Anda di halaman 1dari 41

Sastra Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Langsung ke: navigasi, cari
Artikel ini membutuhkan lebih banyak catatan kaki untuk pemastian.
Silakan bantu memperbaiki artikel ini dengan menambahkan catatan kaki.

Sampul Buku "Deru Campur Debu" karya Chairil Anwar - sastrawan Indonesia Angkatan 45
Sastra Indonesia, adalah sebuah istilah yang melingkupi berbagai macam karya sastra di Asia
Tenggara.Istilah "Indonesia" sendiri mempunyai arti yang saling melengkapi terutama dalam
cakupan geografi dan sejarah poltik di wilayah tersebut.
Sastra Indonesia sendiri dapat merujuk pada sastra yang dibuat di wilayah Kepulauan Indonesia.
Sering juga secara luas dirujuk kepada sastra yang bahasa akarnya berdasarkan Bahasa Melayu
(dimana bahasa Indonesia adalah satu turunannya). Dengan pengertian kedua maka sastra ini
dapat juga diartikan sebagai sastra yang dibuat di wilayah Melayu (selain Indonesia, terdapat
juga beberapa negara berbahasa Melayu seperti Malaysia dan Brunei), demikian pula bangsa
Melayu yang tinggal di Singapura.

Daftar isi
[sembunyikan]
• 1 Periodisasi
• 2 Pujangga Lama
○ 2.1 Karya Sastra Pujangga Lama
 2.1.1 Sejarah
 2.1.2 Hikayat
 2.1.3 Syair
 2.1.4 Kitab agama
• 3 Sastra Melayu Lama
○ 3.1 Karya Sastra Melayu Lama
• 4 Angkatan Balai Pustaka
• 5 Pujangga Baru
○ 5.1 Penulis dan Karya Sastra Pujangga Baru
• 6 Angkatan 1945
○ 6.1 Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1945
• 7 Angkatan 1950 - 1960-an
○ 7.1 Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1950 - 1960-an
• 8 Angkatan 1966 - 1970-an
○ 8.1 Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1966
• 9 Angkatan 1980 - 1990an
○ 9.1 Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1980 - 1990an
• 10 Angkatan Reformasi
○ 10.1 Penulis dan Karya Sastra Angkatan Reformasi
• 11 Angkatan 2000-an
○ 11.1 Penulis dan Karya Sastra Angkatan 2000
• 12 Cybersastra
• 13 Pranala luar
• 14 Referensi

[sunting] Periodisasi
Sastra Indonesia terbagi menjadi 2 bagian besar, yaitu:
• lisan
• tulisan
Secara urutan waktu maka sastra Indonesia terbagi atas beberapa angkatan:
• Angkatan Pujangga Lama
• Angkatan Sastra Melayu Lama
• Angkatan Balai Pustaka
• Angkatan Pujangga Baru
• Angkatan 1945
• Angkatan 1950 - 1960-an
• Angkatan 1966 - 1970-an
• Angkatan 1980 - 1990-an
• Angkatan Reformasi
• Angkatan 2000-an
[sunting] Pujangga Lama
Pujangga lama merupakan bentuk pengklasifikasian karya sastra di Indonesia yang dihasilkan
sebelum abad ke-20.Pada masa ini karya satra di dominasi oleh syair, pantun, gurindam dan
hikayat. Di Nusantara, budaya Melayu klasik dengan pengaruh Islam yang kuat meliputi
sebagian besar negara pantai Sumatera dan Semenanjung Malaya. Di Sumatera bagian utara
muncul karya-karya penting berbahasa Melayu, terutama karya-karya keagamaan.Hamzah
Fansuri adalah yang pertama di antara penulis-penulis utama angkatan Pujangga Lama. Dari
istana Kesultanan Aceh pada abad XVII muncul karya-karya klasik selanjutnya, yang paling
terkemuka adalah karya-karya Syamsuddin Pasai dan Abdurrauf Singkil, serta Nuruddin ar-
Raniri.[1]
[sunting] Karya Sastra Pujangga Lama
[sunting] Sejarah
• Sejarah Melayu (Malay Annals)
[sunting] Hikayat

• Hikayat Abdullah
• Hikayat Kalila dan Damina
• Hikayat Aceh
• Hikayat Masydulhak
• Hikayat Amir Hamzah
• Hikayat Pandawa Jaya
• Hikayat Andaken Penurat
• Hikayat Pandja Tanderan
• Hikayat Bayan Budiman
• Hikayat Putri Djohar Manikam
• Hikayat Djahidin
• Hikayat Sri Rama
• Hikayat Hang Tuah
• Hikayat Tjendera Hasan
• Hikayat Iskandar Zulkarnain
• Tsahibul Hikayat
• Hikayat Kadirun

[sunting] Syair
• Syair Bidasari
• Syair Ken Tambuhan
• Syair Raja Mambang Jauhari
• Syair Raja Siak
[sunting] Kitab agama
• Syarab al-'Asyiqin (Minuman Para Pecinta) oleh Hamzah Fansuri
• Asrar al-'Arifin (Rahasia-rahasia para Gnostik) oleh Hamzah Fansuri
• Nur ad-Daqa'iq (Cahaya pada kehalusan-kehalusan) oleh Syamsuddin Pasai
• Bustan as-Salatin (Taman raja-raja) oleh Nuruddin ar-Raniri
[sunting] Sastra Melayu Lama
Karya sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870 - 1942, yang berkembang
dilingkungan masyarakat Sumatera seperti "Langkat, Tapanuli, Minangkabau dan daerah
Sumatera lainnya", orang Tionghoa dan masyarakat Indo-Eropa. Karya sastra pertama yang
terbit sekitar tahun 1870 masih dalam bentuk syair, hikayat dan terjemahan novel barat.
[sunting] Karya Sastra Melayu Lama
• Robinson Crusoe (terjemahan)
• Lawan-lawan Merah
• Mengelilingi Bumi dalam 80 hari
(terjemahan) • Nona Leonie
• Graaf de Monte Cristo • Warna Sari Melayu oleh Kat S.J
(terjemahan)
• Cerita Si Conat oleh F.D.J. Pangemanan
• Kapten Flamberger (terjemahan)
• Cerita Rossina
• Rocambole (terjemahan)
• Nyai Isah oleh F. Wiggers
• Nyai Dasima oleh G. Francis
(Indo) • Drama Raden Bei Surioretno
• Bunga Rampai oleh A.F van • Syair Java Bank Dirampok
Dewall • Lo Fen Kui oleh Gouw Peng Liang
• Kisah Perjalanan Nakhoda • Cerita Oey See oleh Thio Tjin Boen
Bontekoe
• Tambahsia
• Kisah Pelayaran ke Pulau
• Busono oleh R.M.Tirto Adhi Soerjo
Kalimantan
• Kisah Pelayaran ke Makassar dan • Nyai Permana
lain-lainnya • Hikayat Siti Mariah oleh Hadji Moekti (indo)
• Cerita Siti Aisyah oleh H.F.R • dan masih ada sekitar 3000 judul karya sastra
Kommer (Indo) Melayu-Lama lainnya
• Cerita Nyi Paina
• Cerita Nyai Sarikem
• Cerita Nyonya Kong Hong Nio

