Anda di halaman 1dari 231

Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,


TAhun 2007 ini merupakan tahun ketiga dalam pemerintahan di
bawah kepemimpinan saya. Sebagaimana dua tahun sebelumnya, tekad
kita untuk mempercepat tercapainya kesejahteraan rakyat, dengan jalan
memantapkan fokus pelaksanaan pembangunan di segala bidang, terus
kita konsolidasikan. Karena itu, sebagaimana pada tahun 2006 yang lalu,
tahun 2007 ini pun, Pemerintah kembali menyusun dan menerbitkan
Buku Pegangan tentang Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pem
bangunan Daerah. Mengingat pembangunan daerah merupakan
bagian integral dari pembangunan nasional, maka Pemerintah terus
memberikan perhatian yang sungguhsungguh terhadap kelangsungan
dan keberhasilan pembangunan di daerah. Perspektif inilah yang
mendasari penyusunan buku ini, dan diformulasikan ke dalam tema
Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sinergi Kebijakan Investasi Pusat
dan Daerah.
Pemerintah Daerah memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai penyelenggara
pemerintahan, sekaligus sebagai penyelenggara utama pembangunan
di daerah. Sebagai penyelenggara pemerintahan di daerah, Pemerintah
Daerah berperan menata kehidupan masyarakat dalam kerangka
regulasi. Sedangkan sebagai penyelenggara utama pembangunan
di daerah, Pemerintah Daerah berperan sebagai pelaksana dan
penanggung jawab utama atas keseluruhan proses pembangunan yang
dilaksanakan di daerah, yaitu dalam kerangka investasi, penyediaan
barang dan pelayanan publik. Semua ini harus dilakukan secara benar,
sehingga tujuan desentralisasi yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat,
pemerataan, keadilan dan akuntabilitas pemerintahan, dapat dicapai
secara terukur.

Kata Sambutan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Dalam upaya menciptakan pertumbuhan ekonomi di daerah yang
lebih berkualitas dan berkelanjutan, perekonomian daerah perlu
didukung dengan investasi di sektorsektor produktif dan jasa. Saat
ini, kita merasakan betapa pentingnya peranan investasi swasta,
mengingat keterbatasan kapasitas fskal pemerintah (Pusat, Provinsi,
Kabupaten/Kota). Keterbatasan ini akan semakin menyulitkan kita
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah, bila pertumbuhan
ekonomi di daerah pun mengandalkan konsumsi masyarakat. Saya
akui, tidak ada jurus kunci dan jalan mulus untuk memecahkan semua
itu, tetapi saya percaya bila Pemerintah Daerah bersungguhsungguh
bekerja dengan baik, maka pertumbuhan ekonomi yang dirangsang
oleh investasi swasta akan terus mekar, dan pada akhirnya akan
menyejahterakan rakyat di daerah.
Kita semua telah mengetahui bahwa investasi dapat menjadi pendorong
roda perekonomian daerah dan meningkatkan kesejahteraan, tatkala
semua pihak mendapat manfaat (gain) maksimal dari aktivitas tersebut.
Dalam situasi ini, pengusaha mendapat keuntungan yang memadai
untuk melakukan penambahan modal, meningkatkan produktiftas,
meningkatkan kesejahteraan pekerja, dan melakukan ekspansi usaha.
Bagi tenaga kerja, dorongan kegiatan ekonomi melalui investasi dan
perdagangan dapat mengurangi pengangguran. Kita pun sudah sangat
paham iklim investasi di daerah belum tercipta sebagaimana diharapkan.
Daya saing antardaerah di bidang ini juga masih sangat timpang. Ada
daerah yang memiliki daya saing tinggi, berbanding terbalik dengan
daerah lain, yang daya saingnya sangat rendah.
Kendalakendala yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah memang
beragam. namun sejauh yang telah diketahui, kendalakendala yang
dirasakan pada saat ini, berakar pada kekeliruan pikiran dan nilai dasar
(mindset) mengenai hakikat otonomi. Akibatnya tidak sedikit daerah
yang seolaholah berlomba menciptakan regulasi, yang substansinya
menimbulkan beban biaya ganda bagi dunia usaha, dan pada akhirnya
berakibat terjadinya ekonomi biaya tinggi. hal ini tidak dapat kita
biarkan terusmenerus mewarnai penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan di daerah.

Pemerintah Daerah perlu mengambil langkahlangkah kreatif


dan inovatif dalam menciptakan iklim yang kondusif, terutama
pemerintahan, dan lingkungan ekonomi. Bila hal ini dapat dilakukan
oleh semua Pemerintah Daerah, maka akan tercipta lingkungan ekonomi
yang kompetitif. Setiap wilayah atau daerah akan memiliki keunggulan
tertentu yang dapat merangsang para pengusaha untuk berinvestasi.
Dalam hubungan itu, pemerintahan yang memiliki wilayah dengan
keunggulan yang relatif sama, bahkan berbeda sekalipun perlu menjalin
kerjasama yang bersifat produktif dalam menciptakan lingkungan
ekonomi yang berdaya saing.
Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah,
merupakan dua sisi kegiatan yang saling berhubungan satu sama
lain. Performa pembangunan di daerah, sesungguhnya merupakan
cerminan atas performa penyelenggaraan pemerintahan, begitu
sebaliknya. Karena itu, ke depan kita perlu melakukan langkahlangkah
konsolidasi terhadap cara berpikir seperti ini dalam menyelenggarakan
pemerintahan dan pembangunan di daerah. Tujuannya adalah agar
kita tidak salah kaprah dalam mewujudkan visi pembangunan dalam
kerangka otonomi daerah.
upaya menciptakan tata kepemerintahan yang baik, walaupun telah
menghasilkan kemajuan di beberapa daerah, namun kita harus
mengakui sejujurjurnya bahwa di daerah lain hal ini belum sepenuhnya
dapat diwujudkannya. Sekarang saatnya kita melakukan percepatan
untuk merealisasikan hal itu. Konsep ini memerlukan kecerdasan
tertentu, baik pada tataran memahami maupun melaksanakannya.
Sebagai sebuah konsep, tata kepemerintahan yang baik merupakan
suatu konsepsi tentang penyelenggaraan pemerintahan yang bersih,
demokratis dan efektif. Di dalamnya mengatur pola hubungan yang
sinergis dan konstruktif antara pemerintah, dunia usaha swasta dan
masyarakat.
Mewujudkan tata kepemerintahan yang baik membutuhkan komitmen
kuat, tekad untuk berubah menjadi lebih baik dan sikap konsisten. hal ini
memang tidak mudah, karena diperlukan pembelajaran, pemahaman,
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
v
serta implementasi nilainilai atau prinsipprinsipnya secara utuh.
namun, betapapun sulitnya, kita tidak memiliki pilihan lain, kecuali
harus melaksanakannya. Transparansi, partisipasi, penegakan hukum
dan akuntabilitas, merupakan empat prinsip utama dalam konsep
ini. Prinsipprinsip ini perlu dikembangkan dan dielaborasi menjadi
prinsipprinsip turunan yang bersifat implementatif dalam tugas pokok
setiap organisasi.
Akhirnya, secara khusus saya ucapkan terima kasih kepada Menteri
negara Perencanaan Pembangunan nasional/Kepala Bappenas yang
telah mengordinasikan penyusunan Buku Pegangan Tahun 2007 ini
bersama jajaran Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,
Departemen Keuangan dan Departemen Dalam negeri.
Saya instruksikan kepada seluruh anggota Kabinet Indonesia Bersatu
beserta jajarannya, serta kepada para Kepala Daerah, baik provinsi,
kabupaten dan kota untuk menggunakan Buku Pegangan Tahun 2007
ini sebaikbaiknya dalam rangka pelaksanaan tugastugas pemerintahan
dan pembangunan di daerah. Di atas segalagalanya hal ini dimaksudkan
untuk kesejahteraan rakyat kita, dan demi peningkatan harkat dan
martabat mereka.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi upaya kita dalam membangun
bangsa dan negara Indonesia yang kita cintai ini.
Sekian dan Selamat bekerja.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 17 April 2007
PRESIDEn REPuBLIK InDOnESIA,

DR. h. SuSILO BAMBAnG YuDhOYOnO
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Daftar Isi

KATA SAMBUTAN .................................................................................................... i


DAFTAR TABEL .......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... x
DAFTAR SINGKATAN .............................................................................................. xi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG ...................................................................................... I - 2
1.2 FUNGSI PEMERINTAH DAERAH .............................................................. I - 6
1.3 MAKSUD DAN TUJUAN ............................................................................. I - 7
1.4 SISTEMATIKA PEMBAHASAN ................................................................... I - 8
BAB II
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
2.1 REVITALISASI PELAKSANAAN DESENTRALISASI DAN
OTONOMI DAERAH..................................................................................... II - 2
2.1.1 Review Pelaksanaan Grand Strategy Implementasi
Otonomi Daerah ............................................................................... II - 3
(1) Penataan Urusan Pemerintah ...................................................... II - 3
(2) Penataan Kelembagaan Pemerintah Daerah ........................ II - 5
(3) Penataan Kepegawaian Daerah .................................................. II - 6
(4) Revitalisasi Peran Lembaga Perwakilan Daerah ................... II - 6
(5) Penataan Pengelolaan Keuangan Daerah .............................. II - 7
(6) Peningkatan Pelayanan Publik ..................................................... II - 8
(7) Pembinaan dan Pengawasan ....................................................... II - 9
2.1.2 Penataan Daerah Otonom Baru .................................................. II - 10
2.2 STATUS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAN
PEMBANGUNAN DAERAH (KONDISI TERKINI) .................................. II - 11
2.3 RENCANA AKSI NASIONAL DESENTRALISASI FISKAL (RANDF) ... II - 17
2.4 KERJASAMA ANTAR DAERAH .................................................................. II - 19
2.5 ISU-ISU STRATEGIS ...................................................................................... II - 21
Daftar Isi
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
i
(1) Tata Kepemerintahan yang Baik .................................................. II - 21
(2) Standar Pelayanan Minimum (SPM) ........................................... II - 23
(3) Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan ... II - 24
(4) Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ................ II - 24
(5) Pengembangan Kapasitas ............................................................. II - 25
2.6. KELEMBAGAAN TERKAIT PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN
DAERAH DAN PERBAIKAN IKLIM INVESTASI DI DAERAH .............. II - 26
(1) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ................................................ II - 26
(2) Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) .................. II - 28
(3) Asosiasi Pemerintah Daerah ......................................................... II - 29
(4) Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ....................... II - 29
BAB III
PEMBANGUNAN DAERAH, PENINGKATAN INVESTASI,
DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN
3.1. PEMBANGUNAN DAERAH ........................................................................ III - 2
3.2. PERANAN INVESTASI BAGI PEMBANGUNAN DAERAH ................... III - 6
(1) Keragaan Investasi di Daerah ....................................................... III - 8
(2) Kendala dan Tantangan Investasi di Daerah ........................... III - 11
(3) Daya Tarik Investasi Daerah ........................................................... III - 15
(4) Daya Saing Daerah ........................................................................... III - 17
3.3. KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH YANG BERPENGARUH
TERHADAP INVESTASI ................................................................................ III - 24
(1) Kerangka Regulasi ............................................................................ III - 25
(2) Kerangka Anggaran ......................................................................... III - 27
(3) Peningkatan Kualitas Pelayanan ................................................. III - 29
(4) Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM) dan Koperasi ...................................................................... III - 31
(5) Pengembangan Klaster .................................................................. III - 33
BAB IV
SINKRONISASI PUSAT DAN DAERAH DALAM
PERBAIKAN IKLIM INVESTASI
4.1. PAKET KEBIJAKAN PERBAIKAN IKLIM INVESTASI .............................. IV - 2
(1) Bidang Umum .................................................................................... IV - 3
(2) Bidang Kepabeanan dan Cukai .................................................... IV - 6
Daftar Isi
ii
(3) Bidang Perpajakan............................................................................ IV - 7
(4) Bidang Ketenagakerjaan ................................................................ IV - 13
(5) Bidang Pemberdayaan UKMK ...................................................... IV - 14
4.2. PAKET KEBIJAKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR ......................................................................................... IV - 15
(1) Sektor Perhubungan ........................................................................ IV - 18
(2) Sektor Energi ...................................................................................... IV - 22
(3) Sektor Telekomunikasi .................................................................... IV - 25
(4) Sektor Air Minum ............................................................................. IV - 29
(5) Kemajuan Pelaksanaan Paket Kebijakan Percepatan
Pembangunan Infrastruktur ......................................................... IV - 31
4.3. PAKET KEBIJAKAN SEKTOR KEUANGAN .............................................. IV - 33
(1) Stabilitas Sistem Keuangan ........................................................... IV - 34
(2) Lembaga Keuangan Perbankan dan Non Bank ..................... IV - 34
(3) Pasar Modal ......................................................................................... IV - 35
4.4. KEBIJAKAN PERTANAHAN ........................................................................ IV - 40
4.5. PEMANTAPAN KEAMANAN, KETERTIBAN, DAN
STABILITAS POLITIK ..................................................................................... IV - 49
4.6. PENGEMBANGAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS ........................... IV - 51
(1) Kriteria Penetapan Lokasi Kawasan Ekonomi Khusus
di Indonesia ....................................................................................... IV - 53
(2) Kelembagaan Kawasan Ekonomi Khusus ................................ IV - 54
BAB V
RENCANA KERJA PEMERINTAH DAN KEBIJAKAN
ANGGARAN 2007
5.1. TEMA DAN PRIORITAS RKP TAHUN 2007 ............................................ V - 2
5.2 SASARAN-SASARAN RKP TAHUN 2007 ................................................ V - 3
5.3 PRIORITAS ANGGARAN 2007 .................................................................. V - 8
5.3.1 Arah Kebijakan Fiskal, Asumsi Ekonomi Makro
dan Postur APBN ............................................................................... V - 8
(1) Arah Kebijakan Fiskal ....................................................................... V - 8
(2) Asumsi Ekonomi Makro .................................................................. V - 10
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
iii
(3) Postur APBN ........................................................................................ V - 11
5.3.2 Belanja Negara ................................................................................... V - 13
(1) Belanja Pemerintah Pusat .............................................................. V - 13
(2) Belanja Daerah ................................................................................... V - 13
LAMPIRAN
1 Perkembangan Realisasi Investasi (Izin Usaha Tetap) PMDN
Menurut Lokasi, 2001-September 2006 ............................................ L - 2
Perkembangan Realisasi Investasi (Izin Usaha Tetap) PMA
Menurut Lokasi, 2001-September 2006 ............................................. L - 3
2 Indikator Utama dan Variabel Penentu Daya Saing Daerah ........ L - 4
3 Rekapitulasi Alokasi Anggaran Tahun 2007
Menurut Lokasi (Provinsi) dan Kementerian / Lembaga .............. L - 10
4 Penetapan Alokasi Dana Bagi Hasil Sumberdaya Alam
Pertambangan Umum Tahun Anggaran 2007
untuk Kabupaten/kota se-Indonesia .................................................. L - 18
5 Rincian Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi
dan Kabupaten/Kota Tahun 2007 ......................................................... L - 31
6 Dana Penyesuaian DAU Tahun 2007 .................................................... L - 46
7 Penetapan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun
Anggaran 2007 untuk Kabupaten/kota se-Indonesia .................. L - 47
8 Dana Penyesuaian Infrastruktur Jalan dan Lainnya
Tahun 2007 ................................................................................................... L - 56
9 Posisi Penghimpunan Dana Bank Umum Menurut
Lokasi Dati.I .................................................................................................. L - 63
10 Perkembangan Infasi 45 Kota ............................................................... L - 64
11 Perkembangan Jumlah BPR Nasional ................................................. L - 66
12 Perkembangan Jumlah Kantor Bank Syariah ................................... L - 67
13 Posisi Kredit Bank Umum Menurut Lokasi Proyek Dati.I .............. L - 68
ix
Daftar Tabel
Tabel 2.1 Perkembangan Penyusunan Peraturan Pelaksana
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 ....................................... II - 12
Tabel 2.2 Perkembangan Penyusunan Peraturan Pelaksana
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 ....................................... II - 16
Tabel 2.3 Perkembangan Penyusunan Peraturan Pelaksana
Undang-Undang No. 25 tahun 2004 ....................................... II - 17
Tabel 3.1 Distribusi Investasi di Indonesia menurut
Provinsi Tahun 2005 (dalam %) .................................................. III - 9
Tabel 3.2 Kontribusi Investasi terhadap PDRB menurut
Provinsi di Indonesia Tahun 2005 (dalam %) ........................ III - 10
Tabel 3.3 Perbandingan Kemudahan Memulai Usaha Negara-
Negara di Kawasan Asia Tenggara, China, dan India ......... III - 14
Tabel 3.4 Indikator dan Sub Indikator Penentu
Daya Saing Daerah ......................................................................... III - 22
Tabel 3.5 Komposisi Skala Usaha Menurut Wilayah .............................. III - 32
Tabel 4.1 Rekapitulasi Jumlah Tindakan Paket Kebijakan
Perbaikan Iklim Investasi .............................................................. IV - 3
Tabel 4.2 Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentu ....................... IV - 9
Tabel 4.3 Rekapitulasi Jumlah Keluaran Paket Kebijakan
Percepatan Pembangunan Infrastruktur Tahun 2006 ....... IV - 16
Tabel 4.4 Rekapitulasi Jumlah Kebijakan, Program dan
Tindakan Paket Kebijakan Sektor Keuangan ........................ IV - 34
Tabel 4.5 Perkembangan Jumlah Bank Umum ....................................... IV - 37
Tabel 4.6 Matriks Perbandingan Perpres Nomor 36/2005 dan
Perpres Nomor 65/2006 ............................................................... IV - 42
Tabel 5.1 Asumsi Ekonomi Makro ................................................................ V - 11
Tabel 5.2 APBN-P 2006 dan APBN 2007 dalam triliun rupiah ............ V - 12
Tabel 5.3 Alokasi Dana Alokasi Khusus ...................................................... V - 16
Daftar Tabel
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
x
Daftar Gambar
Gambar 1.1 Pelaku Pembangunan ............................................................ I - 7
Gambar 2.1 Pola Interaksi Tiga Pilar Good Governance ....................... II - 22
Gambar 3.1 Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah,
Pembangunan Daerah, dan Pembangunan
Nasional ....................................................................................... III - 4
Gambar 3.2 Hubungan Kinerja Pembangunan Daerah dan
Kinerja Pembangunan Nasional ......................................... III - 5
Gambar 3.3 Daya Tarik Investasi Daerah Berdasarkan
Persepsi Dunia Usaha ............................................................. III - 16
Gambar 3.4 Kerangka Kebijakan Investasi Daerah ............................... III - 26
Gambar 4.1 Kawasan Ekonomi Khusus di Guangzhou, Cina ............ IV - 52
xi
Daftar Singkatan
A
AMDAL : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
APBD : Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
APBN : Anggaran Pendapatan Belanja Negara
APEKSI : Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia
API : Arsitektur Perbankan Indonesia
APKASI : Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia
APPSI : Asosiasi Pemerintah Propinsi Seluruh Indonesia
APS : Angka Partisipasi Sekolah
B
BAPPENAS : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BBN-KB : Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
BKPM : Badan Koordinasi Penanaman Modal
BLK : Balai Latihan Kerja
BPK : Badan Pemeriksa Keuangan
BPN : Badan Pertanahan Nasional
BTB : Bantuan Tunai Bersyarat
BUMD : Badan Usaha Milik Daerah
C
CIP : Competitiveness Industrial Performance
D
DAK : Dana Alokasi Khusus
DAU : Dana Alokasi Umum
DBH : Dana Bagi Hasil
Depdagri : Departemen Dalam Negeri
DME : Dimethyl Ether
DP : Dana Penyesuaian
DPD : Dewan Perwakilan Daerah
DPOD : Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah
DPR : Dewan Perwakilan Rakyat
DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Daftar Singkatan
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
xii
E
EDI : Electronic Data Interchange
EPPD : Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
F
FDR : Financing to Deposit Ratio
FSAP : Financial Sector Assessment Program
G
GTL : Gas to Liquid
I
IICE : Indonesian Infrastructure Conference and Exhibition
IKM : Industri Kecil dan Menengah
IMB : Ijin Mendirikan Bangunan
IMD : Institute of Management and Development
Inpres : Instruksi Presiden
K
KBI : Kawasan Barat Indonesia
KEK : Kawasan Ekonomi Khusus
KEKI : Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia
KEN : Kebijakan Energi Nasional
KKN : Korupsi, Kolusi & Nepotisme
KPBC : Kantor Pelayanan Bea dan Cukai
KPPOD : Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah
KPT : Kantor Pelayanan Terpadu
KUA : Kebijakan Umum Anggaran
KWBC : Kanwil Ditjen Bea dan Cukai
L
LKPKD : Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah
LLAJ : Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
LPEI : Lembaga Pembiayaan Ekspor Nasional
LPPD : Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Daftar Isi
xiii
M
MPR : Majelis Permusyawaratan Rakyat
N
NJKP : Nilai Jual Kena Pajak
NPF : Non Performing Financing
O
Ornop : Organisasi non-pemerintah
P
P4T : Pemanfaatan, Penggunaan, Penguasaan
dan Pemilikan Tanah
PAD : Pendapatan Asli Daerah
PBB : Pajak Bumi dan Bangunan
PDAM : Perusahaan Daerah Air Minum
PDB : Produk Domestik Bruto
PDRB : Produk Domestik Regional Bruto
PEN : Pengelolaan Energi Nasional
Perda : Peraturan Daerah
Permendagri : Peraturan Menteri Dalam Negeri
Perpres : Peraturan Presiden
PILKADA : Pemilihan Kepala Daerah
PJP : Pajak Penerangan Jalan
PKB : Pajak Kendaraan Bermotor
PLTG : Pusat Listrik Tenaga Gas
PMA : Penanaman Modal Asing
PMDN : Penanaman Modal Dalam Negeri
PNBP : Penerimaan Negara Bukan Pajak
PNS : Pegawai Negeri Sipil
PP : Peraturan Pemerintah
PPh : Pajak Penghasilan
PPN : Pajak Pertambahan Nilai
PPP : Public Private Partnership
PRONA : Proyek Operasional Nasional Agraria/Pertanahan
PRONADA : Proyek Operasional Nasional Agraria/Pertanahan Daerah
PSO : Public Service Obligation
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
xi
R
RPP : Rancangan Peraturan Pemerintah
RAD-PK : Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi
RANDF : Rencana Aksi Nasional Desentralisasi Fiskal
RAN-PK : Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi
RAPBN : Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Negara
RAPERDA : Rancangan Peraturan Daerah
Renja SKPD : Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah
Renstra SKPD : Rencana Strategi Satuan Kerja Perangkat Daerah
RKA-SKPD : Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja
Perangkat Daerah
RKP : Rencana Kerja Pemerintah
RKPD : Rencana Kerja Pemerintah Daerah
RPJMD : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RTRW : Rencana Tata Ruang Wilayah
RUU : Rencana Undang-Undang
S
SDA : Sumber Daya Alam
SE : Surat Edaran
SEZ : Special Economic Zones
SIABE : Sistem Informasi Agroindustri Berorientasi Ekspor
SIB-ES : Sistem Informasi Baseline Economic Survey
SI-LMUK : Sistem Informasi Lending Model Usaha Kecil
SIMTANAS : Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional
SIPKD : Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah
SI-PMK : Sistem Informasi Prosedur Memperoleh Kredit
SI-PUK : Sistem Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil
Sistranas : Sistem Transportasi Nasional
SPKUI : Sistem Penunjang Keputusan untuk Investasi
SPM : Standar Pelayanan Minimal
T
TAGP : Trans ASEAN Gas Pipeline
TFP : Total Factor Productivity
TKI : Tenaga Kerja Indonesia
TPB : Tempat Penimbunan Berikat

x
U
UU : Undang-Undang
UMKM : Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
UNIDO : United Nations Industrial Development Organization
UPT : Unit Pelayanan Terpadu
USO : Universal Service Obligation
W
WEF : World Economic Forum
Daftar Singkatan
BAB I
Pendahuluan
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
I - 2
1. 1 LATAR BELAKANG
Tujuan utama kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah adalah
percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.
Kita semua mengetahui bahwa landasan hukumnya adalah Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2004. Sudah barang tentu, reformasi pola kepemerintahan ini diharapkan
berdampak positif terhadap kinerja ekonomi, meskipun hal ini jelas
melibatkan proses yang berjangka waktu lama. Dengan mendekatkan
pengambilan keputusan ke masyarakat, perumusan strategi dan
langkah-langkah pembangunan diharapkan lebih responsif menangkap
kebutuhan ataupun isu yang berkembang. Bahkan, dengan perspektif
yang lebih demokratis tersebut, diharapkan nilai tambah ekonomi
yang dihasilkan menjadi lebih tinggi dan manfaatnya dirasakan lebih
langsung oleh seluruh masyarakat.
Investasi adalah salah satu faktor penting penentu keberhasilan
pembangunan ekonomi. Keberadaannya merupakan modal dasar bagi
perwujudan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dalam jangka
panjang, bila dibarengi dengan peningkatan daya saing, investasi akan
Melalui Buku Pegangan yang diterbitkan setiap tahun ini, semua
pihak yang berkepentingan diharapkan dapat memperoleh
gambaran umum tentang proses penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan daerah. Tema utama tahun 2007 ini adalah
pengembangan ekonomi daerah dan sinergi kebijakan investasi
pusat dan daerah. Dengan demikian, upaya pencapaian sasaran
pembangunan nasional khususnya yang berkaitan dengan
peningkatan investasi dapat tersinergi secara harmonis dengan
sasaran pembangunan daerah, serta sesuai dengan potensi dan
kekhususan yang dimiliki masing-masing daerah.
Tujuan utama
kebijakan
desentralisasi dan
otonomi daerah
adalah percepatan
terwujudnya
peningkatan
kesejahteraan
seluruh
masyarakat.
Investasi adalah
salah satu faktor
penting penentu
keberhasilan konkrit
dari pembangunan
ekonomi.
BABI PENDAHULUAN
Pendahuluan
I -
meningkatkan penawaran melalui peningkatan stok kapital yang pada
gilirannya akan meningkatkan pula kemampuan masyarakat untuk
menghasilkan output atau melakukan kegiatan-kegiatan produksi.
Kegiatan produksi tersebut akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja
dan proses tersebut pada akhirnya meningkatkan kualitas pembangunan
ekonomi karena diversifkasi kegiatannya.
Peningkatan nilai tambah perekonomian di daerah tersebut akan
memberikan dampak positif pada besaran balas jasa terhadap faktor-
faktor produksi, misalnya dalam bentuk sewa tanah, upah, bunga
dan keuntungan akan meningkat karena adanya aktivitas penanaman
modal. Selain itu, meningkatnya intensitas perekonomian akan
membuka peluang kerja bagi perekonomian dan penduduk di daerah
sekitar penanaman modal. Dengan demikian, secara langsung dan tidak
langsung akan terwujud efek multiplier terhadap kegiatan ekonomi dan
pendapatan penduduk di kawasan-kawasan sekitar dan pada gilirannya
akan meningkatkan pendapatan daerah secara keseluruhan. Lingkaran
ekonomi ini akan semakin besar dengan munculnya investasi pada
potensi-potensi baru dalam membangun sektor industri lainnya.

Dengan diserahkannya kewenangan atas sejumlah urusan pemerintahan,
termasuk di bidang ekonomi kepada pemerintah daerah, maka para
pelaku usaha akan lebih banyak berhubungan langsung dengan
pemerintah daerah, daripada dengan pemerintah pusat. Oleh karena
itu, jelas bahwa kinerja dan pembangunan ekonomi nasional akan
makin terkait erat dengan kinerja penyelenggaraan fasilitasi usaha
oleh pemerintah. Hanya bila masing-masing pemerintahan daerah
melaksanakan tanggung jawab tersebut dengan mengembangkan
berbagai inovasi dalam pembangunan ekonomi yang dibarengi pula
dengan peningkatan transparansi dan akuntabilitas, maka perwujudan
suatu perekonomian daerah yang sehat dan berdaya saing serta mampu
menciptakan kesempatan kerja yang luas bagi masyarakat setempat akan
tercipta. Pada gilirannya, terwujudnya kondisi ini di berbagai daerah
akan memperkuat ketahanan dan daya saing ekonomi nasional.
Kinerja dan
perkembangan
ekonomi serta
investasi secara
nasional tidak lagi
dapat dilepaskan
dari kinerja
penyelenggaraan
fasilitasi usaha di
berbagai daerah.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
I -
Kondisi ideal sebagaimana yang digambarkan di atas belum terjadi.
Negara kita, dewasa ini masih dihadapkan pada sejumlah masalah
mendasar. Meskipun stabilitas ekonomi makro terus terjaga, sebagian
besar pelaku usaha merasa belum mantap untuk mengambil keputusan
berinvestasi karena kondisi lingkungan berusaha sering dipandang
belum bersahabat. Rendahnya investasi bersamaan dengan turunnya
total factor productivity (TFP) menyebabkan pertumbuhan ekonomi
rendah pada periode 1998 2005. Pertumbuhan ekonomi yang rendah
menyulitkan upaya penyerapan kesempatan kerja dan pengentasan
kemiskinan. Peningkatan jumlah pengangguran dan kemiskinan masih
sangat mengkhawatirkan. Rendahnya investasi juga memperkecil
peluang alih teknologi dan teknokrasi yang dibawa oleh investasi.
Adanya langkah sinergis seluruh komponen bangsa dalam rangka
meningkatkan investasi menjadi semakin mendesak dan perlu. Oleh
karena itulah, mempertimbangkan berbagai hal tersebut di atas,
perekonomian daerah dan investasi menjadi tema sentral dari Buku
Pegangan 2007 ini.
Permasalahan investasi di Indonesia secara ringkas tertuang dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2004-2009.
Secara lebih spesifk, rinciannya adalah sebagai berikut:
(1) Prosedur perijinan yang terkait dengan investasi yang panjang,
dimana prosedur perijinan untuk memulai usaha di Indonesia
termasuk relatif lebih lama, mahal dan cukup rumit dibandingkan
dengan beberapa negara tetangga di kawasan Asia-Pasifk;
(2) Masih rendahnya kepastian hukum yang tercermin dari masih
banyaknya tumpang-tindih kebijakan antara pusat dan daerah serta
kebijakan antar sektor;
(3) Belum menariknya insentif bagi kegiatan investasi, dimana jika
dibandingkan dengan negara-negara lain, Indonesia termasuk
tertinggal di dalam menyusun insentif investasi;
(4) Rendahnya kualitas dan kapasitas infrastruktur yang sebagian besar
terus memburuk sejak krisis;
(5) Iklim ketenagakerjaan yang kurang kondusif; dan
(6) Kurangnya jaminan keamanan untuk melakukan kegiatan investasi/
usaha.
Adanya langkah
sinergis seluruh
komponen bangsa
dalam rangka
meningkatkan
investasi menjadi
semakin mendesak
dan perlu.
Pendahuluan
I -
Dalam kerangka pola pemerintahan yang telah terdesentralisasi,
peningkatan investasi merupakan hasil dari sebuah kemitraan yang
sinergis antara para pemeran (stakeholders) ekonomi, baik yang ada
di tingkat nasional maupun daerah. Kejelasan pembagian tugas dan
tanggung jawab antara berbagai tingkatan pemerintahan menjadi sangat
penting di dalam mewujudkan pola pengelolaan secara efsien berbagai
sumber daya yang tersedia untuk menciptakan kesempatan lapangan
kerja dan menggiatkan (stimulasi) ekonomi (nasional dan daerah).
Dengan bentang geografsnya yang luas hingga meliputi tiga zona waktu,
wilayah Indonesia terdiri dari perairan dan daratan yang di dalamnya
terkandung berbagai sumber daya alam dan keanekaragaman hayati yang
sangat tinggi. Keragaman ini seharusnya merupakan modal potensial
sebagai daya tarik investasi. Namun perlu diingat bahwa daya tarik
investasi suatu negara atau suatu daerah tidak terjadi dengan serta merta,
dan yang lebih penting lagi, tidak melulu tergantung dari ketersediaan
SDA dan tenaga kerja yang murah tetapi juga adanya infrastruktur
yang memadai, insentif, dan kondisi kelembagaan yang menyediakan
kemudahan iklim usaha. Kombinasi ketersediaan faktor-faktor tersebut
akan menciptakan kekuatan yang solid untuk meningkatkan daya tarik
investasi dan daya saing daerah. Dinamika kemampuan daerah-daerah
dalam mengembangkan potensi unggulannya, baik secara agregat
maupun sinergi antardaerah selanjutnya akan meningkatkan daya saing
nasional.
Secara lebih spesifk, investasi atau penanaman modal membutuhkan
iklim usaha yang sehat, kemudahan serta kejelasan prosedur. Iklim
investasi meliputi kebijakan, kelembagaan, dan lingkungan, baik yang
sedang berlangsung maupun yang diharapkan terjadi di masa datang,
yang dapat mempengaruhi tingkat pengembalian dan resiko suatu
investasi. Tiga faktor utama dalam iklim investasi yang sehat tersebut
mencakup: (1) kondisi ekonomi makro: termasuk stabilitas ekonomi
makro, keterbukaan ekonomi, persaingan pasar, dan stabilitas sosial
dan politik; (2) pengelolaan kepemerintahan dan berbagai aturan main
seperti perpajakan dan kebijakan fskal, kompetensi lembaga fasilitasi
Peningkatan
investasi merupakan
sebuah kemitraan
yang sinergis antara
para pemeran
(stakeholders)
ekonomi, baik
yang ada di tingkat
nasional maupun
daerah.
Investasi
membutuhkan iklim
usaha yang sehat,
kemudahan serta
kejelasan prosedur
penanaman modal.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
I -
kegiatan usaha, feksibilitas pasar tenaga kerja serta keberadaan tenaga
kerja yang terdidik dan terampil; dan (3) infrastruktur yang mencakup
antara lain sarana ekonomi seperti lembaga keuangan sampai dengan
sarana fsik seperti jaringan transportasi, serta kapasitas telekomunikasi,
listrik, dan air.
Pembentukan daya tarik investasi, berlangsung secara terus menerus dari
waktu ke waktu dan dipengaruhi oleh banyak aspek. Faktor ekonomi,
politik dan kelembagaan, sosial dan budaya, diyakini merupakan
beberapa faktor kunci pembentuk daya tarik investasi suatu negara
atau daerah. Keberhasilan negara atau daerah untuk meningkatkan
daya tariknya terhadap investasi salah satunya tergantung dari
komitmen dan kemampuan negara atau daerah dalam merumuskan
dan mengimplementasikan secara konsisten kebijakan yang berkaitan
dengan investasi dan dunia usaha.
Dalam konteks pembangunan nasional dewasa ini, kepentingan
peningkatan investasi sesungguhnya memiliki tujuan yang lebih luas
daripada hanya sekedar penciptaan pertumbuhan ekonomi secara
berkelanjutan. Berkaitan dengan isu dan permasalahan yang kita hadapi,
misi peningkatan investasi pada dasarnya mencakup tiga tujuan yang
saling berkaitan, yaitu: (1) penciptaan pertumbuhan ekonomi dan
kesempatan lapangan kerja; (2) berkurangnya jumlah penduduk miskin,
dan pada gilirannya (3) terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang
berkelanjutan. Berkenaan dengan tujuan tersebut, upaya peningkatan
investasi sangat terkait erat dengan upaya peningkatan kualitas pelayanan
terhadap masyarakat. Dalam kaitan inilah, diperlukan kepemimpinan
yang visioner untuk mengintegrasikan berbagai kepentingan dan upaya
memobilisasi para pelaku, organisasi dan sumberdaya.
1.2 FUNGSI PEMERINTAH DAERAH
Pemerintah Daerah memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai penyelenggara
pemerintahan dan sekaligus sebagai penyelenggara utama dalam
Faktor ekonomi,
politik dan
kelembagaan,
sosial dan budaya,
diyakini merupakan
beberapa faktor
kunci pembentuk
daya tarik investasi
suatu negara atau
daerah.
Diperlukan
kepemimpinan
yang visioner untuk
mengintegrasikan
berbagai
kepentingan dan
upaya memobilisasi
para pelaku,
organisasi dan
sumberdaya.
Pendahuluan
I - 7
pembangunan di daerah. Sebagai penyelenggara pemerintahan di daerah,
Pemerintah Daerah berperan utama mengatur tatanan kehidupan
bermasyarakat di daerah dalam kerangka regulasi. Sedangkan sebagai
penyelenggara utama dalam pembangunan daerah, Pemerintah Daerah
berperan sebagai pelaksana dan penanggung jawab utama dalam
keseluruhan proses pembangunan yang dilaksanakan di daerah, yaitu
dalam kerangka investasi dan penyediaan barang dan pelayanan publik
(Gambar 1.1). Dalam penyelenggaraan pemerintahan, Pemerintah
Daerah tetap berprinsip pada asas umum dalam penyelenggaraan
negara, yaitu asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggara negara,
asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas
profesionalitas, asas akuntabilitas, asas efsiensi, dan asas efektivitas.
Gambar 1.1 Pelaku Pembangunan
1. MAKSUD DAN TUJUAN
Buku ini dimaksudkan untuk menyamakan persepsi antara Pemerintah
Pusat dan Daerah tentang hak, kewajiban, dan tanggungjawab serta
peranan dari masing-masingnya dalam penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan daerah, khususnya upaya peningkatan investasi
Pemerintah Daerah
memiliki fungsi
ganda, yaitu sebagai
penyelenggara
pemerintahan dan
sekaligus sebagai
penyelenggara
utama dalam
pembangunan di
daerah.
Buku ini
dimaksudkan untuk
menyamakan
persepsi antara
Pemerintah Pusat
dan Daerah.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
I -
dalam rangka meningkatkan kesempatan kerja dan mengurangi
kemiskinan.
Secara spesifk, tujuan yang ingin dicapai adalah:
(1) Memantapkan koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah
dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah
khususnya dalam upaya perbaikan iklim investasi;
(2) Meningkatkan pemahaman mengenai berbagai landasan hukum
dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah
khususnya dalam upaya perbaikan iklim investasi;
(3) Meningkatkan pemahaman mengenai aspek-aspek penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan daerah khususnya dalam upaya
perbaikan iklim investasi;
(4) Memahami berbagai permasalahan strategis dan solusi pemecahan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah
khususnya dalam upaya perbaikan iklim investasi;
(5) Mengembangkan dan memantapkan sistem pengendalian dan
pengawasan (safeguarding system) terhadap pelaksanaan RKP 2007;
(6) Mengembangan dan memantapkan sistem peringatan dini (early
warning system) terhadap berbagai permasalahan yang terjadi di
daerah;
(7) Optimalisasi investasi pemerintah dan investasi swasta di daerah.
1. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Materi buku ini sesungguhnya terbagi atas 3 (tiga) bagian besar. Bagian
pertama berkenaan dengan deskripsi mengenai progres pelaksanaan
kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sampai dengan akhir
tahun 2006 lalu dan berbagai pemikiran yang akan dikembangkan untuk
merevitalisasi pelaksanaan dalam tahun 2007 ini. Bagian ini dibahas
dalam Bab 2. Bagian kedua menguraikan berbagai prinsip dan perspektif
tentang urgensi dari pengembangan ekonomi dan peningkatan investasi
daerah serta berbagai inisiatif yang telah diselenggarakan terutama oleh
pemerintah pusat didalam mewujudkan iklim usaha sehat. Diharapkan
Pendahuluan
I -
dengan informasi ini, berbagai daerah dalam mengambil langkah-langkah
yang diperlukan secara sinergis. Bagian ini diuraikan dalam Bab 3 dan
Bab 4. Sedangkan bagian yang terakhir adalah merupakan deskripsi dari
program dan arah kebijakan pemerintah pusat sebagaimana tertuang
dalam RKP 2007. Bagian ini diuraikan dalam Bab 5.
BAB II
Penyelenggaraan
Pemerintahan
Daerah
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
II - 2
2.1 REVITALISASI PELAKSANAAN DESENTRALISASI DAN
OTONOMI DAERAH
Salah satu tujuan desentralisasi yang diakui secara universal berdasarkan
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 (Pemerintahan Daerah) dan
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 (Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah) adalah mendorong
terciptanya demokratisasi dalam pemerintahan. Tujuan demokrasi
akan memposisikan Pemerintah Daerah sebagai instrumen pendidikan
politik di tingkat lokal yang secara agregat akan menyumbang
terhadap pendidikan politik secara nasional sebagai elemen dasar
dalam menciptakan kesatuan dan persatuan bangsa dan negara serta
mempercepat terwujudnya masyarakat madani (civil society).
Implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang
efektif diharapkan mampu mendorong proses transformasi
pemerintahan daerah yang efsien, akuntabel, responsif dan
aspiratif. Untuk itu, dalam tataran pelaksanaan diperlukan
sejumlah perangkat pendukung (regulasi) baik berupa peraturan
atau perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan teknis
guna menunjang keberhasilan tersebut.
Secara khusus bab ini menguraikan beberapa komponen utama
desentralisasi dan otonomi daerah diantaranya: elemen-elemen
dasar desentralisasi, status peraturan perundang-undangan dan
peraturan turunan terkait, rencana aksi nasional desentralisasi
fskal, kerjasama antar daerah dalam penyediaan pelayanan publik
dasar dan sejumlah isu-isu strategis.
Pada bagian akhir bab ini, akan dipaparkan sejumlah lembaga
kunci (strategis) yang berperan dalam menunjang keberhasilan
implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah.
Salah satu tujuan
desentralisasi
adalah mendorong
terciptanya
demokratisasi
dalam
pemerintahan.
BABII PENYELENGGARAANPEMERINTAHANDAERAH
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
II -
Disamping itu, desentralisasi juga bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan serta akuntabiltas
pemerintahan. Tujuan ini menuntut Pemerintah Daerah untuk
melaksanakan percepatan pembangunan daerah, penyediaan kualitas
dan kuantitas pelayanan yang lebih baik dan mendorong pemerintah
menjadi lebih akuntabel terhadap masyarakat.
2.1.1 Review Pelaksanaan Grand Strategy Implementasi
Otonomi Daerah
Untuk mengoptimalkan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah
sebagai instrumen demokratisasi dan peningkatan kesejahteraan di
tingkat lokal, telah disusun Strategi Besar (Grand Strategy) Pelaksanaan
Otonomi Daerah dengan tujuan menjadi pedoman bagi pemerintahan
daerah dalam melaksanakan otonomi daerah secara efektif, efsien,
ekonomis dan akuntabel. Grand Strategy Pelaksanaan Otonomi
Daerah ini akan dipayungi dalam bentuk Surat Edaran dari Menteri
Dalam Negeri. Elemen dasar pemerintahan daerah mencakup: (1)
urusan pemerintahan, (2) kelembagaan, (3) personil, (4) perwakilan,
(5) keuangan daerah, (6) pelayanan publik, dan (7) pengawasan.
(1) Penataan Urusan Pemerintah
Salah satu permasalahan yang menonjol dalam konteks kebijakan desen-
tralisasi dan otonomi daerah adalah perbedaan persepsi yang luas
mengenai pengertian kewenangan (authority) dan urusan (functions).
Secara konseptual, istilah kewenangan tidak bisa disamakan dengan
istilah urusan pemerintahan, karena kewenangan dapat diartikan sebagai
hak dan atau kewajiban untuk menjalankan satu atau beberapa fungsi
manajemen (pengaturan, perencanaan, pengorganisasian, pengurusan,
pengawasan). Sedangkan urusan pemerintahan lebih melekat pada
pengertian fungsi publik (Hoessein, 1993).
Penataan urusan pemerintahan bertujuan untuk memperjelas dan
menentukan pembagian kewenangan masing-masing tingkatan
Telah disusun
Grand Strategy
Implementasi
Otonomi Daerah
dengan tujuan
menjadi pedoman
bagi pemerintahan
daerah dalam
melaksanakan
otonomi daerah
secara efektif,
efsien, ekonomis
dan akuntabel.
Kewenangan dapat
diartikan sebagai
hak dan atau
kewajiban untuk
menjalankan satu
atau beberapa
fungsi manajemen
Desentralisasi
juga bertujuan
untuk meningkat
kesejahteraan
rakyat, pemerataan
dan keadilan
serta akuntabiltas
pemerintahan.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
II -
pemerintahan secara proporsional sehingga nantinya prinsip money
follows functions dan structures follows functions dapat direalisasikan.
Kriteria pembagian urusan pemerintahan adalah sebagai berikut :
Pertama, urusan menjadi urusan Pemerintah Pusat mencakup: politik
luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter dan fskal nasional, yustisi,
dan agama.
Kedua, urusan yang bersifat concurrent atau urusan yang dikelola bersama
antara Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Pembagian
urusan tersebut berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan
efsiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan
pemerintahan.
Ketiga, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan
daerah terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan
pemerintahan yang bersifat wajib berpedoman pada Standar Pelayanan
Minimal (SPM) yang dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh
Pemerintah. Beberapa bidang yang berkaitan dengan pelayanan dasar
seperti pendidikan, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal,
prasarana lingkungan dasar dan sebagainya. Sedangkan urusan
pemerintahan yang bersifat pilihan adalah urusan pemerintahan yang
secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan
daerah yang bersangkutan.
Tindak lanjutnya, pemerintah telah menyelesaikan Rancangan
Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
antara Pemerintah Pusat, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. RPP tersebut akan mengatur
pembagian kewenangan yang meliputi 31 bidang urusan pemerintahan,
yaitu: pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, penataan ruang,
perumahan, perencanaan pembangunan, perhubungan, lingkungan
hidup, pertanahan, kependudukan dan catatan sipil, pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak, keluarga berencana dan keluarga
Pemerintah telah
menyelesaikan
Rancangan Peraturan
Pemerintah (RPP)
tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan
antara Pemerintah
Pusat, Pemerintahan
Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
II -
sejahtera, sosial, ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, koperasi dan
usaha kecil menengah, penanaman modal, kebudayaan dan pariwisata,
kepemudaan dan olah raga, kesatuan bangsa dan politik dalam negeri,
otonomi daerah-pemerintahan umum-administrasi keuangan daerah-
perangkat daerah-kepegawaian dan persandian, pemberdayaan
masyarakat dan desa, statistik, kearsipan, perpustakaan, komunikasi
dan informatika, pertanian dan ketahanan pangan, kehutanan, energi
dan sumberdaya mineral, kelautan dan perikanan, perdagangan, dan
perindustrian. Sampai dengan saat ini (Januari 2007), ada 6 (enam)
bidang yaitu pendidikan nasional, lingkungan hidup, perhubungan,
pertanahan, badan koordinasi penanaman modal, dan arsip yang belum
disepakati (defenitif) dan dikonsultasikan kembali ke departemen teknis
oleh Departemen Dalam Negeri ke departemen terkait.
(2) Penataan Kelembagaan Pemerintah Daerah
Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintahan daerah
(pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota yang masing-masing
dikepalai oleh Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan
Walikota/Wakil Walikota) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (yang
terdiri dari DPRD Propinsi dan Kabupaten/Kota, yang masing-masing
merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan
sebagai lembaga pemerintahan daerah di tingkat Propinsi dan
Kabupaten/Kota).
Untuk menciptakan kelembagaan yang berorientasi pada pelayanan
publik masing-masing daerah dalam menyusun kelembagaan peme-
rintahan daerah perlu memperhatikan: dimensi right sizing, jumlah
penduduk dan sumber daya aparatur pemerintah daerah (nilai
rasio pemberi pelayanan dan jumlah yang dilayani), potensi dan
kemampuan keuangan daerah (PDRB dan PAD), dan kemampuan
untuk menggerakkan investasi melalui kerjasama kemitraan antara
pemerintah-masyarakat-swasta.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
II -
() Penataan Kepegawaian Daerah
Sejalan dengan UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas
UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, sistem
manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) menggunakan gabungan dari
unifed system dan separated system. PNS baik di Pusat maupun di
Daerah diharapkan memiliki kualitas yang setara dan memiliki norma,
standar, dan prosedur manajemen kepegawaian yang sama. Selain itu,
pelaksanaan mutasi kepegawaian baik vertikal maupun horisontal perlu
dikonsultasikan kepada organisasi pemerintah di atasnya agar terwujud
prinsip pembinaan karier PNS yang utuh dalam kerangka Negara
Kesatuan RI. Hal tersebut akan sangat membantu dalam mewujudkan
akurasi data mutasi pegawai dalam mendukung pengalokasian dana
perimbangan secara nasional.
Dengan penataan urusan pemerintahan secara benar, pembentukan
kelembagaan secara tepat, dan personil yang memiliki kapasitas dan
profesionalisme memadai, penyelenggaraan otonomi daerah diharapkan
akan semakin membaik dan mampu meningkatkan pelayanan dan
kesejahteraan rakyat.
Pada saat ini sedang disusun pola pengembangan karier PNS meliputi
standar kompetensi, kebijakan minus growth, perencanaan karir dan
pengembangan karir dan pengembangan jabatan untuk fungsional
(mengurangi tekanan pada jabatan struktural).
() Revitalisasi Peran Lembaga Perwakilan Daerah
Dalam UU No. 32 Tahun 2004 secara garis besar telah diatur beberapa
prinsip pengaturan mengenai tugas, wewenang dan kewajiban, serta
larangan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Sedangkan
pengaturan tentang eksistensi dan peran DPRD selain diatur dalam UU
Nomor 32 Tahun 2004 juga diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2003
tentang Susunan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Secara
lebih rinci pengaturan untuk DPRD dilengkapi dengan PP Nomor 24
Tahun 2004 yang disempurnakan dengan PP Nomor 37 Tahun 2005;
Pada saat
ini sedang
disusun pola
pengembangan
karier PNS
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
II - 7
dan PP Nomor 25 Tahun 2004 yang disempurnakan dengan PP Nomor
53 Tahun 2005. Secara khusus PP Nomor 37 Tahun 2006 akan ditinjau
ulang agar tidak merugikan negara.
Dengan terbitnya berbagai peraturan perundang-undangan tersebut,
masing-masing lembaga diharapkan dapat menjalankan tugas dan
fungsi secara optimal sekaligus mempertegas hubungan kemitraan
antara Pemerintah Daerah dan DPRD. Kedudukan yang setara
bermakna bahwa lembaga pemerintahan daerah memiliki kedudukan
yang sama, sejajar dan tidak saling membawahi. Hal ini tercermin
dalam pembuatan kebijakan daerah (berdasarkan aspirasi masyarakat)
berupa peraturan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai
dengan fungsinya sehingga antara kedua lembaga itu terbangun suatu
hubungan kerja yang sinergis.
() Penataan Pengelolaan Keuangan Daerah
Melalui desentralisasi fskal, Pemerintah Daerah dituntut untuk
mengelola keuangan daerah secara akuntabel dan transparan. Dengan
kebijakan normatif yang ada, pemerintah daerah diberi kesempatan
untuk melakukan perubahan kebijakan dan sistem pengelolaan keuangan
daerah. Dasar-dasar yang melatarbelakangi perubahan adalah : pertama,
perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan seiring otonomi
daerah dan desentralisasi, kedua, semangat reinventing governance dan
good governance, dan ketiga, realitas regulasi dan instrumen pengelolaan
keuangan daerah dalam bentuk peraturan pelaksanaan yang baru dan
mendorong terciptanya iklim investasi yang baik.
Hak Pemerintah Daerah dalam pengelolaan keuangan daerah adalah:
(1) memungut pajak dan restribusi daerah serta mengelola kekayaan
daerah; (2) memperoleh dana perimbangan, dan (3) melakukan
pinjaman. Dalam melaksanakan hak tersebut, Pemerintah Daerah
mempunyai kewajiban untuk: (1) mengelola sumber keuangan daerah
secara efektif, efsien, transparan, akuntabel dan taat sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku; (2) mensinergikan
kebijakan pembangunan daerah dan kebijakan nasional; serta (3)
Masing-masing
lembaga
diharapkan dapat
menjalankan tugas
dan fungsi secara
optimal sekaligus
mempertegas
hubungan kemitraan
antara Pemerintah
Daerah dan DPRD.
Pemerintah
Daerah dituntut
untuk mengelola
keuangan daerah
secara akuntabel
dan transparan.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
II -
melaporkan dan mempertanggungjawabkan kepada pemerintah pusat
dan masyarakat.
Beberapa kinerja yang telah dicapai pada aspek ini adalah : (1) penataan
regulasi di bidang keuangan daerah dengan menerbitkan: PP No. 6 Tahun
2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, RUU tentang
Badan Usaha Milik Daerah (telah disampaikan ke Departemen Hukum
dan HAM), RUU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (sedang
dalam proses pembahasan dengan DPR); (2) Peningkatan Kapasitas
Pengelolaan Keuangan Daerah meliputi Penyusunan Pedoman Evaluasi
Perda APBD, Evaluasi Raperda Propinsi tentang APBD dan Rapergub
tentang Penjabaran APBD TA 2005 dan 2006, Sosialisasi dan Bimbingan
Teknis PP No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan
Permendagri No. 13 Tahun 2006; (3) Pengembangan Sistem Informasi
Pengelolaan Keuangan Daerah dan Sistem Informasi Keuangan Daerah
melalui pengembangan Daerah Media Inkubator SIPKD di 71 Daerah
Terpilih.
() Peningkatan Pelayanan Publik
Penyelenggaraan kebijakan desentralisasi merupakan upaya nyata dari
pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pemberian
pelayanan umum yang lebih optimal. Sebagai acuan penyediaan
pelayanan masyarakat, pemerintah daerah harus berpedoman kepada
PP Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang akan dijabarkan dalam bentuk
peraturan menteri yang bersangkutan.
Untuk itu setiap pemerintah daerah diwajibkan menyusun rencana
pencapaian SPM yang memuat target tahunan pencapaian SPM dengan
mengacu pada batas waktu pencapaian SPM. Rencana pencapaian SPM
dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) dan Rencana Strategi Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra
SKPD). Untuk target tahunan pencapaian SPM, dituangkan dalam
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Kerja Satuan
Pemerintah daerah
harus berpedoman
kepada PP Nomor
65 Tahun 2005
tentang Pedoman
Penyusunan dan
Penerapan Standar
Pelayanan Minimal
(SPM) sebagai
pegangan hukum
bagi pelaksana
SPM.
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
II -
Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD), Kebijakan Umum Anggaran
(KUA), Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah
(RKA-SKPD) sesuai klasifkasi belanja daerah dengan memperhatikan
kemampuan keuangan daerah.
(7) Pembinaan dan Pengawasan
Pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan oleh
Pemerintah Pusat dan atau Gubernur selaku Wakil Pemerintah di
Daerah. Pemerintah Pusat melalui Menteri dan Pimpinan Lembaga
Non Departemen melakukan pembinaan sesuai dengan kewenangan
teknis masing-masing yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri
untuk pembinaan provinsi dan dikoordinasikan oleh Gubernur untuk
tingkat kabupaten/kota.
Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah kegiatan
yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintahan daerah berjalan
sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundangan yang
berlaku. Pengawasan pemerintah terutama dilakukan terhadap peraturan
daerah dan peraturan kepala daerah. Dalam upaya mengoptimalkan
fungsi pembinaan dan pengawasan, pemberian sanksi akan dilakukan
apabila diketemukan adanya penyimpangan dan pelanggaraan atas
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Salah satu pedoman dalam pembinaan dan pengawasan ini, telah
diterbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada
Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah
Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat. Disamping
itu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2005
tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasann Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah
Pengawasan atas
penyelenggaraan
pemerintahan daerah
adalah kegiatan
yang ditujukan
untuk menjamin
agar pemerintahan
daerah berjalan sesuai
dengan rencana dan
ketentuan peraturan
perundangan yang
berlaku.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
II - 10
2.1.2 Penataan Daerah Otonom Baru
Sejak pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004, telah terbentuk 363 Kabupaten, 93
Kota, dan 33 Provinsi (tidak termasuk 5 Kotamadya dan 1 Kabupaten
Administratif di DKI Jakarta).
Hasil evaluasi awal terhadap beberapa daerah otonom baru, hanya
sebagian kecil daerah yang mampu memberikan pelayanan yang baik
kepada masyarakat. Sebagian besar daerah otonom baru lainnya masih
menghadapi permasalahan mendasar seperti: keterbatasan pembiayaan,
penetapan batas wilayah, rencana tata ruang dan wilayah, penyerahan
aset, dan kedudukan ibukota
Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh Departemen Dalam Negeri,
animo masyarakat (kelompok tertentu) untuk membentuk daerah
otonom baru relatif tinggi. Hal ini dapat terlihat dari data usulan
pembentukan daerah otonom hingga saat ini (Januari 2007) sebanyak
21 usulan pembentukan provinsi dan 110 usulan pembentukan
kabupaten/kota. Dari jumlah tersebut terdapat 16 calon kabupaten/
kota yang sudah dibahas dalam sidang DPOD, dan selebihnya ditunda
pembahasannya menunggu penyelesaian PP pengganti PP Nomor 129
Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran,
Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Kelemahan mendasar dari
PP ini adalah menggunakan sistem agregat (tanpa ada komponen yang
mempunyai bobot tertentu baik bobot teknis dan administratif) dalam
menentukan kelayakan pembentukan daerah otonom baru. Revisi PP
tersebut diharapkan dapat menjadi pedoman (acuan ) penataan daerah
ke depan. Beberapa hal yang menjadi perhatian dalam revisi PP ini adalah
: penambahan pengeluaran eksekutif dan legislatif harus proposional
dengan pengeluaran untuk kesejahtraan masyarakat dan pelayanan
publik (nasional, propinsi, kabupaten dan kota), pembentukan daerah
otonom baru harus terintegrasi dan selaras dengan arah pembangunan
daerah secara nasional.
Hasil evaluasi
awal terhadap
beberapa daerah
otonom baru,
hanya sebagian
kecil daerah
yang mampu
memberikan
pelayanan yang
baik kepada
masyarakat.
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
II - 11
Berdasarkan pasal 6 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, daerah
dapat dihapuskan dan digabung dengan daerah lain apabila daerah yang
bersangkutan tidak mampu menyelenggarakan otonom daerah.
2.2 STATUS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAN PEMBANGUNAN
DAERAH (KONDISI TERKINI)
Untuk mempercepat pelaksanaan otonomi daerah yang diamanatkan
UU 32 Tahun 2004 dan UU 33 Tahun 2004, pemerintah telah
menerbitkan sejumlah peraturan perundang-undangan. Berdasarkan
hasil inventarisasi, terdapat 28 Peraturan Pemerintah, 2 Peraturan
Presiden dan 2 Permendagri yang merupakan penjabaran langsung UU
Nomor 32 Tahun 2004.
Perkembangan penyusunan peraturan pelaksanaan UU Nomor 32
Tahun 2004 sampai saat ini sebagai berikut : sudah selesai sebanyak 12
(dua belas) PP, 1 (satu) Perpres, 2 (dua) Permendagri, sudah disampaikan
ke Dapartemen Hukum dan HAM/Setneg sebanyak 6 (enam) RPP, serta
dalam proses fnalisasi draf di Departemen Dalam Negeri sebanyak 10
(sepuluh) RPP dan 1 (satu) Rancangan Perpres (tabel 2.1).

