PATICCASAMUPPADA
“Tidak dapat dipikirkan akhir roda tumimbal-lahir; tidak dapat dipikirkan asal
mula makhluk-makhluk yang karena diliputi oleh ketidaktahuan dan
terbelenggu oleh keinginan rendah (tanhā) mengembara kesana kemari.”
(Samyutta Nikaya, 11.178.193)
Sehubungan dengan masalah asal mula dan sebab pertama (causa prima) ini,
Sang Buddha Gotama mengajarkan bahwa asal mula alam semesta tidak dapat
dipikirkan. Alam semesta ini bergerak menurut proses pembentukan
(samvattana) dan penghancuran (Vivattana) yang berlangsung terus menerus.
1|Page
a) Di pihak lain dalam Paticcasamuppāda itu diperlihatkan pula
berhentinya segala rangkaian peristiwa fenomena kehidupan itu dengan
berhentinya dapat dicapai oleh mereka yang telah memiliki Pandangan
Terang (Kebijaksanaan Sempurna).
Paticcasamuppāda, berarti :
Keadaan yang menempati dan siap untuk timbul. Atau dengan perkataan lain
adalah Hukum Sebab Musabab yang saling bergantungan.
2|Page
keadaan sekarang, seperti Jarā, Marana dan lain-lainnya sebagai sifat.
2. Dukkhānubandhana Raso : Ada perbuatan yang memberikan makhluk
timbul dalam lingkaran tumimbal lahir sebagai pekerjaan.
3. Kammagga paccupatthāno : Ada jalan dalam lingkaran tumimbal lahir
yang menakutkan atau jalan yang tidak benar, yaitu jalan yang
bertentangan dengan jalan ke Nibbāna sebagai keadaan muncul.
4. Asava padatthano : Ada asava sebagai sebab yang terdekat.
3|Page
(keinginan rendah), maka munculah Upādāna (kemelekatan).
i) Upādāna paccaya. Bhavo : Dengan adanya Upādāna
(kemelekatan), maka munculah Bhava (penjadian).
j) Bhava paccayā Jāti : Dengan adanya Bhava (penjadian), maka
munculah Jāti (tumimbal lahir).
Jāti paccaya Jarā - Maranam – Soka – Parideva – Dukkha –
Domanassa - Upayasa Sambhavanti: Dengan adanya jāti (tumimbal
lahir), maka munculah Jarā (ketuaan) dan Marana (kematian) Soka
(kesedihan), Parideva (ratap tangis), Dukkha (derita jasmani),
Domanassa (derita batin), Upāyāsa (putus asa) ikut timbul juga.
Penjelasan :
1. Tayo addhā adalah 3 masa, yaitu Avijjā dan Sankhāra 2 faktor ini
termasuk Atita-addhā (masa yang lampau). Jāti dan Jara-marana 2 faktor
ini termasuk Anagata-addha (masa yang akan datang). Sedangkan
selebihnya dibagian tengah ada 8 faktor termasuk Paccuppanna-addhā
(masa sekarang).
2. Dvādasangani adalah 12 faktor, yaitu Avijjā , Sakhāra, Viññana,
Nāma-Rupa, Salāyatana , Phassa, Vedanā, Tanhā, Upddana, Bhava, Jāti,
dan Jarā-marana. Bagian Soka, Parideva, Dukkha, Domanassa dan
Upayasa tidak termasuk faktor dari Paticcasamuppāda. Sebab 5 macam
dhamma ini adalah hasil Jāti. Bila Jāti telah timbul, tentunya akan ada
kesedihan (soka), ratap tangis (parideva), derita jasmani (dukkha), derita
batin (domanassa) dan putus asa (upāyāsa) yang merupakan hasil dari
Jāti dan bukan sebab yang menimbulkan vatta (lingkaran kehidupan)
maka itu tidak menjadi faktor.
4|Page
3. Visatākārā adalah 20 cara, yaitu :
a. Keadaan yang menjadi sebab yang lampau (atita-hetu) ada 5 faktor,
yaitu Avijjā, Sankhāra, Tanhā, Upādāna, Bhava.
b. Keadaan yang menjadi akibat yang sekarang (paccuppanna-phala)
ada 5 faktor yaitu Viññāna, Nāma-Rūpa, Salāyatana, Phassa, Vedanā.
c. Keadaan yang menjadi sebab yang sekarang (paccuppanna-hetu) ada
5 faktor, yaitu Tanhā, Upādāna, Bhava, Avijjā dan Sakhāra.
d. Keadaan yang menjadi akibat yang akan datang (anāgata-phala) ada
5 faktor, yaitu Viññāna, Nāma-Rūpa, Salāyatana, Phassa, Vedanā.
4. Tisandhi adalah 3 hubungan, yaitu Sankhāra dengan Viññāna menjadi 1
hubungan, Vedanā dengan Tanhā menjadi 1 hubungan, dan Bhava
dengan Jāti menjadi 1 hubungan.
5. Catusankhepā adalah 4 bagian yaitu :
a. Avijjā dan Sankhāra jumlah 2 faktor ini menjadi 1 bagian.
b. Viññāna, Nāma-Rūpa, Salāyatana, Phassa, Vedanā jumlah 5 faktor ini
menjadi 1 bagian.
c. Tanhā, Upādāna, Bhava jumlah 3 faktor ini menjadi 1 bagian.
d. Jāti, dan Jarā-marana jumlah 2 faktor ini menjadi 1 bagian.
6. Tini Vattāni adalah 3 lingkaran, yaitu:
a). Avijjā , Tanhā dan Upādāna jumlah 3 faktor ini menjadi kilesa-vatta.
b). Sankhāra dan Bhava (khusus Kamma Bhava) jumlah 2 faktor ini
menjadi Kamma Vatta.
c). Viññāna, Nāma-Rūpa, Salāyatana, Phassa, Vedanā dan Bhava (khusus
uppatti bhava), Jāti dan Jarā-marana ini menjadi Vipāka-Vatta.
7. Dvemūlani adalah 2 akar, yaitu Avijjā dan Tānha.
5|Page
seorang makhluk tidak dapat melihat akibat dari perbuatan jahat dan
tidak dapat melihat Dukkha-Vatta (lingkaran penderitaan) dalam
perbuatan baik yang masih akan membawanya berputar dalam
lingkaran tumimbal-lahir, yang disebut Kusalavatta yaitu Lokiya-Kusala.
Moha disini adalah Avijjā itu sendiri.
Berbuat baik atau jahat, tentunya disertai Cetanā (kehendak), yaitu
kehendak yang menimbulkan kemantapan hati untuk berbuat yang
disebut Pubba-Cetanā. Pubba-Cetanā ini adalah Sankhāra yang
merupakan bantuan untuk kemantapan hati dalam berbuat kebaikan
dan kejahatan. Berdasarkan sebab yang telah diterangkan ini maka
Avijjjā dan Sankhāra menjadi Atita-Addhā.
b). Paccupanna-Addhā atau Paccuppanna-Kāla adalah waktu yang
sekarang, yang saat ini, yang sedang dijalankan sekarang ini.
Paccuppanna-Addhā dari Paticcasamuppāda ada dibagian tengah, yaitu
Viññāna, Nāma-Rūpa, Salāyatana, Phassa, Vedanā, Tanhā, Upādāna
dan Bhava.
Bila ada Avijjā yaitu Moha yang terpendam dalam dirinya dan ada
Sankhāra yaitu Cetanā (kehendak) yang menimbulkan kemantapan
hati untuk berbuat yang baik maupun yang jahat, perbuatan dapat
terjadi disebabkan adanya 8 faktor yaitu Viññāna, Nāma-Rūpa,
Salāyatana, Phassa, Vedanā, Tanhā, Upādāna dan Bhava. Bila tidak ada
8 faktor ini, segala perbuatan tidak dapat timbul. Dengan adanya 8
faktor ini yang berada pada saat ini, maka 8 faktor ini menjadi
Paccuppanna-Addhā.
6|Page
telah berbuat Kamma Bhava tentunya akan memperoleh Uppatti-Bhava
yaitu Jāti.
Bila ada Jāti tentunya ada Jarā-marana yang merupakan faktor yang
tetap, maka itu disebut Jāti dan Jarā-marana menjadi Anāgata-addhā.