[sunting] Angkatan Balai Pustaka


Angkatan Balai Pusataka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920, yang
dikeluarkan oleh penerbit Balai Pustaka.Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi
mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di
Indonesia pada masa ini.
Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar
yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul)
dan dianggap memiliki misi politis (liar).Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa
yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam
bahasa Bali, bahasa Batak, dan bahasa Madura.
Nur Sutan Iskandar dapat disebut sebagai "Raja Angkatan Balai Pustaka" oleh sebab banyak
karya tulisnya pada masa tersebut. Apabila dilihat daerah asal kelahiran para pengarang, dapatlah
dikatakan bahwa novel-novel Indonesia yang terbit pada angkatan ini adalah "novel Sumatera",
dengan Minangkabau sebagai titik pusatnya.[2]
Pada masa ini, novel Siti Nurbaya dan Salah Asuhan menjadi karya yang cukup
penting.Keduanya menampilkan kritik tajam terhadap adat-istiadat dan tradisi kolot yang
membelenggu.Dalam perkembangannya, tema-teman inilah yang banyak diikuti oleh penulis-
penulis lainnya pada masa itu.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka:
• Merari Siregar
• Azab dan Sengsara (1920)
• Binasa kerna Gadis Priangan (1931)
• Cinta dan Hawa Nafsu
• Marah Roesli
• Siti Nurbaya (1922)
• La Hami (1924)
• Anak dan Kemenakan (1956)
• Muhammad Yamin
• Tanah Air (1922)
• Indonesia, Tumpah Darahku (1928)
• Kalau Dewi Tara Sudah Berkata
• Ken Arok dan Ken Dedes (1934)
• Nur Sutan Iskandar
• Apa Dayaku karena Aku Seorang Perempuan (1923)
• Cinta yang Membawa Maut (1926)
• Salah Pilih (1928)
• Karena Mentua (1932)
• Tuba Dibalas dengan Susu (1933)
• Hulubalang Raja (1934)
• Katak Hendak Menjadi Lembu (1935)
• Tulis Sutan Sati
• Tak Disangka (1923)
• Sengsara Membawa Nikmat (1928)
• Tak Membalas Guna (1932)
• Memutuskan Pertalian (1932)
• Djamaluddin Adinegoro
• Darah Muda (1927)
• Asmara Jaya (1928)
• Abas Soetan Pamoentjak
• Pertemuan (1927)
• Abdul Muis
• Salah Asuhan (1928)
• Pertemuan Djodoh (1933)
• Aman Datuk Madjoindo
• Menebus Dosa (1932)
• Si Cebol Rindukan Bulan (1934)
• Sampaikan Salamku Kepadanya (1935)
[sunting] Pujangga Baru
Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka
terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang
menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan.Sastra Pujangga Baru adalah sastra
intelektual, nasionalistik dan elitis.
Pada masa itu, terbit pula majalah Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana,
beserta Amir Hamzah dan Armijn Pane.Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka
(tahun 1930 - 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana. Karyanya Layar Terkembang,
menjadi salah satu novel yang sering diulas oleh para kritikus sastra Indonesia. Selain Layar
Terkembang, pada periode ini novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck dan Kalau Tak Untung
menjadi karya penting sebelum perang.
Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu :
1. Kelompok "Seni untuk Seni" yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah
2. Kelompok "Seni untuk Pembangunan Masyarakat" yang dimotori oleh Sutan Takdir
Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.
[sunting] Penulis dan Karya Sastra Pujangga Baru
• Sutan Takdir Alisjahbana • Roestam Effendi
○ Dian Tak Kunjung Padam (1932) ○ Bebasari: toneel dalam 3
○ Tebaran Mega - kumpulan sajak pertundjukan
(1935) ○ Pertjikan Permenungan
○ Layar Terkembang (1936) • Sariamin Ismail
○ Anak Perawan di Sarang Penyamun ○ Kalau Tak Untung (1933)
(1940) ○ Pengaruh Keadaan (1937)
• Hamka • Anak Agung Pandji Tisna
○ Di Bawah Lindungan Ka'bah (1938) ○ Ni Rawit Ceti Penjual Orang
○ Tenggelamnya Kapal van der Wijck
(1939)
○ Tuan Direktur (1950)
○ Didalam Lembah Kehidoepan
(1940)
• Armijn Pane (1935)
○ Belenggu (1940) ○ Sukreni Gadis Bali (1936)
○ Jiwa Berjiwa ○ I Swasta Setahun di Bedahulu
○ Gamelan Djiwa - kumpulan sajak (1938)
(1960) • J.E.Tatengkeng
○ Djinak-djinak Merpati - sandiwara ○ Rindoe Dendam (1934)
(1950)
• Fatimah Hasan Delais
○ Kisah Antara Manusia - kumpulan
○ Kehilangan Mestika (1935)
cerpen (1953)
• Said Daeng Muntu
• Sanusi Pane
○ Pancaran Cinta (1926) ○ Pembalasan

○ Puspa Mega (1927) ○ Karena Kerendahan Boedi


(1941)
○ Madah Kelana (1931)
• Karim Halim
○ Sandhyakala Ning Majapahit (1933)
○ Palawija (1944)
○ Kertajaya (1932)
• Tengku Amir Hamzah
○ Nyanyi Sunyi (1937)
○ Begawat Gita (1933)
○ Setanggi Timur (1939)

[sunting] Angkatan 1945


Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan
'45.Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang
romantik-idealistik.Karya-karya sastra pada angkatan ini banyak bercerita tentang perjuangan
merebut kemerdekaan seperti halnya puisi-puisi Chairil Anwar.Sastrawan angkatan '45 memiliki
konsep seni yang diberi judul "Surat Kepercayaan Gelanggang".Konsep ini menyatakan bahwa
para sastrawan angkatan '45 ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani.
Selain Tiga Manguak Takdir, pada periode ini cerpen Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma
dan Atheis dianggap sebagai karya pembaharuan prosa Indonesia.
[sunting] Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1945
• Chairil Anwar
○ Kerikil Tajam (1949)
○ Deru Campur Debu (1949)
• Asrul Sani, bersama Rivai Apin dan Chairil Anwar
○ Tiga Menguak Takdir (1950)
• Idrus
○ Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma (1948)
○ Aki (1949)
○ Perempuan dan Kebangsaan
• Achdiat K. Mihardja
○ Atheis (1949)
• Trisno Sumardjo
○ Katahati dan Perbuatan (1952)
• Utuy Tatang Sontani
○ Suling (drama) (1948)
○ Tambera (1949)
○ Awal dan Mira - drama satu babak (1962)
• Suman Hs.
○ Kasih Ta' Terlarai (1961)
○ Mentjari Pentjuri Anak Perawan (1957)
○ Pertjobaan Setia (1940)

[sunting] Angkatan 1950 - 1960-an


Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri
angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan
puisi.Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra
lainnya, Sastra.
Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam
Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah
perpecahan dan polemik yang berkepanjangan diantara kalangan sastrawan di Indonesia pada
awal tahun 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk kedalam politik
praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.
[sunting] Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1950 - 1960-an
• Pramoedya Ananta Toer • Toto Sudarto Bachtiar
○ Kranji dan Bekasi Jatuh (1947) ○ Etsa sajak-sajak (1956)
○ Bukan Pasar Malam (1951) ○ Suara - kumpulan sajak 1950-
○ Di Tepi Kali Bekasi (1951) 1955 (1958)
• Ramadhan K.H
○ Keluarga Gerilya (1951)
○ Priangan si Jelita (1956)
○ Mereka yang Dilumpuhkan (1951)
• W.S. Rendra
○ Perburuan (1950) ○ Balada Orang-orang Tercinta
○ Cerita dari Blora (1952) (1957)

○ Gadis Pantai (1965) ○ Empat Kumpulan Sajak


(1961)
• Nh. Dini
○ Ia Sudah Bertualang (1963)
○ Dua Dunia (1950)
• Subagio Sastrowardojo
○ Hati jang Damai (1960)
○ Simphoni (1957)
• Sitor Situmorang
• Nugroho Notosusanto
○ Dalam Sadjak (1950)
○ Hujan Kepagian (1958)
○ Djalan Mutiara: kumpulan tiga
○ Rasa Sajangé (1961)
sandiwara (1954)
○ Pertempuran dan Saldju di Paris ○ Tiga Kota (1959)
(1956) • Trisnojuwono
○ Surat Kertas Hidjau: kumpulan ○ Angin Laut (1958)
sadjak (1953) ○ Dimedan Perang (1962)
○ Wadjah Tak Bernama: kumpulan ○ Laki-laki dan Mesiu (1951)
sadjak (1955)
• Toha Mochtar
• Mochtar Lubis
○ Pulang (1958)
○ Tak Ada Esok (1950)
○ Gugurnya Komandan Gerilya
○ Jalan Tak Ada Ujung (1952) (1962)
○ Tanah Gersang (1964) ○ Daerah Tak Bertuan (1963)
○ Si Djamal (1964) • Purnawan Tjondronagaro
• Marius Ramis Dayoh ○ Mendarat Kembali (1962)
○ Putra Budiman (1951) • Bokor Hutasuhut
○ Pahlawan Minahasa (1957) ○ Datang Malam (1963)
• Ajip Rosidi
○ Tahun-tahun Kematian (1955)
○ Ditengah Keluarga (1956)
○ Sebuah Rumah Buat Hari Tua
(1957)
○ Cari Muatan (1959)
○ Pertemuan Kembali (1961)
• Ali Akbar Navis
○ Robohnya Surau Kami - 8 cerita
pendek pilihan (1955)
○ Bianglala - kumpulan cerita pendek
(1963)
○ Hujan Panas (1964)
○ Kemarau (1967)