Terdapat 28 Peraturan
Pemerintah, 2
Peraturan Presiden
dan 2 Permendagri
yang merupakan
penjabaran langsung
UU Nomor 32 Tahun
2004.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
II - 12
Tabel 2.1
Perkembangan Penyusunan Peraturan Pelaksana
Undang-Undang No. 2 Tahun 200
No.
PERATURAN
PELAKSANAAN
DASAR
PENGATURANUU
32/2004
STATUS
PENYUSUNAN
I.PERATURANPEMERINTAH
1. PP tentang pemilihan,
pengesahan dan
Pemberhentian Kepala
Daerah dan Wakil Kepala
Daerah
Pasal 33 ayat (3) Selesai dengan
diterbitkannya PP
No. 6 Tahun 2005
2. PP tentang Pedoman
Pembentukan dan Susunan
Organisasi Satuan Polisi
Pamong Praja
Pasal 148 ayat (2) Selesai dengan
diterbitkannya PP
No 32 Tahun 2004
3. PP tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan
Pasal 184 Selesai dengan
diterbitkannya PP
No 24 Tahun 2005
4. PP tentang Pedoman
Penyusunan Peraturan
Tatatertib DPRD
Pasal 43 ayat (8),
Pasal 46 ayat (2),
Pasal 54 ayat (6), dan
Pasal 55 ayat (5)
Selesai dengan
diterbitkannya PP
no.53 tahun 2005
5. PP tentang Kedudukan
Protokoler, Keuangan
Pimpinan dan Anggota DPRD
Pasal 44 ayat (2) Selesai dengan
diterbitkannya PP
no. 37 tahun 2005
6. PP tentang Pedoman
Pengelolaan Kawasan
Perkotaan
Pasal 199 Dalam proses
penyelesaian
7. PP tentang Desa Pasal 203, Pasal 208,
Pasal 210, Pasal 211,
Pasal 213, Pasal 214,
dan Pasal 216
Selesai dengan
diterbitkannya PP
No. 72 tahun 2005
8. PP tentang Kelurahan Pasal 127 Selesai dengan
diterbitkannya PP
no. 73 tahun 2005
9. PP tentang Pengangkatan
Sekretaris Desa menjadi PNS
Pasal 202 Dalam proses
penyelesaian
10. PP tentang Pedoman
Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah
Pasal 178 Selesai dengan
diterbitkannya PP
No.6 Tahun 2006
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
II - 1
No.
PERATURAN
PELAKSANAAN
DASAR
PENGATURANUU
32/2004
STATUS
PENYUSUNAN
11. PP tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah
Pasal 223 Selesai dengan
diterbitkannya PP
No. 79 Tahun 2005
12. PP tentang Evaluasi
Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah
Pasal 6 ayat (3) dan
Pasal 27 ayat (5)
Dalam proses
penyelesaian
13. PP tentang Tata Cara
Pembentukan, Penghapusan,
dan Penggabungan Daerah
Pasal 4, Pasal 5 dan
Pasal 6
Dalam proses
penyelesaian
14. PP tentang Pedoman
Penyusunan Standar
dan Penerapan Standar
Pelayanan Minimal
Pasal 11 ayat (4) Selesai dengan
diterbitkannya PP
No. 65 Tahun 2005
15. PP tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Provinsi dan Pemerin-
tahan Kabupaten/Kota
Pasal 11, Pasal 12,
Pasal 13 dan Pasal 14
ayat (1) dan ayat (2)
Dalam proses
penyelesaian
16. PP tentang Belanja Kepala
Daerah dan Wakil Kepala
Daerah
Pasal 168 ayat (1) Dalam proses
penyelesaian
17. PP tentang Laporan
Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah,
Pasal 27 ayat (2) dan
ayat (3)
Dalam proses
penyelesaian
18. PP tentang Laporan
Keterangan Pertanggung
jawaban Kepala Daerah
Pasal 42 ayat (1)
huruf h
Dalam proses
penyelesaian
19. PP tentang Hubungan
Pelayanan Umum Antara
Pemerintah dengan
Pemerintahan Daerah dan
antar Pemerntah Daerah
Pasal 15 dan Pasal 16 Dalam proses
penyelesaian
20. PP tentang Perubahan
Batas, Perubahan Nama dan
Pemindahan Ibukota
Pasal 7 ayat (2) Dalam proses
penyelesaian
21. PP tentang Fungsi
Pemerintahan Tertentu
Pasal 9 ayat (3) Dalam proses
penyelesaian
22. PP tentang Tata Cara
Penetapan Kawasan Khusus
Pasal 9 ayat (6) Dalam proses
penyelesaian
23. PP tentang Tata Cara
Pelaksanaan Kerjasama Antar
Daerah
Pasal 197 Dalam proses
penyelesaian
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
II - 1
No.
PERATURAN
PELAKSANAAN
DASAR
PENGATURANUU
32/2004
STATUS
PENYUSUNAN
24. PP tentang Penegasan Batas
Daerah
Pasal 229 Dalam proses
penyelesaian
25. PP tentang Pedoman
Organisasi Perangkat Daerah
Pasal 128 ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3)
Dalam proses
penyelesaian
26. PP tentang Tahapan,
Tata Cara Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah
Pasal 154 Dalam proses
penyelesaian
27. PP tentang Kedudukan
Keuangan Gubernur Selaku
Wakil Pemerintah
Pasal 38 ayat (3) Dalam proses
penyelesaian
28. PP tentang Tata Cara
Pelaksanaan Tugas dan
Wewenang Gubernur selaku
Wakil Pemerintah
Pasal 38 ayat (4) Dalam proses
penyelesaian
29. PP tentang Tata Cara
Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban
Penggunaan Dana Darurat
Pasal 165 ayat (3) Dalam proses
penyelesaian
30. PP tentang Insentif dan/
atau Kemudahan Kepada
Masyarakat/Investor
Pasal 176 Dalam proses
penyelesaian
31. PP tentang Pedoman
Standar, Norma dan Prosedur
Pembinaan dan Pengawasan
Manajemen PNS Daerah
Pasal 135 ayat (2) Dalam proses
penyelesaian
32. PP tentang Pembentukan
Kecamatan
Pasal 127 Dalam proses
penyelesaian
II.PERATURANPRESIDEN
1. Peraturan Presiden tentang
Dewan Pertimbangan
Otonomi Daerah
Pasal 224 Selesai dengan
diterbitkannya
Perpres No. 28 Tahun
2005 tentang DPOD
2. Peraturan Presiden tentang
Tata Cara Mempersiapkan
Rancangan Peraturan Daerah
Pasal 140 ayat (3) Dalam proses
penyelesaian
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
II - 1
No.
PERATURAN
PELAKSANAAN
DASAR
PENGATURANUU
32/2004
STATUS
PENYUSUNAN
3. Peraturan Presiden tentang
Pedoman Pengembangan
Kapasitas dalam Mendukung
Desentralisasi dan
Pemerintahan Daerah
Dalam proses
penyelesaian
III.PERATURANMENTERIDALAMNEGERI
1. Peraturan Mendagri tentang
Perpindahan Menjadi
Pegawai Negeri Sipil Pusat
dan Pegawai Negeri Sipil
Daerah
Pasal 131 ayat (2) Selesai dengan
diterbitkannya
Permendagri No 10
Tahun 2006 tentang
Perpindahan
Menjadi Pegawai
Negeri Sipil Pusat
dan Pegawai Negeri
Sipil Daerah
2. Peraturan Menteri Dalam
Negeri tentang Pedoman
Penegasan Batas Daerah
Pasal 229 Selesai dengan
diterbitkannya
Permendagri No.1
tentang Pedoman
Penegasan Batas
Daerah
3. Peraturan Menteri Dalam
Negeri tentang Tata Cara
Perubahan Batas, Perubahan
Nama dan Pemindahan
Ibukota
Pasal 7 ayat (2) Dalam proses
penyelesaian
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
II - 1
Tabel 2.2
Perkembangan Penyusunan Peraturan Pelaksana
Undang-Undang No. Tahun 200
No.
PERATURAN
PELAKSANAAN
DASAR
PENGATURANUU
33/2004
STATUS
PENYUSUNAN
A.PERATURANPEMERINTAH
1. PP tentang Dana
Perimbangan
Pasal 26, 37, dan 42 Telah selesai
dengan keluarnya
PP No 55 Tahun
2005
2. PP tentang Pinjaman
Daerah
Pasal 65 (Juga
diamanatkan oleh UU
No 32/2004 Pasal 171
ayat 1)
Telah selesai
dengan keluarnya
PP No 54 Tahun
2005
3. PP tentang Sistem Informasi
Keuangan Daerah
Pasal 104 Telah selesai
dengan keluarnya
PP No 56 Tahun
2005
4. PP tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah
Pasal 86 (Juga
diamanatkan oleh UU
No 32/2004 Pasal 23
ayat 2, Pasal 194 dan
Pasal 182)
Telah selesai
dengan keluarnya
PP No 58 Tahun
2005
5. PP tentang Hibah ke daerah Pasal 45 Telah selesai
dengan keluarnya
PP No 57 Tahun
2005
6. PP tentang Pengelolaan
Dana Darurat
Pasal 48 Dalam proses
penyelesaian
7. PP tentang Pengelolaan
Dana Dekonsentrasi dan
Tugas Pembantuan
Pasal 92 dan 99 Sedang dalam
tahap persiapan
8. PP tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan
Umum
- Telah selesai
dengan keluarnya
PP No 23 Tahun
2005
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
II - 17
Tabel 2.
Perkembangan Penyusunan Peraturan Pelaksana
Undang-Undang No. 2 tahun 200
No.
PERATURAN
PELAKSANAAN
DASARPENGATURAN
UU25/2004
STATUS
PENYUSUNAN
A.PERATURANPEMERINTAH
1. PP tentang Tata
Cara Pengendalian
dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana
Pembangunan
Pasal 30 Telah selesai dengan
keluarnya PP No 39
Tahun 2006
2. PP tentang Tata Cara
Penyusunan Rencana
Pembangunan
Nasional
Pasal 27 ayat (1) dan
ayat (2)
Telah selesai dengan
keluarnya PP No 40
Tahun 2006
2. RENCANA AKSI NASIONAL DESENTRALISASI FISKAL
(RANDF)
Sebagai bagian dari pelaksanaan Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2004-2009, khususnya Bab 12 Revitalisasi Proses Desentralisasi dan
Otonomi Daerah, dan penjabaran dari Grand Strategy Pelaksanaan
Otonomi Daerah, pemerintah telah menyusun Rencana Aksi Nasional
Desentralisasi Fiskal (RANDF). RANDF diharapkan menjadi payung
kebijakan dan peraturan perundang-undangan bagi pelaksanaan
Revitalisasi Proses Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Penyusunan
RANDF dikoordinasikan oleh tiga Menteri Negara, yaitu Menteri
Dalam Negeri, Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS.
Tujuan penyusunan RANDF adalah untuk menyediakan suatu kerangka
kerja yang akan membantu meningkatkan efsiensi dan pemerataan
dari aliran fskal pemerintah pusat terhadap daerah dan juga untuk
mendukung efektivitas pengelolaan keuangan daerah. Secara khusus
RANDF diharapkan
menjadi payung
kebijakan dan
peraturan perundang-
undangan bagi
pelaksanaan
Revitalisasi Proses
Desentralisasi dan
Otonomi Daerah
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
II - 1
RANDF bertujuan untuk : (1) menjabarkan berbagai tujuan, strategi,
dan aksi pemerintah yang berhubungan dengan desentralisasi fskal
dalam waktu lima tahun ke depan; (2) menyediakan suatu kerangka kerja
yang akan membantu meningkatkan efsiensi dan pemerataan transfer
keuangan pemerintah pusat terhadap daerah; serta (3) mendukung
pengelolaan keuangan daerah secara efektif.
RANDF menjelaskan sembilan (9) tujuan kunci untuk perbaikan
desentralisasi fskal dan memuat strategi dan aksi untuk membantu
mencapai berbagai tujuan sebagai berikut :
(1) Memperjelas kewenangan pengeluaran antartingkat pemerintahan
yang berbeda;
(2) Memastikan keseimbangan antara kewenangan pengeluaran dan
dana yang tersedia;
(3) Merestrukturisasi pengeluaran publik untuk pelayanan sesuai
prioritas pembangunan;
(4) Meningkatkan kapasitas penerimaan;
(5) Meningkatkan keseimbangan horisontal dan vertikal dalam
hubungaan pusat dan daerah;
(6) Memfasilitas sistem pinjaman daerah guna mendukung investasi;
(7) Meningkatkan efektivitas, disiplin, dan akuntabilitas dari pengelolaan
lokal;
(8) Memperkuat kapasitas pengelolaan keuangan pusat dan daerah;
dan
(9) Meningkatkan koordinasi keseluruhan dari berbagai masalah fskal
di bawah payung DPOD.
Berbagai strategi serta rincian kegiatan dalam RANDF dapat
dikelompokkan menurut isu-isu sebagai berikut: (1) pengaturan urusan;
(2) perimbangan urusan dan pendanaan; (3) standar pelayanan minimum;
(4) restrukturisasi organisasi pemerintah daerah; (5) Pendapatan Asli
Daerah (PAD); (6) Dana Bagi Hasil (DBH); (7) Dana Alokasi Umum
(DAU); (8) Dana Alokasi Khusus (DAK); (9) Pinjaman daerah; (10)
pengelolaan aset dan keuangan; (11) akuntabilitas; (12) pengembangan
kapasitas; dan (13) koordinasi, monitoring dan evaluasi.
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
II - 1
Salah satu kendala dalam pelaksanaan RANDF adalah belum selesai-
nya revisi PP 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan
kewenangan provinsi sebagai daerah otonom, yang menjadi landasan
hukum bagi pengaturan pembagian kewenangan atas urusan peme-
rintahan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Provinsi
dan Kabupaten/Kota).
2. KERJASAMA ANTAR DAERAH
Setiap Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai daerah otonom dituntut
dapat menyediakan pelayanan publik yang optimal. Di samping itu,
Pemerintah Kabupaten/Kota juga diharapkan kreatif dan inovatif
dalam mengelola sumberdaya bagi pembangunan ekonomi. Perbaikan
pelayanan publik akan meningkatkan daya tarik investasi dan
mendorong pertumbuhan ekonomi sehingga kesejahteraan masyarakat
akan meningkat.
Salah satu kendala dalam peningkatan pelayanan publik dan
pengembangan ekonomi daerah adalah keterbatasan kapasitas daerah
(sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya keuangan,
kelembagaan dan asset daerah). Salah satu inovasi untuk mengatasi
masalah tersebut adalah kerjasama antardaerah. Pengalaman di berbagai
negara dan prakarsa yang dilakukan oleh pemerintah daerah di Indonesia
menunjukkan bahwa kerjasama antardaerah akan meningkatkan
kapasitas Pemda dalam mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas
dan terjangkau, dan percepatan pembangunan daerah.
Kerjasama antardaerah akan menjadi pilihan yang paling rasional di masa
depan dengan empat pertimbangan. Pertama, sebagian besar daerah
menghadapi permasalahan keterbatasan fskal. Kerjasama antardaerah
yang berdekatan akan meningkatkan efsiensi penggunaan sumber daya
dalam penyediaan pelayanan publik. Kedua, perkembangan wilayah
dan dinamika pergerakan manusia semakin mengaburkan batas-batas
administratif. Dalam konteks pengembangan ekonomi lokal, kerjasama
Kerjasama
antardaerah akan
menjadi pilihan
yang paling
rasional di masa
depan.
Setiap pemerintah
kabupaten/
kota sebagai
daerah otonom
dituntut dapat
menyediakan
pelayanan publik
yang optimal.
Kendala dalam
pelaksanaan
RANDF adalah
belum adanya
aspek legal yang
menjadi landasan
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
II - 20
mendorong pengembangan klaster industri untuk meningkatkan daya
saing produk. Sumberdaya masing-masing daerah dapat dikembangkan
secara sinergis menjadi suatu keunggulan bersama yang saling melengkapi.
Ketiga, adanya eksternalitas dalam setiap kegiatan pembangunan, baik
positif maupun negatif. Kerjasama antardaerah dapat meningkatkan
efektivitas dan efsiensi dalam pemecahan masalah eksternalitas negatif
yang sering terjadi seperti bencana banjir, kekeringan, kebakaran dan
tanah longsor sebagai akibat dari pemanfaatan sumberdaya alam yang
kurang bijaksana. Kerjasama antardaerah juga akan menciptakan
eksternalitas positif berupa pengelolaan sumberdaya, peningkatan
produktivitas, perluasan pemasaran dan penciptaan lapangan kerja
bagi penduduk sekitar. Keempat, adanya kesenjangan antardaerah dan
antarpenduduk dan munculnya masalah sosial baru sebagai akibat
migrasi penduduk dari daerah miskin ke daerah kaya. Kerjasama
antardaerah akan meningkatkan efektivitas pemecahan masalah
kependudukan dan kemiskinan. Kelima, terjadinya tumpang tindih
perizinan pengelolaan sumber daya alam. Pengeluaran surat izin,
surat keterangan dan bukti hak atas kepemilikan tanah ulayat yang
terjadi di wilayah perbatasan antardaerah oleh masing-masing daerah
seringkali tumpang tindih sehingga mengakibatkan konfik horisontal
dan berdampak pada terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban
umum.
Kerjasama antardaerah dapat dilakukan untuk mengoptimalkan
pengelolaan sumberdaya, dan pemecahan masalah lintasdaerah
dalam bidang: (1) peningkatan pelayanan publik; (2) penataan ruang
antardaerah; (3) penanggulangan kemiskinan dan masalah sosial lain;
(4) pengembangan kawasan perbatasan; (5) penanggulangan bencana;
(6) penanganan potensi konfik; dan (7) pengembangan ekonomi dan
promosi. Peran pemerintah provinsi sangat penting dalam mendorong
dan memfasilitasi kerjasama antardaerah.
Beberapa contoh kerjasama antardaerah yang telah berjalan baik selama
ini antara lain adalah: (1) KARTAMANTUL (bentukan kerjasama
antara Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul); (2)
SUBOSUKAWONOSRATEN (kerjasama diantara 6 kabupaten dan 1
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
II - 21
kota eks Karesidenan Solo: Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar,
Wonogiri, Sragen, Klaten), (3) JAvA PROMO (beranggotakan
sebanyak 14 kab/kota, di Provinsi DIY dan Provinsi Jawa Tengah); (4)
BARLINGMASCAKEB (kerjasama antar daerah yang melibatkan
Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen); (5)
Pengelolaan sampah terpadu di JABODETABEKJUR (Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur); (6) Kerjasama Pengembangan
Wilayah PAWONSARI (Pacitan, Wonogiri, dan Gunung Kidul); (7)
Badan Kerjasama Pegunungan Tengah dan Pantai Selatan (BK-PTSP)
yang meliputi Pegunungan Bintang, Yahukimo, Tolikara, Jayawijaya,
Mimika, Nabire, Paniai, Puncak Jaya, Mimika, Asmat, Boven Digoel
dan Kaimana.
Pada saat ini sudah diusulkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)
tentang Kerjasama Antar Pemerintah Daerah. Peraturan ini akan menjadi
pedoman bagi pemerintahan daerah untuk melakukan kerjasama sesuai
dengan karateristik dan kebutuhan lokal. Di samping itu, kerjasama
antara daerah diharapkan menjadi salah satu solusi (terobosan) untuk
mengurangi dorongan pemekaran daerah.
2. ISU-ISU STRATEGIS
(1) Tata Kepemerintahan yang Baik
Tata kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan
suatu konsepsi tentang penyelenggaraan pemerintahan yang bersih,
demokratis dan efektif, serta di dalamnya mengatur pola hubungan
yang sinergis dan konstruktif antara pemerintah, dunia usaha
swasta dan masyarakat. Tata kepemerintahan yang baik meliputi tata
kepemerintahan untuk sektor publik (good public governance) yang
merujuk pada lembaga penyelenggara negara (eksekutif, legislatif dan
yudikatif) dan tata kepemerintahan untuk dunia usaha swasta (good
corporate governance), serta adanya partisipasi aktif dari masyarakat
(civil society). Para pihak inilah yang sering disebut sebagai 3 (tiga) pilar
penyangga penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Tata kepemerintahan
yang baik (good
governance)
merupakan suatu
konsepsi tentang
penyelenggaraan
pemerintahan yang
bersih, demokratis
dan efektif, serta di
dalamnya mengatur
pola hubungan yang
sinergis dan konstruktif
antara pemerintah,
dunia usaha swasta dan
masyarakat.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
II - 22
Upaya mewujudkan tata kepemerintahan yang baik membutuhkan
komitmen kuat, tekad untuk berubah menjadi lebih baik, sikap
konsisten, dan waktu yang tidak singkat karena diperlukan pembelajaran,
pemahaman, serta implementasi nilai-nilai atau prinsip-prinsipnya
secara utuh oleh seluruh komponen bangsa termasuk oleh aparatur
pemerintah dan masyarakat luas. Di samping itu, perlu kesepakatan
bersama serta sikap optimistik yang tinggi dari seluruh komponen
bangsa bahwa penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik dapat
diwujudkan demi mencapai masa depan bangsa dan negara yang lebih
baik.
Secara umum terdapat 4 (empat) prinsip utama dalam tata kepe-
merintahan yang baik, yakni transparansi, partisipasi, penegakan
hukum dan akuntabilitas. Berbagai pihak mengembangkan dan
melakukan elaborasi lebih lanjut dalam berbagai prinsip turunan tata
kepemerintahan yang baik, serta melaksanakannya sesuai dengan tugas
pokok organisasi, seperti prinsip wawasan ke depan, supremasi hukum,
demokrasi, profesionalisme dan kompetensi, daya tanggap, keefsienan
dan keefektifan, desentralisasi, kemitraan dengan dunia usaha swasta
dan masyarakat, komitmen pada pengurangan kesenjangan, komitmen
pada lingkungan hidup, dan komitmen pada pasar yang fair.
Gambar 2.1 Pola Interaksi Tiga Pilar Good Governance
Upaya mewujudkan
tata kepemerintahan
yang baik
membutuhkan
komitmen kuat,
tekad untuk berubah
menjadi lebih baik,
sikap konsisten, dan
waktu yang tidak
singkat.
Empat prinsip
utama dalam tata
kepemerintahan
yang baik, yakni
transparansi,
partisipasi,
penegakan hukum
dan akuntabilitas.
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
II - 2
Beberapa pemerintahan daerah (Kabupaten Sragen-Jawa Tengah,
Kabupaten Sidoarjo-Jawa Timur, Kabupaten Solok-Sumatera Barat, Kota
Pare-Pare-Sulawesi Selatan, Provinsi Gorontalo dan daerah lainnya)
sedang melakukan perbaikan dalam menerapkan good governance
melalui reformasi birokrasi yang diarahkan pada peningkatan kualitas
pelayanan publik, pelayanan prasarana dasar, perbaikan manajemen
pemerintahan dan aspek lainnya.
(2) Standar Pelayanan Minimum (SPM)
Pelaksanaan SPM secara luas menghadapi beberapa kendala dan
tantangan yaitu : (1) belum jelasnya pembagian kewenangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai akibat dari belum
selesainya revisi PP Nomor 25 Tahun 2000; (2) kompleksitas dalam
merancang SPM; (3) ketersediaan dan kemampuan penganggaran
relatif terbatas; (4) penyusunan SPM bidang kesehatan, pendidikan,
dan layanan dasar lainnya perlu dilakukan melalui proses konsultasi
publik untuk menentukan norma dan standar tertentu yang disepakati
bersama. Hal ini untuk menghindari adanya perbedaan persepsi di
dalam memberikan pelayanan publik sesuai SPM.
Beberapa langkah yang sudah dilakukan dalam rangka pelaksanaan
penerapan SPM antara lain (1) Penerbitan PP No. 65 Tahun 2005
tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimum (SPM). PP
ini diharapkan menjadi acuan standar dalam penyusunan SPM sehingga
menghasilkan pelayanan minimum yang setara untuk seluruh wilayah di
Indonesia; (2) Penetapan prioritas dalam standar pelayanan minimum
khususnya bidang kesehatan, pendidikan dan prasarana dasar oleh
Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD). Hal ini diarahkan
dalam upaya meningkatkan penggunaan indeks pembangunan manusia
(human development index) sebagai indikator kemajuan pembangunan
di suatu daerah, dengan cara : menyusun indikator SPM sejalan dengan
Millenium Development Goals (MDGs); dan mengumpulkan data yang
telah dikoordinasikan dengan instansi terkait (kantor statistik, dinas
terkait) sebagai input perhitungan indikator SPM; (3) Pengembangan
Pelaksanaan
SPM secara
luas mendapat
beberapa
tantangan besar.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
II - 2
Instrumen Analisis Rencana dan Penganggaran Pencapaian SPM
berdasarkan Analisis Kemampuan dan Potensi Daerah yang ditetapkan
dengan Permendagri sebagai alat bantu Pemerintah Daerah dalam
mengkaji kemampuannya dan menyusun rencana pencapaian SPM;
(4) Pengembangan Modul Pelatihan untuk Pelatihan Penyusunan dan
penerapan standar pelayanan minimal di tingkat Pemerintah Pusat dan
Daerah. Modul tersebut akan berguna sebagai bahan (materi khusus)
bagi peningkatan pengetahuan aparat pemerintah dalam memahami
SPM secara lebih baik; (5) Pengembangan instrumen Monitoring dan
Evaluasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal Pemerintah Propinsi
dan Kabupaten/Kota. Hal ini diperlukan untuk mengawasi dan
mengevaluasi jaminan pelayanan minimum yang telah direncanakan
untuk diberikan, standar pelayanan minimum yang sudah dicapai,
dan mengantisipasi persoalan-persoalan berkenaan dengan standar
pelayanan minimum.
() Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan
Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian
dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, merupakan upaya
Pemerintah dalam meningkatkan proses penilaian efektivitas rencana
pembangunan di pusat dan daerah. PP Nomor 39 Tahun 2006 tersebut
merupakan komitmen Pemerintah untuk terus berupaya mengevaluasi
proses pelaksanaan pembangunan, baik dalam proses realisasi anggaran
pembangunan (APBN dan APBD), kemajuan fsik dan distribusi
pelaksanaan pembangunan di daerah, sampai pada evaluasi dampak dan
hasil pembangunan bagi kondisi sosial dan ekonomi di daerah. Hasil
ini selanjutnya digunakan sebagai masukan bagi penyusunan kebijakan
dan sinkronisasi program pembangunan dalam siklus perencanaan pem-
bangunan tahun berikutnya. Evaluasi juga dimaksudkan dalam rangka
mendorong dan mendukung percepatan pembangunan di daerah.
() Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EPPD) adalah proses
pengumpulan data, analisis data, dan penyajian informasi secara
PP No. 39 Tahun
2006 tentang Tata
Cara Pengendalian
dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana
Pembangunan,
merupakan upaya
Pemerintah dalam
meningkatkan
proses penilaian
efektivitas rencana
pembangunan di
pusat dan daerah.
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
II - 2
sistematis yang meliputi pengukuran kinerja, analisis sistem, penilaian
kebijakan atas program dan kegiatan; dan sekaligus penetapan tingkat
perkembangan dari waktu ke waktu atas penyelenggaraan urusan
pemerintahan daerah disertai dengan penjelasan faktor kesuksesan
dan hambatan dalam rangka perbaikan penyelenggaraan pemerintahan
daerah yang lebih efsien dan lebih efektif untuk mencapai tujuan
otonomi daerah.
Tujuan utama dilaksanakannya EPPD ini adalah untuk meningkatkan
kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dan mengoptimalkan
hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta
pemerintah daerah dengan masyarakat.
Guna menjamin proses evaluasi dapat berjalan dengan baik, Pemerintah
menggunakan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD)
sebagai dasar EPPD. LPPD ini sebagaimana diatur dalam Pasal 27
ayat (2) UU 32/2004 disampaikan Kepala Daerah kepada Pemerintah
sebagai dasar EPPD dengan menggunakan sistem pengukuran kinerja.
Di samping LPPD, evaluasi juga menggunakan berbagai sumber
informasi atau laporan lain, baik yang berasal dari sistem informasi
pemerintah, laporan atas permintaan pemerintah, tanggapan atas
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah (LKPJ),
maupun laporan dari masyarakat.
Tindak lanjut hasil evaluasi dapat digunakan untuk : (1) evaluasi
kemampuan daerah dalam rangka pemekaran; (2) evaluasi perkembangan
daerah pemekaran; (3) evaluasi program pembangunan daerah; (4)
evaluasi perda; (5) evaluasi operasional urusan pemerintahan daerah,
kelembagaan daerah, personalia daerah, keuangan daerah, perencanaan
daerah, majemen pelayanan publik; dan (6) evaluasi tertentu lainnya
sesuai peraturan perundang-undangan.
() Pengembangan Kapasitas
Kinerja pemerintahan daerah yang optimal ditentukan oleh kemampuan
dan kapasitas daerah yang bersangkutan. Pengembangan kapasitas
Tujuan utama
dilaksanakannya
EPPD ini adalah untuk
meningkatkan kinerja
penyelenggaraan
pemerintahan daerah
dan mengoptimalkan
hubungan antara
pemerintah pusat dan
pemerintah daerah
serta pemerintah
daerah dengan
masyarakat.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
II - 2
dilakukan dengan berbagai masukan dari berbagai pihak terkait melalui
Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EPPD). Hasil evaluasi
tersebut merupakan salah satu indikator bagi pengembangan kapasitas
dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik dari pemerintah
kepada masyarakat.
Dalam pelaksanaannya, pengembangan kapasitas mencakup ruang
lingkup yang terdiri dari tiga tingkatan : (1) Sistem, (2) Kelembagaan,
dan (3) Individu.
Dalam implementasinya, pengembangan kapasitas dilakukan melalui
tahapan-tahapan berikut:
(1) Mengidentifkasikan dan merumuskan kebutuhan-kebutuhan
pengembangan dan peningkatan kapasitas secara komprehensif dari
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, DPRD, lembaga pendukung
dan penyedia pelayanan, organisasi non-pemerintah (Ornop)
serta organisasi-organisasi kemasyarakatan lainnya dalam rangka
percepatan pelaksanaan otonomi daerah;
(2) Mengidentifkasi dan merumuskan prioritas bagi prakarsa-prakarsa
pengembangan dan peningkatan kapasitas;
(3) Menetapkan rencana tindak (action plan) pengembangan dan
peningkatan kapasitas secara keseluruhan yang terkoordinir dan
efsien; dan
(4) Menyediakan acuan atau rujukan bagi Pemerintah Pusat dan Daerah
dalam mengalokasikan kegiatan dan anggaran guna mendukung
percepatan pelaksanaan otonomi daerah.
2. KELEMBAGAAN TERKAIT PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN DAERAH DAN PERBAIKAN IKLIM
INVESTASI DI DAERAH
(1) Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 membawa perubahan besar
pada lembaga legislatif pada tingkat pusat, yaitu dengan dibentuknya
Kinerja
pemerintahan
daerah yang optimal
ditentukan oleh
kemampuan dan
kapasitas daerah
yang bersangkutan.
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
II - 27
Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI). Dengan perubahan tersebut,
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI tersusun dari DPR RI dan
DPD RI. Masing-masing lembaga legislatif tersebut memiliki tugas dan
wewenang tersendiri. Kedudukan DPD RI merupakan unsur perwakilan
daerah, sementara DPR RI merupakan unsur perwakilan partai-partai
politik. Jika DPR RI dan DPD RI digabungkan, keduanya membentuk
MPR RI.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan
Kedudukan MPR RI, DPR RI, DPD RI, dan DPRD mencantumkan
ketentuan konstitusional mengenai komposisi dan struktur DPD RI,
serta mendefnisikan DPD RI yang merupakan lembaga perwakilan
daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara.
Konstitusi yang sudah diamandemen dan UU Susunan dan Kedudukan
menempatkan DPD RI sebagai lembaga yang memiliki peran untuk
memberikan pertimbangan terhadap pembahasan Rancangan Undang-
Undang (RUU) yang dilakukan oleh DPR. Kewenangannya terbatas
pada isu-isu yang terkait dengan kepentingan daerah; hubungan antara
pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan
daerah; pengelolaan sumber daya alam; perimbangan keuangan pusat
dan daerah; dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pengelolaan
sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi. DPD RI juga memiliki
kewenangan mengawasi di bidang-bidang ini, dan juga terhadap APBN
serta RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama yang
hasilnya disampaikan ke DPR RI.
Sesuai dengan konstitusi, format representasi DPD-RI dibagi menjadi
fungsi legislasi, pertimbangan dan pengawasan pada bidang-bidang
terkait sebagaimana berikut ini. Dalam fungsi legislasi, tugas dan
wewenang DPD adalah (1) dapat mengajukan rancangan undang-
undang (RUU) kepada DPR, dan (2) ikut membahas RUU pada
bidang-bidang yang terkait dengan otonomi daerah; hubungan pusat
dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah;
pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi lainnya; dan
perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Kedudukan DPD RI
merupakan unsur
perwakilan daerah.
DPD RI merupakan
lembaga perwakilan
daerah yang
berkedudukan
sebagai lembaga
negara.
DPD RI sebagai
lembaga yang
memiliki peran
untuk memberikan
pertimbangan
terhadap
pembahasan
Rancangan Undang-
Undang (RUU) yang
dilakukan oleh DPR.
Format representasi
DPD-RI dibagi
menjadi fungsi
legislasi,
pertimbangan dan
pengawasan pada
bidang-bidang
terkait.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
II - 2
Pada fungsi pertimbangan, tugas dan wewenang DPD adalah
memberikan pertimbangan kepada DPR tentang RUU Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), RUU yang berkaitan dengan
pajak, pendidikan, dan agama, dan Pemilihan anggota Badan Pemeriksa
Keuangan. Sementara itu pada fungsi pengawasan, tugas dan wewenang
DPD adalah (1) dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan
undang-undang dan menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR
sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti; dan (2) menerima
hasil pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan BPK. Adapun
bidang-bidang yang terkait dengan tugas dan wewenang tersebut
adalah otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran, serta penggabungan daerah, pengelolaan sumberdaya alam
serta sumberdaya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan
daerah, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN),
dan pajak, pendidikan, dan agama.
(2) Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD)
Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) yang dibentuk di
tingkat nasional mempunyai tugas memberikan saran dan pertimbangan
kepada Presiden terhadap kebijakan otonomi daerah. DPOD diharapkan
dapat memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden
mengenai rancangan kebijakan :(a) pembentukan, penghapusan,
dan penggabungan daerah serta pembentukan kawasan khusus ; (b)
perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah,
yang meliputi 1) perhitungan bagian masing-masing daerah atas
dana bagi hasil pajak dan sumber daya alam sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, 2) formula dan perhitungan Dana Alokasi
Umum (DAU) masing-masing daerah berdasarkan besaran pagu DAU
sesuai dengan peraturan perundangan, 3) Dana Alokasi Khusus (DAK)
masing-masing daerah untuk setiap tahun anggaran berdasarkan
besaran pagu DAK dengan menggunakan kriteria sesuai dengan
peraturan perundangan; dan (c) penilaian kemampuan daerah provinsi,
kabupaten, dan kota untuk melaksanakan urusan pemerintahan.
Dewan
Pertimbangan
Otonomi Daerah
(DPOD) mempunyai
tugas memberikan
saran dan
pertimbangan
kepada Presiden
terhadap kebijakan
otonomi daerah.
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
II - 2
() Asosiasi Pemerintah Daerah

Dalam rangka mewujudkan implementasi kebijakan otonomi daerah
dan meningkatkan kerjasama antar pemerintah daerah, para Bupati
seluruh Indonesia mendeklarasikan pembentukan Asosiasi Pemerintah
Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI). Inisiatif yang sama kemudian
diikuti dengan pembentukan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh
Indonesia (APEKSI), dan Asosiasi Pemerintah Propinsi Seluruh
Indonesia (APPSI).
Sebagai lembaga wadah pemerintah daerah (APKASI, APEKSI, dan
APPSI) sangat potensial memainkan peran sebagai fasilitator dan
mediator kerjasama antardaerah, termasuk dalam pengembangan
investasi di daerah. Ketiga asosiasi ini pernah menyelenggarakan expo
dalam rangka mempromosikan keanekaragaman potensi daerah.
() Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
BKPM adalah lembaga pelayanan urusan investasi di tingkat nasional
yang fungsi utamanya adalah mengimplementasikan misi pemerintah
dalam peningkatan penanaman modal. Dalam menjalankan fungsi
tersebut BKPM memiliki kewenangan:
a. Menyiapkan perencanaan investasi di tingkat nasional;
b. Merumuskan kebijakan investasi;
c. Mengembangkan sistem informasi investasi;
d. Memberikan persetujuan dan mengendalikan implementasi
investasi yang berisiko tinggi.
Upaya pelayanan investasi terus dilakukan oleh BKPM, dengan sasaran
akhir terwujudnya one stop service kepada para investor, baik asing
maupun domestik. Untuk mengarah ke sana BKPM mengembangkan
beberapa jenis pelayanan sebagai berikut :
a. Pelayanan Informasi Investasi, mencakup informasi tentang : potensi
dan peluang investasi, mitra usaha potensial baik asing maupun
APKASI, APEKSI, dan
APPSI memainkan
peran sebagai
fasilitator dan
mediator kerjasama
antardaerah.
Upaya pelayanan
investasi terus
dilakukan oleh BKPM,
dengan sasaran akhir
terwujudnya one
stop service
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
II - 0
domestik bagi investor yang berniat melakukan joint venture di
Indonesia, kebijakan pemerintah, peraturan dan perundang-
undangan terkait kegiatan investasi, statistik investasi, dan informasi
terkini terkait investasi di Indonesia.
b. Panduan dan konsultansi bagi para investor dalam mempersiapkan
aplikasi investasi baru, pengembangan investasi, dan perubahan
proyek investasi.
c. Monitoring dan evaluasi atas kemajuan kegiatan investasi, termasuk
menyediakan panduan dan konsultasi bagi investor dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi selama pelaksanaan
proyek investasi.
BAB III
Pembangunan Daerah,
Peningkatan Investasi,
dan Peningkatan
Kesejahteraan
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
III - 2
3.1 PEMBANGUNAN DAERAH
Pembangunan daerah, sebagai bagian integral dari pembangunan
nasional, pada hakekatnya adalah upaya terencana untuk meningkatkan
kapasitas pemerintahan daerah sehingga tercipta suatu kemampuan yang
andal dan profesional dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,
serta kemampuan untuk mengelola sumber daya ekonomi daerah secara
berdaya guna dan berhasil guna untuk kemajuan perekonomian daerah
dan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan daerah dilaksanakan
melalui pengembangan otonomi daerah dan pengaturan sumber daya
yang memberikan kesempatan bagi terwujudnya tata kepemerintahan
Pemulihan kondisi ekonomi makro yang berjalan saat ini belum
diimbangi dengan membaiknya kinerja sektor riil. Tanpa ada
perbaikan kinerja sektor riil, pemecahan masalah pengangguran
dan kemiskinan akan menjadi kian sulit. Mengingat salah satu
faktor penyebab rendahnya kinerja sektor riil adalah oleh
rendahnya investasi, maka perbaikan iklim investasi sangat
penting dan mendesak. Langkah perbaikan ini memerlukan
koordinasi dan kerjasama antara pemerintah pusat dan daerah.
Pemerintah daerah dengan kewenangan dan sumber daya yang
semakin besar mempunyai peran penting dalam memperbaiki
iklim investasi dan meningkatkan kinerja pembangunan daerah.
Dalam bab ini akan diuraikan konsepsi umum pembangunan
daerah, peranan investasi sebagai pendorong pertumbuhan
ekonomi daerah yang berkelanjutan, serta strategi kunci dalam
rangka meningkatkan daya tarik dan daya saing investasi. Bab
ini juga membahas berbagai inisatif pemerintah daerah dalam
menciptakan iklim investasi yang baik.
Pembangunan
daerah dilaksanakan
melalui
pengembangan
otonomi daerah
dan pengaturan
sumber daya
yang memberikan
kesempatan bagi
terwujudnya tata
kepemerintahan
yang baik.
BAB III PEMBANGUNAN DAERAH, PENINGKATAN
INVESTASI, DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN
Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan
III - 3
yang baik. Pembangunan daerah juga merupakan upaya untuk mem
berdayakan masyarakat di seluruh daerah sehingga tercipta suatu
lingkungan yang memungkinkan masyarakat untuk menikmati kualitas
kehidupan yang lebih baik, maju, tenteram, dan sekaligus memperluas
pilihan yang dapat dilakukan masyarakat bagi peningkatan harkat,
martabat, dan harga diri.
Visi dari pembangunan daerah adalah terwujudnya kapasitas
daerah yang maju dengan masyarakat yang mandiri. Sedangkan misi
pembangunan daerah adalah: (1) memantapkan otonomi daerah
dalam pelaksanaan tugastugas pemerintahan dan pembangunan;
(2) mempercepat pengembangan wilayah dengan mengutamakan
peningkatan daya saing sebagai dasar pertumbuhan daerah; (3)
pemerataan antardaerah; (4) pengelolaan dan pemanfaatan sumber
daya alam secara berkelanjutan; (5) meningkatkan kapasitas masyarakat
dengan memberikan hak kepada masyarakat untuk pengembangan diri;
serta (6) mempercepat penyelesaian masalah sosial, ekonomi, politik
serta hukum di beberapa daerah.
Pembangunan daerah dapat dilihat dari berbagai segi. Pertama, dari segi
pembangunan sektoral. Pencapaian sasaran pembangunan nasional
dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan sektoral yang
dilaksanakan di daerah. Pembangunan sektoral disesuaikan dengan
kondisi dan potensi daerah. Kedua, dari segi pembangunan wilayah yang
meliputi perkotaan dan perdesaan sebagai pusat dan lokasi kegiatan
sosial ekonomi dari wilayah tersebut. Ketiga, pembangunan daerah
dilihat dari segi pemerintahan. Tujuan pembangunan daerah hanya
dapat dicapai apabila pemerintah daerah berjalan dengan baik. Oleh
karena itu, pembangunan daerah merupakan usaha mengembangkan
dan memperkuat pemerintahan daerah dalam rangka makin mantapnya
otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggungjawab.
Visi dari
pembangunan
daerah adalah
terwujudnya
kapasitas daerah
yang maju dengan
masyarakat yang
mandiri.
Pembangunan
daerah dapat
dilihat dari segi
pembangunan
sektoral,
pembangunan
wilayah dan
pemerintahan.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
III -
Kinerja pembangunan
nasional merupakan
agregat dari kinerja
pembangunan
seluruh daerah.
Dengan pemahaman pembangunan daerah sebagai penjabaran dari
pembangunan nasional, kinerja pembangunan nasional merupakan
agregat dari kinerja pembangunan seluruh daerah. Pencapaian tujuan
dan sasaran pembangunan nasional merupakan agregasi dari pencapaian
semua provinsi, dan pencapaian tujuan di tingkat provinsi merupakan
agregasi pencapaian tujuan di tingkat kabupaten/kota. Dengan demikian
tanggungjawab untuk mencapai tujuan dan sasaransasaran dalam
pembangunan nasional menjadi kewajiban bersama antara Pemerintah
Pusat dan Daerah. Perencanaan pembangunan daerah merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perencanaan pembangunan
nasional. Sinkronisasi kebijakan, program dan kegiatan pembangunan
sangat penting untuk mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya yang terbatas.
Gambar 3.1. Penyelenggaran Pemerintahan Daerah, Pembangunan
Daerah, dan Pembangunan Nasi onal
Gambar 3.1 Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Pembangunan Daerah,
dan Pembangunan Nasional
Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan
III -
Pencapaian tujuan pembangunan nasional dan daerah dapat dilihat dari
perkembangan indikator ekonomi yang ada. Pertumbuhan ekonomi,
tingkat infasi, suku bunga, dan nilai tukar telah menunjukkan perbaikan.
Pada tahun 2006 pertumbuhan ekonomi mencapai 5,8 persen lebih tinggi
dibanding tahun 2005 sebesar 5,6 persen. Infasi tahun 2006 sebesar 6,6
persen jauh lebih rendah dibanding infasi tahun 2005 sebesar 2005.
Sejak Juli 2006, nilai tukar rupiah relatif stabil pada rentang Rp. 9.000
Rp. 9,200 per satu USD, dan secara keseluruhan tahun 2006 ratarata
nilai tukar rupiah mencapai Rp. 9.168 per satu USD.
Perbaikan kinerja ekonomi makro belum disertai dengan membaiknya
kinerja sektor riil yang tercermin dari kondisi dunia usaha, industri, dan
investasi. Implikasi dari lambannya pemulihan kondisi sektor riil adalah
pengurangan pengangguran dan kemiskinan belum menunjukkan
capaian yang diharapkan. Hal ini menegaskan bahwa membaiknya
indikator ekonomi makro merupakan kondisi yang dibutuhkan, tetapi
Pencapaian tujuan
pembangunan
nasional dan daerah
dapat dilihat dari
perkembangan
indikator ekonomi.
Gambar 3.2. Hubungan Kinerja Pembangunan Daerah dan Kinerja
Pembangunan Nasional
Kinerja Pembangunan
Kabupaten/Kota
Kinerj a Pembangunan
Kabupaten/Kota
Kinerja Pembangunan
Kabupaten/Kota
Kinerja Pembangunan
Kabupaten/Kota
Kinerja
Pembangunan
Provinsi
Kinerja
Pembangunan
Nasional
Kinerja
Pembangunan
Provinsi
Agregasi
Agregasi
Agregasi
Gambar 3.2 Hubungan Kinerja Pembangunan Daerah dan
Kinerja Pembangunan Nasional
Perbaikan
kinerja ekonomi
makro belum
disertai dengan
membaiknya
kinerja sektor riil
yang tercermin
dari kondisi dunia
usaha, industri, dan
investasi.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
III -
belum mencukupi untuk mendorong pemulihan ekonomi. Oleh karena
itu, keberhasilan menciptakan stabilitas ekonomi makro perlu dipandang
sebagai landasan untuk meningkatkan kinerja sektor riil dalam rangka
pemulihan ekonomi.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mempunyai tanggung
jawab bersama dalam memberikan stimulan bagi pengembangan
sektor riil melalui peningkatan investasi. Investasi akan menimbulkan
efek pengganda (multiplier efect) bagi perekonomian. Peningkatan
investasi tidak hanya akan meningkatkan permintaan agregat, tetapi
juga meningkatkan penawaran agregat melalui meningkatnya stok
kapital dan kapasitas produksi. Kegiatan produksi akan menyerap
tenaga kerja. Investasi, khususnya yang datang dari luar negeri atau
luar wilayah, juga akan mendorong proses alih teknologi dan inovasi.
Proses ini pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas, memacu
pertumbuhan dan berpeluang untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Untuk itu investasi yang perlu
ditingkatkan adalah investasi yang dapat menciptakan kesempatan
kerja, menggunakan sumber daya ekonomi daerah yang ada, dan dapat
memberikan nilai tambah yang besar terutama investasi di sektor
pertanian dan industri yang dapat menyerap tenaga kerja. Demikian
pula, penataan dan pembenahan sektor informal seperti usaha mikro,
kecil, dan menengah (UMKM) termasuk pedagang kaki lima (PKL)
juga sangat penting dalam mengembangkan sektor riil.
3.2 PERANAN INVESTASI BAGI PEMBANGUNAN DAERAH
Pertumbuhan ekonomi daerah saat ini sebagian besar bersumber
dari peningkatan konsumsi baik pemerintah maupun masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi daerah yang didorong oleh konsumsi sulit dijaga
keberlangsungan dan kestabilannya. Pertumbuhan ekonomi daerah
seperti itu tidak menunjukkan struktur perekonomian daerah yang
kuat. Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang mengandalkan konsumsi
akan kurang menciptakan nilai tambah dan memicu peningkatan
Pemerintah Pusat
dan Pemerintah
Daerah mempuyai
tanggung jawab
bersama dalam
memberikan
stimulan bagi
pengembagan
sektor riil.
Pertumbuhan
ekonomi daerah
saat ini sebagian
besar bersumber
dari peningkatan
konsumsi baik
pemerintah maupun
masyarakat.
Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan
III - 7
infasi. Dalam upaya menciptakan pertumbuhan yang lebih berkualitas
dan berkelanjutan, perekonomian daerah perlu didukung oleh kegiatan
investasi di sektor produktif dan jasa.

Investasi swasta dirasakan semakin penting mengingat kapasitas fskal
pemerintah (Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota) yang terbatas sehingga
sulit untuk selalu dijadikan sebagai sumber utama pertumbuhan.
Dampak pengganda yang diciptakan dari peningkatan investasi adalah
meningkatnya pemanfaatan sumberdaya secara optimal dalam kegiatan
produksi, berkembangnya kegiatan perdagangan antardaerah, dan
terciptanya nilai tambah yang lebih besar. Investasi juga mendorong
percepatan perkembangan teknologi informasi, telekomunikasi, dan
transportasi. Percepatan ini akan memberikan kesempatan yang lebih
besar bagi mobilitas sumberdaya (bahan mentah, barang modal, dan
tenaga kerja) secara lebih mudah dan murah. Percepatan ini juga
bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat di daerah.
Investasi dapat menjadi pendorong roda perekonomian daerah dan
meningkatkan kesejahteraan ketika semua pihak mendapat manfaat
(gain) maksimal dari aktivitas tersebut. Dalam situasi ini, pengusaha
mendapat keuntungan yang memadai untuk melakukan penambahan
modal, meningkatkan produktivitas, meningkatkan kesejahteraan
pekerja, dan melakukan ekspansi usaha. Bagi tenaga kerja dorongan
kegiatan ekonomi melalui investasi dan perdagangan dapat mengurangi
pengangguran dan memperbaiki upah yang mereka terima. Kenaikan
upah diharapkan tidak hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi tetapi juga meningkatkan kemampuan menabung dan/atau
berinvestasi. Bagi pemerintah, meningkatnya aktivitas produksi dan
perdagangan, upah dan daya beli berarti meningkatnya penerimaan
pajak, yang memungkinkan pemerintah untuk meningkatkan kualitas
pelayanan publik.
Investasi swasta
dirasakan semakin
penting mengingat
kapasitas fskal
pemerintah.
Investasi dapat
menjadi pendorong
roda ekonomi daerah
dan meningkatkan
kesejahteraan
ketika semua pihak
mendapat manfaat
(gain) maksimal dari
aktivitas tersebut.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
III -
Globalisasi yang diikuti oleh meningkatnya arus barang, modal
dan jasa antarnegara dan antardaerah menyediakan peluang bagi
pemerintah daerah untuk meningkatkan investasi sebagai sumber
utama pembangunan ekonomi di daerah. Tantangan yang harus diatasi
oleh pemerintah adalah menciptakan iklim investasi yang kondusif
dengan melakukan reformasi birokrasi, membenahi perijinan, dan
menghapuskan berbagai hambatan struktural.
(1) Keragaan Investasi di Daerah
Perkembangan investasi di Indonesia saat ini belum menyebar secara
merata antar daerah. Data tahun 2005 menunjukkan bahwa DKI Jakarta
merupakan provinsi dengan nilai investasi tertinggi atau setara dengan
27,9 persen dari total investasi di Indonesia. Lebih dari 60 persen
investasi terdapat di Pulau Jawa dan Bali. Provinsi Maluku Utara dan
Maluku adalah dua provinsi dengan nilai investasi terendah. Sebaran
investasi menurut provinsi tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Pola persebaran investasi tersebut selain disebabkan oleh ketersediaan
infrastruktur juga disebabkan oleh kemudahan dalam mendapatkan
layanan perijinan, dukungan sumber daya, dan komitmen pemerintah
daerah dalam meningkatkan investasi.
Kotak 3.1. Investasi pemerintah mulai pulih, swasta belum
Secara total, investasi pemerintah dan swasta meski mengalami pertumbuhan pada tahun 2004 dan
2005 masing-masing 14,6 persen dan 9,9 persen, namun proporsinya hanya mencapai 22 persen dari
Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2005. Pada tahun 2006 diperkirakan investasi pemerintah
telah pulih ke level sebelum krisis sekitar 7 persen dari PDB, di mana 50 persen lebih investasi
pemerintah kini dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Namun investasi swasta belum beranjak
banyak. Dalam kurun 2000-2005 kontribusi investasi swasta terhadap PDB hanya bertambah dari
16,9 persen menjadi 17,5 persen. Sebagai perbandingan, pada tahun 1996 total investasi hampir
mencapai 30 persen dari PDB, dengan komposisi 22,6 persen investasi swasta dan 7 persen investasi
pemerintah. Sebelum desentralisasi, investasi pemerintah didominasi oleh pemerintah pusat.
Pemerintah
menciptakan iklim
investasi yang kondusif
dengan melakukan
reformasi birokrasi,
membenahi perijinan,
dan menghapuskan
berbagai hambatan
struktural.
Perkembangan
investasi di Indonesia
saat ini belum
menyebar secara
merata antar daerah.
Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan
III -
Tabel 3.1
Distribusi Investasi di Indonesia menurut Provinsi
Tahun 200 (dalam %)
No Provinsi
Proporsi
Investasi
No Provinsi
Proporsi
Investasi
1 DKI Jakarta 27.91% 18 Papua 1.05%
2 Jawa Timur 12.74% 19 Nusa Tenggara Barat 1.01%
3 Jawa Barat 11.21% 20 Bali 0.78%
4 Jawa Tengah 6.51% 21 Sulawesi Utara 0.63%
5 Riau 5.31% 22 Kalimantan Selatan 0.60%
6 Sumatera Utara 4.01% 23 Nusa Tenggara Timur 0.57%
7 Kepulauan Riau 3.78% 24 Sulawesi Tengah 0.57%
8 Kalimantan Timur 3.78% 25 Sulawesi Tenggara 0.53%
9 Banten 3.68% 26 Jambi 0.51%
10 Sumatera Selatan 2.88% 27 Irian Jaya Barat 0.44%
11 Sulawesi Selatan 1.93% 28 Kep. Bangka Belitung 0.38%
12 Kalimantan Barat 1.91% 29 Gorontalo 0.19%
13 Sumatera Barat 1.48% 30 Bengkulu 0.15%
14 DI. Yogyakarta 1.36% 31 Sulawesi Barat 0.08%
15 Lampung 1.34% 32 Maluku 0.03%
16 Kalimantan Tengah 1.33% 33 Maluku Utara 0.02%
17
Nanggroe Aceh
Darussalam
1.29%
Sumber: Diolah dari Badan Pusat Statistik
*) Investasi menggunakan data Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto atas dasar harga konstan tahun 2000.
Perbedaan nilai investasi antardaerah ini juga memperlihatkan perbedaan
sumbangan investasi dalam menggerakkan perekonomian daerah.
Data tahun 2005 tentang rasio dari pembentukan modal tetap domestik
bruto terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) menunjukkan
bahwa Provinsi Kepulauan Riau memiliki kontribusi investasi tertinggi
dengan investasi sebesar 45,5 persen dari total aktivitas perekonomian
daerah tersebut. Di sisi lain, terdapat empat provinsi yang selain nilai
investasinya rendah juga kontribusi investasi dalam perekonomian
daerah relatif rendah, yakni kurang dari 10 persen. Provinsi tersebut
antara lain adalah Sulawesi Barat, Bengkulu, Maluku dan Maluku Utara
(lihat Tabel 3.2).
Tabel 3.2 menunjukkan bahwa sebagian besar provinsi memiliki proporsi
investasi lebih rendah dibanding ratarata nasional. Hanya 11 (sebelas)
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
III - 10
provinsi yang memiliki kontribusi investasi lebih tinggi dibanding
ratarata nasional. Kenyataan ini membutuhkan perhatian lebih dari
pemerintah daerah untuk dapat mendukung kebijakan pemerintah
pusat dalam bentuk sinkronisasi kebijakan.
Tabel 3.2.
Kontribusi Investasi terhadap PDRB menurut Provinsi di Indonesia
Tahun 200 (dalam %)
No Provinsi
Proporsi
Investasi
terhadap
PDRB
No Provinsi
Proporsi
Investasi
terhadap
PDRB
1 Kepulauan Riau 45.49% 18 Sulawesi Tengah 17.68%
2 Kalimantan Tengah 34.91% 19 Papua 17.19%
3 DKI Jakarta 34.53% 20 Kep. Bangka Belitung 16.83%
4 Gorontalo 33.91% 21 Lampung 16.74%
5 Irian Jaya Barat 30.07% 22 Jawa Barat 16.67%
6 Kalimantan Barat 29.75% 23 Sumatera Utara 16.66%
7 DI. Yogyakarta 29.35% 24 Jawa Tengah 16.63%
8 Riau 24.48% 25 Jambi 14.86%
9 Nusa Tenggara Barat 24.34% 26 Kalimantan Timur 14.75%
10 Sulawesi Tenggara 24.24% 27
Nanggroe Aceh
Darussalam
13.49%
11 Banten 23.13% 28 Bali 13.44%
12 Nusa Tenggara Timur 21.56% 29 Kalimantan Selatan 10.13%
13 Sumatera Selatan 21.21% 30 Sulawesi Barat 9.09%
14 Sulawesi Selatan 19.35% 31 Bengkulu 8.51%
15 Sumatera Barat 18.48% 32 Maluku 3.48%
16 Jawa Timur 18.15% 33 Maluku Utara 3.32%
17 Sulawesi Utara 18.12%
Sumber: Diolah dari Badan Pusat Statistik, 2006
Catatan: Dihitung pada data atas dasar harga konstan Tahun 2000
Menurut jenis investasi, realisasi penanaman modal dalam negeri
(PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) sebagian besar sangat
dominan berada di wilayah Kawasan Barat Indonesia (KBI). Dalam
periode tahun 2001 sampai September 2006, realisasi investasi di
wilayah ini sekitar 98 persen untuk PMDN dan 99 persen untuk PMA.
Konsentrasi investasi di KBI berada di Pulau Jawa, yang porsinya
mencapai 50 persen untuk PMDN dan sekitar 7080 persen untuk
Sebagian besar
provinsi memiliki
proporsi investasi
lebih rendah
dibanding rata-rata
nasional.
Realisasi penanaman
modal sebagian besar
sangat dominan
berada di wilayah
Kawasan Barat
Indonesia (KBI).
Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan
III - 11
PMA secara nasional. Pulau Sumatera adalah wilayah kedua yang
menjadi lokasi berinvestasi, namun dengan selisih yang cukup besar bila
dibandingkan dengan Pulau Jawa, yaitu sekitar 40 persen untuk PMDN
dan sekitar 13 persen untuk PMA (lihat Lampiran 1). Investasi di Pulau
Jawa khususnya dan KBI umumnya telah mendukung pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi dan stabil khususnya pada periode sebelum
krisis 1997/1998.
(2) Kendala dan Tantangan Investasi di Daerah
Dalam era otonomi daerah, daerah memiliki hak untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan, memilih pimpinan, mengelola
aparatur daerah, memungut pajak dan retribusi daerah, mengelola
kekayaan daerah dan juga dapat mendapatkan sumber pembiayaan
yang berasal dari daerah sendiri yang sah. Selain itu, daerah mempunyai
kewajiban untuk menyediakan layanan publik dan membangun daerah.
Bagi daerah yang kurang siap dengan otonomi, kewajiban tersebut
akan menjadi beban berat dalam pelaksanaan pembangunan daerah.
Namun, apabila daerah telah siap, pelaksanaan otonomi daerah akan
menjadi peluang bagi percepatan pembangunan daerah.
Perkembangan saat ini menunjukkan bahwa belum semua daerah dapat
melaksanakan otonomi dengan sebaikbaiknya. Hal tersebut terlihat dari
berbagai permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan otonomi daerah
terutama terkait dengan permasalahan regulasi (peraturan daerah),
serta pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya keuangan melalui
pengeluaran atau belanja daerah. Dengan kewenangan yang dimiliki,
daerah menerbitkan dan memberlakukan Perda baru, khususnya terkait
dengan pungutan pajak dan retribusi daerah yang sering tidak sejalan
dengan peraturan perundangundangan yang berlaku di atasnya, dan
menambah beban bagi masyarakat dan dunia usaha di daerah yang
bersangkutan. Sementara itu, sumber daya keuangan yang dimiliki
daerah juga belum dialokasikan dan didistribusikan secara efsien dan
efektif, baik dalam penyediaan barang dan pelayanan publik maupun
dalam mendorong kinerja sektor riil di daerah.
Belum semua daerah
dapat melaksanakan
otonomi dengan
sebaik-baiknya.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
III - 12
Perda bermasalah yang muncul pada awal pelaksanaan desentralisasi
mengakibatkan terjadinya ekonomi biaya tinggi di daerah, rendahnya
investasi baru yang masuk ke daerah dan lemahnya daya saing usaha.
Perda yang bermasalah tersebut mungkin disebabkan oleh dua hal, yaitu
pertama, Perdaperda tersebut sebenarnya merupakan pelaksanaan
dari undangundang (UU) mengenai pajak dan retribusi daerah, tetapi
Perdaperda tersebut memberikan penafsiran yang salah terhadap UU
tersebut. Akibat penafsiran yang salah tersebut, suatu aktivitas yang
seharusnya tidak terkena pajak atau retribusi daerah menurut pengertian
UU pajak dan retribusi daerah ternyata dikenakan pajak atau retribusi
daerah.
Kedua, Perdaperda tersebut memang dibuat untuk menciptakan pajak
atau retribusi baru yang tidak ada dalam UU yang berlaku seperti
sumbangan wajib, pajak ekspor (retribusi terhadap hasil bumi daerah
yang dijual ke luar daerah), pajak komoditas (pajak yang dikenakan
terhadap komoditas daerah tertentu dan bertentangan dengan UU pajak
nasional), serta retribusi tenaga kerja (pungutan terhadap perusahaan
yang memakai tenaga kerja bukan lokal dan dapat mengganggu
pergerakan orang antardaerah). Hal ini akan berdampak terhadap
memburuknya iklim usaha dan menghambat upaya pengembangan
ekonomi. Perda bermasalah juga memicu reaksi publik yang
menganggap bahwa pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi
ternyata hanya menciptakan hambatan birokratis dan beban pungutan
bagi perusahaan yang berlokasi di daerah. Muncul juga pendapat yang
menyatakan bahwa desentralisasi seolaholah tidak bermanfaat atau
bahkan mengganggu upaya pemulihan perekonomian nasional.
Dunia usaha, terutama para pengusaha dan investor di daerah banyak
yang mengeluhkan keberadaan Perdaperda yang bermasalah tersebut.
Keluhan utama adalah ketidakpastian mengenai besarnya jumlah yang
harus dibayar dan kerumitan administrasi yang ditimbulkan oleh begitu
banyaknya jenis pajak dan retribusi daerah. Dari sisi Pemerintah Daerah,
keberadaan Perdaperda tersebut tanpa disadari telah menurunkan daya
saing perekonomian daerah.
Perda bermasalah
mengakibatkan
terjadinya ekonomi
biaya tinggi,
rendahnya investasi
baru dan lemahnya
daya saing usaha.
Dunia usaha, banyak
yang mengeluhkan
keberadaan
Perda-perda yang
bermasalah tersebut
Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan
III - 13
Terbatasnya sumber daya keuangan yang dimiliki daerah dan besarnya
tanggung jawab daerah dalam melaksanakan pembangunan di daerahnya
seringkali menjadi alasan penyebab munculnya Perdaperda yang
bermasalah. Dengan relatif kecilnya proporsi Pendapatan Asli Daerah
(PAD) dan dominasi dana perimbangan yang mencakup dana alokasi
umum (DAU), dana bagi hasil (DBH), dan dana alokasi khusus (DAK))
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sebagian
besar daerah masih mengandalkan pada alokasi dana perimbangan
sebagai sumber utama. Kondisi ini akhirnya memaksa daerah untuk
menempuh berbagai cara dalam meningkatkan PAD yang tidak sejalan
dengan UU No. 34/2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, tanpa ada
upaya melakukan efsiensi.
Pada saat ini Pemerintah Pusat (cq. Departemen Dalam Negeri)
telah mengevaluasi sebanyak 5.550 Perda tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Dari jumlah tersebut, sebanyak lebih dari 1.200 Perda
direkomendasikan untuk dibatalkan. Sehubungan dengan itu telah
dikeluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang Pembatalan 600
Perda tersebut, sedangkan sisanya masih dalam proses pembatalan.
Di samping itu, terdapat sekitar 130 Perda tentang Pungutan Daerah
yang Terkait dengan Pelaksanaan Inpres Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi, yang telah dievaluasi oleh
Pemerintah Pusat. Perdaperda tersebut mengatur pungutan berkaitan
dengan menara telekomunikasi, jembatan timbang, dan lalu lintas
barang. Dari jumlah tersebut, 130 Perda telah dibatalkan dengan
Keputusan Menteri Dalam Negeri dan 60 Perda masih dalam proses
pembatalan.
Berbagai bentuk peraturan yang menghambat proses mendapatkan
usaha akan mengganggu upaya meningkatkan investasi di daerah. Dalam
lingkup global, laporan Doing Business in 2005 yang dipublikasikan
oleh World Bank dan the International Finance Corporation melakukan
perbandingan antarnegara dalam hal kemudahan melakukan usaha.
Laporan tersebut menyoroti aspek kemudahan memulai usaha,
ketenagakerjaan (sistem rekrutmen dan pemutusan hubungan kerja),
sertifkasi properti, akses perkreditan, perlindungan terhadap investor,
Terbatasnya
sumber daya
keuangan yang
dimiliki daerah
dan besarnya
tanggung jawab
daerah dalam
melaksanakan
pembangunan
di daerahnya
seringkali menjadi
alasan penyebab
munculnya
Perda-perda yang
bermasalah.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
III - 1
penegakan kontrak, dan penutupan usaha. Dalam hal kemudahan
memulai usaha, proses perijinan di Indonesia masih memerlukan
pembenahan untuk dapat bersaing dengan negaranegara tetangga di
Asia (lihat Tabel 3.3). Jumlah prosedur perijinan di Indonesia tidak
terlalu jauh berbeda dibanding negaranegara Asia lainnya. Namun,
jumlah hari yang diperlukan untuk memperoleh ijin usaha di Indonesia
ternyata termasuk yang paling lama. Begitu pula biaya yang diperlukan di
Indonesia termasuk yang termahal dibanding negaranegara tetangga.
Tabel 3.3
Perbandingan Kemudahan Memulai Usaha Negara-Negara
di Kawasan Asia Tenggara, China, dan India
No. Negara
Jumlah
Prosedur
Waktu
(hari)
Biaya
(% pendapatan
perkapita)
Modal Minimum
(% pendapatan
perkapita)
1. Cambodia 11 94 480.1 394.0
2. China 12 41 14.5 1104.2
3. India 11 89 49.5 0.0
4. Indonesia 12 151 130.7 125.6
5. Lao PDR 9 198 18.5 28.5
6. Malaysia 9 30 25.1 0.0
7. Philippines 11 50 19.5 2.2
8. Singapura 7 8 1.2 0.0
9. Thailand 8 33 6.7 0.0
10. Vietnam 11 56 28.6 0.0
Sumber: World Bank & IFC, 2005
Kendala yang dihadapi oleh para pelaku usaha atau investor di tingkat
nasional dan daerah ternyata berbeda. Hasil Studi Bank Dunia (2006)
menyebutkan bahwa persepsi para pelaku usaha di tingkat nasional
menyoroti masalah kepastian hukum, stabilitas ekonomi makro, dan
perijinan sebagai tiga hambatan paling utama dalam melakukan usaha.
Hambatan lain yang mengurangi minat investasi adalah masalah
keamanan, perpajakan, ketenagakerjaan, dan infrastruktur.
Persepsi pelaku usaha di perdesaan tentang perijinan usaha menyebutkan
hambatan dalam usaha, yaitu infrastruktur, akses perkreditan, dan
pemasaran. Hambatan lainnya adalah pungutan liar, perijinan,
ketenagakerjaan, stabilitas ekonomi makro, serta kepastian hukum dan
Para pelaku usaha
di tingkat nasional
menyoroti masalah
kepastian hukum,
stabilitas ekonomi
makro, dan
perijinan sebagai
tiga hambatan
paling utama dalam
melakukan usaha.
Persepsi pelaku
usaha di perdesaan
tentang perijinan
usaha menyebutkan
hambatan dalam
usaha,
Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan
III - 1
berusaha. Berbagai kendala tersebut menegaskan perlunya prioritas
kebijakan yang harus dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah dalam memperbaiki iklim investasi.
Selain itu, berbagai peraturan perundangundangan telah menghambat
perdagangan antardaerah. Kemampuan Pemerintah Daerah dalam
membuat dan memberlakukan peraturan daerahnya sendiri memung
kinkan timbulnya hambatan bagi perdagangan antardaerah, baik berupa
distorsi pasar maupun non pasar. Distorsi pasar terdiri dari pajak dan
retribusi daerah yang dikenakan pada komoditi yang diperdagangkan,
sedangkan distorsi non pasar terdiri dari regulasi perdagangan
yang mendorong terjadinya monopoli dan monopsoni, serta kuota
perdagangan dan hambatan persaingan usaha.
Semua hambatan tersebut berpotensi meningkatkan biaya produksi,
meningkatkan harga produk yang dibayar konsumen, yang berarti
secara relatif menurunkan daya beli konsumen. Berbagai hambatan
tersebut tidak akan mendatangkan manfaat, tapi justru menimbulkan
permasalahan baru, yaitu meningkatnya kemiskinan di daerah.
(3) Daya Tarik Investasi Daerah
Seiring dengan meningkatnya persaingan global, semua negara dan da
erah berlombalomba menarik investordomestik maupun asinguntuk
menanamkan modal di wilayahnya. Pelaku usaha atau investor akan
memilih lokasi yang paling memberikan kemudahan dan keuntungan
bagi usahanya. Penciptaan iklim usaha yang kondusif merupakan elemen
utama di dalam peningkatan investasi. Keberhasilan suatu negara/daerah
menarik investor menggambarkan daya tarik dan daya saing negara/
daerah yang bersangkutan.
Wilayah perairan dan daratan Indonesia yang luas mempunyai kekayaan
sumber daya alam dan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.
Hampir setiap daerah memiliki potensi sumber daya alam yang khas,
berbeda dengan daerah lainnya. Keragaman ini seharusnya merupakan
modal potensial sebagai daya tarik investasi. Namun, menurut laporan
yaitu infrastruktur,
akses perkreditan,
dan pemasaran
Berbagai peraturan
perundang-
undangan telah
menghambat
perdagangan
antardaerah.
Penciptaan iklim
usaha yang kondusif
merupakan elemen
utama di dalam
peningkatan
investasi.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
III - 1
IFC tahun 2006, daya tarik investasi Indonesia masih berada di peringkat
135, tertinggal jauh dari Singapura di peringkat 1, Tailand di peringkat
18, Malaysia di peringkat 25, China di peringkat 93, Vietnam di peringkat
104, dan Filipina di peringkat 126.
Untuk melihat perbandingan daya tarik investasi di berbagai daerah di
Indonesia, sejak tahun 2001 Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi
Daerah (KPPOD) secara berkala melakukan kajian daya tarik investasi
daerah kabupaten/kota. Kajian ini dilakukan terhadap 134 Kabupaten/
Kota di Indonesia. Kajian daya tarik investasi tersebut didasarkan
pada persepsi para pengusaha yang mempunyai usaha di daerah baik
pengusaha lokal, pengusaha nasional, maupun pengusaha multinasional.
Fokus kajian KPPOD adalah persepsi pengusaha tehadap 5 (lima) faktor
utama, yaitu (1) kelembagaan, (2) sosial politik, (3) ekonomi daerah, (4)
tenaga kerja dan produktivitas, dan (5) infrastruktur fsik. Dari setiap
faktor tersebut kemudian dipilih variabel dan indikator yang relevan,
dan dilakukan pembobotan untuk masingmasing faktor utama,
variabel dan indikator. Berbagai faktor, variabel, dan indikator penentu
daya tarik investasi serta nilai bobotnya dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3
Daya Tarik Investasi Daerah Berdasarkan Persepsi Dunia Usaha
(sumber: KPPOD, 200)
Gambar 3.3 Daya Tarik Investasi Daerah Berdasarkan Persepsi Dunia
Usaha (sumber : KPPOD, 2006)
DAYA TARIK INVESTASI DAERAH
KELEMBAGAAN KEAMANAN,
POLITIK, SOSBUD
EKONOMI DAERAH
TENAGA KERJA INFRASTRUKTUR FISIK
KEPASTIAN HUKUM
APARATUR &
PELAYANAN
KEBIJAKAN
DAERAH
KEPEMIMPINAN
LOKAL
KEAMANAN
POLITIK
SOSIAL BUDAYA
POTENSI EKONOMI
STRUKTUR
EKONOMI
KETERSEDIAAN
TENAGA KERJA
KUALITASTENAGA
KERJA
BIAYA TENAGA
KERJA
KETERSEDIAAN
INFRASTRUKTUR
KUALITAS
INFRASTRUKTUR
Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan
III - 17
() Daya Saing Daerah
Daya saing dapat dilihat menurut wilayah (negara atau daerah)
dan menurut sektor atau pelaku (industri dan perusahaan). Kedua
pemahaman tersebut saling berkaitan. Daya saing suatu industri atau
perusahaan akan menentukan daya saing negara atau daerah. Daya
saing negara atau daerah akan memberi pengaruh terhadap kemampuan
suatu industri dan perusahaan.
Daya saing suatu negara sering dikaitkan dengan kemampuan suatu
negara dalam memasarkan produk yang dihasilkan negara itu relatif
terhadap kemampuan negara lain. Pengertian ini dipeluas oleh World
Economic Forum (WEF), yaitu kemampuan suatu perekonomian nasional
untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan.
Institute of Management and Development (IMD) mendefnisikan daya
saing sebagai kemampuan suatu negara untuk menciptakan nilai tambah
dalam rangka menambah kekayan nasional dengan cara mengelola aset
dan proses, daya tarik dan agresivitas, globalitas dan proksimitas, serta
dengan mengintegrasikan hubunganhubungan tersebut kedalam suatu
model ekonomi dan sosial.
Daya saing daerah mempunyai arti yang sama dengan daya saing
nasional. Suatu daerah yang mampu bersaing dengan daerah lain dalam
memproduksi dan memasarkan barang dan jasa disebut mempunyai
daya saing tinggi. Kini, lingkup persaingan tidak lagi hanya dalam
wilayah suatu negara, tetapi juga dengan wilayah yang berada di negara
lain.
Daya saing perusahaan adalah kemampuan suatu perusahaan untuk
menghasilkan suatu produk yang diminati konsumen relatif terhadap
perusahaan lain. Daya saing perusahaan ditentukan oleh tingkat
produktivitas perusahaan itu, yaitu nilai output yang dihasilkan oleh
setiap tenaga kerja perusahaan itu. Dalam hal ini terdapat hubungan
saling mempengaruhi antara pemerintah dan dunia usaha.
Daya saing suatu
negara sering
dikaitkan dengan
kemampuan suatu
negara dalam
memasarkan produk
yang dihasilkan
negara itu relatif
terhadap kemampuan
negara lain.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
III - 1
Daya saing nasional ditentukan oleh daya saing daerahdaerah yang ada
di negara tersebut. Selanjutnya daya saing negara/daerah ditentukan oleh
daya saing perusahaanperusahaan yang ada di negara/daerah tersebut
dan berbagai variabel lainnya. Kualitas kebijakan dan kelembagaan di
suatu negara dan daerah akan mempengaruhi kemampuan perusahaan
perusahaan di wilayahnya meningkatkan produktivitas.
Dengan pengertian itu, daya saing negara/daerah tidak hanya ditentukan
oleh daya saing perusahaan saja. Yang bersaing memang bukan negara/
daerah, tetapi perusahaan atau industri yang ada dalam negara/daerah
yang bersangkutan dengan perusahaan atau industri yang berada di
negara/daerah lain. Suatu negara/daerah yang memiliki daya saing tinggi
belum tentu seluruh perusahaan dan industri di negara/daerah tersebut
memiliki daya saing di pasar domestik maupun internasional. Daya
saing negara/daerah lebih problematik daripada daya saing perusahaan.
Bila perusahaan kalah bersaing, maka perusahaan bisa bangkrut dan
selanjutnya keluar dari bisnis yang digelutinya. Namun, negara/daerah
tidak memiliki bottom line atau tidak akan pernah keluar dari arena
persaingan.
Kotak 3.2. Posisi Daya Saing Indonesia
Menurut catatan WEF, posisi daya saing Indonesia menurun dari urutan ke-69 dari
104 negara yang diteliti pada tahun 2004 menjadi yang ke-71 dari 117 negara pada
tahun 2005. Meski posisi tersebut masih lebih baik dari posisi ke-72 pada tahun
2003, namun posisi tersebut relatif lebih buruk dibanding beberapa negara pesaing
di kawasan ASEAN. Menurut tolok ukur WEF, terdapat 5 (lima) faktor penting yang
menonjol. Faktor-faktor tersebut adalah 3 (tiga) faktor pada tataran makro, yaitu:
(a) tidak kondusifnya kondisi ekonomi makro; (b) buruknya kualitas kelembagaan
publik dalam menjalankan fungsinya sebagai fasilitator dan pusat pelayanan; dan
(c) lemahnya kebijakan pengembangan teknologi dalam memfasilitasi kebutuhan
peningkatan produktivitas. Sementara itu, pada tataran mikro atau tataran bisnis,
2 (dua) faktor yang menonjol adalah: (a) rendahnya efsiensi usaha pada tingkat
operasionalisasi perusahaan; dan (b) lemahnya iklim persaingan usaha.
Daya saing nasional
ditentukan oleh daya
saing daerah-daerah
yang ada di negara
tersebut.
Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan
III - 1
Menurut catatan IMD yang menerbitkan World Competitiveness Report setiap
tahun, posisi Indonesia turun dari urutan 58 pada tahun 2004 menjadi 59 pada
tahun 2005 dari 60 negara yang diteliti. Menurut catatan IMD, rendahnya kondisi
daya saing Indonesia disebabkan oleh buruknya kinerja perekonomian nasional
dalam 4 (empat) hal pokok, yaitu: (1) buruknya kinerja perekonomian nasional
yang tercermin dalam kinerjanya di perdagangan internasional, investasi,
ketenagakerjaan, dan stabilitas harga, (2) buruknya efsiensi kelembagaan
pemerintahan dalam mengembangkan kebijakan pengelolaan keuangan negara
dan kebijakan fskal, pengembangan berbagai peraturan dan perundangan untuk
iklim usaha kondusif, lemahnya koordinasi akibat kerangka institusi publik yang
masih banyak tumpang tindih, dan kompleksitas struktur sosialnya, (3) lemahnya
efsiensi usaha dalam mendorong peningkatan produksi dan inovasi secara
bertanggung jawab yang tercermin dari tingkat produktivitasnya yang rendah,
pasar tenaga kerja yang belum optimal, akses ke sumberdaya keuangan yang
masih rendah, serta praktik dan nilai manajerial yang relatif belum profesional, dan
(4) terbatasnya ketersediaan infrastruktur, baik infrastruktur fsik, teknologi, dan
infrastruktur dasar yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat akan pendidikan
dan kesehatan.
United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) juga mengembangkan
indikator Competitiveness Industrial Performance (CIP) yang diterapkan untuk
mengukur peringkat daya saing industri manufaktur di 93 negara dalam periode
1980 - 2000. Dalam Industrial Development Report 2004, ukuran indikator CIP tersebut
terdiri dari 4 (empat) variabel utama, yaitu: (a) nilai tambah industri manufaktur
per kapita, (b) ekspor industri manufaktur per kapita, (c) intensitas industrialisasi
yang diukur dari kontribusi industri manufaktur pada PDB dan kontribusi industri
manufaktur berteknologi menengah dan tinggi pada sektor industri manufaktur,
dan (d) kualitas ekspor yang diukur dari kontribusi ekspor manufaktur dalam total
ekspor dan kontribusi manufaktur berteknologi menengah dan tinggi dalam nilai
ekspor industri manufaktur. Hasil pemeringkatan menunjukkan bahwa kinerja
industri manufaktur Indonesia meningkat dari urutan ke-75 pada tahun 1980
menjadi urutan ke-54 pada tahun 1990, dan urutan ke-38 pada tahun 2000. Namun,
peningkatan posisi Indonesia memang relatif terpuruk dibanding negara pesaing
utama di Asia Timur (termasuk ASEAN). Dengan memperhatikan perkembangan
perekonomian dan masih terpuruknya kegiatan sektor produksi, peringkat sektor
industri manufaktur di Indonesia kembali turun setelah tahun 2000. Meskipun
kondisi ekonomi makro makin membaik dalam beberapa tahun terakhir, prestasi di
atas belum cukup membawa ke arah pemulihan aktivitas sektor produksi, terutama
industri manufaktur, ke tataran sebelum krisis apalagi mendongkrak peningkatan
daya saingnya.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
III - 20
Keunggulan daya saing daerah penting karena dua alasan. Pertama,
untuk menyadarkan bahwa keunggulan kompetitif suatu perusahaan
tidak sepenuhnya tergantung pada kemampuan internal masingmasing
perusahaan. Ada tempattempat di mana orang atau perusahaan lebih
mudah menciptakan usaha yang kompetitif dibanding tempat lain. Hal
ini tidak hanya berlaku untuk negara, tetapi juga berlaku untuk wilayah
dalam suatu negara.
Kedua, ada dua tipe keunggulan kompetitif yang harus dikenali, yaitu
keunggulan kompetitif statis dan keunggulan kompetitif dinamis.
Keunggulan kompetitif statis merujuk pada faktor lokasi geografs,
sedangkan keunggulan kompetitif dinamis merujuk pada permasalahan
tenaga kerja (seperti upah, kualitas, kedisiplinan, dan produktivitas),
iklim usaha, dan faktor lain yang berpengaruh terhadap industri di
daerah itu. Lokasi geografs merupakan faktor daya saing yang penting,
tetapi hal tersebut juga dimiliki banyak daerah lain. Di samping
itu ke depan kemajuan teknologi dan globalisasi lambat laun akan
mengurangi signifkansi faktor lokasi. Dalam kondisi demikian, faktor
faktor lain seperti kualitas tenaga kerja dan iklim usaha akan menjadi
keunggulan kompetitif yang penting terutama ketika di daerah lain hal
itu merupakan masalah.
Dalam era desentralisasi dan globalisasi, peningkatan daya saing yang
berbasis pada pengetahuan, teknologi dan inovasi menjadi kian penting
dalam pengembangan ekonomi daerah. Dalam globalisasi, tatanan
sistem ekonomi baru yang dihadapi memiliki ciri yang cukup berbeda
dengan tatanan ekonomi lama. Perbedaan tersebut terlihat baik dari
karakteristiknya maupun peranan dari para pelakunya. Dalam tatanan
ekonomi baru, persaingan yang terjadi adalah persaingan global,
persaingan antardaerah tinggi, dan sumber keunggulan daya saing
berasal dari inovasi, kualitas, waktu penyampaian ke pasar, dan biaya.
Daerah akan mengembangkan suatu keunggulan kompetitif berdasarkan
kemampuan inovasi, dan vitalitas ekonomi merupakan hasil langsung
dari persaingan industri lokal. Berbagai faktor yang dapat menentukan
daya saing antara lain:
Peningkatan daya
saing yang berbasis
pada pengetahuan,
teknologi dan
inovasi menjadi
kian penting dalam
pengembangan
ekonomi daerah
Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan
III - 21
1. Kondisi Faktor seperti tenaga kerja terampil yang dibutuhkan,
sumber daya alam, infrastruktur khusus yang tersedia, dan
hambatanhambatan tertentu;
2. Kondisi Permintaan seperti permintaan sektor rumah tangga
atau pelangganpelanggan lokal akan produk berkualitas yang
mendorong perusahaanperusahaan untuk berinovasi;
3. Dukungan Industri Terkait: industriindustri pemasok lokal yang
kompetitif yang menciptakan infrastruktur bisnis dan memacu
inovasi dan memungkinkan industriindustri untuk spin of;
4. Strategi, Struktur, dan Persaingan Perusahaan (Iklim Usaha): tingkat
persaingan antar industri lokal yang lebih memberikan motivasi
dibanding persaingan dengan pihak luar negeri, dan budaya
lokal yang mempengaruhi perilaku masingmasing industri dalam
melakukan persaingan dan inovasi;
5. Peranan Pemerintah: Peristiwa historis dan campur tangan
pemerintah cenderung berperan secara signifkan dalam peningkatan
daya saing daerah; dan
6. Kemampuan dan sinergi dari para pelaku usaha, yaitu usahawan/
pengusaha, profesional, dan pekerja/buruh.
Sementara itu, konsep dan pengukuran daya saing daerah pernah
dikeluarkan Bank Indonesia pada tahun 2002, yang menekankan
pada perkembangan ekonomi daerah. Tujuan pengukuran daya saing
daerah ini adalah melakukan identifkasi potensi dan prospek ekonomi
daerah dan menetapkan peringkat daya saing antar daerah di Indonesia.
Dengan pengukuran tersebut, pemerintah daerah dapat menetapkan
kebijakan memperbaiki daya saing daerah sesuai dengan kewenangan.
Dalam konsep ini, daya saing daerah diartikan sebagai kemampuan
perekonomian daerah dalam meningkatkan kesejahteraan yang tinggi
dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan
internasional. Dengan mengacu pada pengertian tersebut, pengukuran
daya saing daerah menggunakan 9 (sembilan) indikator utama, yaitu
(1) perekonomian daerah, (2) keterbukaan, (3) sistem keuangan,
(4) infrastruktur dan sumber daya alam, (5) ilmu pengetahuan dan
teknologi, (6) sumber daya manusia, (7) kelembagaan, (8) governance
Daya saing daerah
diartikan sebagai
kemampuan
perekonomian daerah
dalam meningkatkan
kesejahteraan
yang tinggi dan
berkelanjutan dengan
tetap terbuka pada
persaingan domestik
dan internasional
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
III - 22
dan kebijakan pemerintah, dan (9) manajemen dan ekonomi mikro.
Masingmasing indikator utama tersebut diuraikan ke dalam sub
indikator, dan sub indikator diuraikan kembali ke beberapa variabel
penentu daya saing daerah (lihat Tabel 3.4).
Tabel 3.
Indikator dan Sub Indikator Penentu Daya Saing Daerah
INDIKATOR UTAMA SUB-INDIKATOR
JUMLAH
VARIABEL
DESKRIPSI
I. Perekonomian
Daerah
Nilai Tambah
Invetasi
Tabungan
Konsumsi
Kinerja Sektoral
Biaya Hidup
22 variabel Merupakan ukuran
kinerja secara umum
perekonomian daerah
secara makro
II. Keterbukaan Internasionalisasi
Perdagangan Antar
Daerah
26 variabel Mengukur seberapa
jauh perekonomian
daerah terbuka
terhadap perdagangan
internasional dan
perdagangan antar
daerah
III. Sistem Keuangan Biaya Modal
Ketersediaan Modal
Efsiensi Sektor Perbankan
Efsiensi Sektor Keuangan
Non-Bank
12 variabel Mengukur seberapa
baik sistem fnansial,
perbankan maupun
lembaga keuangan
non-bank dapat
memfasilitasi aktivitas
perekonomian daerah
IV. Infratruktur dan
Sumber Daya
Alam
Infrastruktur Fisik
Infrastruktur Informasi
dan Komunikasi
Sumber Daya Alam
24 variabel Mengukur seberapa
besar sumber daya:
modal fsik, letak
geografs, sumber daya
alam, mendukung
aktivitas perekonomian
daerah
V. Ilmu
Pengetahuan
dan Teknologi
Kegiatan Penelitian
SDM di Bidang Teknologi
7 variabel Mengukur kemampuan
daerah dalam ilmu
pengetahuan dan
teknologi serta
penerapannya dalam
kegiatan ekonomi yang
meningkatkan nilai
tambah
Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan
III - 23
Kapasitas dan
kualitas institusi
Pemerintah Daerah
merupakan syarat
penting dari iklim
investasi yang
kondusif.
INDIKATOR UTAMA SUB-INDIKATOR
JUMLAH
VARIABEL
DESKRIPSI
VI. Sumber Daya
Manusia
Karakteristik Penduduk
Ketenagakerjaan
Pendidikan
Kualitas Hidup
Perilaku dan Nilai Sosial
29 variabel Mengukur ketersediaan
dan kualitas sumber
daya manusia yang
meningkatkan daya
saing perekonomian
daerah.
VII. Kelembagaan Aspek Hukum dan
Keamanan
Aspek Sosial, Politik, dan
Budaya
17 variabel Mengukur seberapa
kondusif iklim sosial,
politik, hukum dan
aspek keamanan
dalam mendukung
perekonomian daerah.
VIII. Governance dan
Kebijakan
Pemerintah
Prediktabilitas Peraturan
dan Kebijakan
Hambatan Birokrasi
Efsiensi Sektor Publik
Kebijakan Pemerintah
24 variabel Mengukur kualitas
administrasi
pemerintah daerah
dalam menyediakan
infrastruktur fsik,
peraturan serta aturan
main dari kompetisi.
IX. Manajemen dan
Ekonomi Mikro
Produktivitas
Efsiensi Manajemen
Budaya Perusahaan
32 variabel Mengukur bagaimana
perusahaan/industri
di daerah tersebut
dikelola secara inovatif,
menguntungkan dan
bertanggung jawab.
Sumber:Bank Indonesia, 2002
Survei yang dilakukan oleh KPPOD (2006) mengindikasikan bahwa
kapasitas dan kualitas institusi Pemerintah Daerah merupakan syarat
penting dari iklim investasi yang kondusif. Selain itu, syarat penting
lainnya adalah kondisi sosial, politik, dan keamanan setempat. Kedua
faktor tersebut bahkan dianggap jauh lebih penting dibandingkan
dengan potensi perekonomian daerah itu sendiri. Dari hasil survei ini
dapat disimpulkan bahwa upaya memangkas ekonomi biaya tinggi di
tingkat daerah harus dimulai dari Pemerintah Daerah itu sendiri.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
III - 2
3.3 KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH YANG BERPENGARUH
TERHADAP INVESTASI
Untuk mempercepat perbaikan iklim bisnis dan kinerja sektor riil di
daerah, harus ditumbuhkan kesadaran akan pentingnya persaingan
antardaerah dalam menarik investasi sebanyakbanyaknya ke daerah
tersebut. Pemerintah Daerah dituntut untuk selalu giat dalam menarik
investasi sekaligus mempertahankan dan meningkatkan investasi yang
sudah ada di daerah masingmasing. Berbagai kebijakan pemerintah
daerah dalam bentuk Perdaperda diharapkan mendukung penciptaan
iklim usaha yang kondusif, dan memberikan berbagai insentif serta
kemudahan bagi investor dalam melakukan usaha.
Dengan otonomi yang dimiliki, peran pemerintah daerah kini menjadi
sama pentingnya dengan pemerintah pusat dalam peningkatan investasi.
Pemerintah Daerah dituntut dapat berkreasi dalam menangani
permasalahan iklim investasi di daerah masingmasing melalui
berbagai kebijakan yang mendukung terciptanya iklim usaha yang
sehat. Pemerintah Daerah juga dituntut untuk dapat bersaing dengan
Pemerintah Daerah lainnya dalam meningkatkan daya tarik investasi
daerah. Hal ini disebabkan oleh motivasi pelaku usaha atau investor
untuk berpindah atau melakukan investasi di daerah lain yang memiliki
daya tarik lebih tinggi. Investor akan memilih lokasi yang menawarkan
peluang keuntungan lebih besar dengan risiko lebih kecil.
Efektivitas kebijakan pemerintah daerah dalam meningkatkan investasi
dipengaruhi oleh instrumen kebijakan, pelaksanaan, dan pengendalian
terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut. Instrumen kebijakan untuk
meningkatkan investasi berupa: (1) peraturan perundangan dalam
kerangka regulasi, (2) pengelolaan belanja daerah dalam kerangka
investasi dan layanan publik, antara lain untuk penyediaan layanan
terpadu. Mengingat jumlahnya yang mayoritas dan kontribusinya
yang besar terhadap perekonomian nasional dan daerah selama ini,
maka sangatlah wajar jika fokus perhatian diberikan kepada upaya
pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah dan koperasi, yang
dilakukan antara lain dengan pendekatan pengembagan sektor unggulan
melalui klaster industri.

