Anda di halaman 1dari 14

Syah SP et al.

2011 |1

MODELING DALAM EPIDEMIOLOGI Setiawan Putra Syah, M.D. Winda Widyastuti, Rendra Gustiar PS Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

I.

Pendahuluan Modeling atau pemodelan merupakan gambaran proses fisik yang di desain

untuk meningkatkan apresiasi dan pemahaman tentang suatu proses. Arti yang lebih spesifek dari Modeling adalah gambaran kejadian matematika kuantitatif yang dibuat untuk meramal atau memprediksi timbulnya suatu kejadian. Modeling digunakan dalam banyak displin ilmu, seperti teknologi, pertanian dan kedokteran. Di dalam epidemiologi, modeling menyediakan sarana yang bermanfaat dalam menyelidiki penyakit dimana percobaan dan pengamatan di lapangan tersebut tidak praktis atau sulit untuk dilakukan. Model dibuat untuk meramalkan pola kejadian penyakit dan mengetahui apa yang akan terjadi jika diterapkan beberapa tindakan kontrol alternatif yang strategis. Model yang akurat dapat digunakan sebagai panduan yang berguna untuk pemilihan teknik kontrol penyakit yang paling efisien serta untuk meningkatkan pemahaman tentang siklus hidup agen infeksius. Dalam pencegahan suatu penyakit menular, modeling/pemodelan terhadap penyebaran penyakit merupakan suatu cara yang sangat penting dalam pencegahan penyakit tersebut. Modeling merupakan suatu persamaan matematik yang dapat memberikan informasi tentang penyakit tersebut. Informasi tersebut dapat berupa laju penyebaran penyakit, sehingga kita dapat mempunyai informasi yang cukup terpercaya tentang kapan penyakit tersebut total menyebar ke seluruh manusia atau hewan dalam suatu populasi. Mekanisme penyebaran penyakit menular dari hewan yang terkena penyakit kepada manusia yang berpeluang terkena penyakit telah dipahami dengan mudah. Penyebaran penyakit menular dapat melalui cara yang sudah sangat kita kenal, seperti: kontak langsung, lewat makanan, jalan pernafasan, sentuhan, dan lain sebagainya. Akan tetapi pada kenyataannya, penyebaran penyakit menular yang dipindahkankan tidak sesederhana yang kita perkirakan, tetapi penyakit yang dipindahkan merupakan sesuatu yang sangat kompleks. Hal ini
Dasar Epidemiologi Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

Syah SP et al. 2011 |2

menyebabkan sangat sulit memahami dinamika penyakit menular dalam skala besar tanpa adanya suatu modeling penyebaran penyakit menular. Pada proses modeling epidemiologi, kita menggunakan sifat mikroskopik untuk memprediksikan sifat makroskopik penyebaran penyakit dalam suatu populasi. Oleh sebab itu, modeling dalam epidemiologi menjadi sangat penting, karena faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit sebenarnya telah kita kenal dan pahami, tetapi faktor-faktor tersebut hanya sebagian saja yang merupakan penyebab penyebaran penyakit. Faktor-faktor lain yang terangkai dalam pola penyebaran penyakit masih menjadi sesuatu yang benar-banar kompleks, sehingga masih sangat sulit untuk dapat langsung memahami pola penyakitnya. Pada makalah ini akan dijelaskan mengenai pemodelan/modeling dalam epidemiologi. II. Tipe-tipe Model Dari masa-kemasa modeling telah berusaha untuk lebih realistis

menggabungkan efek dari teknik kontrol, seperti vaksinasi dan pemberian obatobatan, dalam rangka mengevaluasi strategi alternatif yang tepat untuk