[sunting] Angkatan 1966 - 1970-an


Angkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan Mochtar Lubis.[3]
Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan
ini yang sangat beragam dalam aliran sastra dengan munculnya karya sastra beraliran surealistik,
arus kesadaran, arketip, dan absurd.Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam
menerbitkan karya-karya sastra pada masa ini. Sastrawan pada angkatan 1950-an yang juga
termasuk dalam kelompok ini adalah Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil
Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip
Soeprobo dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B. Jassin.
Beberapa satrawan pada angkatan ini antara lain: Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta, Arifin
C. Noer, Darmanto Jatman, Arief Budiman, Goenawan Mohamad, Budi Darma, Hamsad
Rangkuti, Putu Wijaya, Wisran Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail, dan banyak lagi yang lainnya.
[sunting] Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1966
• Taufik Ismail • Djamil Suherman
○ Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia ○ Perjalanan ke Akhirat (1962)
○ Tirani dan Benteng ○ Manifestasi (1963)
○ Buku Tamu Musim Perjuangan • Titis Basino
○ Sajak Ladang Jagung ○ Dia, Hotel, Surat Keputusan
○ Kenalkan (1963)
○ Lesbian (1976)
○ Saya Hewan
○ Bukan Rumahku (1976)
○ Puisi-puisi Langit
○ Pelabuhan Hati (1978)
• Sutardji Calzoum Bachri
○ O ○ Pelabuhan Hati (1978)
• Leon Agusta
○ Amuk
○ Monumen Safari (1966)
○ Kapak
○ Catatan Putih (1975)
• Abdul Hadi WM
○ Meditasi (1976) ○ Di Bawah Bayangan Sang
Kekasih (1978)
○ Potret Panjang Seorang Pengunjung
○ Hukla (1979)
Pantai Sanur (1975)
• Iwan Simatupang
○ Tergantung Pada Angin (1977)
○ Ziarah (1968)
• Sapardi Djoko Damono
○ Dukamu Abadi (1969) ○ Kering (1972)

○ Mata Pisau (1974) ○ Merahnya Merah (1968)

• Goenawan Mohamad ○ Keong (1975)


○ Parikesit (1969)
○ Interlude (1971)
○ Potret Seorang Penyair Muda ○ RT Nol/RW Nol
Sebagai Si Malin Kundang (1972)
○ Tegak Lurus Dengan Langit
○ Seks, Sastra, dan Kita (1980)
• M.A Salmoen
• Umar Kayam
○ Masa Bergolak (1968)
○ Seribu Kunang-kunang di
Manhattan • Parakitri Tahi Simbolon
○ Sri Sumarah dan Bawuk ○ Ibu (1969)
○ Lebaran di Karet • Chairul Harun
○ Pada Suatu Saat di Bandar Sangging ○ Warisan (1979)
○ Kelir Tanpa Batas • Kuntowijoyo
○ Para Priyayi ○ Khotbah di Atas Bukit (1976)
○ Jalan Menikung • M. Balfas
• Danarto ○ Lingkaran-lingkaran Retak
(1978)
○ Godlob
• Mahbub Djunaidi
○ Adam Makrifat
○ Dari Hari ke Hari (1975)
○ Berhala
• Wildan Yatim
• Nasjah Djamin
○ Pergolakan (1974)
○ Hilanglah si Anak Hilang (1963)
• Harijadi S. Hartowardojo
○ Gairah untuk Hidup dan untuk Mati
(1968) ○ Perjanjian dengan Maut
(1976)
• Putu Wijaya
• Ismail Marahimin
○ Bila Malam Bertambah Malam
(1971) ○ Dan Perang Pun Usai (1979)

○ Telegram (1973) • Wisran Hadi

○ Stasiun (1977) ○ Empat Orang Melayu

○ Pabrik ○ Jalan Lurus

○ Gres
○ Bom

[sunting] Angkatan 1980 - 1990an


Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya
roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga
T.Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan
umum.
Beberapa sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980-an ini antara lain adalah: Remy
Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma, Pipiet Senja,
Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie, Micky Hidayat, Arifin Noor Hasby, Tarman Effendi
Tarsyad, Noor Aini Cahya Khairani, dan Tajuddin Noor Ganie.
Nh. Dini (Nurhayati Dini) adalah sastrawan wanita Indonesia lain yang menonjol pada dekade
1980-an dengan beberapa karyanya antara lain: Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko, La Barka,
Pertemuan Dua Hati, dan Hati Yang Damai. Salah satu ciri khas yang menonjol pada novel-
novel yang ditulisnya adalah kuatnya pengaruh dari budaya barat, di mana tokoh utama biasanya
mempunyai konflik dengan pemikiran timur.
Mira W dan Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi
romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka.Pada umumnya, tokoh utama dalam novel mereka
adalah wanita. Bertolak belakang dengan novel-novel Balai Pustaka yang masih dipengaruhi
oleh sastra Eropa abad ke-19 dimana tokoh utama selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa
romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 1980-an biasanya selalu mengalahkan peran
antagonisnya.
Namun yang tak boleh dilupakan, pada era 1980-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop,
yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman Hariwijaya dengan serial
Lupusnya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar baca yang
kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih berat.
Ada nama-nama terkenal muncul dari komunitas Wanita Penulis Indonesia yang dikomandani
Titie Said, antara lain: La Rose, Lastri Fardhani, Diah Hadaning, Yvonne de Fretes, dan Oka
Rusmini.
[sunting] Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1980 - 1990an
• Ahmadun Yosi Herfanda
○ Ladang Hijau (1980)
○ Sajak Penari (1990)
○ Sebelum Tertawa Dilarang (1997)
○ Fragmen-fragmen Kekalahan (1997)
○ Sembahyang Rumputan (1997)
• Y.B Mangunwijaya
○ Burung-burung Manyar (1981)
• Darman Moenir
○ Bako (1983)
○ Dendang (1988)
• Budi Darma
○ Olenka (1983)
○ Rafilus (1988)
• Sindhunata
○ Anak Bajang Menggiring Angin (1984)
• Arswendo Atmowiloto
○ Canting (1986)
• Hilman Hariwijaya
○ Lupus - 28 novel (1986-2007)
○ Lupus Kecil - 13 novel (1989-2003)
○ Olga Sepatu Roda (1992)
○ Lupus ABG - 11 novel (1995-2005)
• Dorothea Rosa Herliany
○ Nyanyian Gaduh (1987)
○ Matahari yang Mengalir (1990)
○ Kepompong Sunyi (1993)
○ Nikah Ilalang (1995)
○ Mimpi Gugur Daun Zaitun (1999)
• Gustaf Rizal
○ Segi Empat Patah Sisi (1990)
○ Segi Tiga Lepas Kaki (1991)
○ Ben (1992)
○ Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta (1999)
• Remy Sylado
○ Ca Bau Kan (1999)
○ Kerudung Merah Kirmizi (2002)
• Afrizal Malna
○ Tonggak Puisi Indonesia Modern 4 (1987)
○ Yang Berdiam Dalam Mikropon (1990)
○ Cerpen-cerpen Nusantara Mutakhir (1991)
○ Dinamika Budaya dan Politik (1991)
○ Arsitektur Hujan (1995)
○ Pistol Perdamaian (1996)
○ Kalung dari Teman (1998)

[sunting] Angkatan Reformasi


Seiring terjadinya pergeseran kekuasaan politik dari tangan Soeharto ke BJ Habibie lalu KH
Abdurahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Sukarnoputri, muncul wacana tentang "Sastrawan
Angkatan Reformasi". Munculnya angkatan ini ditandai dengan maraknya karya-karya sastra,
puisi, cerpen, maupun novel, yang bertema sosial-politik, khususnya seputar reformasi.Di rubrik
sastra harian Republika misalnya, selama berbulan-bulan dibuka rubrik sajak-sajak peduli bangsa
atau sajak-sajak reformasi.Berbagai pentas pembacaan sajak dan penerbitan buku antologi puisi
juga didominasi sajak-sajak bertema sosial-politik.
Sastrawan Angkatan Reformasi merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada akhir
tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik yang dimulai pada
tahun 1998 banyak melatarbelakangi kelahiran karya-karya sastra -- puisi, cerpen, dan novel --
pada saat itu. Bahkan, penyair-penyair yang semula jauh dari tema-tema sosial politik, seperti
Sutardji Calzoum Bachri, Ahmadun Yosi Herfanda, Acep Zamzam Noer, dan Hartono Benny
Hidayat dengan media online: duniasastra(dot)com -nya, juga ikut meramaikan suasana dengan
sajak-sajak sosial-politik mereka.
[sunting] Penulis dan Karya Sastra Angkatan Reformasi
• Widji Thukul
○ Puisi Pelo
○ Darman