Addhā 3 ini, bila digabung dalam Paticcasamuppāda 12 faktor,
dhamma 12 faktor ini disebut Dvāsangāni yang akan dijelaskan
sebagai berikut ini.
7|Page
Avijjā ini wujud aslinya adalah Moha-Cetasika. Ketidak-tahuan 8
macam dhamma, yaitu tidak tahu Ariya-sacca 4, tidak tahu Atita (yang
lalu) 1, tidak tahu Anāgata (yang akan datang) 1, tidak tahu Atita dan
Anāgata 1, dan tidak tahu Paticcasamuppāda 1.
Ketidaktahuan (Moha atau Avijjā ) inilah menjadi sebab, yang
merupakan faktor membantu atau menimbulkan Sankhāra. Maka itu
Avijjā menjadi sebab (Paccaya) dan Sankhāra menjadi akibat
(Paccayupanna). Sankhāra menjadi akibat yang telah timbul dari sebab
Avijjā itu dibagi menjadi Sankhāra 3, yaitu Apuññābhisankhāra,
Puññābhisankhāra dan Aneñjābhisankhāra.
8|Page
Wujud aslinya adalah Cetanā dalam Arūpāvacara kusala-citta 4.
9|Page
3. Citta-Sankhāra adalah pembentukan pikiran, yaitu Saññā dan
Vedanā (pencerapan dan perasaan) atau Cetasika 50 (tidak
termasuk Vitaka dan Vicāra).
Kesimpulan :
Dalam bagian ini, Avijjā menjadi sebab, wujudnya aslinya adalah
Moha.Sankhāra menjadi akibat dari Avijjā , wujud aslinya adalah Cetanā
29 atau Kamma 29. Sebab tidak tahu Dhamma yang membasmi
dukkha,itu disebabkan masih adanya Moha atau Avijjā yang menjadi
sebab untuk berbuat Kamma 29 sehingga harus berputar dalam
lingkaran tumimbal-lahir, tidak akan terbebas dari dukkha.
10 | P a g e
1. Ārammana-Paccaya (keadaan obyek).
2. Pakattūpanissaya-Paccaya (keadaan dasar yang kuat).
c) Dengan adanya Avijjā , maka munculah Āneñjābhisankhāra. Disertai
kekuatan paccaya 1, yaitu Pakatūpanissaya-Paccaya (keadaan dasar
yang kuat).
Penjelasan :
a) Dengan adanya Avijjā munculah Apuññabhisankhāra disertai
kekuatan Paccaya 15 itu, bila dibicarakan secara mudah adalah :
Dengan adanya Moha-Cetasika, maka munculah Akusala-citta
disertai kekuatan Paccaya 15, setiap Paccaya mempunyai arti
sebagai berikut:
1. Hetu-Paccaya adalah Hetu 6 yang menjadi sebab menimbulkan
Citta dan Cetasika. Disini Moha menjadi Hetu-Paccaya (keadaan
sebab), sedangkan Akusala-Citta 12 dan Cetasika yang
bersekutu menjadi Hetu-Paccayupanna (keadaan yang timbul
karena sebab).
2. Ārammana-Paccaya adalah obyek yang menjadi sebab
menimbulkan Citta dan Cetasika itu. Bila memiliki benda yang
disenangi, atau tidak disenangi, yang ditakuti atau yang
dicurigai, semuanya ini merupakan obyek yang mempunyai
sebab dari Moha. Obyek-obyek inilah menjadi Ārammana-
Paccaya (keadaan obyek) yang menimbulkan Akusala-Citta 12
dan Cetasikayang bersekutu menjadi Ārammana- Paccayupanna
(keadaan yang timbul karena sebab obyek).
3. Adhipati-Paccaya adalah obyek yang besar dan yang ulung, yang
mempunyai banyak tenaga, atau pengambilan hati secara
istimewa menjadi-sebab menimbul-kan Citta dan Cetasika
adalah obyek yang mempunyai banyak tenaga menjadi
Adhipati - Paccaya (keadaan keulungan) yang menimbulkan
Akusala-Citta 12 dan Cetasika yang bersekutu menjadi Adhipati
— Paccayupanna (keadaan yang timbul karena sebab
keulungan).
4. Anantara-Paccaya adalah citta yang timbul bersambungan
secara rapat dan tidak ada jaraknya antara satu citta dengan
citta lainnya. Disini dimaksudkan Moha-Cetasika yang harus
11 | P a g e
timbul bersama Akusala-Citta yang mempunyai tugas bekerja,
yaitu Akusala-Citta yang menjadi Javana-Citta ini biasanya timbul
bersambungan sebanyak 7 Citta-Khana, maka itu MohaCetasika
dalam Akusala Javana-Citta bulatan ke 1 menjadi Anantara -
Paccaya (keadaan rapatnya), sedangkan Moha-Cetasika dalam
Akusalajavana-citta bulatan ke 2 menjadi Anantara-
Paccayupanna (keadaan yang timbul karena sebab rapatnya).
Moha-Cetasika dalam Akusala Javana-citta bulatan ke 2 menjadi
Anantara-Paccaya, sedangkan Moha-Cetasika dalam
Akusalajavanacitta bulatan ke 3 menjadi Anantara-Paccayupanna
dan seterusnya sampai Moha-Cetasika dalam Akusalajavana-
Citta bulat an ke 6 menjadi Anantara-Paccaya dan MohaCetasika
dalam Akusalajavanacitta bulatan ke 7 menjadi Anantara-
Paccayupanna.
5. Samanantara - Paccaya adalah keadaan terus menerus timbul
bersambungan dengan tidak ada jarak sedikitpun, timbul
bersambungan menurut urutan, sama dengan Anantara-Paccaya
itu sendiri, hanya perbedaannya timbulnya secara terus-menerus
dengan tidak ada jarak.
6. Sahajāta-Paccaya adalah keadaan yang timbul bersama, yang
dimaksud di sini adalah Moha Cetasika yang timbul bersama
Akusala-Citta dan Cetasika yang bersekutu dengannya. Maka,
Moha-Cetasika ini menjadi Sahajāta-Paccaya. Sedangkan
Akusala-Citta 12 dan Cetasika yang bersekutu, yang timbul
bersama Moha-Cetasika, menjadi Sahajāta-Paccayupanna.
7. Aññamañña-Paccaya adalah keadaan membantu silih berganti,
yang dimaksud di sini adalah Moha-Cetasika membantu Akusala
Citta dan Cetasika yang bersekutu untuk timbul. Akusala Citta
dan Cetasika yang bersekutu pun membantu Moha-Cetasika
untuk timbul, jadi keduanya saling membantu silih berganti.
Maka itu Moha-Cetasika menjadi Aññamañña Paccaya,
sedangkan Akusala-Citta 12 dan Cetasika yang bersekutu
menjadi Aññamañña Paccayupanna.
8. Nissaya-Paccaya adalah keadaan dasar, yang dimaksud di sini
adalah Moha-Cetasika yang menjadi dasar dari Akusala-Citta dan
Cetasika yang bersekutu atau Akusala-Citta dan Cetasika yang
12 | P a g e
bersekutu menjadi dasar dari MohaCetasika untuk timbul, maka
Moha-Cetasika ini menjadi Nissaya-Paccaya, sedangkan Akusala-
Citta dan Cetasika yang bersekutu menjadi Nissaya-
Paccayupanna.
9. Upanissaya-Paccaya adalah keadaan pendorong yang kuat dan
mantap, yang dimaksud di sini adalah Moha-Cetasika yang
menjadi pendorong dari Akusala-Citta dan Cetasika yang
bersekutu secara kuat dan mantap atau Akusala-Citta dan
Cetasika yang bersekutu menjadi pendorong dari Moha-Cetasika
untuk timbul, maka itu Moha-Cetasika ini menjadi Upanissaya-
Paccaya, sedangkan Akusala-Citta dan Cetasika yang bersekutu
menjadi Upanissaya-Paccayupanna.
