I. PENDAHULUAN
Pelabuhan Malili terletak di sebuah kecamatan yang merupakan ibu kota kabupaten Luwu
Timur , Sulawesi selatan, Indonesia. Kurang lebih terletak sejauh 565 Km dari kota Makassar.
Pelabuhan ini terletak di pedalaman teluk Bone tepatnya di dekat muara sungai Lampia. Dari
letaknya yang jauh dari lalu lintas pelayaran internasional, dapat di ketahui bahwa pelabuhan
ini menjadi bagian dari sistem transportasi wilayah (tatrawil). Namun meskipun pelabuhan ini
melayani transportasi skala wilayah , pelabuhan ini memiliki peranan yang sangat penting.
Salah satu peranan utamanya adalah sebagai penunjang perekonomian masyarakat sekitar ,
terutama dalam sektor perikanan dan kelautan. Dalam makalah ini penulis akan membahas
tentang potensi yang dimiliki oleh pelabuhan Malili dalam menunjang perekonomian rakyat
terutama dalam sektor perikanan dan kelautan
Page5
Setelah tahun 2003 terjadi pemekaran wilayah yang menyebabkan perubahan data
kewilayahan dari 8 kecamatan menjadi 11 kecamatan dan 99 desa. Kecamatan Burau, Wotu,
Angkona dan Malili merupakan 4 kecamatan pesisir dengan panjang garis pantai ±118 Km
dan luas laut otonomi 48.050 Km2, Luas Daerah Penangkapan, 2,291,321 Ha (Data citra),
hutan Mangrove 8.672,42 Ha, serta memiliki potensi kawasan budidaya perikanan seluas
11.007,26 Ha yang dikelola oleh sekitar 3703 Rumah Tangga Perikanan (RTP).
Data Potensi 2007/2008:
a. Komoditas Bandeng .
Komoditas Bandeng dikelolah oleh 1979 RTP yang tersebar di empat wilayah kecamatan
pesisir yaitu Kecamatan Burau, Wotu, Angkona dan Malili dengan luas areal budidaya
5.597,75 Ha. Jumlah produksi tahun 2007 mencapai 3.897,80 ton dengan produktifitas rata-
rata 691.95 Kg/Ha atau mengalami peningkatan produksi sekitar 10 % .
Kualitas rumput laut yang dikelolah dengan pola konvensional oleh 383 RTP nelayan Luwu
Timur, memiliki nilai yang tinggi dibandingkan rumput laut yang ada di Propinsi Sulawesi
Selatan. Kabupaten Luwu Timur memiliki areal budidaya tambak rumput laut seluas 1.987.85
Ha, jumlah produksi tahun 2007 sebesar 6.923 ton sehingga terdapat peningkatan
produktifitas rata-rata dari 2.887 pada tahun 2006 dan 3.480 Kg/Ha pada tahun 2007.
Rumput laut Euchema cottonii, banyak dikelolah oleh Rumah Tangga Perikan (RTP) di
wilayah Burau dan Angkona. Komoditi unggulan ini telah dikembangkan oleh masyarakat
Page5
melalui teknis pendampingan pada 105 unit, yang di plot di laut sekitar pantai Burau dan
Angkona. Tahun 2007 telah diketahi produktifitas dari komuditi ini hádala 8.250 kg/Ha
sehingga dari 105 unit yang dikelolah mampu menghasilkan produksi sampai dengan 866,25
Ton.
d. Komoditas Udang .
Pengembangan komuditi Udang juga merupakan sektor yang potensial di Luwu Timur
dengan luas areal produksi 2.295,80 Ha, dengan total produksi tahun 2007 mencapai 528,60
ton, dengan produktifitas rata-rata 229.60 Kg/Ha atau mengalami peningkatan produksi
hingga 13%. Komuditi udang ini dikelolah oleh sekitar 545 RTP di 4 Kecamatan pesisir di
Kabupaten Luwu Timur .
Untuk komoditi kepiting bakau (Scilla Serrata) yang merupakan komoditas unggulan yang
perlu dikembangkan. Komoditas ini dapat dikembangkan pada areal hutan Magrove seluas
8.672,42 Ha. Hutan mangrove ini merupakan daerah asuhan bagi perkembangbiakan kepiting
bakau dan merupakan areal penangkapan dan pengembangan bibit. Untuk pengembangan
budidaya kepiting tersedia lahan tambak seluas 29 Ha dengan potensi 1 Ton/Ha. Gambaran
produksi dan penangkapan Kepiting di Kab. Luwu Timur tahun 2007 sekitar 22,60 Ton.