pengendalian penyakit. Dampak dari kendala ekonomi dan implikasinya terhadap kebutuhan, telah dimasukkan sebagai rumusan terbaru untuk modeling. Beberapa orang juga telah menggunakan teknik dengan penggunaan komputer untuk mensimulasikan situasi, meskipun pada kenyataanya hal tersebut tidak selalu diperlukan. Beberapa tipe-tipe umum dari modeling pada epidemiologi untuk pengendalian suatu penyakit adalah sebagai berikut: A. Model Densitas dan Model Prevalensi Veterinary modeling telah diarahkan ke arah penyakit infeksi, meskipun sebenarnya penyakit non-infeksi juga dapat dimodelkan. Agen infeksius terbagi dua grup berdasarkan dinamika generasinya yaitu mikroparasit dan makroparasit. Mikroparasit berkembangbiak di dalam induk semang, termasuk di dalamnya virus, bakteri dan protozoa. Makroparasit adalah termasuk helminth dan arthropoda. Model densitas digunakan pada infeksi makroparasit dimana jumlah agen infeksius dapat diperkirakan baik pada induk semang maupun pada lingkungannya.
Dasar Epidemiologi Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

Syah SP et al. 2011 |3

Mikroparasitik infeksi juga dapat dimodelkan dengan menggunakan model densitas ketika jumlah mikroparasit bisa dihitung, tapi mikroparasit sering dipelajari dengan menggunakan Model Prevalensi. Perhitungan jumlah absolut mikroparasit sangat tidak praktis karena replikasinya yang sangat cepat sehingga tidak bisa dibuat model dengan menggunakan model densitas. Infeksi mikroparasit dipelajari dengan menggunakan model prevalensi yang berdasarkan ada tidaknya infeksi pada induk semang pada masa yang akan datang (cohort), sebagai contoh, muda dan dewasa, peka dan tidak peka. Model densitas secara potensial lebih sempurna dari kedua teknik tersebut karena berusaha untuk menghitung jumlah agen infeksius dengan keadaan dimana host merupakan tantangan. B. Model Deterministik dan Model Stokastik Dalam banyak model, nilai-nilai parameter input dapat diatasi, dan hasil yang diperoleh belum memperhitungkan variasi acak (mis: variabilitas). Deskripsi matematis seperti itu adalah contoh dari model deterministik. Model deterministik atau disebut juga model mekanistik menjelaskan mekanisme proses dalam sistem, walaupun masih banyak bagian yang bersifat empiris. Model deterministik menggunakan nilai-nilai parameter tertentu. Misalnya diketahui dengan jelas jumlah awal hewan peka dan jumlah hewan sakit. Model deterministik bersifat lebih teliti karena proses antara masukan hingga menghasilkan keluaran model digambarkan dalam model secara terinci. Data input dari deterministic berupa nilai tunggal sehingga model menghasilkan output tunggal.. Pada umumnya model ini tidak mudah untuk diaplikasikan karena memerlukan pengamatan lapangan yang rinci sehingga tidak mudah dilakukan secara berkesinambungan di banyak lokasi. Pendekatan model deterministik dirasakan kurang applicable, sebagai bagian dari proses epidemik (wabah) misalnya perlunya contact rate antara hewan peka dan hewan sakit. Sebagai cara alternatif, probabilitas suatu kejadian dapat dibuat model, contohnya, probabilitas hewan untuk dapat menginfeksi hewan lain. Model seperti ini disebut model stokastik, kata yang berasal dari bahasa Yunani, stokastikos, yang artinya, kemampuan untuk menduga atau menebak skillful in aiming at, able to guess . Berbeda dengan model deterministic, data input dari model stokastik merupakan suatu sebaran/frekuensi, dengan input yang sama
Dasar Epidemiologi Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