10. Āsevana - Paccaya adalah keadaan mencerap obyek berulang-
ulang, yang dimaksud di sini adalah khusus mengenai Javana-
Citta, sebab dalam setiap Vithi Javana - Citta timbul bersambung
seperti biasa sebanyak 7 Citta - Khana, maka itu Cetanā dalam
Akusalajavana Citta bulatan ke 1 menjadi Āsevana-Paccaya,
sedangkan Cetanā dalam Akusalajavana - Citta bulatan ke 2
menjadi Āsevana-Paccayupanna. Cetanā dalam Akusalajavana-
Citta bulatan ke 2 menjadi Āsevana-Paccaya, sedangkan Cetanā
dalam Akusala Javana-citta bulatan ke 3 menjadi Āsevana -
Paccayupanna, dan seterusnya menurut urutan sampai dengan
Cetanā dalam Akusalajavana-Citta bulatan ke 6 menjadi Āsevana
- Paccaya, sedangkan Cetanā dalam Akusalajavana-Citta bulatan
ke 7 menjadi Āsevana-Paccayupanna.
11. Sampayutta - Paccaya adalah keadaan penggabungan /
bersekutu, yaitu Moha-Cetasika tentu lah bersekutu / bergabung
dengan Akusala - Citta dan Cetasika yang bersekutu, maka itu
Moha Cetasika menjadi Sampayutta-Paccaya, sedangkan
Akusala-Citta dan Cetasika yang bersekutu menjadi Sampayutta-
Paccayupanna.
12. Atthi-Paccaya adalah keadaan kehadiran sebagai sebab, disini
dimaksudkan adalah Moha-Cetasika yang sedang ada dan yang
belum padam itulah menjadi Atthi-Paccaya, sedangkan Akusala-
Citta dan Cetasika yang bersekutu menjadi Atthi-Paccayupanna.
13 | P a g e
13. Natthi-Paccaya adalah keadaan tidak hadir, disini dimaksudkan
adalah Moha-Cetasika dalam Akusalajavana bulatan ke 1 telah
padam, sudah tidak ada, menjadi Natthi-Paccaya, sedangkan
keadaan yang menimbulkan MohaCetasika dalam Akusala
Javana-Citta bulatan ke 2 itu menjadi Natthi-Paccayupanna.
Natthipaccaya ini mempunyai arti yang sama dengan Anantara-
Paccaya (no.4) dan Āsevana-Paccaya (no.10) yang tersebut di
atas.
14. Vigata-Paccaya adalah keadaan kelenyapan, yaitu sudah padam
yang menjadi sebab, dimaksudkan keadaan yang sudah tidak
ada, yang sudah padam, artinya sama dengan NatthiPaccaya
(no.13) diatas.
15. Avigata-Paccaya adalah keadaan tidak lenyap menjadi sebab,
yaitu keadaan yang masih ada, yang belum padam, artinya sama
dengan AtthiPaccaya (no.12) diatas.
b) Dengan adanya Avijjā, maka munculah Puññabhisankhāra disertai
kekuatan Paccaya 2, yaitu Ārammana-Paccaya dan Pakatupanissaya-
paccaya yang mempunyai arti sebagai berikut :
1. Ārammana-Paccaya adalah obyek yang menjadi sebab timbulnya
Citta dan Cetasika, yang dimaksud di sini adalah kekuatan Moha
yang melekat pada obyek, senang dengan keadaan Manusia,
Dewa, dan Rūpā-brahma yang bergabung dengan Mahakusala-
Kamma, Rūpā-vacara-Kusala-Kamma, dan yang menimbulkan
keinginan kepada keadaan tersebut. Dengan demikian Moha
menjadi Ārammana-Paccaya, sedangkan Citta yang menjadi
Mahākusala, Rūpāvacarakusala dan Cetasika yang bersekutu,
menjadi Ārammana-Paccayupanna.
2. Pakatūpanissaya-Paccaya adalah keadaan dasar yang kuat, yang
dimaksud di sini adalah Moha menjadi sebab, menjadi dasar
yang kuat untuk membantu bergabung dengan Maha-Kusala dan
Rūpāvacarakusala. Maka itu Moha menjadi Pakatūpanissaya-
Paccaya, sedangkan Mahākusala-Citta dan Rūpāvacarakusala-
Citta dengan Cetasika yang bersekutu, menjadi
Pakatupanissaya-Paccayu-panna.
c). Dengan adanya Avijjā , maka munculah āneñjabhiSankhāra yang
disertai satu kekuatan paccaya, yaitu Pakatūpanissaya-Paccaya. Hal
14 | P a g e
ini mempunyai arti yang sama seperti yang telah diterangkan di
atas, yaitu keinginan yang kuat dan mantap untuk mendapatkan
keadaan Arūpā-brahma yang bersekutu dengan Arupdvacara Kusala-
Kamma. Keinginan akan keadaan Arūpā-brahma ini masih disertai
Moha, oleh karena itu Moha menjadi Pakatapanissaya-Paccaya, dan
Arūpāvacarakusala-citta dan Cetasika yang brsekutu menjadi
Pakatūpanissaya-Paccayupanna.
Avijjā 3 :
Tidak tahu kebenaran dalam
1. Sukha-vedanā
2. Dukkha-vedanā
3. Upekkhā-Vedanā.
Yang mana Vedanā 3 ini menimbulkan Vipallāsa (kekeliruan yang
berkenaan dengan penyelidikan).
Avijjā 4 :
Tidak tahu kebenaran dalam
1. Dukkha
2. Dukkha-Samudaya
3. Dukkha-Nirodha
4. Dukkanirodhagāmini patipada.
Avijjā 5 :
15 | P a g e
Tidak tahu kebenaran tentang dukkha dalam Gati 5, yaitu
1. Niraya-gati
2. Peta-gati
3. Tiracchāna-gati
4. Manussā-gati
5. Deva-gati
Yang mana masih dalam lingkaran Dukkha
Avijjā 6 :
Tidak tahu kebenaran dalam Ārammana 6 dan Viññāna 6 yang mana
dicengkeram oleh Anicca, Dukkha dan Anatta.
b) Avijjā dan Arahat.
Bila seseorang Arahat melakukan sesuatu seperti berdana,
melaksanakan sila dan bhāvanā, itu adalah perbuatan yang tidak
termasuk sebagai Puññābhisankhāra atau Āneñjābhisankhāra yang
merupakan hasil dari Avijjā menurut Paticcasa muppāda, sebab apa
yang dilakukan oleh Arahat itu adalah dengan Kiriya-Citta, yang
mana tidak memberikan hasil/akibat dalam lingkaran tumimbal lahir
lagi.
c) Avijjā dengan Ariya-Sacca
- Avijjā adalah Dukkha-Sacca, timbulnya bersama dengan Dukkha-
Sacca, menjadikan Dukkha-Sacca sebagai obyek dan biasanya
menutupi Dukkha-Sacca.
- Avijjā bukan Samudaya-Sacca, tidak dapat bergabung menjadi
Samudaya-Sacca, tetapi Avijjā timbul bersama dengan Samudaya
Sacca, menjadikan Samudaya-Sacca sebagai obyek dan menutupi
Samudaya-Sacca.
- Avijjā bukan Nirodha-Sacca, tidak dapat bergabung dengan
Nirodha-Sacca, tidak dapat timbul bersama dengan Nirodha-
Sacca, tidak dapat menjadikan Nirodha-Sacca sebagai obyek
tetapi mampu menutupi Nirodha-Sacca.
- Avijjā bukan Magga-Sacca, tidak dapat bergabung dengan
Magga-Sacca, tidak dapat timbul bersama dengan Magga-Sacca,
tidak dapat menjadikan Magga-Sacca sebagai obyek tetapi
mampu menutupi Magga-Sacca.
16 | P a g e
B). FAKTOR KE DUA : SANKHĀRA
Dengan adanya Sankhāra (bentuk- bentuk karma), maka munculah
Viññāna atau Sankhāra paccaya viññāna. Secara singkat dapat dikatakan
Sankhāra adalah sebab dan Viññāna adalah akibat.
Sankhāra yang menjadi sebab timbulnya mempunyai Lakkhanadicatuka (4
macam pembawaan) sebagai berikut:
1. AbhiSankhāra lakkhana: Mempunyai kehendak sebagai sifatnya.
2. Ayūhana rasā: Menimbulkan Patisanhdhi-Viññāna atau menimbulkan
hasil (Rūpakkhandha dan Nāmakkhandha) sebagai pekerjaan / tugasnya.