[sunting] Angkatan 2000-an


Setelah wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan Reformasi muncul, namun tidak berhasil
dikukuhkan karena tidak memiliki juru bicara, Korrie Layun Rampan pada tahun 2002 melempar
wacana tentang lahirnya "Sastrawan Angkatan 2000". Sebuah buku tebal tentang Angkatan 2000
yang disusunnya diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta pada tahun 2002. Seratus lebih penyair,
cerpenis, novelis, eseis, dan kritikus sastra dimasukkan Korrie ke dalam Angkatan 2000,
termasuk mereka yang sudah mulai menulis sejak 1980-an, seperti Afrizal Malna, Ahmadun
Yosi Herfanda dan Seno Gumira Ajidarma, serta yang muncul pada akhir 1990-an, seperti Ayu
Utami dan Dorothea Rosa Herliany.
[sunting] Penulis dan Karya Sastra Angkatan 2000
• Ayu Utami
○ Saman (1998)
○ Larung (2001)
• Seno Gumira Ajidarma
○ Atas Nama Malam
○ Sepotong Senja untuk Pacarku
○ Biola Tak Berdawai
• Dewi Lestari
○ Supernova 1: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh (2001)
○ Supernova 2.1: Akar (2002)
○ Supernova 2.2: Petir (2004)
• Raudal Tanjung Banua
○ Pulau Cinta di Peta Buta (2003)
○ Ziarah bagi yang Hidup (2004)
○ Parang Tak Berulu (2005)
○ Gugusan Mata Ibu (2005)
• Habiburrahman El Shirazy
○ Ayat-Ayat Cinta (2004)
○ Diatas Sajadah Cinta (2004)
○ Ketika Cinta Berbuah Surga (2005)
○ Pudarnya Pesona Cleopatra (2005)
○ Ketika Cinta Bertasbih 1 (2007)
○ Ketika Cinta Bertasbih 2 (2007)
○ Dalam Mihrab Cinta (2007)
• Andrea Hirata
○ Laskar Pelangi (2005)
○ Sang Pemimpi (2006)
○ Edensor (2007)
○ Maryamah Karpov (2008)
○ Padang Bulan dan Cinta Dalam Gelas (2010)
• Ahmad Fuadi
○ Negeri 5 Menara (2009)
○ Ranah 3 Warna (2011)
• Tosa
○ Lukisan Jiwa (puisi) (2009)
○ Melan Conis (2009)

[sunting] Cybersastra
Era internet memasuki komunitas sastra di Indonesia.Banyak karya sastra Indonesia yang tidak
dipublikasi berupa buku namun termaktub di dunia maya (Internet), baik yang dikelola resmi
oleh pemerintah, organisasi non-profit, maupun situs pribadi. Ada beberapa situs Sastra
Indonesia di dunia maya semisal : duniasatra(dot)com.

Tiga Menguak Takdir


oleh: SemMh Pengarang: Chairil Anwar; Asrul Sani; Rivai Apin
• Summary rating: 4 stars (3 Tinjauan)
• Kunjungan : 528
• kata:300

More About :tiga menguak takdir
Tiga Menguak Tak
Tiga Menguak Takdir adalah antologi puisi ketiga penyair (Chairil Anwar, Asrul Sani dan Rivai
Apin).Pertama kali diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1950.
Buku ini berisi antara lain 10 puisi Chairil Anwar di antaranya: Catetan th. 1945, Senja di
Pelabuhan Kecil, Cintaku Jauh di Pulau, Krawang-Bekasi, Perjurit Jaga Malam, Derai-derai
Cemara (Cemara Menderai Sampai Jauh), serta Yang Terhempas dan Yang Luput (Yang
Terempas dan Yang Putus).
Ada tafsiran dari beberapa kalangan, bahwabuku ini merupakan upaya ketiga penyair untuk
menghadapi eksistensi sastra punjangga baru yang dimotori oleh Sutan Takdir
ALisjahbana.Karena itu, ketiga penyair dalam buku ini dianggap bahkan diakui sebagai pelopor
sastra Indonesia Angkatan 45 dengan motor penggeraknya Chairil Anwar.
Namun di lain pihak, ada kelompok lain yang mencoba menafsirkan judul buku ini sebagai
pencerminan jiwa ketiga penyair yang mencoba menguak, memahami dan menghayati misteri
kehidupan manusia.
Mana yang benar?Kedua pihak penafsir dapat dikatakan benar, karena menafsirkan karya sastra
merupakan hak individual seseorang.Soal benar-tidaknya tafsiran itu, yang paling mengetahui
adalah ketiga penyair itu sendiri.
Diterbitkan di: Juni06, 2010

sumber: Tiga Menguak Takdirhttp://id.shvoong.com/books/poetry/2010179-tiga-menguak-


takdir/#ixzz1IRXpqdOL

PUISI - PUISI CHAIRIL ANW

kembali Monday, October 27, 2003


Archive Posted 6:34 AM by camar
AKU PRAJURIT JAGA MALAM

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?


Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu......
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !

(1948)
Siasat,
Th III, No. 96
1949

MALAM

Mulai kelam
belum buntu malam
kami masih berjaga
--Thermopylae?-
- jagal tidak dikenal ? -
tapi nanti
sebelum siang membentang
kami sudah tenggelam hilang

Zaman Baru,
No. 11-12
20-30 Agustus 1957

KRAWANG-BEKASI

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi


tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi


Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa


Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan


Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan


atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi


Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat


Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami


yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

(1948)
Brawidjaja,
Jilid 7, No 16,
1957

DIPONEGORO

Di masa pembangunan ini


tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti


Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU

Ini barisan tak bergenderang-berpalu


Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti
Sudah itu mati.

MAJU

Bagimu Negeri
Menyediakan api.

Punah di atas menghamba


Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

Maju
Serbu
Serang
Terjang

(Februari 1943)
Budaya,
Th III, No. 8
Agustus 1954

PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO

Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji


Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
dipanggang diatas apimu, digarami lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut

Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat


Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh

(1948)

Liberty,
Jilid 7, No 297,
1954

Thursday, April 03, 2003


Posted 6:01 AM by camar
AKU

Kalau sampai waktuku


'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang


Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku


Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari


Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

Maret 1943
Posted 6:01 AM by camar

PENERIMAAN

Kalau kau mau kuterima kau kembali


Dengan sepenuh hati

Aku masih tetap sendiri

Kutahu kau bukan yang dulu lagi


Bak kembang sari sudah terbagi

Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani

Kalau kau mau kuterima kembali


Untukku sendiri tapi

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.

Maret 1943

Posted 5:59 AM by camar

HAMPA

kepada sri

Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.


Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.
Posted 5:59 AM by camar

DOA

kepada pemeluk teguh

Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu

Biar susah sungguh


mengingat Kau penuh seluruh

cayaMu panas suci


tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

aku hilang bentuk


remuk

Tuhanku

aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling

13 November 1943
Posted 5:58 AM by camar
SAJAK PUTIH

Bersandar pada tari warna pelangi


Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba


Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbuka


Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah...

Posted 5:58 AM by camar


SENJA DI PELABUHAN KECIL
buat: Sri Ajati

Ini kali tidak ada yang mencari cinta


di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang


menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan


menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

1946
Posted 5:58 AM by camar
CINTAKU JAUH DI PULAU

Cintaku jauh di pulau,


gadis manis, sekarang iseng sendiri

Perahu melancar, bulan memancar,


di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya.

Di air yang tenang, di angin mendayu,


di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"

Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!


Perahu yang bersama 'kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

Manisku jauh di pulau,


kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.

1946
Posted 5:57 AM by camar

MALAM DI PEGUNUNGAN

Aku berpikir: Bulan inikah yang membikin dingin,


Jadi pucat rumah dan kaku pohonan?
Sekali ini aku terlalu sangat dapat jawab kepingin:
Eh, ada bocah cilik main kejaran dengan bayangan!

