmi 11, Rūpa-Bhūmi15 (tidak termasuk
Asaññāsatta Bhūmi) dan Arūpā Bhūmi 3 (tidak termasuk
Nevasaññānāsaññā-yatana Bhūmi).
8. Asañi-Bhava: Makhluk yang tidak mempunyai Nāma-Khandha,
Maksudnya adalah makhluk yang tidak mempunyai Citta dan Cetasika,
yaitu makhluk Asaññāsatta
9. Nevasaññināsaññi-Bhava : Makhluk yang tidak mempunyai Saññā
secara jelas, yang ada hanyalah Saññā yang sangat halus sekali dan
sulit dirasakan, sehingga tidaklah tepat bila makhluk ini disebut
sebagai makhluk yang mempunyai Nāma-Khandha ataupun tidak
mempunyai Nāma-Khandha.

PACCAYA 24 yang berkenaan dengan BHAVA


Dalam Bhava paccaya Jāti, berdasarkan Paccaya 24, ada 2 Paccaya yang
bersekutu, yaitu:
a. Upanissaya-Paccaya.
b. Kamma-Paccaya.

K). FAKTOR KESEBELAS: JĀTI


Dengan adanya Jāti (tumimbal-lahir), maka munculah Jarā-marana (ketuaan-
kematian) atau Jai paccaya Jarā-marana. Secara singkat disebut Jāti sebagai
sebab, dan Jarā-marana sebagai akibat.

Jāti yang menjadi sebab timbulnya Jarā-marana, mempunyai


Lakkhanādicatukka (4 macam pembawaan) sebagai berikut:
1. Tattha tattha bhava pathamābhinibbatti lakkhana: Ada timbul yang
pertama dalam kehidupan sebagai sifat.
2. Niyyātana rasa: Ada penerusan dari Khandha 5 dan mempunyai batas
dalam suatu kehidupan dari makhluk-makhluk sebagai pekerjaan /
tugasnya.

45 | P a g e
3. Atittabhavato indha ummajjana paccupatthāna: Ada kebangkitan dalam
kehidupan ini dari kehidupan yang lampau.
4. Upacita Nāmarūpa padatthāna: Ada Nāma-Rūpa yang timbul pertama
sebagai sebab terdekat.

Dalam pelajaran terdahulu, Jāti yang menjadi paccayupanna-dhamma dari


Bhava adalah Patisandhi-Jāti, yaitu Patisandhi-Citta 19, Cetasika 35, dan
Kammajarūpā yang timbul sewaktu tumimbal-lahir atau dengan perkataan
lain disebut Vipākanāma-khandha 4 dan Kammajarūpā.
Dalam pelajaran ini, Jāti yang menjadi sebab timbulnya Jarā-marana, juga
sama yaitu Vipākanāma-Khandha 4 dan Kammajarūpā.

- Jarā, yang menjadi paccayupanna-dhamma dari Jāti, adalah ketuaan dan


kelapukan dari Vipākanāma-Khandha 4 dan Kammajarūpa. Maksudnya
adalah, bila Vipākanāma-Khandha 4 dan Kammajarūpā ini timbul menjadi
Jāti, tentu akan ada khana yang diam, yang disebut Thiti-khana. Thiti-
khana dari Vipākanāma-Khandha 4 dan Kammajarūpa inilah yang disebut
Jarā.
- Marana yang menjadi paccayupanna-dhamma dari Jāti adalah keadaan
yang sedang padam dari Vipākanāma-khandha 4 dan Kamma jarūpa.
Maksudnya adalah, bila Vipākanāma-khandha 4 dan Kammajarūpā ini
timbul menjadi Jāti, tentunya suatu saat akan ada khana yang diam, yang
disebut Thiti-khana. Selanjutnya akan ada khana yang padam, yang
disebut bhanga-khana. Bhanga-khana dari Vipākanāma-Khandha 4 dan
Kammajarūpā inilah yang disebut Marana.

PACCAYA 24 yang berkenaan dengan JĀTI


Dalam Jāti paccaya Jarā-marana, bila menuruti Abhidhamma, tidak bisa disertai
Paccaya 24, sebab Jard adalah Thiti-Khana dan Marana adalah Bhanga-Khana
dari Jāti.
Tetapi bila menurut Sutta, Jāti paccaya Jarā-marana, dapat bersekutu dengan
satu paccaya yaitu: Pakatūpanissaya-Paccaya.