3. Cetanā paccupatthāna: Berniat menimbulkan hingga selesai sebagai
hasil.
4. Avijjā padatthāna: Mempunyai Avijjā sebagai sebab yang terdekat.
Viññāna yang menjadi Paccayupanna dari Sankhāra ini ada 2 bagian, yaitu
Abhidhammabhājaniyanaya (menurut Abhidhamma) 1 dan Suttanta
bhājaniyanaya (menurut Sutta) 1.
17 | P a g e
2. Viññāna yang timbul setelah Patisandhi (Pavatti-kala) yang disebut
Pavatti-Viññāna , yaitu LokiyaVipākaCitta 32 yang tidak menjalankan
tugas Patisandhi, tetapi menjalankan tugas Bhavanga dan tugas yang
lain.
Apuññābhisankhāra :
1. Apuññābhisankhāra, yaitu Cetanā dalam Akusala Citta 11 bulatan (tidak
termasuk Uddhacca-Cetanā) yang menjadi Paccaya-Dhamma dan
Patisandhi Viññāna menjadi Paccayupanna dalam Patisandhi-Kala (sewaktu
tumimbal-lahir). Dengan kata lain yaitu, kondisi yang menyebabkan
timbulnya Upekkhāsantīrana-akusalavipāka-citta sehingga seorang
makhluk bertumimbal-lahir dalam Apayā-Bhūmi 4. Makhluk tersebut
termasuk kelompok Duggati-Ahetuka-Puggala, dan secara singkat disebut
Duggati-Puggala.
2. ApuññābhiSankhāra, yaitu Cetanā dalam AkusalaCitta 12 bulatan yang
menjadi Paccaya-Dhamma dan menjadi Paccayupanna-dhamma dalam
Pavatti-Kala (sewaktu setelah Patisandhi atau kelanjutan setelah
Patisandhi), yaitu AkusalaVipāka- Citta 7: kesadaran mata (Cakkhu-
Viññāna), kesadaran telinga (Sota- Viññāna), kesadaran hidung (Ghāna-
Viññāna), kesadaran lidah kesadaran sentuhan (Kaya-Viññāna), kesadaran
menerima obyek (Sampaticchanna), kesadaran memeriksa obyek
(Santīrana), dan kesadaran menerima obyek dari Javana (Taddārammana)
sampai dengan memelihara kehidupan (bhavanga-citta) juga. Karena ini
adalah Akusalavipāka-Citta, maka obyeknya adalah obyek yang tidak baik.
Puññābhisankhāra :
1. Puññābhisankhāra, yaitu Cetanā dalam Mahākusala jenis Dvihetuka-
Omakukkattha dan jenis Dvihetuka Omakomaka yang menjadi Paccaya-
dhamma dan Patisandhi-Viññāna menjadi Paccayupanna-dhamma dalam
Patisandhi-Kāla, yaitu Upekkhāsantīranakusalavipāka-citta 1 yang
mengakibatkan tumimballahir sebagai manusia cacat sejak lahir dan
menjadi dewa tingkat rendah dalam kelompok Sugati-Ahetuka-Puggala.
2. Puññābhisankhāra, yaitu Cetanā dalam Mahākusala jenis Tihetuka-
Omakukkattha, Tihetuka-Omakomaka, Dvihetuka-Ukkatthukkattha, dan
Dvihetuka - Ukkatthomaka yang menjadi Paccaya-dhamma; dan
Patisandhi-Viññāna menjadi Paccayupanna-Dhamma dalam Patisandhi-
18 | P a g e
Kāla, yaitu MahaVipāka-ñāvippayutta-citta 4 yang mengakibatkan
tumimbal-lahir sebagai manusia dan dewa yang tidak bersekutu dengan
Pañña sejak lahir, yang disebut kelompok Dvihetuka-Puggala.
3. Puññābhisankhāra, yaitu Cetanā dalam Mahākusala jenis Tihetuka-
Ukkatthukkattha dan Tihetuka-Ukkatthomaka yang menjadi Paccaya-
Dhamma; dan Patisandhi-Viññāna menjadi Paccayupanna-Dhamma dalam
Patisandhi-Kāla, yaitu Māha vipāka ñāsampayutta-citta 4 yang
mengakibatkan tumimbal-lahir sebagai manusia dan dewa yang bersekutu
dengan Paññā sejak lahir, yang disebut kelompok Tihetuka-Puggala.
4. Puññābhisankhāra, Sankhāra di bawah ini adalah Cetanā dalam
Mahākusala-citta 8 yang menjadi Paccaya-Dhamma dan Pavatti-Viññāna
menjadi Paccayupanna Dhamma dalam Pavatti-Kāla, yaitu :
a). Ahetuka-kusalavipāka-citta 8: kesadaran mata, kesadaran telinga,
kesadaran hidung, kesadaran lidah, kesadaran sentuhan, kesadaran
menerima obyek, dan kesadaran menerima obyek dari Javana,
semuanya tersmasuk obyek yang baik.
b). Mahāvipāka-citta 8, menjalankan tugas menerima obyek dari Javana,
yaitu Tadārammana-citta.
c). Mahāvipāka-citta 8 dan Upekkhāsantīrana - kusalavipāka – citta 1,
semuanya bertugas memelihara kehidupan (Bhavanga-citta) dan
memutus kehidupan (Cuti-citta).
5. Puññābhisankhāra, yaitu Cetanā dalam Rūpāvacarakusala-citta 5 yang
menjadi Paccaya-dhamma dan Patisandhi-Viññāna menjadi Paccayupanna
dalam Patisandhi-Kāla, yaitu Rūpāvacaravipāka 5 bulatan memberikan
tumimbal-lahir menjadi Rūpa-Brahma dalam Rūpa-Bhūmi yang disebut
kelompok Tihetuka-Puggala juga.
6. Puññābhisankhāra, yaitu Cetanā dalam Rūpāvacarakusala-citta 5 yang
menjadi Paccaya-Dhamma dan menjadi Paccayupanna-Dhamma dalam
Pavatti-Kāla, yaitu memelihara kehidupan (Bhavanga-citta) sampai dengan
memutus kehidupan (Cuti-citta). Bagian Ahetuka-kusala-vipāka-citta 5,
yaitu kesadaran mata (Cakkhu-Viññāna ), kesadaran telinga (Sota-
Viññāna), kesadaran menerima obyek (Sampaticchanna), kesadaran
memeriksa obyek (Santīrana 2). Semuanya adalah baik dan menjadi
Kāmavipāka.
Anenjabhisankhāra :
19 | P a g e
1. AnenjabhiSankhāra adalah Cetanā dalam Arūpāvacarakusala-citta 4 yang
menjadi Paccaya-Dhamma, dan Patisandhi- Viññāna menjadi
Paccayupanna Dhamma dalam Patisandhi-Kala, yaitu Arūpāvacara-vipāka-
citta 4 yang mengakibatkan tumimbal-lahir sebagai Arūpā-Brahma dalam
Arūpā-Bhūmi, disebut kelompok Tihetuka-Puggala.
2. Ānenjabhisankhāra adalah Cetanā dalam Arūpāvacarakusala-citta 4 yang
menjadi Paccaya-Dhamma, dan menjadi Paccayupanna-dhamma dalam
Pavati-Kāla, yaitu Arūpāvacaravipāka-citta 4 yang bertugas memelihara
kehidupan (Bhavanga-citta) dan memutus kehidupan (Cuti-citta).
Dalam Sankhāra paccaya Viññāna , perlu diperhatikan bahwa Sankhāra 3
yang menjadi sebab timbulnya Viññāna, dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
a. Sankhāra 3 yang menjadi sebab timbulnya Patisandhi-Viññāna adalah
Cetanā 28 (tidak termasuk Uddhacca-Cetanā), sebab Uddhacca Cetanā
tidak mempu menimbulkan Patisandhi.
b. Sankhāra 3 yang menjadi sebab timbulnya Pavatti-Viññāna adalah
Cetanā 29. Bagian Viññāna yang menjadi Paccayupanna Dhammma dari
Sankhāra, dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
a) Patisandhi-Viññāna adalah Patisandhi-Citta 19.
b) Pavatti-Viññāna adalah Lokiya-vipāka-Viññāna 32.