Komoditas yang dihasilkan dari aktifitas penangkapan antara lain cakalang, tuna,
tenggiri, layang, kembang, kerapu, cucut, teri, kepiting, kakap, bawal, baronang dan jenis
ikan lainnya yang setiap musim dapat menghasilkan produksi sekitar 3.200 ton sehingga
dalam satu tahunnya produksi perikanan tangkap dapat mencapai sekitar 6000 sampai 7000
ton. Kegiatan Penangkapan Ikan Umumnya dilakukan SecaraTradisonal .
Data Tahu 2007 menunjukkan :
a. Armada :
Page5
b. Alat tangkap terdiri dari : jaring insang, pukat tarik/pukat pantai, pancing, bagang
apung purse seine dan rawai dasar.
3. Potensi Ekosistem
a. Ekosistem Mangrove
Hutan Mangrove merupakan tipe hutan yang khas tumbuh di sepanjang pantai atau
Muara sungai, pertumbuhannya dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hasil analisa citra
satelit menunjukkkan bahwa luas hutan sepanjang pesisir Kabupaten Luwu Timur adalah
8672,4 hektar. Menurut hasil analisis oleh Tim Tata Ruang Pesisir dan Laut Luwu Timur,
kondisi hutan mangrove di Kab. Luwu Timur masih cukup bagus dengan kerapatan dan
keanekaragaman jenis yang tergolong tinggi dan tutupan tajuk dan akar pohon yang sangat
padat. Adapun peranan ekologis hutan mangrove adalah sebagai tempat besar anak-anak ikan,
udang dan molusca (kerang-kerangan), sehingga formasi mangrove yang luas dapat menjamin
ketersediaan benih dari anak ikan, udang dan mollusca yang selanjutnya akan menjadi ikan
dan udang yang besar yang siap ditangkap oleh nelayan di lepas pantai.
Jenis-jenis mangrove yang terdapat di Kec,. Burau adalah Avicenna marina, Nypa fruticans,
Sonneratia alba, Sonneratia caseolaris dan Rhizhopora apiculata, sementara di kec. Wotu
didapatkan pula beragam jenis pohon mangrove selain yang tersebut diatas yaitu Bruguiera
gymnoriza dan Xylocarpus sp, Acrostichum speciosum dan Acanthus ilicifolius yang berarti
hampir semua jenis yang ditemukan di kabupaten Luwu Timur bisa ditemukan di Kec. Wotu
yaitu daerah Salualla sehingga sangat potensial untuk dijadikan sebagai daerah konservasi
Mangrove Kab. Luwu Timur. Ekosistem Mangrove ini juga ditemukan di kec. Angkona dan
Malili dengan jenis dan ketebalan yang bervariasi yang umumnya menyisir disepanjang
sungai ke arah muara.
Keberadaan lamun di Luwu Timur umumnya berada jauh dari garis pantai (daerah
yang selalu tergenang). Sebaran lamun di daerah ini sangat terbatas, ditemukan hanya pada 5
lokasi, yaitu 2 lokasi di Kec. Wotu (Timur S. Salualla dan depan S. Wotu), 2 lokasi di
kecamatan Angkona (Pantai. Lakawali dan depan Muara S. Langkara) dan 1 lokasi di kec.
Malili (depan muara S. Lampia). Hasil survei didapatkan ada sekitar 7 tujuh spesies yaitu :
Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, H. minor, Syringodium
isoetifolium, Cymodocea serrulata dan Halodule uninervis. Sementara itu kondisi lamun
bervariasi dari kondisi rusak sampai sangat bagus (alami) dengan penutupan 18 – 79%.
Kondisi yg bagus di depan Muara S. Wotu (57%) dan Sangat Bagus di P. Langkara (79%).
Page5
1. Potensi Wisata
Keberadaan beberapa ekosistem laut yang cukup potensial di Kabupaten Luwu Luwu
Timur memungkinkan terbentuknya daerah-daerah yang memiliki potensi wisata laut seperti
Pantai Lemo, Karang Mabonta di Mabonta Kec. Burau dan P. Bulu Poloe di Lampia
D. PEMECAHAN MASALAH
• Melakukan Sosialisasi dan optimalisasi alih teknologi di bidang perikanan budidaya dan
perikanan tangkap.
• Meningkatkan kualitas SDM melalui penyuluhan dan pelatihan
Faktor pendukung :
Faktor Pendukung :