Kebijakan
pemerintah daerah
dalam meningkatkan
investasi
dipengaruhi oleh
instrumen kebijakan,
pelaksanaan, dan
pengendalian
terhadap
pelaksanaan
kebijakan tersebut.
Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan
III - 2
(1) Kerangka Regulasi
Globalisasi telah membawa persaingan dalam menarik investasi dan
persaingan merebut pasar, baik lokal maupun luar negeri, semakin
ketat. Indonesia sekarang tidak hanya bersaing dengan Malaysia,
Tailand, dan Filipina, tetapi juga China, Vietnam, dan mungkin akan
menyusul Kamboja. Dengan melihat kondisi tersebut, Indonesia harus
lebih aktif dalam menarik investasi. Untuk itu, Pemerintah Pusat telah
mengeluarkan paket kebijakan investasi berupa deregulasi dalam lima
bidang, yakni masalah umum (termasuk memperkuat kelembagaan
pelayanan investasi dan sinkronisasi peraturan daerah dan pusat),
kepabeanan dan cukai, perpajakan, ketenagakerjaan, dan usaha kecil,
menengah, dan koperasi. Paket kebijakan investasi tersebut tertuang
dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 3 Tahun 2006 yang berlaku sejak
akhir tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Dalam setiap bidang paket
kebijakan investasi tersebut terdapat kebijakan, program, tindakan,
keluaran, tenggat waktu, dan penanggung jawab. Paket kebijakan
tersebut disusun melalui konsultasi dengan kalangan dunia usaha dalam
dan luar negeri serta masyarakat internasional yang menaruh perhatian
atas kondisi iklim investasi di tanah air.
Pemerintah Daerah perlu melakukan berbagai pembenahan dan
pengembangan insentif investasi di daerah masingmasing untuk
mendukung pelaksanaan paket kebijakan tersebut.
Sehubungan dengan itu, Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah khususnya dalam pasal 176, telah memberikan
payung hukum bagi diterbitkannya Peraturan Daerah (Perda) tentang
Pemberian Insentif dan Kemudahan Investasi. Ketentuan dalam pasal
tersebut mengamanatkan bahwa Pemerintah Daerah, dalam rangka
meningkatkan perekonomian daerahnya, dapat memberikan insentif
dan/atau kemudahan kepada masyarakat dan/atau investor yang
diatur dalam Perda dengan berpedoman pada peraturan perundang
undangan. Selanjutnya dijelaskan bahwa insentif dan/atau kemudahan
investasi tersebut mencakup antara lain penyediaan sarana, prasarana,
dan stimulan, pemberian modal usaha, pemberian bantuan teknis,
keringanan biaya dan percepatan pemberian ijin.
Globalisasi telah
membawa persaingan
dalam menarik
investasi dan
persaingan merebut
pasar, baik lokal
maupun luar negeri,
semakin ketat.
Pemerintah Pusat
mengeluarkan Paket
kebijakan investasi
tersebut tertuang
dalam Instruksi
Presiden (Inpres) No. 3
Tahun 2006.
Pemerintah Daerah
perlu melakukan
berbagai pembenahan
dan pengembangan
insentif investasi di
daerah masing-masing
untuk mendukung
pelaksanaan paket
kebijakan tersebut.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
III - 2
Pemerintah daerah juga perlu melakukan sinkronisasi dan koordinasi
antarlembaga untuk memadukan tugas dan fungsi serta kebijakan yang
bersifat lintas sektor. Bagi Pemerintah Daerah, persaingan yang makin
tajam membuat tugas ke depan semakin berat. Dalam hal ini, daerah
harus menyiapkan diri sedemikian rupa sehingga mampu menjadi
daerah tujuan ivestasi dan pusat pengembangan industri yang tidak
dihalangi oleh batas wilayah (daerah dan negara).

Gambar 3.4. Kerangka Kebijakan Investasi daerah
Kualitas
Institusi Daerah
Perencanaan Strategis
untuk Promosi dan Pengelolaan
Investasi Daerah:
- Integrasi Perencanaan
Pembangunan Daerah
- Koordinasi Antar
Stakeholders
- I dentifikasi Produk Utama
Investasi
Daerah
Sektor
Pendukung:
- Infrastruktur
- Pendidikan
- Ramah
Lingkungan
Membangun
Kapasitas Pemda:
- Reformasi
Birokrasi
-
Koordinasi
Kebijakan dalam
Pengelolaan Investasi
Daerah
- Pajak dan Retribusi
Daerah
Kebijakan dalam
Promosi Investasi
Daerah
- Pemasaran Daerah
Pertumbuhan
Ekonomi Daerah
Gambar 3. Kerangka Kebijakan Investasi Daerah
Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan
III - 27
Komunikasi, koordinasi dan konsultasi perlu pula dilakukan oleh
Pemerintah Daerah dengan para pengusaha (investor). Pemerintah
Daerah harus menyadari bahwa pengusaha adalah pelaku utama
perekonomian daerah dan peningkatan pendapatan daerah hanya
dapat dilakukan dengan dukungan dunia usaha. Para pengusaha akan
memandang kebijakan otonomi daerah dan paket kebijakan investasi
yang dikeluarkan merupakan sebuah peluang dan sekaligus tantangan.
Kebijakan tersebut menjadi sebuah peluang apabila Pemerintah
Daerah memiliki persepsi dan konsistensi dalam memajukan investasi
dan kegiatan usaha secara sungguhsungguh. Sebaliknya, kebijakan
tesebut akan menjadi sebuah tantangan apabila pelaksanaan otonomi
daerah menyebabkan munculnya ketidaksesuaian antara kebijakan
yang dikeluarkan dengan kebutuhan pelaku usaha. Hal ini terjadi
apabila Pemerintah Daerah mengabaikan suara dunia usaha dalam
merencanakan dan menerapkan kebijakan. Untuk itu, Pemerintah
Daerah dan para pengusaha/investor diharapkan dapat duduk bersama
untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi. Dalam hubungan ini
tumbuhnya berbagai forum kemitraan lintas pemangku kepentingan
(multi stakeholders) di daerah patut dihargai dan didukung.
(2) Kerangka Anggaran
Bagi masyarakat, Pemerintah Daerah dianggap berhasil apabila
dapat memberikan layanan publik yang memadai dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, Pemerintah
Daerah harus bekerja keras untuk menumbuhkan investasi sebagai
sumber pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Investor
potensial dapat berasal dari pengusaha daerah itu sendiri maupun
pengusaha luar daerah, bahkan pengusaha luar negeri. Siapapun calon
investornya, syarat utama berkembangnya investasi di suatu daerah
adalah adanya iklim investasi yang sehat dan kondusif, sehingga tidak
terjadi ekonomi biaya tinggi. Dengan kata lain, Pemerintah Daerah
dituntut untuk mampu mengelola APBD secara efsien, efektif, relevan,
ekonomis dan tanpa kebocoran sebagai instrumen untuk menggerakkan
perekonomian daerah, menciptakan lapangan kerja baru, dan mening
katkan pendapatan masyarakat setempat.
Pemerintah Daerah
dituntut untuk mampu
mengelola APBD secara
efsien dan efektif
tanpa kebocoran
sebagai instrumen
untuk menggerakkan
perekonomian
daerah, menciptakan
lapangan kerja baru,
dan meningkatkan
pendapatan masyarakat
setempat.
Komunikasi, koordinasi
dan konsultasi perlu
pula dilakukan
oleh Pemerintah
Daerah dengan para
pengusaha (investor).
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
III - 2
Beberapa daerah telah berhasil melakukan efsiensi dan efektivitas
pengeluaran/belanja, dan bahkan akhirnya dapat memberikan beberapa
pelayanan publik yang lebih baik terhadap masyarakat, walaupun pada
awalnya sulit untuk dilakukan.

Pengelolaan APBD perlu mempertimbangkan fungsi alokasi, distribusi
dan stabilisasi secara efsien dan efektif dalam membiayai pem
bangunan daerah. Dari fungsi alokasi, belanja daerah dilakukan untuk
menyediakan barang dan pelayanan publik yang dibutuhkan oleh
masyarakat banyak di daerah dan tidak dapat disediakan sendiri oleh
masyarakat daerah. Selain itu, belanja daerah juga dapat dialokasikan
dalam kerangka investasi. Investasi yang dilakukan harus pada sektor
sektor prioritas yang dimiliki daerah sehingga diharapkan dapat
menggerakkan perekonomian daerah, menciptakan lapangan kerja
baru, dan akhirnya memperbaiki pendapatan masyarakat setempat.
Sektor prioritas yang dimaksud adalah sektor infrastruktur dan sektor
sektor yang mampu memberikan nilai tambah dan output yang cukup
tinggi bagi perekonomian serta dapat menyerap tenaga kerja yang cukup
banyak. Selain untuk investasi, belanja daerah juga diharapkan dapat
dialokasikan kepada halhal yang dapat mendorong kinerja sektor riil,
seperti misalnya perbaikan sistem pelayanan, infrastruktur, pelatihan
keterampilan tenaga kerja, penyediaan dana stimulan, pemberian modal
usaha dan bantuan teknis, dan lainlain.
Dari fungsi distribusi, belanja daerah juga harus berpihak terhadap
masyarakat, terutama masyarakat miskin di daerah dan wilayah yang
masih tertinggal. Masyarakat miskin dan wilayah yang masih tertinggal
perlu penanganan khusus melalui berbagai program pembangunan
daerah yang lintas sektor. Fungsi yang dijalankan Pemerintah Daerah
mampu menciptakan distribusi pendapatan dan pembangunan yang
merata, baik antar individu masyarakat maupun antar bagian wilayah
di daerahnya.
Fungsi stabilisasi dari belanja daerah dapat dilakukan oleh Pemerintah
Daerah untuk menjaga kestabilan perekonomian daerah. Pada saat
Pengelolaan
APBD perlu
mempertimbangkan
fungsi alokasi,
distribusi dan
stabilisasi secara
efsien dan efektif
dalam membiayai
pembangunan
daerah. Dari fungsi
alokasi, belanja daerah
dilakukan untuk
menyediakan barang
dan pelayanan publik
yang dibutuhkan oleh
masyarakat banyak
di daerah dan tidak
dapat disediakan
sendiri oleh
masyarakat daerah.
Dari fungsi distribusi,
belanja daerah juga
harus berpihak
terhadap masyarakat,
terutama masyarakat
miskin di daerah dan
wilayah yang masih
tertinggal.
Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan
III - 2
perekonomian daerah sedang lesu, Pemerintah Daerah dapat melakukan
belanja daerah yang bersifat ekspansif untuk memacu perekonomian
daerah sehingga hasilnya akan dapat meningkatkan peranan masyarakat
dan swasta dalam perekonomian daerah. Kemudian pada saat
perekonomian daerah bergerak cepat didukung oleh swasta, belanja
Pemerintah Daerah perlu diarahkan untuk memfasilitasi pertumbuhan
ekonomi yang lebih berkualitas dengan mengutamakan pada
penguatan jaringan pemasaran, pengembangan teknologi informasi
dan pemeliharaan lingkungan.
(3) Peningkatan Kualitas Pelayanan
Dalam era persaingan global yang menuntut efsiensi dan akurasi,
pelayanan birokrasi yang cepat, murah, dan berorientasi pada kebutuhan
dan kepuasan klien sudah menjadi kebutuhan umum. Dalam rangka
peningkatan kualitas pelayanan, khususnya percepatan dan simplifkasi
perijinan di daerah, pemerintah berusaha melakukan terobosan
reformasi birokrasi dengan diberlakukannya Permendagri No. 24 tahun
2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Beberapa kabupaten/kota telah menerapkan inovasi pelayanan prima
sejak beberapa tahun sebelum peraturan tersebut disusun.
Saat ini, sekitar 80 kabupaten/kota telah melakukan berbagai upaya
inovatif dalam membenahi kualitas pelayanan bagi investor dan
masyarakatnya dengan membentuk Unit Pelayanan Terpadu (UPT).
Pemerintah Daerah Sragen, Parepare, dan Sidoarjo telah memperoleh
sertifkasi standar mutu menejemen ISO 9001:2000. Langkah yang
telah dilakukan oleh pemerintah daerah tersebut adalah mempercepat
proses perijinan tidak lebih dari tujuh (7) hari. Hal ini lebih cepat dari
ketentuan yang diatur dalam Kepmendagri selama 15 hari. Kecepatan,
transparansi, dan keramahan petugas palayanan perijinan telah
memberikan dampak positif bagi daerah yang bersangkutan.
Kabupaten Sragen, Jawa Tengah misalnya telah mengembangkan
kebijakan ramah investasi dengan mengembangkan kantor pelayanan
Fungsi stabilisasi
dari belanja daerah
dapat dilakukan
oleh Pemerintah
Daerah untuk
menjaga kestabilan
perekonomian
daerah.
Kecepatan,
transparansi, dan
keramahan petugas
palayanan perijinan
telah memberikan
dampak positif
bagi daerah yang
bersangkutan
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
III - 30
terpadu (KPT) yang dapat memberikan layanan one stop service atas
52 perizinan dan 10 jenis pelayanan administrasi kependudukan yang
masuk dalam kategori non perizinan sejak akhir tahun 2002. Dampak
dari kemudahan yang diberikan lewat KPT terlihat dari perbandingan
kondisi ekonomi sebelum dan sesudah ada KPT (tahun 2002 dan
2003). Investasi industri mikro, kecil, dan menengah di Kabupaten
Sragen meningkat dari Rp 30,7 miliar menjadi Rp 35,2 miliar (naik 16,6
persen). Investasi industri besar meningkat dari Rp 110 miliar menjadi
Rp 394,8 miliar (naik 213 persen). Sedangkan penyerapan tenaga kerja
sektor industri juga meningkat dari 28.976 orang menjadi 41.800 orang
(naik 44,29 persen) (Kompas, 22 September 2006).
Kotak 3.3. Pelayanan Terpadu Sragen
Sejak dibangunnya KPT (Kantor Pelayanan Terpadu) di Sragen tahun 2002 jumlah
perijinan yang dikeluarkan telah meningkat dari 2.027 pada tahun 2003 menjadi
3.170 pada tahun 2004, dan meningkat lagi menjadi 4.072 pada tahun 2005. Hingga
tahun 2005, perusahaan yang telah memiliki legalitas usaha tercatat sebanyak
8.105 perusahaan. Hal ini lebih tinggi dari jumlah perusahaan yang tercatat pada
tahun 2002 sebanyak 6.373 perusahaan. Nilai investasi meningkat dari Rp 592
miliar pada tahun 2002 menjadi Rp 703 miliar tahun 2004, dan Rp 955 miliar tahun
2005. Hal ini berdampak pada meningkatnya penyerapan tenaga kerja dari 40.785
orang pada tahun 2002 menjadi 46.794 orang pada tahun 2005. Pendapatan Asli
Daerah juga meningkat dari Rp 22,5 miliar pada tahun 2002 menjadi 43,5 miliar
pada tahun 2004.
Pemerintah Kota Parepare juga melakukan berbagai langkah untuk meningkatkan
pelayanan terpadu. Seiring dengan penerapan UPT, PAD Kota Parepare telah
meningkat dari Rp 8.017 miliar pada tahun 2002 menjadi Rp 1.340,2 miliar pada
tahun 2004, dan hingga pertengahan tahun 2005 telah mencapai Rp 1.769,1
miliar.
Kotak 3.3. Pelayanan Terpadu Sragen
Sejak dibangunnya KPT (Kantor Pelayanan Terpadu) di Sragen tahun 2002 jumlah
perijinan yang dikeluarkan telah meningkat dari 2.027 pada tahun 2003 menjadi
3.170 pada tahun 2004, dan meningkat lagi menjadi 4.072 pada tahun 2005. Hingga
tahun 2005, perusahaan yang telah memiliki legalitas usaha tercatat sebanyak
8.105 perusahaan. Hal ini lebih tinggi dari jumlah perusahaan yang tercatat pada
tahun 2002 sebanyak 6.373 perusahaan. Nilai investasi meningkat dari Rp 592
miliar pada tahun 2002 menjadi Rp 703 miliar tahun 2004, dan Rp 955 miliar tahun
2005. Hal ini berdampak pada meningkatnya penyerapan tenaga kerja dari 40.785
orang pada tahun 2002 menjadi 46.794 orang pada tahun 2005. Pendapatan Asli
Daerah juga meningkat dari Rp 22,5 miliar pada tahun 2002 menjadi 43,5 miliar
pada tahun 2004.
Pemerintah Kota Parepare juga melakukan berbagai langkah untuk meningkatkan
pelayanan terpadu. Seiring dengan penerapan UPT, PAD Kota Parepare telah
meningkat dari Rp 8.017 miliar pada tahun 2002 menjadi Rp 1.340,2 miliar pada
tahun 2004, dan hingga pertengahan tahun 2005 telah mencapai Rp 1.769,1
miliar.
Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan
III - 31
() Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
dan Koperasi
Berbeda dengan usaha skala menengah dan besar yang terkonsentrasi di
kotakota besar saja, UMKM tersebar luas di seluruh daerah. Keberadaan
usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan koperasi berperan
besar dalam penyediaan lapangan kerja dan penyediaan keperluan
barang dan jasa dalam negeri. Keberadaan tersebut memberi petunjuk
bahwa kebijakan pemberdayaan UMKM dan koperasi sangat strategis
untuk mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan
bagi sebagian besar rakyat sekaligus meningkatkan pemerataan
pembangunan.
Orientasi pemberdayaan UMKM dan koperasi mencakup dua fokus,
yaitu pemberdayaan usaha mikro, dan pemberdayaan UKM dan
koperasi. Pemberdayaan usaha mikro pada dasarnya diarahkan untuk
mendukung penanggulangan kemiskinan dan peningkatan pendapatan
masyarakat berpendapatan rendah. Sedangkan pemberdayaan UKM
dan koperasi diarahkan untuk menurunkan angka pengangguran dan
mendorong ekspor bersamaan dengan upaya mendorong perekonomian
daerah.
Dengan jumlah unit usaha yang sangat besar, pemberdayaan UMKM
perlu dilaksanakan melalui langkahlangkah yang terencana, sistematis,
institusional dan konsisten dengan didukung partisipasi masyarakat
yang luas. Langkah pemberdayaan yang penting adalah membuka
kesempatan berusaha, meningkatkan akses kepada sumberdaya
produktif, dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia UMKM
dan koperasi, terutama jiwa kewirausahaannya.
Perluasan kesempatan berusaha bagi UMKM dan koperasi diwujudkan
dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif melalui upaya bersama
pemerintah pusat dan daerah untuk (1) menyederhanakan proses
perizinan usaha serta menyediakan adanya kepastian lokasi usaha; (2)
mengurangi biaya transaksi, terutama menghapus biayabiaya pungutan
yang tidak wajar; (3) memberikan perlindungan terhadap praktik
Keberadaan usaha
mikro, kecil, dan
menengah (UMKM)
dan koperasi
berperan besar dalam
penyediaan lapangan
kerja dan penyediaan
keperluan barang dan
jasa dalam negeri
Dengan jumlah unit
usaha yang sangat
besar, pemberdayaan
UMKM perlu
dilaksanakan melalui
langkah-langkah yang
terencana, sistematis,
institusional dan
konsisten dengan
didukung partisipasi
masyarakat yang luas.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
III - 32
praktik usaha yang curang; serta (4) memantau dan memperbaiki
regulasi dan kebijakan baik sektoral maupun daerah yang menghambat
perkembangan UMKM dan koperasi.
Peningkatan akses terhadap sumberdaya produktif meliputi akses
kepada sumbersumber permodalan/pembiayaan, teknologi, pasar dan
informasi. Pengembangan institusi/lembaga yang dapat menjalankan
fungsi intermediasi berbagai sumberdaya produktif tersebut di seluruh
daerah menjadi program penting agar UMKM dan koperasi dapat
memanfaatkan peluang yang tersedia. Di samping itu, pelatihan dan
pendampingan yang berkesinambungan bagi peningkatan kualitas
sumberdaya manusia UMKM dan koperasi juga menjadi satu kesatuan
dari upaya pemberdayaan tersebut.
Kotak 3.. Peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Selama periode 2002-2005, jumlah usaha kecil dan menengah (UKM) terus meningkat dari 40,88 juta
usaha pada tahun 2002 menjadi 44,69 unit usaha pada tahun 2005. Peningkatan jumlah usaha terjadi
baik untuk skala usaha kecil maupun menengah. Dengan jumlah tersebut, proporsi UKM terhadap
jumlah total unit usaha di Indonesia mencapai 99,99 persen.
Tabel 3.. Komposisi Skala Usaha Menurut Wilayah
SKALA
USAHA
2002 2003 2004 2005
JMLH % JMLH % JMLH % JMLH %
Kecil 0,820,966 99.84 42,331,474 99.84 43,641,094 99.84 44,621,823 99.84
Menengah 60,618 0.15 63,546 0.15 66,318 0.15 67,765 0.15
UKM 40,881,584 99.99 42,395,020 99.99 43,707,412 99.99 44,689,588 99.99
Usaha Besar 3,628 0.01 3,894 0.01 4,068 0.01 4,171 0.01
Total 40,885,212 100.00 42,398,914 100.00 43,711,480 100.00 44,693,759 100.00
Sumber: BPS, 2005
Dari sisi investasi, jumlah investasi UKM juga meningkat dari Rp 149,87 triliun pada tahun 2002 menjadi
Rp 275,37 triliun pada tahun 2005. Demikian juga kontribusinya terhadap investasi nasional, peranan
investasi usaha kecil meneningkat dari 18,37 persen pada tahun 2002 menjadi 18,94 persen pada
tahun 2003, 19,42 persen pada 2004, dan meningkat lagi menjadi 20,45 persen pada tahun 2005.
Secara keseluruhan, peranan investasi UKM terhadap investasi nasional pada tahun 2005 mencapai
45,91 persen. Sedangkan laju pertumbuhan investasi UKM pada tahun 2005 adalah 14,90 persen, lebih
tinggi dibanding laju pertumbuhan investasi usaha besar yang mencapai 6,18 persen.
Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan
III - 33
() Pengembangan Klaster
Peningkatan daya saing suatu daerah dapat ditempuh dengan
mengembangkan sektor unggulan berbasis pada sumberdaya lokal
dengan didukung pengetahuan, teknologi dan informasi. Pengembangan
sektor unggulan tersebut dilakukan melalui suatu perencanaan yang
terfokus dan strategis pada suatu wilayah khusus yang dikenal sebagai
klaster bisnis. Pengembangan suatu klaster ditujukan untuk memusatkan
berbagai kegiatan usaha di kawasan tertentu yang satu sama lain saling
melengkapi (komplementer), saling bergantung, dan saling bersaing
dalam melakukan aktivitas bisnis. Perusahaan atau industri yang
dikembangkan dalam suatu klaster bisnis umumnya berskala kecil dan
menengah meliputi industri berbasis pertanian (agroindustri), industri
kerajinan, industri pengolahan, industri teknologi dan informasi,
dan lainlain. Perusahaan atau industri yang berusaha dalam wilayah
khusus tersebut memiliki persamaan kebutuhan terhadap tenaga kerja,
teknologi, dan infrastruktur.
Pengembangan klaster menawarkan cara yang lebih efektif dan
efsien dalam membangun ekonomi daerah secara lebih mantap, dan
mempercepat pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan.
Klaster industri meningkatkan hubungan antar berbagai industri
dan lembaga yang terlibat di dalam klaster tersebut. Dalam konteks
peningkatan daya saing, pengembangan klaster memberikan beberapa
keuntungan. Pertama, klaster akan meningkatkan produktivitas melalui
efsiensi dalam mengakses input produksi, kemudahan koordinasi, difusi
teknologi, dan suasana kompetisi di tingkat lokal. Kedua, klaster akan
mendorong lahirnya inovasi. Persaingan yang sehat antarperusahaan
dalam suatu klaster akan memacu berbagai inovasi untuk menurunkan
biaya produksi, meningkatkan mutu barang dan menekan harga jual.
Hal ini akhirnya akan meningkatkan daya saing daerah. Ketiga, klaster
akan mendorong tumbuhnya usahausaha baru dalam rumpun industri
terkait. Tersedianya jaringan dan keterkaitan antar industri dalam
klaster akan mempermudah usaha baru untuk memulai usaha.
Pengembangan klaster
menawarkan cara yang
lebih efektif dan efsien
dalam membangun
ekonomi daerah
secara lebih mantap,
dan mempercepat
pembangunan ekonomi
nasional secara
keseluruhan.
Peningkatan daya saing
suatu daerah dapat
ditempuh dengan
mengembangkan
sektor unggulan
berbasis pada
sumberdaya lokal
dengan didukung
pengetahuan, teknologi
dan informasi.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
III - 3
Keberhasilan suatu klaster dapat oleh faktor penentu kekuatan klaster,
yaitu: (1) spesialisasi; (2) kapasitas penelitian dan pengembangan;
(3) pengetahuan dan keterampilan; (4) pengembangan sumber daya
manusia; (5) jaringan kerjasama dan modal sosial; (6) kedekatan
dengan pemasok; (7) ketersediaan modal; (8) jiwa kewirausahaan; dan
(9) kepemimpinan dan visi bersama.
Pemerintah Daerah dapat berperan sebagai fasilitator, koordinator,
dan supervisor dalam pengembangan klaster. Pemerintah Daerah
dapat menjadi fasilitator untuk pengembangan kerjasama/kemitraan
dan jaringan usaha (networking) diantara pelaku bisnis dalam klaster.
Pemerintah Daerah juga dapat berperan dalam mengkoordinasikan
dukungan teknis dan permodalan usaha bagi pengembangan klaster
bisnis. Di samping itu, Pemerintah Daerah juga dapat berperan penting
dalam menumbuhkan permintaan terhadap produkproduk klaster
(melalui belanja pemerintah), terutama di daerahdaerah dimana usaha
kecil dan menengah banyak mengalami kesulitas dalam mengakses
pasar dan sumber pembiayaan usaha.
Pemerintah Daerah
dapat berperan
sebagai inisiator,
koordinator, dan
supervisor dalam
pengembangan
klaster
BAB IV
Sinkronisasi Pusat dan
Daerah dalam Perbaikan
Iklim Investasi
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
IV - 2
4.1 PAKET KEBIJAKAN PERBAIKAN IKLIM INVESTASI
Dalam menghadapi persaingan dengan negara Asia lainnya dalam
menarik investasi, Pemerintah telah mengeluarkan Paket Kebijakan
Perbaikan Iklim Investasi yang dituangkan dalam Instruksi Presiden
(Inpres) Nomor 3 tahun 2006 pada tanggal 27 Februari 2006, dan
berbagai paket kebijakan lainnya.
Inpres No. 3 Tahun 2006 ini memuat sejumlah kebijakan, program,
tindakan, keluaran, sasaran waktu dan penanggungjawab setiap keluaran
yang diinginkan. Serangkaian program dan tindakan tersebut pada
intinya bertujuan memperbaiki iklim investasi di Indonesia. Perumusan
program dan tindakan tersebut disusun melalui serangkaian dialog dan
Upaya peningkatan investasi memerlukan berbagai dukungan
berupa penciptaan iklim usaha yang kondusif, kapasitas
infrastruktur yang memadai, intermediasi lembaga keuangan, tata
kepemerintahan yang baik serta keamanan dan ketertiban. Dalam
jangka panjang, peningkatan daya tarik investasi dan daya saing
nasional juga ditentukan oleh dukungan sumber daya manusia
berkualitas. Berbagai upaya peningkatan investasi tersebut perlu
disiapkan dan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah secara konsisten dan sinergis. Bab ini akan membahas
berbagai paket kebijakan pemerintah untuk memperbaiki iklim
investasi, percepatan pembangunan infrastruktur, penguatan
sektor keuangan, pertanahan, dan pengembangan kawasan
ekonomi khusus. Uraian ini diharapkan dapat memberikan
gambaran utuh langkah-langkah yang telah diambil dan yang
sedang disiapkan oleh pemerintah, serta dukungan yang diharapkan
dari pemerintah daerah.
Pemerintah
mengeluarkan Paket
Kebijakan Perbaikan
Iklim Investasi yang
tertuang dalam Instruksi
Presiden (Inpres) Nomor
3 tahun 2006.
Isi dari paket kebijakan
ini meliputi aspek umum
(termasuk penguatan
kelembagaan pelayanan
investasi dan sinkronisasi
peraturan pusat dan
daerah),
BAB IV SINKRONISASI PUSAT DAN DAERAH DALAM
PERBAIKAN IKLIM INVESTASI
Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi
IV -
konsultasi dengan kalangan pengusaha dalam dan luar negeri, serta
pemangku kepentingan lainnya. Isi dari paket kebijakan ini meliputi
aspek umum (termasuk penguatan kelembagaan pelayanan investasi
dan sinkronisasi peraturan pusat dan daerah), serangkaian program di
bidang kepabeanan, perpajakan, ketenagakerjaan, serta dukungan bagi
usaha kecil, menengah dan koperasi.
Tabel 4.1
Rekapitulasi Jumlah Tindakan Paket Kebijakan
Perbaikan Iklim Investasi
BIDANG KEBIJAKAN PROGRAM TINDAKAN
Umum 3 6 11
Kepabeanan dan Cukai 4 8 20
Perpajakan 5 13 20
Ketenagakerjaan 6 6 24
Usaha Kecil, Menengah
dan Koperasi
1 4 10
Jumlah 19 37 85
(1) Bidang Umum
Kebijakan yang ditempuh untuk memperbaiki iklim investasi adalah
sebagai berikut.
1. Memperkuat kelembagaan pelayanan investasi dengan program
sebagai berikut:
a. Merevisi Undang-undang (UU) Penanaman Modal yang
memuat prinsip-prinsip dasar antara lain: perluasan defnisi
modal, transparansi, perlakuan sama investor domestik dan
asing (di luar Negative List) dan Dispute Settlement;
b. Mengubah peraturan-peraturan yang terkait dengan penanaman
modal;
c. Revitalisasi Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan
Investasi;
d. Percepatan perizinan kegiatan usaha dan penanaman modal
serta pembentukan perusahaan;
serangkaian program
di bidang kepabeanan,
perpajakan,
ketenagakerjaan, serta
dukungan bagi usaha
kecil, menengah dan
koperasi.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
IV - 4
2. Sinkronisasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah (Perda) de-
ngan program utama peninjauan Perda-perda yang menghambat
investasi;
3. Memperjelas ketentuan tentang kewajiban melakukan analisa
mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dengan program
perubahan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang
Jenis Rencana Usaha dan/atau Kewajiban Wajib AMDAL.
Dalam hal kelembagaan pelayanan investasi, untuk memberikan
pedoman yang lebih jelas dan sederhana bagi penanaman modal,
Pemerintah telah mempersiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU)
Penanaman Modal sebagai revisi atas UU Penanaman Modal yang lama.
Penyiapan RUU Penanaman Modal tersebut dilakukan agar prosedur
penanaman modal sesuai dengan standar dan praktik internasional.
RUU ini memuat azas-azas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas
dan perlakuan yang sama antara investor asing (PMA) dan domestik
(PMDN), tidak membedakan asal negara penanam modal, serta tidak
membedakan antara investor besar dan kecil. RUU ini juga memuat
prinsip-prinsip dasar mengenai penyelesaian sengketa (dispute
settlement). Saat ini RUU masih dalam proses pembahasan dengan
Komisi VI DPR-RI.
Sejalan dengan penyelesaian RUU ini pemerintah juga tengah
menyiapkan Rancangan Peraturan Presiden tentang Dafar Bidang
Usaha Tertutup dan Terbuka dengan aturan yang jelas, sederhana,
tegas dan transparan; memperjelas pembagian tugas antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah untuk urusan penanaman modal; dan
merevitalisasi Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan
Investasi. Pembagian kewenangan dalam penanaman modal disesuaikan
dengan semangat desentralisasi. Hal ini sesuai dengan amanat UU No.32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 13 yang menyatakan
bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah
provinsi juga meliputi pelayanan administrasi penanaman modal
termasuk lintas kabupaten/kota. Pasal 14 menyebutkan salah satu
kewenangan wajib pemerintahan kabupaten/kota, yaitu pelayanan
administrasi penanaman modal.
Pemerintah telah
mempersiapkan RUU
Penanaman Modal agar
prosedur penanaman
modal sesuai dengan
standar dan praktik
internasional.
Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi
IV -
Penyederhanaan perijinan ditujukan untuk mempercepat proses
perijinan di bidang perdagangan, pembentukan perusahaan dan ijin
usaha. Hal ini dilakukan dengan merealisasikan sistem pelayanan
terpadu, dan penyediaan informasi mengenai perijinan yang diperlukan.
Dengan langkah ini, waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan
perusahaan dan perijinan usaha diharapkan dapat dikurangi dari 150
hari menjadi 30 hari. Pelaksanaan kebijakan ini dengan mendelegasikan
wewenang pengesahan badan hukum kepada Kantor Wilayah (Kanwil)
Hukum dan HAM di tingkat provinsi.
Dalam rangka sinkronisasi peraturan pusat dan peraturan daerah telah
dibentuk Tim Bersama untuk mengawasi penyusunan dan mengevaluasi
Perda-perda yang menghambat investasi. Pelaksanaan program ini
ditandai dengan dibentuknya Tim Asistensi dan Evaluasi Rancangan
Peraturan Daerah (RAPERDA) dan Peraturan Daerah (PERDA) melalui
Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 900.05-152 Tanggal
29 Maret 2006. Tim ini bertugas antara lain melakukan asistensi dan
evaluasi Rancangan Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam rangka peningkatan
pengelolaan keuangan daerah.
Penyederhanaan
perijinan ditujukan
untuk mempercepat
proses perijinan di
bidang perdagangan,
pembentukan
perusahaan dan ijin
usaha.
Kotak 4.1. Evaluasi Perda-Perda tentang Pajak dan Pungutan Daerah
Hingga saat ini Departemen Dalam Negeri telah menerima dan mengevaluasi 5.550
perda tentang pajak daerah dan retribusi daerah yang diterbitkan Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.219
perda direkomendasikan dibatalkan dan 201 lainnya disarankan untuk direvisi.
Sebanyak 600 perda akhirnya dibatalkan melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri.
Di luar perda yang telah dievaluasi, Depdagri memperkirakan potensi jumlah perda
yang belum diterima dan dievaluasi mencapai 10.477 perda.
Terkait dengan pelaksanaan Inpres Nomor 3 tentang Perbaikan Iklim Investasi,
70 perda telah dibatalkan melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri dari total
130 perda yang dievaluasi meliputi 17 perda tentang pungutan yang berkaitan
dengan menara telekomunikasi, 3 perda berkaitan dengan jembatan timbang, dan
110 perda yang berkaitan lalu lintas barang. Dengan demikian masih ada 60 perda
yang sedang dalam proses pembatalan.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
IV -
Upaya peningkatan investasi di daerah juga harus memperhatikan
dampaknya terhadap kualitas lingkungan hidup. Pemberian izin usaha
oleh pemerintahan daerah perlu disertai dengan mekanisme pengawasan
dan pengendalian secara cermat untuk menghindari dampak negatif
terhadap pengelolaan lingkungan hidup. Oleh sebab itu, Pemerintah
telah menerbitkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan
yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup (AMDAL) tertanggal 2 Oktober 2006 yang merupakan revisi
dari Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun
2001. Pemerintahan daerah dapat mendukung kebijakan ini melalui
pemantauan terhadap permasalahan lingkungan dengan mengefektifan
peranan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bertanggung jawab
mengenai hal ini.
(2) Bidang Kepabeanan dan Cukai
Kebijakan yang ditempuh pemerintah adalah mempercepat arus
barang, mendorong pengembangan kawasan berikat, meningkatkan
pemberantasan penyelundupan, dan debirokratisasi di bidang cukai.
Beberapa langkah yang ditempuh dalam rangka percepatan arus barang
ialah penyederhanaan prosedur pemeriksaan kepabeanan, penerapan
teknologi informasi dengan sistem EDI (electronic data interchange),
penerapan sistem aplikasi ekspor-impor dengan teknologi berbasis web,
pemantapan kriteria yang jelas dan transparan tentang penggunaan
jalur hijau dan merah, percepatan pemrosesan kargo dan pengurangan
biaya di pelabuhan dan bandara. Dengan sistem EDI time release bisa
dipersingkat, masing-masing menjadi 30 menit di jalur hijau dan 3 hari
di jalur merah.
Dalam pengembangan peranan kawasan berikat, langkah-langkah
yang ditempuh adalah perluasan fungsi tempat penimbunan berikat
(TPB), penyempurnaan ketentuan dan otomatisasi kegiatan di TPB, dan
perluasan penerapan sistem kepabeanan seperti yang berlaku di Batam
ke kawasan berikat lainnya.
Upaya peningkatan
investasi di
daerah juga harus
memperhatikan
dampaknya terhadap
kualitas lingkungan
hidup.
Kebijakan yang
ditempuh
pemerintah adalah
mempercepat arus
barang, mendorong
pengembangan
kawasan berikat,
meningkatkan
pemberantasan
penyelundupan, dan
debirokratisasi di
bidang cukai.
Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi
IV - 7
Dalam upaya memberantas penyelundupan, langkah-langkah yang
akan dilakukan adalah peningkatan koordinasi antarinstansi terkait,
dan intensifkasi pengawasan melalui audit kepabeanan dan cukai.
Sejalan dengan berbagai langkah tersebut, Pemeritah melakukan
debirokratisasi di bidang cukai dengan mempercepat proses registrasi
dan permohonan fasilitasi cukai tanpa perlu melalui Kanwil Ditjen Bea
dan Cukai (KWBC), tetapi cukup melalui KPBC (Kantor Pelayanan Bea
dan Cukai).
() Bidang Perpajakan
Pemerintah telah menetapkan lima kebijakan dengan tujuan untuk
mengurangi biaya transaksi dan praktik ekonomi biaya tinggi. Kelima
langkah kebijakan tersebut adalah:
1. Insentif perpajakan untuk investasi;
2. Melaksanakan sistem self assessment secara konsisten;
3. Perubahan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk mempromosikan
ekspor;
4. Melindungi hak wajib pajak;
5. Mempromosikan transparansi dan disclosure.
Pemerintah telah menetapkan PP Nomor 1 Tahun 2007 untuk merevisi
PP Nomor 148 Tahun 2000 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk
Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan atau di
Daerah-Daerah Tertentu. Dengan peraturan tersebut, mulai tanggal 1
Januari 2007 pemberian empat paket insentif pajak penghasilan (PPh)
diberlakukan untuk 15 jenis usaha yang melakukan investasi baru atau
memperluas usaha di seluruh wilayah Indonesia. Jenis usaha tersebut
adalah sebagai berikut: (1) industri makanan; (2) industri tekstil dan
pakaian jadi; (3) industri bubur kertas (pulp), kertas dan kertas karton;
(4) industri bahan kimia industri; (5) industri kimia lainnya (bahan
farmasi); (6) industri karet dan barang dari karet; (7) industri barang
dari porselen; (8) industri logam dasar, besi, dan baja; (9) industri logam
dasar bukan besi; (10) industri mesin dan perlengkapannya; (11) industri
Pemerintah telah
menetapkan PP
Nomor 1 Tahun 2007
untuk merevisi PP
Nomor 148 Tahun
2000 tentang Fasilitas
Pajak Penghasilan
untuk Penanaman
Modal di Bidang-
Bidang Usaha Tertentu
dan atau di Daerah-
Daerah Tertentu.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
IV -
motor listrik, generator, dan transformator; (12) industri elektronika
dan telematika; (13) industri alat angkut darat; (14) industri pembuatan
dan perbaikan kapal/perahu; dan (15) industri pembuatan logam dasar
bukan besi. Menurut PP tersebut, terhitung sejak 1 Januari 2007 pelaku
usaha yang melakukan kegiatan menurut jenis usaha tersebut akan
mendapatkan potongan pajak penghasilan (PPh). Fasilitas ini tidak
berlaku bagi wajib pajak yang telah memperoleh fasilitas perpajakan di
kawasan ekonomi terpadu.
Peraturan Pemerintah tersebut juga berlaku bagi pelaku usaha yang
berusaha di daerah-daerah tertentu seperti daerah terpencil, yaitu daerah
yang secara ekonomis mempunyai potensi dan layak dikembangkan,
tetapi prasarana ekonomi kurang memadai dan sulit dijangkau oleh
transportasi umum. Daerah yang termasuk dalam kategori ini adalah
perairan laut berkedalaman lebih dari 50 meter yang memiliki cadangan
mineral dan gas.
Kelompok bidang usaha lain yang mendapatkan insentif PPh hanya
untuk daerah-daerah tertentu adalah: (1) industri pengolahan makanan
di daerah; (2) industri pengolahan sumber daya alam berbasis agro; (3)
kemasan dan kotak dari kertas dan karton; (4) barang dari plastik; (5)
semen, kapur dan gips; (6) furniture; (7) penangkapan ikan laut dan
pengolahannya; (8) penangkapan udang laut dan pengolahannya; serta
(9) penangkapan mollusca (cumi dan hewan sejenis yang kulitnya
lunak) laut dan usaha terpadu. Secara lebih rinci, insentif PPh yang
diberikan pada bidang usaha tertentu di daerah-daerah tertentu dapat
dilihat pada Tabel 4.2.
Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi
IV -
Tabel 4.2
Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentu
No. BIDANG USAHA KBLI
CAKUPAN
PRODUK
DAERAH/PROVINSI
1. Kelompok Industri
Pengolahan Makanan
Industri Pengalengan Ikan
dan biota perairan lainnya
15121 *) Maluku, Maluku Utara,
Papua, Irian Jaya Barat,
Sulawesi Utara, Sulawesi
Selatan, Sulawesi
Tengah, Sulawesi
Tenggara, Sulawesi
Barat, Gorontalo
2. Kelompok Industri
Pengolahan SDA berbasis
Agro
a. Industri minyak goreng
dari minyak kelapa
b. Industri berbagai
macam tepung dari
padi-padian, biji-bijian,
kacang-kacangan,
umbi-umbian, dan
sejenisnya
15143
15322
*)
(Harus
terintegrasi
usaha
budidaya)
tepung dari
jagung (Harus
terintegrasi
usaha
budidaya)
Sulawesi Utara, Sulawesi
Selatan, Sulawesi
Tengah, Sulawesi
Tenggara, Sulawesi
Barat, Gorontalo
Sulawesi Utara, Sulawesi
Selatan, Sulawesi
Tengah, Sulawesi
Tenggara, Sulawesi
Barat, Gorontalo
c. Industri gula pasir
d. Industri gula lainnya
15421
15423
Gula pasir
dari tebu
(kapasitas
minimal
70.000 ton
gula/ tahun,
terintegrasi
usaha
budidaya)
Gula dari ubi
kayu (Harus
terintegrasi
usaha
budidaya)
Di Luar Jawa
Di Luar Jawa
e. Industri Persiapan
Serat Tekstil
17111 Serat kapas
(Harus
terintegrasi
usaha
budidaya)
Sulawesi Utara, Sulawesi
Selatan, Sulawesi
Tengah, Sulawesi
Tenggara, Sulawesi
Barat, Gorontalo, Nusa
Tenggara Barat,
Nusa Tenggara Timur
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
IV - 10
No. BIDANG USAHA KBLI
CAKUPAN
PRODUK
DAERAH/PROVINSI
3. Kelompok Industri Kemasan
dan Kotak dari Kertas dan
Karton Industri Kemasan
dan Kotak dari Kertas dan
Karton
21020 *) Di Luar Jawa
4. Kelompok Industri Barang
dari Plastik Industri
Kemasan dari Plastik
25205 *) Di Luar Jawa
5. Kelompok Industri Semen,
Kapur, dan Gips Industri
Semen
26411 *) Papua, Irian Jaya Barat,
Maluku, Maluku Utara,
Sulawesi Utara, Nusa
Tenggara Barat
6. Kelompok Industri Furnitur
a. Industri Furnitur dari
Kayu
b. Industri Furnitur dari
rotan, dan atau bambu
36101
36102
*)
*)
Di Luar Jawa
Di Luar Jawa
7. Penangkapan Ikan di Laut
dan Pengolahannya (Usaha
Terpadu)
Pengalengan
Penggaraman/
pengeringan
Pengasapan
Pembekuan
Pemindangan
Pengolahan/
pengawetan lainnya
05011
dan
15121
s/d
15129
Tuna
Cakalang
Hiu/Cucut
Layur
Tenggiri
Lumuru
Bawal
Kakap
Merah
Provinsi yang berbatasan
dengan Samudera
Hindia: Nanggroe Aceh
Darussalam, Sumatera
Utara, Sumatera Barat,
Bengkulu, Lampung,
Banten, Jawa Barat, Jawa
Tengah, DI Yogyakarta,
Jawa Timur, Bali, Nusa
Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur, Maluku,
dan Papua
8. Penangkapan Crustacea
Laut dan pengolahannya
(Usaha Terpadu)
Pengalengan
Penggaraman/
pengeringan
Pengasapan
Pembekuan
Pemindangan
Pengolahan/
pengawetan lainnya
05012
dan
15121
s/d
15129
Udang
Kepiting
Lobster
Rajungan
Provinsi yang berbatasan
dengan Samudera
Hindia: Nanggroe Aceh
Darussalam, Sumatera
Utara, Sumatera Barat,
Bengkulu, Lampung,
Banten, Jawa Barat, Jawa
Tengah, DI Yogyakarta,
Jawa Timur, Bali, Nusa
Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur, Maluku,
dan Papua
Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi
IV - 11
No. BIDANG USAHA KBLI
CAKUPAN
PRODUK
DAERAH/PROVINSI
9. Penangkapan Mollusca Laut
dan pengolahannya (Usaha
Terpadu)
Pengalengan
Penggaraman/
pengeringan
Pengasapan
Pembekuan
Pemindangan
Pengolahan/
pengawetan lainnya
05013
dan
15121
s/d
15129
Cumi
Sotong
Teripang
Ubur-ubur
Provinsi yang berbatasan
dengan Samudera
Hindia: Nanggroe Aceh
Darussalam, Sumatera
Utara, Sumatera Barat,
Bengkulu, Lampung,
Banten, Jawa Barat, Jawa
Tengah, DI Yogyakarta,
Jawa Timur, Bali, Nusa
Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur, Maluku,
dan Papua
Sumber: website www.pajak.go.id Lampiran II PP No. 1/2007
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 menyebutkan empat jenis
insentif pajak yang diberikan kepada sektor usaha terpilih. Pertama,
bagi industri tertentu mendapatkan pengurangan PPh netto sebesar 30
persen dari jumlah penanaman modal yang dibebankan selama enam
tahun masing-masing lima persen pertahun. Kedua, menetapkan
penyusutan dan amortisasi yang dipercepat. Ketiga, kompensasi
kerugian yang lebih lama, tetapi tidak lebih dari 10 tahun. Keempat, PPh
atas dividen diturunkan dari 20 persen menjadi 10 persen. Sektor usaha
terpilih adalah kegiatan ekonomi yang mendapatkan prioritas tinggi
dalam skala nasional, khususnya yang berorientasi ekspor. Insentif ini
juga diberikan kepada sektor-sektor usaha yang merupakan perintisan
atau pionir.
Kebijakan pemberian insentif perpajakan untuk meningkatkan investasi
juga dilakukan dengan menurunkan tarif pajak daerah yang berpotensi
menyebabkan kenaikan harga barang/jasa. Upaya ini meliputi langkah-
langkah sebagai berikut.
1. Menurunkan tarif pajak kendaraan bermotor untuk jenis kendaraan
angkutan umum. Kebijakan ini telah dilakukan oleh pemerintah
melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2006
tanggal 27 Januari 2006 yang mengatur penurunan tarif pajak
kendaraan bermotor untuk jenis angkutan umum sebagaimana
PP Nomor 1 Tahun 2007
menyebutkan empat
jenis insentif pajak yang
diberikan kepada sektor
usaha terpilih.
Kebijakan pemberian
insentif perpajakan
untuk meningkatkan
investasi juga dilakukan
dengan menurunkan
tarif pajak daerah
yang berpotensi
menyebabkan kenaikan
harga barang/jasa.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
IV - 12
dinyatakan dalam Pasal 7 bahwa Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan
Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-
KB) untuk kendaraan umum diturunkan menjadi 60% dari nilai
jual kendaraan.
2. Menurunkan tarif Pajak Penerangan Jalan bagi industri dan non
industri. Penurunan tarif Pajak Penerangan Jalan (PPJ) dari 3%
menjadi 1,5% bagi industri telah diakomodasikan ke dalam RUU
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
3. Menurunkan masalah pungutan pajak/retribusi daerah untuk
beberapa jenis pungutan, antara lain:
a. Menara telekomunikasi. Hasil monitoring terhadap Inpres
Nomor 3 Tahun 2006 hingga bulan September 2006 telah
mengambil sejumlah tindakan, antara lain:
(i) Himbauan kepada seluruh operator telekomunikasi untuk
tidak membayar pungutan daerah berkaitan dengan menara
telekomunikasi selain retribusi IMB (dalam proses);
(ii) Rekomendasi pembatalan semua pungutan daerah terhadap
menara telekomunikasi kecuali retribusi IMB yang
tertuang dalam rekomendasi Menteri Keuangan No. S-074/
MK.10/2006 tertanggal 22 Mei 2006;
(iii)Penyesuaian tarif retribusi IMB untuk menara teleko-
munikasi (dalam proses);
(iv) Peningkatan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) PBB untuk
menara hingga 100% (dalam proses).
b. Jembatan timbang. Hasil monitoring terhadap Inpres No.3
Tahun 2006 hingga bulan September 2006 telah mengambil dua
tindakan, yaitu:
(i) Rekomendasi pembatalan semua pungutan daerah yang
berkaitan dengan jembatan timbang yang tertuang dalam
rekomendasi Menteri Keuangan No. S-074 /MK.10/2006
tertanggal 22 Mei 2006.
(ii) Penyesuaian tarif Pajak Kendaraan Bermotor untuk hasil
penerimaan di earmark bagi perbaikan kerusakan jalan.
c. Lalu lintas barang. Hasil monitoring terhadap Inpres No.3
Tahun 2006 hingga bulan September 2006 telah mengambil dua
tindakan, yaitu:
Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi
IV - 1
(i) Rekomendasi pembatalan semua pungutan daerah yang
merintangi lalu lintas barang, jasa, dan orang yang ter-
tuang dalam rekomendasi Menteri Keuangan No. S-074 /
MK.10/2006 tertanggal 22 Mei 2006.
(ii) Penyesuaian tarif Pajak Kendaraan Bermotor untuk perbaikan
kerusakan jalan.
(4) Bidang Ketenagakerjaan
Perbaikan kebijakan diarahkan untuk menciptakan iklim hubungan
industrial yang mendukung perluasan lapangan kerja, meningkatkan
perlindungan dan memperbaiki penempatan TKI di luar negeri,
mempercepat proses penerbitan perijinan ketenagakerjaan, serta
menciptakan pasar tenaga kerja yang feksibel dan produktif. Langkah-
langkah yang dilakukan antara lain:
1. Penyusunan draf perubahan UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun
2003 terutama yang menyentuh ketentuan tentang PHK, pesangon
dan hak-hak pekerja, ketentuan pengupahan, outsourcing, dan ijin
mempekerjakan tenaga kerja asing;
2. Penyusunan draf perubahan UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, peningkatan
pendidikan dan pelatihan bagi TKI, peningkatan pelatihan bagi calon
mediator, konsiliator, arbitrer dan hakim adhoc untuk penyelesaian
perselisihan hubungan industrial;
3. Penyederhanaan prosedur pemberian visa dan ijin tinggal bagi
investor/tenaga kerja asing;
4. Percepatan proses sertifkasi kompetensi tenaga kerja;
5. Pengembangan bursa kerja dan informasi pasar kerja secara online;
6. Terobosan paradigma pembangunan transmigrasi dalam rangka
perluasan lapangan kerja.
Kebijakan ketenagakerjaan ini semakin mendesak mengingat adanya
kecenderungan peningkatan pengangguran terbuka. Pemerintahan
daerah yang memiliki tingkat pengangguran yang tinggi harus bekerja
keras dalam mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di daerahnya.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh pemerintah pusat adalah
sebagai berikut.
Perbaikan kebijakan
diarahkan untuk
menciptakan iklim
hubungan industrial
Pemerintahan daerah
yang memiliki tingkat
pengangguran
yang tinggi harus
bekerja keras dalam
mempengaruhi
penyerapan tenaga
kerja di daerahnya.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
IV - 14
1. Melakukan pembinaan terhadap calon tenaga kerja dan TKI dengan
mengintensifan peranan Balai Latihan Kerja;
2. Membina hubungan yang harmonis dan komunikatif antara tenaga
kerja dan penyedia lapangan kerja dalam hubungan tripartit;
3. Mendukung kerangka perizinan yang ditetapkan oleh pemerintah
pusat serta mempercepat proses perizinan ketenagakerjaan
tersebut;
4. Menciptakan suasana kondusif bagi berkembangnya investasi di
daerah sehingga dapat membuka lapangan kerja baru;
5. Adopsi kebijakan transmigrasi dalam lingkup daerah dalam rangka
penciptaan lapangan kerja baru.
() Bidang Pemberdayaan UKMK
Kebijakan pemberdayaan usaha kecil, menengah dan koperasi
(UKMK) diarahkan untuk menyederhanakan perijinan, mendorong
pengembangan jasa konsultasi bagi industri kecil dan menengah (IKM),
meningkatkan akses permodalan, dan memperkuat kemitraan usaha
besar dan UKMK. Untuk mendorong pengembangan jasa konsultansi
bagi IKM telah diterbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor
37/M-IND/PER/6/2006 tertanggal 27 Juni 2006 tentang Pengembangan
Jasa Konsultasi bagi Industri Kecil dan Menengah. Dalam upaya
peningkatan akses permodalan bagi UKMK, pemerintah sedang
menyiapkan rancangan skema kredit investasi bagi UKMK dan insentif
fskal bagi UKMK yang memanfaatkan teknologi inovatif.
Dukungan peraturan perundang-undangan tersebut saat ini sedang
disiapkan oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM bersama
Departemen Keuangan. Di samping itu, sebuah tim lintas kementerian/
lembaga (Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Menko
Perekonomian, BPN, Depdagri, Departemen Kelautan dan Perikanan)
bersama BRI saat ini memfasilitasi sertifkasi tanah bagi UKMK di
20 provinsi dengan target pembuatan 10.250 sertifkat tanah milik
UKMK.
Kebijakan
pemberdayaan usaha
kecil, menengah dan
koperasi (UKMK)
diarahkan untuk
menyederhanakan
perijinan, mendorong
pengembangan jasa
konsultasi bagi industri
kecil dan menengah
(IKM), meningkatkan
akses permodalan,
dan memperkuat
kemitraan usaha besar
dan UKMK.
Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi
IV - 1
4.2. PAKET KEBIJAKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR
Sejak krisis ekonomi pada pertengahan 1997, penyediaan dan pelayanan
infrastruktur mengalami penurunan drastis, baik kuantitas maupun
kualitas. Sebelum 1997, total investasi pemerintah dan swasta pertahun
di bidang infrastruktur 5-6 persen kemudian turun menjadi 1-2 persen
dari PDB pertahun pada 1997-2000. Hingga tahun 2004, rasio tersebut
meningkat kembali, namun masih di bawah 3 persen. Keterbatasan
keuangan negara, dan pada saat yang sama prioritas pemerintah di-
arahkan untuk merestrukturisasi perbankan dan sektor keuangan
serta program jaring pengaman sosial telah mengurangi kemampuan
pemerintah untuk membangun, merehabilitasi dan memelihara infra-
struktur. Infrastruktur yang buruk menghambat pemulihan ekonomi
nasional dan meningkatkan beban masyarakat.
Rehabilitasi, peningkatan infrastruktur yang ada, dan pembangunan
infrastruktur baru, membutuhkan investasi yang sangat besar yang
sangat sulit dipenuhi oleh pemerintah. Oleh karena itu, partisipasi
masyarakat dan dunia usaha perlu ditingkatkan, khususnya pada
proyek-proyek yang bersifat komersial dan layak secara fnansial. Di
sisi lain, pemerintah tetap berkewajiban menyediakan infrastruktur
dasar non-komersial yang sangat dibutuhkan masyarakat banyak.
Upaya meningkatkan partisipasi swasta dalam pembangunan infra-
struktur memerlukan pendekatan yang holistik, termasuk tersedianya
kerangka regulasi dan kelembagaan yang efektif dan menunjang. Iklim
investasi yang lebih baik dan berkelanjutan juga harus diciptakan.
Untuk itu, Pemerintah telah meluncurkan paket reformasi di bidang
infrastruktur yang meliputi tiga elemen yang saling terkait, yaitu (1)
menghilangkan segala bentuk monopoli dan menciptakan kompetisi
yang sehat; (2) menghapuskan praktik diskriminatif yang menghambat
partisipasi swasta; dan (3) reposisi peran pemerintah, di antaranya
dengan memisahkan peran regulator dan operator.
Infrastruktur yang
buruk menghambat
pemulihan ekonomi
nasional dan
meningkatkan beban
masyarakat.
Partisipasi masyarakat
dan dunia usaha
perlu ditingkatkan,
pemerintah tetap
berkewajiban
menyediakan
infrastruktur dasar
non komersial yang
sangat dibutuhkan
masyarakat banyak.
Pemerintah telah
meluncurkan paket
reformasi di bidang
infrastruktur yang
meliputi tiga elemen
yang saling terkait.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
IV - 1
Elemen-elemen reformasi tersebut mencakup empat kerangka kebijakan
yang termuat dalam paket kebijakan percepatan pembangunan
infrastruktur, yaitu: (1) reformasi kebijakan lintas sektor strategis, (2)
reformasi kebijakan sektor dan korporat serta restrukturisasi industri
untuk meningkatkan kompetisi, (3) perbaikan regulasi untuk mencegah
penyalahgunaan hak monopoli dan untuk melindungi konsumen dan
investor, (4) penataan fungsi dan peran menteri/pimpinan lembaga/
kepala daerah sebagai regulator dan BUMN/BUMD sebagai operator.
Untuk menjalankan kerangka kebijakan tersebut, pada tahun 2006
pemerintah telah melakukan langkah-langkah sebagai berikut: (1)
mengembangkan kerangka kebijakan, regulasi dan kelembagaan yang
efektif; (2) reformasi sektor-sektor yang meliputi transportasi darat,
perkeretaapian, transportasi laut, transportasi udara, jalan tol dan non-
tol; infrastruktur energi; kelistrikan; pos dan telekomunikasi; air minum,
sanitasi, perumahan, dan sumber daya air; (3) mendorong partisipasi
pemerintah daerah; dan (4) merealisasikan transaksi proyek-proyek
pembangunan infrastruktur.
Tabel 4.
Rekapitulasi Jumlah Keluaran Paket Kebijakan Percepatan
Pembangunan Infrastruktur Tahun 200
No. ISU KEBIJAKAN
JUMLAH
KELUARAN
I. Kerangka Kebijakan, Peraturan dan Kelembagaan 33
II. Kebijakan Sektor 86
a. Perhubungan Darat 7
b. Perkeretaapian 5
c. Perhubungan Laut 7
d. Perhubungan Udara 5
e. Jalan Tol 9
f. Infrastruktur Minyak dan Gas 3
Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi
IV - 17
No. ISU KEBIJAKAN
JUMLAH
KELUARAN
g. Kelistrikan 4
h. Telekomunikasi 14
i. Air Minum, Sanitasi, Sumber Daya Air 15
j. Perumahan 17
III. Pemerintah Daerah 5
IV. Paket Transaksi Proyek Infrastruktur 32
TOTAL 156
Sumber: KKPPI, 2006
Guna mendorong partisipasi dan peran pemerintah daerah, langkah-
langkah lebih lanjut yang dilakukan pemerintah adalah:
1. menyusun rancangan undang-undang tentang Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD);
2. memperjelas peran pemerintah daerah sebagai pemberi kontrak
khususnya dalam pelayanan transportasi, kelistrikan (of grid), air
minum dan sanitasi;
3. melakukan revisi Keputusan Menteri Keuangan Nomor 35 Tahun
2003 dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
52/PMK.010/2006 tentang Tata Cara Pemberian Hibah Kepada
Daerah dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.010/2006
tentang Tata Cara Pemberian Pinjaman Daerah dari Pemerintah
yang Dananya Bersumber dari Pinjaman Luar Negeri. Langkah itu
ditujukan untuk meningkatkan kapasitas pembiayaan pemerintah
daerah;
4. menerbitkan pula Peraturan Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006 tentang Tata Cara
Perencanaan dan Pengajuan Usulan serta Penilaian Kegiatan yang
Dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. Langkah ini
dilakukan untuk sinkronisasi perencanaan kegiatan dan perencanaan
keuangan dari sumber pinjaman/hibah luar negeri.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
IV - 1
(1) Sektor Perhubungan
Sasaran pembangunan sektor transportasi tahun 2007 adalah melan-
jutkan pemantapan sistem transportasi nasional melalui koordinasi dan
konsolidasi serta penyusunan transportasi pulau terpadu antarmoda
sesuai dengan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) nasional, RTRW
pulau dan Sistem Transportasi Nasional (Sistranas). Keberlanjutan peren-
canaan dan implementasi dalam rangka pencapaian sasaran tersebut
akan dipantau, dikaji dan dievaluasi secara berkala dan dipersiapkan
kesinambungannya dalam perencanaan jangka menengah berikutnya.
Untuk mencapai hal tersebut, dalam kurun waktu 2005 hingga 2006,
pemerintah telah berupaya melakukan restrukturisasi dan reformasi
kebijakan, peraturan dan perundang-undangan yang memungkinkan
peran pemerintah daerah dan swasta dalam penyediaan transportasi.
Upaya yang telah dilakukan adalah merevisi Undang-Undang di bidang
transportasi, diantaranya UU Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), UU Nomor 13 Tahun 1992 tentang
Perkeretaapian, UU Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, dan
UU Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran. Saat ini status revisi
perundang-undangan tersebut telah sampai pada tahap pembahasan di
DPR.
Revisi atas perundang-undangan di atas dimaksudkan untuk (1)
menyesuaikan kerangka regulasi sektor transportasi dengan semangat
desentralisasi; dan (2) memperjelas reposisi pemerintah terkait
peran regulator dan operator. Undang-undang yang baru diharapkan
dapat menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi investasi di sektor
transportasi di daerah, baik dalam penyediaan prasarana maupun
penyelenggaraan transportasi. Di samping itu, UU baru juga diharapkan
dapat memberikan landasan kebijakan tentang penataan tarif, garansi,
konsesi, manajemen risiko, hak dan kewajiban masing-masing pihak
yang disesuaikan dengan perkembangan dan tantangan yang dihadapi
dalam globalisasi ekonomi dan era otonomi daerah.
Pemerintah telah
berupaya melakukan
restrukturisasi dan
reformasi kebijakan,
peraturan dan
perundang-undangan
yang memungkinkan
peran pemerintah
daerah dan swasta
dalam penyediaan
transportasi.
UU baru diharapkan
dapat memberikan
landasan kebijakan
tentang penataan
tarif, garansi, konsesi,
manajemen risiko, hak
dan kewajiban masing-
masing pihak yang
disesuaikan dengan
perkembangan dan
tantangan yang
dihadapi dalam
globalisasi ekonomi
dan era otonomi
daerah.
Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi
IV - 1
Beberapa langkah yang telah dilakukan dalam kaitan Paket Kebijakan
Percepatan Pembangunan Infrastruktur di sektor perhubungan adalah
restrukturisasi kebijakan yang meliputi: (1) penyusunan cetak biru (blue
print) rencana umum keselamatan transportasi darat, perkeretaapian,
dan revisi cetak biru transportasi laut dan udara; serta cetak biru sistem
jaringan jalan (high grade highway) termasuk jalan tol dan jalan non
tol, serta intermoda lainnya; (2) reformasi peraturan dan perundang-
undangan di sektor transportasi untuk menyesuaikan dengan semangat
desentralisasi dan menghilangkan monopoli oleh BUMN melalui
pemisahan peran regulator dan operator; (3) adopsi kebijakan tarif
sesuai dengan prinsip-prinsip kerjasama dalam Perpres 67 Tahun 2005
tentang Kerjasama Pemerintah dan Swasta di Sektor Transportasi; (4)
pembentukan Dewan Keselamatan Transportasi Jalan Nasional; (5)
pengembangan kerangka kebijakan PSO (Public Service Obligation)
untuk meningkatkan aksesibilitas pelayanan transportasi di daerah
terpencil dan kurang berkembang; (6) memenuhi sertifkasi pelabuhan
internasional agar sesuai dengan International Ships and Facility of
Port Security Code dalam rangka meningkatkan keselamatan dan
keamanan pelabuhan dan kapal; (7) peningkatan kapasitas kelembagaan
transportasi; (8) pengkajian penerapan Revolving Fund untuk pengadaan
tanah serta pembentukan institusi khusus pengadaan tanah dalam
pembangunan prasarana transportasi; (9) pengkajian ulang alternative
pendanaan melalui sistem road user charges dan kelayakan road fund;
serta (10) peningkatan pemeliharaan jalan termasuk perhitungan beban
kendaraan untuk meningkatkan keselamatan di jalan.
Dalam rangka restrukturisasi dan reformasi kebijakan dan peraturan di
daerah, peran pemda sangat penting dan strategis terutama sinkronisasi
peraturan pusat dan peraturan daerah yang dinilai menghambat inves-
tasi seperti berbagai pungutan, retribusi dan biaya lain yang dipungut di
pelabuhan, jalan, dan jembatan timbang yang mengakibatkan ekonomi
biaya tinggi.
Peran Pemda sangat
penting dan strategis
terutama sinkronisasi
peraturan pusat
dan peraturan
daerah yang dinilai
menghambat
investasi.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
IV - 20
Penyediaan pelayanan transportasi perintis sangat membantu dalam
membuka akses ke daerah terisolir/terpencil. Peran Pemda sangat
penting dalam melakukan berbagai terobosan melalui kerjasama dengan
penyedia layanan/operator untuk menyediakan pelayanan keperintisan
transportasi darat, laut dan udara. Sebagai contoh, dalam penyediaan
pelayanan keperintisan transportasi udara, pemerintah daerah dapat
menyediakan pesawat yang dioperasikan oleh operator yang dipilih
melalui lelang. Demikian pula untuk pelayanan penyeberangan laut,
Pemda dapat menyediakan kapal yang dioperasikan oleh operator.
Kotak 4.2. Peningkatan Kualitas Jalan: Tanggung Jawab Bersama
Total panjang jalan secara nasional mencapai 339.005 km, terbagi dalam klasifkasi
jalan tol 649 km, jalan nasional 34.628 km, jalan provinsi 37.164 km, dan jalan
kabupaten 240.946 km. Dari panjang jalan tersebut yang terlapisi aspal masing-
masing 90 persen untuk jalan nasional, 89 persen untuk jalan provinsi, dan 52 persen
untuk jalan kabupaten. Secara kualitas, 80 persen jalan nasional termasuk sedang
sampai baik. Sementara untuk jalan provinsi dan kabupaten, masing-masing
hanya 63 dan 49 persen yang berada dalam kondisi sedang sampai baik. Tingkat
kualitas jalan tersebut berkorelasi dengan biaya pemeliharaan yang dikeluarkan
masing-masing tingkatan pemerintahan. Pada tahun 2004 belanja pemerintah
pusat, provinsi dan kabupaten untuk pemeliharaan jalan besarnya masing-masing
1.105 milyar, 609 milyar, dan 590 milyar. Di luar itu juga ada pemeliharaan oleh PT
Jasa Marga sebesar 2.508 milyar.

Mengingat peran strategis jalan dalam memfasilitasi aktivitas ekonomi, sinergi
antar tingkatan pemerintahan diperlukan dalam memelihara dan meningkatkan
kualitas jalan. Di perdesaan, kualitas jalan yang buruk dianggap sebagai salah satu
hambatan utama dalam menjalankan usaha, di mana sebagian besar pelakunya
adalah UMKM. Oleh karena itu, dukungan dan komitmen Pemerintah Daerah sangat
dibutuhkan dalam meningkatkan efektivitas dan efsiensi belanja pembangunan
khususnya bagi pemeliharaan jalan-jalan kabupaten dan provinsi.
Dibanding beberapa negara Asia, proporsi jalan beraspal di Indonesia yang berkisar
58 persen terhitung cukup tinggi dibanding Kamboja (4 persen), Laos (14 persen),
Philipina (22 persen). Namun, dibanding China dan Thailand, Indonesia masih jauh
tertinggal. Di kedua negara tersebut proporsi jalan beraspal masing-masing 91
dan 97 persen.
Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi
IV - 21
Dalam pengembangan sistem transportasi yang handal, peran Pemda
sangat penting untuk memadukan tujuan transportasi perintis agar
dapat lebih efektif dan efsien memberikan pelayanan bagi masyarakat
setempat sesuai kebutuhan. Di samping itu, untuk meningkatkan
efektivitas dan efsiensi subsidi perintis dan/atau PSO, Pemda
diharapkan mampu mengembangkan jaringan transportasi perintisan
yang disubdisi menjadi jaringan trasportasi komerasial. Pengembangan
jaringan transportasi tersebut harus sejalan dengan rencana Pemda
dalam pembangunan daerah secara terpadu dengan sektor-sektor
lainnya. Peran Pemda juga sangat dibutuhkan dalam monitoring dan
evaluasi pelayanan jasa transportasi perintis.
Berkaitan dengan infrastruktur jalan, peran pemerintah daerah sangat
penting mengingat besarnya proporsi infrastruktur seperti jalan raya
yang berada di bawah kewenangan pemerintah daerah khususnya
Pemerintah Kabupaten/Kota. Hingga pertengahan tahun 2006, proporsi
jalan kabupaten/kota dari total panjang jalan mencapai 78 persen dengan
kondisi permukaan jalan yang belum/tidak diaspal masih sekitar 44,7
persen.
Dengan adanya pertambahan jumlah kendaraan bermotor secara
signifkan, peningkatan kuantitas dan kualitas jalan raya ini semakin
mendesak. Data Kepolisian Daerah (Polda) seluruh tanah air mencatat
adanya pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor sebesar 15,2 persen
pada tahun 2004 dibanding tahun sebelumnya. Dari 30,77 juta
kendaraan bermotor pada tahun 2004, sekitar 75 persen merupakan
sepeda motor dan sisanya adalah kendaraan mobil penumpang (14,5
persen), bis (3 persen) dan truk (7,5 persen). Di satu sisi, peningkatan
jumlah kendaraan bermotor ini dapat memfasilitasi mobilitas manusia
dan barang namun di sisi lain membutuhkan komitmen lebih besar
dalam rangka pemeliharaan jalan. Di sisi lain, Pemerintah daerah
mempunyai kewajiban pengelolaan dan pemeliharaan jalan yang
menjadi kewenangannya mengingat masyarakat pengguna jalan telah
membayar Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor.
Peran Pemda sangat
penting dalam
melakukan berbagai
terobosan melalui
kerjasama dengan
penyedia layanan/
operator.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
IV - 22
(2) Sektor Energi
Pemenuhan energi makin penting di masa datang baik dalam rangka
pelayanan kepada masyarakat yang terus meningkat maupun untuk
memfasilitasi peningkatan investasi di sektor riil. Upaya itu ditempuh
dengan menyiapkan sarana dan prasarana lintas sektor, menghilangkan
monopoli baik di sisi bisnis hulu maupun di sisi bisnis hilir untuk sektor
migas, serta pengembangan prasarana pembangkit, transmisi dan
distribusi untuk sektor energi baru dan terbarukan lainnya.
Reformasi sektor energi ditandai dengan terbitnya UU Nomor 22
Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas, dan UU Nomor 27 Tahun 2003
tentang Panas Bumi yang kemudian melahirkan Badan Pelaksana (BP)
Migas dan Badan Pengatur (BPH) Migas sebagai badan independen.
Dengan adanya UU tersebut, pemisahan fungsi regulator dan operator
dalam penyediaan energi dapat dilakukan secara tegas. Selain itu, saat
ini bersama DPR pemerintah sedang membahas Rancangan Undang-
Undang (RUU) tentang Energi.