- Lokiya-vipāka-viññāna 32, timbulnya hanya dalam Pavatti-Kāla saja
dan berjumlah 13 citta, yaitu Dvipañcaviññana-citta 10,
Sampaticchana-citta 2, dan Somanassa-santīrana-citta 1.
- Sedangkan Patisandhi-Viññāna 19 bertugas sebagai Patisandhi-citta
dalam Patisandhi-kāla.
- Dalam Pavatti-kala, 19 citta yang sama dengan Patisandhi-citta 19
masih dapat timbul, tetapi timbul untuk menjalakan tugas yang lain
bukan tugas Patisandhi.
20 | P a g e
Nānakkhanikkamma Paccaya menimbulkan Viññāna (Vipāka-Viññāna 32)
menjadi Nānakkhanikkamma-Paccayupanna.
21 | P a g e
2. Manussagati-Viññāna adalah Patisandhi-Viññāna dalam
Manussa-Bhūmi ada berjumlah 9 bulatan, yaitu Upekkhāsantīrana-kusala-
vipakācitta 1 dan Mahāvipāka-citta 8.
3. Tiracchānagati-Viññāna
Keempat ini mempunyai
4. Petagati/asuragati-viññāna Patisandhi-Viññāna 1
bulatan, yaitu upekkhā-
5. Nirayagati- viññāna
santīrana-akusalavipāka-
22 | P a g e
7. Akiññcaññāyatana-Bhūmi, ada 1 Patisandhi-viññāna citta, yaitu
Akiññcaññyatana –vipāka-citta 1.
Penjelasan :
Tidak termasuk Asaññasatta-Bhūmi dan Nevasaññā nāsaññāyatana-Bhūmi,
karena :
a. Asaññasatta-Bhūmi adalah alam kehidupan dari makhluk yang tidak
mempunyai Patisandhi Viññāna .
b. Nevasaññānāsaññāyatana-Bhūmi adalah alam kehidupan yang
mempunyai Patisandhi-Viññāna (Nāma-khandha), tetapi Nāma-khanda ini
tidak jelas, dikatakan ada pun bukan, dikatakan tidak ada pun bukan.
23 | P a g e
SANKHĀRA dalam Tilakkhana
Sabbe Sankhāra Anicca, wujud aslinya Citta 89, Cetasika 52 dan Rūpa 28.
Sabbe Sankhāra Dukkha, wujud aslinya Citta 89, Cetasika 52 dan Rūpa 28.
Sabbe Dhamma Anatta, wujud aslinya Citta 89, Cetasika 52, Rūpa 28 dan
Nibbāna 1.
24 | P a g e
b. Kamma-Viññāna , yaitu Akusala-citta 12 dan Lokiyakusala-citta 17 yang
bergabung dengan -Cetanā-kamma dan Lokiya-Kusala Cetanākamma
dalam kehidupan yang lalu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa
Kamma-Viññāna menjadi sebab yang terdekat.
Rūpa dalam pelajaran ini adalah Rūpa 28. Atau Kammajārūpa secara
langsung dan Cittajārūpa secara tidak langsung. Kammajarūpa yang timbul
bersama Patisandhi- Viññāna 15 (tidak termasuk Arūpāpatisandhi-Viññāna
4) disebut Patisandhi-Rūpa.
Kammajārūpa yang timbul pada Patisandhi-Kāla ini adalah hasil dari Kamma-
Viññāna dalam kehidupan yang lampau dan Patisandhi-Viññāna dalam
kehidupan yang sekarang adalah sebabnya.
25 | P a g e
18 (tidak termasuk Dvipañcaviññāna 10 dan ArūpaVipāka Viññāna 4), kedua
macam ini disebut Pavatti-Rūpa.
Kammajārūpā yang timbul dalam Pavatti-Kāla ini adalah hasil dari Kamma-
Viññāna dalam kehidupan yang lampau saja, sedangkan Cittajārūpa yang
timbul pada Patisandhi-Kāla itu tidak ada, yang ada hanya timbul pada
Pavatti-Kāla dengan hasil dari Pavatti Vipāka-Viññāna sebagai paccaya.
Kesimpulan: Rūpa pada Patisandhi-Kāla hanya Kammajārūpā saja,
sedangkan Rūpa pada Pavatti-Kāla adalah Kammajārūpā dan Cittajārūpā.
Viññāna paccaya Nāma-Rūpa ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
a). Viññāna paccaya Nāma.
b). Viññāna paccaya Rūpa.
c). Viññāna paccaya Nāma-Rūpa.
a). Viññāna paccaya Nāma
Dengan adanya Viññāna (kesadaran), maka munculah Nāma (batin),
atau dengan adanya Viññāna , maka munculah Cetasika. Dalam hal ini
tidak ada yang berkenaan dengan Rūpa.
1. Kamma-Viññāna , yaitu Arūpdvacarakusala-citta 4 yang bergabung
dengan Rūpa-Viraga-Cetanā dalam kehidupan yang lampau, menjadi
sebab (paccaya) timbulnya patisandhi-Nāma yaitu Cetasika 30 yang
bersekutu dengan patisandhi Viññāna dalam Catuvokara-Bhūmi 4
pada Patisandhi-Kala.
2. Vipāka-Viññāna, yaitu Arūpāvacarapatisandhi Viññāna 4 dalam
kehidupan sekarang menjadi sebab (paccaya) timbulnya patisandhi-
Nāma yaitu Cetasika 30 yang bersekutu dengan patisandhi-citta
dalam Catuvokara-bhūmi 4 pada patisandhi-kāla.
3. Vipāka-Viññāna, yaitu ArūpāvacaraVipākaViññāna 4, di mana
Bhavanga-citta menjadi sebab (paccaya) timbulnya Pavatti-Nāma,
yaitu Cetasika 30 yang bersekutu dengan Bhavangacitta dalam
Catuvokāra-bhūmi 4 pada Pavattikāla.
26 | P a g e
dalam Saññāvirāga-Bhāvānā dalam kehidupan yang lalu. Hal ini menjadi
sebab (paccaya) timbulnya Kammajārūpa pada patisandhi-kāla dan
Pavatti-kāla dalam Ekavokāra-Bhūmi, yaitu brahma asaññasatta.
27 | P a g e
Dalam Viññāna paccaya Nāma-Rūpa ini, berdasarkan Paccaya 24, ada 11
Paccaya yang bersekutu, yaitu:
a) Viññāna paccaya Nāma adalah Cetasika dalam Catuvokāra-Bhūmi yang
disertai kekuatan Paccaya 9, yaitu:
1. Sahaj āta-Paccaya.
2. Aññamañña-Paccaya.
3. Nissaya-Paccaya.
4. Vipāka-Paccaya.
5. Āhāra-Paccaya.
6. Indriya-Paccaya.
7. Sampayutta-Paccaya.
8. Atthi-Paccaya.
9. Avigata-Paccaya.
b) Viññāna paccaya Rūpa adalah Kammajarūpa dalam Ekavokāra-Bhūmi
yang disertai kekuatan Paccaya 1, yaitu:
1. Pakatūpanissaya-Paccaya.
c) Viññāna paccaya Nāma-Rūpa adalah Nāma dan Rūpa dalam
Pañcavokāra-Bhūmi yang disertai kekuatan Paccaya 9, yaitu :
1. Sama dengan bagian a di atas, hanya no.7 yaitu Sampayutta-Paccaya
diganti dengan Vippayutta-Paccaya.
Arti dari paccaya-paccaya yang telah diterangkan pada pelajaran terdahulu,
di sini tidak diulangi lagi. Di sini hanya akan menerangkan paccaya-paccaya
yang belum diterangkan, yaitu:
1. Vipāka-Paccaya adalah Vipāka-Nāma-Khandha 4 yang membantu Nāma-
Rūpa. Di sini Viññāna (citta) menjadi Vipāka-Paccaya. Nāma (Cetasika)
dan Rūpa yang timbul bersama Viññāna itu menjadi Vipāka-
Paccayupanna.
2. Āhāra-Paccaya adalah Āhāra 4 yang membantu Nāma-Rūpa agar timbul
bersama. Di sini Viññāna(citta) menjadi Ahāra-Paccaya. Nāma (Cetasika)
dan Rūpa yang timbul bersama dengan citta itu menjadi Āhāra
-Paccayupanna.