1947
Posted 5:57 AM by camar
YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS

kelam dan angin lalu mempesiang diriku,


menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu

di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin

aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang


dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang

tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku

1949
Posted 5:53 AM by camar
DERAI DERAI CEMARA

cemara menderai sampai jauh


terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam

aku sekarang orangnya bisa tahan


sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini

hidup hanya menunda kekalahan


tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah

1949

PERKEMBANGAN PUISI

Sastra Masa Peralihan

Kesusastraan masa peralihan dikenal pula dengan nama masa Abdullah. Disebut demikian
karena dialah orang Melayu yang pertama kali menguak tradisi lama dalam dunia karang -
mengarang. Abdulah mulai merombak cara – cara lama yang telah dianggapnya usang. Ia mulai
melukiskan sesuatu yang terjadi di luar istana. Dalam karangannya digoreskannya kehidupan
sehari – hari atau kejadian – kejadian yang bergejolak di masyarakat. Dalam cita dan langkah
yang melaju ia belum lepas sama sekali dengan unsur sastra lama. Dalam karyanya masih
tertuang bentuk lama yaitu “syair”, walaupun dalam isi ia telah menampakkan nafas baru. Dapat
dikatakan bahwa satu kakinya menginjak pada zaman baru, namun yang sebelah lagi tercampak
pada zaman lama.

Riwayat Hidup Abdullah :


Dalam dirinya mengalir darah campuran antara Melayu – Arab – Keling. Dikatakan demikian
karena kakeknya keturunan Arab, Ibunya dari keturunan Keling.Ia lahir di Malaka tahun 1796
dan meninggal di Jedah (Arab) pada tahun 1854 (dalam usia 58 tahun). Sejak kecil
pendidikannya diserahkan oleh ayahnya kepada kakeknya.Dibawah asuhan kakeknyalah
bakatnya berkembang.Mulailah tumbuh dengan subur benih – benih kepengarangan yang
tertanam dalam dirinya.

Masa Kesusastraan Baru

1. Angkatan Balai Pustaka


Sejarah berdirinya :
Pada tahun 1908 pemerintah Belanda mendirikan sebuah badan yang bernama : COMMISIE
VOOR DE VOLK SLECTUUR (Komisi Bacaan Rakyat). Badan ini diketuai oleh Prof. G.A.Y.
Hazcu dengan Sekretaris Dr. Rinkes.Badan ini mempunyai anggota 6 orang. Karena makin lama
tugas badan ini makin banyak, maka pada tahun 1917 badan ini diganti namanya dengan Balai
Pustaka.

Para Pengarang Angkatan Balai Pustaka


1) I Gusti Nyoman Panji Tisna (A.A Panji Tisna)
2) M.R. Dayoh (Marius Ramis Dayoh)
3) Sutomo Jauhar Arifia
4) Marari Siregar
5) Marah Rusli
6) Abdul Muis
7) Jamaludin Malik (dengan nama samaran : Adinegoro)
8) Nur Sutan Iskandar (N. St. Iskandar)
9) Muhammad Kasim
10) Suman Hasibuan (Suman Hs.)
11) Aman Datuk Majoindo
12) Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah)
13) Sa’adah Alim
14) Fatimah Hasan Delais
15) Sariamin
16) Paulus Supit
17) L. Wairata
18) H. S. D. (Haji Said Daeng) Muntu

2. Angkatan Pujangga Baru


Pengertian Pujangga Baru :
Mengenai istilah Pujangga Baru ada 2 macam, yaitu :
1) Nama majalah yang khusus membicarakan masalah sastra dan kesustraan Indonesia.
2) Nama suatu angkatan / kelompok pengarang yang muncul sekitar tahun 1933 – 1945.

Para pelopor Pujangga Baru


1. Prof. Dr. STA (Sutan Takdir Alisyahbana)
2. Armiyn Pane
3. Sanusi Pane
4. Amir Hamzah

Faktor pendorong timbulnya Pujangga Baru


1) Adanya syarat yang berat dari Balai Pustaka
2) Hasrat yang keras dari para pelopor Pujangga Baru untuk menghimpun diri.
3) Pengaruh Angkatan ’80 di Negeri Belanda.

Pengertian Angkatan ‘80


Angkatan ’80 adalah suatu yang muncul tahun 1880 di Negeri Belanda yang dipelopori oleh :
Willem Kloos, Lodewyk Van Deyssel, Federik Van Eeden dan Albert Verwey. Mereka
menerbitkan sebuah majalah yang bernama De Nieuwe Gids (Pandu Baru) pada tahun 1885
untuk menentang kesustraan pendeta dan kesenian sebelumnya, yang bernafas alon – alon serta
dikemudikan oleh pikiran yang berhati – hati. Syair – syairnya bersorak lirik romantik dan
umumnya dalam bentuk soneta. Masih terikat oleh jumlah baris sehingga nama – namanya pun
menurut jumlah barisnya sebait seperti : distichon, terzina, kwartrain, quin, sextet, septima,
oktaf, dan sebagainya. Bentuk – bentuk inilah yang kemudian mempengaruhi pengarang –
pengarang Indonesia seperti STA, Armyin Pane yang kemudian memelopori Angkatan Pujangga
Baru.

Corak / Karakter karangan Angkatan Pujangga Baru :


1) Tema : pertentangan antara Barat dan Timur (Belanda dan Indonesia)
2) Tendens/tujuan : kenasionalan / kebangsaan.
3) Corak : romantis idealistis
4) Isi karangan : hal – hal yang terjadi di masyarakat.
5) Konsepsi : internasionalistis universil.

Para pelopor angkatan ini mempunyai perbedaan pandangan disamping persamaan dalam karya
sastranya.
Perbedaannya :
a. STA : mengagumi / berorientasi pada kebudayaan Barat / Eropa.
b. Armiyn Pane : searah dengan pandangan STA
c. Sanusi Pane : berorientasi ke India dan Indonesia Purba.
d. Amir Hamzah : berpengaruh oleh kebudayaan Islam dan sastra Melayu lama.

Persamaannya :
a. Realistis (memaparkan kenyataan)
b. Romantis (terharu/terpengaruh oleh keindahan)
c. Idealistis (mempunyai ide untuk merombak hal – hal yang dianggapnya kurang baik.

Para Sastrawan Angkatan Pujangga Baru :


1. Prof. Dr. Sutan Takdir Alisyahbana, S.H
2. Armiyn Pane
3. Sanusi Pane
4. Amir Hamzah
5. Rustam Effendi
6. Y. E. Tatenkeng (Yan Engelbert Tatengkeng)
7. Abdul Hadi
8. M. Ali Hasyim
9. Mozasa (Mohamad Zain Saidi)
10. Muhamad Yamin

3. Kesusastraan Masa Jepang


Maret 1942 Jepang menduduki Indonesia.Begitu Jepang menjajah Indonesia, majalah Pujangga
Baru dilarang terbit. Sebagai gantinya Jepang mendirikan kantor kebudayaan yang diberi nama
Keimin Bunka Shidosho. Kantor ini merupakan alat propaganda Jepang untuk memperkuat
posisinya.Setiap karangan yang masuk disensor dengan ketat.Karangan yang diizinkan adalah
karangan yang menguntungkan penjajah Jepang.

Syarat – syarat karangan yang boleh terbit :


1) Tidak membahayakan penjajah Jepang
2) Dapat dijadikan alat propaganda
3) Dapat membangkitkan semangat pengabdian kepada Jepang.

Corak / karakter karangan zaman Jepang :


1) Bentuk dan isi masih bernafas Pujangga Baru.
2) Individualistis.
3) Ekspresionaistis.
4) Simbolis.