Syah SP et al. 2011 |4

dengan model deterministic, pada model stokastik dihasilkan beberapa output dengan tingkat peluang yang berbeda. Pendugaan resiko penyakit pada model stokastik digambarkan dengan suatu sebaran probabilitas. Kelebihan dan

kekurangan model detrministik dan stokastik dapat dilihat pada Table 1. Model Stokastik sering memungkinkan probabilitas distribusi dan interval kepercayaan untuk dapat dikaitkan dengan output. Model densitas dan model prevalensi seringkali dapat dirumuskan secara deterministik atau stokastik dengan

menggunakan berbagai pendekatan. Tabel 1. Kelebihan dan Kekurangan Model Deterministik dan Stokastik Model Kelebihan Teliti dan terinci, proses dapat diikuti dengan jelas. Tidak bersifat spesifik lokasi. Tidak memerlukan data yang bersifat random. kekurangan Penyusunan model relatif lebih rumit, harus dapat menggambarkan mekanisme proses input-output seideal mungkin. Aplikasi relatif lebih sulit karena umumnya membutuhkan banyak data masukan dan parameter. Penyusunan relatif mudah, bentuk model relatif sederhana, dan mudah diaplikasikan. Tidak harus mengetahui proses. Dengan input yang sama menghasilkan beberapa output dengan tingkat peluang yang berbeda. C. Model Empiris dan Model Explanasi
Dasar Epidemiologi Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

Deterministik Bentuk model bersifat lebih pasti.

Dengan satu input, model menghasilkan output tunggal.

Stokastik

Model bersifat spesifik lokasi. Kurang rinci, ada black box dalam proses antara masukan dan keluaran. Mensyaratkan sifat random pada data, terutama data input.

Syah SP et al. 2011 |5

Model empiris menggunakan indikator yang diperoleh dari analisis hubungan antara morbiditas dan variabel yang terkait. Variabel tersebut berhubungan dengan cuaca atau iklim. Model empiris tidak harus bentuk matematis karena tidak menganalisis kedinamisan siklus hidup agen penyakit. Contoh : kasus Fascioliasis dan Nematodiriasis, keduanya disebabkan agen penyakit yang bersifat temperature dependent. Fascioliasis, dua faktor meteorologi penting untuk perkembangan parasit adalah adanya air bebas dan temperature di atas 10C, sehingga bisa dihitung monthly index (Mt) untuk memprediksi kejadian penyakit. Nematodiriasis, korelasi antara temperatur tanah, penetasan larva dan perkiraan puncak penetasan telur Nematodiria dapat diperoleh hubungan antara keparahan penyakit aktual secara nasional yang juga berdasarkan tahun kejadian. Model Explanasi, contoh dari model ini adalah morbiditas cacing, penyebaran virus PMK melalui udara, dan kasus penyakit Ostertagiasis berdasarkan model matematika yang diformulasikan dari kedinamisan parasit dan populasi induk semang. Data yang dibutuhkan pada model explanasi lebih banyak dan detail, sebagai contoh pada kasus Ostertagiasis diperlukan: Tingkat kontaminasi larva di padang penggembalaan dengan larva infektif Ostertagia ostertagi yang diramalkan dengan simulasi berdasarkan kejadian cohort dengan telur parasit yang didepositkan pada padang penggembalaan. Proporsi telur stadium larva I, II, dan III berdasarkan temperatur. Infektifitas, fekunditas, perilaku migrasi larva. Penggunaan anthelmintik secara optimum. Perkiraan waktu yang tepat untuk pemindahan ternak ke padang gembalaan yang baru dan bersih sebelum ternak terpapar larva infektif.

III.

Tujuan Dasar Penggunaan Model untuk Kontrol Penyakit secara Aktif Berbagai contoh pemodelan telah digunakan untuk mengeksplorasi dinamika

penyakit dengan tujuan utama untuk mendapatkan pilihan tindakan atau kebiajkan yang tepat dalam usaha pengendalian penyakit. Validitas dari suatu model dibutuhkan secara mutlak terutama berdasarkan pengetahuan ilmiah mengenai ekologi penyakit serta data epidemiologi baik kuantitatif maupun kualitatif terkait suatu penyakit yang diamati. Sebagai contohnya, dalam suatu pemodelan penyakit infeksius yang disebarkan lewat udara, diperlukan informasi yang jelas mengenai ekologi agen penyakitnya, kerentanan induk semang serta data penyebaran dan
Dasar Epidemiologi Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