Kenaikan harga minyak memberikan efek negatif bagi Indonesia, yaitu
meningkatnya beban subsidi yang harus ditanggung oleh pemerintah
sehubungan dengan impor sekitar 500 ribu barel minyak bumi. Impor
tersebut harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan energi bagi
kegiatan ekonomi dan kegiatan lainnya. Oleh karena itu, langkah-langkah
pengembangan energi alternatif seperti gas bumi, batubara, panas bumi,
dan energi alternatif lainnya perlu dilakukan untuk menggantikan
peranan minyak bumi sekaligus mengembangkan energi mix dalam
rangka mengamankan jaminan pasokan energi.
Untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri sekaligus
mewujudkan jaminan pasokan, pemerintah telah mengeluarkan
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2005 tentang Kebijakan
Energi Nasional (KEN) dan Blueprint Pengelolaan Energi Nasional (PEN)
2005-2025. Dalam KEN tersebut ditetapkan sasaran untuk energi primer
mix pada tahun 2025 adalah sebagai berikut: (1) peranan minyak bumi
turun menjadi kurang dari 20 persen, (2) peranan gas bumi meningkat
menjadi lebih dari 30 persen, (3) peranan batubara menjadi lebih dari
Reformasi sektor
energi ditandai
dengan terbitnya
UU Nomor 22
Tahun 2001
tentang Minyak
dan Gas, dan UU
Nomor 27 Tahun
2003 tentang Panas
Bumi
Langkah-langkah
pengembangan
energi alternatif
seperti gas bumi,
batubara, panas
bumi, dan energi
alternatif lainnya
perlu dilakukan
Pemerintah telah
mengeluarkan
Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor
5 Tahun 2005
tentang Kebijakan
Energi Nasional
(KEN) dan Blueprint
Pengelolaan Energi
Nasional (PEN)
2005-2025.
Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi
IV - 2
33 persen, (4) peranan bahan bakar nabati (biofuel) meningkat menjadi
lebih dari 5 persen, (5) peranan panas bumi menjadi lebih dari 5 persen,
(6) peranan energi baru dan energi terbarukan lainnya meningkat
menjadi lebih dari 5 persen, dan (7) peranan batubara yang dicairkan
(liquefed coal) menjadi lebih dari 2 persen .
Pemenuhan energi (fnal) sangat ditentukan oleh ketersediaan
infrastruktur untuk memproses dan mengubah energi primer menjadi
energi fnal, serta transmisi dan distribusi ke konsumen (industri,
transportasi, rumah tangga, dan komersial). Sasaran utama penyediaan
infrastruktur energi sebagaimana tertuang dalam blueprint KEN adalah
sebagai berikut :
1. jaringan pipanisasi BBM di Jawa, kilang, depot, dan terminal
transit;
2. jaringan pipanisasi gas Kalimantan-Jawa, Jawa Barat-Jawa Timur;
terminal regasifkasi LNG, Integrated Indonesian Gas Pipeline,
embrio dari Trans ASEAN Gas Pipeline (TAGP);
3. sarana dan prasarana transportasi dari mulut tambang batubara ke
pelabuhan, pelabuhan suplai dan di lokasi konsumen, serta sarana
dan prasarana distribusi; dan
4. transmisi listrik Jawa, Kalimantan dan Sulawesi, ASEAN Power
Grid.
Dalam rangka mempercepat transaksi pembangunan infrastruktur,
Pemerintah telah menyelenggarakan Indonesia Infrastructure Summit
(Indonesian Infrastructure Conference and Exhibition-IICE) dan berhasil
melakukan proses lelang untuk proyek perpipaan gas Cirebon-Gresik
(dipecah menjadi Semarang-Gresik dan Cirebon-Semarang) dan
Kaltim-Jateng.
Beberapa kebijakan regulasi lain yang telah ditetapkan adalah (1)
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan
dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan
Bakar Lain, (2) Inpres Nomor 2 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan
Pemanfaatan Batubara yang Dicairkan sebagai Bahan Bakar Lain, Inpres
Nomor 10 Tahun 2005 tentang Penghematan Energi, dan (3) Keputusan
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
IV - 24
Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Pengembangan
Bahan Bakar Nabati untuk Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan
Pengangguran.
Program pengembangan energi alternatif dilaksanakan sesuai
dengan permintaan dari masing-masing bidang, yaitu : (1) Bidang
Pembangkitan tenaga listrik: batubara, gas, panasbumi, tenaga air, DME
(Dimethyl Ether), mikro hidro, energi surya, tenaga angin, energi in
situ, nuklir, biodiesel; (2) Bidang Transportasi: gas, listrik, biofuel, bahan
bakar batubara cair (Coal Liquefaction), GTL (Gas to Liquid), Bahan
Bakar Hidrogen, Fuel Cell, Hidrat Gas Bumi; (3) Bidang Industri: Gas,
Batubara, Biomassa, Hidrat Gas Bumi; dan (4) Bidang rumah tangga
dan komersial: listrik, elpiji, briket, gas kota, biogas, energi surya, fuel
cell, dan hidrat gas bumi.
Program pengembangan energi alternatif yang saat ini memasuki
tahap pengkajian dan implementasi adalah pemakaian elpiji dan briket
batubara sebagai substitusi minyak tanah untuk rumah tangga dan
pemakaian bahan bakar bio (biofuel) untuk transportasi dan industri.
Sampai saat ini, penyediaan infrastruktur energi sebagian besar dilakukan
oleh pemerintah pusat, BUMN, dan swasta. Peran serta pemerintah
daerah masih sangat terbatas. Dalam penyediaan energi, peran yang
dapat dilakukan oleh pemerintah daerah adalah pengembangan energi
alternatif baru terbarukan yang bersifat lokal seperti tenaga surya, energi
angin, dan bahan bakar nabati (jarak pagar, singkong, tetes tebu, kelapa
sawit dan lain-lain).
Dalam sistem ketenagalistrikan nasional, kondisi penyediaan listrik
saat ini masih belum stabil terutama di beberapa wilayah sebagai akibat
lemahnya kemampuan investasi dan melonjaknya harga minyak. Setelah
pembangunan pembangkit PLTG Muara Tawar 6x145 MW di Bekasi
Jawa Barat selesai pada tahun 2004, kondisi sistem ketenagalistrikan
Jawa-Madura-Bali (Jamali) pada akhir tahun 2005 memiliki cadangan
(reserved margin) yang masih memadai, yaitu sebesar 32 persen.
Sedangkan untuk sistem luar Jamali, sekalipun daya terpasang mencapai
Dalam penyediaan
energi, peran yang
dapat dilakukan oleh
pemerintah daerah
adalah pengembangan
energi alternatif baru
terbarukan yang
bersifat lokal seperti
tenaga surya, energi
angin, dan bahan
bakar nabati (jarak
pagar, singkong, tetes
tebu, kelapa sawit dan
lain-lain).
Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi
IV - 2
5.970 MW, namun daya mampunya sangat rendah, yaitu hanya sekitar
78,2 persen atau sekitar 4.670 MW. Hal ini terjadi karena banyak
pembangkit listrik sudah berumur tua dan berbahan bakar diesel.
Daya mampu yang ada tersebut sudah termasuk penambahan kapasitas
sebesar 150 MW dari hasil operasi beberapa proyek pembangkit listrik
di wilayah Sumatera seperti PLTA Sipansihaporas 50 MW, PLTA Renun
82 MW, serta PLTG/U Palembang Timur 100 MW. Di sisi lain, beban
puncak yang dimiliki adalah sekitar 4.420 MW. Dengan demikian,
penyediaan listrik untuk luar Jamali hanya memiliki cadangan sekitar 5
persen. Candangan ini masih jauh dari kondisi wajar dengan cadangan
yang dibutuhkan sekitar 25 persen dari daya mampu yang dimiliki.
Selain itu, kondisi tersebut tidak merata pada berbagai subsistem yang
ada di luar Jamali.
Dalam penyediaan listrik perdesaan, sampai dengan akhir tahun 2006
jumlah desa yang telah mendapat distribusi listrik sebanyak 52.127 desa
atau 79,4 persen dari seluruh desa. Pemerintah terus mengupayakan
penyediaan listrik perdesaan melalui pembangunan pembangkit mini
dan mikro yang menggunakan energi non-konvensional setempat
terutama energi terbarukan.
() Sektor Telekomunikasi
Dalam era persaingan global saat ini informasi mempunyai nilai
ekonomi yang tinggi. Kemampuan untuk mendapatkan, memanfaatkan
dan mengolah informasi mutlak dimiliki suatu bangsa untuk mening-
katkan daya saing sekaligus pertumbuhan ekonomi bangsa tersebut.
Kemampuan yang sama juga mutlak dimiliki setiap daerah untuk me-
ningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Ketersediaan akses informasi
terutama infrastruktur telekomunikasi sangat esensial untuk membuka
keterisolasian suatu daerah sekaligus membuka peluang ekonomi bagi
daerah tersebut.
Secara nasional, ketersediaan infrastruktur telekomunikasi saat ini
masih terbatas. Hingga tahun 2005, infrastruktur sambungan tetap
baru mencapai sekitar 12 juta satuan sambungan yang terkonsentrasi
Dalam sistem
ketenagalistrikan
nasional, kondisi
penyediaan listrik saat
ini masih belum stabil
terutama di beberapa
wilayah sebagai
akibat lemahnya
kemampuan investasi
dan melonjaknya harga
minyak.
Pemerintah terus
mengupayakan
penyediaan listrik
perdesaan melalui
pembangunan
pembangkit mini
dan mikro yang
menggunakan energi
non konvensional
setempat terutama
energi terbarukan.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
IV - 2
di wilayah barat Indonesia. Di sisi lain, walaupun layanan sambungan
bergerak sudah menjangkau ke seluruh kabupaten dengan total
pelanggan mencapai 50 juta orang, jumlah pelanggan terbesar tetap
terkonsentrasi di Jawa, Bali dan Sumatera. Disparitas infrastruktur
telekomunikasi juga terjadi antara wilayah perkotaan dan perdesaan.
Secara umum, teledensitas sambungan tetap di wilayah Jabodetabek
dan daerah perkotaan lain masing-masing mencapai 35 persen dan
11-25 persen, sedangkan wilayah perdesaan baru mencapai 0,2 persen.
Saat ini masih terdapat 43 ribu desa yang belum memiliki fasilitas
telekomunikasi yang memadai atau bahkan belum memiliki fasilitas
telekomunikasi sama sekali. Wilayah-wilayah ini diidentifkasi sebagai
wilayah Universal Service Obligation (USO).
Keterbatasan infrastruktur telekomunikasi secara langsung menye-
babkan semakin lebarnya kesenjangan digital (digital divide) baik antara
Indonesia dengan negara lain maupun antardaerah di Indonesia. Dari
sisi penawaran, keterbatasan infrastruktur antara lain disebabkan oleh:
1. Terbatasnya kemampuan pembiayaan operator. Perkembangan tek-
nologi telekomunikasi yang sangat cepat membawa dampak kepada
meningkatnya kebutuhan investasi baru dalam waktu yang lebih
singkat sehingga investasi jangka panjang menjadi tidak menarik
lagi. Sementara itu, pembangunan infrastruktur telekomunikasi itu
sendiri membutuhkan perencanaan dan implementasi yang cukup
panjang dengan waktu pengembalian modal yang panjang.
2. Masih tingginya hambatan masuk (barrier to entry). Sebagai transisi
dari monopoli ke kompetisi, penyelenggaraan telekomunikasi
sambungan tetap masih menganut sistem duopoli. Oleh karena itu,
penguasaan akses penting masih dikuasai oleh incumbent, seperti
penomoran dan interkoneksi. Kondisi ini tentu membuat operator
baru sulit berkembang. Untuk bertahan saja, operator baru
memerlukan investasi yang sangat besar untuk melakukan roll out
infrastruktur dan membangun basis pelanggan. Sementara itu, pada
penyelenggaraan telekomunikasi sambungan bergerak yang sudah
dilakukan secara kompetisi sejak awal, permasalahan utama bagi
operator baru adalah terbatasnya ketersediaan spektrum frekuensi
Secara nasional,
ketersediaan
infrastruktur
telekomunikasi saat
ini masih terbatas.
Keterbatasan
infrastruktur
telekomunikasi
secara langsung
menyebabkan
semakin lebarnya
kesenjangan digital
(digital divide) baik
antara Indonesia
dengan negara lain
maupun antardaerah
di Indonesia.
Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi
IV - 27
karena sebagian besar alokasi spektrum frekuensi sudah ditetapkan
untuk operator existing.
3. Terbatasnya kemampuan adopsi dan adaptasi teknologi. Perkem-
bangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat belum dapat di-
manfaatkan secara optimal karena terbatasnya kemampuan penyedia
layanan untuk melakukan adopsi dan adaptasi teknologi. Perangkat
regulasi yang ada juga umumnya belum dapat mengantisipasi per-
kembangan teknologi secara cepat sehingga pemanfaatannya masih
terbatas.
Adapun dari sisi permintaan, keterbatasan infrastruktur disebabkan oleh
terbatasnya kemampuan daerah untuk mendukung masuknya operator.
Secara umum, penyediaan layanan telekomunikasi oleh operator
dipengaruhi oleh kepadatan penduduk; daya beli (purchasing power);
serta konsentrasi dan jenis aktivitas masyarakat. Daerah perkotaan
yang padat penduduk dan memiliki daya beli tinggi, atau daerah yang
memiliki kegiatan industri merupakan daerah target utama penyedia
layanan. Sebaliknya, daerah yang mempunyai kemampuan terbatas
menjadi tidak menarik bagi penyedia layanan.
Dengan memperhatikan perbedaan kemampuan/kapasitas setiap
daerah tersebut, diperlukan strategi yang berbeda dalam peningkatan
infrastruktur dan layanan telekomunikasi. Pada daerah yang berkapasitas
tinggi, peningkatan infrastruktur dilakukan melalui penciptaan
kompetisi yang setara (level playing feld). Sedangkan penyelenggaraan
telekomunikasi oleh operator dengan dana pemerintah (program
USO) dilakukan pada daerah-daerah yang berkapasitas rendah. Pada
daerah yang berkapasitas menengah dapat dilakukan dua pendekatan,
yaitu melalui perkuatan regulasi untuk mendorong terciptanya iklim
investasi yang kondusif sehingga menarik minat operator, atau melalui
mekanisme kerjasama pemerintah dan swasta (public private partnership
atau PPP). Melalui skema PPP diharapkan operator yang berpotensi
baik skala nasional maupun regional dapat berperan lebih aktif dalam
penyelenggaraan telekomunikasi.
Pada daerah yang
berkapasitas tinggi,
peningkatan
infrastruktur
dilakukan melalui
penciptaan kompetisi
yang setara
penyelenggaraan
telekomunikasi oleh
operator dengan
dana pemerintah
dilakukan pada
daerah-daerah yang
berkapasitas rendah.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
IV - 2
Untuk mendorong penyediaan infrastruktur telekomunikasi, pemerintah
sejak tahun 1999 sudah memulai reformasi sektor telekomunikasi
yang pada prinsipnya menghapus bentuk monopoli serta membuka
peluang usaha sebesar-besarnya kepada BUMN, BUMD, swasta dan
koperasi. Melalui Paket Kebijakan Infrastruktur yang diterbitkan
pemerintah pada bulan Februari 2006 yang lalu, beberapa rencana
tindak percepatan penyediaan infrastruktur telekomunikasi telah
diidentifkasi. Rencana tindak yang telah diselesaikan adalah penerbitan
perangkat regulasi yang mengatur interkoneksi dan perkuatan Badan
Regulasi Telekomunikasi Indonesia. Adapun rencana tindak yang
masih dilakukan (dalam proses) adalah pembaharuan cetak biru dan
penyusunan road map telekomunikasi, serta evaluasi terhadap struktur
industri telekomunikasi.
Dalam upaya meningkatkan pemerataan pelayanan telekomunikasi
peran pemerintah daerah sangat diperlukan. Paling tidak, dukungan
pemerintah daerah diharapkan dalam mendukung:
1. Penciptaan iklim investasi yang kondusif di daerah. Merujuk kepada
Inpres No. 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Investasi, salah
satu kebijakan yang ditempuh adalah sinkronisasi peraturan pusat
dan peraturan daerah (perda). Sejauh ini memang terdapat perda
yang menghambat investasi seperti pungutan yang berlebihan atas
pendirian menara layanan seluler. Kebijakan daerah yang tidak
kondusif justru akan menciptakan barrier to entry bagi daerah
tersebut. Selain itu, juga terdapat pemerintah daerah yang melakukan
penetapan alokasi spektrum frekuensi. Sebagaimana diketahui
bahwa spektrum frekuensi merupakan sumberdaya terbatas yang
dikuasai oleh negara. Mengingat pengalokasian spektrum frekuensi
harus memperhatikan beberapa faktor teknis seperti ketersediaan
spektrum dan kemungkinan interferensi, serta harus mengacu
kepada ketentuan internasional, maka perencanaan dan penetapan
alokasi spektrum frekuensi dilakukan oleh pemerintah pusat untuk
menjamin ketertiban dan efsiensi pemanfaatannya. Pemerintah
daerah diharapkan bekerjasama dengan Unit Pelaksana Teknis Balai
Monitoring yang berada di setiap daerah untuk melakukan penga-
wasan (monitoring) terhadap penggunaan spektrum frekuensi.
Pemerintah sejak
tahun 1999 sudah
memulai reformasi
sektor telekomunikasi
yang pada prinsipnya
menghapus bentuk
monopoli serta
membuka peluang
usaha sebesar-
besarnya kepada
BUMN, BUMD, swasta
dan koperasi.
Dalam upaya
meningkatkan
pemerataan
pelayanan
telekomunikasi peran
pemerintah daerah
sangat diperlukan.
Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi
IV - 2
2. Pelaksanaan program USO. Pada tahun 2006, program USO diran-
cang dengan pendekatan yang berbeda, yaitu (1) pembiayaan
yang bersumber dari kontribusi operator melalui Pendapatan
Negara Bukan Pajak; (2) pemilihan operator yang dilakukan
secara lelang; dan (3) kegiatan USO yang meliputi pembangunan
dan pengelolaan aset untuk menjamin keberlangsungan program.
Secara umum, daerah USO dibedakan menjadi 3 kelas, yaitu non-
mature, semi-mature, dan mature sesuai dengan tingkat kebutuhan
dan kemampuan masyarakat. Sebagai tahap awal, pemerintah
telah mengidentifkasi daerah-daerah USO dan sedang melakukan
klarifkasi dengan pemerintah daerah yang terkait. Sehubungan
dengan hal ini, pemerintah daerah diharapkan dapat membantu
dengan memberikan informasi yang akurat atau mengusulkan desa
yang dianggap sesuai untuk disertakan dalam program USO.
(4) Sektor Air Minum
Penyusunan rencana pembangunan dan pengembangan wilayah
seringkali belum memperhitungkan ketersediaan air minum. Hal ini
terlihat dari pembangunan kawasan industri yang masih kurang mem-
perhatikan ketersediaan pasokan air minum yang diperlukan dalam
proses produksi. Upaya untuk mencukupi kebutuhan air minum
bagi keperluan industri sebagian besar diambil dari air tanah dalam.
Kondisi tersebut didorong oleh terbatasnya cakupan pelayanan PDAM
(Perusahaan Daerah Air Minum).
Secara nasional, data Susenas 2005 menunjukkan bahwa pelayanan
air minum perpipaan di Indonesia baru 31 persen rumah tangga di
perkotaan dan 5 persen rumah tangga di perdesaan, Sedangkan sisanya
berusaha memenuhi kebutuhan air minum dari sumber air tanah, sumur,
air sungai, dan air hujan. Lambatnya pembangunan jaringan air minum
perpipaan, bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan
ekonomi menyebabkan terjadinya persaingan dalam pemanfaatan air
tanah untuk rumah tangga dan industri, khususnya di kota-kota besar.
Pemanfaatan air tanah yang berlebihan akan menyebabkan permukaan
Penyusunan rencana
pembangunan dan
pengembangan
wilayah
seringkali belum
memperhitungkan
ketersediaan air
minum.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
IV - 0
air tanah cenderung terus menurun. Dalam jangka panjang, kondisi
ini akan menyebabkan terjadinya penurunan tanah (land subsidence)
dan intrusi air laut pada kawasan permukiman yang dekat dengan garis
pantai.
Penyediaan air minum utama seharusnya bersumber pada pasokan dari
PDAM. Dengan tingkat cakupan yang masih rendah saat ini, upaya
pemenuhan pelayanan air minum baik bagi rumah tangga maupun
industri memerlukan percepatan pembangunan jaringan baru yang
membutuhkan biaya sangat besar. Sementara itu, sebagian besar PDAM
masih menghadapi banyak masalah tingginya tingkat kebocoran, belum
efsiennya sistem produksi dan jaringan pelayanan, rendahnya kinerja
manajemen, serta masih adanya sekitar 60 persen PDAM yang terlilit
utang. Permasalahan tersebut menghambat PDAM dalam mencari
sumber-sumber pembiayaan untuk merehabilitasi sistem pelayanan
dan investasi pengembangan jaringan. Rendahnya kinerja PDAM
tersebut juga akan berdampak pada makin meningkatnya kesenjangan
penyediaan air minum.
Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut ditempuh beberapa
langkah simultan. Pertama, mendorong penerapan prinsip good corporate
governance dalam pengelolaan PDAM secara konsisten. Kedua,
meningkatkan kinerja pengelolaan aset (asset management). Ketiga,
restrukturisasi hutang PDAM. Keempat, memperbaiki prasarana dan
sarana PDAM. Selain itu, saat ini sedang dilakukan revisi terhadap
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah
juncto Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969. Revisi undang-undang
tersebut diharapkan dapat mendorong pengelolaan PDAM secara
profesional, mandiri (tidak dicampuri kepentingan birokrasi) serta
berorientasi kepada konsumen. Berbagai langkah tersebut bertujuan
untuk meningkatkan kinerja PDAM, baik teknis maupun fnansial,
sehingga mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas (cakupan)
pelayanan air minum.
Di masa yang akan datang diharapkan hanya ada dua jenis BUMD,
yaitu Perusahaan Umum Daerah (Perumda) dan Perusahaan Perseroan
Penyediaan air minum
utama seharusnya
bersumber pada
pasokan dari PDAM.
Sementara itu,
sebagian besar PDAM
masih menghadapi
banyak masalah
tingginya tingkat
kebocoran, belum
efsiennya sistem
produksi dan jaringan
pelayanan, rendahnya
kinerja manajemen,
serta masih adanya
sekitar 60 persen
PDAM yang terlilit
utang.
Upaya untuk
mengatasi
permasalahan
tersebut ditempuh
beberapa langkah
simultan bertujuan
untuk meningkatkan
kesehatan kinerja
PDAM, baik teknis
maupun fnansial,
sehingga mampu
meningkatkan
kualitas dan kuantitas
(cakupan) pelayanan
air minum.
Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi
IV - 1
Daerah (Perseroda). Hal ini didasarkan kepada pengertian bahwa
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah badan usaha yang seluruh
atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh daerah melalui penyertaan
secara langsung yang berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan.
() Kemajuan Pelaksanaan Paket Kebijakan Percepatan
Pembangunan Infrastruktur
Sampai dengan akhir bulan Desember 2006, dari hasil pemantauan
kemajuan pelaksanaan Paket Kebijakan Percepatan Pembangunan
Infrastruktur adalah sebagai berikut.
1. Dari target semula sebayak 156 keluaran, 18 keluaran telah dibatalkan
berdasarkan usulan menteri terkait sehingga target keluaran menjadi
138 keluaran. Pengurangan jumlah keluaran ini disebabkan oleh
karena beberapa hal sebagai berikut:
a. Adanya keluaran yang seharusnya dilakukan oleh departemen
lain telah dimasukkan sebagai bagian dari keluaran departemen
bersangkutan sehingga keluaran tersebut tidak dapat
dihasilkan;
b. Terdapat keluaran yang merupakan hasil kajian dan bukan
keluaran kebijakan, sehingga tidak akan menjadi bagian dari
kebijakan yang akan diluncurkan;
c. Keluaran yang direncanakan adalah identik dengan kebijakan
yang telah diluncurkan, atau keluaran tersebut identik dengan
tugas dan fungsi suatu badan yang telah berdiri, contohnya
pendirian PPP (Public Private Partnership) Node di Departemen
Pekerjaan Umum yang ternyata identik dengan TUPKOSI
Badan Pengawas Jalan Tol (BPJT) dan BPP SPAM.
2. Keluaran yang diselesaikan sebanyak 92 keluaran atau 59 persen
dari target awal dan 67 persen dari target setelah perubahan. Dari
target keluaran yang belum dicapai, 46 keluaran diusulkan untuk
diselesaikan pada tahun 2007, dan 18 keluaran diusulkan untuk
dikeluarkan dari paket kebijakan.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
IV - 2
Kotak 4.. Pelaksanaan Paket Kebijakan Percepatan
Pembangunan Infrastruktur
Beberapa keluaran yang berhasil diselesaikan merupakan landasan dan kerangka
kebijakan, regulasi dan kelembagaan kerjasama Pemerintah dan pihak Swasta
dalam pembangunan infrastruktur meliputi:
1. RUU sektor transportasi (Darat. Laut, Udara, Perkeretaapian), dan ketenaga-
listrikan;
2. Peraturan-peraturan lintas sektor tentang Sekretariat KKPPI, Prosedur dan
Kriteria Proyek-proyek yang akan dikerjasamakan dengan pihak swasta;
3. Unit Pengelola Risiko dan Badan Layanan Umum Pertanahan;
4. Perpres 65/2006 tentang pertanahan (revisi Perpres 36/2005);
5. Terselenggaranya Indonesia Infrastructure 2006 (IICE 2006) dengan sukses;
6. P3 Center dan P3 nodes di Depatemen Perhubungan;
7. Keppres Percepatan Pembangunan Rumah Susun di Kawasan Perkotaan;
8. SOP BPJT dan BPPSPAM; terselesaikannya Operation, Guideline, and Manual
untuk PPP;
9. Berbagai peraturan sektoral, blue print, road map, dan rencana induk
transportasi, telekomunikasi, listrik, dan infrastruktur minyak dan gas bumi;
10. Policy paper tentang PSO, dan lembaga pembiayaan infrastruktur; dan
11. Pedoman, toolkit, dan template tentang PPP.
Adapun agenda yang belum selesai dan akan dilaksanakan pada tahun 2007,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Finalisasi terhadap RUU Transportasi, BUMD, Ketenagalistrikan, Energi, Pos
dan Telekomunikasi, Pajak, Sanitasi, Sekuritisasi, Penanaman Modal Asing
(terkait dengan PP turunan yang terkait dengan infrastruktur) dan Peraturan
turunannya.
2. Tender terhadap 10 Model Proyek KPS dan penyelesaian beberapa proyek
infrastruktur.
3. Operasionalisasi P3-Center dan P3 Node untuk mendukung PPP network di
Bidang Infrastruktur.
4. Road Map Public Service Obligation (PSO).
5. Rencana Induk (Master Plan) Frekuensi Penyiaran Digital.
6. Peraturan Pemerintah tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Penyiaran, Perpres tentang Standar Penyiaran Digital.
7. Badan Layanan Umum Rusunawa.
8. Badan Layanan Umum Pertanahan.
9. Pembentukan Infrastructure Fund dan Guarantee Fund.
10. Pedoman tentang Pembebasan Tanah.
Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi
IV -
4. PAKET KEBIJAKAN SEKTOR KEUANGAN
Pemerintah dan Bank Indonesia telah menandatangani Surat Kepu-
tusan Bersama (SKB) tentang Paket Kebijakan Sektor Keuangan yang
bertujuan untuk meningkatkan koordinasi antara Pemerintah dan
Bank Indonesia sebagai otoritas fskal dan moneter, melanjutkan
langkah-langkah reformasi memperkuat industri perbankan, lembaga
keuangan non-bank dan pasar modal. SKB yang ditandatangani oleh
Menko Perekonomian, Gubernur Bank Indonesia, Menteri Keuangan,
dan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, melengkapi dua paket
kebijakan sebelumnya, yaitu Paket Perbaikan Iklim Investasi dan Paket
Percepatan Pembangunan Infrastruktur yang telah diterbitkan pada
awal tahun ini.
Melalui paket kebijakan sektor keuangan ini diupayakan perbaikan
infrastruktur pasar dan kelembagaan, peningkatan aksesibilitas pelaku
usaha terhadap modal dan penyempurnaan struktur sektor keuangan
yang lebih kuat, seimbang dan stabil. Dengan demikian stabilitas
makroekonomi yang sudah mulai pulih beberapa bulan belakangan ini
diharapkan dapat terjaga dan menjadi basis yang solid bagi pemulihan
sektor riil yang mendapat dukungan pembiayaan dari lembaga keuangan
dan pasar modal.
Dalam menyusun Paket ini, Pemerintah dan Bank Indonesia telah
melakukan berbagai konsultasi dengan dunia usaha, lembaga keuangan
terkait, dan para pemangku kepentingan lainnya. Rincian dari paket ini
menunjukkan komitmen yang kuat dari masing-masing instansi yang
bertanggunjawab untuk melaksanakan masing-masing program dan
tindakan yang ada dalam paket itu, lengkap dengan produk keluaran
dan sasaran waktu yang jelas.
Paket Kebijakan Sektor Keuangan terdiri dari tiga kelompok kebijakan,
yaitu stabilitas sistem keuangan, lembaga keuangan perbankan dan
nonbank, dan pasar modal dan privatisasi BUMN.
Pemerintah dan
Bank Indonesia telah
menandatangani Surat
Keputusan Bersama
(SKB) tentang Paket
Kebijakan Sektor
Keuangan
Dalam menyusun
Paket ini, Pemerintah
dan Bank Indonesia
telah melakukan
berbagai konsultasi
dengan dunia
usaha, lembaga
keuangan terkait,
dan para pemangku
kepentingan lainnya.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
IV - 4
Tabel 4.4
Rekapitulasi Jumlah Kebijakan, Program dan Tindakan
Paket Kebijakan Sektor Keuangan
KELOMPOK KEBIJAKAN KEBIJAKAN PROGRAM TINDAKAN
Stabilitas Sistem
Keuangan
2 3 7
Lembaga Keuangan
Perbankan dan Non Bank
7 18 31
Pasar Modal dan Lain-lain 5 13 18
Jumlah 14 34 55
(1) Stabilitas Sistem Keuangan
Sasaran yang ingin dicapai dari kebijakan ini adalah peningkatan
koordinasi antara otoritas fskal dan moneter yang sudah semakin
baik menyusul mini-crisis yang terjadi pada kuartal keempat tahun
lalu. Hal itu dicapai antara lain melalui program penyusunan RUU
Jaring Pengaman Sektor Keuangan dan Operasionalisasi Forum
Stabilitas Sektor Keuangan. Forum yang beranggotakan wakil dari
lembaga-lembaga otoritas keuangan ini diharapkan dalam beberapa
bulan mendatang menghasilkan beberapa keputusan penting antara
lain tentang Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia dan persiapan
pelaksanaan Financial Sector Assessment Program (FSAP).
(2) Lembaga Keuangan Perbankan dan Non Bank
Kelompok kebijakan perbankan terdiri dari dua kebijakan utama, yaitu
Kebijakan Memperkuat Lembaga Perbankan dan Kebijakan Peningkatan
Kinerja Bank BUMN. Sasaran yang ingin dicapai dari kebijakan ini
adalah memperkuat reformasi lembaga perbankan yang dilaksanakan
melalui enam pilar Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Hal itu
antara lain dilakukan melalui perubahan regulasi yang terkait dengan
penyelesaian kredit bermasalah bank BUMN disertai dengan langkah
pengamanan pelaksanaannya.
Paket Kebijakan
Sektor Keuangan
terdiri dari tiga
kelompok kebijakan,
yaitu stabilitas sistem
keuangan, lembaga
keuangan perbankan
dan nonbank, dan
pasar modal dan
privatisasi BUMN.
Sasaran yang ingin
dicapai adalah
peningkatan
koordinasi antara
otoritas fskal dan
moneter
Sasaran yang ingin
dicapai dari kebijakan
adalah memperkuat
reformasi lembaga
perbankan
Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi
IV -
Penguatan industri jasa keuangan non-bank yang mencakup perusahaan
asuransi, dana pensiun, perusahaan pembiayaan dan perusahaan modal
ventura menjadi perhatian pemerintah dan akan terus ditingkatkan.
Langkah-langkah konkret yang akan segera dilakukan Pemerintah
untuk memperkuat industri jasa keuangan non bank tersebut mencakup
aspek prudensial kelembagaan seperti penguatan struktur permodalan
untuk perusahaan asuransi, perusahaan pembiayaan, dan perusahaan
modal ventura, penanganan perusahaan asuransi yang tidak sehat dan
penerapan kebijakan yang lugas terhadap perusahaan yang tidak dapat
disehatkan, serta penetapan pedoman good governance untuk dana
pensiun. Selain itu, kebijakan keuangan non bank juga mencakup
peningkatan perlindungan konsumen dalam industri asuransi dengan
operasionalisasi Badan Mediasi Asuransi Indonesia, perbaikan perlakuan
perpajakan, dan peningkatan kualitas dan efektivitas pengawasan
terhadap usaha jasa keuangan non bank, serta pengembangan peraturan
mengenai kegiatan usaha asuransi dan reasuransi syariah.
() Pasar Modal
Kebijakan reformasi di bidang pasar modal diarahkan pada peningkatan
likuiditas dan efsiensi, serta integritas pasar modal, yang mampu
tumbuh secara berkesinambungan dan stabil. Langkah-langkah kon-
kret yang akan diambil mencakup penguatan infrastruktur pasar,
peningkatan perlindungan konsumen dan investor, penyempurnaan
kerangka peraturan dan perundang-undangan untuk memperkuat
fungsi supervisi dan penegakan hukum, serta penyetaraan perangkat
aturan dan ketentuan dengan standar dan praktek internasional.
Pengembangan infrastruktur pasar diarahkan pada peningkatan
transparansi informasi harga dan perbaikan sistem perdagangan yang
lebih kredibel, efsien, efektif, dan handal, serta terdapatnya mekanisme
yang mampu menjaga likuiditas dan stabilitas pasar sekunder. Selain
itu, akan diambil langkah-langkah konkrit bagi perluasan basis investor
dengan pengembangan variasi instrumen pasar, seperti antara lain
obligasi ritel, efek berbasis syariah, Exchange Traded Fund, dan lainnya,
dan peningkatan partisipasi dan kultur masyarakat sebagai investor
pasar modal.
Kebijakan reformasi
di bidang pasar
modal diarahkan
pada peningkatan
likuiditas dan efsiensi,
serta integritas pasar
modal, yang mampu
tumbuh secara
berkesinambungan dan
stabil.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
IV -
Paket kebijakan ini juga akan mempertegas arah kebijakan privatisasi
BUMN dengan akan dibentuknya Komite Privatisasi dan penyusunan
blue print Strategi Privatisasi. Selain itu upaya pengembangan
pembiayaan ekspor akan semakin diperkuat dengan menyampaikan
Rancangan Undang-Undang Lembaga Pembiayaan Ekspor Nasional
(LPEI) kepada DPR sebagai dasar hukum pembentukan lembaga itu.
Dalam upaya mendorong peningkatan fungsi intermediasi perbankan,
Bank Indonesia mengeluarkan 8 butir arah dan strategi kebijakan
selama tahun 2007, yaitu: Pertama, BI akan akan berperan lebih
aktif sebagai katalisator dalam proses mendorong fungsi intermediasi
perbankan ke sektor riil. Dalam hal ini, BI diharapkan dapat menjadi
database perekonomian nasional sekaligus sebagai pusat informasi
kajian-kajian ekonomi yang dapat dimanfaatkan oleh semua pihak.
Kedua, BI berupaya meningkatkan kerja sama dan koordinasi dengan
Pemerintah untuk menata kembali industri perbankan, khususnya
melalui revitalisasi peran bank-bank BUMN. Ketiga, BI akan berupaya
memfasilitasi proses merger.
Keempat, BI akan memfasilitasi kelancaran pelaksanaan fungsi
intermediasi perbankan yang menjadi pokok permasalahan industri
perbankan dewasa ini. Kebijakan BI yang akan diterbitkan dalam waktu
dekat selain akan mengubah isi PBI tertentu, juga surat penegasan
atas penafsiran beberapa ketentuan yang pernah dikeluarkan antara
lain ketentuan Mengenai Tata Cara Penilaian Kolektibilitas Kredit
dan penyesuaian berapa ketentuan yang terkait dengan Prinsip
Kehati-hatian Perbankan. Kelima, BI mengeluarkan guideline yang
akan memandu bank asing untuk dapat berkontribusi lebih optimal
dalam proses pembangunan ekonomi Indonesia, khususnya dalam
meningkatkan fungsi intermediasi. Keenam, BI akan berperan proaktif
dalam mengembangkan pasar dan instrumen keuangan. Ketujuh, BI
akan membuat program akselerasi pengembangan perbankan syariah
Indonesia. Dan kedelapan, BI akan berupaya mengarahkan kembali
peran, fungsi dan pola operasional BPR agar sesuai dengan kondisi
dan kebiasaan sosial setempat, tanpa harus mengurangi arti penting
Dalam upaya men-
dorong peningkatan
fungsi intermediasi
perbankan,
Bank Indonesia
mengeluarkan 8 butir
arah dan strategi
kebijakan selama
tahun 2007
BI akan memfasilitasi
kelancaran pelak-
sanaan fungsi
intermediasi
perbankan yang
menjadi pokok
permasalahan
industri perbankan
dewasa ini.
Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi
IV - 7
pengelolaan risiko. Peran BPR yang semula ditujukan untuk mengisi
kebutuhan pembiayaan masyarakat kecil harus semakin diberdayakan.

Selama tahun 2006, Bank Indonesia telah mengeluarkan suatu
kebijakan untuk meningkatkan peran perbankan dalam pembiayaan
pembangunan dan mendorong upaya penguatan industri perbankan
melalui konsolidasi sesuai arah API dan Paket Kebijakan Perbankan
Oktober 2006. Selain itu, upaya lain yang telah dilakukan oleh Bank
Indonesia dalam mendorong peningkatan fungsi intermediasi
perbankan tersebut antara lain:
a. Melaksanakan linkage program, yaitu penerusan kredit UMKM dari
bank umum atau bank syariah kepada BPR/BPR syariah;
b. Menyelenggarakan Bazaar Intermediasi Perbankan dan workshop
Prospek Dunia Usaha dan Potensi Pembiayaannya oleh Perbankan,
baik di Kantor Pusat maupun di daerah, yang bertujuan untuk
memberikan informasi kepada perbankan mengenai sektor riil
(dunia usaha) yang memiliki prospek baik dan berpotensi untuk
dibiayai namun belum diketahui oleh perbankan;
c. Memberikan bantuan teknis (technical assistance);
d. Menyediakan informasi kredit;
e. Mengembangkan Skim Penjaminan Kredit Daerah, yang merupakan
kerjasama antara PT. Askrindo, BPD setempat dan perbankan.
Tabel 4.
Perkembangan Jumlah Bank Umum
KELOMPOK
BANK
Des 00 Des 01 Des 02 Des 03 Des 04 Des 05 Des 06
Bank Persero 5 5 5 5 5 5 5
BUSN
Devisa
38 38 36 36 34 34 35
BUSN Non
Devisa
43 42 40 40 38 37 36
BP 26 26 26 26 26 26 26
Bank Campuran 29 24 24 20 19 18 17
Bank Asing 10 10 10 11 11 11 11
T O T A L 151 145 141 138 133 131 130
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
IV -
Salah satu arah dan strategi kebijakan di bidang Perbankan yang
akan ditempuh adalah program akselerasi perbankan syariah dengan
fokus pada sosialisasi intensif perbankan syariah, pengayaan produk
dan perluasan jaringan pelayanan (di daerah dapat juga berbentuk
Bank Perkreditan Rakyat Syariah atau Unit Usaha Syariah dari Bank
Pembangunan Daerah), serta mendorong masuknya dana investasi
luar negeri ke industri perbankan syariah. Pengembangan industri
perbankan syariah merupakan sebagai salah satu langkah strategis
dalam mendukung pengembangan sektor riil di daerah. Hal ini
mengingat karakteristik dan kinerja perbankan syariah yang cukup baik
dengan Financing to Deposit Ratio (FDR atau LDR dalam perbankan
konvensional) yang mencapai rata-rata di atas 90 persen dan Non
Performing Financing (NPF atau NPL dalam perbankan konvensional)
yang terpelihara secara rata-rata di bawah 5 persen.
Dalam rangka peningkatan peran BPR dan kontribusinya dalam
melaksanakan fungsi intermediasi perbankan, Pemerintah/Instansi-
Instansi Daerah diharapkan dapat bekerjasama dengan BPR dalam
menyalurkan dana-dana untuk kepentingan usaha masyarakat melalui
Pola Linkage Program. Dengan dana murah dari Pemerintah, BPR
dapat membiayai UKMK dengan suku bunga yang rendah sehingga
tidak memberatkan UKMK. Selain itu, upaya peningkatan peran serta
BPR tersebut harus didukung pula dengan penguatan permodalan BPR
terutama BPR milik Pemda yang sudah berdiri untuk mengatasi risiko
usaha yang timbul, meningkatkan daya saing dan jangkauan pelayanan
kepada UMK, dengan cara merger atau konsolidasi agar memiliki
permodalan yang kuat dan beroperasi secara efsien, serta memenuhi
ketentuan persyaratan modal disetor. Dalam upaya memperluas
jangkauan pelayanan BPR, Pemda diharapkan dapat mendirikan BPR
baru terutama di luar Pulau Jawa dan Bali.
Untuk memberikan informasi yang lengkap dalam upaya pengembangan
UMKM, Bank Indonesia telah menyusun Sistem Informasi Terpadu
Pengembangan Usaha Kecil atau disingkat dengan SI-PUK. SI-PUK
merupakan kumpulan sistem informasi usaha kecil berbasis internet
Salah satu arah
dan strategi
kebijakan di bidang
Perbankan adalah
program akselerasi
perbankan syariah
Pemerintah/
Instansi-Instansi
Daerah diharapkan
dapat bekerjasama
dengan BPR dalam
menyalurkan
dana-dana untuk
kepentingan usaha
masyarakat melalui
Pola Linkage
Program. Dengan
dana murah dari
Pemerintah
Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi
IV -
yang disusun secara terpadu sehingga dapat menyajikan informasi yang
mudah diakses oleh pengguna. Informasi lengkap mengenai SI-PUK
dapat diakses melalui internet dengan alamat http:/www.bi.go.id/sipuk.
SI-PUK terdiri dari beberapa sub sistem, yaitu :
(a) Sistem Informasi Baseline Economic Survey (SIBES).
Sistem Informasi BES merupakan sistem informasi yang menyajikan
hasil penelitian BES yang bertujuan memberikan informasi
tentang sub sektor/komoditas yang potensial untuk dikembangkan
(komoditas unggulan).
(b) Sistem Informasi Agroindustri Berorientasi Ekspor (SIABE).
SIABE merupakan sistem informasi yang menyajikan hasil penelitian
Agroindustri Berorientasi Ekspor yang bertujuan memberikan
informasi tentang komoditas agroindustri yang potensial untuk
diekspor dan informasi lainnya seperti profl komoditas, dafar
eksportir, daerah potensi komoditas, dll.
(c) Sistem Informasi Lending Model Usaha Kecil (SI-LMUK).
SILM merupakan sistem informasi yang menyajikan hasil penelitian
Lending Modal yang bertujuan memberikan informasi mengenai
pola pembiayaan suatu komoditas di suatu daerah.
(d) Sistem Penunjang Keputusan untuk Investasi (SPKUI).
SPKUI merupakan pendamping SI-LMUK guna membantu
memudahkan pengguna apabila akan melakukan simulasi terhadap
perubahan data dan asumsi yang terdapat dalam Lending Model.
Dengan simulasi perhitungan dimaksud diharapkan pengguna
segera memperoleh gambaran kelayakan fnansial suatu komoditas
sesuai dengan kondisi/waktu dan daerah komoditas tersebut.
(e) Sistem Informasi Prosedur Memperoleh Kredit (SI-PMK).
Merupakan sistem informasi yang memuat tata cara dalam
mengajukan kredit kepada bank secara umum, karena pada dasarnya
setiap bank mempunyai tatacara sendiri yang bervariasi.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
IV - 40
4. 4 KEBIJAKAN PERTANAHAN
Pertanahan menjadi salah satu isu strategis dalam upaya peningkatan
investasi. Isu pertanahan tidak hanya terkait dengan pengadaan
tanah untuk pembangunan infrastruktur, tetapi juga pengembangan
UMKM. Dalam pembangunan infrastruktur, masalah pengadaan
tanah akan menentukan kelancaran implementasi proyek. Tersedianya
kerangka regulasi yang jelas akan membantu percepatan pembangunan
infrastruktur strategis khususnya dalam rangka pelayanan publik.
Dalam pengembangan UMKM, pendafaran status kepemilikan
(sertifkasi) tanah milik pelaku UMKM sangat membantu peningkatan
akses permodalan melalui tersedianya kolateral.
Secara umum, kebijakan pengelolaan pertanahan disusun dengan
landasan prinsip-prinsip berikut:
1. Pertanahan dan keagrariaan harus berkontribusi nyata dalam
upaya peningkatan kesejahteraan rakyat dan dapat membangkitkan
sumber-sumber kemakmuran baru bagi rakyat;
2. Pertanahan harus berkontribusi nyata dalam menciptakan tatanan
kehidupan bersama yang lebih berkeadilan. Prinsip keadilan perlu
diutamakan mengingat pemanfaatan, penggunaan, penguasaan dan
pemilikan tanah (P4T) selama ini masih memunculkan masalah
ketimpangan pertanahan;
3. Pertanahan harus berkontribusi nyata dalam menjamin keberlanjutan
kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan;
4. Pertanahan harus berkontribusi nyata dalam mewujudkan harmoni
sosial.
Prinsip-prinsip kebijakan pertanahan nasional di atas dituangkan secara
lebih operasional dalam 11 agenda reforma agraria sebagai berikut:
1. Membangun kepercayaan masyarakat kepada Badan Pertanahan
Nasional (BPN);
2. Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendafaran tanah serta
sertifkasi tanah secara menyeluruh di seluruh Indonesia;
3. Memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah;
Dalam pembangunan
infrastruktur, masalah
pengadaan tanah
akan menentukan
kelancaran
implementasi proyek
Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi
IV - 41
4. Menyelesaikan persoalan pertanahan di daerah-daerah korban
bencana alam dan daerah-daerah konfik di seluruh tanah air;
5. Menangani dan menyelesaikan perkara masalah, sengketa dan
konfik pertanahan secara sistematis;
6. Membangun Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional
(SIMTANAS) dan sistem pengamanan dokumen pertanahan di
seluruh Indonesia;
7. Menangani masalah KKN serta meningkatkan partisipasi dan pem-
berdayaan masyarakat;
8. Membangun database penguasaan dan pemilikan tanah skala
besar;
9. Melaksanakan secara konsisten semua peraturan perundang-
undangan pertanahan yang telah ditetapkan;
10. Menata kelembagaan Badan Pertanahan Nasional;
11. Mengembangkan dan memperbaharui politik hukum dan kebijakan
pertanahan.
Sejalan dengan upaya peningkatan investasi di daerah, BPN akan
melaksanakan tiga skema kegiatan pengelolaan pertanahan. Pertama,
mengalokasikan anggaran publik untuk rakyat miskin dan UMKM.
Kedua, memberikan kebebasan bagi masyarakat untuk membiayai diri
sendiri dengan membuka akses masyarakat terhadap pendanaan dari
perbankan. Ketiga, mendukung akselerasi program-program khusus
pemerintah pusat maupun daerah, dengan prioritas utama pada
revitalisasi pertanian dan perdesaan, pembangunan perumahan rakyat
dan percepatan pembangunan infrastruktur.
Untuk memberikan landasan regulasi yang lebih jelas dalam proses
pengadaan tanah bagi pembangunan, Pemerintah telah menerbitkan
Perpres Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan
Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Beberapa
perubahan dalam Perpres Nomor 65 Tahun 2006 yang dapat menjadi
pedoman dalam pengadaan tanah bisa dilihat dalam Tabel 4.6.
BPN akan
melaksanakan tiga
skema kegiatan
pengelolaan
pertanahan
Pemerintah telah
menerbitkan Perpres
Nomor 65 Tahun 2006
tentang Perubahan
atas Peraturan
Presiden Nomor 36
Tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah
bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk
Kepentingan Umum.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
IV - 42
Tabel 4.
Matriks Perbandingan Perpres Nomor /200 dan
Perpres Nomor /200
PASAL
PERPRES NOMOR 36
TAHUN 2005
PERPRES NOMOR 65
TAHUN 2006
Pasal 1
angka
(3)
Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan
untuk mendapatkan tanah dengan cara
memberikan ganti rugi kepada yang
melepaskan atau menyerahkan tanah,
bangunan, tanaman, dan benda-benda
yang berkaitan dengan tanah atau dengan
pencabutan hak atas tanah
Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan
untuk mendapatkan tanah dengan cara
memberikan ganti rugi kepada yang
melepaskan atau menyerahkan tanah,
bangunan, tanaman, dan benda-benda
yang berkaitan dengan tanah
Pasal 2
ayat (1)
Pengadaan tanah bagi pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum
oleh pemerintah atau pemerintah daerah
dilaksanakan dengan cara:
a. pelepasan atau penyerahan hak atas
tanah, atau
b. pencabutan hak atas tanah
Pengadaan tanah bagi pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum
oleh pemerintah atau pemerintah daerah
dilaksanakan dengan cara pelepasan atau
penyerahan hak atas tanah
Pasal 3 (1) Pelepasan atau penyerahan hak atas
tanah sebagaimana dimaksud dalam
pasal 2 ayat (1) dilakukan berdasarkan
prinsip penghormatan terhadap hak atas
tanah
(2) Pencabutan hak atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 huruf b
dilakukan berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961
tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah
dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya
Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
ayat (1) dilakukan berdasarkan prinsip
penghormatan terhadap hak atas tanah
Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi
IV - 4
PASAL
PERPRES NOMOR 36
TAHUN 2005
PERPRES NOMOR 65
TAHUN 2006
Pasal 5 Pembangunan untuk kepentingan umum
yang dilaksanakan Pemerintah atau
Pemerintah Daerah meliputi :
a. Jalan umum, jalan tol, rel kereta api (di
atas tanah,
di ruang atas tanah, ataupun di ruang
bawah
tanah), saluran air minum/air bersih,
saluran
pembuangan air dan sanitasi;
b. Waduk, bendungan, bendung irigasi dan
bangunan perairan lainnya;
c. Rumah sakit umum dan pusat kesehatan
masyarakat;
d. Pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta
api,
dan terminal;
e. Peribadatan;
f. Pendidikan atau sekolah;
g. Pasar umum;
h. Fasilitas pemakaman umum;
i. Fasilitas keselamatan umum;
j. Pos dan telekomunikasi;
k. Sarana olah raga;
l. Stasiun penyyaiaran radio, televisi dan
sarana pendukungnya;
m. Kantor pemerintah, pemerintah daerah,
perwakilan negara asing, Perserikatan
Bangsa-Bangsa, dan lembaga-lembaga
internasional di bawah naungan
Perserikatan Bangsa-Bangsa;
n. Fasilitas Tentara Nasional Indonesiadan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya;
o. Lembaga permasyarakatan dan rumah
tahanan;
p. Rumah susun sederhana;
q. Tempat pembuangan sampah;
r. Cagar alam dan cagar budaya;
s. Pertamanan;
t. Pantai sosial;
u. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga
listrik.
Pembangunan untuk kepentingan
umum yang dilaksanakan Pemerintah
atau Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, yang selanjutnya
dimiliki atau akan dimiliki oleh Pemerintah
atau Pemerintah Daerah, meliputi :
a. Jalan umum dan jalan tol, rel kereta
api (di atas tanah, di ruang atas tanah,
ataupun di ruang bawah tanah),
saluran air minum/air bersih, saluran
pembuangan air dan sanitasi;
b. Waduk, bendungan, bendungan irigasi
dan bangunan perairan lainnya;
c. Pelabuhan, bandar udara, stasiun
kereta api, dan terminal;
d. Fasilitas keselamatan umum, seperti
tanggul penanggulangan bahaya
banjir, lahar, dan lain-lain bencana;
e. Tempat pembuangan sampah;
f. Cagar alam dan cagar budaya;
g. Pembangkit, transmisi, distribusi
tenaga listrik.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
IV - 44
PASAL
PERPRES NOMOR 36
TAHUN 2005
PERPRES NOMOR 65
TAHUN 2006
Pasal 10
ayat (1)
Dalam hal kegiatan pembangunan untuk
kepentingan umum yang tidak dapat
dialihkan atau dipindahkan secara teknis
tata ruang ke tempat atau lokasi lain, maka
musyawarah dilakukan dalam jangka waktu
paling lama 90 hari kalender terhitung sejak
tanggal undangan pertama
Dalam hal kegiatan pembangunan untuk
kepentingan umum yang tidak dapat
dialihkan atau dipindahkan secara teknis
tata ruang ke tempat atau lokasi lain, maka
musyawarah dilakukan dalam jangka
waktu paling lama 120 (seratus dua puluh)
hari kalender terhitung sejak tanggal
undangan pertama
Pasal 10
ayat (2)
Apabila setelah musyawarah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai
kesepakatan, panitia pengadaan tanah
menetapkan bentuk dan besarnya ganti
rugi uang kepada pengadilan negeri yang
wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah yang
bersangkutan
Apabila setelah diadakan musyawarah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
tercapai kesepakatan, panitia pengadaan
tanah menetapkan besarnya ganti rugi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 13
huruf a dan menitipkan ganti rugi uang
kepada pengadilan negeri yang wilayah
hukumnya meliputi lokasi tanah yang
bersangkutan
Pasal 13 (1) Bentuk ganti rugi dapat berupa:
a. Uang; dan / atau
b. Tanah pengganti; dan / atau
c. Pemukiman kembali
(2) Dalam hal pemegang hak atas tanah
tidak menghendaki bentuk ganti rugi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
maka dapat diberikan kompensasi
berupa penyertaan modal (saham) sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
Bentuk ganti rugi dapat berupa:
a. Uang; dan / atau
b. Tanah pengganti; dan / atau
c. Pemukiman kembali; dan / atau
d. Gabungan dari dua atau lebih
bentuk ganti kerugian sebagai mana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan
huruf c.
e. Bentuk lain yang disetujui oleh pihak-
pihak yang bersangkutan.
Pasal 15
ayat (1)
huruf a
Dasar perhitungan besarnya ganti rugi
didasarkan atas:
a. Nilai jual obyek pajak (NJOP) atau
nilai nyata/ sebenarnya dengan
memperhatikan nilai jual obyek pajak
tahun berjalan berdasarkan penetapan
lembaga / tim penilai harga tanah yang
ditunjuk oleh panitia
Dasar perhitungan besarnya ganti rugi
didasarkan atas:
a. Nilai jual obyek pajak (NJOP) atau
nilai nyata/ sebenarnya dengan
memperhatikan nilai jual obyek pajak
tahun berjalan berdasarkan penilaian
lembaga / tim penilai harga tanah
yang ditunjuk oleh panitia
Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi
IV - 4
PASAL
PERPRES NOMOR 36
TAHUN 2005
PERPRES NOMOR 65
TAHUN 2006
Pasal
18A
Tidak ada Apabila yang berhak atas tanah atau
benda-benda yang ada di atasnya yang
haknya dicabut tidak bersedia menerima
ganti rugi sebagaimana ditetapkan dalam
Keputusan Presiden, karena dianggap
jumlahnya kurang layak, maka yang
bersangkutan dapat meminta banding
kepada Pengadilan Tinggi agar mendapat
ganti rugi sesuai Undang-Undang Nomor
20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-
Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang
Ada di Atasnya dan Peraturan Pemerintah
Nomor 39 Tahun 1973 tentang Acara
Penetapan Ganti Kerugian oleh Pengadilan
Tinggi Sehubungan dengan Pencabutan
Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda
yang Ada di Atasnya.
Badan Pertanahan Nasional saat ini sedang menyusun Pedoman Pelak-
sanaan Pengadaan Tanah. Tujuan dari penyusunan pedoman tersebut
adalah (1) memberikan landasan perolehan tanah yang diperlukan
untuk menunjang kegiatan pembangunan; (2) memberikan jaminan
perlindungan dan kepastian hukum kepada pihak yang tanahnya
diambilalih dan pihak yang memerlukan tanah; (3) memberikan jaminan
perlindungan kepada pihak-pihak yang terkena dampak berkaitan de-
ngan kesejahteraan sosial ekonominya.
Terkait dengan kegiatan pelayanan Penetapan Hak atas Tanah, Pemerintah
telah menetapkan beberapa kategori besaran uang pemasukan dalam
rangka penetapan hak atas tanah. Penetapan ini diatur dalam Pasal
21 Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2002 tentang Tarif atas Jenis
Penerimaan Negara bukan Pajak yang berlaku pada Badan Pertanahan
Nasional (BPN). Klasifkasi kategori tersebut antara lain:
(1) Badan Keagamaan, Badan Sosial, Masyarakat Miskin atau Masyarakat
Tidak Mampu dibebaskan dari Tarif Pelayanan Pendafaran Tanah
Untuk Pertama Kali;
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
IV - 4
(2) Tarif pengukuran rincian dalam kegiatan Redistribusi Tanah Secara
Swadaya ditetapkan sebesar 75 persen dari ketentuan tarif terendah
di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
(3) Pengenaan Uang Pemasukan Dalam Rangka Penetapan Hak Atas
Tanah dapat dikenakan sebesar Rp. 0,00 (nol rupiah) terhadap :
a. Pemberian Hak Milik atas tanah :
1) Tanah Negara dalam rangka Proyek Operasional Nasional
Agraria/Pertanahan (PRONA), Proyek Operasional Nasional
Agraria/Pertanahan Daerah (PRONADA), Proyek Hak
Daerah Transmigrasi, Redistribusi dan Konsolidasi tanah;
2) Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang berasal dari Obyek
PRONA, PRONADA, PRONA Swadaya, Proyek Hak Daerah
Transmigrasi dan Konsolidasi tanah yang masih tercatat atas
nama bekas pemegang semula yang diterbitkan sebelum
Peraturan Pemerintah ini;
3) Yang telah dibeli atau dibebaskan haknya dari Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara, Departemen, Lembaga Pemerintah
Non Departemen dan Pemerintah Propinsi/Kabupaten/
Kota/Desa; atau
4) Penguasaan Pemilikan Perorangan Milik Belanda dan
Presidium Kabinet Nomor 5 Tahun 1965.
b. Pemberian Hak Guna Usaha yang berasal dari Hak Milik yang
telah dibebaskan;
c. Pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah :
1) Yang telah diperoleh atau dibebaskan haknya dari Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara, Departemen, Lembaga Pemerintah
Non Departemen dan Pemerintah Propinsi/Kabupaten/
Kota;
2) Hak Milik yang telah dibebaskan atau kepunyaan pemohon
sendiri, atau
3) Penguasaan Pemilikan Perorangan Milik Belanda dan
Presidium Kabinet Nomor 5 Tahun 1965.
d. Pemberian Hak Pakai atas tanah :
1) Yang telah diperoleh atau dibebaskan haknya dari Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara, Departemen, Lembaga Pemerintah
Non Departemen dan Pemerintah Propinsi/Kabupaten/
Kota;
Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi
IV - 47
2) Hak Milik yang telah dibebaskan atau kepunyaan pemohon
sendiri;
3) Hak Pakai dengan jangka waktu yang tidak ditentukan selama
tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu kepada
Instansi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perwakilan
Negara Asing, Perwakilan Lembaga Internasional yang diakui
Pemerintah, Badan Keagamaan/Sosial sesuai ketentuan yang
berlaku; atau
4) Penguasaan Pemilikan Perorangan Milik Belanda dan
Presidium Kabinet Nomor 5 Tahun 1965.
e. Pemberian Hak Pengelolaaan.
(4) Kepada Pegawai Negeri maupun anggota TNI/POLRI, termasuk
janda/duda mereka, anggota masyarakat golongan ekonomi lemah/
tidak mampu, yayasan/perkumpulan yang bergerak di bidang
keagamaan dan sosial ditetapkan Uang Pemasukan kepada Negara
sebesar 50 persen dan untuk Pensiunan, anggota Veteran serta
jandanya sebesar 10 persen dari nilai Uang Pemasukan.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
IV - 4
Kegiat an Pel ayanan Pe net ap an Hak at as
Tanah dil akukan de ngan memberi kan Uang
Pemasukan (Ps. 15, PP No. 46/2002
1
) .
Jenis-Jenis Penet ap an Hak at as T anah:
a. Hak Mi li k
b. Hak G una Us aha;
c. Hak G una B angunan;
d. Hak P akai;
e. Hak Pe ngelolaan.
Untuk Kepentingan Penanaman
Modal
Pemberian, perp anjang an d an
pembaharuan hak at as tanah
dilakukan deng an pemberi an uang
pemasukan deng an per hi t ung an
jum lah sesuai PP No. 46/2002 Ps.
17, 18, 19 d an Ang ka 7.
Apabila jangka waktu Hak yang pertama kali
diberikan atas tanah berakhir
Penerima Hak wajib melaporkan
permohonan perpanjangan waktu
kepada Kepala Kantor Pertanahan
setempat.
Kepala Kantor Pertanahan
melakukan penelitian ke Lapangan
Apabila perpanjangan jangka waktu Hak
atas tanah berakhir
Penerima Hak wajib melaporkan dan
mendaftarkan kembali pembaharuan haknya
kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat.
Hasil Penelitian dituangkan pada
Laporan konstatasi
2
Kepala Kantor Pertanahan Membuat
Konfirmasi Status Hak Atas Tanah
Penerima Hak membayar biaya
pendaftaran tanah sesuai ketentuan
PP No. 46/2002
Penetapan hak atas tanah
Keterangan :
1) Peraturan Pemerintah RI No. 46 Tahun 2002
Tentang Tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak yang berlaku pada Badan
Pertanahan Nasional (BPN).
2) Laporan Konstatasi adalah laporan yang
didasarkan pada temuan di lapangan atau
temuan beberapa studi.
Kotak 4.4
SKEMA PEMBERIAN HAK ATAS TANAH
UNTUK KEPENTINGAN PENANAMAN MODAL
(Berdasarkan SE Kepala BPN Tanggal 23 Januari 2003 No. 110-170)
Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi
IV - 4
4. PEMANTAPAN KEAMANAN, KETERTIBAN,
DAN STABILITAS POLITIK
Kondisi keamanan, ketertiban dan penanggulangan kriminalitas secara
umum masih ditandai oleh adanya gangguan keamanan dan ketertiban
masyarakat. Daya beli masyarakat yang semakin menurun, tingkat
pengangguran yang tinggi, kemiskinan yang bertambah menyebabkan
masih tingginya tingkat kriminalitas. Tindak pidana konvensional
dengan skala lokal seperti pencurian, penipuan, perampokan, kekerasan
rumah tangga, pembunuhan atau kejahatan susila yang merupakan
karakteristik cerminan kondisi perekonomian intensitasnya masih
cukup tinggi dan semakin bervariasi. Di sisi lain, penerapan Pemilihan
Kepala Daerah (PILKADA) secara langsung telah menimbulkan
gangguan keamanan di beberapa wilayah akibat adanya perselisihan
antarpendukung dan antargolongan. Rendahnya kemampuan aparat
keamanan sebagai akibat keterbatasan sarana dan prasarana me-
nyebabkan upaya pencegahan, penanggulangan gangguan keamanan
belum dapat memberikan hasil yang optimal.
Gangguan keamanan di wilayah yurisdiksi laut Indonesia, terutama
gangguan pelayaran penumpang maupun barang masih menunjukkan
kerawanan. TNI sebagai unsur penegak kedaulatan di laut dan Polri
sebagai unsur penegak hukum di laut, mulai meningkatkan kemampuan
dan melakukan upaya intensif dalam rangka menegakkan kedaulatan
dan penindakan pelanggaran hukum di laut. Upaya lain yang sedang
diupayakan adalah meningkatkan pelaksanaan koordinasi keamanan
laut untuk menciptakan harmonisasi peran dan fungsi lembaga di ruang
laut yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Keamanan Laut. Dalam
lingkup regional Asia Tenggara, pada tahun 2007 masih diperlukan
perhatian yang serius pada permasalahan potensi konfik wilayah
perbatasan dan pulau-pulau terluar yang berbatasan dengan sejumlah
negara seperti Malaysia, Phillipine, China, Papua Nugini, Timor Leste,
dan Australia.
Kondisi keamanan,
ketertiban dan
penanggulangan
kriminalitas secara
umum masih ditandai
oleh adanya gangguan
keamanan dan
ketertiban masyarakat.
Gangguan keamanan
di wilayah yurisdiksi
laut Indonesia,
terutama gangguan
pelayaran penumpang
maupun barang
masih menunjukkan
kerawanan.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
IV - 0
Meski bahaya separatisme di NAD telah berhasil diselesaikan secara
bermartabat, masih terdapat upaya kegiatan separatisme di wilayah
lain, seperti Papua yang diperkirakan masih akan berlangsung. Berbagai
upaya mendiskreditkan posisi Indonesia yang dilakukan oleh kelompok
separatis, diperkirakan masih akan terus berlangsung. Aktivitas seperti
mencari suaka politik, mempermasalahkan pelanggaran HAM, isu
pemekaran wilayah, eksploitasi sumber daya alam, atau proses pemilihan
kepala daerah dianggap masih efektif untuk menginternasionalisasi
masalah Papua. Aksi terorisme yang bernuansa lokal intensitasnya
cenderung menurun, namun di daerah konfik dan pasca konfik
khususnya Poso, aksi-aksi terorisme melalui upaya membenturkan
kepentingan politik dan SARA antarmasyarakat atau antaraparat masih
sering dijumpai. Selain teror bom yang diledakkan di sejumlah tempat
ibadah bertepatan dengan acara keagamaan, serta terjadinya teror
individual yang bertujuan menciptakan konfik merupakan indikasi
rumitnya penyelesaian masalah Poso. Sementara itu di wilayah-
wilayah lain relatif aman dari gangguan terorisme yang bernuansa lokal
seiring dengan makin mantapnya kondisi keamanan dan ketertiban
masyarakat.
Keberhasilan aparat kepolisian menewaskan tokoh utama terorisme
di Indonesia yang diduga terlibat serangkaian peledakan bom di Bali,
Jakarta, tampaknya masih menghadapi tantangan terkait dengan
belum tertangkapnya tokoh kunci lain dan pengungkapan jaringannya.
Selanjutnya, pada tahun 2007, berbagai upaya akan terus dilakukan
termasuk upaya memutus jaringan terorisme yang melibatkan dan
bersentuhan dengan masyarakat awam.
Gangguan keamanan dan ketertiban tersebut berdampak sangat sig-
nifkan terhadap upaya-upaya menciptakan iklim investasi yang
kondusif di dalam negeri. Oleh karena itu, kemampuan pencegahan,
penanggulangan, dan tindakan tepat sasaran dalam menanggulangi
gangguan tersebut adalah tolok ukur keberhasilan utama mengaman-
kan aktivitas dunia usaha. Meski permasalahan pencegahan dan penang-
gulangan gangguan keamanan dan ketertiban menjadi tanggung jawab
Berbagai upaya akan
erus dilakukan termasuk
upaya memutus
jaringan terorisme
yang melibatkan dan
bersentuhan dengan
masyarakat awam.
Peran pemerintah
daerah juga sangat
menentukan dalam
penyelesaian masalah
keamanan teritorial
seperti masalah
keamanan laut dan
kerawanan perbatasan.
Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi
IV - 1
langsung Pemerintah Pusat, namun Pemerintah Daerah mempunyai
peran yang tidak kalah penting dalam mendukung dan mewujudkan
kondisi aman dan damai. Penyelesaian masalah masyarakat lokal secara
dini dan pembinaan masyarakat menjadi sangat penting sebagai upaya
preventif yang efektif sebelum menjadi gangguan keamanan berskala
besar. Mengingat hal tersebut, pemerintah daerah agar mencermati
dinamika masyarakat dan melaksanakan koordinasi yang harmonis
dengan institusi pertahanan dan keamanan setempat. Peran pemerintah
daerah juga sangat menentukan dalam penyelesaian masalah keamanan
teritorial seperti masalah keamanan laut dan kerawanan perbatasan
karena adanya hubungan timbal balik antara kinerja pembangunan
daerah di daerah rawan tersebut dengan kondisi aman dan damai yang
ingin dicapai.
4. PENGEMBANGAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS
Perkembangan ekonomi global serta geo-ekonomi dan geo-strategis
regional memberi indikasi yang kuat bahwa Indonesia perlu memfokuskan
peningkatan ekpor dan investasinya pada beberapa kawasan khusus
yang mendapatkan beberapa fasilitas perpajakan, kepabeanan, dan
infrastruktur pendukungnya sedemikian rupa sehingga dapat bersaing
dengan negara-negara tetangga dalam menarik investasi asing masuk
ke Indonesia dan sekaligus juga membantu mengembangkan wilayah
dan kawasan. Kawasan-kawasan khusus inilah yang sementara ini akan
dikembangkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) atau Special
Economic Zones (SEZ). Dalam konstelasi perdagangan dan investasi
global sebenarnya Indonesia memiliki beberapa keunggulan yang
seharusnya dapat menjadi peluang dalam menarik investasi. Beberapa
keunggulan Indonesia antara lain adalah:
Lokasi Indonesia sangat ideal bagi pengembangan pusat logistik
dan distribusi karena dilewati oleh jalur maritim internasional dari
Eropa ke Asia, Asia Tenggara ke Asia Utara/Amerika dan dari Asia
ke Australia;
Lokasi Indonesia menguntungkan sebagai pusat produksi karena
terletak di tengah pasar yang sangat besar, yaitu pasar ASEAN
Indonesia perlu
memfokuskan
peningkatan ekpor
dan investasinya
pada beberapa
kawasan khusus
yang mendapatkan
beberapa fasilitas
perpajakan,
kepabeanan,
dan infrastruktur
pendukungnya
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
IV - 2
sekitar 500 juta jiwa, pasar Cina sekitar 1,3 milyar jiwa dan pasar
India sekitar 1,1 milyar jiwa;
Indonesia memiliki pasar tenaga kerja yang sangat besar dengan
upah yang kompetitif dibandingkan dengan negara-negara lain di
sekitarnya.
Gambar 4.1
Kawasan Ekonomi Khusus di Guangzhou, Cina
Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dimaksudkan
antara lain untuk memberi peluang bagi peningkatan investasi melalui
penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan dan siap menampung
kegiatan industri, ekspor-impor serta kegiatan ekonomi yang memiliki
nilai ekonomi tinggi.
Tujuan pembentukan KEK ini adalah:
1. Meningkatkan investasi termasuk Foreign Direct Investment;
2. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja, baik langsung maupun tak
langsung;
Pengembangan (KEK)
dimaksudkan antara
lain untuk memberi
peluang bagi
peningkatan investasi
melalui penyiapan
kawasan yang
memiliki keunggulan
dan siap menampung
kegiatan industri,
ekspor-impor serta
kegiatan ekonomi
yang memiliki nilai
ekonomi tinggi.
Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi
IV -
3. Meningkatkan penerimaan devisa sebagai hasil dari peningkatan
ekspor;
4. Menghemat penggunaan devisa dengan adanya importasi bahan
baku sebagai pengganti importasi barang jadi (substitusi impor);
5. Meningkatkan keunggulan kompetitif produk ekspor;
6. Meningkatkan keunggulan kompetitif produk asal KEK dibanding-
kan dengan produk impor yang sejenis;
7. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya lokal, pelayanan dan
kapital bagi peningkatan ekspor;
8. Mendorong terjadinya peningkatan kualitas SDM melalui alih
teknologi.
Dengan maksud dan tujuan tersebut, Kawasan Ekonomi Khusus
Indonesia didefnisikan sebagai:
Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia adalah kawasan tertentu di mana
diberlakukan ketentuan khusus di bidang perpajakan dan kepabeanan
serta perizinan, keimigrasian, dan ketenagakerjaan. Selain ketentuan
tersebut, kawasan ekonomi khusus juga didukung dengan ketersediaan
infrastruktur yang andal serta badan pengelola yang profesional dengan
standar internasional.
(1) Kriteria Penetapan Lokasi Kawasan Ekonomi Khusus
di Indonesia
Berdasarkan kajian atas penetapan kawasan sejenis di berbagai negara,
lokasi yang akan dipilih menjadi Kawasan Ekonomi Khusus harus
memenuhi persyaratan pokok yang telah ditetapkan oleh Tim Pelaksana
Tim Nasional Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia
yang meliputi:
1. Adanya Komitmen dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan
untuk melaksanakan pengelolaan Kawasan Pengembangan Ekonomi
Khusus sesuai dengan peraturan yang berlaku;
2. Sesuai dengan arahan pengembangan wilayah dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah serta layak menurut Kajian AMDAL;
Lokasi yang akan dipilih
menjadi Kawasan
Ekonomi Khusus harus
memenuhi persyaratan
pokok yang telah
ditetapkan
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
IV - 4
3. Terletak pada posisi yang strategis yaitu dekat dengan jalur
perdagangan internasional atau berhadapan dengan alur laut
Indonesia, dan layak untuk dikembangkan secara ekonomis;
4. Telah tersedia dukungan infrastruktur dan kemungkinan pengem-
bangannya;
5. Tersedia lahan dengan luas minimal 500 Ha dengan status yang
jelas;
6. Memiliki batas yang jelas, baik alam maupun buatan.
Secara prinsip, 6 kriteria di atas akan dipergunakan untuk melihat
kelayakan daerah untuk dikembangkan sebagai Kawasan Ekonomi
Khusus. Hal yang dinilai adalah pemenuhan dari setiap kriteria.
Adapun pengusulannya bisa dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah.
(2) Kelembagaan Kawasan Ekonomi Khusus
Isu kelembagaan menjadi isu yang sangat sentral dalam pengembangan
KEKI ke depan. Hal yang perlu diingat adalah peningkatan daya tarik
dan daya saing investasi di KEKI dibentuk oleh faktor-faktor penye-
derhanaan prosedur investasi, insentif perpajakan dan kepabeanan,
dukungan infrastruktur terpadu dan aturan-aturan khusus lainnya.
Kesemuanya itu memerlukan koordinasi yang sangat intensif di antara
lembaga-lembaga KEKI, kementerian/lembaga terkait di tingkat pusat
dan Pemerintah Daerah setempat. Pada saat yang sama diperlukan
pembagian tugas dan kewenangan yang jelas di antara lembaga-lembaga
tersebut. Oleh karena itu, diperlukan kerelaan baik dari kementerian/
lembaga terkait maupun Pemerintah Daerah untuk berbagi kewenangan
dan tanggungjawab dengan lembaga-lembaga KEKI.
Kelembagaan Kawasan Ekonomi Khusus pada hakekatnya cenderung
seperti kelembagaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas. Institusi pembina di tingkat pusat adalah Dewan Pengembangan
Kawasan yang dibentuk melalui Keputusan Presiden dan diketuai
oleh Menteri yang mengkoordinasikan bidang perekonomian dengan
Diperlukan
kerelaan baik dari
kementerian/
lembaga terkait
maupun Pemerintah
Daerah untuk berbagi
kewenangan dan
tanggungjawab
dengan lembaga-
lembaga KEKI.
Institusi pembina
di tingkat pusat
adalah Dewan
Pengembangan
Kawasan yang
dibentuk melalui
Keputusan Presiden
dan diketuai oleh
Menteri yang
mengkoordinasikan
bidang perekonomian
Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi
IV -
keanggotaan para Menteri/kepala lembaga pemerintah non-departemen
terkait. Dewan Pengembangan Kawasan bertugas:
a. Menetapkan kebijakan umum tingkat nasional tentang pengem-
bangan Kawasan Ekonomi Khusus;
b. Melakukan pengkajian atas usulan suatu wilayah untuk dijadikan
Kawasan Ekonomi Khusus;
c. Memberikan rekomendasi kepada Presiden mengenai wilayah yang
dapat dijadikan Kawasan Ekonomi Khusus.
d. Melakukan monitoring atas pelaksanaan pengelolaan Kawasan
Ekonomi Khusus, dan memberikan laporan mengenai hal tersebut
kepada Presiden;.
Dalam pelaksanaan tugasnya, Dewan Pengembangan Kawasan di-
bantu Tim Pelaksana Kawasan Ekonomi Khusus. Uraian tugas dan
kewenangan, struktur kelembagaan, dan keanggotaan Dewan Pengem-
bangan Kawasan dan Tim Pelaksana Kawasan Ekonomi Khusus diatur
dalam Peraturan Presiden (Perpres).
Institusi pembina di tingkat daerah adalah Badan Pengembangan
Kawasan. Uraian tugas dan kewenangan, struktur kelembagaan dan
keanggotaan Badan Pengembangan Kawasan diatur dengan keputusan
Ketua Dewan Pengembangan Kawasan.
Adapun gambaran tugas Badan Pengembangan Kawasan adalah:
a. Menetapkan kebijakan umum tingkat kawasan, membina, meng-
awasi, dan mengkoordinasikan kegiatan pengusahaan;
b. Mengusulkan struktur kelembagaan dan personil Badan Pengusa-
haan kepada Dewan pengembangan Kawasan;
c. Membuat ketentuan-ketentuan sepanjang tidak bertentangan
Undang-Undang ini serta perundang-undangan yang berlaku;
d. Melakukan monitoring atas pelaksanaan pengelolaan Kawasan
Ekonomi Khusus dan menyampaikan hasil monitoring tersebut
kepada Dewan Pengembangan Kawasan.
Institusi pembina
di tingkat daerah
adalah Badan
Pengembangan
Kawasan.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
IV -
Uraian tugas dan kewenangan, struktur kelembagaan dan keanggotaan
Badan Pengembangan Kawasan diatur dengan keputusan Ketua Dewan
Pengembangan Kawasan. Sedangkan institusi di tingkat kawasan
adalah Badan Pengusahaan Kawasan yang dibentuk dengan keputusan
Ketua Badan Pengembangan Kawasan. Badan Pengusahaan Kawasan
berupa badan usaha yang berbentuk badan hukum dan dikelola secara
profesional. Badan Pengusahaan Kawasan mempunyai tugas dan
wewenang melaksanakan pengelolaan dan pembangunan Kawasan
Ekonomi Khusus sesuai dengan fungsi-fungsi Kawasan tersebut.
Badan Pengusahaan
Kawasan berupa
badan usaha yang
berbentuk badan
hukum dan dikelola
secara profesional
BAB V
Rencana Kerja
Pemerintah dan
Kebijakan
Anggaran 2007
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
V - 2
5.1 TEMA DAN PRIORITAS RKP TAHUN 2007
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2007 merupakan pelaksanaan
tahun ketiga dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) Tahun 2004-2009, dan merupakan kelanjutan RKP Tahun
2006. RKP ini telah digunakan sebagai acuan bagi penyusunan RAPBN
Tahun 2007.
RKP Tahun 2007 disusun berdasarkan berbagai kemajuan yang sudah
dicapai di tahun 2005 dan tahun 2006, masalah dan tantangan yang
dihadapi pada tahun 2007, serta berbagai sasaran yang harus dicapai
dalam RPJMN dalam pelaksanaan 3 Agenda Pembangunan, yaitu:
Mewujudkan Indonesia Yang Aman dan Damai; Menciptakan Indonesia
Yang Adil dan Demokratis; serta Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat.
Perencanaan pembangunan perlu diterjemahkan ke dalam
program dan kegiatan pembangunan yang nyata, spesifk, dan
jelas besaran alokasi pendanaannya. Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional 20042009
dituangkan dalam dokumen Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
Tahun 2007 yang memuat kebijakan, program dan kegiatan
pembagunan yang telah disepakati bersama Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR). Bab ini akan menjelaskan ringkasan RKP 2007
terutama prioritas pembangunan dan sasaran yang akan dicapai
pada tahun 2006. Bab ini juga menyajikan informasi tentang
pendanaan pembangunan daerah termasuk alokasi Kementerian/
Lembaga Pemerintah per provinsi, dana alokasi umum dan dana
alokasi khusus.
Pelaksanaan berbagai
prioritas pembangunan
tersebut menggunakan
kerangka regulasi
untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat
dan kerangka pelayanan
investasi Pemerintah
dan pelayanan umum.
BAB V RENCANA KERJA PEMERINTAH DAN
KEBIJAKAN ANGGARAN 2007
Rencana Kerja Pemerintah dan Kebijakan Anggaran 2007
V -
Berdasarkan pemahaman tersebut, tema pembangunan tahun 2007
adalah Meningkatkan Kesempatan Kerja dan Menanggulangi
Kemiskinan dalam rangka Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat.
Tema ini dijabarkan dalam 9 (sembilan) prioritas pembangunan, yaitu:
1. Penanggulangan Kemiskinan;
2. Peningkatan Kesempatan Kerja, Investasi, dan Ekspor;
3. Revitalisasi Pertanian dalam arti luas dan Pembangunan Per-
desaan;
4. Peningkatan Aksesibilitas dan Kualitas Pendidikan dan Kesehatan;
5. Penegakan Hukum dan HAM, Pemberantasan Korupsi, dan Re-
formasi Birokrasi;
6. Penguatan Kemampuan Pertahanan, Pemantapan Keamanan dan
Ketertiban, serta Penyelesaian Konfik;
7. Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD),
Nias (Sumatera Utara), Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa
Tengah, serta Mitigasi dan Penanggulangan Bencana;
8. Percepatan Pembangunan Infrastruktur; dan
9. Pembangunan Daerah Perbatasan dan Wilayah Terisolir.
Pemilihan prioritas ini didasarkan pada pertimbangan antara lain
memiliki dampak yang besar terhadap pencapaian sasaran pembangunan,
mendesak dan penting untuk segera dilaksanakan; merupakan tugas
Pemerintah, serta realistis untuk dilaksanakan. Pelaksanaan berbagai
prioritas pembangunan tersebut menggunakan kerangka regulasi untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat dan kerangka pelayanan investasi
Pemerintah dan pelayanan umum. Dengan adanya prioritas dan fokus
prioritas pembangunan, segenap aparatur negara dan seluruh lapisan
masyarakat diharapkan mempunyai kesamaan arah dan pandangan
dalam membangun negeri ini.
5.2 SASARAN-SASARAN RKP TAHUN 2007
Dalam RKP Tahun 2007 ini, tiap-tiap prioritas diarahkan untuk mencapai
sasaran pembangunan secara terukur dengan fokus yang terarah dan
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
V - 4
kegiatan-kegiatan penting yang mampu mendorong pencapaian sasaran
pembangunan pada masing-masing prioritas pembangunan.
Sasaran prioritas penanggulangan kemiskinan pada tahun 2007 adalah
menurunnya penduduk miskin menjadi 14,4 persen dengan fokus:
(a) perluasan akses masyarakat miskin atas pendidikan, kesehatan,
dan infrastruktur dasar; (b) perlindungan sosial; (c) penanganan gizi
kurang dan kerawanan pangan; (d) perluasan kesempatan kerja; serta
(e) peningkatan upaya pemberdayaan masyarakat. Salah satu kegiatan
utama dalam penanggulangan kemiskinan adalah memperluas
cakupan wilayah program pembangunan berbasis pemberdayaan
masyarakat. Selain itu dalam rangka membangun sistem jaminan sosial
bagi masyarakat miskin, Pemerintah akan mengembangkan program
Bantuan Tunai Bersyarat (BTB) di beberapa provinsi. BTB bersyarat
ini diharapkan memberikan dampak yang lebih luas bagi kesejahteraan
masyarakat sekaligus merupakan upaya untuk membangun sumber daya
manusia melalui akses yang lebih besar ke pendidikan dan kesehatan
bagi masyarakat yang kurang beruntung.
Dalam prioritas peningkatan kesempatan kerja, investasi, dan ekspor,
sasaran yang akan dicapai pada tahun 2007 adalah menurunnya angka
pengangguran menjadi 10,4 persen, meningkatnya investasi berupa
pembentukan modal tetap bruto sebesar 11,8 persen, meningkatnya
industri pengolahan nonmigas sebesar 7,9 persen, meningkatnya
penerimaan ekspor nonmigas dan penerimaan devisa dari pariwisata
sebesar 15 persen dengan fokus pada: (a) penciptaan pasar tenaga kerja
yang lebih luwes, (b) perbaikan iklim investasi dan usaha, (c) perluasan
negara tujuan dan produk ekspor, (d) peningkatan dayasaing industri
manufaktur, (e) pengembangan industri berbasis agro untuk penguatan
dayasaing daerah, (f) penguatan industri berorientasi ekspor, (g)
peningkatan intensitas pariwisata, serta (h) peningkatan produktivitas
dan akses UKM terhadap sumber daya produktif.
Sasaran yang akan dicapai dalam prioritas revitalisasi pertanian
dan pembangunan perdesaan pada tahun 2007 adalah tumbuhnya
Dalam prioritas
peningkatan
kesempatan kerja,
investasi, dan
ekspor, sasaran yang
akan dicapai pada
tahun 2007 adalah
menurunnya angka
pengangguran
menjadi 10,4 persen,
meningkatnya investasi
berupa pembentukan
modal tetap bruto
sebesar 11,8 persen,
meningkatnya
industri pengolahan
nonmigas sebesar 7,9
persen, meningkatnya
penerimaan ekspor
nonmigas dan
penerimaan devisa dari
pariwisata sebesar 15
persen.
Tiap-tiap prioritas
diarahkan untuk
mencapai sasaran
pembangunan
secara terukur
dengan fokus yang
terarah.
Rencana Kerja Pemerintah dan Kebijakan Anggaran 2007
V - 5
sektor pertanian sebesar 2,7 persen dan meningkatnya pembangunan
perdesaan dengan fokus pada: (a) peningkatan ketahanan pangan
nasional, (b) peningkatan kualitas produksi pertanian dalam arti
luas, dan (c) pengembangan diversifkasi ekonomi dan infrastruktur
perdesaan. Selain itu, dalam upaya mengembangkan sumber energi
yang berkelanjutan, pengembangan energi alternatif seperti bahan
bakar nabati (biofuel) juga mendapat perhatian tersendiri di dalam
prioritas ini.
Sasaran prioritas peningkatan aksesibilitas dan kualitas pendidikan
dan kesehatan pada tahun 2007 antara lain adalah meningkatnya
angka partisipasi sekolah (APS) penduduk usia 712 tahun menjadi
99,5 persen dan APS penduduk usia 1315 tahun menjadi 91,1 persen,
menurunnya angka buta aksara, meningkatnya cakupan pelayanan
kesehatan bagi keluarga miskin di puskesmas dan rumah sakit kelas
III, meningkatnya penanganan penderita demam berdarah dan malaria
masing-masing mencapai 100 persen, serta meningkatnya persentase
desa yang mencapai cakupan imunisasi anak universal sebesar 92
persen. Fokus pada prioritas ini adalah (a) percepatan pemerataan,
peningkatan aksesibilitas dan kualitas pendidikan dasar 9 tahun;
(b) peningkatan aksesibilitas, pemerataan, dan relevansi pendidikan
menengah dan tinggi yang berkualitas; (c) peningkatan ketersediaan dan
kualitas pendidik dan tenaga pendidikan; (d) penurunan buta aksara;
(e) peningkatan aksesibilitas, pemerataan, keterjangkauan dan kualitas
pelayanan kesehatan terutama bagi masyarakat miskin; (f) pencegahan
dan pemberantasan penyakit terutama penyakit menular dan wabah
termasuk penanganan terpadu fu burung; (g) penanganan masalah
gizi kurang dan gizi buruk pada ibu hamil, bayi, dan anak balita; serta
(h) peningkatan ketersediaan obat generik esensial, pengawasan obat
makanan, dan keamanan pangan.
Di bidang prioritas penegakan hukum dan HAM, pemberantasan
korupsi, dan reformasi birokrasi, sasaran umum yang akan dicapai pada
tahun 2007 adalah meningkatnya upaya penegakan hukum dan kualitas
pelayanan publik kepada masyarakat dengan fokus pada penegakan
Sasaran yang akan
dicapai dalam prioritas
revitalisasi pertanian dan
pembangunan perdesaan
pada tahun 2007 adalah
tumbuhnya sektor
pertanian sebesar 2,7
persen dan meningkatnya
pembangunan perdesaan.
Di bidang prioritas
penegakan hukum dan
HAM, pemberantasan
korupsi, dan reformasi
birokrasi, sasaran umum
yang akan dicapai pada
tahun 2007 adalah
meningkatnya upaya
penegakan hukum dan
kualitas pelayanan publik
kepada masyarakat
Sasaran yang akan
dicapai dalam prioritas
penguatan kemampuan
pertahanan, pemantapan
keamanan dan ketertiban,
serta penyelesaian
konfik pada tahun 2007
adalah meningkatnya
kemampuan pertahanan
dan keamanan,
serta meningkatnya
keamanan dan ketertiban
masyarakat.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
V - 6
hukum dan pemberantasan korupsi terutama pada sektor-sektor
pengguna anggaran negara terbesar, serta reformasi birokrasi untuk
peningkatan kualitas pelayanan publik. Upaya preventif pemberantasan
korsupsi akan ditempuh melalui penyusunan Rencana Aksi Nasional
Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) di tingkat nasional sebagai acuan
daerah dalam menyusun Rencana Aksi Daerah (RAD-PK) di setiap
instasi pemerintah dengan fokus pemberantasan tindak pidana korupsi
di bidang pelayanan publik, peningkatan dan penyempurnaan kualitas
pelayanan publik terutama pelayanan di bidang pengadaan barang dan
jasa, pertanahan, samsat, investasi, dan perpajakan.
Sasaran yang akan dicapai dalam prioritas penguatan kemampuan
pertahanan, pemantapan keamanan dan ketertiban, serta penyelesaian
konfik pada tahun 2007 adalah meningkatnya kemampuan pertahanan
dan keamanan, serta meningkatnya keamanan dan ketertiban
masyarakat dengan fokus: (a) peningkatan kemampuan TNI dan Polri;
(b) pencegahan dan pemberantasan narkoba; (c) peningkatan peran
industri pertahanan nasional; (d) penanggulangan dan pencegahan
tindak terorisme; (e) penyelesaian dan pencegahan konfik; (f)
penanggulangan dan pencegahan berbagai bentuk kejahatan, baik
konvensional maupun lintas negara; (g) peningkatan kualitas intelijen;
(h) percepatan pembangunan jaringan komunikasi sandi negara; serta
(i) penanggulangan dan pencegahan gangguan keamanan laut.
Sasaran yang akan dicapai dalam prioritas rehabilitasi dan rekonstruksi
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Nias (Sumatera Utara), Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, serta mitigasi dan penanggulangan
bencana pada tahun 2007 adalah terlaksananya rehabilitasi dan
rekonstruksi NAD dan Nias serta terselesaikannya kegiatan tanggap
darurat pada beberapa daerah pascabencana alam pada tahun-tahun
sebelumnya dengan fokus: (a) NAD dan Nias; (b) Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Jawa Tengah; (c) Alor dan Nabire, serta bencana di
daerah lainnya; (d) penguatan kelembagaan penanggulangan bencana di
tingkat nasional dan daerah; (e) penguatan kelembagaan dalam rangka
penegakan rencana tata ruang dan rencana wilayah; (f) pengurangan
dan pencegahan resiko bencana; serta (g) peningkatan kesiapsiagaan
masyarakat dalam menghadapi bencana.
Sasaran yang akan
dicapai dalam
prioritas rehabilitasi
dan rekonstruksi
Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD),
Nias (Sumatera Utara),
Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Jawa
Tengah, serta mitigasi
dan penanggulangan
bencana pada
tahun 2007 adalah
terlaksananya
rehabilitasi dan
rekonstruksi NAD
dan Nias serta
terselesaikannya
kegiatan tanggap
darurat pada beberapa
daerah pascabencana
alam.
Rencana Kerja Pemerintah dan Kebijakan Anggaran 2007
V - 7
Dalam prioritas percepatan pembangunan infrastruktur, yang
meliputi sumber daya air, transportasi, energi, pos dan telematika,
ketenagalistrikan, serta perumahan dan permukiman, sasaran yang
akan dicapai pada tahun 2007 adalah meningkatnya kualitas dan
kuantitas infrastruktur dengan fokus pada: (a) peningkatan pelayanan
infrastruktur sesuai dengan standar pelayanan minimal; (b) peningkatan
peran infrastruktur dalam mendukung daya saing sektor riil; serta (c)
peningkatan investasi swasta dalam proyek-proyek infrastruktur.
Sasaran yang akan dicapai dalam prioritas pembangunan daerah
perbatasan dan wilayah terisolir pada tahun 2007 adalah tertatanya
garis batas negara, meningkatnya pembangunan ekonomi di wilayah
perbatasan, pulau-pulau kecil, serta wilayah terisolir, dengan fokus pada:
(a) penegasan dan penataan batas negara di darat dan di laut termasuk
sekitar pulau-pulau kecil terluar; (b) peningkatan kerja sama bilateral
di bidang politik, hukum, dan keamanan dengan negara tetangga; (c)
penataan ruang dan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup; (d) pemihakan kebijakan pembangunan untuk percepatan
pembangunan wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar; (e)
pengembangan sarana dan prasarana ekonomi di daerah terisolir;
serta (f) peningkatan sarana dan prasarana pelayanan sosial di daerah
terisolir.
Keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan dan pelaksanaan
prioritas pembangunan tersebut memerlukan suatu kerja sama dan
koordinasi yang solid antara pemerintah pusat dan daerah. Setiap
kementerian/lembaga dan satuan kerja perangkat daerah mempunyai
tanggung jawab dan peran yang penting dalam mengelola anggaran
secara efektif dan efsien untuk mencapai sasaran pembangunan tahun
2007. Selain itu, keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan juga
ditentukan oleh partisipasi aktif masyarakat.
Dengan kerjasama dan koordinasi yang solid antar kementerian/
lembaga dan satuan kerja perangkat daerah dalam mewujudkan prioritas
pembangunan tersebut, serta peranan masyarakat yang meningkat
dalam pembangunan, perekonomian Indonesia pada tahun 2007
Dalam prioritas
percepatan
pembangunan
infrastruktur.
Sasaran yang
akan dicapai pada
tahun 2007 adalah
meningkatnya
kualitas dan kuantitas
infrastruktur.
Sasaran yang akan
dicapai dalam prioritas
pembangunan daerah
perbatasan dan
wilayah terisolir pada
tahun 2007 adalah
tertatanya garis batas
negara, meningkatnya
pembangunan
ekonomi di wilayah
perbatasan, pulau-
pulau kecil, serta
wilayah terisolir.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
V -
diharapkan akan lebih baik dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
menciptakan lapangan kerja dan mengurangi jumlah penduduk miskin
dengan tetap menjaga stabilitas ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007 diperkirakan mencapai lebih
dari 6 persen. Dari sisi pengeluaran, sumber pertumbuhan ekonomi
diharapkan berasal dari peningkatan investasi, konsumsi masyarakat,
serta ekspor barang dan jasa. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi
didorong oleh industri pengolahan, terutama nonmigas, pertanian,
serta sektor-sektor lainnya.
Dengan kemampuan ekonomi yang meningkat, pada tahun 2007
jumlah pengangguran terbuka diharapkan turun menjadi 10,4 persen
dan jumlah penduduk miskin turun menjadi 14,4 persen.
5. PRIORITAS ANGGARAN 2007
5..1 Arah Kebijakan Fiskal, Asumsi Ekonomi Makro dan
Postur APBN
(1) Arah Kebijakan Fiskal
Pokok-pokok kebijakan fskal dalam RAPBN 2007 dapat dijelaskan
berdasarkan arah kebijakan, strategi kebijakan, dan garis besar postur
RAPBN 2007. Berdasarkan arah kebijakan, pertama, kebijakan fskal
dalam RAPBN 2007 diarahkan untuk dapat membiayai pengeluaran
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara yang efektif,
efsien dan bebas dari pemborosan maupun korupsi. Kedua, kebijakan
fskal diarahkan untuk dapat turut serta dalam memelihara dan
memantapkan stabilitas perekonomian, dan berperan sebagai pendorong
pertumbuhan ekonomi. Ketiga, kebijakan fskal diarahkan untuk dapat
mengatasi masalah mendasar yang menjadi prioritas pembangunan,
yaitu: (a) Penanggulangan kemiskinan; (b) Peningkatan kesempatan
kerja, investasi dan ekspor; (c) Revitalisasi pertanian dan pembangunan
Pertumbuhan
ekonomi pada tahun
2007 diperkirakan
mencapai lebih dari 6
persen.
Pokok-pokok
kebijakan fskal
dalam RAPBN 2007
dapat dijelaskan
berdasarkan arah
kebijakan, strategi
kebijakan, dan garis
besar postur RAPBN
2007.
Rencana Kerja Pemerintah dan Kebijakan Anggaran 2007
V - 9
perdesaan; (d) Peningkatan kualitas dan aksesibilitas terhadap
pendidikan dan pelayanan kesehatan; (e) Penegakan hukum dan
HAM, pemberantasan korupsi, dan reformasi birokrasi; (f) Penguatan
kemampuan pertahanan, pemantapan keamanan dan ketertiban, serta
penyelesaian konfik; (g) Mitigasi dan penanggulangan bencana; (h)
Percepatan pembangunan infrastruktur; dan (i) Pembangunan daerah
perbatasan dan wilayah terisolir. Keempat, kebijakan fskal diarahkan
untuk mendukung keberlanjutan proses konsolidasi desentralisasi fskal
dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dengan tujuan antara
lain untuk mengurangi kesenjangan fskal antara pusat dan daerah,
serta antar daerah, dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antar
daerah.
Adapun strategi kebijakan fskal tahun 2007 meliputi:
1. Meningkatkan konsolidasi fskal untuk mempertahankan kesinam-
bungan fskal (fscal sustainability);
2. Mengupayakan penurunan beban utang, pembiayaan yang efsien
dan menjaga kredibilitas pasar modal;
3. Menurunkan defsit anggaran menjadi sekitar 0,9 persen terhadap
PDB;
4. Meningkatkan penerimaan negara yang bersumber dari pajak dan
penerimaan negara bukan pajak (PNBP);
5. Mengendalikan dan meningkatkan efsiensi belanja negara;
6. Memberikan stimulus guna mendukung pertumbuhan ekonomi
yang berkualitas;
7. Melanjutkan reformasi administrasi perpajakan, kepabeanan, dan
cukai;
8. Mempertajam prioritas alokasi anggaran belanja pemerintah pusat
antara lain dengan:
a. Perbaikan pendapatan aparatur negara dan pensiunan;
b. Pemenuhan kewajiban pembayaran bunga utang;
c. Peningkatan kualitas pelayanan operasional pemerintahan dan
pemeliharaan aset negara;
d. Investasi pemerintah di bidang infrastruktur;
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
V - 10
e. Subsidi untuk menstabilkan harga barang dan jasa yang ber-
dampak pada masyarakat;
f. Peningkatan anggaran pendidikan sejalan dengan amanat UUD
1945;
g. Kesinambungan bantuan langsung kepada masyarakat di bidang
pendidikan dan kesehatan; dan
h. Pengembangan energi alternatif non BBM (biofuel dan
biodiesel).
9. Mengalokasikan alokasi anggaran belanja ke daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, antara lain
melalui:
a. penyempurnaan dan percepatan proses perhitungan, peng-
alokasian, penetapan dan penyaluran dana bagi hasil;
b. pengalokasian Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 26 persen
dari PDN neto, yang disertasi dengan peningkatan akurasi data
dasar perhitungan DAU;
c. pengalokasian Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk mendanai ke-
giatan penyediaan sarana dan prasarana fsik pelayanan dasar.
10. Mengoptimalkan kebijakan pembiayaan defsit anggaran dengan
biaya dan tingkat risiko yang rendah antara lain dengan:
a. Melakukan pengelolaan portofolio SUN dengan pembayaran
bunga dan pokok secara tepat waktu;
b. Melanjutkan kebijakan privatisasi;
c. Memanfaatkan dana eks-moratorium untuk rekonstruksi dan
rehabilitasi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias;
d. Menggunakan sebagian dana simpanan pemerintah; dan
e. Mengedepankan prinsip kemandirian dengan memprioritaskan
dana dalam negeri.
(2) Asumsi Ekonomi Makro
(i) Pertumbuhan ekonomi tahun 2007 diperkirakan sebesar 6,3 persen;
sedikit lebih tinggi dibandingkan asumsi APBN maupun Proyeksi
2006.
(ii) Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat diperkirakan
sebesar Rp 9.300/US$.
Rencana Kerja Pemerintah dan Kebijakan Anggaran 2007
V - 11
(iii) Laju infasi sebesar 6,5 persen, membaik dibanding tahun se-
belumnya.
(iv) Rata-rata suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan sebesar 8,5
persen.
(v) Rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude oil
Price, ICP) di pasar internasional diperkirakan sebesar US$ 63 per
barel, sedangkan rata-rata tingkat produksi (lifing) minyak mentah
Indonesia sebesar 1,0 juta barel per hari.
Asumsi ekonomi makro di atas dapat digambarkan secara ringkas pada
Tabel 5.1.
Tabel 5.1
Asumsi Ekonomi Makro
No. ASUMSI APBN 2007
1. Pertumbuhan Ekonomi (%) 6,3
2. Infasi (%) 6,5
3. Nilai Tukar (Rp/US$) 9.300
4. Tingkat Bunga SBI 3 Bulan 8,5
5. Harga Minyak (US$/barel) 63,0
6. Lifting Minyak (juta barel/hari) 1,000
7. Produk Domestik Bruto (triliun Rp) 3.531,088
() Postur APBN
Besarnya beban pengeluaran negara antara lain pada pos pengeluaran
pembayaran hutang luar negeri termasuk pembayaran pokok dan bunga,
serta subsidi yang secara keseluruhan merupakan 36,5 persen dari
belanja pemerintah pusat atau 24,2 persen dari belanja negara di tahun
2007. Kondisi ini memberikan keterbatasan pada anggaran negara.
Namun demikian, selaras dengan semangat otonomi daerah, bagian
anggaran yang diserahkan kepada daerah mengalami peningkatan.
Untuk tahun 2007, dari
seluruh belanja negara
dianggarkan sebanyak
33,9 persen diserahkan
kepada daerah.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
V - 12
Untuk tahun 2007, dari seluruh belanja negara dianggarkan sebanyak
33,9 persen diserahkan kepada daerah, angka ini meningkat dibanding
tahun sebelumnya yaitu sebesar 31,6 persen dari seluruh belanja negara
(APBN-P 2006) sebagaimana digambarkan dalam Tabel 5.2. berikut
ini.
Tabel 5.2
APBN-P 2006 dan APBN 2007 dalam triliun rupiah
2006 2007
APBN-P % PDB APBN % PDB
A. Pendapatan Negara dan Hibah
I. Penerimaan Dalam Negeri
1. Penerimaan Perpajakan
2. Penerimaan Bukan Pajak
II. Hibah
B. Belanja Negara
I. Belanja Pemerintah Pusat
- Pembayaran Bunga Utang
- Subsidi
II. Belanja Ke Daerah
1. Dana Perimbangan
a. Dana Bagi Hasil
b. Dana Alokasi Umum
c. Dana Alokasi Khusus
2. Dana Otonomi Khusus
dan Penyesuaian
a. Dana Otonomi Khusus
b. Dana Penyesuaian