Para Sastrawan Angkatan Jepang :


1. Dokter Abu Hanifah
2. Usmar Ismail
3. Rosihan Anwar
4. Amal Hamzah
5. Maria Amin

4. Angkatan ‘45
Riwayatnya :
Sebenarnya setelah masuknya Jepang, Angkatan ’45 telah muncul sebagai akibat penindasan,
janji – janji yang kosong dari penjajah Jepang, hal inilah menimbulkan corak kesusastraan baru.
Setelah Indonesia merdeka, untuk memajukan kebudayaan pada umumnya serta seni dan sastra
pada khususnya maka pada tanggal 19-11-1945 didirikanlah suatu organisasi sastrawan yang
diberi nama : Gelanggang, dengan para anggota :
1) Khairil Anwar
2) Rivai Avin
3) Mkhtar Apin
4) Baharudin
5) M. Akbar Juhana
6) Henk Ngantung

Tujuan organisasi ini adalah untuk menciptakan manusia indonesia yang dapat menyesuaikan
diri atau dapat menghadapi dunia dalam zaman atom (dunia modern). Kemudian organisasi
Gelanggang inilah yang menjelma menjadi Angkatan ’45. Nama ini dicetuskan pertama kali oleh
Rosihan Anwar dalam majalah siasat, 9-1-1949 dengan alasan :
Tahun 1945 merupakan tahun yang tak terlupakan oleh bangsa Indonesia. Tahun ini merupakan
tahun yang mulia dimana kemerdekaan Indonesia tergores dengan tinta emas dalam lembaran
sejarah.
Gagasan ini mendapat tantangan dari sastrawan yang lain dengan argumentasi :
Tahun 1945 dalah tahun yang penuh kekejaman, pertumpahan darah serta peristiwa lain yang
mengerikan.
Namun setelah melalui diskusi yang cukup hangat akhirnya disetujui pula nama ini. Adapun titik
berat perhatian angkatan ini adalah “Kebudayaan Dunia Yang Universil”.Menurut mereka
seniman – seniman itu adalah manusia universil yang muncul dengan corak Indonesia.

Corak Karangan ’45 :


1) Individualistis
2) Ekspresionistis
3) Realistis
4) Humanisme Universil.

Penjelasan :
Individualistis = bersifat menonjolkan individu / perse- orangan / penonjolan pribadi.
Ekspresionistis = mengandung curahan perasaan.
Realistis = bersifat relis / nyata.
Humanisme Universil = kata ini berasal dari kata ‘Humanity’ yang berarti kemanusiaan
maksudnya menolak penindasan dari suatu bangsa terhadap bangsa lain. Dia menginginkan
kebebasan dalam melahirkan isi hati / dalam mencipta.Janganlah seniman itu dijadikan alat
politik.Kemanusian atau kebebasan yang diinginkan bukan hanya untuk orang – orang Indonesia
namun untuk seluruh manusia yang ada di bawah kolong langit ini.Jadi humanisme universil
artinya kemanusiaan yang berlaku bagi seluruh dunia.

Nama – nama lain yang pernah diusulkan untuk nama Angkatan ’45 :
1) Angkatan Kemerdekaan
2) Angkatan Pembebasan
3) Angkatan Perang
4) Angkatan sesudah perang
5) Angkatan sesudah Pujangga Baru
6) Angkatan Khairil Anwar
7) Angkatan Gelanggang.

Pelopor Angkatan ’45 :


1) Khairil Anwar
Beliau pelopor puisi angkatan ’45. Lahir di Medan, 26-7-1922.Pendidikan : MULO di Medan,
kemudian pindah ke Jakarta. Meninggal di Jakarta, 28 April 1949 (dalam usia 27 tahun).
Ciptaannya :
a. Deru Campur Debu (kumpulan sajak, pembangunan 1949)
b. Kerikil Tajam dan Yang Terempas dan Yang Putus (Pustaka Rakyat, 1949)
c. Tiga Menguak Takdir (kumpulan sajak bersama Rivai Apin, Asrul Sani, BP 1950)
d. Pulanglah Si Anak Hilang (terjemahan dari Le Retour de L Enfant Prodigue karya Andre
Gide, PR 1948)
e. Kena Gempur (terjemahan dari sebuah buku karangan John Steinbeck, BP 1951).
2) Idrus (pelopor dalam bidang prosa)

Para pengarang Angkatan ’45 yang lain :


1. Asrul Sani
2. Rivai Apin
3. Akhidiat Karta Miharja
4. Aoh kartahadimaja
5. Pramudya Ananta Tur
6. Sitor Situmorang
7. Ida Nasution
8. ST. Nuraini (Siti Nuraini)
9. Waluyati.
5. Angkatan ‘66
Latar Belakang timbulnya Angkatan ’66 :
Kalau kita telusuri perkembangan kesusastraan masa lalu maka akan tampak bahwa protes –
protes sosial dari para sastrawan sebenarnya jauh sebelum meletusnya Gerakan Tiga Puluh
September (G. 30 S/PKI), telah banyak kita jumpai. Dengan kata lain protes terhadap
kecerobohan politik, penyalahgunaan kekuasaan dan penyelewengan telah lama dilancarkan. Jadi
angkatan ’66 lahir dari pergolakan politik, kegoncangan – kegoncangan, penyelewengan yang
terjadi pada waktu itu.Jadi kehadirannya adalah suatu peristiwa politik. Namun disamping
ukuran politik ia pun mempunyai nilai dalam bidang kesusastraan. Ia anti tirani (kesewenang –
wenangan), ingin menegakkan keadilan dan kebenaran.

Corak Angkatan ’66 :


1) Isinya : protes sosial dan politik
2) Konsepsinya : Pancasila.

Para Sastrawan Angkatan ‘66


1) W.S Rendra (Willibrodus Surendra Rendra)
2) Motinggo Busya
3) Gunawan Muhamad
4) Arifin C. Noor
5) Taufik Ismail
6) S.M. Ardan
7) Nh. Dini
8) Umar Khayam
9) Nugroho Notosusanto
10) Iwan Situmorang
11) Toto Sudarto Bakhtiar
12) Ayip Rosidi
13) Trisnoyuwono
14) Trisno Sumarjo
15) Mokhtar Lubis
16) Gerson Poyk
17) M. Poppy Hutagalung
18) Sapardi Joko Damono
19) Bur Rasuanto
20) Abdal Wahid Situmeang
21) Jamil Suherman
22) Satyagraha Hurip Suprobo
23) Yusach Ananda
24) Hartoyo Andang Jaya

Angkatan Pujangga Baru (Angkatan 30-an)