L). FAKTOR KEDUABELAS: JĀRA-MARANA

46 | P a g e
Jarā-marana yang menjadi faktor kedua belas ini, tidak dapat menjadi sebab
timbulnya paccayupanna-dhamma.
Jarā-marana ini mempunyai Lakkhanādicatukka (4 macam pembawaan) sbb:
JARĀ
1. Khandhaparipāka lakkhana: Ada ketuaan dan kelapukan dari Khandha
yang muncul dalam kehidupan ini sebagai sifat.
2. Maranaūpanayana rasa: Menuju / mendekati kematian sebagai
pekerjaan /tugasnya.
3. Yobbannavināsa paccupatthāna: Ada kemusnahan sebagai hasil.
4. Paripaccamāna rūpa padatthāna: Ada materi sedang menj alani
ketuaan/kelapukan sebagai sebab terdekat.
Marana
1. Cuti lakkhana: Ada penerusan dari kehidupan yang sedang muncul
sebagai sifat.
2. Viyoga rasa: Ada benda dan makhluk yang pernah bertemu dalam
kehidupan ini sebagai pekerjaan / tugasny a.
3. Gativippavāsa paccupatthāna: Ada penerusan kamma dari kehidupan
yang lalu sebagai basil.
4. Paribhijjamāna Nāmarūpa padatthāna: Ada Nāmarūpa yang sedang
padam sebagai sebab terdekat.

Dalam pelajaran terdahulu, Jarā yang menjadi paccayupanna-dhamma dari


Jāti adalah ketuaan dan kelapukan dari Vipākanāma-khandha 4 dan
Kammajarūpa.
Marana yang menjadi paccayupanna-dhamma dari Jāti adalah keadaan
Vipākanāma-khandha 4 dan Kammajarūpā yang sedang padam.
Dalam pelajaran ini Jarā-marana adalah ketuaan dan kelapukan serta
keadaan yang sedang padam dari Vipākanāma-khandha 4 dan
Kammajarūpa, sama seperti pelajaran yang terdahulu.
Jarā-marana yang menjadi paccayupanna-dhamma dari Jāti ini, bila ada Jāti
(tumimbal-lahir), pasti akan diakhiri oleh Jarā-marana.
Tetapi jika Jāti (tumimbal-lahir) tidak muncul, maka Jarā-marana pun tidak
akan muncul.

Jarā ada 2 macam, yaitu:

47 | P a g e
1. Rūpa-Jarā, adalah ketuaan dari materi (Rūpa) yang timbul sebagai
keadaan yang dapat dilihat dengan mata, seperti rambut beruban, kulit
keriput, gigi ompong dan lain-lainnya, disebut Vayovuddhi-Jarā (ketuaan
yang nyata). Ada juga disebut Paramattha-Jarā atau Khanika-Jarā, yaitu
Thiti-khana dari Rūpa, ketuaan yang tidak nyata tidak mampu dilihat oleh
mata.
2. Nāma-Jarā, adalah Thiti-khana dari Nāma-dhamma, yaitu Paramattha-Jarā
atau Khanika-jarā atau Paticchanna-jarā, merupakan ketuaan yang tidak
dapat dilihat oleh mata.

Marana ada 2 macam, yaitu :


1. Rūpa-marana adalah kepadaman dari Rūpa, dikenal sebagai Bhanga-
khana, yang dimaksud disini adalah Sammati-Marana yaitu meninggalnya
seorang makhluk (manusia,binatang, dan lain-lain).
2. Nāma-Marana adalah kepadaman dari Mina-khandha 4, yang dikenal
sebagai Bhanga-khana.

Kesimpulan:
a) Uppāda-Khana dari Vipākanāma-khanda 4 dan Kammajarūpa disebut
b) Thiti-Khana dari Vipākanāma-khanda 4 dan Kammajarūpa disebut Jarā.
c) Bhanga-khana dari Vipākanāma-khanda 4 dan Kammajarūpa disebut
Marana.
Jarā-marana tidak dapat bersekutu dengan Paccaya 24, sebab Jarā adalah
Thiti-khana dari Jāti, sedangkan Marana adalah Bhanga-khana dari Jāti.