C. Keseimbangan Primer
D. Surplus / Defsit Anggaran
E. Pembiayaan
I. Pembiayaan Dalam Negeri
II. Pembiayaan Luar Negeri (netto)
659,1
654,9
425,1
229,8
4,2
699,1
478,2
82,5
107,6
220,8
216,8
59,6
145,7
11,6
4,1
3,5
0,6
42,5
-40,0
40,0
55,3
-15,3
21,1
21,0
13,6
7,4
0,1
22,4
15,3
2,6
3,5
7,1
7,0
1,9
4,7
0,4
0,1
0,1
0,0
1,4
-1,3
1,3
1,8
-0,5
723,1
720,4
509,5
210,9
2,7
763,6
504,8
85,1
103,0
258,8
250,3
68,5
164,8
17,1
8,5
4,0
4,4
44,6
-40,5
40,5
55,1
-14,6
20,5
20,4
14,4
6,0
0,1
21,6
14,3
2,4
2,9
7,3
7,1
1,9
4,7
0,5
0,2
0,1
0,1
1,3
-1,1
1,1
1,6
-0,4
Memorandum Items
Rasio Pembayaran Bunga Utang thd Belanja
Pemerintah Pusat 17,3 16,9
Rasio Subsidi thd Belanja Pemerintah Pusat 22,5 20,4
Rasio Belanja Daerah thd Belanja Negara 31,6 33,9
Rencana Kerja Pemerintah dan Kebijakan Anggaran 2007
V - 1
5..2 Belanja Negara
Anggaran Belanja Negara TA 2007 direncanakan sebesar Rp 763,6
triliun terdiri dari:
(1) Anggaran belanja pemerintah pusat direncanakan sebesar Rp 504,8
triliun; dan
(2) Anggaran belanja daerah direncanakan sebesar Rp 258,8 triliun.
(1) Belanja Pemerintah Pusat
Kebijakan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam RAPBN
tahun 2007 lebih diarahkan pada langkah-langkah strategis dalam
memperbaiki kualitas pengeluaran, antara lain dengan mempertajam
prioritas alokasi anggaran, untuk:
(i) perbaikan pendapatan aparatur negara dan pensiunan;
(ii) pemenuhan kewajiban pembayaran bunga utang;
(iii) peningkatan kualitas, efsiensi dan efektivitas pelayanan dan pe-
nyelenggaraan kegiatan operasional pemerintahan, serta peme-
liharaan aset negara;
(iv) peningkatan investasi pemerintah, terutama di bidang infrastruktur
dasar untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional;
(v) pemberian subsidi untuk membantu menstabilkan harga barang
dan jasa yang berdampak luas kepada masyarakat;
(vi) peningkatan anggaran pendidikan sejalan dengan amanat UUD
1945; serta
(vii) kesinambungan bantuan langsung kepada masyarakat di bidang
pendidikan dan kesehatan.
(2) Belanja Daerah
Kebijakan belanja daerah dalam tahun 2007 diarahkan untuk men-
dukung keberlanjutan konsolidasi desentralisasi fskal guna menunjang
pelaksanaan otonomi daerah, sebagai upaya meningkatkan peran dan
kemandirian daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
dan pembangunan daerah. Kebijakan tersebut, antara lain diarahkan
untuk mengurangi kesenjangan fskal antara pusat dan daerah,
Kebijakan alokasi
anggaran belanja
pemerintah pusat
dalam RAPBN tahun
2007 lebih diarahkan
pada langkah-langkah
strategis dalam
memperbaiki kualitas
pengeluaran.
Kebijakan belanja
daerah dalam tahun
2007 diarahkan
untuk mendukung
keberlanjutan
konsolidasi
desentralisasi fskal
guna menunjang
pelaksanaan otonomi
daerah.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
V - 14
antardaerah, serta untuk mengurangi kesenjangan pelayanan publik
antardaerah (public service provision gap).
Alokasi anggaran belanja daerah dalam tahun anggaran 2007 ditetapkan
sebesar Rp 258.794,6 miliar yang terdiri dari:
(1) Dana perimbangan sebesar Rp 250.342,8 miliar terdiri dari:
(i) Dana bagi hasil direncanakan sebesar Rp 68.461,3 miliar;
(ii) Dana alokasi umum direncanakan sebesar Rp 164.787,4 miliar;
(iii) Dana alokasi khusus direncanakan sebesar Rp 17.094,1 miliar.
(2) Dana otonomi khusus dan penyesuaian sebesar Rp 8.451,8 miliar
yang terdiri dari:
(i) Dana otonomi khusus bagi provinsi Papua direncanakan sebesar
Rp 4.045,7 miliar; dan
(ii) Dana penyesuaian direncanakan sebesar Rp 4.406,1 miliar.
Dana Bagi Hasil
Dana Bagi Hasil terdiri atas: (i) Dana Bagi Hasil Pajak dan (ii) Dana
Bagi Hasil Sumber Daya Alam (SDA).
Dana Bagi Hasil TA 2007 ditetapkan sebesar Rp 68.461,3 miliar
dengan rincian sebagai berikut:
a. Dana Bagi Hasil Pajak sebesar Rp 33.065,3 miliar, yang terdiri
dari:
(i) Pajak Penghasilan sebesar Rp 7.475,3 miliar;
(ii) Pajak Bumi dan Bangunan sebesar Rp 20.198,7 miliar;
(iii) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Rp 5.391,3
miliar.
b. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (SDA) sebesar Rp 35.396,0
miliar, yang terdiri dari:
(i) Minyak bumi sebesar Rp 15.827,1 miliar;
(ii) Gas Alam sebesar Rp 11.623,2 miliar;
(iii) Pertambangan Umum sebesar Rp 6.035,5 miliar;
(iv) Kehutanan sebesar Rp 1.710,3 miliar;
(v) Perikanan sebesar Rp 200,0 miliar.
Dana otonomi khusus
dan penyesuaian
sebesar Rp 8.451,8
miliar.
Dana Bagi Hasil TA
2007 ditetapkan
sebesar Rp 68.461,3
miliar.
Rencana Kerja Pemerintah dan Kebijakan Anggaran 2007
V - 15
Dana Alokasi Umum
Jumlah keseluruhan Dana Alokasi Umum Tahun 2007 ditetapkan
26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto
yang ditetapkan dalam Anggaran pendapatan dan Belanja Negara
Tahun 2007.
Proporsi Dana Alokasi Umum untuk Daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota ditetapkan sebagai berikut:
a. Untuk Daerah provinsi sebesar 10% (sepuluh persen) dari
jumlah keseluruhan Dana Alokasi Umum
b. Untuk daerah Kabupaten/Kota sebesar 90% (sembilan puluh
persen) dari jumlah keseluruhan Dana Alokasi Umum.
Alokasi DAU untuk provinsi dan kabupaten/kota dapat dilihat pada
Lampiran 5.
Dana Alokasi Khusus
DAK tahun 2007 dialokasikan dengan menggunakan kriteria umum,
kriteria khusus, dan kriteria teknis.
i. Kriteria umum yang digunakan untuk menentukan daerah
penerima alokasi DAK tahun 2007 yaitu daerah-daerah yang
memiliki kemampuan fskal rendah atau di bawah rata-rata
nasional. Kemampuan fskal daerah tersebut didasarkan pada
selisih antara realisasi Penerimaan Umum Daerah (Pendapatan
Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Bagi Hasil)
dengan belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah pada APBD Tahun
Anggaran 2005.
ii. Kriteria khusus yang digunakan untuk menentukan daerah
penerima alokasi DAK tahun 2007 yaitu daerah-daerah tertentu
yang memiliki karakteristik dan/atau berada di wilayah: (a)
Provinsi Papua yang merupakan daerah Otonomi Khusus;
(b) daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan
negara lain, daerah tertinggal/terpencil, dan daerah yang masuk
kategori ketahanan pangan, dan daerah pariwisata; (c) daerah
rawan banjir/longsor, daerah penampung transmigrasi, daerah
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
V - 16
yang memiliki pulau-pulau kecil terdepan, daerah yang alokasi
DAU-nya dalam tahun 2007 tidak mengalami kenaikan, daerah
rawan pangan dan/atau kekeringan, daerah pascakonfik, daerah
penerima pengungsi.
iii. Kriteria teknis yang dirumuskan dalam bentuk Indeks Teknis
(IT) dirumuskan oleh kementerian negara/departemen teknis
terkait. Kriteria Teknis tersebut dicerminkan dengan indikator-
indikator yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi
sarana/prasarana pada masing-masing bidang/kegiatan yang
akan didanai oleh DAK, dengan memperhatikan berbagai
variabel yang berkaitan dengan bidang/kegiatan yang akan
didanai DAK tahun anggaran 2006.
Alokasi DAK untuk Tahun Anggaran 2007 ditetapkan sebesar Rp
17.094.100.000.000,00 (tujuh belas triliun sembilan puluh empat
miliar seratus juta rupiah). DAK dialokasikan untuk membantu
daerah mendanai kebutuhan fsik sarana dan prasarana dasar yang
merupakan prioritas nasional di bidang pendidikan, kesehatan,
infrastruktur (jalan, irigasi, dan air bersih), kelautan dan perikanan,
pertanian, prasarana pemerintahan daerah, serta lingkungan hidup,
dengan alokasi masing-masing sebagai berikut:
Tabel 5.
Alokasi Dana Alokasi Khusus
DANA ALOKASI KHUSUS
TOTAL PAGU 2007
(dalam miliar Rupiah)
Pendidikan 5.195,290
Kesehatan 3.381,270
Infrastruktur Jalan 3.113,060
Infrastruktur Irigasi 858,910
Infrastruktur Air Bersih dan Sanitasi 1.062,370
Prasarana Pemerintahan Daerah 539,060
Kelautan dan Perikanan 1.100,360
Pertanian 1.492,170
Lingkungan Hidup 351,610
Rencana Kerja Pemerintah dan Kebijakan Anggaran 2007
V - 17
Alokasi Dana
Otonomi Khusus
untuk tahun 2007
sebesar Rp 4.045,7
miliar.
Prioritas DAK diberikan untuk: (i) membantu daerah-daerah
dengan kemampuan keuangan di bawah rata-rata nasional, dalam
rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana
fsik pelayanan dasar yang sudah merupakan urusan daerah; dan
(ii) menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana
diwilayah pemekaran dan pesisir dan kepulauan, perbatasan dengan
negara lain, tertinggal / terpencil, serta termasuk kategori daerah
ketahanan pangan.
Daerah penerima DAK tahun anggaran 2007 wajib menyediakan
dana pendamping sekurang-kurangnya 10 persen dari alokasi
DAK. Namun demikian, untuk daerah dengan kemampuan fskal
tertentu, dimana selisih antara penerimaan umum APBD dengan
belanja pegawai sama dengan nol atau negatif, tidak diwajibkan untuk
menyediakan dana pendamping tersebut (sesuai dengan penjelasan
pasal 41 ayat (3) UU No.33 Tahun 2004)
Alokasi DAK untuk kabupaten/kota dapat dilihat pada Lam-
piran 7.
Dana Otonomi Khusus
Alokasi dana otonomi khusus sesuai dengan ketentuan yang
digariskan dalam UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
bagi Provinsi Papua, untuk pembiayaan peningkatan pendidikan
dan kesehatan, yang jumlahnya setara dengan 2 (dua) persen dari
pagu dana alokasi umum (DAU) secara nasional dan berlaku selama
20 tahun sejak tahun 2002. Alokasi Dana Otonomi Khusus untuk
tahun 2007 sebesar Rp 4.045,7 miliar.
Penyaluran dilakukan oleh Menteri Keuangan setiap triwulan, yaitu
triwulan I sebesar 15 persen, triwulan II sebesar 30 persen, triwulan
III sebesar 40 persen, dan triwulan IV sebesar 15 persen.
Mekanisme penyaluran ke kabupaten/kota dilaksanakan melalui
Gubernur, yang difasilitasi oleh tim teknis yang dibentuk
Pemerintah.
Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
V - 1
Dana Penyesuaian
Dana Penyesuaian (DP) terdiri dari Dana Penyesuaian Murni
sebesar Rp 842,913 milyar dan Dana Penyesuaian Ad-hoc sebesar
Rp 3,563 trilyun.
a. Dana Penyesuaian Murni dialokasikan sebagai pelaksanaan atas
penerapan kebijakan formula DAU agar tidak menimbulkan adanya
daerah provinsi dan kabupaten/kota yang mendapatkan DAU lebih
kecil daripada DAU ditambah dengan Dana Penyesuaian Murni
Tahun 2006 (hold harmless).
b. Dana Penyesuaian Adhoc dialokasikan untuk daerah-daerah
tertentu yang memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditetapkan dan
diprioritaskan penggunaannya untuk kegiatan-kegiatan pendidikan,
kesehatan, infrastruktur jalan dan sarana/prasarana fsik lainnya,
irigasi dan pengairan, serta pertanian, kelautan dan perikanan yang
merupakan kebutuhan daerah.
Dana Penyesuaian
(DP) terdiri dari Dana
Penyesuaian Murni
sebesar Rp 842,913
milyar dan Dana
Penyesuaian Ad-hoc
sebesar Rp 3,563
trilyun.
lAMPIRAN
Buku Pegangan 2007
Penyelenggaraan
Pemerintahan dan
Pembangunan Daerah
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
2 - Lampiran
Lampiran 1
PerkemBangan realisasi investasi (izin Usaha tetaP) PmDn
menUrUt lokasi, 2001-sePtemBer 2006
Wilayah
JUmlah Proyek
2001 2002 2003 2004 2005 2006
Sumatera 20 12 18 20 40 18
Jawa 114 76 81 88 141 74
Bali 8 3 1 5 11 5
Kalimantan 11 10 13 7 11 11
Nusa Tenggara - 3 - 2 3 3
Sulawesi 5 3 5 3 5 4
Maluku 2 - 1 - 1 1
Papua - 1 - 4 2 1
kBi 153 101 113 120 203 108
kti 7 7 6 9 11 9
Jumlah 160 108 119 129 214 117

Wilayah
nilai Proyek (rP, milyar)
2001 2002 2003 2004 2005 2006
Sumatera 3.029,4 199,1 1.228,3 1.286,7 13.501,7 3.332,7
Jawa 5.070,1 10.878,1 9.917,0 7.886,3 14.796,6 7.325,0
Bali 311,4 31,6 49,1 66,1 46,4 40,7
Kalimantan 902,0 1.330,4 418,8 5.141,8 1.747,6 1.572,9
Nusa Tenggara - 14,7 - 174,3 19,7 64,2
Sulawesi 571,4 36,0 275,5 164,4 509,0 68,6
Maluku 6,5 - 1,3 - 0,9 0,2
Papua - 10,1 - 545,1 43,1 21,4
KBI 9.312,9 12.439,2 11.613,2 14.380,9 30.092,3 12.271,3
kti 577,9 60,8 276,8 883,8 572,7 154,4
Jumlah 9.890,8 12.500,0 11.890,0 15.264,7 30.665,0 12.425,7

Sumber: BKPM, 2006
Lampiran
Lampiran - 3
PerkemBangan realisasi investasi (izin Usaha tetaP) Pma
menUrUt lokasi, 2001-sePtemBer 2006
Wilayah
JUmlah Proyek
2001 2002 2003 2004 2005 2006
Sumatera 57 25 26 37 50 29
Jawa 358 372 503 471 719 585
Bali 25 17 17 25 109 59
Kalimantan 5 10 14 6 13 11
Nusa Tenggara 3 9 3 2 8 8
Sulawesi 4 6 6 3 6 9
Maluku 1 0 0 0 4 0
Papua 1 3 1 0 0 1
kBi 445 424 560 539 891 684
kti 9 18 10 5 18 18
Jumlah 454 442 570 544 909 702

Wilayah
nilai Proyek (Us$ JUta)
2001 2002 2003 2004 2005 2006
Sumatera 906,7 90,1 501,7 850,4 1.224,6 526,6
Jawa 2.481,6 2.740,1 4.515,6 3.248,1 7.251,2 3.143,9
Bali 28,5 3,4 23,8 104,7 97,5 98,1
Kalimantan 53,5 188,5 137,2 368,0 181,8 499,5
Nusa Tenggara 5,6 3,4 1,4 2,5 5,1 7,3
Sulawesi 7,1 60,5 266,6 27,4 145,3 15,5
Maluku 1,8 0,0 0,0 0,0 9,1 0,0
Papua 24,8 4,1 4,1 0,0 0,0 0,6
KBI 3.470,3 3.022,1 5.178,3 4.571,2 8.755,1 4.268,1
kti 39,3 68,0 272,1 29,9 159,5 23,4
Jumlah 3.509,6 3.090,1 5.450,4 4.601,1 8.914,6 4.291,5
Sumber: BKPM, 2006
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
4 - Lampiran
Lampiran 2
inDikator Utama Dan variaBel PenentU Daya saing Daerah
inDikator Utama variaBel
i. Perekonomian Daerah 1 PDRB
2 Laju Pertumbuhan PDRB
3 PDRB Perkapita
4 Laju Pertumbuhan PDRB Perkapita
5 Koefsien Gini
6 Investasi Domestik
7 Investasi Domestik (% terhadap PDRB)
8 Laju Pertumbuhan Investasi
9 Tabungan
10 Persentase Tabungan terhadap PDRB
11 Laju Pertumbuhan Tabungan
12 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Perkapita
13 Laju Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Perkapita
14 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
15 Laju Pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
16 Produktivitas Sektor Pertanian
17 Laju Pertumbuhan Produktivitas Sektor Pertanian
18 Produktivitas Sektor Industri
19 Laju Pertumbuhan Produktivitas Sektor Industri
20 Produktivitas Sektor Jasa
21 Laju Pertumbuhan Produktivitas Sektor Jasa
22 Laju Infasi
ii. keterbukaan 1 Volume Perdagangan Internasional
2 Ekspor Barang dan Jasa
3 Ekspor Barang dan Jasa pada (% PDRB)
4 Laju Pertumbuhan Ekspor
5 Kunjungan Wisatawan Mancanegara ke daerah
6 Diversifkasi Pasar Ekspor
7 Kredit dan Asuransi Ekspor
8 Impor Barang dan Jasa
9 Impor Barang dan Jasa (% PDRB)
Lampiran
Lampiran - 5
inDikator Utama variaBel
10 Laju Pertumbuhan Impor
11 Terms of Trade
12 Pangsa Pasar Ekspor
13 Laju Pertumbuhan Pangsa Pasar Ekspor
14 Keterbukaan Budaya Daerah
15 Penanaman Modal Asing (PMA)
16 Laju Pertumbuhan PMA
17 Nilai Kumulatif PMA terhadap PDRB
18 Hambatan Birokrasi dan Administrasi Perdagangan Antar Daerah
19 Hambatan Tidak Resmi Perdagangan Antar Daerah
20 Pajak dan Retribusi Perdagangan Antar Daerah
21 Aliran Barang dan Jasa ke daerah lain
22 Aliran Barang dan Jasa ke daerah lain (% PDRB)
23 Laju Pertumbuhan Aliran Barang dan Jasa ke daerah lain
24 Aliran Barang dan Jasa dari daerah lain
25 Aliran Barang dan Jasa dari daerah lain (% PDRB)
26 Laju Pertumbuhan Aliran Barang dan Jasa dari daerah lain
iii. sistem keuangan 1 Tingkat Bunga Riil Jangka Pendek
2 Biaya Modal Perbankan
3 Biaya Modal Non-Perbankan
4 Posisi Kredit Bank Umum terhadap PDRB
5
Persentase Mobilisasi Dana Pihak Ketiga di Perbankan Terhadap Total
Aktiva Bank Umum
6 Persentase Kredit terhadap Tabungan
7 Persentase Kredit kepada Dunia Usaha terhadap Total Kredit
8 Kemudahan penyaluran kredit ke dunia usaha
9 Margin Antara Tingkat Bunga Pinjaman dan Tingkat Bunga Tabungan
10 Transparansi Institusi Perbankan
11 Kualitas Pendidikan di Bidang Keuangan dan Perbankan
12 Transparansi Lembaga Keuangan Bukan Bank
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
6 - Lampiran
inDikator Utama variaBel
iv. infrastruktur dan
sumber Daya alam























1 Panjang Jalan per Luas Wilayah
2 Kualitas Jalan Raya
3 Panjang Rel Kereta Api per Luas Wilayah
4 Pelabuhan Udara
5 Penggunaan Angkutan Udara untuk Penumpang
6 Penggunaan Angkutan Udara untuk Barang
7 Kualitas Transportasi Udara
8 Pelabuhan Laut
9 Penggunaan Angkutan Laut untuk Penumpang
10 Penggunaan Angkutan Laut untuk Barang
11 Kualitas Angkutan Laut
12 Penggunaan Transportasi Sungai Untuk Barang
13 Luas Wilayah Perkotaan
14 Produksi Listrik
15 Kualitas Aliran Listrik
16 Fasilitas Telepon per Kapita
17 Kualitas Pelayanan Telepon
18 Surat Kabar
19 Kualitas Akses Internet
20 Penggunaan Internet oleh Sektor Usaha
21 Ketersediaan dan Kualitas Sumber daya lahan/tanah
22 Sumber daya Air perkapita
23 Sumber Daya Hutan (ha)
24 Nilai tambah sektor pertambangan dan penggalian
v. ilmu Pengetahuan
dan teknologi






1 Pentingnya Penelitian Bagi Perusahaan
2 Kerjasama Penelitian
3 Kerjasama Teknologi Antar Perusahaan
4 Sumber Dana Untuk Litbang
5 Brain Drain dari Tenaga Ahli di Bidan IPTEK
6 Insinyur yang berkualitas
7 Ketersediaan tenaga ahli di bidang teknologi informasi (IT)
vi. sumber Daya manusia 1 Angka Ketergantungan
2 Tingkat Harapan Hidup
3 Angkatan Kerja
Lampiran
Lampiran - 7
inDikator Utama variaBel
4 Angkatan Kerja (%)
5 Laju Pertumbuhan Angkatan Kerja
6 Persentase Penduduk Usia Produktif Terhadap Total Penduduk
7 Laju Pertumbuhan Penduduk Usia Produktif
8 Tenaga Kerja Ahli
9 Jumlah Penduduk yang Bekerja
10 Persentase Penduduk Yang Bekerja Terhadap Total Penduduk
11 Prospek Kesempatan Kerja
12 Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja
13 Pengangguran
14 Tingkat Partisipasi SD
15 Tingkat Partisipasi SLTP
16 Tingkat Partisipasi SLTA
17 Tingkat Partisipasi Perguruan Tinggi
18 Rasio Jumlah Guru Terhadap Murid SD
19 Rasio Jumlah Guru Terhadap Murid SLTP
20 Rasio Jumlah Guru Terhadap Murid SLTA
21 Angka Melek Huruf
22 Laju Pertumbuhan Angka Melek Huruf
23 Lama Pendidikan
24 Indeks Pembangunan Manusia (HDI)
25 Populasi Penduduk di Perkotaan
26 Kualitas Pelayanan Kesehatan
27 Fleksibilitas dan Adaptabilitas
28 Kesetaraan dalam Kesempatan
29 Nilai-nilai kemasyarakatan
vii. kelembagaan 1 Keadilan dan Ketidakberpihakan
2 Kejujuran dan Kebersihan
3 Kecepatan proses peradilan
4 Biaya peradilan
5 Konsistensi
6 Penegakan keputusan
7 Perlindungan terhadap kontrak dan kepemilikan
8 Keamanan
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
8 - Lampiran
inDikator Utama variaBel
9 Tingkat Kejahatan
10 Stabilitas Politik
11 Hubungan antara DPRD dan Pemerintah Daerah
12 Aktivitas Legislatif DPRD dan Pemda
13 Kegiatan Unjuk Rasa Masyarakat
14 Independensi Media Masa Daerah
15 Konfik sosial
16 Spirit/Motivasi Kerja
17 Kebersihan dan kesehatan
viii. governance
dan kebijakan
Pemerintah















1 Perubahan Peraturan dan Kebijakan
2 Masukan dunia usaha dalam pembuatan peraturan/kebijakan
3 Tendensi prediktabilitas peraturan dan kebijakan pemda
4 Pelaksanaan peraturan yang konsisten
5 Korupsi dan Suap
6 Pungutan tidak resmi
7 Favoritisme dari aparat pemerintah
8 Indenpendensi Aparat Pemerintah
9 Waktu yang diperlukan dalam urusan birokrasi
10 Produktivitas aparat pemerintah
11 Kompetensi aparat pemerintah
12 Efsiensi dalam pelayanan publik
13 Besarnya biaya transaksi
14 Gaji aparat pemerintah
15 Moral/Budaya Malu
16 Peraturan Pemda tentang Pendirian Usaha Baru
17 Peraturan Pemda yang mendistorsi harga
18 Peraturan Pemda tentang perdagangan
19 Peraturan Pemda tentang regulasi tenaga kerja
20 Peraturan Pemda tentang pajak dan retribusi daerah
21 Peraturan Pemda tentang lingkungan
22 Peduli pada AMDAL daerah (perencanaan)
23 Aturan pemda bidang investasi
24 Kebijakan visi bisnis yang sama pada aparat pemda
Lampiran
Lampiran - 9
inDikator Utama variaBel
iX. manajemen dan
ekonomi mikro

1 Strategi Perusahaan
2 Keunggulan Kompetitif
3 Perusahaan Berorientasi Ekspor
4 Merek Dagang Internasional
5 Pengembangan Teknologi
6 Perancangan Produk
7 Proses Produksi
8 Tingkat reliabilitas suplai faktor produksi
9 Teknik Pemasaran
10 Orientasi terhadap Pelanggan
11 Distribusi dan Pemasaran Global
12 Pendekatan terhadap Sumberdaya Manusia
13 Pendelegasian Wewenang
14 Kebijakan Kompensasi
15 Kompetensi Manajemen Senior
16 Pendidikan Manajemen
17 Efektivitas Komisaris Perusahaan
18 Kemampuan dalam memenuhi standar internasional
19 Tingkat Kompensasi
20 Upah Tenaga Kerja di Sektor Industri Pengolahan
21 Jumlah Perusahaan Unggul
22 Ketersediaan manajer senior
23 Pengalaman Internasional
24 Kesehatan, keamanan dan lingkungan kerja
25 Relasi Industrial
26 Motivasi Tenaga Kerja
27 Pelatihan Tenaga Kerja
28 Pengendalian Proses Produksi
29 Budaya Pemasaran
30 Kewirausahaan
31 Tanggung jawab sosial
32 Etika Bisnis

Sumber: PPSK-BI, 2002
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
10 - Lampiran
N
O
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

/

L
E
M
B
A
G
A

A
N
G
G
A
R
A
N

(
d
a
l
a
m

R
i
b
u

R
u
p
i
a
h
)


N
A
D


S
U
M
U
T


S
U
M
B
A
R

R
I
A
U
J
A
M
B
I

S
U
M
S
E
L


B
E
N
G
K
U
L
U


1
2
.
7
2
3
.
3
4
6
.
1
7
8


7
.
9
3
9
.
3
5
8
.
8
3
0


3
.
5
3
8
.
7
1
3
.
6
7
4


2
.
9
0
8
.
0
3
2
.
8
9
0


2
.
1
9
5
.
5
4
6
.
2
6
8

5
.
4
1
5
.
2
5
1
.
6
9
4


1
.
7
5
5
.
4
1
3
.
1
1
4

1
M
A
J
E
L
I
S

P
E
R
M
U
S
Y
A
W
A
R
A
T
A
N

R
A
K
Y
A
T
2
D
E
W
A
N

P
E
R
W
A
K
I
L
A
N

R
A
K
Y
A
T
3
B
A
D
A
N

P
E
M
E
R
I
K
S
A

K
E
U
A
N
G
A
N

2
1
.
8
5
5
.
8
2
1


1
6
.
2
2
8
.
7
3
2


1
8
.
1
0
7
.
4
9
2


8
.
3
1
5
.
4
5
2


1
0
.
5
0
8
.
6
1
2

4
M
A
H
K
A
M
A
H

A
G
U
N
G

9
6
.
5
9
7
.
4
3
2


1
1
5
.
5
4
7
.
4
1
0


9
1
.
7
3
7
.
8
8
8


6
4
.
5
7
2
.
8
4
6


5
7
.
9
3
6
.
6
4
3


4
9
.
1
2
5
.
2
7
0


3
5
.
9
3
8
.
4
0
6

5
K
E
J
A
K
S
A
A
N

A
G
U
N
G

3
7
.
8
7
1
.
0
0
8


6
4
.
1
6
4
.
8
9
6


3
6
.
6
8
0
.
3
9
9


5
7
.
0
0
5
.
0
8
2


3
2
.
4
8
9
.
6
1
6


3
9
.
6
7
0
.
3
3
5


2
3
.
0
7
1
.
8
5
5

6
S
E
K
R
E
T
A
R
I
A
T

N
E
G
A
R
A
7
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

D
A
L
A
M

N
E
G
E
R
I

9
4
.
6
3
9
.
9
2
0


1
0
4
.
8
0
1
.
4
7
6


7
3
.
8
6
3
.
1
8
6


2
6
.
6
8
1
.
3
1
1


3
4
.
1
4
9
.
4
3
3


6
3
.
5
0
9
.
7
4
3


2
8
.
7
2
2
.
5
3
5

8
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

L
U
A
R

N
E
G
E
R
I
9
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

P
E
R
T
A
H
A
N
A
N

3
4
3
.
9
8
4
.
9
0
3


5
6
0
.
1
4
8
.
7
7
1


1
4
2
.
1
6
7
.
0
4
9


2
1
7
.
9
6
8
.
8
3
9


7
8
.
3
9
3
.
8
0
6


3
2
9
.
8
1
0
.
5
3
7


6
3
.
7
0
1
.
2
9
7

1
0
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

H
U
K
U
M

D
A
N

H
A
K

A
S
A
S
I

M
A
N
U
S
I
A

R
I

6
9
.
7
4
5
.
8
6
0


1
9
1
.
8
4
3
.
3
3
3


5
9
.
1
9
7
.
4
0
9


8
4
.
0
1
8
.
0
8
3


4
6
.
5
0
8
.
2
7
5


9
6
.
1
6
1
.
5
2
0


3
6
.
5
4
5
.
6
1
9

1
1
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

K
E
U
A
N
G
A
N

1
3
3
.
7
8
3
.
8
2
4


2
0
8
.
0
8
6
.
2
0
5


5
3
.
1
8
7
.
4
3
4


8
7
.
5
4
2
.
5
4
7


5
4
.
0
4
4
.
5
5
2


1
1
7
.
4
0
3
.
3
0
6


2
9
.
3
1
7
.
3
8
8

1
2
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

P
E
R
T
A
N
I
A
N

1
1
9
.
2
2
5
.
6
0
3


2
8
2
.
6
5
9
.
7
8
1


1
9
4
.
3
3
5
.
6
0
7


9
6
.
9
9
9
.
8
0
9


1
1
4
.
8
7
3
.
0
1
7


1
6
9
.
2
3
1
.
7
7
4


7
0
.
0
2
4
.
9
6
7

1
3
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

P
E
R
I
N
D
U
S
T
R
I
A
N

1
5
.
9
1
3
.
3
0
8


3
3
.
0
3
0
.
3
6
6


3
0
.
1
2
5
.
3
4
9


3
.
3
0
0
.
0
0
0


3
.
8
0
0
.
0
0
0


1
1
.
1
4
4
.
5
0
5


4
.
3
0
0
.
0
0
0

1
4
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

E
N
E
R
G
I

D
A
N

S
U
M
B
E
R

D
A
Y

A

M
I
N
E
R
A
L

3
1
.
2
0
5
.
8
3
6


1
3
4
.
3
6
1
.
4
3
3


3
2
.
2
9
6
.
2
3
4


5
0
.
2
8
2
.
3
0
5


2
6
.
0
5
3
.
2
4
6


1
2
8
.
0
6
6
.
3
6
5


2
5
.
3
2
6
.
3
1
1

1
5
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

P
E
R
H
U
B
U
N
G
A
N

1
7
8
.
0
5
4
.
4
8
0


2
6
8
.
5
3
2
.
9
3
0


5
0
.
6
5
8
.
0
1
6


1
4
3
.
7
0
2
.
1
1
7


2
7
.
2
2
0
.
1
7
4


3
2
8
.
8
3
6
.
6
6
9


5
5
.
8
9
6
.
9
4
5

1
6
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

P
E
N
D
I
D
I
K
A
N

N
A
S
I
O
N
A
L

6
6
6
.
6
5
2
.
8
9
9

1
.
7
1
6
.
0
3
9
.
9
6
6


9
6
1
.
9
8
8
.
9
2
3


5
7
3
.
9
6
8
.
2
3
8


3
7
8
.
0
6
3
.
3
3
7


8
5
0
.
8
1
1
.
6
5
8


3
0
1
.
3
8
1
.
4
8
3

1
7
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

K
E
S
E
H
A
T
A
N

2
3
8
.
1
1
4
.
7
1
8


4
3
1
.
9
7
3
.
7
4
4


3
1
3
.
7
1
0
.
7
2
4


1
1
1
.
8
3
4
.
9
2
8


1
7
0
.
7
2
8
.
8
2
2


3
6
8
.
0
4
9
.
6
8
8


1
2
3
.
6
4
7
.
8
6
0

1
8
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

A
G
A
M
A

5
1
6
.
7
8
7
.
8
0
7


5
2
0
.
8
1
1
.
7
3
7


3
3
6
.
2
1
1
.
7
9
6


3
3
6
.
1
6
3
.
4
4
6


2
9
7
.
3
0
4
.
3
4
6


3
5
8
.
7
2
6
.
9
7
9


1
7
1
.
7
3
9
.
7
1
6

1
9
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

T
E
N
A
G
A

K
E
R
J
A

D
A
N

T
R
A
N
S
M
I
G
R
A
S
I

6
3
.
7
4
9
.
0
7
3


5
9
.
7
0
3
.
0
4
1


3
6
.
4
1
2
.
8
4
3


3
4
.
5
8
9
.
8
3
1


4
0
.
7
4
9
.
6
7
1


7
1
.
6
9
7
.
4
3
8


6
2
.
6
8
6
.
1
2
3

2
0
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

S
O
S
I
A
L

3
1
.
4
0
3
.
1
7
9


2
9
.
1
3
3
.
3
9
0


3
8
.
0
4
1
.
3
3
6


2
9
.
7
9
7
.
7
2
2


2
7
.
0
9
2
.
2
3
7


3
1
.
7
4
9
.
7
0
5


2
4
.
2
5
5
.
5
8
2

2
1
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

K
E
H
U
T
A
N
A
N

2
9
.
5
4
5
.
1
2
0


7
0
.
3
8
2
.
1
6
7


2
0
.
6
9
0
.
5
3
8


5
0
.
4
1
3
.
1
1
4


4
8
.
5
1
0
.
4
6
6


6
2
.
8
8
4
.
9
4
1


1
6
.
1
5
4
.
6
1
8

2
2
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

K
E
L
A
U
T
A
N

D
A
N

P
E
R
I
K
A
N
A
N

3
0
.
7
3
1
.
9
2
1


6
5
.
4
0
6
.
9
1
9


4
3
.
6
8
1
.
7
9
1


2
1
.
2
9
3
.
7
1
3


3
4
.
9
7
2
.
4
2
6


5
3
.
7
8
0
.
4
7
3


2
4
.
9
4
1
.
4
8
0

2
3
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

P
E
K
E
R
J
A
A
N

U
M
U
M

6
5
1
.
3
9
7
.
3
6
8


7
8
4
.
9
4
3
.
4
8
9


4
7
5
.
7
1
3
.
1
5
7


3
3
9
.
0
8
5
.
3
5
5


3
4
8
.
8
8
4
.
8
2
6


6
4
3
.
4
3
7
.
1
1
6


3
5
8
.
8
3
4
.
9
7
0

2
4
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

K
O
O
R
D
I
N
A
T
O
R

B
I
D
A
N
G

P
O
L
I
T
I
K

D
A
N

K
E
A
M
A
N
A
N
2
5
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

K
O
O
R
D
I
N
A
T
O
R

B
I
D
A
N
G

P
E
R
E
K
O
N
O
M
I
A
N
2
6
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

K
O
O
R
D
I
N
A
T
O
R

B
I
D
A
N
G

K
E
S
E
J
A
H
T
E
R
A
A
N

R
A
K
Y
A
T
2
7
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

K
E
B
U
D
A
Y
A
A
N

D
A
N

P
A
R
I
W
I
S
A
T
A

6
.
9
7
8
.
9
0
7


1
2
.
1
6
2
.
0
9
1


6
.
1
9
6
.
1
6
8


4
.
1
9
0
.
4
1
1


1
.
5
4
2
.
8
5
4

2
8
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

B
A
D
A
N

U
S
A
H
A

M
I
L
I
K

N
E
G
A
R
A
2
9
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

R
I
S
E
T

D
A
N

T
E
K
N
O
L
O
G
I

7
.
0
0
0
.
0
0
0

3
0
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

L
I
N
G
K
U
N
G
A
N

H
I
D
U
P

1
4
.
1
5
7
.
4
5
3

3
1
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

K
O
P
E
R
A
S
I

D
A
N

U
K
M

6
.
7
5
7
.
0
0
0


6
.
4
4
9
.
0
0
0


5
.
5
0
6
.
0
0
0


5
.
0
5
1
.
0
0
0


3
.
8
4
3
.
0
0
0


6
.
6
3
4
.
0
0
0


4
.
4
6
3
.
0
0
0

3
2
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

I

E
M
B
E
R
D
A
Y
A
A
N

P
E
R
E
M
P
U
A
N
3
3
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

P
E
N
D
A
Y
A
G
U
N
A
A
N

A
P
A
R
A
T
U
R

N
E
G
A
R
A
3
4
B
A
D
A
N

I
N
T
E
L
I
J
E
N

N
E
G
A
R
A
3
5
L
E
M
B
A
G
A

S
A
N
D
I

N
E
G
A
R
A
Lampiran 3
rekaPitUlasi alokasi anggaran tahUn 2007
menUrUt lokasi (Provinsi) Dan kementerian / lemBaga
Lampiran
Lampiran - 11
N
O
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

/

L
E
M
B
A
G
A

A
N
G
G
A
R
A
N

(
d
a
l
a
m

R
i
b
u

R
u
p
i
a
h
)


N
A
D


S
U
M
U
T


S
U
M
B
A
R

R
I
A
U
J
A
M
B
I

S
U
M
S
E
L


B
E
N
G
K
U
L
U


1
2
.
7
2
3
.
3
4
6
.
1
7
8


7
.
9
3
9
.
3
5
8
.
8
3
0


3
.
5
3
8
.
7
1
3
.
6
7
4


2
.
9
0
8
.
0
3
2
.
8
9
0


2
.
1
9
5
.
5
4
6
.
2
6
8

5
.
4
1
5
.
2
5
1
.
6
9
4


1
.
7
5
5
.
4
1
3
.
1
1
4

3
6
D
E
W
A
N

K
E
T
A
H
A
N
A
N

N
A
S
I
O
N
A
L
3
7
B
A
D
A
N

P
U
S
A
T

S
T
A
T
I
S
T
I
K

3
0
.
9
2
7
.
3
7
1


4
6
.
4
2
7
.
7
6
2


2
7
.
9
1
0
.
9
6
2


2
2
.
5
4
6
.
4
7
5


1
8
.
1
5
8
.
6
2
3


2
7
.
6
7
3
.
0
8
6


1
4
.
4
4
9
.
6
3
8

3
8
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

P
P
N

/

B
A
P
P
E
N
A
S
3
9
B
A
D
A
N

P
E
R
T
A
N
A
H
A
N

N
A
S
I
O
N
A
L

2
9
.
3
5
3
.
9
1
8


6
7
.
8
1
5
.
6
3
6


4
2
.
2
4
5
.
5
0
2


4
0
.
0
7
1
.
4
5
4


3
0
.
2
2
3
.
5
0
4


5
3
.
7
4
5
.
8
4
0


2
4
.
4
1
4
.
3
4
0

4
0
P
E
R
P
U
S
T
A
K
A
A
N

N
A
S
I
O
N
A
L

R
E
P
U
B
L
I
K

I
N
D
O
N
E
S
I
A

3
5
0
.
0
0
0


3
0
0
.
0
0
0


1
.
1
5
0
.
0
0
0


4
.
3
0
0
.
0
0
0


3
5
0
.
0
0
0


3
0
0
.
0
0
0


7
5
0
.
0
0
0

4
1
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

K
O
M
U
N
I
K
A
S
I

D
A
N

I
N
F
O
R
M
A
T
I
K
A

7
.
5
4
3
.
5
1
7


1
3
.
9
1
2
.
0
2
2


4
.
7
0
7
.
3
4
3


8
.
1
8
0
.
4
8
8


4
.
8
6
2
.
4
6
8


5
.
8
3
5
.
1
6
4


5
.
7
9
1
.
9
5
1

4
2
K
E
P
O
L
I
S
I
A
N

N
E
G
A
R
A

R
E
P
U
B
L
I
K

I
N
D
O
N
E
S
I
A

4
3
8
.
4
3
3
.
7
8
2


7
5
5
.
9
8
5
.
3
0
8


3
8
3
.
7
8
6
.
3
8
5


3
9
5
.
6
7
1
.
4
0
3


2
5
3
.
3
2
0
.
3
1
4


4
4
2
.
6
8
9
.
4
0
3


2
0
0
.
6
5
4
.
3
0
0

4
3
B
A
D
A
N

P
E
N
G
A
W
A
S

O
B
A
T

D
A
N

M
A
K
A
N
A
N

1
0
.
2
2
1
.
5
2
4


1
0
.
7
0
7
.
5
5
0


9
.
3
4
2
.
9
1
4


9
.
7
6
0
.
5
2
8


7
.
6
8
1
.
5
8
5


8
.
0
4
3
.
1
9
8


7
.
4
4
2
.
6
4
6

4
4
L
E
M
B
A
G
A

K
E
T
A
H
A
N
A
N

N
A
S
I
O
N
A
L
4
5
B
A
D
A
N

K
O
O
R
D
I
N
A
S
I

P
E
N
A
N
A
M
A
N

M
O
D
A
L
4
6
B
A
D
A
N

N
A
R
K
O
T
I
K
A

N
A
S
I
O
N
A
L
4
7
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

P
E
M
B
A
N
G
U
N
A
N

D
A
E
R
A
H

T
E
R
T
I
N
G
G
A
L
4
8
B
A
D
A
N

K
O
O
R
D
I
N
A
S
I

K
E
L
U
A
R
G
A

B
E
R
E
N
C
A
N
A

N
A
S
I
O
N
A
L

2
2
.
0
8
4
.
7
5
2


2
5
.
4
9
9
.
0
9
9


1
5
.
3
9
2
.
8
7
6


1
4
.
6
9
0
.
4
1
2


1
1
.
8
1
5
.
4
0
2


1
9
.
1
6
9
.
7
0
1


1
2
.
0
1
0
.
3
7
3

4
9
K
O
M
I
S
I

N
A
S
I
O
N
A
L

H
A
K

A
S
A
S
I

M
A
N
U
S
I
A
5
0
B
A
D
A
N

M
E
T
E
O
R
O
L
O
G
I

D
A
N

G
E
O
F
I
S
I
K
A

4
.
8
5
0
.
6
0
2


1
6
.
6
7
5
.
2
4
9


9
.
0
2
6
.
1
2
4


4
.
0
3
8
.
5
8
2


2
.
8
3
1
.
8
6
1


3
.
8
3
2
.
7
1
6


4
.
5
7
3
.
5
3
0

5
1
K
O
M
I
S
I

P
E
M
I
L
I
H
A
N

U
M
U
M

3
4
.
6
2
6
.
9
2
3


3
5
.
3
0
9
.
2
0
9


2
6
.
5
5
1
.
4
1
7


1
6
.
4
9
3
.
8
6
1


1
4
.
9
2
6
.
2
2
9


2
0
.
3
9
6
.
7
5
7


1
3
.
5
6
6
.
5
9
7

5
2
M
A
H
K
A
M
A
H

K
O
N
S
T
I
T
U
S
I

R
I
5
3
P
U
S
A
T

P
E
L
A
P
O
R
A
N

D
A
N

A
N
A
L
I
S
I
S

T
R
A
N
S
A
K
S
I

K
E
U
A
N
G
A
N
5
4
L
E
M
B
A
G
A

I
L
M
U

P
E
N
G
E
T
A
H
U
A
N

I
N
D
O
N
E
S
I
A
5
5
B
A
D
A
N

T
E
N
A
G
A

N
U
K
L
I
R

N
A
S
I
O
N
A
L
5
6
B
A
D
A
N

P
E
N
G
K
A
J
I
A
N

D
A
N

P
E
N
E
R
A
P
A
N

T
E
K
N
O
L
O
G
I

1
.
1
7
5
.
2
0
7

5
7
L
E
M
B
A
G
A

P
E
N
E
R
B
A
N
G
A
N

D
A
N

A
N
T
A
R
I
K
S
A

N
A
S
I
O
N
A
L
5
8
B
A
D
A
N

K
O
O
R
D
I
N
A
S
I

S
U
R
V
E
Y

D
A
N

P
E
M
E
T
A
A
N

N
A
S
I
O
N
A
L
5
9
B
A
D
A
N

S
T
A
N
D
A
R
I
S
A
S
I

N
A
S
I
O
N
A
L
6
0
B
A
D
A
N

P
E
N
G
A
W
A
S

T
E
N
A
G
A

N
U
K
L
I
R
6
1
L
E
M
B
A
G
A

A
D
M
I
N
I
S
T
R
A
S
I

N
E
G
A
R
A
6
2
A
R
S
I
P

N
A
S
I
O
N
A
L

R
E
P
U
B
L
I
K

I
N
D
O
N
E
S
I
A

1
7
0
.
0
0
0


1
6
0
.
0
0
0


1
5
5
.
0
0
0


1
5
5
.
0
0
0


1
5
0
.
0
0
0


1
5
0
.
0
0
0


1
5
0
.
0
0
0

6
3
B
A
D
A
N

K
E
P
E
G
A
W
A
I
A
N

N
E
G
A
R
A

1
1
.
0
6
4
.
2
5
1


1
1
.
0
9
0
.
3
4
3


1
5
.
1
6
1
.
7
9
4

6
4
B
A
D
A
N

P
E
N
G
A
W
A
S
A
N

K
E
U
A
N
G
A
N

D
A
N

P
E
M
B
A
N
G
U
N
A
N

8
.
0
8
6
.
4
0
2


1
8
.
2
1
9
.
6
3
3


8
.
6
7
3
.
8
6
3


9
.
4
2
6
.
5
5
3


7
.
9
6
3
.
3
7
5


1
3
.
7
9
5
.
9
4
3


6
.
0
6
3
.
0
2
8

6
5
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

P
E
R
D
A
G
A
N
G
A
N

2
.
6
0
0
.
0
0
0


3
.
0
9
1
.
8
5
4


2
.
0
6
4
.
3
2
0


1
.
9
3
6
.
8
0
0


1
.
8
3
4
.
6
7
5


1
.
5
0
0
.
0
0
0


1
.
7
3
6
.
2
8
0

6
6
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

P
E
R
U

M
A
H
A
N

R
A
K
Y
A
T
6
7
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

P
E
M
U
D
A

D
A
N

O
L
A
H

R
A
G
A

3
.
4
2
5
.
4
6
4


4
.
6
4
3
.
5
1
6


4
.
1
2
9
.
9
1
4


3
.
1
3
5
.
7
6
0


3
.
3
0
4
.
4
7
6


3
.
1
7
4
.
6
0
4


2
.
8
6
0
.
2
7
6

6
8
K
O
M
I
S
I

P
E
M
B
E
R
A
N
T
A
S
A
N

K
O
R
U
P
S
I
6
9
D
E
W
A
N

P
E
R
W
A
K
I
L
A
N

D
A
E
R
A
H

(
D
P
D
)
7
0
K
O
M
I
S
I

Y
U
D
I
S
I
A
L

R
I
7
1
B
A
D
A
N

K
O
O
R
D
I
N
A
S
I

N
A
S
I
O
N
A
L

P
E
N
A
N
G
A
N
A
N

B
E
N
C
A
N
A
7
2
B
A
D
A
N

R
E
H
A
B
I
L
I
T
A
S
I

D
A
N

R
E
K
O
N
S
T
R
U
K
S
I

N
A
D

-

N
I
A
S

8
.
7
4
5
.
6
7
5
.
9
3
6


.
2
5
3
.
1
3
6
.
8
6
4

8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
12 - Lampiran
N
O
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