3. Indriya-Paccaya adalah Pasāda-Rūpa 5 yang membantu Pañca-Viññāna ,
Rūpa-Jivitindriya yang membantu Upādinna-rūpa (Kammajarūpa), dan
Nāma-indriya yang membantu Nāma-Rūpa yang timbul bersama dengan
diri. Di sini Viññāna (citta) menjadi Indriya-Paccaya dan Nāma-Rūpa
menjadi Indriya-Paccayupanna.
28 | P a g e
4. Vippayutta-Paccaya adalah keadaan yang tidak bersekutu dengan
Lakkhana 4 (Ekuppāda (timbulnya bersama), Ekanirodha (padamnya
bersama), Ekālambana (mempunyai obyek sama) dan Ekavatthuka
(pemakaian obyek sama)). Maka itu di sini Viññāna (citta) menjadi
Vippayutta-Paccaya dan Rūpa yang timbul bersama dengan citta itu
menjadi Vippayutta-Paccayupanna.
29 | P a g e
Āyatana yang menjadi Paccayupanna-dhamma dari Nāma-Rūpa adalah
Salāyatana, yaitu 6 Āyatana bagian dalam yang disebut Ajjhattikāyatana.
Terdiri dari Cakkhāyatana, Sotāyatana, Ghanāyatana, Jivhāyatana,
Kāyāyatana dan Manāyatana. Āyatana berarti landasan atau tempat di
mana citta, cetasika, dan citta-vithi timbul.
30 | P a g e
Jadi dalam pelajaran terdahulu, Viññāna paccaya Nāma-Rūpa adalah
LokiyaVipāka-Viññāna yang menyebabkan timbulnya Cetasika dan
Kammajarūpā.
Dalam pelajaran ini Nāma-Rūpa paccaya Salāyatana adalah ‘Nāma’ yaitu
Cetasika yang menimbulkan Manāyatana (LokiyaVipāka-Viññāna 32) dan
‘Kammajarūpa’ yang menimbulkan Pañcāyatana (Pasāda-Rūpa 5).
31 | P a g e
6. Pacchajata-Paccaya. 14. Vippayutta-Paccaya.
7. Kamma-Paccaya. 15. Atthi-Paccaya.
8. Vipāka-Paccaya. 16. Avigata-Paccaya.
Contoh :
5 faktor Jhāna dalam Patisandhi-citta membantu Patisandhi-citta, Cetasika,
dan KammajaRūpa yang berkenaan dengan patisandhi-Kāla. Pada Pavatti-
Kāla, 5 faktor Jhāna dalam Vipāka-citta membantu Vipāka-citta, Cetasika,
dan Cittajarūpā.
32 | P a g e
5. Magga-Paccaya adalah keadaan batin dari Magga 9 (adalah Cetasika 9, yaitu
Pañña, Vitakka, Samma vācā, Sammā kammanta, Sammā ājiva, Viriya, Sati,
Ekaggata dan Ditthi) membantu nāma dan Rūpa yang timbul bersama
dengan diri.
Contoh :
Keadaan batin dari Magga 9 dalam Sahetukapatisandhi-citta 17 yang
berkenaan dengan Patisandhi-Kāla membantu Sahetuka-patisandhicitta 17,
Cetasika yang bersekutu, dan Kamma jarūpā.
33 | P a g e
5. Kāyasamphassa dapat timbul karena ada Kāyāyatana sebagai sebab.
6. Manosamphassa dapat timbul karena ada manāyatana sebagai sebab.
34 | P a g e
e). Kāyāyatana paccaya Kāyasamphassa, bersekutu dengan kekuatan
Paccaya 6, yaitu :
1. Nissaya-Paccaya.
2. Purejāta-Paccaya.
3. Indriya-Paccaya.
4. Vippayutta-Paccaya.
5. Atthi-Paccaya.
6. Avigata-Paccaya.
f). Manāyatana paccaya manosamphassa,bersekutu dengan kekuatan
Paccaya 9, yaitu :
1. Sahajāta-Paccaya.
2. Aññamañña-Paccaya.
3. Nissaya-Paccaya.
4. Vipāka-Paccaya.
5. Āhāra -Paccaya.
6. Indriya-Paccaya.
7. Sampayutta-Paccaya.
8. Atthi-Paccaya.
9. Avigata-Paccaya.
Dalam pelajaran ini, Phassa yang menjadi sebab timbulnya Vedanā adalah
Phassa 6 itu sendiri. Vedanā yang menjadi Paccayupanna-dhamma dari
Phassa adalah Vedanā 6, yaitu:
35 | P a g e
1. Vedanā yang timbul karena Cakkhusamphassa sebagai sebab, disebut
Cakkhusamphassaja-Vedanā.
2. Vedanā yang timbul karena Sotasamphassa sebagai sebab, disebut
Sotasamphassaja-Vedanā.
3. Vedanā yang timbul karena Ghānasamphassa sebagai sebab, disebut
Ghānasamphassaja-Vedanā.
4. Vedanā yang timbul karena Jivhāsamphassa sebagai sebab, disebut
Jivhāsamphassaja-Vedanā.
5. Vedanā yang timbul karena kāyasamphassa sebagai sebab, disebut
Kāyasamphassaja-vedanā.
6. Vedanā yang timbul karena manosamphassa sebagai sebab, disebut
Manosamphassaja-Vedanā.
36 | P a g e
dhamma kepunyaan Sankhāra. LokiyaVipāka-Viññāna 32 ini mempunyai
Vedanā yang dapat timbul hanya 4, yaitu Sukha-vedanā, Dukkha- Vedanā,
Somanassa-Vedanā, dan Upekkhā-Vedanā. Tidak ada Domanassa-Vedanā
yang timbul (domanassa-Vedanā hanya bersekutu dengan dosa citta 2
bulatan dan setelah berproses (pavatti-kala) dapat bersekutu dengan
dosa citta.
1. Sahajāta-Paccaya. 5. Āhāra-Paccaya.
2. Aññāmañña-Paccaya. 6. Sampayutta-Paccaya.
3. Nissaya-Paccaya. 7. Atthi-Paccaya.
4. Vipāka-Paccaya. 8. Avigata-Paccaya.
Dalam pelajaran ini, Vedanā yang menjadi sebab timbulnya Tanhā adalah
Vedanā 6 itu sendiri.
37 | P a g e
Tanhā yang timbul dikarenakan adanya Vedanā sebagai sebab, adalah
Tanhā (Lobha-Cetasika) yang menjadi Paccayupanna-dhamma dari Vedanā.
Bila ada perasaan senang, biasanya melekat pada kesenangan itu dan
berusaha supaya kesenangan itu berlangsung terus. Hal ini disebut Sukha-
vedanā menjadi sebab timbulnya Tanhā. Hal ini mudah dilihat, karena
semua makhluk tidak ingin ada derita dan semuanya mengharapkan
timbulnya kesenangan.
Bila ada perasaan derita, biasanya mempunyai keinginan untuk
melenyapkan derita itu dan mengharapkan kesenangan timbul. Hal ini
disebut Dukkha-vedanā menjadi sebab timbulnya Tanhā.
38 | P a g e
3. Ditinjau secara terperinci, Tanhā ada 108 macam, yaitu Ārammana
(obyek) kepunyaan Tanhā ada 6, keadaan yang berlangsung kepunyaan
Tanhā ada 3, jadi semuanya berjumlah 18 Tanhā (6x3). Tanhā 18 ini
terdiri dari 18 bagian dalam dan 18 bagian luar, jumlah semuanya
menjadi Tanhā 36. Tanhā 36 ini dibagi lagi berdasarkan waktu (Kāla),
yaitu Atita-Kāla (waktu yang lalu), Paccuppanna-Kāla (waktu yang
sekarang), dan Anagata-Kāla (waktu yang akan datang). Masing-masing
waktu terdiri dari Tanhā 36, sehingga jumlah semuanya menjadi Tanhā
108.
Vedanā yang menjadi sebab timbulnya Tanhā ini hanya berlaku kepada
orang yang masih memiliki kilesa. Vedanā ini tidak muncul kepada orang
yang telah terbebas dari kilesa.