III). Paticcasamuppāda Bagian Ketiga: Visatākārā atau 20 Cara


Ada gāthā berbunyi sebagai berikut :
ATITE HETAVO PAÑCA, IDĀNI
PHALAPAÑCAKAM IDĀNI HETAVO PAÑCA,
ĀYATIM PHALAPAÑCAKAM.
Artinya:
20 cara dari Paticcasamupāda adalah Atita-Hetu 5, Paccupanna-Phala 5,
Paccupanna-Hetu 5, dan Anāgata-Phala 5.

Yang dimaksud dengan 20 cara adalah keadaan penerusan dari


Paticcasamupāda itu sendiri. Bila dibagi menurut HETU dan PHALA dengan

48 | P a g e
KĀLA 3 (Atita, Paccupanna dan Anagata), maka terdapat 4 kelompok, dan
setiap kelompok ada 5, jumlah 20 cara, yaitu:
1. Atita-Hetu 5 adalah Avijjā , Sankhāra, Tanhā, Upādāna dan Bhava. 5
faktor dhamma ini menjadi sebab timbulnya Paccupanna-Phala 5.
2. Paccupanna-Phala 5 adalah Viññāna, Nāma-Rūpa, Salāyatana , Phassa
dan Vedanā.
3. Paccupanna-Hetu 5 adalah Tanhā, Upādāna, Bhava, Avijjā , dan
Sankhāra. 5 faktor dhamma ini menjadi sebab timbulnya Anāgata-Phala
5.
4. Anāgata-Phala 5 adalah Viññāna, Nāma-Rūpa, Salāyatana, Phassa dan
Vedanā.

Keadaan yang berlangsung terus dalam waktu yang telah berlalu disebut
Atita-Hetu. Hal ini terdiri dari 5 faktor dhamma yaitu Avijjā , Sankhāra,
Tanhā, Upādāna dan Bhava (Kamma-Bhava).

Dihitung Tanhā, Upādāna dan Bhava bergabung dengan Avijjā dan


Sankhāra itu, disebabkan 5 faktor dhamma ini saling berkaitan antara satu
dengan yang lain. Bila Avijjā dan Sankhāra timbul, maka Tanhā, Upādāna,
dan Kamma-Bhava juga timbul bergabung. Bila Tanhā, Upādāna, dan
Kamma-Bhava timbul, pada saat itu Avijjā dan Sankhāra juga pasti timbul
bergabung. Hal ini dikarenakan, dalam keadaan yang lalu (atita) ada Avijjā
yang menyebabkan terjadinya karma, sehingga terbentuklah hasil (phala)
pada saat ini (paccupanna).

Hasil (phala) yang diterima pada saat ini (paccupanna) adalah Viññāna,
Nāma-Rūpa, Salāyatana, Phassa, dan Vedanā. Jāti, Jarā, dan Marana tidak
dihitung karena ketiganya hanya merupakan gejala dari Viññāna dan
Nāma-Rūpa itu sendiri.
Viññāna, Nāma-Rūpa, Salāyatana , Phassa dan Vedanā adalah hasil (phala)
pada saat ini dan sebab dari timbulnya Tanhā, Upādāna, dan Kamma-
Bhava, kemudian diikuti oleh Avijjā dan Sankhāra. Sebab dengan terjadinya
karma, Tanhā, Upādāna dan Kamma-Bhava, Avijjā dan Sankhāra (5 faktor
dharnma ini) menjadi Paccupanna-Hetu. Bila hal ini menjadi Paccupanna-
Hetu, sudah pasti akan ada hasil yang akan diterima pada masa yang akan

49 | P a g e
datang (anagata). Hasil yang akan diterima pada masa yang akan datang
disebut Anagata-Phala.

Bila mengetahui Paccupanna-Phala dan berhasil melenyapkan sebab yang


sekarang sampai keakarnya, maka phala (hasil) yang akan datang tidak
akan muncul. Bila demikian, dengan lenyapnya sebab maka terbebas dari
Visatākārā (20 cara) dalam Paticcasamuppāda-dhamma.