Syah SP et al. 2011 |6

kejadian penyakit untuk dapat memperkiarakan kecepatan transmisinya. Tingkat pengetahuan dasar akan ekologi suatu penyakit tersebut dapat dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu baik dan buruk sehingga dapat mempermudah untuk membuat kalisifikasi kerangka umum dari suatu model (Tabel 2.) Tabel 2. Penggunaan Model dalan Konteks Pengetahuan Epidemiologi dan Kuantitas serta Kualitas Data Kualitas dan Kuantitas Data Buruk Eksplorasi hipotesis Gambaran sederhana mengenai kejadian masa lalu, dan berhati-hati dalam menggunakannya untuk prediksi masa datang Baik Pengujian hipotesis Gambaran lebih rinci mengenai kejadian masa lalu dan prediksi untuk masa mendatang

Pengetahuan Epidemiologi Buruk Baik

Empat hal utama yang perlu diperhatikan dalam membangun kerangka sebuah model: 1. Pembuatan hipotesis Hipotesa dapat dibuat atau dibangun ketika pengetahuan mengenai epidemiologi penyakit sangat buruk atau kurang dan data yang baik dan lengkap tidak tersedia. Sebagai contoh, suatu kajian kasus-kontrol menggunakan data yang bersifat retrospektif yang tidak dapat divalidasi kemungkinan dapat berguna untuk mengeksplorasi kemungkinan determinan-determinan intrinsik dari penyakit, seperti breed, umur, jenis kelamin. Studi tersebut kemungkinan akan dapat menjadi sebuah kajian yang baik dengan bentuk prospektif dengan diikuti kontrol terhadap kualitas data yang dikumpulkan. Namun demikian, ini merupakan bentuk pemodelan yang tidak umum. Para pembuat model biasanya memulai minimal dengan sebuah formulasi yang dibuat berdasar pada sebuah hipotesis. Sebagai contoh, paradigma pelaksanaan vaksinasi pada kambing didasarkan pada hipotesa bahwa hewan yang rentan akan menurun secara bertahap. jumlah

Dasar Epidemiologi Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

Syah SP et al. 2011 |7

2. Pengujian hipotesis Ketersediaan data yang baik akan memungkinkan untuk dilakukannya pengujian hipotesa dengan cara menganalisa hasil observasi terhadap adanya hubungan asosiasi yang diduga sebelumnya. Studi obervasional yang bersifat prospektif sering menggunakan metode pendekatan ini. 3. Penjelasan awal mengenai kejadian masa lalu Pemahaman mengenai riwayat alamiah penyakit terkadang dapat

dilemahakan atau bertentangan dengan data yang kualitasnya tidak sesuai yang didapatkan pada masa sekarang. Sebagai contoh, model vulpine rabies

digambarkan berkaitan erat dengan karakteristik dari transmisi penyakit tersebut. Meskipun demikian, data akurat berdasarkan frekuensi kontak biasanya tidak tersedia. Jadi, model tersebut hanya mungkin digunakan untuk menjelaskan pola penyakit sebelumnya dengan asumsi mengenai kemungkinan jumlah frekuensi kontak. Penggunan model untuk memprediksi pola penyakit pada masa mendatang akan memerlukan evaluasi dan verifikasi yang kuat karena kurangnya ketersediaan informasi dari parameter-parameter yang diamati di lapangan. 4. Penjelasan lebih rinci mengenai kejadian masa lalu dan prediksi masa datang Ketersediaan data dengan kualitas yang baik serta hubungan dan pemahaman yang baik dengan sistem yang ada akan menentukan representasi keadaan atau kejadian sebelumnya secara kuantitatif, dan memungkinkan untuk dibuat suatu prediksi untuk masa mendatang. Perbedaan teori, hipotesis dan fakta di mana dia dalam sebuah model sangat mutlak untuk perlu dibedakan akan memunculkan kekuatan bukti dan kriteria-kriteria yang kita harapkan, sehingga akan merubah paradigma teori menjadi sebuah fakta.