39 | P a g e
Upādāna yang menjadi Paccayupanna-dhamma dari Tanhā adalah Upādāna
4, yaitu :
1. Kāmupādāna: Kemelekatan pada napsu indera dan kesenangan-
kesenangan indera.
2. Dittupādāna: Kemelekatan pada pandangan salah.
3. Silabbatupādāna: Kemelekatan pada upacaraupacara agama.
4. Attavādupādāna: Kemelekatan pada kepercayaan tentang adanya diri
(atta) yang kekal dan terpisah.
40 | P a g e
Dengan adanya Upādāna (kemelekatan), maka munculah Bhava (penjadian)
atau Upādāna paccaya Bhava. Secara singkat disebut Upādāna sebagai
sebab, dan Bhava sebagai akibat.
Upādāna yang menjadi sebab timbulnya Bhava, mempunyai
Lakkhanadicatukka (4 macam pembawaan) sebagai berikut :
1. Gahana lakkhana: Mempunyai kemelekatan sebagai sifat.
2. Amuñcana rasa: Tidak melepaskan sebagai pekerjaan / tugasnya.
3. Tanhādalhatta ditthi paccupatthāna: Ada Tanhā yang mempunyai tenaga
yang mantap dan mempunyai pandangan salah sebagai hasil.
4. Tanhā padatthāna: Ada Tanhā sebagai sebab terdekat.
41 | P a g e
Jika tidak ada Uppatti-Bhava, maka Kamma-Bhava tidak muncul. Sankhāra
yang menjadi Paccayupanna-dhamma dari Avijjā dan Kamma-Bhava yang
menjadi Paccayupanna-dhamma dari Upadana, wujud aslinya adalah Cetanā
29.
42 | P a g e
Dengan adanya Bhava (penjadian), maka munculah Jāti (tumimbal-lahir)
atau Bhava paccaya Jāti. Secara singkat disebut Bhava sebagai sebab, dan
Jāti sebagai akibat.
Bhava yang menjadi sebab timbulnya Jāti, mempunyai Lakkhanādicatukka (4
macam pembawaan) sebagai berikut :
JANANAM JĀTI
Artinya :
Munculnya khandha disebut Jāti.
43 | P a g e
Bila dibicarakan dengan Nāma dan Rūpa, Jāti ada 2 macam, yaitu Nāma-Jāti
(timbulnya Vipāka-Nāma-Khandha 4) dan Rūpa-Jāti (timbulnya
Kammajarūpā).
Tetapi Jāti yang dimaksud dalam pelajaran ini, adalah Patisandhi-Jāti. Jadinya
Jāti adalah Uppatti-Bhava yang timbul karena ada Kamma-Bhava sebagai
sebabnya. Jika tidak ada Kamma-Bhava sebagai sebab yang membantu,
maka Uppatti-Bhava (Jāti) tidak akan muncul. Bhava yang dimaksud di sini
adalah Uppatti-Bhava, dan biasa dibagi menjadi 9 bhava, yaitu Bhūmi-3
Bhava, Khandha-3 Bhava dan Saññā-3 Bhava.
44 | P a g e
6. Ekavokāra-Bhūmi: Makhluk yang tumimbal-lahir dengan disertai
Khanda 1 (Rūpa-khandha), yaitu makhluk yang berada dalam
Asaññasatta-Bhūmi1.
- Dibagi berdasarkan Sañña ada 3 bhava, yaitu:
7. Saññi-Bhava: Makhluk yang mempunyai Nāma khandha, Maksudnya
adalah makhluk yang mempunyai Citta dan Cetasika, yaitu makhluk
yang berada dalam Kāma-Bhūmi 11, Rūpa-Bhūmi15 (tidak termasuk
Asaññāsatta Bhūmi) dan Arūpā Bhūmi 3 (tidak termasuk
Nevasaññānāsaññā-yatana Bhūmi).
8. Asañi-Bhava: Makhluk yang tidak mempunyai Nāma-Khandha,
Maksudnya adalah makhluk yang tidak mempunyai Citta dan Cetasika,
yaitu makhluk Asaññāsatta
9. Nevasaññināsaññi-Bhava : Makhluk yang tidak mempunyai Saññā
secara jelas, yang ada hanyalah Saññā yang sangat halus sekali dan
sulit dirasakan, sehingga tidaklah tepat bila makhluk ini disebut
sebagai makhluk yang mempunyai Nāma-Khandha ataupun tidak
mempunyai Nāma-Khandha.
45 | P a g e
3. Atittabhavato indha ummajjana paccupatthāna: Ada kebangkitan dalam
kehidupan ini dari kehidupan yang lampau.
4. Upacita Nāmarūpa padatthāna: Ada Nāma-Rūpa yang timbul pertama
sebagai sebab terdekat.
46 | P a g e
Jarā-marana yang menjadi faktor kedua belas ini, tidak dapat menjadi sebab
timbulnya paccayupanna-dhamma.
Jarā-marana ini mempunyai Lakkhanādicatukka (4 macam pembawaan) sbb:
JARĀ
1. Khandhaparipāka lakkhana: Ada ketuaan dan kelapukan dari Khandha
yang muncul dalam kehidupan ini sebagai sifat.
2. Maranaūpanayana rasa: Menuju / mendekati kematian sebagai
pekerjaan /tugasnya.
3. Yobbannavināsa paccupatthāna: Ada kemusnahan sebagai hasil.
4. Paripaccamāna rūpa padatthāna: Ada materi sedang menj alani
ketuaan/kelapukan sebagai sebab terdekat.
Marana
1. Cuti lakkhana: Ada penerusan dari kehidupan yang sedang muncul
sebagai sifat.
2. Viyoga rasa: Ada benda dan makhluk yang pernah bertemu dalam
kehidupan ini sebagai pekerjaan / tugasny a.
3. Gativippavāsa paccupatthāna: Ada penerusan kamma dari kehidupan
yang lalu sebagai basil.
4. Paribhijjamāna Nāmarūpa padatthāna: Ada Nāmarūpa yang sedang
padam sebagai sebab terdekat.
47 | P a g e
1. Rūpa-Jarā, adalah ketuaan dari materi (Rūpa) yang timbul sebagai
keadaan yang dapat dilihat dengan mata, seperti rambut beruban, kulit
keriput, gigi ompong dan lain-lainnya, disebut Vayovuddhi-Jarā (ketuaan
yang nyata). Ada juga disebut Paramattha-Jarā atau Khanika-Jarā, yaitu
Thiti-khana dari Rūpa, ketuaan yang tidak nyata tidak mampu dilihat oleh
mata.
2. Nāma-Jarā, adalah Thiti-khana dari Nāma-dhamma, yaitu Paramattha-Jarā
atau Khanika-jarā atau Paticchanna-jarā, merupakan ketuaan yang tidak
dapat dilihat oleh mata.
Kesimpulan:
a) Uppāda-Khana dari Vipākanāma-khanda 4 dan Kammajarūpa disebut
b) Thiti-Khana dari Vipākanāma-khanda 4 dan Kammajarūpa disebut Jarā.
c) Bhanga-khana dari Vipākanāma-khanda 4 dan Kammajarūpa disebut
Marana.
Jarā-marana tidak dapat bersekutu dengan Paccaya 24, sebab Jarā adalah
Thiti-khana dari Jāti, sedangkan Marana adalah Bhanga-khana dari Jāti.
48 | P a g e
KĀLA 3 (Atita, Paccupanna dan Anagata), maka terdapat 4 kelompok, dan
setiap kelompok ada 5, jumlah 20 cara, yaitu:
1. Atita-Hetu 5 adalah Avijjā , Sankhāra, Tanhā, Upādāna dan Bhava. 5
faktor dhamma ini menjadi sebab timbulnya Paccupanna-Phala 5.
2. Paccupanna-Phala 5 adalah Viññāna, Nāma-Rūpa, Salāyatana , Phassa
dan Vedanā.
3. Paccupanna-Hetu 5 adalah Tanhā, Upādāna, Bhava, Avijjā , dan
Sankhāra. 5 faktor dhamma ini menjadi sebab timbulnya Anāgata-Phala
5.
4. Anāgata-Phala 5 adalah Viññāna, Nāma-Rūpa, Salāyatana, Phassa dan
Vedanā.