/

L
E
M
B
A
G
A
A
N
G
G
A
R
A
N

(
d
a
l
a
m

R
i
b
u

R
u
p
i
a
h
)
L
A
M
P
U
N
G

B
A
B
E
L


K
E
P

R
I
A
U

D
K
I

J
A
K
A
R
T
A
J
A
B
A
R
J
A
T
E
N
G

D
I
Y

J
A
T
I
M

B
A
N
T
E
N


3
.
2
6
8
.
8
5
7
.
3
2
3


9
7
0
.
2
5
3
.
4
6
8


1
.
0
6
6
.
5
1
1
.
2
7
5


1
1
1
.
6
4
6
.
3
3
9
.
1
1
9


1
6
.
3
8
9
.
4
8
9
.
7
1
8


1
3
.
2
0
9
.
8
1
7
.
5
4
9


4
.
0
9
1
.
7
7
1
.
5
1
4


1
6
.
7
3
0
.
8
9
3
.
0
6
8


3
.
5
5
4
.
8
3
5
.
2
0
8

1
M
A
J
E
L
I
S

P
E
R
M
U
S
Y
A
W
A
R
A
T
A
N

R
A
K
Y
A
T

1
9
6
.
1
2
1
.
3
2
5


1
3
.
8
5
9
.
2
6
2

2
D
E
W
A
N

P
E
R
W
A
K
I
L
A
N

R
A
K
Y
A
T

1
.
5
1
9
.
1
7
4
.
3
5
1

3
B
A
D
A
N

P
E
M
E
R
I
K
S
A

K
E
U
A
N
G
A
N

8
.
7
1
2
.
0
1
7


8
2
7
.
6
6
9
.
6
7
1


1
8
.
8
0
9
.
8
8
4


2
3
.
3
8
7
.
4
0
1

4
M
A
H
K
A
M
A
H

A
G
U
N
G

6
0
.
4
0
6
.
9
6
2


1
9
.
2
5
4
.
1
3
3


1
8
.
3
4
3
.
5
2
3


7
9
4
.
1
5
7
.
3
9
3


1
7
4
.
3
3
6
.
1
2
1


2
3
5
.
3
9
7
.
4
0
9


6
5
.
0
5
9
.
3
1
6


2
4
2
.
7
5
5
.
4
0
7


4
0
.
1
8
3
.
0
0
1

5
K
E
J
A
K
S
A
A
N

A
G
U
N
G

3
6
.
9
5
5
.
8
0
7


2
2
.
8
3
9
.
4
0
0


1
0
.
4
1
2
.
0
5
5


4
5
3
.
6
3
1
.
2
9
7


9
0
.
4
5
8
.
6
5
8


1
0
7
.
7
8
5
.
1
8
8


5
9
.
3
8
8
.
3
1
7


1
2
1
.
9
4
4
.
7
9
4


2
5
.
7
9
9
.
5
1
0

6
S
E
K
R
E
T
A
R
I
A
T

N
E
G
A
R
A

1
.
5
4
4
.
1
5
3
.
1
0
7


2
4
.
4
4
9
.
6
9
5


1
1
.
6
1
6
.
6
8
3

7
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

D
A
L
A
M

N
E
G
E
R
I

6
9
.
7
8
5
.
1
6
7


1
5
.
9
8
0
.
2
7
6


1
0
.
7
9
8
.
9
3
0


1
.
7
5
3
.
1
7
3
.
8
1
0


2
8
7
.
4
8
2
.
3
8
5


1
9
9
.
3
5
7
.
9
3
5


8
7
.
5
0
0
.
9
5
5


2
1
1
.
0
1
4
.
3
1
5


4
9
.
2
7
8
.
8
0
4

8
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

L
U
A
R

N
E
G
E
R
I

2
.
4
5
7
.
3
5
6
.
5
1
7

9
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

P
E
R
T
A
H
A
N
A
N

1
3
5
.
1
4
4
.
5
8
0


4
9
.
9
8
6
.
8
7
2


5
6
.
1
3
5
.
3
8
8


1
.
5
9
5
.
2
4
7
.
7
2
4


1
.
8
7
1
.
1
8
4
.
5
7
1


1
.
0
9
4
.
9
2
9
.
5
6
8


2
0
7
.
3
5
2
.
3
0
8


2
.
7
8
1
.
2
9
0
.
7
0
2


2
0
1
.
1
6
9
.
0
0
6

1
0
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

H
U
K
U
M

D
A
N

H
A
K

A
S
A
S
I

M
A
N
U
S
I
A

R
I

7
1
.
5
3
7
.
2
1
4


2
1
.
0
2
6
.
0
6
8


6
4
.
1
2
8
.
6
0
5


1
.
4
3
9
.
5
9
5
.
2
1
9


2
2
4
.
4
9
1
.
6
6
9


2
3
9
.
5
5
9
.
4
4
4


5
2
.
6
8
6
.
7
5
4


2
6
3
.
9
1
9
.
2
5
1


9
6
.
0
6
6
.
4
7
1

1
1
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

K
E
U
A
N
G
A
N

6
3
.
1
8
2
.
3
1
0


2
3
.
8
8
2
.
4
1
8


1
3
0
.
8
5
4
.
8
6
0


6
.
3
1
7
.
7
0
2
.
2
7
9


3
4
6
.
4
4
7
.
5
7
9


3
1
0
.
9
4
8
.
9
5
1


1
0
9
.
9
0
7
.
1
9
0


4
6
7
.
2
6
6
.
4
7
3


8
8
.
6
2
2
.
5
6
2

1
2
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

P
E
R
T
A
N
I
A
N

1
8
2
.
5
0
0
.
9
1
9


3
3
.
8
5
9
.
7
6
2


2
1
.
6
8
7
.
7
9
9


3
.
1
6
1
.
9
7
7
.
2
3
5


7
5
0
.
4
5
6
.
7
5
4


4
5
0
.
7
5
5
.
6
6
3


1
1
8
.
3
3
8
.
2
6
4


7
4
7
.
0
7
1
.
1
9
1


1
3
9
.
0
6
4
.
5
3
1

1
3
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

P
E
R
I
N
D
U
S
T
R
I
A
N

1
6
.
8
7
5
.
8
6
7


3
.
0
0
0
.
0
0
0


2
.
4
0
0
.
0
0
0


1
.
3
4
5
.
1
4
8
.
2
4
0


1
4
0
.
4
0
8
.
7
8
7


2
0
.
0
0
5
.
8
1
1


7
9
.
6
0
0
.
4
0
6


2
3
.
4
6
5
.
6
0
0


4
.
0
9
5
.
7
0
0

1
4
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

E
N
E
R
G
I

D
A
N

S
U
M
B
E
R

D
A
Y

A

M
I
N
E
R
A
L

3
2
.
0
4
9
.
3
5
4


2
1
.
1
2
8
.
4
1
2


2
.
7
0
0
.
0
0
0


2
.
1
0
7
.
4
2
7
.
4
6
4


9
5
3
.
1
6
9
.
6
7
3


2
4
5
.
9
5
6
.
5
2
3


1
4
.
7
3
1
.
4
2
3


5
2
6
.
8
7
6
.
0
3
8


2
3
.
4
2
2
.
1
1
9

1
5
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

P
E
R
H
U
B
U
N
G
A
N

7
9
.
4
8
3
.
7
7
0


5
4
.
2
9
4
.
2
5
8


1
0
7
.
3
3
3
.
6
2
4


4
.
2
8
0
.
8
5
4
.
9
7
4


2
0
1
.
3
2
5
.
4
1
0


9
6
7
.
5
9
1
.
6
5
1


3
0
8
.
4
7
7
.
4
4
8


3
8
4
.
6
4
4
.
0
7
0


9
0
.
9
0
0
.
2
3
4

1
6
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

P
E
N
D
I
D
I
K
A
N

N
A
S
I
O
N
A
L

7
7
9
.
6
3
5
.
6
2
8


3
7
.
9
0
4
.
7
8
4


1
2
3
.
7
4
0
.
5
8
5


4
.
9
6
3
.
7
0
0
.
4
0
7


4
.
3
0
9
.
8
9
0
.
8
8
9


3
.
4
1
2
.
1
8
2
.
4
5
8


.
1
4
9
.
7
8
7
.
9
3
8


3
.
8
4
9
.
6
7
8
.
8
4
9

1
.
5
2
7
.
8
6
4
.
3
7
4

1
7
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

K
E
S
E
H
A
T
A
N

1
4
6
.
6
5
9
.
9
6
1


6
1
.
8
8
9
.
1
1
7


9
5
.
4
7
7
.
6
9
4


9
.
7
7
1
.
5
5
0
.
3
3
4


7
2
4
.
5
9
3
.
8
1
4


8
0
6
.
8
4
6
.
6
0
7


2
7
1
.
5
0
4
.
0
4
0


6
2
7
.
4
0
7
.
9
1
3


1
0
1
.
0
8
7
.
4
8
6

1
8
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

A
G
A
M
A

3
3
6
.
2
9
2
.
0
5
4


7
8
.
7
9
3
.
5
8
2


5
3
.
5
1
2
.
6
2
7


2
.
5
3
5
.
2
6
3
.
1
9
5


1
.
2
4
6
.
0
5
2
.
8
4
7


1
.
4
9
6
.
3
7
9
.
2
3
0


2
8
9
.
8
2
4
.
8
9
3


1
.
7
8
5
.
3
9
4
.
5
2
0


3
6
5
.
7
2
9
.
7
7
4

1
9
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

T
E
N
A
G
A

K
E
R
J
A

D
A
N

T
R
A
N
S
M
I
G
R
A
S
I

3
0
.
2
0
0
.
8
8
5


1
4
.
4
4
1
.
0
3
4


1
4
.
4
8
7
.
7
6
8


1
.
1
8
8
.
4
0
1
.
0
1
8


1
1
4
.
9
0
6
.
3
9
9


1
0
9
.
5
4
2
.
5
5
4


3
6
.
9
7
0
.
4
3
0


4
8
.
7
8
2
.
1
9
5


2
9
.
7
4
5
.
0
1
1

2
0
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

S
O
S
I
A
L

2
6
.
7
0
3
.
0
2
8


2
0
.
7
3
8
.
4
6
7


1
3
.
2
9
5
.
3
7
9


2
.
2
6
6
.
0
5
1
.
9
8
0


9
6
.
9
4
3
.
8
6
1


7
0
.
0
6
6
.
4
6
2


4
8
.
8
6
1
.
0
3
1


3
6
.
3
5
8
.
1
7
8


2
1
.
6
9
0
.
2
6
8

2
1
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

K
E
H
U
T
A
N
A
N

4
0
.
4
8
1
.
8
1
4


2
.
7
2
3
.
3
5
9


1
.
4
8
5
.
7
8
0


9
5
1
.
6
1
1
.
8
5
4


3
4
7
.
0
4
4
.
3
1
0


4
2
.
0
9
3
.
6
9
9


3
9
.
0
1
5
.
3
7
8


5
7
.
6
7
3
.
1
1
9


8
.
2
0
1
.
6
3
5

2
2
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

K
E
L
A
U
T
A
N

D
A
N

P
E
R
I
K
A
N
A
N

3
7
.
3
1
5
.
8
9
4


3
2
.
7
8
0
.
4
1
4


4
2
.
2
5
8
.
1
8
3


1
.
5
8
9
.
1
9
4
.
6
4
8


1
3
0
.
6
8
2
.
6
0
2


1
2
4
.
2
4
7
.
6
4
4


2
0
.
3
0
1
.
8
2
3


1
3
8
.
1
5
0
.
1
9
5


4
3
.
0
6
2
.
5
8
8

2
3
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

P
E
K
E
R
J
A
A
N

U
M
U
M

6
0
1
.
2
0
0
.
1
2
6


8
5
.
0
0
8
.
6
5
7


1
1
0
.
0
0
6
.
0
8
5


4
.
7
2
3
.
9
8
1
.
9
3
3


1
.
9
1
0
.
8
4
3
.
2
9
0


1
.
3
4
7
.
0
0
3
.
7
8
8


4
1
5
.
6
7
5
.
9
4
4


2
.
1
3
3
.
8
7
9
.
4
5
9


3
0
6
.
7
3
7
.
0
6
1

2
4
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

K
O
O
R
D
I
N
A
T
O
R

B
I
D
A
N
G

P
O
L
I
T
I
K

D
A
N

K
E
A
M
A
N
A
N

1
5
0
.
9
5
9
.
7
0
9

2
5
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

K
O
O
R
D
I
N
A
T
O
R

B
I
D
A
N
G

P
E
R
E
K
O
N
O
M
I
A
N

1
4
3
.
0
4
2
.
6
8
9

2
6
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

K
O
O
R
D
I
N
A
T
O
R

B
I
D
A
N
G

K
E
S
E
J
A
H
T
E
R
A
A
N

R
A
K
Y
A
T

1
0
4
.
5
4
8
.
8
0
7

2
7
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

K
E
B
U
D
A
Y
A
A
N

D
A
N

P
A
R
I
W
I
S
A
T
A

3
.
2
2
1
.
5
3
9


7
3
6
.
0
9
6
.
3
7
8


3
0
.
5
1
4
.
4
7
0


2
1
.
0
0
0
.
2
4
4


2
6
.
0
8
9
.
8
4
5


1
1
.
7
4
4
.
4
7
3


6
.
2
8
2
.
6
2
0

2
8
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

B
A
D
A
N

U
S
A
H
A

M
I
L
I
K

N
E
G
A
R
A

2
1
7
.
3
1
9
.
1
6
2

2
9
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

R
I
S
E
T

D
A
N

T
E
K
N
O
L
O
G
I

4
3
9
.
2
3
4
.
9
9
0

3
0
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

L
I
N
G
K
U
N
G
A
N

H
I
D
U
P

4
6
2
.
0
6
4
.
3
3
5


1
2
.
2
5
2
.
8
0
0

3
1
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

K
O
P
E
R
A
S
I

D
A
N

U
K
M

5
.
0
1
3
.
0
0
0


3
.
3
0
5
.
0
0
0


3
.
1
0
0
.
0
0
0


1
.
2
8
1
.
3
9
4
.
5
6
8


9
.
0
3
7
.
0
0
0


9
.
3
8
8
.
0
0
0


5
.
2
8
2
.
0
0
0


1
1
.
0
3
6
.
0
0
0


2
.
0
0
0
.
0
0
0

3
2
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

I

E
M
B
E
R
D
A
Y
A
A
N

P
E
R
E
M
P
U
A
N

1
6
5
.
1
4
3
.
3
4
3

3
3
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

P
E
N
D
A
Y
A
G
U
N
A
A
N

A
P
A
R
A
T
U
R

N
E
G
A
R
A

2
4
7
.
5
0
9
.
0
8
2

3
4
B
A
D
A
N

I
N
T
E
L
I
J
E
N

N
E
G
A
R
A

1
.
0
7
2
.
6
1
6
.
0
4
9

3
5
L
E
M
B
A
G
A

S
A
N
D
I

N
E
G
A
R
A

9
1
3
.
9
4
1
.
9
7
8

Lampiran
Lampiran - 13
N
O
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

/

L
E
M
B
A
G
A
A
N
G
G
A
R
A
N

(
d
a
l
a
m

R
i
b
u

R
u
p
i
a
h
)
L
A
M
P
U
N
G

B
A
B
E
L


K
E
P

R
I
A
U

D
K
I

J
A
K
A
R
T
A
J
A
B
A
R
J
A
T
E
N
G

D
I
Y

J
A
T
I
M

B
A
N
T
E
N


3
.
2
6
8
.
8
5
7
.
3
2
3


9
7
0
.
2
5
3
.
4
6
8


1
.
0
6
6
.
5
1
1
.
2
7
5


1
1
1
.
6
4
6
.
3
3
9
.
1
1
9


1
6
.
3
8
9
.
4
8
9
.
7
1
8


1
3
.
2
0
9
.
8
1
7
.
5
4
9


4
.
0
9
1
.
7
7
1
.
5
1
4


1
6
.
7
3
0
.
8
9
3
.
0
6
8


3
.
5
5
4
.
8
3
5
.
2
0
8

3
6
D
E
W
A
N

K
E
T
A
H
A
N
A
N

N
A
S
I
O
N
A
L

3
0
.
1
8
0
.
8
0
6

3
7
B
A
D
A
N

P
U
S
A
T

S
T
A
T
I
S
T
I
K

2
5
.
3
5
9
.
2
3
5


1
1
.
7
2
5
.
0
8
3


1
3
.
8
4
8
.
3
2
1


4
2
3
.
9
4
3
.
4
2
6


6
9
.
0
3
4
.
4
5
2


7
8
.
7
3
6
.
6
6
7


1
9
.
5
5
8
.
2
9
9


8
9
.
8
5
4
.
6
3
2


1
9
.
0
2
9
.
1
3
4

3
8
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

P
P
N

/

B
A
P
P
E
N
A
S

3
6
0
.
4
9
8
.
7
8
7

3
9
B
A
D
A
N

P
E
R
T
A
N
A
H
A
N

N
A
S
I
O
N
A
L

4
3
.
2
3
3
.
4
1
5


1
0
.
6
7
7
.
5
4
8


1
8
.
4
1
3
.
1
6
4


3
8
3
.
9
3
2
.
7
2
1


1
7
6
.
5
1
3
.
9
7
1


2
1
1
.
1
3
9
.
0
9
8


5
8
.
5
8
9
.
5
2
8


2
0
0
.
4
3
9
.
7
1
2


4
5
.
6
7
7
.
1
4
2

4
0
P
E
R
P
U
S
T
A
K
A
A
N

N
A
S
I
O
N
A
L

R
E
P
U
B
L
I
K

I
N
D
O
N
E
S
I
A

3
5
0
.
0
0
0


1
6
7
.
8
8
3
.
0
1
7


1
7
.
2
5
0
.
0
0
0


1
.
0
5
0
.
0
0
0


3
5
0
.
0
0
0


5
.
8
6
4
.
0
2
2


2
5
0
.
0
0
0

4
1
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

K
O
M
U
N
I
K
A
S
I

D
A
N

I
N
F
O
R
M
A
T
I
K
A

6
.
3
3
1
.
0
8
9


4
.
4
7
8
.
4
5
4


9
.
0
1
5
.
2
5
8


2
.
1
4
2
.
6
0
4
.
7
4
5


2
3
.
7
4
3
.
5
5
9


2
5
.
1
1
5
.
9
5
3


4
9
.
2
2
4
.
4
3
5


1
5
.
4
9
7
.
5
3
7


6
.
1
6
9
.
3
8
0

4
2
K
E
P
O
L
I
S
I
A
N

N
E
G
A
R
A

R
E
P
U
B
L
I
K

I
N
D
O
N
E
S
I
A

3
3
5
.
2
9
1
.
3
1
7


1
3
.
8
8
6
.
5
1
6


1
1
0
.
8
6
5
.
5
1
0


6
.
1
9
3
.
6
9
4
.
5
9
2


1
.
3
7
0
.
7
1
2
.
1
1
6


1
.
4
2
7
.
5
3
6
.
3
8
9


3
8
3
.
4
6
4
.
8
7
6


1
.
7
2
9
.
1
7
5
.
7
6
3


2
6
0
.
8
4
2
.
0
9
2

4
3
B
A
D
A
N

P
E
N
G
A
W
A
S

O
B
A
T

D
A
N

M
A
K
A
N
A
N

9
.
2
8
8
.
3
3
7


2
3
5
.
3
6
3
.
6
4
3


1
1
.
2
6
4
.
8
5
9


1
1
.
6
6
3
.
6
0
8


1
0
.
1
1
7
.
5
9
2


1
2
.
6
5
2
.
1
4
9

4
4
L
E
M
B
A
G
A

K
E
T
A
H
A
N
A
N

N
A
S
I
O
N
A
L

1
5
1
.
4
7
7
.
9
1
7

4
5
B
A
D
A
N

K
O
O
R
D
I
N
A
S
I

P
E
N
A
N
A
M
A
N

M
O
D
A
L

3
4
1
.
8
5
4
.
7
2
9

4
6
B
A
D
A
N

N
A
R
K
O
T
I
K
A

N
A
S
I
O
N
A
L

2
7
8
.
2
0
3
.
8
4
3

4
7
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

P
E
M
B
A
N
G
U
N
A
N

D
A
E
R
A
H

T
E
R
T
I
N
G
G
A
L

6
5
7
.
9
7
4
.
7
8
1

4
8
B
A
D
A
N

K
O
O
R
D
I
N
A
S
I

K
E
L
U
A
R
G
A

B
E
R
E
N
C
A
N
A

N
A
S
I
O
N
A
L

1
8
.
2
6
3
.
5
7
5


7
.
7
6
7
.
6
5
7


6
.
7
0
0
.
1
8
5


4
9
8
.
8
3
7
.
7
4
8


5
0
.
0
3
8
.
3
1
4


5
3
.
7
4
0
.
6
6
3


1
1
.
6
9
0
.
4
0
6


5
3
.
4
0
1
.
4
8
3


1
2
.
9
8
8
.
9
4
9

4
9
K
O
M
I
S
I

N
A
S
I
O
N
A
L

H
A
K

A
S
A
S
I

M
A
N
U
S
I
A

5
9
.
7
1
6
.
2
8
6

5
0
B
A
D
A
N

M
E
T
E
O
R
O
L
O
G
I

D
A
N

G
E
O
F
I
S
I
K
A

2
4
.
5
1
9
.
4
1
7


3
.
7
8
2
.
6
7
6


9
.
6
6
4
.
4
8
4


3
3
7
.
4
0
5
.
1
8
5


8
.
6
7
8
.
2
0
1


1
0
.
2
9
0
.
1
8
1


1
.
9
6
1
.
0
1
1


1
4
.
2
0
2
.
0
6
8


2
4
.
4
8
1
.
3
5
5

5
1
K
O
M
I
S
I

P
E
M
I
L
I
H
A
N

U
M
U
M

1
5
.
6
0
6
.
2
2
9


1
0
.
9
2
7
.
3
3
3


9
.
7
7
3
.
2
0
1


1
3
2
.
0
4
1
.
0
9
6


3
7
.
1
2
0
.
7
0
9


4
9
.
3
8
9
.
0
2
9


1
1
.
8
1
5
.
3
2
7


5
3
.
7
0
7
.
9
2
5


1
0
.
4
0
7
.
7
0
1

5
2
M
A
H
K
A
M
A
H

K
O
N
S
T
I
T
U
S
I

R
I

1
9
6
.
7
5
6
.
1
3
1

5
3
P
U
S
A
T

P
E
L
A
P
O
R
A
N

D
A
N

A
N
A
L
I
S
I
S

T
R
A
N
S
A
K
S
I

K
E
U
A
N
G
A
N

9
8
.
0
0
4
.
4
9
7

5
4
L
E
M
B
A
G
A

I
L
M
U

P
E
N
G
E
T
A
H
U
A
N

I
N
D
O
N
E
S
I
A

5
.
8
9
4
.
9
0
9


3
4
3
.
7
9
3
.
8
2
6


1
6
2
.
4
4
6
.
7
4
0


1
.
9
0
0
.
9
2
7


3
.
2
6
0
.
1
1
8


6
.
1
1
3
.
2
8
3

5
5
B
A
D
A
N

T
E
N
A
G
A

N
U
K
L
I
R

N
A
S
I
O
N
A
L

2
7
8
.
5
0
1
.
4
8
7


1
7
.
9
4
0
.
8
4
3


3
6
.
7
2
0
.
9
6
3

5
6
B
A
D
A
N

P
E
N
G
K
A
J
I
A
N

D
A
N

P
E
N
E
R
A
P
A
N

T
E
K
N
O
L
O
G
I

1
0
.
3
1
3
.
2
6
2


5
0
0
.
6
6
8
.
6
6
1


3
.
1
6
9
.
3
5
5


6
.
3
8
3
.
2
3
5

5
7
L
E
M
B
A
G
A

P
E
N
E
R
B
A
N
G
A
N

D
A
N

A
N
T
A
R
I
K
S
A

N
A
S
I
O
N
A
L

1
6
3
.
9
7
8
.
5
6
8


2
6
.
8
5
1
.
0
3
2


1
.
7
9
5
.
5
8
7

5
8
B
A
D
A
N

K
O
O
R
D
I
N
A
S
I

S
U
R
V
E
Y

D
A
N

P
E
M
E
T
A
A
N

N
A
S
I
O
N
A
L

2
5
2
.
1
6
3
.
8
4
2

5
9
B
A
D
A
N

S
T
A
N
D
A
R
I
S
A
S
I

N
A
S
I
O
N
A
L

6
6
.
0
2
7
.
6
3
2

6
0
B
A
D
A
N

P
E
N
G
A
W
A
S

T
E
N
A
G
A

N
U
K
L
I
R

6
3
.
2
0
3
.
4
5
2

6
1
L
E
M
B
A
G
A

A
D
M
I
N
I
S
T
R
A
S
I

N
E
G
A
R
A

1
1
4
.
9
5
7
.
4
6
4


4
5
.
1
4
4
.
6
3
3

6
2
A
R
S
I
P

N
A
S
I
O
N
A
L

R
E
P
U
B
L
I
K

I
N
D
O
N
E
S
I
A

1
4
5
.
0
0
0


1
4
5
.
0
0
0


1
4
5
.
0
0
0


1
0
3
.
6
2
8
.
6
0
2


1
5
0
.
0
0
0


1
7
2
.
0
0
0


1
4
5
.
0
0
0


1
5
0
.
0
0
0


1
4
0
.
0
0
0

6
3
B
A
D
A
N

K
E
P
E
G
A
W
A
I
A
N

N
E
G
A
R
A

2
2
6
.
4
1
1
.
0
0
1


1
1
.
1
2
5
.
9
9
0


1
7
.
4
0
1
.
7
2
0


1
5
.
5
1
9
.
5
3
7

6
4
B
A
D
A
N

P
E
N
G
A
W
A
S
A
N

K
E
U
A
N
G
A
N

D
A
N

P
E
M
B
A
N
G
U
N
A
N

9
.
1
3
7
.
9
0
5


2
5
4
.
7
6
0
.
8
4
3


4
9
.
5
7
3
.
9
0
0


1
8
.
8
8
7
.
7
1
7


3
0
.
3
2
8
.
3
3
9


2
4
.
2
3
8
.
1
8
2

6
5
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

P
E
R
D
A
G
A
N
G
A
N

1
.
7
2
7
.
3
8
0


1
.
4
0
0
.
0
0
0


1
.
0
0
0
.
0
0
0


1
.
3
4
7
.
0
3
0
.
0
6
9


5
5
.
5
3
8
.
0
3
5


2
.
8
2
8
.
6
6
0


1
.
6
0
0
.
0
0
0


2
.
8
8
2
.
6
1
0


1
.
2
5
0
.
0
0
0

6
6
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

P
E
R
U

M
A
H
A
N

R
A
K
Y
A
T

5
3
2
.
6
5
4
.
4
2
2

6
7
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

P
E
M
U
D
A

D
A
N

O
L
A
H

R
A
G
A

3
.
2
5
9
.
8
9
6


2
.
6
2
7
.
1
8
8


1
.
7
0
5
.
7
2
8


5
5
0
.
6
7
4
.
0
7
5


5
.
6
1
8
.
4
7
6


6
.
3
2
7
.
8
2
8


3
.
3
3
9
.
4
7
5


5
.
2
7
5
.
2
0
0


2
.
5
9
6
.
7
0
0

6
8
K
O
M
I
S
I

P
E
M
B
E
R
A
N
T
A
S
A
N

K
O
R
U
P
S
I

2
4
7
.
6
6
0
.
2
0
0

6
9
D
E
W
A
N

P
E
R
W
A
K
I
L
A
N

D
A
E
R
A
H

(
D
P
D
)

2
8
1
.
5
9
8
.
5
1
1

7
0
K
O
M
I
S
I

Y
U
D
I
S
I
A
L

R
I

1
0
1
.
9
0
9
.
0
8
9

7
1
B
A
D
A
N

K
O
O
R
D
I
N
A
S
I

N
A
S
I
O
N
A
L

P
E
N
A
N
G
A
N
A
N

B
E
N
C
A
N
A

6
1
.
4
9
0
.
2
0
2

7
2
B
A
D
A
N

R
E
H
A
B
I
L
I
T
A
S
I

D
A
N

R
E
K
O
N
S
T
R
U
K
S
I

N
A
D

-

N
I
A
S
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
14 - Lampiran
N
O
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

/

L
E
M
B
A
G
A
A
N
G
G
A
R
A
N


(
d
a
l
a
m

R
i
b
u

R
u
p
i
a
h
)
B
A
L
I

N
T
B


N
T
T


K
A
L
B
A
R


K
A
L
T
E
N
G


K
A
L
S
E
L


K
A
L
T
I
M


S
U
L
U
T


S
U
L
T
E
N
G


3
.
3
8
0
.
0
4
3
.
8
0
6


2
.
5
9
2
.
2
5
2
.
1
9
1


3
.
4
6
0
.
9
4
8
.
9
8
6


3
.
1
1
9
.
9
4
4
.
3
0
1


2
.
7
4
9
.
5
6
9
.
3
2
7


2
.
8
6
3
.
8
2
9
.
3
1
4


3
.
5
2
0
.
7
7
2
.
6
1
3


2
.
9
7
8
.
0
8
1
.
4
1
1


2
.
0
3
6
.
0
8
6
.
4
0
6

1
M
A
J
E
L
I
S

P
E
R
M
U
S
Y
A
W
A
R
A
T
A
N

R
A
K
Y
A
T
2
D
E
W
A
N

P
E
R
W
A
K
I
L
A
N

R
A
K
Y
A
T
3
B
A
D
A
N

P
E
M
E
R
I
K
S
A

K
E
U
A
N
G
A
N

1
4
.
6
6
3
.
5
1
7


1
5
.
7
3
1
.
3
2
6


8
.
7
0
2
.
6
0
1


6
.
6
5
2
.
6
5
9


1
2
.
2
7
1
.
5
0
1


2
1
.
0
5
3
.
6
4
6

4
M
A
H
K
A
M
A
H

A
G
U
N
G

8
1
.
3
0
4
.
3
5
5


4
6
.
6
8
4
.
3
1
6


8
9
.
6
6
5
.
4
9
7


7
1
.
1
5
3
.
1
0
5


4
3
.
1
2
5
.
7
9
5


7
4
.
2
0
2
.
6
6
7


7
1
.
5
9
9
.
7
3
6


4
6
.
9
0
2
.
2
3
9


4
6
.
8
4
1
.
2
0
8

5
K
E
J
A
K
S
A
A
N

A
G
U
N
G

3
2
.
9
6
1
.
3
0
5


2
6
.
7
6
6
.
0
5
3


4
2
.
1
2
7
.
7
2
2


3
1
.
8
4
9
.
1
2
6


3
4
.
0
5
7
.
4
1
7


3
3
.
7
8
4
.
3
0
5


4
1
.
7
5
8
.
0
7
1


3
2
.
4
2
7
.
5
3
4


2
7
.
5
9
4
.
2
9
3

6
S
E
K
R
E
T
A
R
I
A
T

N
E
G
A
R
A

1
4
.
6
0
3
.
9
1
6

7
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

D
A
L
A
M

N
E
G
E
R
I

2
6
.
5
4
0
.
1
3
8


5
0
.
7
9
0
.
2
2
2


7
2
.
5
9
8
.
0
8
8


5
7
.
7
0
2
.
7
4
6


2
5
.
9
2
4
.
5
7
3


3
6
.
5
6
5
.
6
4
5


1
6
.
4
9
4
.
4
4
3


4
5
.
0
4
1
.
8
1
5


4
2
.
8
0
1
.
8
7
1

8
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

L
U
A
R

N
E
G
E
R
I
9
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

P
E
R
T
A
H
A
N
A
N

2
3
7
.
7
1
9
.
3
8
1


8
7
.
0
8
4
.
3
3
2


1
8
4
.
8
2
0
.
2
1
9


2
6
7
.
0
0
1
.
4
4
8


5
3
.
4
5
0
.
2
5
8


1
4
3
.
8
3
1
.
1
5
7


2
3
3
.
2
7
4
.
2
8
6


1
1
8
.
0
4
5
.
0
1
1


6
1
.
1
5
4
.
1
1
3

1
0
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

H
U
K
U
M

D
A
N

H
A
K

A
S
A
S
I

M
A
N
U
S
I
A

R
I

7
4
.
5
3
0
.
3
4
4


4
0
.
5
1
7
.
6
4
2


7
7
.
0
0
5
.
1
3
2


7
9
.
0
8
1
.
3
3
1


4
3
.
4
1
6
.
0
5
4


6
7
.
7
4
4
.
7
8
8


8
1
.
0
8
5
.
3
7
5


6
8
.
8
8
4
.
8
7
8


4
5
.
0
7
5
.
0
9
5

1
1
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

K
E
U
A
N
G
A
N

8
8
.
9
8
0
.
7
6
7


6
9
.
0
2
2
.
2
6
5


5
6
.
0
5
1
.
1
1
4


1
0
2
.
2
2
4
.
8
3
7


5
7
.
4
9
3
.
1
7
6


9
2
.
0
1
6
.
7
7
5


9
6
.
0
9
7
.
7
7
9


5
6
.
4
4
6
.
5
5
7


6
4
.
4
3
4
.
5
5
9

1
2
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

P
E
R
T
A
N
I
A
N

1
0
7
.
1
2
1
.
5
6
2


1
7
2
.
8
7
4
.
2
3
7


1
9
2
.
8
8
9
.
6
5
4


1
4
8
.
4
4
4
.
6
3
7


8
9
.
6
6
2
.
7
3
3


1
7
1
.
4
9
9
.
8
9
3


1
1
2
.
3
4
1
.
2
4
2


1
0
7
.
6
1
5
.
8
8
8


9
6
.
6
3
6
.
1
8
3

1
3
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

P
E
R
I
N
D
U
S
T
R
I
A
N

8
.
0
6
6
.
2
0
8


5
.
6
4
3
.
0
2
5


5
.
3
6
7
.
0
0
0


1
6
.
3
2
9
.
2
8
9


6
.
5
8
2
.
0
0
0


1
0
.
8
3
6
.
5
5
2


1
2
.
9
7
1
.
2
7
9


1
0
.
7
1
3
.
2
7
5


6
.
2
2
2
.
5
6
5

1
4
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

E
N
E
R
G
I

D
A
N

S
U
M
B
E
R

D
A
Y

A

M
I
N
E
R
A
L

1
1
.
4
5
4
.
0
0
4


3
1
.
1
4
5
.
9
8
1


1
0
0
.
7
2
1
.
0
2
6


5
2
.
7
7
4
.
2
3
9


2
9
.
2
7
6
.
0
9
8


3
2
.
5
6
5
.
9
9
2


1
9
5
.
0
1
1
.
4
0
4


1
2
3
.
5
5
8
.
4
9
2


3
7
.
4
3
8
.
3
6
0

1
5
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

P
E
R
H
U
B
U
N
G
A
N

8
1
.
3
5
0
.
4
0
6


5
7
.
9
8
9
.
0
8
7


2
4
1
.
8
3
5
.
7
6
1


8
4
.
5
0
6
.
2
3
2


1
7
1
.
3
7
9
.
1
0
2


6
1
.
7
2
0
.
8
7
7


2
4
1
.
3
7
1
.
3
2
6


2
1
2
.
2
9
1
.
6
2
2


1
2
2
.
0
4
2
.
9
5
9

1
6
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

P
E
N
D
I
D
I
K
A
N

N
A
S
I
O
N
A
L

6
6
7
.
4
6
5
.
9
6
7


5
4
8
.
5
6
1
.
2
0
8


6
5
0
.
0
2
9
.
6
3
6


5
6
5
.
0
9
9
.
8
2
9


3
2
6
.
2
6
9
.
5
6
5


4
9
2
.
7
3
6
.
4
0
6


5
3
7
.
5
3
8
.
5
5
4


5
9
5
.
0
3
0
.
8
6
7


3
9
5
.
5
1
7
.
8
4
7

1
7
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

K
E
S
E
H
A
T
A
N

2
7
3
.
4
8
5
.
9
7
8


1
5
1
.
7
7
4
.
3
8
9


1
6
5
.
1
7
2
.
3
2
4


2
0
0
.
9
3
7
.
1
0
6


1
3
6
.
5
1
1
.
8
0
2


1
2
7
.
1
1
5
.
2
8
4


1
4
2
.
8
2
7
.
9
2
4


2
6
7
.
9
1
2
.
6
8
3


1
2
4
.
9
1
1
.
5
5
1

1
8
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

A
G
A
M
A

1
0
9
.
6
9
6
.
7
2
9


2
7
2
.
8
1
3
.
0
9
2


1
6
0
.
4
7
7
.
0
5
4


1
6
7
.
0
4
1
.
9
0
9


1
6
6
.
2
5
3
.
0
8
2


3
1
1
.
8
9
7
.
4
5
9


1
5
3
.
3
4
5
.
7
0
0


1
2
8
.
6
4
7
.
2
5
3


1
4
9
.
5
1
9
.
0
2
2

1
9
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

T
E
N
A
G
A

K
E
R
J
A

D
A
N

T
R
A
N
S
M
I
G
R
A
S
I

1
5
.
8
7
4
.
6
6
3


4
4
.
1
3
4
.
3
2
8


6
2
.
5
0
6
.
5
6
2


1
0
8
.
7
2
7
.
0
0
0


9
7
.
4
1
3
.
7
2
6


6
2
.
5
7
0
.
4
6
4


6
8
.
0
4
9
.
8
9
5


2
1
.
3
8
2
.
7
5
7


3
1
.
4
3
6
.
9
7
7

2
0
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

S
O
S
I
A
L

2
5
.
3
0
6
.
9
7
7


3
2
.
0
5
3
.
6
9
0


3
9
.
7
8
2
.
9
7
8


2
8
.
4
4
5
.
0
5
3


2
5
.
4
6
1
.
6
6
4


3
7
.
9
5
7
.
5
8
8


2
8
.
2
2
6
.
7
0
3


3
2
.
6
1
6
.
3
6
3


3
3
.
8
7
5
.
4
3
9

2
1
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

K
E
H
U
T
A
N
A
N

4
2
.
5
2
2
.
8
6
3


3
3
.
8
5
6
.
0
9
1


5
6
.
3
3
1
.
6
1
3


5
2
.
2
2
4
.
5
5
0


3
6
.
8
7
5
.
1
7
5


4
7
.
3
7
3
.
0
9
2


7
8
.
1
4
2
.
0
2
8


4
9
.
4
0
8
.
8
4
1


3
4
.
2
7
4
.
3
6
7

2
2
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

K
E
L
A
U
T
A
N

D
A
N

P
E
R
I
K
A
N
A
N

5
0
.
7
2
8
.
3
5
6


4
2
.
2
5
5
.
3
4
3


4
3
.
2
2
6
.
0
8
6


5
8
.
4
7
4
.
1
0
3


2
0
.
3
3
2
.
0
0
9


3
1
.
0
8
6
.
4
6
7


2
7
.
3
8
2
.
2
4
6


6
9
.
4
1
5
.
7
7
6


3
1
.
6
0
2
.
0
1
3

2
3
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

P
E
K
E
R
J
A
A
N

U
M
U
M

6
8
7
.
8
9
7
.
5
8
0


4
6
4
.
4
1
4
.
5
2
2


6
6
1
.
7
1
5
.
7
0
6


4
6
7
.
1
1
3
.
0
6
2


1
.
0
0
4
.
2
0
5
.
7
1
7


5
4
0
.
6
9
1
.
1
8
3


8
2
6
.
7
8
3
.
0
2
2


5
0
0
.
8
0
3
.
6
9
9


2
9
9
.
4
6
0
.
1
9
6

2
4
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

K
O
O
R
D
I
N
A
T
O
R

B
I
D
A
N
G

P
O
L
I
T
I
K

D
A
N

K
E
A
M
A
N
A
N
2
5
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

K
O
O
R
D
I
N
A
T
O
R

B
I
D
A
N
G

P
E
R
E
K
O
N
O
M
I
A
N
2
6
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

K
O
O
R
D
I
N
A
T
O
R

B
I
D
A
N
G

K
E
S
E
J
A
H
T
E
R
A
A
N

R
A
K
Y
A
T
2
7
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

K
E
B
U
D
A
Y
A
A
N

D
A
N

P
A
R
I
W
I
S
A
T
A

3
9
.
4
8
3
.
6
0
0


2
.
7
0
4
.
0
6
2


1
.
5
8
9
.
9
9
6


3
.
9
6
5
.
3
3
7

2
8
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

B
A
D
A
N

U
S
A
H
A

M
I
L
I
K

N
E
G
A
R
A
2
9
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

R
I
S
E
T

D
A
N

T
E
K
N
O
L
O
G
I
3
0
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

L
I
N
G
K
U
N
G
A
N

H
I
D
U
P

1
1
.
7
1
2
.
7
4
8


7
.
7
9
2
.
2
4
0

3
1
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

K
O
P
E
R
A
S
I

D
A
N

U
K
M

6
.
1
7
1
.
0
0
0


9
.
9
8
6
.
0
0
0


6
.
5
7
5
.
0
0
0


5
.
4
1
3
.
0
0
0


3
.
9
4
7
.
0
0
0


5
.
6
8
9
.
0
0
0


5
.
8
3
1
.
0
0
0


5
.
9
5
5
.
0
0
0


4
.
5
3
3
.
0
0
0

3
2
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

I

E
M
B
E
R
D
A
Y
A
A
N

P
E
R
E
M
P
U
A
N
3
3
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

P
E
N
D
A
Y
A
G
U
N
A
A
N

A
P
A
R
A
T
U
R

N
E
G
A
R
A
3
4
B
A
D
A
N

I
N
T
E
L
I
J
E
N

N
E
G
A
R
A
3
5
L
E
M
B
A
G
A

S
A
N
D
I

N
E
G
A
R
A
Lampiran
Lampiran - 15
N
O
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

/

L
E
M
B
A
G
A
A
N
G
G
A
R
A
N


(
d
a
l
a
m

R
i
b
u

R
u
p
i
a
h
)
B
A
L
I

N
T
B


N
T
T


K
A
L
B
A
R


K
A
L
T
E
N
G


K
A
L
S
E
L


K
A
L
T
I
M


S
U
L
U
T


S
U
L
T
E
N
G


3
.
3
8
0
.
0
4
3
.
8
0
6


2
.
5
9
2
.
2
5
2
.
1
9
1


3
.
4
6
0
.
9
4
8
.
9
8
6


3
.
1
1
9
.
9
4
4
.
3
0
1


2
.
7
4
9
.
5
6
9
.
3
2
7


2
.
8
6
3
.
8
2
9
.
3
1
4


3
.
5
2
0
.
7
7
2
.
6
1
3


2
.
9
7
8
.
0
8
1
.
4
1
1


2
.
0
3
6
.
0
8
6
.
4
0
6

3
6
D
E
W
A
N

K
E
T
A
H
A
N
A
N

N
A
S
I
O
N
A
L
3
7
B
A
D
A
N

P
U
S
A
T

S
T
A
T
I
S
T
I
K

2
1
.
0
6
4
.
3
1
1


1
9
.
1
8
3
.
2
6
4


3
1
.
5
0
7
.
7
5
0


2
2
.
8
5
3
.
9
8
0


2
0
.
7
5
5
.
5
6
9


2
5
.
8
5
4
.
0
6
5


2
6
.
0
6
4
.
0
4
1


1
7
.
9
6
1
.
5
8
6


1
8
.
5
9
8
.
9
0
6

3
8
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

P
P
N

/

B
A
P
P
E
N
A
S
3
9
B
A
D
A
N

P
E
R
T
A
N
A
H
A
N

N
A
S
I
O
N
A
L

4
4
.
1
9
4
.
9
8
0


3
3
.
9
5
7
.
5
6
4


3
4
.
0
6
8
.
1
7
5


4
3
.
9
7
6
.
6
3
7


3
3
.
8
7
8
.
5
0
6


4
4
.
7
5
3
.
2
7
6


4
1
.
1
0
2
.
1
8
5


2
7
.
1
4
4
.
8
5
2


2
5
.
4
8
5
.
5
7
3

4
0
P
E
R
P
U
S
T
A
K
A
A
N

N
A
S
I
O
N
A
L

R
E
P
U
B
L
I
K

I
N
D
O
N
E
S
I
A

3
0
0
.
0
0
0


7
5
0
.
0
0
0


5
0
0
.
0
0
0


3
0
0
.
0
0
0


3
5
0
.
0
0
0


3
0
0
.
0
0
0


3
0
0
.
0
0
0


3
0
0
.
0
0
0


3
5
0
.
0
0
0

4
1
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

K
O
M
U
N
I
K
A
S
I

D
A
N

I
N
F
O
R
M
A
T
I
K
A

7
.
8
4
7
.
8
7
6


4
.
4
1
7
.
8
1
0


8
.
7
9
3
.
3
5
8


5
.
7
1
7
.
6
7
2


3
.
7
5
6
.
3
9
2


1
1
.
6
1
8
.
4
4
5


1
2
.
4
1
4
.
0
0
5


9
.
5
9
0
.
3
7
0


3
.
9
4
5
.
3
3
7

4
2
K
E
P
O
L
I
S
I
A
N

N
E
G
A
R
A

R
E
P
U
B
L
I
K

I
N
D
O
N
E
S
I
A

5
0
2
.
1
7
3
.
5
9
8


2
9
7
.
6
8
5
.
2
9
8


4
0
0
.
3
1
1
.
7
3
7


3
8
2
.
7
7
9
.
3
5
3


2
6
0
.
4
2
1
.
4
0
3


3
2
4
.
5
5
7
.
8
7
7


3
8
6
.
0
9
5
.
0
7
0


3
3
7
.
0
0
2
.
3
1
6


2
7
8
.
6
7
7
.
1
4
7

4
3
B
A
D
A
N

P
E
N
G
A
W
A
S

O
B
A
T

D
A
N

M
A
K
A
N
A
N

8
.
8
0
8
.
9
1
1


7
.
7
8
2
.
9
5
0


5
.
6
0
8
.
4
2
6


6
.
9
1
0
.
1
8
6


7
.
0
6
2
.
1
1
6


7
.
0
9
0
.
8
3
3


8
.
2
6
6
.
6
9
1


9
.
1
3
1
.
5
9
3


7
.
1
9
1
.
3
7
2

4
4
L
E
M
B
A
G
A

K
E
T
A
H
A
N
A
N

N
A
S
I
O
N
A
L
4
5
B
A
D
A
N

K
O
O
R
D
I
N
A
S
I

P
E
N
A
N
A
M
A
N

M
O
D
A
L
4
6
B
A
D
A
N

N
A
R
K
O
T
I
K
A

N
A
S
I
O
N
A
L
4
7
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

P
E
M
B
A
N
G
U
N
A
N

D
A
E
R
A
H

T
E
R
T
I
N
G
G
A
L
4
8
B
A
D
A
N

K
O
O
R
D
I
N
A
S
I

K
E
L
U
A
R
G
A

B
E
R
E
N
C
A
N
A

N
A
S
I
O
N
A
L

1
2
.
5
6
2
.
6
8
4


1
4
.
5
7
7
.
2
2
1


1
6
.
3
1
8
.
0
1
5


1
4
.
9
6
0
.
8
0
5


1
2
.
7
2
3
.
8
7
8


1
5
.
2
6
9
.
9
7
7


1
1
.
1
9
4
.
5
2
4


1
3
.
0
0
2
.
0
3
6


1
2
.
7
3
0
.
0
9
0

4
9
K
O
M
I
S
I

N
A
S
I
O
N
A
L

H
A
K

A
S
A
S
I

M
A
N
U
S
I
A
5
0
B
A
D
A
N

M
E
T
E
O
R
O
L
O
G
I

D
A
N

G
E
O
F
I
S
I
K
A

1
1
.
9
1
3
.
7
6
2


4
.
8
8
2
.
1
1
5


1
7
.
0
5
3
.
1
2
0


2
7
.
0
4
5
.
1
6
9


5
.
4
9
6
.
0
1
9


2
.
9
6
1
.
7
7
5


6
.
8
0
9
.
3
8
9


8
.
4
8
4
.
9
8
9


5
.
1
4
4
.
3
2
9

5
1
K
O
M
I
S
I

P
E
M
I
L
I
H
A
N

U
M
U
M

1
3
.
5
2
9
.
0
9
7


1
3
.
8
6
3
.
5
9
7


2
3
.
5
7
8
.
0
2
1


1
7
.
8
9
3
.
4
9
3


1
9
.
9
0
8
.
7
5
7


1
8
.
9
4
9
.
1
2
5


1
8
.
8
9
7
.
6
2
5


1
3
.
9
7
6
.
0
9
7


1
5
.
0
3
9
.
2
2
9

5
2
M
A
H
K
A
M
A
H

K
O
N
S
T
I
T
U
S
I

R
I
5
3
P
U
S
A
T

P
E
L
A
P
O
R
A
N

D
A
N

A
N
A
L
I
S
I
S

T
R
A
N
S
A
K
S
I

K
E
U
A
N
G
A
N
5
4
L
E
M
B
A
G
A

I
L
M
U

P
E
N
G
E
T
A
H
U
A
N

I
N
D
O
N
E
S
I
A

6
.
2
0
1
.
9
4
4


1
.
0
9
2
.
3
9
4


9
9
4
.
3
2
3

5
5
B
A
D
A
N

T
E
N
A
G
A

N
U
K
L
I
R

N
A
S
I
O
N
A
L
5
6
B
A
D
A
N

P
E
N
G
K
A
J
I
A
N

D
A
N

P
E
N
E
R
A
P
A
N

T
E
K
N
O
L
O
G
I

1
.
9
5
2
.
6
8
4

5
7
L
E
M
B
A
G
A

P
E
N
E
R
B
A
N
G
A
N

D
A
N

A
N
T
A
R
I
K
S
A

N
A
S
I
O
N
A
L

1
.
8
3
6
.
0
6
0

5
8
B
A
D
A
N

K
O
O
R
D
I
N
A
S
I

S
U
R
V
E
Y

D
A
N

P
E
M
E
T
A
A
N

N
A
S
I
O
N
A
L
5
9
B
A
D
A
N

S
T
A
N
D
A
R
I
S
A
S
I

N
A
S
I
O
N
A
L
6
0
B
A
D
A
N

P
E
N
G
A
W
A
S

T
E
N
A
G
A

N
U
K
L
I
R
6
1
L
E
M
B
A
G
A

A
D
M
I
N
I
S
T
R
A
S
I

N
E
G
A
R
A

6
.
2
5
5
.
5
1
6

6
2
A
R
S
I
P

N
A
S
I
O
N
A
L

R
E
P
U
B
L
I
K

I
N
D
O
N
E
S
I
A

1
5
4
.
0
0
0


1
6
7
.
0
0
0


1
5
5
.
0
0
0


1
5
5
.
0
0
0


1
6
0
.
0
0
0


1
5
5
.
0
0
0


1
6
5
.
0
0
0


1
7
0
.
0
0
0


1
7
0
.
0
0
0

6
3
B
A
D
A
N

K
E
P
E
G
A
W
A
I
A
N

N
E
G
A
R
A

2
2
.
3
4
0
.
3
4
3


9
.
5
8
8
.
5
0
4


7
.
2
9
6
.
8
9
8

6
4
B
A
D
A
N

P
E
N
G
A
W
A
S
A
N

K
E
U
A
N
G
A
N

D
A
N

P
E
M
B
A
N
G
U
N
A
N

1
1
.
7
9
8
.
7
3
2


8
.
9
8
1
.
2
1
2


7
.
4
2
5
.
9
5
1


8
.
0
7
8
.
0
4
8


7
.
6
0
2
.
4
1
8


8
.
7
2
3
.
8
4
8


8
.
6
4
2
.
8
0
5

6
5
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

P
E
R
D
A
G
A
N
G
A
N

2
.
1
3
7
.
5
2
0


1
.
9
8
4
.
5
5
5


1
.
6
5
0
.
0
0
0


1
.
8
8
4
.
8
6
5


1
.
4
5
0
.
0
0
0


1
.
4
5
0
.
0
0
0


2
.
0
4
0
.
3
9
5


2
.
3
7
1
.
0
7
0


1
.
5
0
0
.
0
0
0

6
6
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

P
E
R
U

M
A
H
A
N

R
A
K
Y
A
T
6
7
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

P
E
M
U
D
A

D
A
N

O
L
A
H

R
A
G
A

3
.
4
2
1
.
0
0
0


3
.
5
4
2
.
6
0
0


3
.
5
2
6
.
0
0
0


3
.
2
2
7
.
1
4
0


3
.
2
6
7
.
1
4
0


3
.
0
7
4
.
1
4
0


3
.
3
7
0
.
0
0
0


3
.
8
1
1
.
9
0
0


3
.
2
4
0
.
0
0
0

6
8
K
O
M
I
S
I

P
E
M
B
E
R
A
N
T
A
S
A
N

K
O
R
U
P
S
I
6
9
D
E
W
A
N

P
E
R
W
A
K
I
L
A
N

D
A
E
R
A
H

(
D
P
D
)
7
0
K
O
M
I
S
I

Y
U
D
I
S
I
A
L

R
I
7
1
B
A
D
A
N

K
O
O
R
D
I
N
A
S
I

N
A
S
I
O
N
A
L

P
E
N
A
N
G
A
N
A
N

B
E
N
C
A
N
A
7
2
B
A
D
A
N

R
E
H
A
B
I
L
I
T
A
S
I

D
A
N

R
E
K
O
N
S
T
R
U
K
S
I

N
A
D

-

N
I
A
S
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
16 - Lampiran
N
O
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

/

L
E
M
B
A
G
A
A
N
G
G
A
R
A
N


(
d
a
l
a
m

R
i
b
u

R
u
p
i
a
h
)

S
U
L
S
E
L


S
U
L
T
R
A


G
O
R
O
N
T
A
L
O

S
U
L
B
A
R
M
A
L
U
K
U

M
A
L
U
T


I
R
J
A
B
A
R


P
A
P
U
A


6
.
8
7
9
.
6
6
7
.
3
3
7


2
.
0
5
6
.
1
0
2
.
9
5
5


1
.
2
0
1
.
0
2
0
.
9
3
3


7
7
5
.
1
0
9
.
0
4
4


2
.
9
5
8
.
6
0
8
.
4
0
6


1
.
7
8
3
.
5
8
0
.
8
0
5


1
.
3
8
6
.
6
9
2
.
8
1
9


3
.
6
6
2
.
2
9
5
.
3
6
7

1
M
A
J
E
L
I
S

P
E
R
M
U
S
Y
A
W
A
R
A
T
A
N

R
A
K
Y
A
T
2
D
E
W
A
N

P
E
R
W
A
K
I
L
A
N

R
A
K
Y
A
T
3
B
A
D
A
N

P
E
M
E
R
I
K
S
A

K
E
U
A
N
G
A
N

1
1
.
9
5
7
.
9
6
0


8
.
3
7
8
.
6
0
5


9
.
4
4
7
.
6
8
2


9
.
7
9
3
.
8
2
6


1
9
.
2
4
5
.
9
7
2

4
M
A
H
K
A
M
A
H

A
G
U
N
G

1
4
9
.
8
8
1
.
5
1
4


3
4
.
3
3
9
.
8
1
9


2
1
.
7
4
8
.
4
3
7


1
6
.
3
4
2
.
3
4
9


3
3
.
7
5
2
.
6
6
9


2
4
.
7
1
9
.
0
6
4


1
6
.
7
2
1
.
2
3
8


6
1
.
3
9
3
.
1
4
1

5
K
E
J
A
K
S
A
A
N

A
G
U
N
G

5
6
.
1
6
8
.
3
4
6


2
1
.
3
3
9
.
2
2
0


2
3
.
1
2
7
.
6
2
4


8
.
6
4
8
.
7
1
5


2
5
.
7
9
0
.
6
9
1


2
2
.
6
6
4
.
3
1
1


7
.
0
0
2
.
7
4
9


2
7
.
8
9
8
.
9
0
5

6
S
E
K
R
E
T
A
R
I
A
T

N
E
G
A
R
A
7
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

D
A
L
A
M

N
E
G
E
R
I

9
5
.
6
1
9
.
7
0
5


4
4
.
6
2
2
.
3
4
9


2
4
.
3
6
9
.
7
7
9


2
3
.
5
4
0
.
2
5
9


4
3
.
0
4
8
.
5
9
0


3
9
.
1
3
1
.
5
9
3


2
6
.
6
6
1
.
0
5
0


5
6
.
9
0
3
.
0
0
7

8
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

L
U
A
R

N
E
G
E
R
I
9
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

P
E
R
T
A
H
A
N
A
N

4
9
5
.
9
1
0
.
6
9
5


6
1
.
6
1
1
.
2
1
9


2
6
.
8
9
9
.
8
1
6


2
4
.
7
5
1
.
2
4
3


2
7
1
.
1
9
5
.
6
9
9


4
8
.
5
2
9
.
7
3
7


1
2
0
.
8
2
7
.
7
8
5


5
0
0
.
0
8
7
.
3
9
0

1
0
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

H
U
K
U
M

D
A
N

H
A
K

A
S
A
S
I

M
A
N
U
S
I
A

R
I

1
1
3
.
2
3
9
.
1
9
6


3
3
.
2
0
3
.
2
1
5


1
4
.
8
9
2
.
4
1
9


5
5
.
1
3
1
.
2
3
9


4
6
.
1
4
3
.
8
0
2


4
6
.
0
8
3
.
3
4
0


7
2
.
1
2
8
.
0
1
1

1
1
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

K
E
U
A
N
G
A
N

1
2
5
.
7
9
8
.
4
7
4


2
6
.
4
5
9
.
2
0
2


2
2
.
1
5
5
.
7
6
9


7
.
4
8
0
.
9
5
6


3
7
.
5
0
1
.
0
6
7


2
6
.
5
8
9
.
9
3
3


3
4
.
1
1
3
.
8
0
9


9
5
.
4
3
0
.
4
5
7

1
2
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

P
E
R
T
A
N
I
A
N

3
3
9
.
7
1
0
.
6
5
3


1
0
0
.
4
3
5
.
4
5
8


8
8
.
9
8
1
.
2
3
4


5
4
.
4
7
5
.
5
6
0


9
7
.
0
5
3
.
7
6
4


8
6
.
3
5
3
.
5
7
5


6
3
.
8
3
0
.
3
0
7


1
0
6
.
6
2
8
.
8
1
2

1
3
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

P
E
R
I
N
D
U
S
T
R
I
A
N

3
9
.
5
2
6
.
5
0
4


5
.
7
0
3
.
4
3
5


3
.
0
0
0
.
0
0
0


2
.
8
5
0
.
0
0
0


1
3
.
5
5
0
.
8
0
9


6
.
3
0
0
.
0
0
0


3
.
6
0
0
.
0
0
0


5
.
5
0
0
.
0
0
0

1
4
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

E
N
E
R
G
I

D
A
N

S
U
M
B
E
R

D
A
Y

A

M
I
N
E
R
A
L

2
6
2
.
8
0
3
.
2
5
9


2
9
.
5
8
6
.
7
7
8


2
8
.
2
9
2
.
4
5
4


2
.
8
0
0
.
0
0
0


7
3
.
7
1
4
.
3
6
7


4
8
.
0
5
9
.
0
8
9


3
.
1
2
5
.
8
8
7


4
0
.
7
7
5
.
3
1
7

1
5
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

P
E
R
H
U
B
U
N
G
A
N

3
7
9
.
2
3
3
.
3
1
6


8
9
.
2
3
6
.
8
9
6


6
0
.
0
4
1
.
2
3
3


3
4
.
6
5
4
.
7
4
0


3
1
2
.
4
3
1
.
6
1
0


1
7
1
.
7
3
9
.
8
5
2


1
7
3
.
6
3
1
.
7
5
1


4
3
4
.
3
0
1
.
9
5
6

1
6
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

P
E
N
D
I
D
I
K
A
N

N
A
S
I
O
N
A
L

.
3
5
0
.
8
3
0
.
7
6
6


4
4
9
.
8
8
8
.
8
5
0


2
1
1
.
2
4
2
.
2
1
9

1
2
3
.
1
3
6
.
1
0
4


5
2
5
.
5
9
2
.
1
5
0


2
5
1
.
9
9
4
.
7
7
7


1
5
9
.
5
9
1
.
5
9
3


4
2
9
.
5
7
3
.
9
1
0

1
7
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

K
E
S
E
H
A
T
A
N

4
8
9
.
0
7
4
.
4
7
8


1
1
7
.
5
0
4
.
9
1
2


5
3
.
6
1
4
.
1
5
3


7
3
.
0
4
8
.
0
8
1


1
2
2
.
1
5
6
.
1
3
9


1
2
8
.
8
9
5
.
8
9
9


8
7
.
3
4
0
.
9
5
3


2
0
8
.
9
2
3
.
3
0
5

1
8
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

A
G
A
M
A

6
4
0
.
4
6
8
.
6
9
1


1
6
5
.
1
5
8
.
0
3
0


1
0
3
.
3
9
9
.
5
1
5


6
2
.
0
2
1
.
4
9
5


1
6
6
.
3
3
0
.
3
8
6


1
3
3
.
3
7
0
.
2
9
1


4
9
.
6
2
8
.
5
9
4


1
3
4
.
2
4
4
.
2
4
9

1
9
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

T
E
N
A
G
A

K
E
R
J
A

D
A
N

T
R
A
N
S
M
I
G
R
A
S
I

9
8
.
6
0
7
.
4
7
4


5
4
.
3
7
1
.
7
2
3


2
8
.
3
2
1
.
4
5
4


2
6
.
8
7
8
.
2
2
0


5
4
.
5
1
0
.
6
1
1


7
8
.
8
4
9
.
9
3
9


4
0
.
4
3
4
.
2
3
7


3
1
.
4
7
7
.
9
9
5

2
0
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

S
O
S
I
A
L

4
9
.
0
7
5
.
3
2
0


2
8
.
3
0
0
.
0
7
9


2
2
.
8
6
0
.
5
8
7


1
1
.
3
6
7
.
7
6
3


4
0
.
1
3
0
.
1
5
2


4
1
.
6
9
8
.
4
0
6


1
8
.
0
0
1
.
3
1
6


3
9
.
7
7
9
.
7
1
7

2
1
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

K
E
H
U
T
A
N
A
N

9
7
.
4
6
6
.
7
5
8


2
7
.
7
2
3
.
8
9
5


1
0
.
0
0
8
.
8
4
9


3
.
1
6
5
.
2
4
2


4
1
.
0
2
9
.
1
2
6


9
.
6
2
9
.
7
8
1


4
2
.
0
6
7
.
5
0
1


5
2
.
9
0
8
.
7
1
5

2
2
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

K
E
L
A
U
T
A
N

D
A
N

P
E
R
I
K
A
N
A
N

8
3
.
2
8
9
.
0
6
4


5
9
.
3
3
6
.
8
3
2


2
7
.
9
1
2
.
7
9
5


1
2
.
9
7
0
.
0
0
0


1
2
3
.
9
7
7
.
6
0
9


5
2
.
4
7
2
.
2
0
7


4
6
.
7
8
3
.
8
4
4


5
1
.
8
3
1
.
0
4
6

2
3
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

P
E
K
E
R
J
A
A
N

U
M
U
M

9
9
2
.
7
1
4
.
5
7
1


3
5
3
.
4
9
1
.
9
7
5


2
4
6
.
9
1
4
.
1
9
4

1
8
6
.
1
6
7
.
6
3
5


4
6
2
.
4
1
3
.
5
8
7


3
1
0
.
1
7
0
.
3
3
2


2
6
1
.
8
9
3
.
3
4
7


6
0
9
.
9
6
3
.
0
4
8

2
4
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

K
O
O
R
D
I
N
A
T
O
R

B
I
D
A
N
G

P
O
L
I
T
I
K

D
A
N

K
E
A
M
A
N
A
N
2
5
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

K
O
O
R
D
I
N
A
T
O
R

B
I
D
A
N
G

P
E
R
E
K
O
N
O
M
I
A
N
2
6
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

K
O
O
R
D
I
N
A
T
O
R

B
I
D
A
N
G

K
E
S
E
J
A
H
T
E
R
A
A
N

R
A
K
Y
A
T
2
7
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

K
E
B
U
D
A
Y
A
A
N

D
A
N

P
A
R
I
W
I
S
A
T
A

2
6
.
7
7
6
.
7
5
1


2
4
.
0
0
8
.
6
6
4


1
4
.
0
0
0
.
0
0
0


3
.
7
3
6
.
4
2
3

2
8
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

B
A
D
A
N

U
S
A
H
A

M
I
L
I
K

N
E
G
A
R
A
2
9
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

R
I
S
E
T

D
A
N

T
E
K
N
O
L
O
G
I
3
0
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

L
I
N
G
K
U
N
G
A
N

H
I
D
U
P

1
5
.
9
0
9
.
3
1
9


1
.
8
0
0
.
0
0
0


4
.
5
0
0
.
0
0
0

3
1
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

K
O
P
E
R
A
S
I

D
A
N

U
K
M

1
2
.
3
8
8
.
0
0
0


4
.
8
3
5
.
0
0
0


2
.
7
0
3
.
0
0
0


2
.
0
1
0
.
0
0
0


2
5
.
0
0
0
.
0
0
0


1
0
.
0
0
0
.
0
0
0


2
.
9
9
6
.
0
0
0


6
.
1
5
6
.
0
0
0

3
2
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

I

E
M
B
E
R
D
A
Y
A
A
N

P
E
R
E
M
P
U
A
N
3
3
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

P
E
N
D
A
Y
A
G
U
N
A
A
N

A
P
A
R
A
T
U
R

N
E
G
A
R
A
3
4
B
A
D
A
N

I
N
T
E
L
I
J
E
N

N
E
G
A
R
A
3
5
L
E
M
B
A
G
A

S
A
N
D
I

N
E
G
A
R
A
Lampiran
Lampiran - 17
N
O
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

/

L
E
M
B
A
G
A
A
N
G
G
A
R
A
N


(
d
a
l
a
m

R
i
b
u

R
u
p
i
a
h
)