IV). Paticcasamuppāda Bagian Keempat: Tisandhi atau 3 Hubungan


Ada Gātha berbunyi sebagai berikut :
VISĀKĀRĀ TISANDHI CA SANKEPĀ
CATUROSIYUM AVIJJĀ
TANHUPĀDĀNĀ KELASA
VATTANTI VEDIYĀ
Artinya :
20 cara, 3 hubungan, 4 bagian, ada bersama, Avijjā , Tanhā, dan Upādāna
menjadi Kilesa Vatta.
Yang dimaksud dengan 20 cara, telah diterangkan di atas. Saat ini akan
diterangkan mengenai Tisandhi (3 hubungan), sedangkan 4 bagian dan
Kilesa-Vatta akan diterangkan kemudian.

Tisandhi (3 hubungan) adalah:


1. Sankhāra dengan Viññāna menjadi 1 hubungan, yaitu Sankhāra menjadi
Atita-Hetu dan Viññāna menjadi Paccuppanna-Phala, hubungan ini
disebut Hetuphala-Sambandha.
2. Vedanā dengan Tanhā menjadi 1 hubungan yaitu Vedanā menjadi
Paccuppanna-Phala dan Tanhā menjadi Paccuppanna-Hetu, hubungan ini
disebut Phalahetusambandha.
3. Bhava dengan Jāti menjadi 1 hubungan, yaitu Bhava menjadi
Paccuppanna-Hetu dan Jāti menjadi Anāgata-Phala, hubungan ini disebut
Hetuphalasambandha.

V). Paticcasamuppāda Bagian Kelima: Catusankhepā atau 4 Bagian.


Catusankhepā atau Sankhepā 4 (4 bagian) adalah:
1. Atitahetu-Sankhepā ada 2, yaitu: Avijjā dan Sankhāra menjadi 1 bagian.

50 | P a g e
2. Paccuppannaphala-Sankhepā ada 5, yaitu: Viññāna, Nāma-Rūpa,
Salāyatana , Phassa, Vedanā menjadi 1 bagian.
3. Paccuppannahetu-Sankhepā ada 3, yaitu: Tanhā, Upādāna dan Bhava
menjadi 1 bagian.
4. Anāgataphala-Sankhepā ada 2, yaitu: Jāti dan Jarā-marana menjadi 1
bagian.

VI). Paticcasamuppāda Bagian Keenam : Tinivattāni atau 3


Lingkaran.
Ada Gātha berbunyi sebagai berikut :
KAMMABHAVO TUSANKHĀRA
KAMMAVATTANTI DASSITĀ UPPATTI PĀVASESĀ
VIPĀKAVATTA SAÑÑITA AVIJJĀPANA TANHĀ
CA DVEMŪLĀNTI JĀYARE.
Artinya :
Kamma-Bhava dan Sankhāra menjadi Kamma-Vatta, sedangkan Uppatti-
Bhava dan lain-lainnya menjadi Vipāka-Vatta.
Bagian Avijjā dan Tanhā menjadi Dvemūlāni (2 akar)

Vatta berarti lingkaran, yaitu lingkaran dalam Paticcasamuppāda ini diatur


menjadi 3 lingkaran (Vatta 3), adalah :
1. Kilesa-Vatta adalah lingkaran kekotoran, yaitu Avijjā , Tanhā dan
Upādāna. Timbulnya menjadi sebab terjadinya karma.
2. Kamma-Vatta adalah lingkaran perbuatan dari kilesa, yaitu Kamma-
Bhava dan Sankhāra. Di sini maksudnya adalah Cetanā, karena
Cetanālah yang menimbulkan karma, dan menjadi sebab timbulnya
hasil, yaitu hasil dari karma yang telah dilakukan.
3. Vipāka-Vatta adalah lingkaran hasil dari karma, yaitu Viññāna, Nāma-
Rūpa, Salāyatana , Phassa, Vedanā, Uppatti-Bhava, Jāti dan Jarā-marana
yang merupakan sebab untuk timbulnya kilesa berikutnya. Lingkaran
seperti ini tidak akan berakhir bila ‘akarnya’ tidak dipotong.