Dasar Epidemiologi Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

Syah SP et al. 2011 |8

IV.

Pembuatan Sebuah Model Didalam membuat sebuah model diperlukan beberapa tahapan sesuai

dengan Gambar 1. berikut :

Definisi sistem dan tujuan dari pembuatan model

Analisis data dan pengetahuan atau informasi yang sesuai atau relevan dengan model

Formulasi model

Verifikasi

Analisa sensitifitas

Validasi

Penggunaan model untuk mendukung suatu tindakan atau kebijakan

Gambar 1. Bagan alir tahapan dalam pembuatan model Pertama, tujuan dari sebuah model harus didefinisikan secara jelas. Contohnya, model untuk penyebaran penyakit Aujeszkys melalui udara mempunyai tujuan untuk memprediksi peternakan-peternakan yang kemungkinan akan terekspos penyakit tersebut melaui infeksi bulu.

Dasar Epidemiologi Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

Syah SP et al. 2011 |9

Kedua, data rinci dan pengetahuan akan riwayat alamiah penyakit harus dimasukkan sebagai parameter di dalam model. Sebagai contoh, pada penyakit Aujezkys, parameter keadaan cuaca yang menggambarkan perbedaan masa atau lamanya penyebaran virus, jumlah atau level virus yang diekskresikan dari seekor hewan induk semang yaitu babi, sangat diperlukan untuk dimasukkan sebagai parameter untuk penyebaran Aujeszkys. Dengan semua data parameter tersebut memungkinkan dibangun suatu bentuk kerangka model yang akan menentukan keterkaitan berbagai parameter tersebut. Dalam tahap ini, diperlukan juga diskusi intensif antara pembuat model dan para ahli terkait hal spesifik dari penyakit yang diamati, misalnya dengan ahli mikrobiologi, dokter hewan lapang dan ahli epidemiologi. Ketiga, model mulai diformulasikan. Formulasi model ini dapat menggunakan berbagai tipe model yang sudah dibahas pada bagian sebelumnya di dalam makalah ini. Keempat, model diverifikasi dengan melakukan beberapa langkah pengecekan untuk mengkonfirmasi dan memastikan bahwa tipe keluaran yang dihasilkan adalah sesuai dengan yang diharapkan dari model yang dibuat tersebut. Kelima, dilakukan analisa sensitifitas. Tahapan ini sangat penting jika model sangat sensitif terhadap input data yang kualitasnya agak meragukan sehingga memungkinkan terjadi prediksi yang salah. Selain iti analisa sensitifitas juga bermanfaat untuk menentukan stabilitas model dalam kaitannya dengan berbagai input parameter yang beragam. Keenam, model perlu untuk divalidasi. Pada tahap ini jawaban terhadap empat pertanyaan pokok di bawah ini akan membantu kita menetapkan stabilitas suatu model: 1. Apakah semua determinan yang diketahui akan berpengaruh terhadap kejadian penyakit telah dimasukkan? 2. Dapatkah nilai dari determinan-determinan tersebut dapat diperkirakan dengan akurat? 3. Apakah model dapat menggambarkan suatu alur pemikiran yang masuk akal?

Dasar Epidemiologi Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

S y a h S P e t a l . 2 0 1 1 | 10

4. Apakah model dapat bekerja/berjalan dalam bentuk matematis yang masuk akal dan dapat diapahami? (termasuk apakah model tersebut sensitif untuk variable-variable biologis yang relevan/terkait?) Dengan demikian, maka validasi terhadap model harus ditetapkan jika model dapat bekerja atau berjalan sesuai dengan alur sisitem biologis yang sudah direncanakan. Maka untuk mencapai hal tersebut dua kondisi harus dapat dipertemukan (Spedding 1988): 1. Model dinilai dengan menggunakan data yang tidak digunakan dalam konstruksi atau formulasi tersebut. 2. Presisi dari model dispesifikasikan kemudian sehingga tidak ada