S
U
L
S
E
L


S
U
L
T
R
A


G
O
R
O
N
T
A
L
O

S
U
L
B
A
R
M
A
L
U
K
U

M
A
L
U
T


I
R
J
A
B
A
R


P
A
P
U
A


6
.
8
7
9
.
6
6
7
.
3
3
7


2
.
0
5
6
.
1
0
2
.
9
5
5


1
.
2
0
1
.
0
2
0
.
9
3
3


7
7
5
.
1
0
9
.
0
4
4


2
.
9
5
8
.
6
0
8
.
4
0
6


1
.
7
8
3
.
5
8
0
.
8
0
5


1
.
3
8
6
.
6
9
2
.
8
1
9


3
.
6
6
2
.
2
9
5
.
3
6
7

3
6
D
E
W
A
N

K
E
T
A
H
A
N
A
N

N
A
S
I
O
N
A
L
3
7
B
A
D
A
N

P
U
S
A
T

S
T
A
T
I
S
T
I
K

3
7
.
8
8
4
.
6
0
3


1
9
.
5
2
8
.
9
0
1


1
1
.
2
8
9
.
3
6
6


1
1
.
5
0
1
.
6
1
2


1
5
.
1
8
3
.
4
7
5


1
1
.
9
1
0
.
0
1
9


1
8
.
1
8
9
.
7
0
6


2
9
.
3
0
9
.
1
3
5

3
8
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

P
P
N

/

B
A
P
P
E
N
A
S
3
9
B
A
D
A
N

P
E
R
T
A
N
A
H
A
N

N
A
S
I
O
N
A
L

6
8
.
6
0
7
.
0
8
8


3
1
.
1
2
5
.
0
6
1


1
1
.
7
7
5
.
2
8
5


1
6
.
4
3
0
.
8
7
5


2
3
.
0
0
4
.
9
6
3


1
1
.
9
2
2
.
5
7
9


1
4
.
2
8
4
.
1
9
9


2
9
.
5
1
7
.
9
8
2

4
0
P
E
R
P
U
S
T
A
K
A
A
N

N
A
S
I
O
N
A
L

R
E
P
U
B
L
I
K

I
N
D
O
N
E
S
I
A

5
.
6
5
0
.
0
0
0


3
5
0
.
0
0
0


2
5
0
.
0
0
0


2
5
0
.
0
0
0


3
5
0
.
0
0
0


2
5
0
.
0
0
0


3
0
0
.
0
0
0

4
1
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

K
O
M
U
N
I
K
A
S
I

D
A
N

I
N
F
O
R
M
A
T
I
K
A

1
2
.
8
2
8
.
9
9
5


5
.
1
3
8
.
7
0
0


5
.
2
2
1
.
4
5
6


7
.
2
9
3
.
3
3
3


1
6
.
2
8
9
.
1
3
9


1
0
.
9
5
2
.
4
6
1

4
2
K
E
P
O
L
I
S
I
A
N

N
E
G
A
R
A

R
E
P
U
B
L
I
K

I
N
D
O
N
E
S
I
A

6
7
2
.
8
7
5
.
9
4
5


2
3
2
.
3
8
3
.
1
2
9


1
2
9
.
7
8
1
.
2
4
7


5
1
.
4
4
2
.
0
4
7


2
7
3
.
0
1
1
.
4
3
8


1
3
9
.
8
5
4
.
1
7
5


1
0
4
.
1
9
0
.
4
0
5


4
7
2
.
2
2
5
.
7
0
4

4
3
B
A
D
A
N

P
E
N
G
A
W
A
S

O
B
A
T

D
A
N

M
A
K
A
N
A
N

1
1
.
3
0
3
.
1
3
5


7
.
1
8
4
.
7
1
8


7
.
2
8
7
.
2
5
0


2
.
5
0
0
.
0
0
0


9
.
3
5
1
.
4
7
5

4
4
L
E
M
B
A
G
A

K
E
T
A
H
A
N
A
N

N
A
S
I
O
N
A
L
4
5
B
A
D
A
N

K
O
O
R
D
I
N
A
S
I

P
E
N
A
N
A
M
A
N

M
O
D
A
L

2
.
7
5
0
.
0
0
0

4
6
B
A
D
A
N

N
A
R
K
O
T
I
K
A

N
A
S
I
O
N
A
L
4
7
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

P
E
M
B
A
N
G
U
N
A
N

D
A
E
R
A
H

T
E
R
T
I
N
G
G
A
L
4
8
B
A
D
A
N

K
O
O
R
D
I
N
A
S
I

K
E
L
U
A
R
G
A

B
E
R
E
N
C
A
N
A

N
A
S
I
O
N
A
L

2
2
.
9
3
2
.
5
9
4


1
2
.
2
6
7
.
6
4
6


7
.
0
9
5
.
2
2
1


6
.
9
5
8
.
1
2
9


9
.
8
3
5
.
9
6
0


8
.
6
3
0
.
0
5
3


7
.
4
9
5
.
4
0
1


1
2
.
9
6
3
.
9
2
9

4
9
K
O
M
I
S
I

N
A
S
I
O
N
A
L

H
A
K

A
S
A
S
I

M
A
N
U
S
I
A
5
0
B
A
D
A
N

M
E
T
E
O
R
O
L
O
G
I

D
A
N

G
E
O
F
I
S
I
K
A

1
3
.
3
1
3
.
9
3
9


4
.
7
3
0
.
9
6
0


2
.
0
7
3
.
7
5
8


7
1
7
.
3
5
0


1
0
.
5
7
8
.
0
2
7


5
.
1
1
1
.
2
8
7


1
0
.
5
6
9
.
8
8
0


3
9
.
3
7
6
.
0
2
2

5
1
K
O
M
I
S
I

P
E
M
I
L
I
H
A
N

U
M
U
M

3
2
.
1
8
6
.
4
4
5


1
5
.
2
5
4
.
2
2
9


8
.
5
8
7
.
0
6
9


8
.
5
9
1
.
0
6
9


1
2
.
3
7
6
.
4
6
5


1
2
.
8
0
6
.
9
6
5


1
4
.
3
4
4
.
0
9
7


2
9
.
0
8
4
.
6
6
2

5
2
M
A
H
K
A
M
A
H

K
O
N
S
T
I
T
U
S
I

R
I
5
3
P
U
S
A
T

P
E
L
A
P
O
R
A
N

D
A
N

A
N
A
L
I
S
I
S

T
R
A
N
S
A
K
S
I

K
E
U
A
N
G
A
N
5
4
L
E
M
B
A
G
A

I
L
M
U

P
E
N
G
E
T
A
H
U
A
N

I
N
D
O
N
E
S
I
A

1
2
.
8
4
6
.
2
2
5


7
7
6
.
0
0
4

5
5
B
A
D
A
N

T
E
N
A
G
A

N
U
K
L
I
R

N
A
S
I
O
N
A
L
5
6
B
A
D
A
N

P
E
N
G
K
A
J
I
A
N

D
A
N

P
E
N
E
R
A
P
A
N

T
E
K
N
O
L
O
G
I
5
7
L
E
M
B
A
G
A

P
E
N
E
R
B
A
N
G
A
N

D
A
N

A
N
T
A
R
I
K
S
A

N
A
S
I
O
N
A
L

3
.
8
3
6
.
5
6
3


4
.
9
0
5
.
4
9
9

5
8
B
A
D
A
N

K
O
O
R
D
I
N
A
S
I

S
U
R
V
E
Y

D
A
N

P
E
M
E
T
A
A
N

N
A
S
I
O
N
A
L
5
9
B
A
D
A
N

S
T
A
N
D
A
R
I
S
A
S
I

N
A
S
I
O
N
A
L
6
0
B
A
D
A
N

P
E
N
G
A
W
A
S

T
E
N
A
G
A

N
U
K
L
I
R
6
1
L
E
M
B
A
G
A

A
D
M
I
N
I
S
T
R
A
S
I

N
E
G
A
R
A

3
5
.
2
3
6
.
1
9
6

6
2
A
R
S
I
P

N
A
S
I
O
N
A
L

R
E
P
U
B
L
I
K

I
N
D
O
N
E
S
I
A

1
5
5
.
0
0
0


1
6
5
.
0
0
0


1
7
3
.
0
0
0


1
4
5
.
0
0
0


1
7
0
.
0
0
0


1
7
3
.
0
0
0


1
8
1
.
5
0
0


1
8
1
.
5
0
0

6
3
B
A
D
A
N

K
E
P
E
G
A
W
A
I
A
N

N
E
G
A
R
A

1
3
.
3
5
4
.
2
9
3


1
3
.
8
9
0
.
2
1
3

6
4
B
A
D
A
N

P
E
N
G
A
W
A
S
A
N

K
E
U
A
N
G
A
N

D
A
N

P
E
M
B
A
N
G
U
N
A
N

1
4
.
2
0
1
.
8
9
7


6
.
6
0
2
.
7
8
9


7
.
2
9
1
.
6
5
9


1
3
.
4
9
2
.
4
0
5

6
5
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N

P
E
R
D
A
G
A
N
G
A
N

3
.
7
7
2
.
8
3
0


2
.
1
7
9
.
3
3
0


1
.
4
5
0
.
0
0
0


1
.
0
5
0
.
0
0
0


1
3
.
0
0
0
.
0
0
0


1
5
.
0
0
0
.
0
0
0


1
.
6
5
0
.
0
0
0


2
.
6
0
0
.
0
0
0

6
6
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

P
E
R
U

M
A
H
A
N

R
A
K
Y
A
T
6
7
K
E
M
E
N
T
E
R
I
A
N

N
E
G
A
R
A

P
E
M
U
D
A

D
A
N

O
L
A
H

R
A
G
A

5
.
0
7
7
.
0
0
0


3
.
6
6
5
.
0
0
0


2
.
8
3
9
.
0
0
0


1
.
7
1
4
.
6
0
0


4
.
0
6
3
.
0
0
0


3
.
3
2
1
.
0
0
0


1
.
6
5
8
.
5
0
4


4
.
4
8
1
.
0
0
0

6
8
K
O
M
I
S
I

P
E
M
B
E
R
A
N
T
A
S
A
N

K
O
R
U
P
S
I
6
9
D
E
W
A
N

P
E
R
W
A
K
I
L
A
N

D
A
E
R
A
H

(
D
P
D
)
7
0
K
O
M
I
S
I

Y
U
D
I
S
I
A
L

R
I
7
1
B
A
D
A
N

K
O
O
R
D
I
N
A
S
I

N
A
S
I
O
N
A
L

P
E
N
A
N
G
A
N
A
N

B
E
N
C
A
N
A
7
2
B
A
D
A
N

R
E
H
A
B
I
L
I
T
A
S
I

D
A
N

R
E
K
O
N
S
T
R
U
K
S
I

N
A
D

-

N
I
A
S
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
18 - Lampiran
Lampiran 4
PenetaPan alokasi Dana Bagi hasil
sUmBerDaya alam PertamBangan UmUm
tahUn anggaran 2007
UntUk kaBUPaten/kota se-inDonesia
(dalam rupiah)
no Provinsi/kaBUPaten/kota royalti lanDrent JUmlah DBh
( 1 ) ( 2 ) ( 3 ) ( 4 ) ( 5 )
I
Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam
32.400.000 29.772.720 62.172.720
1 Kab. Aceh Barat 648.000 9.785.088 10.433.088
2 Kab. Aceh Besar 12.960.000 1.599.360 14.559.360
3 Kab. Aceh Selatan 648.000 648.000
4 Kab. Aceh Singkil 648.000 559.488 1.207.488
5 Kab. Aceh Tengah 648.000 648.000
6 Kab. Aceh Tenggara 648.000 648.000
7 Kab. Aceh Timur 648.000 648.000
8 Kab. Aceh Utara 648.000 648.000
9 Kab. Bireun 648.000 648.000
10 Kab. Aceh Pidie 648.000 11.874.240 12.522.240
11 Kab. Simeulue 648.000 648.000
12 Kota Banda Aceh 648.000 648.000
13 Kota Sabang 648.000 648.000
14 Kota Langsa 648.000 648.000
15 Kota Lhokseumawe 648.000 648.000
16 Kab. Nagan Raya 648.000 648.000
17 Kab. Aceh Jaya 648.000 648.000
18 Kab. Aceh Barat Daya 648.000 648.000
19 Kab. Gayo Lues 648.000 648.000
20 Kab. Aceh Tamiang 648.000 648.000
21 Kab. Bener Meriah 648.000 648.000
Prov. Nanggroe Aceh Darussalam 6.480.000 5.954.544 12.434.544
II Provinsi Sumatera Utara 0 713.762.840 713.762.840
22 Kab. Asahan
23 Kab. Dairi 78.143.808 78.143.808
24 Kab. Deli Serdang
25 Kab. Tanah Karo
26 Kab. Labuhan Batu
27 Kab. Langkat
28 Kab. Mandailing Natal 172.944.288 172.944.288
29 Kab. Nias
30 Kab. Simalungun
Lampiran
Lampiran - 19
no Provinsi/kaBUPaten/kota royalti lanDrent JUmlah DBh
31 Kab. Tapanuli Selatan 163.804.992 163.804.992
32 Kab. Tapanuli Tengah 78.239.040 78.239.040
33 Kab. Tapanuli Utara 35.354.880 35.354.880
34 Kab. Toba Samosir
35 Kota Binjai
36 Kota Medan
37 Kota Pematang Siantar
38 Kota Sibolga
39 Kota Tanjung Balai
40 Kota Tebing Tinggi
41 Kota Padang Sidempuan 29.536.800 29.536.800
42 Kab. Pakpak Bharat 2.898.624 2.898.624
43 Kab. Nias Selatan
44 Kab. Humbang Hasundutan 10.087.840 10.087.840
45 Kab. Serdang Berdagai
46 Kab. Samosir
Prov. Sumatera Utara 142.752.568 142.752.568
III Provinsi Sumatera Barat 3.247.018.668 448.026.564 3.695.045.232
47 Kab. Limapuluh Kota 72.155.970 4.128.000 76.283.970
48 Kab. Agam 72.155.970 72.155.970
49 Kab. Kepulauan Mentawai 72.155.970 72.155.970
50 Kab. Padang Pariaman 72.155.970 72.155.970
51 Kab. Pasaman 72.155.970 1.113.600 73.269.570
52 Kab. Pesisir Selatan 72.155.970 27.720.000 99.875.970
53 Kab. Sawahlunto Sijunjung 126.555.970 64.746.384 191.302.354
54 Kab. Solok 72.155.970 1.874.912 74.030.882
55 Kab. Tanah Datar 72.155.970 72.155.970
56 Kota Bukit Tinggi 72.155.970 72.155.970
57 Kota Padang Panjang 72.155.970 72.155.970
58 Kota Padang 72.155.970 72.155.970
59 Kota Payakumbuh 72.155.970 72.155.970
60 Kota Sawahlunto 1.244.407.467 255.238.355 1.499.645.822
61 Kota Solok 72.155.970 72.155.970
62 Kota Pariaman 72.155.970 72.155.970
63 Kab. Pasaman Barat 72.155.970 72.155.970
64 Kab. Dharmasraya 72.155.970 3.600.000 75.755.970
65 Kab. Solok Selatan 72.155.970 72.155.970
Prov. Sumatera Barat 649.403.734 89.605.313 739.009.046
IV Provinsi Riau 7.307.200.000 1.193.993.520 8.501.193.520
66 Kab. Bengkalis 292.288.000 54.810.880 347.098.880
67 Kab. Indragiri Hilir 292.288.000 10.654.080 302.942.080
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
20 - Lampiran
no Provinsi/kaBUPaten/kota royalti lanDrent JUmlah DBh
68 Kab. Indragiri Hulu 1.979.680.000 256.261.152 2.235.941.152
69 Kab. Kampar 292.288.000 58.343.040 350.631.040
70 Kab. Kuantan Singingi 1.028.128.000 298.263.808 1.326.391.808
71 Kab. Pelalawan 292.288.000 255.725.856 548.013.856
72 Kab. Rokan Hilir 292.288.000 292.288.000
73 Kab. Rokan Hulu 292.288.000 5.120.000 297.408.000
74 Kab. Siak 499.648.000 16.016.000 515.664.000
75 Kota Dumai 292.288.000 292.288.000
76 Kota Pekanbaru 292.288.000 292.288.000
Prov. Riau 1.461.440.000 238.798.704 1.700.238.704
V Provinsi Riau Kepulauan 28.842.600.000 830.398.535 29.672.998.535
77 Kab. Bintan 4.211.985.000 58.712.000 4.270.697.000
78 Kab. Natuna 2.390.673.000 2.390.673.000
79 Kab. Karimun 8.500.113.000 237.404.256 8.737.517.256
80 Kota Batam 2.390.673.000 2.390.673.000
81 Kota Tanjung Pinang 2.390.673.000 2.390.673.000
82 Kab. Lingga 2.869.713.000 26.496.000 2.896.209.000
Provinsi Kepulauan Riau 6.088.770.000 507.786.279 6.596.556.279
VI Provinsi Jambi 4.687.200.000 569.375.897 5.256.575.897
83 Kab. Batanghari 208.320.000 96.364.320 304.684.320
84 Kab. Bungo 1.874.880.000 86.451.182 1.961.331.182
85 Kab. Kerinci 208.320.000 208.320.000
86 Kab. Merangin 208.320.000 154.214.400 362.534.400
87 Kab. Muaro Jambi 208.320.000 208.320.000
88 Kab. Sarolangun 208.320.000 73.422.496 281.742.496
89 Kab. Tanjung Jabung Barat 208.320.000 20.728.320 229.048.320
90 Kab. Tanjung Jabung Timur 208.320.000 208.320.000
91 Kab. Tebo 208.320.000 24.320.000 232.640.000
92 Kota Jambi 208.320.000 208.320.000
Provinsi Jambi 937.440.000 113.875.179 1.051.315.179
VII Provinsi Sumatera Selatan 90.180.000.000 2.383.359.187 92.563.359.187
93 Kab. Lahat 8.259.057.231 238.704.032 8.497.761.263
94 Kab. Musi Banyuasin 2.774.769.231 441.945.452 3.216.714.683
95 Kab. Musi Rawas 2.774.769.231 256.977.600 3.031.746.831
96 Kab. Muara Enim 30.587.712.000 469.426.931 31.057.138.931
97 Kab. Ogan Komering Ilir 2.774.769.231 2.774.769.231
98 Kab. Ogan Komering Ulu 2.774.769.231 308.813.440 3.083.582.671
99 Kota Palembang 2.774.769.231 2.774.769.231
100 Kota Pagar Alam 2.774.769.231 2.774.769.231
101 Kota Lubuk Linggau 2.774.769.231 2.774.769.231
102 Kota Prabumulih 2.774.769.231 2.774.769.231
Lampiran
Lampiran - 21
no Provinsi/kaBUPaten/kota royalti lanDrent JUmlah DBh
103 Kab. Banyuasin 2.774.769.231 132.908.086 2.907.677.317
104 Kab. Ogan Ilir 2.774.769.231 2.774.769.231
105 Kab. OKU Timur 2.774.769.231 57.911.808 2.832.681.039
106 Kab. OKU Selatan 2.774.769.231 2.774.769.231
Provinsi Sumatera Selatan 18.036.000.000 476.671.837 18.512.671.837
VIII Provinsi Bangka Belitung 104.520.000.000 9.848.890.348 114.368.890.348
107 Kab. Bangka 14.194.861.314 2.254.288.000 16.449.149.314
108 Kab. Belitung 7.920.000.000 317.338.080 8.237.338.080
109 Kota Pangkal Pinang 6.968.000.000 76.768.000 7.044.768.000
110 Kab. Bangka Selatan 18.284.832.701 1.585.752.758 19.870.585.459
111 Kab. Bangka Tengah 16.533.094.307 1.202.308.800 17.735.403.107
112 Kab. Bangka Barat 11.291.211.679 1.394.376.000 12.685.587.679
113 Kab. Belitung Timur 8.424.000.000 1.048.280.640 9.472.280.640
Provinsi Bangka Belitung 20.904.000.000 1.969.778.070 22.873.778.070
IX Provinsi Bengkulu 2.371.500.000 366.590.028 2.738.090.028
114 Kab. Bengkulu Selatan 118.575.000 17.996.502 136.571.502
115 Kab. Bengkulu Utara 675.180.000 138.632.480 813.812.480
116 Kab. Rejang Lebong 118.575.000 6.996.480 125.571.480
117 Kota Bengkulu 118.575.000 118.575.000
118 Kab. Kaur 118.575.000 10.638.739 129.213.739
119 Kab. Seluma 391.995.000 115.679.821 507.674.821
120 Kab. Mukomuko 118.575.000 118.575.000
121 Kab. Lebong 118.575.000 118.575.000
122 Kab. Kepahiang 118.575.000 3.328.000 121.903.000
Provinsi Bengkulu 474.300.000 73.318.006 547.618.006
X Provinsi Lampung 15.750.000 322.861.272 338.611.272
123 Kab. Lampung Barat 700.000 26.069.760 26.769.760
124 Kab. Lampung Selatan 4.966.667 11.742.400 16.709.067
125 Kab. Lampung Tengah 700.000 700.000
126 Kab. Lampung Utara 700.000 700.000
127 Kab. Lampung Timur 700.000 700.000
128 Kab. Tanggamus 2.033.333 215.918.138 217.951.471
129 Kab. Tulang Bawang 700.000 700.000
130 Kab. Way Kanan 700.000 4.558.720 5.258.720
131 Kota Bandar Lampung 700.000 700.000
132 Kota Metro 700.000 700.000
Provinsi Lampung 3.150.000 64.572.254 67.722.254
XI Provinsi DKI Jakarta
XII Provinsi Jawa Barat 15.630.260.026 268.868.453 15.899.128.479
133 Kab. Bandung 260.504.334 10.173.227 270.677.560
134 Kab. Bekasi 260.504.334 260.504.334
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
22 - Lampiran
no Provinsi/kaBUPaten/kota royalti lanDrent JUmlah DBh
135 Kab. Bogor 6.251.690.010 116.230.880 6.367.920.890
136 Kab. Ciamis 260.504.334 260.504.334
137 Kab. Cianjur 260.504.334 27.857.920 288.362.254
138 Kab. Cirebon 260.504.334 260.504.334
139 Kab. Garut 260.504.334 21.754.368 282.258.702
140 Kab. Indramayu 260.504.334 260.504.334
141 Kab. Karawang 260.504.334 260.504.334
142 Kab. Kuningan 260.504.334 260.504.334
143 Kab. Majalengka 260.504.334 260.504.334
144 Kab. Purwakarta 260.504.334 1.568.000 262.486.334
145 Kab. Subang 260.504.334 260.504.334
146 Kab. Sukabumi 260.504.334 35.694.400 296.198.734
147 Kab. Sumedang 260.504.334 260.504.334
148 Kab. Tasikmalaya 260.504.334 1.815.968 262.320.302
149 Kota Bandung 260.504.334 260.504.334
150 Kota Bekasi 260.504.334 260.504.334
151 Kota Bogor 260.504.334 260.504.334
152 Kota Cirebon 260.504.334 260.504.334
153 Kota Depok 260.504.334 260.504.334
154 Kota Sukabumi 260.504.334 260.504.334
155 Kota Cimahi 260.504.334 260.504.334
156 Kota Tasikmalaya 260.504.334 260.504.334
157 Kota Banjar 260.504.334 260.504.334
Provinsi Jawa Barat 3.126.052.005 53.773.691 3.179.825.696
XIII Provinsi Banten 476.621.392 15.370.800 491.992.192
158 Kab. Lebak 190.648.557 11.439.040 202.087.597
159 Kab. Pandeglang 38.129.711 857.600 38.987.311
160 Kab. Serang 38.129.711 38.129.711
161 Kab. Tangerang 38.129.711 38.129.711
162 Kota Cilegon 38.129.711 38.129.711
163 Kota Tangerang 38.129.711 38.129.711
Provinsi Banten 95.324.278 3.074.160 98.398.438
XIV Provinsi Jawa Tengah 585.900.000 30.849.000 616.749.000
164 Kab. Banjarnegara 6.892.941 6.892.941
165 Kab. Banyumas 6.892.941 6.892.941
166 Kab. Batang 6.892.941 6.892.941
167 Kab. Blora 6.892.941 6.892.941
168 Kab. Boyolali 6.892.941 6.892.941
169 Kab. Brebes 6.892.941 6.892.941
170 Kab. Cilacap 17.724.706 3.933.440 21.658.146
171 Kab. Demak 6.892.941 6.892.941
Lampiran
Lampiran - 23
no Provinsi/kaBUPaten/kota royalti lanDrent JUmlah DBh
172 Kab. Grobogan 6.892.941 6.892.941
173 Kab. Jepara 6.892.941 6.892.941
174 Kab. Karanganyar 6.892.941 6.892.941
175 Kab. Kebumen 6.892.941 6.892.941
176 Kab. Kendal 6.892.941 6.892.941
177 Kab. Klaten 6.892.941 6.892.941
178 Kab. Kudus 6.892.941 6.892.941
179 Kab. Magelang 6.892.941 6.892.941
180 Kab. Pati 6.892.941 6.892.941
181 Kab. Pekalongan 6.892.941 6.892.941
182 Kab. Pemalang 6.892.941 6.892.941
183 Kab. Purbalingga 6.892.941 6.892.941
184 Kab. Purworejo 223.528.235 20.745.760 244.273.995
185 Kab. Rembang 6.892.941 6.892.941
186 Kab. Semarang 6.892.941 6.892.941
187 Kab. Sragen 6.892.941 6.892.941
188 Kab. Sukoharjo 6.892.941 6.892.941
189 Kab. Tegal 6.892.941 6.892.941
190 Kab. Temanggung 6.892.941 6.892.941
191 Kab. Wonogiri 6.892.941 6.892.941
192 Kab. Wonosobo 6.892.941 6.892.941
193 Kota Magelang 6.892.941 6.892.941
194 Kota Pekalongan 6.892.941 6.892.941
195 Kota Salatiga 6.892.941 6.892.941
196 Kota Semarang 6.892.941 6.892.941
197 Kota Surakarta 6.892.941 6.892.941
198 Kota Tegal 6.892.941 6.892.941
Provinsi Jawa Tengah 117.180.000 6.169.800 123.349.800
XV Provinsi DI Yogyakarta 32.145.120 32.145.120
199 Kab. Bantul
200 Kab. Gunung Kidul
201 Kab. Kulon Progo 25.716.096 25.716.096
202 Kab. Sleman
203 Kota Yogyakarta
Provinsi D.I.Yogyakarta 6.429.024 6.429.024
XVI Provinsi Jawa Timur 268.943.360 164.418.520 433.361.880
204 Kab. Bangkalan 2.907.496 2.907.496
205 Kab. Banyuwangi 14.022.739 427.520 14.450.259
206 Kab. Blitar 2.907.496 2.907.496
207 Kab. Bojonegoro 2.907.496 2.907.496
208 Kab. Bondowoso 2.907.496 2.907.496
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
24 - Lampiran
no Provinsi/kaBUPaten/kota royalti lanDrent JUmlah DBh
209 Kab. Gresik 2.907.496 2.907.496
210 Kab. Jember 2.907.496 57.871.296 60.778.792
211 Kab. Jombang 78.752.685 16.321.120 95.073.805
212 Kab. Kediri 2.907.496 2.907.496
213 Kab. Lamongan 2.907.496 2.907.496
214 Kab. Lumajang 2.907.496 8.070.400 10.977.896
215 Kab. Madiun 2.907.496 2.907.496
216 Kab. Magetan 2.907.496 2.907.496
217 Kab. Malang 2.907.496 2.907.496
218 Kab. Mojokerto 2.907.496 2.907.496
219 Kab. Nganjuk 2.907.496 2.907.496
220 Kab. Ngawi 2.907.496 2.907.496
221 Kab. Pacitan 2.907.496 2.907.496
222 Kab. Pamekasan 2.907.496 2.907.496
223 Kab. Pasuruan 15.985.560 23.436.160 39.421.720
224 Kab. Ponorogo 2.907.496 8.339.200 11.246.696
225 Kab. Probolinggo 2.907.496 2.907.496
226 Kab. Sampang 2.907.496 2.907.496
227 Kab. Sidoarjo 2.907.496 2.907.496
228 Kab. Situbondo 2.907.496 2.907.496
229 Kab. Sumenep 2.907.496 2.907.496
230 Kab. Trenggalek 75.388.473 17.069.120 24.607.967
231 Kab. Tuban 2.907.496 2.907.496
232 Kab. Tulungagung 2.907.496 2.907.496
233 Kota Blitar 2.907.496 2.907.496
234 Kota Kediri 2.907.496 2.907.496
235 Kota Madiun 2.907.496 2.907.496
236 Kota Malang 2.907.496 2.907.496
237 Kota Mojokerto 2.907.496 2.907.496
238 Kota Pasuruan 2.907.496 2.907.496
239 Kota Probolinggo 2.907.496 2.907.496
240 Kota Surabaya 2.907.496 2.907.496
241 Kota Batu 2.907.496 2.907.496
Provinsi Jawa Timur 53.788.672 32.883.704 86.672.376
XVII Provinsi Kalimantan Barat 675.000.000 2.538.274.680 9.288.274.680
242 Kab. Bengkayang 245.454.545 43.825.376 289.279.921
243 Kab. Landak 245.454.545 245.454.545
244 Kab. Kapuas Hulu 245.454.545 40.960.000 286.414.545
245 Kab. Ketapang 2.209.090.909 1.047.840.384 3.256.931.293
246 Kab. Pontianak 245.454.545 245.454.545
247 Kab. Sambas 245.454.545 46.771.360 292.225.905
Lampiran
Lampiran - 25
no Provinsi/kaBUPaten/kota royalti lanDrent JUmlah DBh
248 Kab. Sanggau 736.363.636 623.945.600 1.360.309.236
249 Kab. Sintang 245.454.545 212.877.024 458.331.569
250 Kota Pontianak 245.454.545 245.454.545
251 Kota Singkawang 245.454.545 245.454.545
252 Kab. Sekadau 245.454.545 6.400.000 251.854.545
253 Kab. Melawi 245.454.545 8.000.000 253.454.545
Provinsi Kalimantan Barat 1.350.000.000 507.654.936 1.857.654.936
XVIII Provinsi Kalimantan Tengah 20.406.060.000 3.416.190.063 23.822.250.063
254 Kab. Barito Selatan 627.878.769 138.384.243 766.263.012
255 Kab. Barito Utara 627.878.769 529.057.472 1.156.936.241
256 Kab. Kapuas 627.878.769 157.235.459 785.114.228
257 Kab. Kotawaringin Barat 960.186.462 26.710.304 986.896.766
258 Kab. Kotawaringin Timur 627.878.769 1.635.840 629.514.609
259 Kota Palangkaraya 627.878.769 21.176.064 649.054.833
260 Kab. Barito Timur 627.878.769 45.347.663 673.226.433
261 Kab. Murung Raya 7.750.362.462 1.336.823.280 9.087.185.741
262 Kab. Pulang Pisau 627.878.769 627.878.769
263 Kab. Gunung Mas 627.878.769 275.568.349 903.447.118
264 Kab. Lamandau 627.878.769 59.752.960 687.631.729
265 Kab. Sukamara 627.878.769 627.878.769
266 Kab. Katingan 707.632.615 126.547.072 834.179.687
267 Kab. Seruyan 627.878.769 14.713.344 642.592.113
Provinsi Kalimantan Tengah 4.081.212.000 683.238.013 4.764.450.013
XIX Provinsi Kalimantan Selatan 460.489.960.000 5.070.693.174 465.560.653.174
268 Kab. Banjar 29.586.825.625 374.805.984 29.961.631.609
269 Kab. Barito Kuala 15.349.665.333 15.349.665.333
270 Kab. Hulu Sungai Selatan 17.833.558.437 36.107.200 17.869.665.637
271 Kab. Hulu Sungai Tengah 15.349.665.333 10.008.288 15.359.673.621
272 Kab. Hulu Sungai Utara 15.349.665.333 15.349.665.333
273 Kab. Kota Baru 52.876.430.030 1.565.791.603 54.442.221.633
274 Kab. Tabalong 38.267.566.053 351.212.640 38.618.778.693
275 Kab. Tanah Laut 43.959.151.455 428.265.606 44.387.417.061
276 Kab. Tapin 20.913.643.938 191.505.088 21.105.149.026
277 Kota Banjar Baru 16.331.745.333 123.111.168 16.454.856.501
278 Kota Banjarmasin 15.349.665.333 15.349.665.333
279 Kab. Balangan 38.534.964.613 348.027.368 38.882.991.981
280 Kab. Tanah Bumbu 48.689.421.182 627.719.594 49.317.140.776
Provinsi Kalimantan Selatan 92.097.992.000 1.014.138.635 93.112.130.635
XX Provinsi Kalimantan Timur 1.156.529.400.000 8.940.042.333 1.165.469.442.333
281 Kab. Berau 63.778.160.000 815.081.952 64.593.241.952
282 Kab. Bulungan 38.796.500.000 215.189.120 39.011.689.120
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
26 - Lampiran
no Provinsi/kaBUPaten/kota royalti lanDrent JUmlah DBh
283 Kab. Kutai Kartanegara 91.997.568.624 1.689.294.074 93.686.862.698
284 Kab. Kutai Barat 85.909.060.000 588.869.155 86.497.929.155
285 Kab. Kutai Timur*) 269.994.500.000 2.285.181.766 272.279.681.766
286 Kab. Malinau 39.287.540.000 58.993.600 39.346.533.600
287 Kab. Nunukan 44.757.180.000 166.738.240 44.923.918.240
288 Kab. Pasir 83.903.980.000 1.082.656.967 84.986.636.967
289 Kota Balikpapan 38.550.980.000 38.550.980.000
290 Kota Bontang 38.550.980.000 2.042.726 38.553.022.726
291 Kota Samarinda 52.185.911.376 179.986.266 52.365.897.642
292 Kota Tarakan 38.550.980.000 38.550.980.000
293 Kab. Penajam Paser Utara 38.960.180.000 68.000.000 39.028.180.000
Provinsi Kalimantan Timur 231.305.880.000 1.788.008.467 233.093.888.467
XXI Provinsi Sulawesi Utara 1.733.617.852 1.477.551.932 3.211.169.783
294 Kab. Bolaang Mongondow 693.447.141 1.082.135.792 1.775.582.933
295 Kab. Minahasa 86.680.893 86.680.893
296 Kab. Sangihe 86.680.893 86.680.893
297 Kota Bitung 86.680.893 2.795.268 89.476.160
298 Kota Manado 86.680.893 116.600 86.680.893
299 Kab. Kepulauan Talaud 86.680.893 86.680.893
300 Kab. Minahasa Selatan 86.680.893 40.515.264 127.196.157
301 Kota Tomohon 86.680.893 86.680.893
302 Kab. Minahasa Utara 86.680.893 56.478.622 143.159.515
Provinsi Sulawesi Utara 346.723.570 295.510.386 642.233.957
XXII Provinsi Gorontalo 77.690.956 77.690.956
303 Kab. Boalemo 3.136.000 3.136.000
304 Kab. Gorontalo 14.925.837 14.925.837
305 Kota Gorontalo
306 Kab. Pohuwato 11.887.632 11.887.632
307 Kab. Bone Bolango 32.203.296 32.203.296
Provinsi Gorontalo 15.538.191 15.538.191
XXIII Provinsi Sulawesi Tengah 398.994.924 398.994.924
308 Kab. Banggai
309 Kab. Banggai Kepulauan
310 Kab. Buol 5.196.096 5.196.096
311 Kab. Toli-Toli 15.668.640 15.668.640
312 Kab. Donggala 16.722.144 16.722.144
313 Kab. Morowali 222.479.808 222.479.808
314 Kab. Poso
315 Kota Palu 52.524.579 52.524.579
316 Kab. Parigi Moutong 38.604.672 38.604.672
317 Kab. Tojo Una Una
Provinsi Sulawesi Tengah 79.798.985 79.798.985
Lampiran
Lampiran - 27
no Provinsi/kaBUPaten/kota royalti lanDrent JUmlah DBh
XXIV Provinsi Sulawesi Selatan 110.452.340.424 1.019.341.704 111.471.682.128
318 Kab. Bantaeng 2.008.224.371 2.008.224.371
319 Kab. Barru 2.008.224.371 2.008.224.371
320 Kab. Bone 2.008.224.371 5.888.000 2.014.112.371
321 Kab. Bulukumba 2.008.224.371 2.008.224.371
322 Kab. Enrekang 2.008.224.371 5.953.190 2.014.177.562
323 Kab. G o w a 2.008.224.371 2.008.224.371
324 Kab. Jeneponto 2.008.224.371 5.740.800 2.013.965.171
325 Kab. Luwu 2.008.224.371 48.666.528 2.056.890.899
326 Kab. Luwu Utara 2.008.224.371 36.406.464 2.044.630.835
327 Kab. M a r o s 2.008.224.371 2.008.224.371
328 Kab. Pangkajene Kepulauan 2.008.224.371 2.008.224.371
329 Kab. Pinrang 2.008.224.371 2.008.224.371
330 Kab. Selayar 2.008.224.371 2.008.224.371
331 Kab. Sidenreng Rappang 2.008.224.371 23.757.408 2.031.981.779
332 Kab. Sinjai 2.008.224.371 2.008.224.371
333 Kab. Soppeng 2.008.224.371 2.008.224.371
334 Kab. Takalar 2.008.224.371 11.406.131 2.019.630.503
335 Kab. Tana Toraja 2.008.224.371 2.008.224.371
336 Kab. Wajo 2.008.224.371 1.662.394 2.009.886.765
337 Kota Pare-pare 2.008.224.371 2.008.224.371
338 Kota Makassar 2.008.224.371 2.008.224.371
339 Kota Palopo 2.008.224.371 2.008.224.371
340 Kab. Luwu Timur 44.180.936.170 675.992.448 44.856.928.618
Provinsi Sulawesi Selatan 22.090.468.085 203.868.341 22.294.336.426
XXV Provinsi Sulawesi Barat
341 Kab. Majene
342 Kab. Mamuju
343 Kab. Polewali Mandar
344 Kab. Mamasa
345 Kab. Mamuju Utara
Provinsi Sulawesi Barat
XXVI Provinsi Sulawesi Tenggara 34.773.285.558 735.759.200 35.509.044.758
346 Kab. Buton 1.545.479.358 25.006.016 1.570.485.374
347 Kab. Konawe 1.545.479.358 121.764.672 1.667.244.030
348 Kab. Kolaka 13.909.314.223 259.318.592 14.168.632.815
349 Kab. Muna 1.545.479.358 1.545.479.358
350 Kota Kendari 1.545.479.358 1.545.479.358
351 Kota Bau-bau 1.545.479.358 1.545.479.358
352 Kab. Konawe Selatan 1.545.479.358 82.238.784 1.627.718.142
353 Kab. Bombana 1.545.479.358 19.814.208 1.565.293.566
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
28 - Lampiran
no Provinsi/kaBUPaten/kota royalti lanDrent JUmlah DBh
354 Kab. Wakatobi 1.545.479.358 1.545.479.358
355 Kab. Kolaka Utara 1.545.479.358 80.465.088 1.625.944.446
Provinsi Sulawesi Tenggara 6.954.657.112 147.151.840 7.101.808.952
XXVII Provinsi Bali
356 Kab. Badung
357 Kab. Bangli
358 Kab. Buleleng
359 Kab. Gianyar
360 Kab. Jembrana
361 Kab. Karangasem
362 Kab. Klungkung
363 Kab. Tabanan
364 Kota Denpasar
Provinsi Bali
XXVIII Provinsi Nusa Tenggara Barat 135.356.664.000 2.111.995.760 137.468.659.760
365 Kab. Bima 6.767.833.200 21.332.416 6.789.165.616
366 Kab. Dompu 6.767.833.200 105.149.952 6.872.983.152
367 Kab. Lombok Barat 6.767.833.200 6.767.833.200
368 Kab. Lombok Tengah 6.767.833.200 6.767.833.200
369 Kab. Lombok Timur 6.767.833.200 6.767.833.200
370 Kab. Sumbawa 6.767.833.200 644.958.720 7.412.791.920
371 Kota Mataram 6.767.833.200 6.767.833.200
372 Kota Bima 6.767.833.200 6.767.833.200
373 Kab. Sumbawa Barat 54.142.665.600 918.155.520 55.060.821.120
Provinsi Nusa Tenggara Barat 27.071.332.800 422.399.152 27.493.731.952
XXIX Provinsi Nusa Tenggara Timur 182.000.000 44.928.800 226.928.800
374 Kab. Alor 4.853.333 4.853.333
375 Kab. Belu 4.853.333 4.853.333
376 Kab. Ende 4.853.333 4.853.333
377 Kab. Flores Timur 4.853.333 4.853.333
378 Kab. Kupang 4.853.333 4.853.333
379 Kab. Lembata 4.853.333 4.853.333
380 Kab. Manggarai 72.800.000 29.629.440 102.429.440
381 Kab. Ngada 4.853.333 4.853.333
382 Kab. Sikka 4.853.333 4.853.333
383 Kab. Sumba Barat 4.853.333 4.853.333
384 Kab. Sumba Timur 4.853.333 4.853.333
385 Kab. Timor Tengah Selatan 4.853.333 4.853.333
386 Kab. Timor Tengah Utara 4.853.333 4.853.333
387 Kota Kupang 4.853.333 4.853.333
388 Kab. Rote Ndao 4.853.333 4.853.333
Lampiran
Lampiran - 29
no Provinsi/kaBUPaten/kota royalti lanDrent JUmlah DBh
389 Kab. Manggarai Barat 4.853.333 6.313.600 11.166.933
Provinsi Nusa Tenggara Timur 36.400.000 8.985.760 45.385.760
XXX Provinsi Maluku 9.062.400 9.062.400
390 Kab. Maluku Tenggara Barat 4.209.920 4.209.920
391 Kab. Maluku Tengah
392 Kab. Maluku Tenggara 3.040.000 3.040.000
393 Kab. Pulau Buru
394 Kota Ambon
395 Kab. Seram Bagian Barat
396 Kab. Seram Bagian Timur
397 Kab. Kepulauan Aru
Provinsi Maluku 1.812.480 1.812.480
XXXI Provinsi Maluku Utara 88.080.076.705 1.283.732.181 89.363.808.886
398 Kab. Halmahera Tengah 5.281.756.218 195.513.553 5.477.269.771
399 Kab. Halmahera Barat 5.033.147.240 5.033.147.240
400 Kota Ternate 5.033.147.240 5.033.147.240
401 Kab. Halmahera Timur 30.175.821.247 685.681.152 30.861.502.399
402 Kota Tidore Kepulauan 5.033.147.240 5.033.147.240
403 Kab. Kepulauan Sula 5.033.147.240 5.033.147.240
404 Kab. Halmahera Selatan 5.033.147.240 1.544.320 5.034.691.560
405 Kab. Halmahera Utara 9.840.747.697 144.246.720 9.984.994.417
Provinsi Maluku Utara 17.616.015.341 256.746.436 17.872.761.777
XXXII Provinsi Papua 531.055.444.800 2.772.065.880 533.827.510.680
406 Kab. Biak Numfor 11.180.114.627 11.180.114.627
407 Kab. Jayapura 11.180.114.627 24.507.360 11.204.621.987
408 Kab. Jayawijaya 11.180.114.627 71.801.952 11.251.916.579
409 Kab. Merauke 11.180.114.627 11.180.114.627
410 Kab. Mimika 212.422.177.920 480.252.000 212.902.429.920
411 Kab. Nabire 11.180.114.627 447.367.200 11.627.481.827
412 Kab. Paniai 11.180.114.627 495.887.904 11.676.002.531
413 Kab. Puncak Jaya 11.180.114.627 81.810.240 11.261.924.867
414 Kab. Yapen Waropen 11.180.114.627 11.180.114.627
415 Kota Jayapura 11.180.114.627 11.180.114.627
416 Kab. Sarmi 11.180.114.627 315.283.392 11.495.398.019
417 Kab. Keerom 11.180.114.627 116.584.800 11.296.699.427
418 Kab. Yahukimo 11.180.114.627 11.180.114.627
419 Kab. Pegunungan Bintang 11.180.114.627 11.180.114.627
420 Kab. Tolikara 11.180.114.627 121.215.456 11.301.330.083
421 Kab. Boven Digoel 11.180.114.627 11.180.114.627
422 Kab. Mappi 11.180.114.627 11.180.114.627
423 Kab. Asmat 11.180.114.627 11.180.114.627
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
30 - Lampiran
no Provinsi/kaBUPaten/kota royalti lanDrent JUmlah DBh
424 Kab. Waropen 11.180.114.627 692.942.400 11.243.057.027
425 Kab. Supiori 11.180.114.627 11.180.114.627
Provinsi Papua 106.211.088.960 544.413.176 106.765.502.136
XXXIII Provinsi Irian Jaya Barat 281.941.776 281.941.776
426 Kab. Sorong
427 Kab. Manokwari
428 Kab. Fak Fak
429 Kota Sorong
430 Kab. Sorong Selatan
431 Kab. Raja Ampat 11.727.821 11.727.821
432 Kab. Teluk Bintuni
433 Kab. Teluk Wondama
434 Kab. Kaimana 213.825.600 213.825.600
Provinsi Irian Jaya Barat 56.388.355 56.388.355
Total Nasional 2.803.974.242.784 47.396.948.567 2.851.371.191.351
Lampiran
Lampiran - 31
Lampiran 5
rinCian Dana alokasi UmUm Daerah Provinsi
Dan kaBUPaten/kota*)
tahUn 2007
(dalam ribuan rupiah)
no Daerah JUmlah
i Provinsi nanggroe aceh Darussalam 487,934,000
1 Kab. Aceh Barat 267,201,000
2 Kab. Aceh Besar 335,436,000
3 Kab. Aceh Selatan 277,663,000
4 Kab. Aceh Singkil 206,859,000
5 Kab. Aceh Tengah 274,186,000
6 Kab. Aceh Tenggara 252,480,000
7 Kab. Aceh Timur 285,679,000
8 Kab. Aceh Utara 203,868,000
9 Kab. Bireun 345,885,000
10 Kab. Aceh Pidie 431,940,000
11 Kab. Simeulue 184,733,000
12 Kota Banda Aceh 308,839,000
13 Kota Sabang 171,896,000
14 Kota Langsa 193,579,000
15 Kota Lhokseumawe 211,310,000
16 Kab. Nagan Raya 221,841,000
17 Kab. Aceh Jaya 191,893,000
18 Kab. Aceh Barat Daya 200,729,000
19 Kab. Gayo Lues 200,632,000
20 Kab. Aceh Tamiang 213,428,000
21 Kab. Bener Meriah 198,360,000
ii Provinsi sumatera Utara 657,357,000
1 Kab. Asahan 546,637,000
2 Kab. Dairi 304,080,000
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
32 - Lampiran
no Daerah JUmlah
3 Kab. Deli Serdang 708,480,000
4 Kab. Tanah Karo 373,637,000
5 Kab. Labuhan Batu 536,778,000
6 Kab. Langkat 545,650,000
7 Kab. Mandailing Natal 338,364,000
8 Kab. Nias 343,779,000
9 Kab. Simalungun 586,985,000
10 Kab. Tapanuli Selatan 501,085,000
11 Kab. Tapanuli Tengah 259,019,000
12 Kab. Tapanuli Utara 320,942,000
13 Kab. Toba Samosir 239,982,000
14 Kota Binjai 254,241,000
15 Kota Medan 748,707,000
16 Kota Pematang Siantar 278,407,000
17 Kota Sibolga 184,634,000
18 Kota Tanjung Balai 197,642,000
19 Kota Tebing Tinggi 200,708,000
20 Kota Padang Sidempuan 225,865,000
21 Kab. Pakpak Bharat 145,900,000
22 Kab. Nias Selatan 231,315,000
23 Kab. Humbang Hasundutan 234,493,000
24 Kab. Serdang Berdagai 344,516,000
25 Kab. Samosir 202,774,000
iii Provinsi sumatera Barat 546,332,000
1 Kab. Limapuluh Koto 344,547,000
2 Kab. Agam 377,132,000
3 Kab. Kepulauan Mentawai 236,058,000
4 Kab. Padang Pariaman 352,452,000
5 Kab. Pasaman 263,891,000
6 Kab. Pesisir Selatan 380,657,000
7 Kab. Sawahlunto Sijunjung 243,480,000
8 Kab. Solok 325,791,000
Lampiran
Lampiran - 33
no Daerah JUmlah
9 Kab. Tanah Datar 334,472,000
10 Kota Bukit Tinggi 211,433,000
11 Kota Padang Panjang 169,805,000
12 Kota Padang 565,100,000
13 Kota Payakumbuh 205,435,000
14 Kota Sawahlunto 167,833,000
15 Kota Solok 182,247,000
16 Kota Pariaman 194,522,000
17 Kab. Pasaman Barat 271,069,000
18 Kab. Dharmasraya 218,596,000
19 Kab. Solok Selatan 188,488,000
iv Provinsi riau 277,659,000
1 Kab. Bengkalis 206,723,000
2 Kab. Indragiri Hilir 368,790,000
3 Kab. Indragiri Hulu 235,911,000
4 Kab. Kampar 241,850,000
5 Kab. Kuantan Singingi 272,524,000
6 Kab. Pelalawan 188,874,000
7 Kab. Rokan Hilir 91,848,000
8 Kab. Rokan Hulu 198,579,000
9 Kab. Siak 95,609,000
10 Kota Dumai 124,459,000
11 Kota Pekanbaru 327,161,000
v Provinsi riau kepulauan 333,333,000
1 Kab. Bintan 152,286,000
2 Kab. Natuna 159,405,000
3 Kab. Karimun 224,259,000
4 Kota Batam 219,300,000
5 Kota Tanjung Pinang 206,735,000
6 Kab. Lingga 161,174,000
vi Provinsi Jambi 415,018,000
1 Kab. Batanghari 237,751,000
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
34 - Lampiran
no Daerah JUmlah
2 Kab. Bungo 302,950,000
3 Kab. Kerinci 356,557,000
4 Kab. Merangin 310,445,000
5 Kab. Muaro Jambi 244,321,000
6 Kab. Sarolangun 240,533,000
7 Kab. Tanjung Jabung Barat 230,642,000
8 Kab. Tanjung Jabung Timur 205,866,000
9 Kab. Tebo 253,907,000
10 Kota Jambi 335,549,000
vii Provinsi sumatera selatan 510,197,000
1 Kab. Lahat 370,487,000
2 Kab. Musi Banyuasin 190,145,000
3 Kab. Musi Rawas 410,612,000
4 Kab. Muara Enim 335,566,000
5 Kab. Ogan Komering Ilir 462,135,000
6 Kab. Ogan Komering Ulu 296,154,000
7 Kota Palembang 659,611,000
8 Kota Pagar Alam 163,339,000
9 Kota Lubuk Linggau 191,501,000
10 Kota Prabumulih 161,515,000
11 Kab. Banyuasin 384,981,000
12 Kab. Ogan Ilir 260,428,000
13 Kab. OKU Timur 326,475,000
14 Kab. OKU Selatan 224,738,000
viii Provinsi Bangka Belitung 319,357,000
1 Kab. Bangka 240,378,000
2 Kab. Belitung 218,195,000
3 Kota Pangkal Pinang 216,914,000
4 Kab. Bangka Selatan 190,478,000
5 Kab. Bangka Tengah 169,892,000
6 Kab. Bangka Barat 188,769,000
7 Kab. Belitung Timur 192,853,000
Lampiran
Lampiran - 35
no Daerah JUmlah
iX Provinsi Bengkulu 405,858,000
1 Kab. Bengkulu Selatan 242,370,000
2 Kab. Bengkulu Utara 341,399,000
3 Kab. Rejang Lebong 291,055,000
4 Kota Bengkulu 311,197,000
5 Kab. Kaur 174,316,000
6 Kab. Seluma 209,887,000
7 Kab. Mukomuko 200,305,000
8 Kab. Lebong 183,357,000
9 Kab. Kepahiang 190,558,000
X Provinsi lampung 509,656,000
1 Kab. Lampung Barat 288,264,000
2 Kab. Lampung Selatan 600,921,000
3 Kab. Lampung Tengah 599,805,000
4 Kab. Lampung Utara 395,803,000
5 Kab. Lampung Timur 487,543,000
6 Kab. Tanggamus 495,346,000
7 Kab. Tulang Bawang 400,619,000
8 Kab. Way Kanan 274,211,000
9 Kota Bandar Lampung 464,191,000
10 Kota Metro 202,405,000
Xi Provinsi Dki Jakarta 119,943,000
Xii Provinsi Jawa Barat 933,436,000
1 Kab. Bandung 1,351,912,000
2 Kab. Bekasi 430,417,000
3 Kab. Bogor 962,196,000
4 Kab. Ciamis 775,730,000
5 Kab. Cianjur 757,052,000
6 Kab. Cirebon 730,886,000
7 Kab. Garut 911,801,000
8 Kab. Indramayu 610,891,000
9 Kab. Karawang 622,602,000
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
36 - Lampiran
no Daerah JUmlah
10 Kab. Kuningan 544,045,000
11 Kab. Majalengka 555,540,000
12 Kab. Purwakarta 366,484,000
13 Kab. Subang 560,645,000
14 Kab. Sukabumi 759,683,000
15 Kab. Sumedang 551,711,000
16 Kab. Tasikmalaya 718,561,000
17 Kota Bandung 827,608,000
18 Kota Bekasi 522,199,000
19 Kota Bogor 355,776,000
20 Kota Cirebon 304,470,000
21 Kota Depok 381,095,000
22 Kota Sukabumi 285,095,000
23 Kota Cimahi 270,848,000
24 Kota Tasikmalaya 369,950,000
25 Kota Banjar 273,232,000
Xiii Provinsi Banten 330,597,000
1 Kab. Lebak 507,639,000
2 Kab. Pandeglang 524,411,000
3 Kab. Serang 605,720,000
4 Kab. Tangerang 693,643,000
5 Kota Cilegon 223,328,000
6 Kota Tangerang 376,145,000
Xiv Provinsi Jawa tengah 1,050,732,000
1 Kab. Banjarnegara 452,544,000
2 Kab. Banyumas 654,154,000
3 Kab. Batang 362,659,000
4 Kab. Blora 447,775,000
5 Kab. Boyolali 528,505,000
6 Kab. Brebes 657,982,000
7 Kab. Cilacap 743,064,000
8 Kab. Demak 438,288,000
Lampiran
Lampiran - 37
no Daerah JUmlah
9 Kab. Grobogan 563,699,000
10 Kab. Jepara 461,230,000
11 Kab. Karanganyar 459,156,000
12 Kab. Kebumen 585,365,000
13 Kab. Kendal 453,755,000
14 Kab. Klaten 694,207,000
15 Kab. Kudus 421,953,000
16 Kab. Magelang 548,521,000
17 Kab. Pati 559,748,000
18 Kab. Pekalongan 411,159,000
19 Kab. Pemalang 530,443,000
20 Kab. Purbalingga 416,181,000
21 Kab. Purworejo 471,735,000
22 Kab. Rembang 361,876,000
23 Kab. Semarang 455,990,000
24 Kab. Sragen 513,575,000
25 Kab. Sukoharjo 460,662,000
26 Kab. Tegal 550,407,000
27 Kab. Temanggung 389,124,000
28 Kab. Wonogiri 556,874,000
29 Kab. Wonosobo 389,671,000
30 Kota Magelang 235,917,000
31 Kota Pekalongan 235,899,000
32 Kota Salatiga 212,614,000
33 Kota Semarang 586,736,000
34 Kota Surakarta 374,501,000
35 Kota Tegal 220,303,000
Xv Provinsi Di yogyakarta 437,379,000
1 Kab. Bantul 524,293,000
2 Kab. Gunung Kidul 459,851,000
3 Kab. Kulon Progo 374,760,000
4 Kab. Sleman 543,065,000
5 Kota Yogyakarta 365,042,000
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
38 - Lampiran
no Daerah JUmlah
Xvi Provinsi Jawa timur 1,091,155,000
1 Kab. Bangkalan 430,851,000
2 Kab. Banyuwangi 698,228,000
3 Kab. Blitar 587,733,000
4 Kab. Bojonegoro 552,361,000
5 Kab. Bondowoso 397,430,000
6 Kab. Gresik 452,286,000
7 Kab. Jember 861,126,000
8 Kab. Jombang 532,595,000
9 Kab. Kediri 635,830,000
10 Kab. Lamongan 540,603,000
11 Kab. Lumajang 479,591,000
12 Kab. Madiun 421,464,000
13 Kab. Magetan 451,962,000
14 Kab. Malang 880,921,000
15 Kab. Mojokerto 450,454,000
16 Kab. Nganjuk 539,899,000
17 Kab. Ngawi 493,983,000
18 Kab. Pacitan 371,997,000
19 Kab. Pamekasan 410,702,000
20 Kab. Pasuruan 532,901,000
21 Kab. Ponorogo 490,926,000
22 Kab. Probolinggo 484,750,000
23 Kab. Sampang 370,902,000
24 Kab. Sidoarjo 588,073,000
25 Kab. Situbondo 383,831,000
26 Kab. Sumenep 492,667,000
27 Kab. Trenggalek 431,681,000
28 Kab. Tuban 470,385,000
29 Kab. Tulungagung 564,916,000
30 Kota Blitar 194,040,000
31 Kota Kediri 350,377,000
Lampiran
Lampiran - 39
no Daerah JUmlah
32 Kota Madiun 238,456,000
33 Kota Malang 417,300,000
34 Kota Mojokerto 212,039,000
35 Kota Pasuruan 203,153,000
36 Kota Probollinggo 225,555,000
37 Kota Surabaya 639,590,000
38 Kota Batu 188,025,000
Xvii Provinsi kalimantan Barat 610,890,000
1 Kab. Bengkayang 262,219,000
2 Kab. Landak 319,568,000
3 Kab. Kapuas Hulu 458,779,000
4 Kab. Ketapang 588,702,000
5 Kab. Pontianak 485,795,000
6 Kab. Sambas 395,227,000
7 Kab. Sanggau 389,605,000
8 Kab. Sintang 488,394,000
9 Kota Pontianak 369,581,000
10 Kota Singkawang 237,907,000
11 Kab. Sekadau 216,970,000
12 Kab. Melawi 256,154,000
Xviii Provinsi kalimantan tengah 571,290,000
1 Kab. Barito Selatan 290,368,000
2 Kab. Barito Utara 282,513,000
3 Kab. Kapuas 434,371,000
4 Kab. Kotawaringin Barat 328,975,000
5 Kab. Kotawaringin Timur 399,216,000
6 Kota Palangkaraya 299,830,000
7 Kab. Barito Timur 233,714,000
8 Kab. Murung Raya 352,655,000
9 Kab. Pulang Pisau 263,522,000
10 Kab. Gunung Mas 273,756,000
11 Kab. Lamandau 231,480,000
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
40 - Lampiran
no Daerah JUmlah
12 Kab. Sukamara 239,689,000
13 Kab. Katingan 349,098,000
14 Kab. Seruyan 300,900,000
XiX Provinsi kalimantan selatan 427,994,000
1 Kab. Banjar 339,303,000
2 Kab. Barito Kuala 263,669,000
3 Kab. Hulu Sungai Selatan 267,283,000
4 Kab. Hulu Sungai Tengah 263,020,000
5 Kab. Hulu Sungai Utara 218,943,000
6 Kab. Kota Baru 313,543,000
7 Kab. Tabalong 226,888,000
8 Kab. Tanah Laut 252,597,000
9 Kab. Tapin 233,526,000
10 Kota Banjar Baru 190,679,000
11 Kota Banjarmasin 361,095,000
12 Kab. Balangan 160,641,000
13 Kab. Tanah Bumbu 224,935,000
XX Provinsi kalimantan timur 235,743,000
1 Kab. Berau 295,970,000
2 Kab. Bulungan 204,324,000
3 Kab. Kutai Kartanegara 297,814,000
4 Kab. Kutai Barat 331,974,000
5 Kab. Kutai Timur 273,571,000
6 Kab. Malinau 370,745,000
7 Kab. Nunukan 141,814,000
8 Kab. Pasir 173,168,000
9 Kota Balikpapan 179,471,000
10 Kota Bontang 75,718,000
11 Kota Samarinda 288,805,000
12 Kota Tarakan 72,991,000
13 Kab. Penajam Paser Utara 52,632,000
Lampiran
Lampiran - 41
no Daerah JUmlah
XXi Provinsi sulawesi Utara 447,037,000
1 Kab. Bolaang Mongondow 427,184,000
2 Kab. Minahasa 337,027,000
3 Kab. Sangihe 306,399,000
4 Kota Bitung 243,233,000
5 Kota Manado 374,754,000
6 Kab. Kepulauan Talaud 221,981,000
7 Kab. Minahasa Selatan 303,705,000
8 Kota Tomohon 182,495,000
9 Kab. Minahasa Utara 227,809,000
XXii Provinsi gorontalo 291,394,000
1 Kab. Boalemo 174,613,000
2 Kab. Gorontalo 335,122,000
3 Kota Gorontalo 230,813,000
4 Kab. Pohuwato 192,720,000
5 Kab. Bone Bolango 196,016,000
XXiii Provinsi sulawesi tengah 502,129,000
1 Kab. Banggai 387,407,000
2 Kab. Banggai Kepulauan 236,725,000
3 Kab. Buol 219,916,000
4 Kab. Toli-Toli 274,713,000
5 Kab. Donggala 451,257,000
6 Kab. Morowali 343,480,000
7 Kab. Poso 330,252,000
8 Kota Palu 320,761,000
9 Kab. Parigi Moutong 323,158,000
10 Kab. Tojo Una Una 218,426,000
XXiv Provinsi sulawesi selatan 599,508,000
1 Kab. Bantaeng 206,737,000
2 Kab. Barru 229,246,000
3 Kab. Bone 494,234,000
4 Kab. Bulukumba 332,719,000
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
42 - Lampiran
no Daerah JUmlah
5 Kab. Enrekang 230,254,000
6 Kab. G o w a 379,657,000
7 Kab. Jeneponto 280,676,000
8 Kab. Luwu 289,606,000
9 Kab. Luwu Utara 268,664,000
10 Kab. M a r o s 286,004,000
11 Kab. Pangkajene Kepulauan 266,302,000
12 Kab. Pinrang 313,755,000
13 Kab. Selayar 217,506,000
14 Kab. Sidenreng Rappang 265,277,000
15 Kab. Sinjai 255,440,000
16 Kab. Soppeng 292,386,000
17 Kab. Takalar 264,008,000
18 Kab. Tana Toraja 362,625,000
19 Kab. Wajo 305,940,000
20 Kota Pare-pare 208,125,000
21 Kota Makassar 583,842,000
22 Kota Palopo 202,459,000
23 Kab. Luwu Timur 216,885,000
XXv Provinsi sulawesi Barat 279,253,000
1 Kab. Majene 221,772,000
2 Kab. Mamuju 313,748,000
3 Kab. Polewali Mandar 301,085,000
4 Kab. Mamasa 188,531,000
5 Kab. Mamuju Utara 163,409,000
XXvi Provinsi sulawesi tenggara 461,841,000
1 Kab. Buton 290,634,000
2 Kab. Konawe 404,024,000
3 Kab. Kolaka 339,571,000
4 Kab. Muna 374,261,000
5 Kota Kendari 286,250,000
6 Kota Bau-bau 229,205,000
Lampiran
Lampiran - 43
no Daerah JUmlah
7 Kab. Konawe Selatan 275,125,000
8 Kab. Bombana 193,896,000
9 Kab. Wakatobi 181,345,000
10 Kab. Kolaka Utara 207,298,000
XXvii Provinsi Bali 436,533,000
1 Kab. Badung 263,808,000
2 Kab. Bangli 233,791,000
3 Kab. Buleleng 468,732,000
4 Kab. Gianyar 347,800,000
5 Kab. Jembrana 278,583,000
6 Kab. Karangasem 313,036,000
7 Kab. Klungkung 247,321,000
8 Kab. Tabanan 371,722,000
9 Kota Denpasar 331,448,000
XXviii Provinsi nusa tenggara Barat 447,658,000
1 Kab. Bima 374,364,000
2 Kab. Dompu 262,090,000
3 Kab. Lombok Barat 420,874,000
4 Kab. Lombok Tengah 445,821,000
5 Kab. Lombok Timur 522,757,000
6 Kab. Sumbawa 365,080,000
7 Kota Mataram 287,589,000
8 Kota Bima 204,865,000
9 Kab. Sumbawa Barat 147,770,000
XXiX Provinsi nusa tenggara timur 553,589,000
1 Kab. Alor 256,249,000
2 Kab. Belu 344,589,000
3 Kab. Ende 278,452,000
4 Kab. Flores Timur 271,659,000
5 Kab. Kupang 382,802,000
6 Kab. Lembata 188,166,000
7 Kab. Manggarai 348,963,000
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
44 - Lampiran
no Daerah JUmlah
8 Kab. Ngada 278,275,000
9 Kab. Sikka 279,124,000
10 Kab. Sumba Barat 302,572,000
11 Kab. Sumba Timur 293,655,000
12 Kab. Timor Tengah Selatan 355,802,000
13 Kab. Timor Tengah Utara 258,755,000
14 Kota Kupang 277,705,000
15 Kab. Rote Ndao 182,910,000
16 Kab. Manggarai Barat 206,094,000
XXX Provinsi maluku 476,048,000
1 Kab. Maluku Tenggara Barat 374,271,000
2 Kab. Maluku Tengah 500,035,000
3 Kab. Maluku Tenggara 243,635,000
4 Kab. Pulau Buru 250,617,000
5 Kota Ambon 318,722,000
6 Kab. Seram Bagian Barat 256,229,000
7 Kab. Seram Bagian Timur 170,543,000
8 Kab. Kepulauan Aru 191,940,000
XXXi Provinsi maluku Utara 370,724,000
1 Kab. Halmahera Tengah 193,844,000
2 Kab. Halmahera Barat 191,424,000
3 Kota Ternate 244,043,000
4 Kab. Halmahera Timur 197,485,000
5 Kota Tidore Kepulauan 206,550,000
6 Kab. Kepulauan Sula 233,404,000
7 Kab. Halmahera Selatan 271,379,000
8 Kab. Halmahera Utara 240,244,000
XXXii Provinsi Papua 876,295,000
1 Kab. Biak Numfor 309,850,000
2 Kab. Jayapura 422,740,000
3 Kab. Jayawijaya 356,119,000
4 Kab. Merauke 607,522,000
Lampiran
Lampiran - 45
no Daerah JUmlah
5 Kab. Mimika 221,664,000
6 Kab. Nabire 402,255,000
7 Kab. Paniai 410,794,000
8 Kab. Puncak Jaya 361,492,000
9 Kab. Yapen Waropen 251,360,000
10 Kota Jayapura 322,303,000
11 Kab. Sarmi 461,469,000
12 Kab. Keerom 270,045,000
13 Kab. Yahukimo 356,889,000
14 Kab. Pegunungan Bintang 324,659,000
15 Kab. Tolikara 277,690,000
16 Kab. Boven Digoel 398,819,000
17 Kab. Mappi 373,497,000
18 Kab. Asmat 376,173,000
19 Kab. Waropen 299,579,000
20 Kab. Supiori 182,311,000
XXXiii Provinsi irian Jaya Barat 464,871,000
1 Kab. Sorong 261,519,000
2 Kab. Manokwari 377,745,000
3 Kab. Fak Fak 333,914,000
4 Kota Sorong 240,153,000
5 Kab. Sorong Selatan 383,109,000
6 Kab. Raja Ampat 264,871,000
7 Kab. Teluk Bintuni 287,441,000
8 Kab. Teluk Wondama 209,232,000
9 Kab. Kaimana 336,312,000
total Provinsi 16,478,740,000
total kabupaten / kota 148,308,660,000
total nasional 164,787,400,000
*) Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2006, Tanggal 18 Desember 2006
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
46 - Lampiran
Lampiran 6
Dana PenyesUaian DaU tahUn 2007
(dalam ribu rupiah)
no Daerah Jumlah
1 Provinsi DKI Jakarta 653,081,500
2 Provinsi Kalimantan Timur 21,365,200
3 Provinsi Gorontalo 99,996,500
4 Kota Kediri 8,754,900
5 Kab. Minahasa Utara 6,023,500
6 Kab. Sinjai 29,262,900
7 Kab. Jayapura 11,972,000
8 Kab. Mimika 12,457,000
Total Provinsi 774,443,200
Total Kabupaten / Kota 68,470,300
Total Nasional 842,913,500
MENTERI KEUANGAN,
ttd,
SRI MULYANI INDRAWATI
Lampiran
Lampiran - 47
n
o

D
a
e
r
a
h

B
i
d
a
n
g

P
e
n
d
i
d
i
k
a
n

B
i
d
a
n
g

k
e
s
e
h
a
t
a
n

B
i
d
a
n
g

i
n
f
r
a
s
t
r
u
k
t
u
r

B
i
d
a
n
g

k
e
l
a
u
t
a
n

d
a
n

P
e
r
i
k
a
n
a
n

B
i
d
a
n
g

P
e
r
t
a
n
i
a
n

B
i
d
a
n
g

P
r
a
s
p
e
m

B
i
d
a
n
g

l
i
n
g
-
k
u
n
g
a
n

h
i
d
u
p

t
o
t
a
l
J
a
l
a
n
i
r
i
g
a
s
i
a
i
r

B
e
r
s
i
h
I

P
r
o
v
i
n
s
i

N
a
n
g
g
r
o
e

A
c
e
h

D
a
r
u
s
s
a
l
a
m

1
K
a
b
.

A
c
e
h

B
a
r
a
t

1
0
.
9
8
1
.
0
0
0
7
.
7
5
7
.
0
0
0
8
.
1
2
7
.
0
0
0
2
.
0
6
2
.
0
0
0
2
.
9
0
0
.
0
0
0
2
.
5
8
3
.
0
0
0
4
.
6
9
4
.
0
0
0
1
.
0
5
4
.
0
0
0
4
0
.
1
5
8
.
0
0
0
2
K
a
b
.

A
c
e
h

B
e
s
a
r

1
1
.
5
3
3
.
0
0
0
8
.
9
7
4
.
0
0
0
8
.
8
3
5
.
0
0
0
3
.
0
7
4
.
0
0
0
3
.
4
8
3
.
0
0
0
2
.
6
4
4
.
0
0
0
4
.
6
6
4
.
0
0
0
7
8
7
.
0
0
0
4
3
.
9
9
4
.
0
0
0
3
K
a
b
.

A
c
e
h

S
e
l
a
t
a
n

1
1
.
0
2
7
.
0
0
0
8
.
2
3
5
.
0
0
0
7
.
2
8
3
.
0
0
0
2
.
5
1
0
.
0
0
0
2
.
9
1
8
.
0
0
0
2
.
7
9
8
.
0
0
0
3
.
4
0
4
.
0
0
0
8
1
9
.
0
0
0
3
8
.
9
9
4
.
0
0
0
4
K
a
b
.

A
c
e
h

S
i
n
g
k
i
l

1
1
.
2
1
2
.
0
0
0
8
.
0
8
5
.
0
0
0
6
.
2
6
5
.
0
0
0
1
.
7
3
8
.
0
0
0
3
.
1
9
0
.
0
0
0
2
.
2
8
7
.
0
0
0
4
.
0
4
1
.
0
0
0
2
.
8
9
5
.
0
0
0
8
2
1
.
0
0
0
4
0
.
5
3
4
.
0
0
0
5
K
a
b
.

A
c
e
h

T
e
n
g
a
h

1
1
.
5
1
5
.
0
0
0
9
.
0
9
9
.
0
0
0
7
.
8
1
9
.
0
0
0
2
.
7
5
3
.
0
0
0
3
.
4
7
1
.
0
0
0
2
.
4
4
4
.
0
0
0
4
.
5
7
5
.
0
0
0
8
5
8
.
0
0
0
4
2
.
5
3
4
.
0
0
0
6
K
a
b
.

A
c
e
h

T
e
n
g
g
a
r
a

9
.
7
7
3
.
0
0
0
6
.
3
8
6
.
0
0
0
6
.
5
8
5
.
0
0
0
2
.
7
9
9
.
0
0
0
2
.
6
5
3
.
0
0
0
2
.
3
4
1
.
0
0
0
4
.
6
0
0
.
0
0
0
8
2
4
.
0
0
0
3
5
.
9
6
1
.
0
0
0
7
K
a
b
.

A
c
e
h

T
i
m
u
r

1
1
.
3
3
3
.
0
0
0
1
0
.
4
6
4
.
0
0
0
9
.
4
3
3
.
0
0
0
1
.
9
2
7
.
0
0
0
3
.
6
2
1
.
0
0
0
3
.
0
8
6
.
0
0
0
6
.
0
8
0
.
0
0
0
2
.
8
1
3
.
0
0
0
9
1
9
.
0
0
0
4
9
.
6
7
6
.
0
0
0
8
K
a
b
.

A
c
e
h

U
t
a
r
a

1
1
.
0
0
9
.
0
0
0
1
1
.
0
6
6
.
0
0
0
1
0
.
1
1
4
.
0
0
0
1
.
4
0
9
.
0
0
0
3
.
7
2
9
.
0
0
0
2
.
7
9
3
.
0
0
0
3
.
9
8
3
.
0
0
0
2
.
4
6
9
.
0
0
0
6
9
5
.
0
0
0
4
7
.
2
6
7
.
0
0
0
9
K
a
b
.

B
i
r
e
u
n

1
0
.
8
2
2
.
0
0
0
9
.
2
3
5
.
0
0
0
9
.
1
3
2
.
0
0
0
2
.
4
7
5
.
0
0
0
3
.
0
5
6
.
0
0
0
2
.
7
8
3
.
0
0
0
5
.
2
2
2
.
0
0
0
3
.
0
1
1
.
0
0
0
7
7
3
.
0
0
0
4
6
.
5
0
9
.
0
0
0
1
0
K
a
b
.

A
c
e
h

P
i
d
i
e

1
4
.
8
4
4
.
0
0
0
9
.
0
5
4
.
0
0
0
9
.
2
0
9
.
0
0
0
3
.
7
1
7
.
0
0
0
4
.
6
7
4
.
0
0
0
2
.
5
1
9
.
0
0
0
5
.
1
3
5
.
0
0
0
8
9
9
.
0
0
0
5
0
.
0
5
1
.
0
0
0
1
1
K
a
b
.

S
i
m
e
u
l
u
e

1
3
.
3
2
1
.
0
0
0
7
.
7
3
7
.
0
0
0
7
.
6
7
8
.
0
0
0
2
.
3
1
2
.
0
0
0
2
.
4
4
3
.
0
0
0
2
.
8
1
5
.
0
0
0
3
.
4
2
7
.
0
0
0
3
.
4
3
5
.
0
0
0
7
9
1
.
0
0
0
4
3
.
9
5
9
.
0
0
0
1
2
K
o
t
a

B
a
n
d
a

A
c
e
h

1
2
.
8
0
4
.
0
0
0
6
.
2
9
3
.
0
0
0
6
.
8
7
3
.
0
0
0
2
.
1
9
7
.
0
0
0
2
.
1
7
6
.
0
0
0
3
.
0
2
7
.
0
0
0
7
2
8
.
0
0
0
3
4
.
0
9
8
.
0
0
0
1
3
K
o
t
a

S
a
b
a
n
g

1
0
.
3
7
1
.
0
0
0
6
.
1
4
6
.
0
0
0
6
.
7
3
3
.
0
0
0
2
.
0
8
1
.
0
0
0
2
.
3
5
9
.
0
0
0
2
.
7
8
7
.
0
0
0
7
4
3
.
0
0
0
3
1
.
2
2
0
.
0
0
0
1
4
K
o
t
a

L
a
n
g
s
a

9
.
1
6
9
.
0
0
0
5
.
3
2
9
.
0
0
0
5
.
9
3
7
.
0
0
0
1
.
9
6
6
.
0
0
0
1
.
9
5
0
.
0
0
0
2
.
3
1
3
.
0
0
0
9
7
0
.
0
0
0
6
8
8
.
0
0
0
2
8
.
3
2
2
.
0
0
0
1
5
K
o
t
a

L
h
o
k
s
e
u
m
a
w
e

8
.
9
3
1
.
0
0
0
4
.
7
8
0
.
0
0
0
4
.
7
0
5
.
0
0
0
1
.
8
7
7
.
0
0
0
1
.
7
9
4
.
0
0
0
1
.
9
6
8
.
0
0
0
9
2
7
.
0
0
0
7
2
1
.
0
0
0
2
5
.
7
0
3
.
0
0
0
1
6
K
a
b
.

N
a
g
a
n

R
a
y
a

1
0
.
1
6
4
.
0
0
0
7
.
9
8
0
.
0
0
0
6
.
3
1
3
.
0
0
0
1
.
8
2
9
.
0
0
0
2
.
5
5
7
.
0
0
0
2
.
4
8
9
.
0
0
0
3
.
3
5
7
.
0
0
0
2
.
1
5
3
.
0
0
0
8
2
1
.
0
0
0
3
7
.
6
6
3
.
0
0
0
1
7
K
a
b
.