1. Cirinya adalah
1) Bahasa yang dipakai adalah bahasa Indonesia modern,
2) Temanya tidak hanya tentang adat atau kawin paksa, tetapi mencakup masalah yang
kompleks, seperti emansipasi wanita, kehidupan kaum intelek, dan sebagainya,
3) Bentuk puisinya adalah puisi bebas, mementingkan keindahan bahasa, dan mulai digemari
bentuk baru yang disebut soneta, yaitu puisi dari Italia yang terdiri dari 14 baris,
4) Pengaruh barat terasa sekali, terutama dari Angkatan ’80 Belanda,
5) Aliran yang dianut adalah romantik idealisme, dan
6) Setting yang menonjol adalah masyarakat penjajahan.
2. Bentuk karya sastra angkatan pujangga baru yaitu:
a. Puisi
Ciri-ciri puisi pada angkatan pujangga baru yaitu :
1) Puisinya berbentuk puisi baru, bukan pantun dan syair lagi,
2) Bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun
rima,
3) Persajakan (rima) merupakan salah satu sarana kepuitisan utama,
4) Bahasa kiasan utama ialah perbandingan,
5) Pilihan kata-katanya diwarnai dengan kata-kata yang indah,
6) Hubungan antara kalimat jelas dan hampir tidak ada kata-kata yang ambigu,
7) Mengekspresikan perasaan, pelukisan alam yang indah, dan tentram.
Puisi baru berdasarkan isinya yaitu :
1) Balada adalah puisi berisi kisah/cerita.
2) Himne adalah puisi pujaan untuk tuhan, tanah air, atau pahlawan.
3) Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa.
4) Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup.
5) Romance adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih.
6) Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan.
7) Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik.
b. Prosa
Ciri-ciri puisi pada angkatan pujangga baru yaitu :
1) Berbentuk prosa baru yang bersifat dinamis (senantiasa berubah sesuai dengan perkembangan
masyarakat),
2) Masalah yang diangkat adalah masalah kehidupan masyarakat sehari-hari,
3) Alurnya lurus,
4) Tidak banyak sisipan-sisipan cerita sehingga alurnya menjadi lebih erat,
5) Teknik perwatakannya tidak menggunakan analisis langsung. Deskripsi fisik sudah sedikit,
6) Pusat pengisahannya menggunakan metode orang ketiga,
7) Gaya bahasanya sudah tidak menggunakan perumpamaan, pepatah, dan peribahasa,
Bentuknya roman, cerpen, novel, kisah, drama. Berjejak di dunia yang nyata, berdasarkan
kebenaran dan kenyataan,
9) Terutama dipengaruhi oleh kesusastraan Barat
10) Dipengaruhi siapa pengarangnya karena dinyatakan dengan jelas, dan
11) Tertulis
Prosa baru berdasarkan isinya yaitu :
1) Roman adalah cerita yang mengisahkan pelaku utama dari kecil sampai mati, mengungkap
adat/aspek kehidupan suatu masyarakat secara mendetail/menyeluruh, alur bercabang-cabang,
banyak digresi (pelanturan). Roman terbentuk dari pengembangan atas seluruh segi kehidupan
pelaku dalam cerita tersebut. Contoh: karangan Sutan Takdir Alisjahbana: Kalah dan Manang,
Grota Azzura, Layar Terkembang, dan Dian yang Tak Kunjung Padam
2) Riwayat adalah suatu karangan prosa yang berisi pengalaman-pengalaman hidup pengarang
sendiri (otobiografi) atau bisa juga pengalaman hidup orang sejak kecil hingga dewasa atau
bahkan sampai meninggal dunia. Contoh: Soeharto Anak Desa atau Prof. Dr. B.I Habibie atau Ki
hajar Dewantara.
3) Otobiografi adalah karya yang berisi daftar riwayat diri sendiri.
4) Antologi adalah buku yang berisi kumpulan karya terplih beberapa orang. Contoh Laut Biru
Langit Biru karya Ayip Rosyidi
5) Kisah adalah riwayat perjalanan seseorang yang berarti cerita rentetan kejadian kemudian
mendapat perluasan makna sehingga dapat juga berarti cerita. Contoh: Melawat ke Jabar –
Adinegoro, Catatan di Sumatera – M. Rajab.
6) Cerpen adalah suatu karangan prosa yang berisi sebuah peristiwa kehidupan manusia, pelaku,
tokoh dalam cerita tersebut. Contoh: Tamasya dengan Perahu Bugis karangan Usman. Corat-
coret di Bawah Tanah karangan Idrus.
7) Novel adalah suatu karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian
yang luar biasa dan kehidupan orang-orang. Contoh: Roromendut karangan YB. Mangunwijaya.
Kritik adalah karya yang menguraikan pertimbangan baik-buruk suatu hasil karya dengan
memberi alasan-alasan tentang isi dan bentuk dengan kriteria tertentu yangs ifatnya objektif dan
menghakimi.
9) Resensi adalah pembicaraan/pertimbangan/ulasan suatu karya (buku, film, drama, dll.). Isinya
bersifat memaparkan agar pembaca mengetahui karya tersebut dari ebrbagai aspek seperti tema,
alur, perwatakan, dialog, dll, sering juga disertai dengan penilaian dan saran tentang perlu
tidaknya karya tersebut dibaca atau dinikmati.
10) Esei adalah ulasan/kupasan suatu masalah secara sepintas lalu berdasarkan pandangan
pribadi penulisnya. Isinya bisa berupa hikmah hidup, tanggapan, renungan, ataupun komentar
tentang budaya, seni, fenomena sosial, politik, pementasan drama, film, dll.menurut selera
pribadi penulis sehingga bersifat sangat subjektif atau sangat pribadi.
3. Pengarang dan karya sastra yang terkenal dalam angkatan tersebut adalah :
1) Sutan Takdir Ali Syhabana (roman Layar Terkembang (1948), Tebaran Mega (1963), Dian
Tak Kunjung Padam, Kalah dan Manang, Grota Azzura)
2) Amir Hamzah (kumpulan puisi Nyanyian Sunyi (1954), Buah Rindu (1950), Setanggi Timur
(1939))
3) Armin Pane (novel Belenggu (1654), Jiwa Berjiwa, kumpulan sajak Gamelan Jiwa (1960),
drama Jinak-Jinak Merpati (1950))
4) Sanusi Pane (drama Manusia Baru, Pancaran Cinta (1926), Puspa Mega (1971), Madah
Kelana (1931/1970), Sandhyakala Ning Majapahit (1971), Kertadjaja (1971))
5) M. Yamin (drama Ken Arok dan Ken Dedes (1951), Indonesia Tumpah Darahku (1928),
Kalau Dewi Tara Sudah Berkata, Tanah Air)
6) Rustam Efendi (drama Bebasari (1953), Pertjikan Permenungan (1957))
7) Y.E. Tatengkeng (kumpulan puisi Rindu Dendam (1934)
Hamka (roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck)
4. Pelopor Angkatan Pujangga Baru adalah Sutan Takdir Ali Syahbana, Armjin Pane, dan Amir
Hamzah.
DOA SEORANG SERDADU SEBELUM BERPERANG
Oleh :
W.S. Rendra

Tuhanku,
WajahMu membayang di kota terbakar
dan firmanMu terguris di atas ribuan
kuburan yang dangkal
Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia
Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku
Malam dan wajahku
adalah satu warna
Dosa dan nafasku
adalah satu udara.
Tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-
Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah ?
Sementara kulihat kedua lengaMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku
***

AKU TULIS PAMPLET INI


Oleh :
W.S. Rendra
Aku tulis pamplet ini
karena lembaga pendapat umum
ditutupi jaring labah-labah
Orang-orang bicara dalam kasak-kusuk,
dan ungkapan diri ditekan
menjadi peng - iya - an
Apa yang terpegang hari ini
bisa luput besok pagi
Ketidakpastian merajalela.
Di luar kekuasaan kehidupan menjadi teka-teki
menjadi marabahaya
menjadi isi kebon binatang
Apabila kritik hanya boleh lewat saluran resmi,
maka hidup akan menjadi sayur tanpa garam
Lembaga pendapat umum tidak mengandung pertanyaan.
Tidak mengandung perdebatan
Dan akhirnya menjadi monopoli kekuasaan
Aku tulis pamplet ini
karena pamplet bukan tabu bagi penyair
Aku inginkan merpati pos.
Aku ingin memainkan bendera-bendera semaphore di tanganku
Aku ingin membuat isyarat asap kaum Indian.
Aku tidak melihat alasan
kenapa harus diam tertekan dan termangu.
Aku ingin secara wajar kita bertukar kabar.
Duduk berdebat menyatakan setuju dan tidak setuju.
Kenapa ketakutan menjadi tabir pikiran ?
Kekhawatiran telah mencemarkan kehidupan.
Ketegangan telah mengganti pergaulan pikiran yang merdeka.
Matahari menyinari airmata yang berderai menjadi api.
Rembulan memberi mimpi pada dendam.
Gelombang angin menyingkapkan keluh kesah
yang teronggok bagai sampah
Kegamangan.Kecurigaan.
Ketakutan.
Kelesuan.
Aku tulis pamplet ini
karena kawan dan lawan adalah saudara
Di dalam alam masih ada cahaya.
Matahari yang tenggelam diganti rembulan.
Lalu besok pagi pasti terbit kembali.
Dan di dalam air lumpur kehidupan,
aku melihat bagai terkaca :
ternyata kita, toh, manusia !
Pejambon Jakarta 27 April 1978
Potret Pembangunan dalam Puisi
***
GERILYA
Oleh :
W.S. Rendra

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling di jalan
Angin tergantung
terkecap pahitnya tembakau
bendungan keluh dan bencana
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan
Dengan tujuh lubang pelor
diketuk gerbang langit
dan menyala mentari muda
melepas kesumatnya
Gadis berjalan di subuh merah
dengan sayur-mayur di punggung
melihatnya pertama
Ia beri jeritan manis
dan duka daun wortel
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan
Orang-orang kampung mengenalnya
anak janda berambut ombak
ditimba air bergantang-gantang
disiram atas tubuhnya
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan
Lewat gardu Belanda dengan berani
berlindung warna malam
sendiri masuk kota
ingin ikut ngubur ibunya

GUGUR
Oleh :
W.S. Rendra

Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnya
Ke dada musuh yang merebut kotanya

Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di badannya

Bagai harimau tua


susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
menatap musuh pergi dari kotanya

Sesudah pertempuran yang gemilang itu


lima pemuda mengangkatnya
di antaranya anaknya
Ia menolak
dan tetap merangkak
menuju kota kesayangannya

Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Belumlagi selusin tindak
mautpun menghadangnya.
Ketika anaknya memegang tangannya
ia berkata :
" Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah.
Dan aku pun berasal dari tanah
tanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Kerna kita punya bumi kecintaan.
Bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya.
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.
Bumi kita adalah kehormatan.
Bumi kita adalah juwa dari jiwa.
Ia adalah bumi nenek moyang.
Ia adalah bumi waris yang sekarang.
Ia adalah bumi waris yang akan datang."
Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Kerna api menyala di kota Ambarawa

Orang tua itu kembali berkata :


"Lihatlah, hari telah fajar !
Wahai bumi yang indah,
kita akan berpelukan buat selama-lamanya !
Nanti sekali waktu
seorang cucuku
akan menacapkan bajak
di bumi tempatku berkubur
kemudian akan ditanamnya benih
dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata :
-Alangkah gemburnya tanah di sini!"
Hari pun lengkap malam
ketika menutup matanya

LAGU SEORANG GERILYA


(Untuk puteraku Isaias Sadewa)
Oleh :
W.S. Rendra

Engkau melayang jauh, kekasihku.