kemungkinan variabilitas yang besar dalam sistem tersebut. Kondisi pertama tersebut mungkin agak sulit untuk dicapai terutama jika memang ada kesenjangan data, misalnya ketika memodelkan suatu kejadian epidemi yang jarang. Kondisi tersebut juga akan terbatas daya ujinya. Kondisi

kedua dapat dipenuhi dengan formula stokastik dimana menyediakan selang kepercayaan bagi keluaran yang diharapkan dengan dengan ukuran tingkat kesalahan tertentu. Validitas model pada akhirnya dapat dinilai berdasarkan kegunaan model tersebut. Gambaran utamanya adalah apakah suatu keputusan yang dibuat dengan model tersebut lebih baik dari pada tanpa menggunakan model. Jika suatu model dianggap telah memadai, maka model tersebut dapat digunakan untuk membantu menetapkan suatu keputusan atau kebijakan, atau menjadi bagian dari suatu sistem kebijakan tindakan yang lebih besar atau kompleks. Strategi pembuatan suatu model ditujukan untuk menilai isu-isu utama dengan berdasarkan pada prinsip: keumuman/alur pemikiran yang wajar,

kesederhanaan, ketelitian/ketepatan, dapat diperbantahkan dan dapat diuji. Semakin tinggi sebuah model dapat memenuhi kriteria-kriteria tersebut, maka model tersebut semakin diakui dan dapat diterapkan dalam lingkup yang lebih luas.

Dasar Epidemiologi Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

S y a h S P e t a l . 2 0 1 1 | 11

V.

Contoh Modeling Pengendalian Virus Rabies pada Rubah Rubah adalah host rabies di Amerika Utara dan Eropa, dan merupakan

hambatan serius untuk mengendalikan penyakit. Infeksi mulai terjadi pada rubah di Polandia menjelang akhir perang dunia kedua. Epidemi menyebar perlahan ke arah barat dengan kecepatan sekitar 30 km/tahun. Metode kontrol standar adalah slaughter pada rubah, tapi hasilnya mengecewakan. Sebuah model matematika (Macdonald dan Bacon 1980) telah disarankan sebagai kontrol pengendalian penyakit selain dengan slaugter pada rubah, sehingga pengendalian rabies akan lebih sukses. Model ini memiliki dua komponen yaitu: 1. Prediksi perjalanan penyakit pada populasi rubah; 2. Evaluasi kebijakan kontrol yang berbeda. Model penyakit pada populasi rubah membuat asumsi yang masuk akal tentang host dan parasit. Rubah berkembang biak setahun sekali di musim gugur, dan kematian rubah tertinggi yaitu pada musim dingin, hal ini mengakibatkan fluktuasi tahunan dalam jumlah rubah. Virus ini memiliki masa inkubasi yang panjang dan karena itu dapat bertahan hidup pada host yang kepadatannya tinggi, selalu berubah dan rendah. Dalam keadaan tersebut virus bisa eksis untuk waktu yang lama pada individu. Jika rabies memasuki populasi rubah, masa depan host dan parasit akan terpengaruh dengan jumlah rubah sehat yang terinfeksi oleh rubah yang rabies; dinyatakan sebagai rasio, hal ini disebut contact rate. Jika penyakit ini dimodelkan untuk berbagai contact rate, terdapat prediksi hasil yang berbeda. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 2a. Garis sebelah atas dari grafik mewakili populasi rubah total, garis pada bagian bawahnya yaitu rubah yang sehat, dan daerah yang diarsir adalah jumlah rubah yang terkena rabies. Garis horisontal merepresentasikan jumlah rubah tersebut secara teoritis, dapat ditularkan dari habitat. Contact rate 0,5 (satu rubah rabies menginfeksi setengah rubah sehat). Menurut teori Threshold Kendall tidak cukup memungkinkan infeksi untuk menjadi bukti sebagai dukungan dari model ini. Tingginya contact rate mengakibatkan fluktuasi pada populasi rubah

dan pada sejumlah rubah rabies. Contact rate 1,4 memungkinkan penyakit untuk bertahan dan berosilasi setiap tahunnya. Contact rate 1,9 menghasilkan epidemi
Dasar Epidemiologi Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