VII). Paticcasamuppāda Bagian Ketujuh : DVEMŪLĀNI atau 2 Akar


Mūla: berarti akar, dalam hal ini merupakan akar dari lingkaran
penderitaan (Dukkha-Vatta), yaitu Bhava 3 (Kāma-Bhava, Rūpa-

51 | P a g e
Bhava dan Arūpā-Bhava) yang tidak berakhir dan Mula 2 (Avijjā dan
Tanhā).
Avijjā : berarti kebodohan batin yang merupakan Atita-Mūla yang menjadi
akar dari timbulnya Sankhāra, Viññāna, Nāma-Rūpa, Salāyatana ,
Phassa sampai dengan Vedanā.
Tanha: berarti keinginan rendah yang merupakan Paccuppanna-Mūla
yang menjadi akar menimbulkan Upādāna, Kamma-Bhava, Jāti
sampai dengan Jāra-marana.

BHAVA—CAKKA
Bhava-Cakka berarti berputar dalam alam-alam kehidupan, ini mempunyai
maksud yang sama dengan Paticcasamuppāda yang berarti lingkaran
tumimbal-lahir (samsāra-vatta).
Paticcasamuppāda ini, bila ditinjau berdasarkan pengertian, disebut
Bhavacakka. Hal ini terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Pubbanta-Bhavacakka yaitu Bhavacakka yang pertama, dihitung mulai dari
Atita-Hetu sampai Paccuppanna-Phala, ada 7 faktor Paticcasamuppāda
yaitu: Avijjā , Sankhāra, Viññāna , Nāma-Rūpa, Salāyatana , Phassa dan
Vedanā. Dalam 7 faktor ini, Avijjā menjadi Pemimpin.
2. Aparanta-Bhavacakka adalah Bhavacakka yang muncul belakangan,
dihitung mulai dari Paccuppanna-Hetu sampai Anāgata-Phala, ada 5 faktor
Paticcasamuppāda yaitu: Tanhā, Upādāna, Bhava, Jāti dan Jarā-marana.
Dalam 5 faktor ini, Tanhā menjadi Pemimpin.

- Pubbanta-Bhavacakka yang telah diterangkan di atas adalah 7 faktor


Paticcasamuppāda. Bila Pubbanta-Bhavacakka sedang berputar, maka
Tanhā, Upādāna, Bhava, Jāti, dan Jarā-marana (5 faktor ini) juga ikut
berputar.
- Aparanta-Bhavacakka yang telah diterangkan di atas adalah 5 faktor
Paticcasamuppāda. Bila Aparanta-Bhavacakka sedang berputar, maka
Avijjā , Sankhāra, Viññāna ,Nāmarūpā, Salāyatana, Phassa dan Vedanā (7
faktor ini) juga ikut berputar.

Bila kita renungkan, Paticcasamuppāda jika dilihat dari sisi Bhavacakka, akan
terlihat sebagai berikut:

52 | P a g e
1. Avijjā , Sankhāra, kemudian dilanjutkan dengan Tanhā, Upādāna, Kamma-
Bhava, yang muncul dalam kehidupan lalu, termasuk Pubbanta-Bhavacakka.
2. Tanhā, Upādāna, Kamma-Bhava, kemudian dilanjutkan dengan Avijjā ,
Sankhāra yang muncul dalam kehidupan sekarang, termasuk Aparanta-
Bhavacakka.
3. Viññāna , Nāma-Rūpa, Salāyatana , Phassa, Vedanā, Jāti, kemudian
dilanjutkan dengan Jarā-marana, yaitu keadaan semua makhluk mulai dari
tumimbal-lahir sampai meninggal dunia dalam kehidupan sekarang. Hal ini
termasuk Pubbanta-Bhavacakka.
4. Jāti, Jarā-marana, kemudian dilanjutkan dengan Nāma-Rūpa, Salāyatana ,
Phassa, Vedanā yang timbul dalam kehidupan yang akan datang, yaitu
semua makhluk yang akan tumimbal-lahir dalam kehidupan baru (yang akan
datang), termasuk Aparanta-Bhavacakka.