Engkau mandi cahaya matahari.
Aku di sini memandangmu,
menyandang senapan, berbendera pusaka.
Di antara pohon-pohon pisang di kampung kita yang berdebu,
engkau berkudung selendang katun di kepalamu.
Engkau menjadi suatu keindahan,
sementara dari jauh
resimen tank penindas terdengar menderu.
Malam bermandi cahaya matahari,
kehijauan menyelimuti medan perang yang membara.
Di dalam hujan tembakan mortir, kekasihku,
engkau menjadi pelangi yang agung dan syahdu
Peluruku habis
dan darah muncrat dari dadaku.
Maka di saat seperti itu
kamu menyanyikan lagu-lagu perjuangan
bersama kakek-kakekku yang telah gugur
di dalam berjuang membela rakyat jelata
****
AKU TULIS PAMPLET INI

AKU TULIS PAMPLET INI


KARENA LEMBAGA PENDAPAT UMUM
DITUTUPI JARING LABAH-LABAH
ORANG-ORANG BICARA DALAM KASAK-KUSUK,
DAN UNGKAPAN DIRI DITEKAN
MENJADI PENG-IYA-AN

APA YANG TERPEGANG HARI INI


BISA LUPUT BESOK PAGI
KETIDAK PASTIAN MERAJALELA
DI LUAR KEKUASAAN KEHIDUPAN MENJADI TEKA-TEKI,
MENJADI MARABAHAYA,
MENJADI ISI KEBON BINATANG

APABILA KRITIK HANYA BOLEH LEWAT SALURAN RESMI


MAKA HIDUP AKAN MENJADI SAYUR TANPA GARAM
LEMBAGA PENDAPAT UMUM TIDAK MENGANDUNG PERTANYAAN
TIDAK MENGANDUNG PERDEBATAN
DAN AKHIRNYA MENJADI MONOPOLI KEKUASAAN

AKU TULIS PAMPLET INI


KARENA PAMPLET BUKAN TABU BAGI PENYAIR
AKU INGINKAN MERPATI POS
AKU INGIN MEMAINKAN BENDERA-BENDERA SEMAPHORE DI TANGANKU
AKU INGIN MEMBUAT ISYARAT ASAP KAUM INDIAN
AKU TIDAK MELIHAT ALASAN

KENAPA HARUS DIAM TERTEKAN DAN TERMANGU


AKU INGIN SECARA WAJAR KITA BERTUKAR KABAR
DUDUK BERDEBAT MENYATAKAN SETUJU ATAU TIDAK SETUJU

KENAPA KETAKUTAN MENJADI TABIR PIKIRAN ?


KEKHAWATIRAN TELAH MENCEMARKAN KEHIDUPAN
KETEGANGAN TELAH MENGGANTI PERGAULAN PIKIRAN YANG MERDEKA

MATAHARI MENYINARI AIRMATA YANG BERDERAI MENJADI API


REMBULAN MEMBERI MIMPI PADA DENDAM
GELOMBANG ANGIN MENYINGKAPKAN KELUH KESAH
YANG TERONGGOK BAGAI SAMPAH
KEGAMANGAN
KECURIGAAN
KETAKUTAN
KELESUAN

AKU TULIS PAMPLET INI


KARENA KAWAN DAN LAWAN ADALAH SAUDARA
DI DALAM ALAM MASIH ADA CAHAYA
MATAHARI YANG TENGGELAM DIGANTI REMBULAN
LALU BESOK PAGI PASTI TERBIT KEMBALI
DAN DI DALAM AIR LUMPUR KEHIDUPAN
AKU MELIHAT BAGAI TERKACA :
TERNYATA KITA, TOH, MANUSIA !

RENDRA
( pejambon - jakarta, 27 april 1978 )
****

Sajak Pertemuan Mahasiswa

matahari terbit pagi ini


mencium bau kencing orok di kaki langit
melihat kali coklat menjalar ke lautan
dan mendengar dengung di dalam hutan

lalu kini ia dua penggalah tingginya


dan ia menjadi saksi kita berkumpul disini
memeriksa keadaan

kita bertanya :
kenapa maksud baik tidak selalu berguna
kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga
orang berkata : "kami ada maksud baik"
dan kita bertanya : "maksud baik untuk siapa ?"

ya !
ada yang jaya, ada yang terhina
ada yang bersenjata, ada yang terluka
ada yang duduk, ada yang diduduki
ada yang berlimpah, ada yang terkuras
dan kita disini bertanya :
"maksud baik saudara untuk siapa ?
saudara berdiri di pihak yang mana ?"

kenapa maksud baik dilakukan


tetapi makin banyak petani kehilangan tanahnya
tanah - tanah di gunung telah dimiliki orang - orang kota
perkebunan yang luas
hanya menguntungkan segolongan kecil saja
alat - alat kemajuan yang diimpor
tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya

tentu, kita bertanya :


"lantas maksud baik saudara untuk siapa ?"
sekarang matahari semakin tinggi
lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala
dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya :
kita ini dididik untuk memihak yang mana ?
ilmu - ilmu diajarkan disini
akan menjadi alat pembebasan
ataukah alat penindasan ?

sebentar lagi matahari akan tenggelam


malam akan tiba
cicak - cicak berbunyi di tembok
dan rembulan berlayar
tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda
akan hidup di dalam mimpi
akan tumbuh di kebon belakang

dan esok hari


matahari akan terbit kembali
sementara hari baru menjelma
pertanyaan - pertanyaan kita menjadi hutan
atau masuk ke sungai
menjadi ombak di samodra

di bawah matahari ini kita bertanya :


ada yang menangis, ada yang mendera
ada yang habis, ada yang mengikis
dan maksud baik kita
berdiri di pihak yang mana !

RENDRA
( jakarta, 1 desember 1977 )
*****

Sajak Sebatang Lisong

menghisap sebatang lisong


melihat Indonesia Raya
mendengar 130 juta rakyat
dan di langit
dua tiga cukung mengangkang
berak di atas kepala mereka

matahari terbit
fajar tiba
dan aku melihat delapan juta kanak - kanak
tanpa pendidikan

aku bertanya
tetapi pertanyaan - pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet
dan papantulis - papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan

delapan juta kanak - kanak


menghadapi satu jalan panjang
tanpa pilihan
tanpa pepohonan
tanpa dangau persinggahan
tanpa ada bayangan ujungnya
..........................

menghisap udara
yang disemprot deodorant
aku melihat sarjana - sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya
aku melihat wanita bunting
antri uang pensiunan

dan di langit
para teknokrat berkata :

bahwa bangsa kita adalah malas


bahwa bangsa mesti dibangun
mesti di up-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimpor

gunung - gunung menjulang


langit pesta warna di dalam senjakala
dan aku melihat
protes - protes yang terpendam
terhimpit di bawah tilam
aku bertanya
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair - penyair salon
yang bersajak tentang anggur dan rembulan
sementara ketidak adilan terjadi disampingnya
dan delapan juta kanak - kanak tanpa pendidikan
termangu - mangu di kaki dewi kesenian

bunga - bunga bangsa tahun depan


berkunang - kunang pandang matanya
di bawah iklan berlampu neon
berjuta - juta harapan ibu dan bapak
menjadi gemalau suara yang kacau
menjadi karang di bawah muka samodra
.................................

kita mesti berhenti membeli rumus - rumus asing


diktat - diktat hanya boleh memberi metode
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan
kita mesti keluar ke jalan raya
keluar ke desa - desa
mencatat sendiri semua gejala
dan menghayati persoalan yang nyata

inilah sajakku
pamplet masa darurat
apakah artinya kesenian
bila terpisah dari derita lingkungan
apakah artinya berpikir
bila terpisah dari masalah kehidupan

RENDRA
( itb bandung - 19 agustus 1978 )
******

Anda mungkin juga menyukai