S y a h S P e t a l . 2 0 1 1 | 12

setiap 4 tahun yang cukup parah untuk mengurangi populasi ke tingkat yang tidak mendukung infeksi. Infeksi menjadi epidemi kembali ketika populasi rubah kembali pulih. Survei lapangan telah menunjukkan bahwa periodisitas tersebut ditunjukkan dalam rubah Eropa. Contact rate yang lebih tinggi akan menyebabkan kepunahan dari populasi rubah.

Gambar 2. (a) Merlewood model rabies pada rubah, (b) Merlewood model strategi pengendalian alternatif untuk mengendalikan rabies pada rubah. Pada setiap grafik, tingkat awal dari populasi rubah adalah sama. (Dari Macdonald dan Bacon 1980.)
Dasar Epidemiologi Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

S y a h S P e t a l . 2 0 1 1 | 13

Komponen kedua dari model mempertimbangkan tiga teknik kontrol (Gambar 2b): 1. Slaughter 2. sterilisasi sementara; 3. umpan vaksinasi rubah. Model ini menunjukkan cara yang lebih efisien dan secara ekologis dapat diterima dalam mengendalikan rabies rubah daripada slaughter. Jenis vaksinasi oral yang digunakan dengan sukses di Eropa (Milller 1991; Pastoret dan Brochier 1998) di mana dapat dilengkapi dengan kontrol populasi rubah (Aubert 1994). Vaksinasi oral juga sedang diterapkan untuk sylvatic host lainnya di Amerika Utara. Kritik model sederhana berdasarkan perhitungan diferensial adalah asumsi umum bahwa parameter tetap konstan selama periode operasi, misalnya; bahwa tingkat kelangsungan hidup organisme infektif tidak berubah selama satu musim, sedangkan dalam kenyataannya, variasi iklim dapat mengubah tingkat hidup dari hari ke hari. Beberapa model memiliki parameter yang tergantung pada waktu, tetapi hal ini dapat menyebabkan suatu model dimana sebuah solusi tidak dapat diperoleh atau menghasilkan operasi model yang janggal. Sebuah ciri utama dari model tersebut adalah model tersebut dapat memungkinkan perilaku jangka panjang dari populasi parasit untuk dapat dikaji. Tiap-tiap populasi mungkin akan punah, atau meningkat tanpa batas, atau mencapai keadaan stabil. Hal ini sering kali atau tidak menyebabkan terdapatnya suatu keadaan stabil dan sifat kondisi stabil yang baik. Meskipun untuk kebanyakan penyakit hewan produksi perkembangan awal dapat menjadi sangat penting jika kerugian ekonomi harus diminimalkan.

VI.

Kesimpulan Modeling/pemodelan merupakan suatu metode yang dibuat untuk

meramalkan pola kejadian penyakit dan mengetahui apa yang akan terjadi jika diterapkan beberapa tindakan kontrol alternatif yang strategis sehingga diperoleh pilihan tindakan atau kebijakan yang tepat dalam usaha pengendalian penyakit. Model tidak dapat berdiri sendiri dalam menentukan suatu startegi kontrol untuk pengendalian penyakit yang efisien, namun harus digunakan dengan dukungan
Dasar Epidemiologi Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

S y a h S P e t a l . 2 0 1 1 | 14

ketersediaan data lapangan yang akurat maupun data eksperimental yang diturunkan berdasarkan pengetahuan riwayat ilmiah suatu kejadian penyakit. VII. Daftar Pustaka

Thrusfield M. 2005. Veterinary Epidemiology. Third Edition. UK: Blackwell Publishing. Hal: 340-356.

Dasar Epidemiologi Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

Anda mungkin juga menyukai