Keadaan yang berlangsung terus dalam waktu yang telah berlalu disebut
Atita-Hetu. Hal ini terdiri dari 5 faktor dhamma yaitu Avijjā , Sankhāra,
Tanhā, Upādāna dan Bhava (Kamma-Bhava).
Hasil (phala) yang diterima pada saat ini (paccupanna) adalah Viññāna,
Nāma-Rūpa, Salāyatana, Phassa, dan Vedanā. Jāti, Jarā, dan Marana tidak
dihitung karena ketiganya hanya merupakan gejala dari Viññāna dan
Nāma-Rūpa itu sendiri.
Viññāna, Nāma-Rūpa, Salāyatana , Phassa dan Vedanā adalah hasil (phala)
pada saat ini dan sebab dari timbulnya Tanhā, Upādāna, dan Kamma-
Bhava, kemudian diikuti oleh Avijjā dan Sankhāra. Sebab dengan terjadinya
karma, Tanhā, Upādāna dan Kamma-Bhava, Avijjā dan Sankhāra (5 faktor
dharnma ini) menjadi Paccupanna-Hetu. Bila hal ini menjadi Paccupanna-
Hetu, sudah pasti akan ada hasil yang akan diterima pada masa yang akan
49 | P a g e
datang (anagata). Hasil yang akan diterima pada masa yang akan datang
disebut Anagata-Phala.
50 | P a g e
2. Paccuppannaphala-Sankhepā ada 5, yaitu: Viññāna, Nāma-Rūpa,
Salāyatana , Phassa, Vedanā menjadi 1 bagian.
3. Paccuppannahetu-Sankhepā ada 3, yaitu: Tanhā, Upādāna dan Bhava
menjadi 1 bagian.
4. Anāgataphala-Sankhepā ada 2, yaitu: Jāti dan Jarā-marana menjadi 1
bagian.
51 | P a g e
Bhava dan Arūpā-Bhava) yang tidak berakhir dan Mula 2 (Avijjā dan
Tanhā).
Avijjā : berarti kebodohan batin yang merupakan Atita-Mūla yang menjadi
akar dari timbulnya Sankhāra, Viññāna, Nāma-Rūpa, Salāyatana ,
Phassa sampai dengan Vedanā.
Tanha: berarti keinginan rendah yang merupakan Paccuppanna-Mūla
yang menjadi akar menimbulkan Upādāna, Kamma-Bhava, Jāti
sampai dengan Jāra-marana.
BHAVA—CAKKA
Bhava-Cakka berarti berputar dalam alam-alam kehidupan, ini mempunyai
maksud yang sama dengan Paticcasamuppāda yang berarti lingkaran
tumimbal-lahir (samsāra-vatta).
Paticcasamuppāda ini, bila ditinjau berdasarkan pengertian, disebut
Bhavacakka. Hal ini terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Pubbanta-Bhavacakka yaitu Bhavacakka yang pertama, dihitung mulai dari
Atita-Hetu sampai Paccuppanna-Phala, ada 7 faktor Paticcasamuppāda
yaitu: Avijjā , Sankhāra, Viññāna , Nāma-Rūpa, Salāyatana , Phassa dan
Vedanā. Dalam 7 faktor ini, Avijjā menjadi Pemimpin.
2. Aparanta-Bhavacakka adalah Bhavacakka yang muncul belakangan,
dihitung mulai dari Paccuppanna-Hetu sampai Anāgata-Phala, ada 5 faktor
Paticcasamuppāda yaitu: Tanhā, Upādāna, Bhava, Jāti dan Jarā-marana.
Dalam 5 faktor ini, Tanhā menjadi Pemimpin.
Bila kita renungkan, Paticcasamuppāda jika dilihat dari sisi Bhavacakka, akan
terlihat sebagai berikut:
52 | P a g e
1. Avijjā , Sankhāra, kemudian dilanjutkan dengan Tanhā, Upādāna, Kamma-
Bhava, yang muncul dalam kehidupan lalu, termasuk Pubbanta-Bhavacakka.
2. Tanhā, Upādāna, Kamma-Bhava, kemudian dilanjutkan dengan Avijjā ,
Sankhāra yang muncul dalam kehidupan sekarang, termasuk Aparanta-
Bhavacakka.
3. Viññāna , Nāma-Rūpa, Salāyatana , Phassa, Vedanā, Jāti, kemudian
dilanjutkan dengan Jarā-marana, yaitu keadaan semua makhluk mulai dari
tumimbal-lahir sampai meninggal dunia dalam kehidupan sekarang. Hal ini
termasuk Pubbanta-Bhavacakka.
4. Jāti, Jarā-marana, kemudian dilanjutkan dengan Nāma-Rūpa, Salāyatana ,
Phassa, Vedanā yang timbul dalam kehidupan yang akan datang, yaitu
semua makhluk yang akan tumimbal-lahir dalam kehidupan baru (yang akan
datang), termasuk Aparanta-Bhavacakka.
PACCAYA 24
( 24 hukum sebab-akibat) :
1. Hetu-Paccayo: Keadaan sebab, yaitu Hetu 6 yang menjadi sebab timbulnya
citta dan cetasika.
53 | P a g e
2. Ārammana-Paccayo: Keadaan obyek, yaitu Ārammana 6 yang menjadi sebab
timbulnya citta dan cetasika.
3. Adhipati-Paccayo: Keadaan keulungan, yaitu keulungan yang menjadi sebab
timbulnya citta dan cetasika.
4. Anantara-Paccayo: Keadaan rapatnya, yaitu muncul bersambung secara
rapat, tanpa jarak.
5. Samanantara-Paccayo: Keadaan terus-menerus, yaitu citta timbul
bersambung secara rapat tidak ada jarak.
6. Sahajāta-Paccayo: Keadaan bersama, yaitu timbul bersama dan bergabung.
7. Aññamañña-Paccayo: Keadaan saling dukung yang silihberganti, yaitu sebab
mengkondisikan agar akibat dapat muncul, begitu juga sebaiknya.
8. Nissaya-Paccayo: Keadaan dasar, yaitu dasar untuk menimbulkan.
9. Upanissaya-Paccayo: Keadaan pendorong, yaitu mendorong dengan kuat.
10. Purejāta-Paccayo: Keadaan dulu, yaitu keadaan yang lebih dulu timbul
membantu kepada keadaan yang belakangan timbul.
11. Pacchājāta-Paccayo: Keadaan belakang, yaitu yang belakangan timbul
terlebih dahulu membantu kepada yang duluan untuk timbul.
12. Āsevana-Paccayo: Keadaan ulangan, yaitu timbul berulang-ulang.
13. Kamma-Paccayo: Keadaan perbuatan, yaitu melakukan sesuatu hingga
berhasil.
14. Vipāka-Paccayo: Keadaan akibat, yaitu akibat dari karma.
15. Āhāra -Paccayo: Keadaan makanan yang mengandung zat hara, yaitu
Āhāra 4 yang menjadi sebab menimbulkan Nāmā dan Rūpa.
16. Indriya-Paccayo: Keadaan bakat, yaitu bakat untuk menimbulkan Nāmā
dan Rūpa.
17. Jhāna-Paccayo: Keadaan Jhāna, yaitu pemusatan pikiran yang kuat
terhadap obyek.
18. Magga-Paccayo: Keadaan jalan, yaitu yang baik atau jahat menjadi sebab
untuk tumimbal-lahir di Duggati-Bhūmi, Sugati- Bhūmi dan pencapaian
Nibbāna.
19. Sampayutta-Paccayo : Keadaan penggabungan, yaitu gabungan dari Citta
dan Cetasika.
20. Vippayutta-Paccayo: Keadaan penceraian, yaitu penceraian antara Nāmā
dan Rūpa.
21. Atthi-Paccayo: Keadaan kehadiran, yaitu kehadiran yang menjadi sebab
timbulnya Nāmā dan Rūpa.
54 | P a g e
22. Natthi-Paccayo: Keadaan tidak hadir, yaitu ketidakhadiran yang menjadi
sebab timbulnya Nāma.
23. Vigata-Paccayo: Keadaan kelenyapan, yaitu kelenyapan menjadi sebab
timbulnya Nāma.
24. Avigata-Paccayo: Keadaan tidak lenyap, yaitu ketidaklenyapan menjadi
sebab timbulnya Nāmā dan Rūpa.
55 | P a g e