Yang dimaksud di sini adalah perputaran timbul secara berkesinambungan


antara kehidupan lalu dengan kehidupan sekarang, dan kehidupan sekarang
dengan kehidupan yang akan datang. Hal ini menjadi putaran dalam Samsāra-
Vatta (lingkaran tumimbal-lahir) dan Dukkha-Vatta (lingkaran penderitaan) itu
sendiri.
Dari apa yang telah diterangkan di atas, terlihat bahwa lingkaran timbul dan
padam dalam Samsāra-Vatta, bukanlah merupakan penimbulan dari makhluk,
akan tetapi merupakan penimbulan secara berkesinambungan dari Khandha,
Dhātu dan Āyatana, yang merupakan Paticcasamuppāda itu sendiri.
Dalam Atthālini-Atthakatha dinyatakan:

KHANDHĀNANCA PATIPĀTI DHĀTU ĀYATANA CA


ABBOCCHINNAM VATTAM ĀNĀ SAMSĀROTI
PAVUCCATI
Artinya :
Penimbulan secara berkesinambungan tanpa putus dari Khandha, Dhātu, dan
Āyatana inilah yang disebut Samsāra.

PACCAYA 24
( 24 hukum sebab-akibat) :
1. Hetu-Paccayo: Keadaan sebab, yaitu Hetu 6 yang menjadi sebab timbulnya
citta dan cetasika.

53 | P a g e
2. Ārammana-Paccayo: Keadaan obyek, yaitu Ārammana 6 yang menjadi sebab
timbulnya citta dan cetasika.
3. Adhipati-Paccayo: Keadaan keulungan, yaitu keulungan yang menjadi sebab
timbulnya citta dan cetasika.
4. Anantara-Paccayo: Keadaan rapatnya, yaitu muncul bersambung secara
rapat, tanpa jarak.
5. Samanantara-Paccayo: Keadaan terus-menerus, yaitu citta timbul
bersambung secara rapat tidak ada jarak.
6. Sahajāta-Paccayo: Keadaan bersama, yaitu timbul bersama dan bergabung.
7. Aññamañña-Paccayo: Keadaan saling dukung yang silihberganti, yaitu sebab
mengkondisikan agar akibat dapat muncul, begitu juga sebaiknya.
8. Nissaya-Paccayo: Keadaan dasar, yaitu dasar untuk menimbulkan.
9. Upanissaya-Paccayo: Keadaan pendorong, yaitu mendorong dengan kuat.
10. Purejāta-Paccayo: Keadaan dulu, yaitu keadaan yang lebih dulu timbul
membantu kepada keadaan yang belakangan timbul.
11. Pacchājāta-Paccayo: Keadaan belakang, yaitu yang belakangan timbul
terlebih dahulu membantu kepada yang duluan untuk timbul.
12. Āsevana-Paccayo: Keadaan ulangan, yaitu timbul berulang-ulang.
13. Kamma-Paccayo: Keadaan perbuatan, yaitu melakukan sesuatu hingga
berhasil.
14. Vipāka-Paccayo: Keadaan akibat, yaitu akibat dari karma.
15. Āhāra -Paccayo: Keadaan makanan yang mengandung zat hara, yaitu
Āhāra 4 yang menjadi sebab menimbulkan Nāmā dan Rūpa.
16. Indriya-Paccayo: Keadaan bakat, yaitu bakat untuk menimbulkan Nāmā
dan Rūpa.
17. Jhāna-Paccayo: Keadaan Jhāna, yaitu pemusatan pikiran yang kuat
terhadap obyek.
18. Magga-Paccayo: Keadaan jalan, yaitu yang baik atau jahat menjadi sebab
untuk tumimbal-lahir di Duggati-Bhūmi, Sugati- Bhūmi dan pencapaian
Nibbāna.
19. Sampayutta-Paccayo : Keadaan penggabungan, yaitu gabungan dari Citta
dan Cetasika.
20. Vippayutta-Paccayo: Keadaan penceraian, yaitu penceraian antara Nāmā
dan Rūpa.
21. Atthi-Paccayo: Keadaan kehadiran, yaitu kehadiran yang menjadi sebab
timbulnya Nāmā dan Rūpa.

54 | P a g e
22. Natthi-Paccayo: Keadaan tidak hadir, yaitu ketidakhadiran yang menjadi
sebab timbulnya Nāma.
23. Vigata-Paccayo: Keadaan kelenyapan, yaitu kelenyapan menjadi sebab
timbulnya Nāma.
24. Avigata-Paccayo: Keadaan tidak lenyap, yaitu ketidaklenyapan menjadi
sebab timbulnya Nāmā dan Rūpa.

55 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai