(Al-Jumu’ah: 2)
Nafsu sendiri itu apa? Dan apa perlu kita tahu nafsu kita itu seperti apa?
Penting untuk mengenali dan tahu apa yang akan kita bersihkan. Sebagaimana kalau kita
mau membersihkan rumah kita. Kita harus tahu yang mau kita bersihkan itu tanah, atau
rumput, atau kaca, atau tembok, atau karpet, atau keramik, atau marmer. Setelah kita tahu
apa yang mau kita bersihkan berikut sifat-sifatnya, kita bisa memilih alat pembersih yang
sesuai.
Apa itu nafsu? Pertama-tama, kita harus tahu bahwa Allah telah mengilhamkan kepada
setiap nafsu manusia: fujur (potensi buruk) dan taqwa (potensi baik).
(QS Asy-Syams: 7-8)
Dua potensi ini ada pada jiwa/nafsu setiap manusia. Tinggal kita masing-masing, mau
menguatkan potensi baiknya ataukah potensi buruknya?
Nah, dari sinilah manusia itu kemudian secara ekstrim bisa dibedakan menjadi dua:
1. Manusia yang bisa mengendalikan nafsunya, sehingga nafsu tunduk kepada dirinya.
(QS An-Naziat: 40-41)
Hadits: “Laa yu’minu ahadukum hataa yakunu hawaahu taba’an lima ji’tu bihi (Tidaklah
beriman seseorang diantara kalian hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa.”
2. Manusia yang dikendalikan dan diperbudak oleh nafsunya, sehingga ia tunduk kepada
nafsu.
(QS Al-Furqan: 43)
Nafsu yang tenang dan tentram dalam iman. Tidak tergoyahkan oleh keragu-raguan dan
syubhat.
Nafsu yang rindu untuk bertemu dengan Tuhannya.
Inilah nafsu yang ketika wafat dikatakan kepadanya:
(Al-Fajr: 27-28)
“Dan aku bersumpah dengan nafs lawwamah (jiwa yang gemar mencela dan menyesali
dirinya sendiri).”
Jika nafs muthmainnah adalah nafsu yang stabil, kokoh, tenang, dan tentram. Maka nafs
lawwamah adalah nafsu yang labil dan goyah, mudah berubah-ubah keadaannya. Kadang
ingat sama Allah, kadang lalai. Kadang suka memaafkan, kadang suka marah-marah. Kadang
sabar, kadang tidak sabar. Kadang taat, kadang bermaksiat.
Dikatakan lawwamah yang secara bahasa artinya ‘suka mencela’, karena nafsu ini ‘suka
mencela diri sendiri’. Ketika melakukan banyak ketaatan, ia tenang. Tetapi ketika melakukan
sedikit ketaatan ia mencela diri sendiri kenapa tidak berbuat lebih banyak. Dan ketika
melakukan keburukan atau kemaksiatan, ia mencela dirinya sendiri karena menyesali
perbuatan buruk atau maksiatnya itu. “Mengapa aku tadi melakukan keburukan ini?”
“Mengapa tadi aku tidak begini atau begitu?”
Barangkali ini adalah nafsu dari kebanyakan kita. Masih labil.
(Yusuf: 53)
Ini adalah nafsu yang buruk dan tercela, karena ammarah bis suu’, senantiasa mengajak
kepada keburukan. Tetapi memang inilah sifat dasar dari nafsu. Jika nafsu tidak kita bina,
tidak kita didik, tidak kita kendalikan, tidak kita bersihkan, maka ia akan senantiasa
mengajak kepada keburukan.
Tetapi jika kita bina, kita didik, kita kendalikan, dan kita bersihkan, maka nafsu kita akan naik
peringkat: ammarah bis suu’ lawwamah muthmainnah.
Dan membina nafsu ini memang tidak mudah, perlu mujahadah (usaha ekstra keras). Tetapi
harus. Jika tidak, selamanya kita tidak akan bisa mengendalikan hawa nafsu kita. Dikatakan:
“Nafsu itu seperti bayi yang menetek pada ibunya. Jika pada waktunya disapih ia tidak
disapih, maka ia akan selamanya menetek pada ibunya.”
5
Nah, setelah kita mengetahui seperti apa nafsu kita, lalu bagaimana
melakukan tazkiyatun nafs?
Untuk melakukan tazkiyatun nafs, yang meliputi takhalliy dan tahalliy itu, kita memerlukan berbagai
macam cara/sarana (wasail) – wasailut tazkiyah.
Ibadah-ibadah kita: sholat, shaum, zakat dan infaq, haji, membaca Al-Qur’an, berdzikir, dsb, semua
itu merupakan wasailut tazkiyah – membersihkan jiwa dan menumbuhkan akhlaq yang terpuji.
Sebagai gambaran singkat bagaimana ibadah-ibadah kita bisa membersihkan jiwa kita, mendidik jiwa
kita, dan menumbuhkan akhlaq yang terpuji.
Sholat – Innash sholata tanha ‘anil fahsya’ wal munkar.
Shaum – menahan nafsu kita.
Zakat dan infaq – membersihkan harta kita, membersihkan jiwa kita dari sifat kikir dan
menunbuhkan sifat dermawan.
Haji – falaa rafatsa walaa jidaala fil hajj.
Demikian juga dengan sarana-sarana yang lain seperti membaca Al-Qur’an, berdzikir, dsb, semuanya
akan membersihkan jiwa dan menumbuhkan akhlaq yang terpuji.