A
c
e
h

J
a
y
a

8
.
9
9
6
.
0
0
0
5
.
7
4
5
.
0
0
0
5
.
2
5
4
.
0
0
0
1
.
6
7
4
.
0
0
0
2
.
5
1
5
.
0
0
0
2
.
1
7
7
.
0
0
0
2
.
9
8
4
.
0
0
0
2
.
2
4
3
.
0
0
0
7
6
3
.
0
0
0
3
2
.
3
5
1
.
0
0
0
1
8
K
a
b
.

A
c
e
h

B
a
r
a
t

D
a
y
a

9
.
2
8
6
.
0
0
0
6
.
6
9
2
.
0
0
0
5
.
7
5
3
.
0
0
0
2
.
0
6
1
.
0
0
0
2
.
3
3
3
.
0
0
0
1
.
9
6
5
.
0
0
0
2
.
9
8
5
.
0
0
0
1
.
8
6
7
.
0
0
0
7
6
5
.
0
0
0
3
3
.
7
0
7
.
0
0
0
1
9
K
a
b
.

G
a
y
o

L
u
e
s

7
.
8
2
2
.
0
0
0
4
.
8
9
0
.
0
0
0
4
.
3
8
4
.
0
0
0
1
.
4
3
5
.
0
0
0
2
.
2
0
6
.
0
0
0
1
.
4
7
5
.
0
0
0
2
.
4
8
0
.
0
0
0
1
.
2
9
8
.
0
0
0
6
8
9
.
0
0
0
2
6
.
6
7
9
.
0
0
0
2
0
K
a
b
.

A
c
e
h

T
a
m
i
a
n
g

9
.
7
1
8
.
0
0
0
6
.
8
0
0
.
0
0
0
6
.
5
8
8
.
0
0
0
1
.
1
0
6
.
0
0
0
2
.
5
2
8
.
0
0
0
2
.
0
4
8
.
0
0
0
3
.
1
0
0
.
0
0
0
1
.
6
5
5
.
0
0
0
7
1
8
.
0
0
0
3
4
.
2
6
1
.
0
0
0
2
1
K
a
b
.

B
e
n
e
r

M
e
r
i
a
h

1
1
.
0
1
7
.
0
0
0
7
.
1
5
1
.
0
0
0
6
.
9
1
7
.
0
0
0
1
.
9
4
7
.
0
0
0
2
.
2
0
9
.
0
0
0
1
.
8
7
8
.
0
0
0
3
.
1
0
5
.
0
0
0
2
.
0
6
8
.
0
0
0
7
5
5
.
0
0
0
3
7
.
0
4
7
.
0
0
0
I
I

P
r
o
v
i
n
s
i

S
u
m
a
t
e
r
a

U
t
a
r
a

2
2
K
a
b
.

A
s
a
h
a
n

2
1
.
9
3
3
.
0
0
0
1
1
.
5
2
1
.
0
0
0
1
3
.
4
2
9
.
0
0
0
2
.
0
8
8
.
0
0
0
3
.
0
4
1
.
0
0
0
3
.
1
9
1
.
0
0
0
5
.
3
8
5
.
0
0
0
8
5
7
.
0
0
0
6
1
.
4
4
5
.
0
0
0
2
3
K
a
b
.

D
a
i
r
i

1
2
.
1
2
1
.
0
0
0
9
.
4
9
0
.
0
0
0
1
3
.
1
3
2
.
0
0
0
2
.
6
6
9
.
0
0
0
2
.
5
4
7
.
0
0
0
2
.
2
3
2
.
0
0
0
3
.
8
5
8
.
0
0
0
7
8
3
.
0
0
0
4
6
.
8
3
2
.
0
0
0
2
4
K
a
b
.

D
e
l
i

S
e
r
d
a
n
g

2
3
.
5
8
7
.
0
0
0
1
1
.
4
8
8
.
0
0
0
9
.
1
0
6
.
0
0
0
2
.
8
2
4
.
0
0
0
2
.
8
9
0
.
0
0
0
2
.
7
7
4
.
0
0
0
4
.
6
8
5
.
0
0
0
8
4
6
.
0
0
0
5
8
.
2
0
0
.
0
0
0
2
5
K
a
b
.

T
a
n
a
h

K
a
r
o

1
3
.
2
9
5
.
0
0
0
1
0
.
1
8
7
.
0
0
0
1
0
.
0
4
7
.
0
0
0
4
.
5
8
9
.
0
0
0
2
.
7
3
9
.
0
0
0
2
.
0
6
9
.
0
0
0
4
.
2
9
7
.
0
0
0
7
7
6
.
0
0
0
4
7
.
9
9
9
.
0
0
0
2
6
K
a
b
.

L
a
b
u
h
a
n

B
a
t
u

2
.
6
6
8
.
0
0
0
2
.
1
1
3
.
0
0
0
2
.
4
8
2
.
0
0
0
6
3
3
.
0
0
0
6
7
0
.
0
0
0
6
1
8
.
0
0
0
1
.
2
7
0
.
0
0
0
1
6
2
.
0
0
0
1
0
.
6
1
6
.
0
0
0
2
7
K
a
b
.

L
a
n
g
k
a
t

1
6
.
8
7
4
.
0
0
0
1
0
.
1
8
2
.
0
0
0
9
.
2
7
7
.
0
0
0
2
.
6
9
3
.
0
0
0
3
.
0
6
0
.
0
0
0
2
.
9
6
0
.
0
0
0
4
.
5
4
6
.
0
0
0
8
4
9
.
0
0
0
5
0
.
4
4
1
.
0
0
0
2
8
K
a
b
.

M
a
n
d
a
i
l
i
n
g

N
a
t
a
l

1
2
.
0
4
8
.
0
0
0
9
.
0
7
2
.
0
0
0
1
0
.
7
3
3
.
0
0
0
2
.
0
0
8
.
0
0
0
3
.
3
8
1
.
0
0
0
3
.
7
4
6
.
0
0
0
3
.
1
5
1
.
0
0
0
7
.
8
4
8
.
0
0
0
8
5
7
.
0
0
0
5
2
.
8
4
4
.
0
0
0
2
9
K
a
b
.

N
i
a
s

1
8
.
2
7
9
.
0
0
0
1
4
.
1
1
3
.
0
0
0
1
5
.
3
9
7
.
0
0
0
2
.
8
6
4
.
0
0
0
3
.
6
0
9
.
0
0
0
4
.
2
7
0
.
0
0
0
3
.
9
2
8
.
0
0
0
8
9
0
.
0
0
0
6
3
.
3
5
0
.
0
0
0
3
0
K
a
b
.

S
i
m
a
l
u
n
g
u
n

2
3
.
1
6
3
.
0
0
0
9
.
3
0
7
.
0
0
0
1
2
.
0
4
3
.
0
0
0
4
.
2
4
7
.
0
0
0
2
.
6
1
0
.
0
0
0
2
.
5
1
0
.
0
0
0
4
.
6
4
2
.
0
0
0
7
5
7
.
0
0
0
5
9
.
2
7
9
.
0
0
0
3
1
K
a
b
.

T
a
p
a
n
u
l
i

S
e
l
a
t
a
n

1
6
.
0
7
6
.
0
0
0
1
5
.
4
9
6
.
0
0
0
1
5
.
7
2
3
.
0
0
0
2
.
5
7
7
.
0
0
0
7
.
9
5
7
.
0
0
0
2
.
3
3
9
.
0
0
0
5
.
6
5
6
.
0
0
0
8
9
7
.
0
0
0
6
6
.
7
2
1
.
0
0
0
3
2
K
a
b
.

T
a
p
a
n
u
l
i

T
e
n
g
a
h

1
1
.
7
7
9
.
0
0
0
7
.
9
2
2
.
0
0
0
6
.
7
5
0
.
0
0
0
2
.
7
4
4
.
0
0
0
2
.
5
1
1
.
0
0
0
2
.
3
7
9
.
0
0
0
2
.
9
3
2
.
0
0
0
6
7
5
.
0
0
0
3
7
.
6
9
2
.
0
0
0
3
3
K
a
b
.

T
a
p
a
n
u
l
i

U
t
a
r
a

1
5
.
0
1
5
.
0
0
0
9
.
1
9
2
.
0
0
0
8
.
4
7
0
.
0
0
0
3
.
1
2
7
.
0
0
0
2
.
7
8
7
.
0
0
0
2
.
2
8
8
.
0
0
0
3
.
5
6
1
.
0
0
0
7
7
3
.
0
0
0
4
5
.
2
1
3
.
0
0
0
3
4
K
a
b
.

T
o
b
a

S
a
m
o
s
i
r

1
3
.
5
3
4
.
0
0
0
9
.
0
7
0
.
0
0
0
1
1
.
6
3
7
.
0
0
0
2
.
9
3
8
.
0
0
0
2
.
8
3
0
.
0
0
0
2
.
4
1
6
.
0
0
0
3
.
6
6
7
.
0
0
0
8
.
4
6
0
.
0
0
0
8
0
9
.
0
0
0
5
5
.
3
6
1
.
0
0
0
3
5
K
o
t
a

B
i
n
j
a
i

8
.
1
2
1
.
0
0
0
4
.
0
6
7
.
0
0
0
4
.
1
9
6
.
0
0
0
1
.
6
9
8
.
0
0
0
1
.
4
5
2
.
0
0
0
2
.
0
2
6
.
0
0
0
8
2
6
.
0
0
0
2
2
.
3
8
6
.
0
0
0
3
6
K
o
t
a

M
e
d
a
n

2
.
5
0
8
.
0
0
0
1
.
9
0
7
.
0
0
0
1
.
9
6
0
.
0
0
0
5
7
4
.
0
0
0
6
0
5
.
0
0
0
7
4
2
.
0
0
0
2
1
8
.
0
0
0
8
.
5
1
4
.
0
0
0
3
7
K
o
t
a

P
e
m
a
t
a
n
g

S
i
a
n
t
a
r

1
0
.
1
8
1
.
0
0
0
4
.
4
2
6
.
0
0
0
4
.
5
1
5
.
0
0
0
1
.
7
1
7
.
0
0
0
1
.
5
9
4
.
0
0
0
1
.
9
9
2
.
0
0
0
8
5
3
.
0
0
0
2
5
.
2
7
8
.
0
0
0
3
8
K
o
t
a

S
i
b
o
l
g
a

9
.
1
8
5
.
0
0
0
4
.
9
8
4
.
0
0
0
4
.
6
5
4
.
0
0
0
1
.
9
0
7
.
0
0
0
2
.
2
5
4
.
0
0
0
2
.
3
6
3
.
0
0
0
1
.
3
9
2
.
0
0
0
2
6
.
7
3
9
.
0
0
0
3
9
K
o
t
a

T
a
n
j
u
n
g

B
a
l
a
i

9
.
0
7
6
.
0
0
0
4
.
8
8
1
.
0
0
0
4
.
8
0
6
.
0
0
0
2
.
0
2
8
.
0
0
0
1
.
7
1
1
.
0
0
0
2
.
1
4
0
.
0
0
0
8
7
3
.
0
0
0
2
5
.
5
1
5
.
0
0
0
4
0
K
o
t
a

T
e
b
i
n
g

T
i
n
g
g
i

8
.
3
7
2
.
0
0
0
4
.
2
4
6
.
0
0
0
4
.
5
8
6
.
0
0
0
9
9
2
.
0
0
0
1
.
7
4
4
.
0
0
0
1
.
6
4
2
.
0
0
0
1
.
9
5
5
.
0
0
0
9
3
7
.
0
0
0
2
4
.
4
7
4
.
0
0
0
4
1
K
o
t
a

P
a
d
a
n
g

S
i
d
e
m
p
u
a
n

8
.
3
2
3
.
0
0
0
4
.
4
9
8
.
0
0
0
4
.
0
4
2
.
0
0
0
1
.
4
2
6
.
0
0
0
1
.
7
5
5
.
0
0
0
1
.
6
3
2
.
0
0
0
2
.
2
5
7
.
0
0
0
8
8
2
.
0
0
0
7
5
1
.
0
0
0
2
5
.
5
6
6
.
0
0
0
4
2
K
a
b
.

P
a
k
p
a
k

B
h
a
r
a
t

1
0
.
1
0
7
.
0
0
0
6
.
3
5
4
.
0
0
0
6
.
9
9
2
.
0
0
0
1
.
9
1
2
.
0
0
0
2
.
2
7
3
.
0
0
0
2
.
0
0
4
.
0
0
0
2
.
7
4
3
.
0
0
0
2
.
1
5
0
.
0
0
0
7
5
1
.
0
0
0
3
5
.
2
8
6
.
0
0
0
4
3
K
a
b
.

N
i
a
s

S
e
l
a
t
a
n

1
2
.
3
3
5
.
0
0
0
1
0
.
8
4
7
.
0
0
0
9
.
9
4
3
.
0
0
0
3
.
1
0
6
.
0
0
0
3
.
2
2
1
.
0
0
0
3
.
2
1
8
.
0
0
0
3
.
7
4
3
.
0
0
0
2
.
9
8
1
.
0
0
0
8
8
7
.
0
0
0
5
0
.
2
8
1
.
0
0
0
4
4
K
a
b
.

H
u
m
b
a
n
g

H
a
s
u
n
d
u
t
a
n

1
0
.
2
2
0
.
0
0
0
6
.
1
3
9
.
0
0
0
6
.
6
1
9
.
0
0
0
1
.
5
3
4
.
0
0
0
2
.
2
8
8
.
0
0
0
1
.
7
7
7
.
0
0
0
2
.
5
7
0
.
0
0
0
9
4
1
.
0
0
0
7
0
4
.
0
0
0
3
2
.
7
9
2
.
0
0
0
4
5
K
a
b
.

S
e
r
d
a
n
g

B
e
r
d
a
g
a
i

1
2
.
5
2
1
.
0
0
0
8
.
3
5
8
.
0
0
0
7
.
3
4
1
.
0
0
0
1
.
4
5
6
.
0
0
0
2
.
5
5
3
.
0
0
0
2
.
3
2
9
.
0
0
0
2
.
8
1
1
.
0
0
0
9
6
0
.
0
0
0
7
0
9
.
0
0
0
3
9
.
0
3
8
.
0
0
0
4
6
K
a
b
.

S
a
m
o
s
i
r

1
3
.
4
4
3
.
0
0
0
9
.
1
0
9
.
0
0
0
1
0
.
0
3
7
.
0
0
0
2
.
8
1
7
.
0
0
0
3
.
1
8
4
.
0
0
0
2
.
4
1
5
.
0
0
0
3
.
7
2
2
.
0
0
0
2
.
7
8
3
.
0
0
0
8
2
7
.
0
0
0
4
8
.
3
3
7
.
0
0
0
I
I
I

P
r
o
v
i
n
s
i

S
u
m
a
t
e
r
a

B
a
r
a
t

4
7
K
a
b
.

L
i
m
a
p
u
l
u
h

K
o
t
a

1
5
.
1
4
1
.
0
0
0
1
0
.
0
4
0
.
0
0
0
9
.
3
0
5
.
0
0
0
3
.
9
4
4
.
0
0
0
2
.
5
8
2
.
0
0
0
2
.
3
5
5
.
0
0
0
5
.
0
1
9
.
0
0
0
7
7
9
.
0
0
0
4
9
.
1
6
5
.
0
0
0
4
8
K
a
b
.

A
g
a
m

1
4
.
5
0
9
.
0
0
0
1
0
.
0
3
7
.
0
0
0
9
.
8
6
4
.
0
0
0
4
.
2
1
4
.
0
0
0
2
.
6
1
7
.
0
0
0
2
.
8
6
2
.
0
0
0
4
.
7
8
5
.
0
0
0
8
4
8
.
0
0
0
4
9
.
7
3
6
.
0
0
0
PenetaPan alokasi Dana alokasi khUsUs tahUn anggaran 2007
UntUk kaBUPaten/kota se-inDonesia
Lampiran 7
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
48 - Lampiran
n
o

D
a
e
r
a
h

B
i
d
a
n
g

P
e
n
d
i
d
i
k
a
n

B
i
d
a
n
g

k
e
s
e
h
a
t
a
n

B
i
d
a
n
g

i
n
f
r
a
s
t
r
u
k
t
u
r

B
i
d
a
n
g

k
e
l
a
u
t
a
n

d
a
n

P
e
r
i
k
a
n
a
n

B
i
d
a
n
g

P
e
r
t
a
n
i
a
n

B
i
d
a
n
g

P
r
a
s
p
e
m

B
i
d
a
n
g

l
i
n
g
-
k
u
n
g
a
n

h
i
d
u
p

t
o
t
a
l
J
a
l
a
n
i
r
i
g
a
s
i
a
i
r

B
e
r
s
i
h
5
0
K
a
b
.

P
a
d
a
n
g

P
a
r
i
a
m
a
n

1
5
.
3
4
6
.
0
0
0
9
.
1
9
9
.
0
0
0
1
0
.
6
9
0
.
0
0
0
4
.
0
0
4
.
0
0
0
2
.
5
6
5
.
0
0
0
3
.
0
0
1
.
0
0
0
5
.
2
4
1
.
0
0
0
8
.
3
2
3
.
0
0
0
8
0
1
.
0
0
0
5
9
.
1
7
0
.
0
0
0
5
1
K
a
b
.

P
a
s
a
m
a
n

1
3
.
2
1
3
.
0
0
0
7
.
0
5
2
.
0
0
0
7
.
0
7
6
.
0
0
0
2
.
9
8
4
.
0
0
0
2
.
3
2
2
.
0
0
0
2
.
7
9
0
.
0
0
0
3
.
6
9
2
.
0
0
0
8
5
9
.
0
0
0
3
9
.
9
8
8
.
0
0
0
5
2
K
a
b
.

P
e
s
i
s
i
r

S
e
l
a
t
a
n

1
5
.
0
1
4
.
0
0
0
1
0
.
6
7
6
.
0
0
0
1
2
.
0
5
0
.
0
0
0
8
.
7
2
5
.
0
0
0
2
.
8
2
6
.
0
0
0
3
.
8
7
1
.
0
0
0
4
.
9
2
3
.
0
0
0
9
2
7
.
0
0
0
5
9
.
0
1
2
.
0
0
0
5
3
K
a
b
.

S
a
w
a
h
l
u
n
t
o

S
i
j
u
n
j
u
n
g

1
0
.
4
1
2
.
0
0
0
6
.
8
8
3
.
0
0
0
7
.
6
5
0
.
0
0
0
1
.
7
6
2
.
0
0
0
2
.
2
7
0
.
0
0
0
1
.
8
8
5
.
0
0
0
3
.
9
6
1
.
0
0
0
8
0
3
.
0
0
0
3
5
.
6
2
6
.
0
0
0
5
4
K
a
b
.

S
o
l
o
k

1
3
.
6
3
3
.
0
0
0
8
.
2
7
4
.
0
0
0
1
0
.
8
2
5
.
0
0
0
4
.
0
4
3
.
0
0
0
2
.
5
0
3
.
0
0
0
2
.
3
0
4
.
0
0
0
4
.
3
7
6
.
0
0
0
8
2
0
.
0
0
0
4
6
.
7
7
8
.
0
0
0
5
5
K
a
b
.

T
a
n
a
h

D
a
t
a
r

1
3
.
2
8
2
.
0
0
0
8
.
1
2
9
.
0
0
0
9
.
4
0
1
.
0
0
0
3
.
4
9
4
.
0
0
0
2
.
3
5
1
.
0
0
0
2
.
2
3
0
.
0
0
0
4
.
6
5
3
.
0
0
0
7
6
8
.
0
0
0
4
4
.
3
0
8
.
0
0
0
5
6
K
o
t
a

B
u
k
i
t

T
i
n
g
g
i

9
.
2
9
3
.
0
0
0
4
.
9
1
0
.
0
0
0
5
.
6
5
1
.
0
0
0
1
.
3
0
0
.
0
0
0
1
.
9
1
9
.
0
0
0
1
.
8
9
4
.
0
0
0
2
.
3
6
5
.
0
0
0
6
7
6
.
0
0
0
2
8
.
0
0
8
.
0
0
0
5
7
K
o
t
a

P
a
d
a
n
g

P
a
n
j
a
n
g

8
.
2
6
2
.
0
0
0
3
.
7
4
4
.
0
0
0
4
.
3
1
5
.
0
0
0
1
.
0
6
8
.
0
0
0
1
.
7
1
1
.
0
0
0
1
.
6
5
7
.
0
0
0
2
.
0
4
5
.
0
0
0
7
9
4
.
0
0
0
2
3
.
5
9
6
.
0
0
0
5
8
K
o
t
a

P
a
d
a
n
g

1
2
.
3
5
8
.
0
0
0
7
.
6
4
8
.
0
0
0
7
.
7
4
1
.
0
0
0
2
.
1
3
9
.
0
0
0
2
.
2
1
0
.
0
0
0
2
.
6
8
3
.
0
0
0
7
9
5
.
0
0
0
3
5
.
5
7
4
.
0
0
0
5
9
K
o
t
a

P
a
y
a
k
u
m
b
u
h

8
.
0
2
7
.
0
0
0
3
.
7
6
9
.
0
0
0
4
.
1
5
4
.
0
0
0
9
2
1
.
0
0
0
1
.
7
3
7
.
0
0
0
1
.
6
2
4
.
0
0
0
2
.
0
2
7
.
0
0
0
1
.
7
3
2
.
0
0
0
2
3
.
9
9
1
.
0
0
0
6
0
K
o
t
a

S
a
w
a
h
l
u
n
t
o

9
.
2
5
7
.
0
0
0
5
.
1
0
3
.
0
0
0
5
.
4
2
3
.
0
0
0
1
.
3
2
8
.
0
0
0
2
.
0
0
0
.
0
0
0
1
.
8
7
4
.
0
0
0
2
.
2
7
8
.
0
0
0
9
1
3
.
0
0
0
2
8
.
1
7
6
.
0
0
0
6
1
K
o
t
a

S
o
l
o
k

9
.
3
7
2
.
0
0
0
5
.
1
0
1
.
0
0
0
5
.
4
7
5
.
0
0
0
1
.
3
7
2
.
0
0
0
1
.
9
3
5
.
0
0
0
1
.
9
4
0
.
0
0
0
2
.
3
7
1
.
0
0
0
8
2
7
.
0
0
0
2
8
.
3
9
3
.
0
0
0
6
2
K
o
t
a

P
a
r
i
a
m
a
n

9
.
4
4
4
.
0
0
0
5
.
2
2
8
.
0
0
0
7
.
8
8
7
.
0
0
0
3
.
4
1
6
.
0
0
0
2
.
0
3
4
.
0
0
0
3
.
4
2
5
.
0
0
0
2
.
3
2
4
.
0
0
0
9
5
9
.
0
0
0
8
3
5
.
0
0
0
3
5
.
5
5
2
.
0
0
0
6
3
K
a
b
.

P
a
s
a
m
a
n

B
a
r
a
t

1
1
.
9
5
5
.
0
0
0
6
.
9
3
2
.
0
0
0
7
.
3
8
9
.
0
0
0
2
.
5
7
5
.
0
0
0
2
.
2
6
2
.
0
0
0
1
.
9
7
6
.
0
0
0
4
.
3
8
2
.
0
0
0
1
.
9
7
0
.
0
0
0
7
7
2
.
0
0
0
4
0
.
2
1
3
.
0
0
0
6
4
K
a
b
.

D
h
a
r
m
a
s
r
a
y
a

1
0
.
4
8
7
.
0
0
0
7
.
0
2
8
.
0
0
0
6
.
9
3
3
.
0
0
0
2
.
0
0
5
.
0
0
0
2
.
0
8
5
.
0
0
0
1
.
8
3
4
.
0
0
0
3
.
4
0
4
.
0
0
0
1
.
9
2
8
.
0
0
0
7
8
3
.
0
0
0
3
6
.
4
8
7
.
0
0
0
6
5
K
a
b
.

S
o
l
o
k

S
e
l
a
t
a
n

1
0
.
3
0
8
.
0
0
0
6
.
3
6
8
.
0
0
0
6
.
6
0
8
.
0
0
0
2
.
6
4
1
.
0
0
0
2
.
6
6
3
.
0
0
0
1
.
9
0
1
.
0
0
0
2
.
7
4
7
.
0
0
0
1
.
9
7
0
.
0
0
0
7
8
7
.
0
0
0
3
5
.
9
9
3
.
0
0
0
I
V

P
r
o
v
i
n
s
i

R
i
a
u

6
6
K
a
b
.

B
e
n
g
k
a
l
i
s

2
.
4
0
7
.
0
0
0
1
.
9
5
1
.
0
0
0
2
.
7
8
6
.
0
0
0
4
3
6
.
0
0
0
6
0
4
.
0
0
0
6
0
3
.
0
0
0
9
2
4
.
0
0
0
1
8
8
.
0
0
0
9
.
8
9
9
.
0
0
0
6
7
K
a
b
.

I
n
d
r
a
g
i
r
i

H
i
l
i
r

2
.
6
6
3
.
0
0
0
2
.
1
3
4
.
0
0
0
2
.
2
7
1
.
0
0
0
5
8
7
.
0
0
0
6
6
7
.
0
0
0
6
4
7
.
0
0
0
1
.
4
0
9
.
0
0
0
2
2
6
.
0
0
0
1
0
.
6
0
4
.
0
0
0
6
8
K
a
b
.

I
n
d
r
a
g
i
r
i

H
u
l
u

2
.
4
2
7
.
0
0
0
1
.
9
9
2
.
0
0
0
2
.
1
4
2
.
0
0
0
6
0
7
.
0
0
0
6
4
1
.
0
0
0
5
6
2
.
0
0
0
1
.
1
3
2
.
0
0
0
1
8
7
.
0
0
0
9
.
6
9
0
.
0
0
0
6
9
K
a
b
.

K
a
m
p
a
r

2
.
4
3
1
.
0
0
0
2
.
0
2
6
.
0
0
0
2
.
4
2
8
.
0
0
0
5
1
9
.
0
0
0
6
6
0
.
0
0
0
6
3
1
.
0
0
0
1
.
2
3
6
.
0
0
0
2
2
2
.
0
0
0
1
0
.
1
5
3
.
0
0
0
7
0
K
a
b
.

K
u
a
n
t
a
n

S
i
n
g
i
n
g
i

1
0
.
5
1
3
.
0
0
0
5
.
6
9
8
.
0
0
0
5
.
7
8
4
.
0
0
0
1
.
3
1
6
.
0
0
0
2
.
8
2
2
.
0
0
0
1
.
1
4
8
.
0
0
0
3
.
2
4
1
.
0
0
0
7
.
1
0
2
.
0
0
0
8
0
5
.
0
0
0
3
8
.
4
2
9
.
0
0
0
7
1
K
a
b
.

P
e
l
a
l
a
w
a
n

2
.
2
3
4
.
0
0
0
1
.
8
3
3
.
0
0
0
1
.
6
3
2
.
0
0
0
6
1
3
.
0
0
0
5
8
0
.
0
0
0
5
4
4
.
0
0
0
8
7
7
.
0
0
0
4
.
8
3
9
.
0
0
0
1
7
7
.
0
0
0
1
3
.
3
2
9
.
0
0
0
7
2
K
a
b
.

R
o
k
a
n

H
i
l
i
r

1
1
.
2
2
4
.
0
0
0
8
.
9
2
4
.
0
0
0
7
.
7
5
8
.
0
0
0
2
.
2
7
5
.
0
0
0
2
.
4
1
9
.
0
0
0
2
.
2
5
4
.
0
0
0
3
.
9
7
1
.
0
0
0
8
.
1
9
7
.
0
0
0
1
.
1
4
4
.
0
0
0
4
8
.
1
6
6
.
0
0
0
7
3
K
a
b
.

R
o
k
a
n

H
u
l
u

1
0
.
1
2
1
.
0
0
0
5
.
0
5
4
.
0
0
0
5
.
4
5
7
.
0
0
0
2
.
7
3
0
.
0
0
0
2
.
2
3
6
.
0
0
0
1
.
3
3
8
.
0
0
0
3
.
2
4
9
.
0
0
0
7
.
0
6
3
.
0
0
0
9
4
6
.
0
0
0
3
8
.
1
9
4
.
0
0
0
7
4
K
a
b
.

S
i
a
k

2
.
1
7
3
.
0
0
0
1
.
7
5
5
.
0
0
0
1
.
5
2
8
.
0
0
0
3
7
8
.
0
0
0
5
4
7
.
0
0
0
5
2
4
.
0
0
0
6
9
6
.
0
0
0
3
.
7
0
4
.
0
0
0
1
4
8
.
0
0
0
1
1
.
4
5
3
.
0
0
0
7
5
K
o
t
a

D
u
m
a
i

2
.
2
4
1
.
0
0
0
1
.
7
7
3
.
0
0
0
1
.
7
9
5
.
0
0
0
4
3
9
.
0
0
0
5
6
9
.
0
0
0
5
4
8
.
0
0
0
7
2
3
.
0
0
0
5
.
2
0
3
.
0
0
0
1
3
2
.
0
0
0
1
3
.
4
2
3
.
0
0
0
7
6
K
o
t
a

P
e
k
a
n
b
a
r
u

2
.
3
3
5
.
0
0
0
1
.
8
1
4
.
0
0
0
1
.
8
6
0
.
0
0
0
5
5
9
.
0
0
0
5
6
4
.
0
0
0
7
4
2
.
0
0
0
1
5
5
.
0
0
0
8
.
0
2
9
.
0
0
0
V

P
r
o
v
i
n
s
i

R
i
a
u

K
e
p
u
l
a
u
a
n

7
7
K
a
b
.

B
i
n
t
a
n

2
.
4
3
3
.
0
0
0
2
.
0
4
1
.
0
0
0
2
.
6
3
0
.
0
0
0
5
7
8
.
0
0
0
6
0
2
.
0
0
0
6
7
5
.
0
0
0
9
7
2
.
0
0
0
5
.
9
5
9
.
0
0
0
1
5
4
.
0
0
0
1
6
.
0
4
4
.
0
0
0
7
8
K
a
b
.

N
a
t
u
n
a

8
.
5
5
9
.
0
0
0
6
.
1
3
3
.
0
0
0
5
.
0
3
4
.
0
0
0
8
6
7
.
0
0
0
1
.
8
0
8
.
0
0
0
4
.
1
7
7
.
0
0
0
1
.
9
7
2
.
0
0
0
7
.
8
3
0
.
0
0
0
5
8
1
.
0
0
0
3
6
.
9
6
1
.
0
0
0
7
9
K
a
b
.

K
a
r
i
m
u
n

2
.
3
0
5
.
0
0
0
1
.
8
6
5
.
0
0
0
1
.
8
5
1
.
0
0
0
5
7
2
.
0
0
0
6
6
4
.
0
0
0
7
5
9
.
0
0
0
5
.
7
5
7
.
0
0
0
1
3
2
.
0
0
0
1
3
.
9
0
5
.
0
0
0
8
0
K
o
t
a

B
a
t
a
m

2
.
3
2
0
.
0
0
0
1
.
8
7
0
.
0
0
0
1
.
9
2
6
.
0
0
0
5
6
8
.
0
0
0
6
9
8
.
0
0
0
7
3
8
.
0
0
0
5
.
5
4
0
.
0
0
0
1
3
1
.
0
0
0
1
3
.
7
9
1
.
0
0
0
8
1
K
o
t
a

T
a
n
j
u
n
g

P
i
n
a
n
g

9
.
7
4
7
.
0
0
0
5
.
6
8
7
.
0
0
0
5
.
5
1
8
.
0
0
0
2
.
0
1
5
.
0
0
0
2
.
1
4
3
.
0
0
0
2
.
3
7
2
.
0
0
0
1
.
0
1
7
.
0
0
0
7
1
2
.
0
0
0
2
9
.
2
1
1
.
0
0
0
8
2
K
a
b
.

L
i
n
g
g
a

1
0
.
4
2
9
.
0
0
0
6
.
0
3
4
.
0
0
0
7
.
3
0
9
.
0
0
0
1
.
4
1
3
.
0
0
0
1
.
9
5
3
.
0
0
0
8
.
6
0
0
.
0
0
0
2
.
1
2
5
.
0
0
0
9
7
3
.
0
0
0
6
7
6
.
0
0
0
3
9
.
5
1
2
.
0
0
0
V
I

P
r
o
v
i
n
s
i

J
a
m
b
i

8
3
K
a
b
.

B
a
t
a
n
g
h
a
r
i

9
.
8
4
2
.
0
0
0
5
.
7
4
5
.
0
0
0
7
.
4
7
7
.
0
0
0
1
.
0
4
6
.
0
0
0
2
.
2
5
4
.
0
0
0
2
.
6
0
4
.
0
0
0
3
.
8
6
7
.
0
0
0
9
2
3
.
0
0
0
3
3
.
7
5
8
.
0
0
0
8
4
K
a
b
.

B
u
n
g
o

8
.
9
2
0
.
0
0
0
5
.
6
3
6
.
0
0
0
7
.
6
0
0
.
0
0
0
1
.
9
6
7
.
0
0
0
2
.
5
9
8
.
0
0
0
1
.
5
9
4
.
0
0
0
4
.
5
0
2
.
0
0
0
8
4
2
.
0
0
0
3
3
.
6
5
9
.
0
0
0
8
5
K
a
b
.

K
e
r
i
n
c
i

1
3
.
6
9
3
.
0
0
0
8
.
1
3
6
.
0
0
0
8
.
9
2
6
.
0
0
0
3
.
1
2
0
.
0
0
0
3
.
2
7
0
.
0
0
0
2
.
4
2
6
.
0
0
0
4
.
7
2
7
.
0
0
0
8
0
4
.
0
0
0
4
5
.
1
0
2
.
0
0
0
8
6
K
a
b
.

M
e
r
a
n
g
i
n

9
.
9
7
5
.
0
0
0
6
.
9
8
0
.
0
0
0
8
.
0
4
3
.
0
0
0
1
.
4
8
4
.
0
0
0
2
.
7
7
4
.
0
0
0
1
.
8
1
9
.
0
0
0
5
.
0
1
5
.
0
0
0
9
9
6
.
0
0
0
3
7
.
0
8
6
.
0
0
0
8
7
K
a
b
.

M
u
a
r
o

J
a
m
b
i

9
.
7
4
9
.
0
0
0
8
.
2
3
7
.
0
0
0
8
.
9
1
2
.
0
0
0
3
.
9
4
8
.
0
0
0
2
.
5
8
4
.
0
0
0
2
.
8
8
6
.
0
0
0
3
.
6
0
8
.
0
0
0
7
.
9
1
0
.
0
0
0
8
7
1
.
0
0
0
4
8
.
7
0
5
.
0
0
0
8
8
K
a
b
.

S
a
r
o
l
a
n
g
u
n

9
.
9
4
3
.
0
0
0
5
.
4
6
1
.
0
0
0
7
.
2
2
8
.
0
0
0
2
.
9
9
7
.
0
0
0
2
.
2
0
4
.
0
0
0
1
.
6
5
7
.
0
0
0
3
.
4
1
5
.
0
0
0
7
.
2
4
9
.
0
0
0
8
4
6
.
0
0
0
4
1
.
0
0
0
.
0
0
0
8
9
K
a
b
.

T
a
n
j
u
n
g

J
a
b
u
n
g

B
a
r
a
t

2
.
5
0
9
.
0
0
0
2
.
0
3
2
.
0
0
0
2
.
2
0
0
.
0
0
0
6
7
2
.
0
0
0
6
2
7
.
0
0
0
5
9
6
.
0
0
0
1
.
0
5
9
.
0
0
0
1
8
2
.
0
0
0
9
.
8
7
7
.
0
0
0
9
0
K
a
b
.

T
a
n
j
u
n
g

J
a
b
u
n
g

T
i
m
u
r

9
.
9
1
3
.
0
0
0
7
.
3
2
4
.
0
0
0
8
.
2
3
4
.
0
0
0
1
.
7
7
2
.
0
0
0
2
.
1
8
4
.
0
0
0
2
.
3
0
0
.
0
0
0
3
.
6
0
2
.
0
0
0
7
.
8
1
7
.
0
0
0
9
2
0
.
0
0
0
4
4
.
0
6
6
.
0
0
0
9
1
K
a
b
.

T
e
b
o

1
0
.
2
8
9
.
0
0
0
6
.
3
7
5
.
0
0
0
7
.
5
5
4
.
0
0
0
1
.
9
9
3
.
0
0
0
2
.
1
7
9
.
0
0
0
1
.
9
2
8
.
0
0
0
4
.
1
6
4
.
0
0
0
7
.
6
7
6
.
0
0
0
9
7
1
.
0
0
0
4
3
.
1
2
9
.
0
0
0
9
2
K
o
t
a

J
a
m
b
i

1
0
.
4
4
9
.
0
0
0
5
.
6
5
4
.
0
0
0
5
.
1
3
2
.
0
0
0
1
.
8
2
7
.
0
0
0
2
.
6
2
4
.
0
0
0
2
.
3
2
2
.
0
0
0
8
2
8
.
0
0
0
2
8
.
8
3
6
.
0
0
0
V
I
I

P
r
o
v
i
n
s
i

S
u
m
a
t
e
r
a

S
e
l
a
t
a
n

9
3
K
a
b
.

L
a
h
a
t

1
4
.
1
4
5
.
0
0
0
8
.
4
9
3
.
0
0
0
4
.
8
1
9
.
0
0
0
4
.
0
2
3
.
0
0
0
4
.
1
0
4
.
0
0
0
1
.
7
7
2
.
0
0
0
3
.
6
0
5
.
0
0
0
8
0
3
.
0
0
0
4
1
.
7
6
4
.
0
0
0
9
4
K
a
b
.

M
u
s
i

B
a
n
y
u
a
s
i
n

1
4
.
2
5
1
.
0
0
0
1
1
.
3
3
4
.
0
0
0
9
.
7
4
6
.
0
0
0
1
.
5
4
2
.
0
0
0
2
.
9
7
4
.
0
0
0
1
.
9
4
3
.
0
0
0
4
.
9
5
6
.
0
0
0
2
.
3
9
0
.
0
0
0
4
9
.
1
3
6
.
0
0
0
9
5
K
a
b
.

M
u
s
i

R
a
w
a
s

1
5
.
0
7
7
.
0
0
0
1
1
.
2
6
0
.
0
0
0
9
.
5
4
6
.
0
0
0
4
.
2
8
6
.
0
0
0
3
.
1
0
4
.
0
0
0
2
.
2
6
5
.
0
0
0
5
.
2
1
5
.
0
0
0
1
.
3
8
3
.
0
0
0
1
.
1
6
1
.
0
0
0
5
3
.
2
9
7
.
0
0
0
9
6
K
a
b
.

M
u
a
r
a

E
n
i
m

2
.
6
4
2
.
0
0
0
2
.
1
2
4
.
0
0
0
2
.
0
3
5
.
0
0
0
1
.
0
1
2
.
0
0
0
6
9
8
.
0
0
0
5
8
6
.
0
0
0
1
.
3
2
5
.
0
0
0
2
0
1
.
0
0
0
1
0
.
6
2
3
.
0
0
0
9
7
K
a
b
.

O
g
a
n

K
o
m
e
r
i
n
g

I
l
i
r

1
5
.
6
4
8
.
0
0
0
9
.
6
0
2
.
0
0
0
6
.
2
9
8
.
0
0
0
1
.
0
8
2
.
0
0
0
3
.
1
1
0
.
0
0
0
3
.
7
3
6
.
0
0
0
4
.
4
1
1
.
0
0
0
1
.
3
7
0
.
0
0
0
4
5
.
2
5
7
.
0
0
0
9
8
K
a
b
.

O
g
a
n

K
o
m
e
r
i
n
g

U
l
u

1
5
.
9
1
1
.
0
0
0
6
.
7
1
7
.
0
0
0
5
.
1
1
5
.
0
0
0
1
.
5
5
4
.
0
0
0
2
.
2
7
8
.
0
0
0
2
.
4
4
3
.
0
0
0
4
.
3
0
6
.
0
0
0
6
9
4
.
0
0
0
3
9
.
0
1
8
.
0
0
0
9
9
K
o
t
a

P
a
l
e
m
b
a
n
g

2
.
5
6
9
.
0
0
0
1
.
9
0
0
.
0
0
0
1
.
8
6
9
.
0
0
0
5
8
7
.
0
0
0
5
5
4
.
0
0
0
7
6
9
.
0
0
0
1
3
9
.
0
0
0
8
.
3
8
7
.
0
0
0
Lampiran
Lampiran - 49
n
o

D
a
e
r
a
h

B
i
d
a
n
g

P
e
n
d
i
d
i
k
a
n

B
i
d
a
n
g

k
e
s
e
h
a
t
a
n

B
i
d
a
n
g

i
n
f
r
a
s
t
r
u
k
t
u
r

B
i
d
a
n
g

k
e
l
a
u
t
a
n

d
a
n

P
e
r
i
k
a
n
a
n

B
i
d
a
n
g

P
e
r
t
a
n
i
a
n

B
i
d
a
n
g

P
r
a
s
p
e
m

B
i
d
a
n
g

l
i
n
g
-
k
u
n
g
a
n

h
i
d
u
p

t
o
t
a
l
J
a
l
a
n
i
r
i
g
a
s
i
a
i
r

B
e
r
s
i
h
1
0
1
K
o
t
a

L
u
b
u
k

L
i
n
g
g
a
u

7
.
5
4
5
.
0
0
0
3
.
6
9
9
.
0
0
0
3
.
9
3
6
.
0
0
0
1
.
6
8
2
.
0
0
0
1
.
6
3
3
.
0
0
0
1
.
7
1
8
.
0
0
0
1
.
9
9
4
.
0
0
0
6
2
1
.
0
0
0
2
2
.
8
2
8
.
0
0
0
1
0
2
K
o
t
a

P
r
a
b
u
m
u
l
i
h

7
.
3
3
3
.
0
0
0
3
.
3
1
6
.
0
0
0
2
.
6
0
9
.
0
0
0
6
7
7
.
0
0
0
1
.
5
6
3
.
0
0
0
1
.
4
4
9
.
0
0
0
1
.
7
0
5
.
0
0
0
8
5
6
.
0
0
0
6
8
4
.
0
0
0
2
0
.
1
9
2
.
0
0
0
1
0
3
K
a
b
.

B
a
n
y
u
a
s
i
n

1
3
.
7
8
7
.
0
0
0
9
.
9
9
5
.
0
0
0
5
.
0
6
0
.
0
0
0
9
6
9
.
0
0
0
2
.
7
2
5
.
0
0
0
2
.
0
2
9
.
0
0
0
4
.
3
0
6
.
0
0
0
1
.
3
6
4
.
0
0
0
9
4
3
.
0
0
0
4
1
.
1
7
8
.
0
0
0
1
0
4
K
a
b
.

O
g
a
n

I
l
i
r

9
.
7
6
5
.
0
0
0
6
.
5
6
0
.
0
0
0
6
.
7
3
4
.
0
0
0
1
.
2
4
3
.
0
0
0
2
.
6
9
3
.
0
0
0
3
.
5
3
2
.
0
0
0
3
.
0
7
1
.
0
0
0
1
.
6
6
8
.
0
0
0
8
2
2
.
0
0
0
3
6
.
0
8
8
.
0
0
0
1
0
5
K
a
b
.

O
K
U

T
i
m
u
r

1
2
.
2
9
6
.
0
0
0
7
.
2
4
9
.
0
0
0
6
.
3
7
1
.
0
0
0
1
.
2
7
2
.
0
0
0
2
.
9
8
6
.
0
0
0
2
.
0
4
7
.
0
0
0
3
.
2
8
8
.
0
0
0
9
4
3
.
0
0
0
7
5
8
.
0
0
0
3
7
.
2
1
0
.
0
0
0
1
0
6
K
a
b
.

O
K
U

S
e
l
a
t
a
n

8
.
7
1
0
.
0
0
0
6
.
0
0
5
.
0
0
0
4
.
3
1
8
.
0
0
0
1
.
5
3
2
.
0
0
0
2
.
0
7
8
.
0
0
0
3
.
0
5
3
.
0
0
0
2
.
9
0
9
.
0
0
0
1
.
3
1
5
.
0
0
0
7
2
0
.
0
0
0
3
0
.
6
4
0
.
0
0
0
V
I
I
I

P
r
o
v
i
n
s
i

B
a
n
g
k
a

B
e
l
i
t
u
n
g

1
0
7
K
a
b
.

B
a
n
g
k
a

1
4
.
4
5
5
.
0
0
0
8
.
1
8
1
.
0
0
0
8
.
8
7
6
.
0
0
0
1
.
8
1
1
.
0
0
0
2
.
5
5
2
.
0
0
0
2
.
9
8
7
.
0
0
0
4
.
4
6
3
.
0
0
0
1
.
0
3
0
.
0
0
0
4
4
.
3
5
5
.
0
0
0
1
0
8
K
a
b
.

B
e
l
i
t
u
n
g

1
0
.
6
4
4
.
0
0
0
7
.
5
2
7
.
0
0
0
7
.
3
0
5
.
0
0
0
1
.
6
6
5
.
0
0
0
2
.
3
4
5
.
0
0
0
8
.
8
8
6
.
0
0
0
3
.
6
3
6
.
0
0
0
8
1
8
.
0
0
0
4
2
.
8
2
6
.
0
0
0
1
0
9
K
o
t
a

P
a
n
g
k
a
l

P
i
n
a
n
g

1
0
.
9
3
6
.
0
0
0
6
.
6
3
0
.
0
0
0
5
.
9
9
6
.
0
0
0
2
.
1
5
6
.
0
0
0
2
.
6
3
6
.
0
0
0
2
.
8
4
4
.
0
0
0
7
2
9
.
0
0
0
3
1
.
9
2
7
.
0
0
0
1
1
0
K
a
b
.

B
a
n
g
k
a

S
e
l
a
t
a
n

9
.
5
8
5
.
0
0
0
6
.
3
9
8
.
0
0
0
8
.
2
5
8
.
0
0
0
2
.
9
5
6
.
0
0
0
2
.
2
3
3
.
0
0
0
3
.
1
1
1
.
0
0
0
2
.
4
5
3
.
0
0
0
2
.
0
1
9
.
0
0
0
7
4
8
.
0
0
0
3
7
.
7
6
1
.
0
0
0
1
1
1
K
a
b
.

B
a
n
g
k
a

T
e
n
g
a
h

9
.
9
2
2
.
0
0
0
6
.
6
3
6
.
0
0
0
6
.
6
7
4
.
0
0
0
1
.
5
0
7
.
0
0
0
2
.
1
3
4
.
0
0
0
2
.
7
7
1
.
0
0
0
2
.
6
4
6
.
0
0
0
1
.
0
2
3
.
0
0
0
7
4
7
.
0
0
0
3
4
.
0
6
0
.
0
0
0
1
1
2
K
a
b
.

B
a
n
g
k
a

B
a
r
a
t

1
1
.
5
4
1
.
0
0
0
8
.
2
6
8
.
0
0
0
8
.
6
6
6
.
0
0
0
1
.
9
5
2
.
0
0
0
2
.
5
2
7
.
0
0
0
2
.
9
7
8
.
0
0
0
3
.
0
2
9
.
0
0
0
1
.
1
2
8
.
0
0
0
8
3
2
.
0
0
0
4
0
.
9
2
1
.
0
0
0
1
1
3
K
a
b
.

B
e
l
i
t
u
n
g

T
i
m
u
r

1
0
.
0
7
9
.
0
0
0
6
.
4
7
2
.
0
0
0
6
.
2
0
6
.
0
0
0
1
.
4
7
0
.
0
0
0
2
.
1
5
1
.
0
0
0
3
.
0
6
9
.
0
0
0
2
.
6
3
2
.
0
0
0
2
.
1
0
0
.
0
0
0
7
2
8
.
0
0
0
3
4
.
9
0
7
.
0
0
0
I
X

P
r
o
v
i
n
s
i

B
e
n
g
k
u
l
u

1
1
4
K
a
b
.

B
e
n
g
k
u
l
u

S
e
l
a
t
a
n

1
6
.
5
7
3
.
0
0
0
1
1
.
6
2
9
.
0
0
0
1
0
.
8
1
9
.
0
0
0
3
.
5
0
0
.
0
0
0
3
.
4
4
1
.
0
0
0
3
.
6
9
2
.
0
0
0
6
.
0
6
3
.
0
0
0
1
.
2
0
3
.
0
0
0
5
6
.
9
2
0
.
0
0
0
1
1
5
K
a
b
.

B
e
n
g
k
u
l
u

U
t
a
r
a

1
5
.
1
0
5
.
0
0
0
1
2
.
0
0
3
.
0
0
0
1
2
.
9
6
0
.
0
0
0
3
.
6
8
0
.
0
0
0
3
.
2
7
8
.
0
0
0
3
.
2
8
3
.
0
0
0
6
.
2
1
3
.
0
0
0
1
.
2
7
6
.
0
0
0
5
7
.
7
9
8
.
0
0
0
1
1
6
K
a
b
.

R
e
j
a
n
g

L
e
b
o
n
g

1
2
.
4
9
0
.
0
0
0
1
0
.
0
0
3
.
0
0
0
1
1
.
0
3
0
.
0
0
0
2
.
9
8
8
.
0
0
0
2
.
8
9
5
.
0
0
0
2
.
5
9
7
.
0
0
0
5
.
4
5
0
.
0
0
0
9
1
3
.
0
0
0
4
8
.
3
6
6
.
0
0
0
1
1
7
K
o
t
a

B
e
n
g
k
u
l
u

1
1
.
4
8
5
.
0
0
0
7
.
3
0
3
.
0
0
0
6
.
6
1
0
.
0
0
0
1
.
9
3
9
.
0
0
0
2
.
1
9
7
.
0
0
0
2
.
2
7
7
.
0
0
0
3
.
0
3
7
.
0
0
0
7
4
3
.
0
0
0
3
5
.
5
9
1
.
0
0
0
1
1
8
K
a
b
.

K
a
u
r

1
1
.
1
1
2
.
0
0
0
8
.
6
2
0
.
0
0
0
6
.
5
3
9
.
0
0
0
2
.
2
7
9
.
0
0
0
2
.
6
0
7
.
0
0
0
3
.
1
0
6
.
0
0
0
3
.
2
1
8
.
0
0
0
2
.
4
4
7
.
0
0
0
8
1
0
.
0
0
0
4
0
.
7
3
8
.
0
0
0
1
1
9
K
a
b
.

S
e
l
u
m
a

1
1
.
0
1
0
.
0
0
0
8
.
9
6
0
.
0
0
0
8
.
0
6
6
.
0
0
0
2
.
2
0
7
.
0
0
0
2
.
6
7
8
.
0
0
0
2
.
4
7
9
.
0
0
0
3
.
7
6
7
.
0
0
0
2
.
3
6
6
.
0
0
0
8
0
3
.
0
0
0
4
2
.
3
3
6
.
0
0
0
1
2
0
K
a
b
.

M
u
k
o
m
u
k
o

9
.
9
7
7
.
0
0
0
7
.
6
4
5
.
0
0
0
6
.
7
1
8
.
0
0
0
2
.
3
4
6
.
0
0
0
2
.
2
8
8
.
0
0
0
2
.
2
8
5
.
0
0
0
2
.
9
2
2
.
0
0
0
2
.
0
6
4
.
0
0
0
8
0
4
.
0
0
0
3
7
.
0
4
9
.
0
0
0
1
2
1
K
a
b
.

L
e
b
o
n
g

1
0
.
6
1
6
.
0
0
0
7
.
0
9
8
.
0
0
0
6
.
4
9
2
.
0
0
0
2
.
5
0
0
.
0
0
0
2
.
5
4
3
.
0
0
0
2
.
9
4
1
.
0
0
0
2
.
2
8
5
.
0
0
0
7
8
0
.
0
0
0
3
5
.
2
5
5
.
0
0
0
1
2
2
K
a
b
.

K
e
p
a
h
i
a
n
g

1
5
.
7
2
6
.
0
0
0
1
0
.
1
8
2
.
0
0
0
9
.
7
5
0
.
0
0
0
3
.
3
6
7
.
0
0
0
2
.
8
2
0
.
0
0
0
2
.
7
4
8
.
0
0
0
4
.
5
7
7
.
0
0
0
3
.
2
4
4
.
0
0
0
9
1
6
.
0
0
0
5
3
.
3
3
0
.
0
0
0
X

P
r
o
v
i
n
s
i

L
a
m
p
u
n
g

1
2
3
K
a
b
.

L
a
m
p
u
n
g

B
a
r
a
t

1
2
.
2
0
0
.
0
0
0
8
.
8
9
8
.
0
0
0
9
.
7
6
6
.
0
0
0
2
.
4
8
7
.
0
0
0
2
.
2
7
5
.
0
0
0
3
.
3
0
8
.
0
0
0
8
2
5
.
0
0
0
3
9
.
7
5
9
.
0
0
0
1
2
4
K
a
b
.

L
a
m
p
u
n
g

S
e
l
a
t
a
n

2
1
.
3
8
8
.
0
0
0
1
1
.
7
1
4
.
0
0
0
8
.
7
7
4
.
0
0
0
1
.
9
6
1
.
0
0
0
3
.
3
0
5
.
0
0
0
5
.
2
6
2
.
0
0
0
5
.
9
2
8
.
0
0
0
7
7
8
.
0
0
0
5
9
.
1
1
0
.
0
0
0
1
2
5
K
a
b
.

L
a
m
p
u
n
g

T
e
n
g
a
h

2
1
.
3
2
2
.
0
0
0
9
.
5
8
6
.
0
0
0
1
0
.
4
8
6
.
0
0
0
1
.
9
5
9
.
0
0
0
2
.
5
5
4
.
0
0
0
2
.
3
1
7
.
0
0
0
6
.
3
6
9
.
0
0
0
7
.
8
5
6
.
0
0
0
9
0
3
.
0
0
0
6
3
.
3
5
2
.
0
0
0
1
2
6
K
a
b
.

L
a
m
p
u
n
g

U
t
a
r
a

1
5
.
5
6
7
.
0
0
0
6
.
6
3
1
.
0
0
0
7
.
1
1
4
.
0
0
0
1
.
1
2
7
.
0
0
0
2
.
0
7
1
.
0
0
0
1
.
7
4
3
.
0
0
0
3
.
5
2
7
.
0
0
0
7
0
2
.
0
0
0
3
8
.
4
8
2
.
0
0
0
1
2
7
K
a
b
.

L
a
m
p
u
n
g

T
i
m
u
r

1
9
.
3
8
6
.
0
0
0
1
0
.
2
0
7
.
0
0
0
9
.
9
4
7
.
0
0
0
1
.
6
6
2
.
0
0
0
2
.
6
6
0
.
0
0
0
3
.
4
9
1
.
0
0
0
4
.
6
7
9
.
0
0
0
8
.
1
0
8
.
0
0
0
9
1
8
.
0
0
0
6
1
.
0
5
8
.
0
0
0
1
2
8
K
a
b
.

T
a
n
g
g
a
m
u
s

1
5
.
6
8
3
.
0
0
0
8
.
8
5
4
.
0
0
0
6
.
7
5
5
.
0
0
0
4
.
5
5
8
.
0
0
0
3
.
0
5
3
.
0
0
0
2
.
6
4
6
.
0
0
0
4
.
2
6
3
.
0
0
0
8
0
4
.
0
0
0
4
6
.
6
1
6
.
0
0
0
1
2
9
K
a
b
.

T
u
l
a
n
g

B
a
w
a
n
g

1
4
.
0
1
3
.
0
0
0
8
.
6
5
1
.
0
0
0
5
.
6
6
9
.
0
0
0
1
.
3
3
1
.
0
0
0
2
.
8
2
7
.
0
0
0
6
.
4
0
7
.
0
0
0
5
.
1
6
2
.
0
0
0
1
.
0
8
2
.
0
0
0
4
5
.
1
4
2
.
0
0
0
1
3
0
K
a
b
.

W
a
y

K
a
n
a
n

1
0
.
5
3
9
.
0
0
0
6
.
0
4
7
.
0
0
0
7
.
5
3
8
.
0
0
0
7
1
8
.
0
0
0
2
.
0
8
9
.
0
0
0
1
.
4
6
6
.
0
0
0
3
.
3
9
0
.
0
0
0
7
.
1
4
8
.
0
0
0
6
8
2
.
0
0
0
3
9
.
6
1
7
.
0
0
0
1
3
1
K
o
t
a

B
a
n
d
a
r

L
a
m
p
u
n
g

1
1
.
8
6
8
.
0
0
0
9
.
4
2
4
.
0
0
0
5
.
1
7
9
.
0
0
0
2
.
1
1
6
.
0
0
0
2
.
0
2
3
.
0
0
0
2
.
6
3
2
.
0
0
0
1
.
0
3
4
.
0
0
0
3
4
.
2
7
6
.
0
0
0
1
3
2
K
o
t
a

M
e
t
r
o

7
.
9
4
7
.
0
0
0
3
.
4
7
5
.
0
0
0
3
.
2
8
3
.
0
0
0
1
.
6
5
1
.
0
0
0
1
.
5
9
5
.
0
0
0
1
.
9
1
8
.
0
0
0
7
.
3
1
7
.
0
0
0
7
7
7
.
0
0
0
2
7
.
9
6
3
.
0
0
0
X
I

P
r
o
v
i
n
s
i

D
K
I

J
a
k
a
r
t
a

X
I
I

P
r
o
v
i
n
s
i

J
a
w
a

B
a
r
a
t

1
3
3
K
a
b
.

B
a
n
d
u
n
g

3
.
6
7
2
.
0
0
0
2
.
3
3
1
.
0
0
0
1
.
9
3
6
.
0
0
0
5
1
5
.
0
0
0
7
0
4
.
0
0
0
6
9
0
.
0
0
0
1
.
0
2
8
.
0
0
0
1
3
6
.
0
0
0
1
1
.
0
1
2
.
0
0
0
1
3
4
K
a
b
.

B
e
k
a
s
i

2
.
6
5
3
.
0
0
0
1
.
8
8
1
.
0
0
0
1
.
7
7
0
.
0
0
0
5
0
8
.
0
0
0
6
2
7
.
0
0
0
5
4
7
.
0
0
0
8
8
0
.
0
0
0
1
2
6
.
0
0
0
8
.
9
9
2
.
0
0
0
1
3
5
K
a
b
.

B
o
g
o
r

3
.
1
9
3
.
0
0
0
2
.
2
2
3
.
0
0
0
1
.
9
9
7
.
0
0
0
5
3
3
.
0
0
0
7
0
5
.
0
0
0
5
8
6
.
0
0
0
9
1
5
.
0
0
0
1
3
7
.
0
0
0
1
0
.
2
8
9
.
0
0
0
1
3
6
K
a
b
.

C
i
a
m
i
s

3
3
.
6
5
4
.
0
0
0
1
1
.
9
6
3
.
0
0
0
8
.
3
5
4
.
0
0
0
5
.
1
5
3
.
0
0
0
3
.
4
7
2
.
0
0
0
3
.
7
9
0
.
0
0
0
6
.
0
7
8
.
0
0
0
8
8
0
.
0
0
0
7
3
.
3
4
4
.
0
0
0
1
3
7
K
a
b
.

C
i
a
n
j
u
r

2
8
.
9
3
0
.
0
0
0
1
1
.
2
5
6
.
0
0
0
9
.
8
7
7
.
0
0
0
2
.
8
9
6
.
0
0
0
3
.
6
7
0
.
0
0
0
5
.
2
0
6
.
0
0
0
5
.
0
2
2
.
0
0
0
8
1
7
.
0
0
0
6
7
.
6
7
4
.
0
0
0
1
3
8
K
a
b
.

C
i
r
e
b
o
n

2
.
7
5
3
.
0
0
0
2
.
1
2
2
.
0
0
0
1
.
9
2
1
.
0
0
0
5
9
1
.
0
0
0
6
8
8
.
0
0
0
5
8
5
.
0
0
0
1
.
1
3
0
.
0
0
0
1
4
1
.
0
0
0
9
.
9
3
1
.
0
0
0
1
3
9
K
a
b
.

G
a
r
u
t

3
2
.
5
1
9
.
0
0
0
1
3
.
1
0
1
.
0
0
0
7
.
9
9
4
.
0
0
0
2
.
7
4
3
.
0
0
0
4
.
0
1
3
.
0
0
0
4
.
3
4
4
.
0
0
0
5
.
5
2
0
.
0
0
0
8
2
1
.
0
0
0
7
1
.
0
5
5
.
0
0
0
1
4
0
K
a
b
.

I
n
d
r
a
m
a
y
u

2
.
8
3
4
.
0
0
0
2
.
1
1
2
.
0
0
0
1
.
9
5
0
.
0
0
0
2
.
7
7
1
.
0
0
0
6
7
3
.
0
0
0
7
1
3
.
0
0
0
1
.
1
8
8
.
0
0
0
1
5
6
.
0
0
0
1
2
.
3
9
7
.
0
0
0
1
4
1
K
a
b
.

K
a
r
a
w
a
n
g

2
.
6
3
2
.
0
0
0
2
.
0
3
9
.
0
0
0
1
.
9
4
4
.
0
0
0
5
2
3
.
0
0
0
6
6
9
.
0
0
0
5
8
3
.
0
0
0
9
6
8
.
0
0
0
1
3
3
.
0
0
0
9
.
4
9
1
.
0
0
0
1
4
2
K
a
b
.

K
u
n
i
n
g
a
n

2
0
.
2
9
3
.
0
0
0
8
.
6
3
0
.
0
0
0
8
.
9
3
0
.
0
0
0
2
.
3
7
2
.
0
0
0
2
.
6
8
9
.
0
0
0
2
.
1
3
0
.
0
0
0
3
.
9
2
3
.
0
0
0
7
7
6
.
0
0
0
4
9
.
7
4
3
.
0
0
0
1
4
3
K
a
b
.

M
a
j
a
l
e
n
g
k
a

1
8
.
2
7
1
.
0
0
0
8
.
7
6
2
.
0
0
0
5
.
7
0
5
.
0
0
0
7
.
4
9
8
.
0
0
0
2
.
4
4
4
.
0
0
0
2
.
1
7
4
.
0
0
0
3
.
9
9
6
.
0
0
0
7
0
8
.
0
0
0
4
9
.
5
5
8
.
0
0
0
1
4
4
K
a
b
.

P
u
r
w
a
k
a
r
t
a

1
2
.
0
5
8
.
0
0
0
5
.
7
8
9
.
0
0
0
4
.
7
4
1
.
0
0
0
1
.
7
7
5
.
0
0
0
2
.
2
0
9
.
0
0
0
2
.
5
3
7
.
0
0
0
2
.
8
3
9
.
0
0
0
7
0
0
.
0
0
0
3
2
.
6
4
8
.
0
0
0
1
4
5
K
a
b
.

S
u
b
a
n
g

2
2
.
4
0
9
.
0
0
0
1
1
.
0
4
6
.
0
0
0
8
.
1
4
0
.
0
0
0
1
0
.
8
9
6
.
0
0
0
2
.
7
9
5
.
0
0
0
2
.
8
7
9
.
0
0
0
4
.
7
1
3
.
0
0
0
8
1
9
.
0
0
0
6
3
.
6
9
7
.
0
0
0
1
4
6
K
a
b
.

S
u
k
a
b
u
m
i

3
2
.
8
0
3
.
0
0
0
1
1
.
2
0
0
.
0
0
0
1
1
.
2
3
4
.
0
0
0
2
.
3
9
8
.
0
0
0
3
.
1
5
4
.
0
0
0
4
.
5
9
9
.
0
0
0
5
.
4
8
8
.
0
0
0
7
9
1
.
0
0
0
7
1
.
6
6
7
.
0
0
0
1
4
7
K
a
b
.

S
u
m
e
d
a
n
g

1
8
.
0
5
0
.
0
0
0
8
.
5
8
9
.
0
0
0
5
.
2
8
8
.
0
0
0
1
.
9
0
8
.
0
0
0
2
.
3
3
3
.
0
0
0
2
.
5
1
8
.
0
0
0
4
.
3
9
4
.
0
0
0
7
0
5
.
0
0
0
4
3
.
7
8
5
.
0
0
0
1
4
8
K
a
b
.

T
a
s
i
k
m
a
l
a
y
a

3
1
.
4
1
7
.
0
0
0
1
2
.
0
8
7
.
0
0
0
7
.
4
5
6
.
0
0
0
1
.
5
9
1
.
0
0
0
3
.
6
3
4
.
0
0
0
4
.
7
5
9
.
0
0
0
5
.
5
7
6
.
0
0
0
2
.
4
6
9
.
0
0
0
7
8
5
.
0
0
0
6
9
.
7
7
4
.
0
0
0
1
4
9
K
o
t
a

B
a
n
d
u
n
g

2
.
4
8
8
.
0
0
0
1
.
9
0
8
.
0
0
0
1
.
7
2
8
.
0
0
0
5
6
1
.
0
0
0
5
4
0
.
0
0
0
6
5
8
.
0
0
0
2
8
3
.
0
0
0
8
.
1
6
6
.
0
0
0
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
50 - Lampiran
n
o

D
a
e
r
a
h

B
i
d
a
n
g

P
e
n
d
i
d
i
k
a
n

B
i
d
a
n
g

k
e
s
e
h
a
t
a
n

B
i
d
a
n
g

i
n
f
r
a
s
t
r
u
k
t
u
r

B
i
d
a
n
g

k
e
l
a
u
t
a
n

d
a
n

P
e
r
i
k
a
n
a
n

B
i
d
a
n
g

P
e
r
t
a
n
i
a
n

B
i
d
a
n
g

P
r
a
s
p
e
m

B
i
d
a
n
g

l
i
n
g
-
k
u
n
g
a
n

h
i
d
u
p

t
o
t
a
l
J
a
l
a
n
i
r
i
g
a
s
i
a
i
r

B
e
r
s
i
h
1
5
1
K
o
t
a

B
o
g
o
r

2
.
2
9
7
.
0
0
0
1
.
8
2
2
.
0
0
0
1
.
7
6
9
.
0
0
0
5
5
4
.
0
0
0
5
4
1
.
0
0
0
7
1
0
.
0
0
0
1
2
7
.
0
0
0
7
.
8
2
0
.
0
0
0
1
5
2
K
o
t
a

C
i
r
e
b
o
n

9
.
7
2
1
.
0
0
0
6
.
2
5
9
.
0
0
0
5
.
5
9
8
.
0
0
0
1
.
9
6
2
.
0
0
0
2
.
1
8
8
.
0
0
0
2
.
6
2
6
.
0
0
0
8
5
3
.
0
0
0
2
9
.
2
0
7
.
0
0
0
1
5
3
K
o
t
a

D
e
p
o
k

2
.
3
7
5
.
0
0
0
1
.
7
9
2
.
0
0
0
1
.
5
8
1
.
0
0
0
5
6
2
.
0
0
0
5
3
4
.
0
0
0
6
8
5
.
0
0
0
4
.
2
2
7
.
0
0
0
1
2
1
.
0
0
0
1
1
.
8
7
7
.
0
0
0
1
5
4
K
o
t
a

S
u
k
a
b
u
m
i

8
.
1
1
5
.
0
0
0
3
.
9
3
1
.
0
0
0
3
.
7
7
3
.
0
0
0
1
.
6
5
0
.
0
0
0
1
.
3
8
7
.
0
0
0
2
.
2
6
3
.
0
0
0
5
9
6
.
0
0
0
2
1
.
7
1
5
.
0
0
0
1
5
5
K
o
t
a

C
i
m
a
h
i

7
.
4
9
7
.
0
0
0
3
.
4
6
0
.
0
0
0
2
.
7
8
0
.
0
0
0
1
.
4
9
2
.
0
0
0
1
.
3
7
1
.
0
0
0
1
.
5
9
3
.
0
0
0
8
0
6
.
0
0
0
6
1
3
.
0
0
0
1
9
.
6
1
2
.
0
0
0
1
5
6
K
o
t
a

T
a
s
i
k
m
a
l
a
y
a

9
.
9
6
1
.
0
0
0
4
.
3
8
4
.
0
0
0
2
.
8
8
8
.
0
0
0
7
6
2
.
0
0
0
1
.
7
1
4
.
0
0
0
1
.
4
3
2
.
0
0
0
1
.
8
0
2
.
0
0
0
8
2
1
.
0
0
0
6
6
0
.
0
0
0
2
4
.
4
2
4
.
0
0
0
1
5
7
K
o
t
a

B
a
n
j
a
r

1
0
.
4
0
3
.
0
0
0
6
.
2
5
3
.
0
0
0
6
.
7
5
7
.
0
0
0
2
.
1
4
2
.
0
0
0
2
.
0
3
0
.
0
0
0
2
.
8
8
2
.
0
0
0
1
.
0
2
2
.
0
0
0
7
4
9
.
0
0
0
3
2
.
2
3
8
.
0
0
0
X
I
I
I

P
r
o
v
i
n
s
i

B
a
n
t
e
n

1
5
8
K
a
b
.

L
e
b
a
k

2
1
.
6
6
3
.
0
0
0
9
.
0
4
8
.
0
0
0
8
.
9
4
6
.
0
0
0
3
.
6
5
6
.
0
0
0
3
.
7
6
1
.
0
0
0
2
.
6
3
9
.
0
0
0
4
.
8
8
4
.
0
0
0
8
7
0
.
0
0
0
5
5
.
4
6
7
.
0
0
0
1
5
9
K
a
b
.

P
a
n
d
e
g
l
a
n
g

1
6
.
9
3
9
.
0
0
0
9
.
6
8
5
.
0
0
0
7
.
6
9
1
.
0
0
0
4
.
6
0
3
.
0
0
0
3
.
4
2
5
.
0
0
0
3
.
5
3
3
.
0
0
0
4
.
3
5
3
.
0
0
0
8
2
3
.
0
0
0
5
1
.
0
5
2
.
0
0
0
1
6
0
K
a
b
.

S
e
r
a
n
g

2
5
.
9
6
1
.
0
0
0
1
0
.
0
0
3
.
0
0
0
7
.
9
3
7
.
0
0
0
2
.
1
6
6
.
0
0
0
3
.
7
6
0
.
0
0
0
3
.
1
1
8
.
0
0
0
4
.
1
9
6
.
0
0
0
8
3
7
.
0
0
0
5
7
.
9
7
8
.
0
0
0
1
6
1
K
a
b
.

T
a
n
g
e
r
a
n
g

2
1
.
6
5
9
.
0
0
0
1
1
.
0
8
0
.
0
0
0
9
.
3
1
7
.
0
0
0
1
.
6
1
2
.
0
0
0
3
.
9
8
8
.
0
0
0
3
.
0
5
2
.
0
0
0
3
.
6
4
4
.
0
0
0
7
0
5
.
0
0
0
5
5
.
0
5
7
.
0
0
0
1
6
2
K
o
t
a

C
i
l
e
g
o
n

2
.
2
7
1
.
0
0
0
1
.
7
6
2
.
0
0
0
1
.
6
6
3
.
0
0
0
4
4
0
.
0
0
0
5
6
2
.
0
0
0
5
4
8
.
0
0
0
7
1
9
.
0
0
0
4
.
8
3
6
.
0
0
0
1
2
6
.
0
0
0
1
2
.
9
2
7
.
0
0
0
1
6
3
K
o
t
a

T
a
n
g
e
r
a
n
g

2
.
3
0
3
.
0
0
0
1
.
7
8
6
.
0
0
0
1
.
4
9
9
.
0
0
0
5
5
5
.
0
0
0
5
2
7
.
0
0
0
6
4
5
.
0
0
0
1
1
8
.
0
0
0
7
.
4
3
3
.
0
0
0
X
I
V

P
r
o
v
i
n
s
i

J
a
w
a

T
e
n
g
a
h

1
6
4
K
a
b
.

B
a
n
j
a
r
n
e
g
a
r
a

1
8
.
9
9
7
.
0
0
0
7
.
9
5
0
.
0
0
0
5
.
8
7
8
.
0
0
0
1
.
9
3
1
.
0
0
0
2
.
7
8
7
.
0
0
0
1
.
8
9
0
.
0
0
0
4
.
1
9
2
.
0
0
0
7
1
4
.
0
0
0
4
4
.
3
3
9
.
0
0
0
1
6
5
K
a
b
.

B
a
n
y
u
m
a
s

2
.
7
8
5
.
0
0
0
2
.
0
9
5
.
0
0
0
2
.
0
0
5
.
0
0
0
8
2
3
.
0
0
0
6
6
5
.
0
0
0
5
7
9
.
0
0
0
1
.
0
4
1
.
0
0
0
1
5
3
.
0
0
0
1
0
.
1
4
6
.
0
0
0
1
6
6
K
a
b
.

B
a
t
a
n
g

1
5
.
7
3
2
.
0
0
0
9
.
0
2
4
.
0
0
0
6
.
9
5
1
.
0
0
0
3
.
4
8
3
.
0
0
0
2
.
7
0
6
.
0
0
0
2
.
3
2
0
.
0
0
0
3
.
6
3
1
.
0
0
0
7
8
1
.
0
0
0
4
4
.
6
2
8
.
0
0
0
1
6
7
K
a
b
.

B
l
o
r
a

1
8
.
8
3
9
.
0
0
0
7
.
6
5
8
.
0
0
0
5
.
4
1
8
.
0
0
0
2
.
0
0
2
.
0
0
0
2
.
3
9
9
.
0
0
0
1
.
6
1
4
.
0
0
0
4
.
7
4
5
.
0
0
0
7
0
1
.
0
0
0
4
3
.
3
7
6
.
0
0
0
1
6
8
K
a
b
.

B
o
y
o
l
a
l
i

1
8
.
3
9
4
.
0
0
0
8
.
3
1
2
.
0
0
0
4
.
7
9
5
.
0
0
0
1
.
2
1
3
.
0
0
0
2
.
3
7
8
.
0
0
0
1
.
9
3
2
.
0
0
0
3
.
4
2
4
.
0
0
0
7
1
7
.
0
0
0
4
1
.
1
6
5
.
0
0
0
1
6
9
K
a
b
.

B
r
e
b
e
s

2
.
8
9
1
.
0
0
0
2
.
1
3
7
.
0
0
0
1
.
9
9
9
.
0
0
0
7
9
2
.
0
0
0
6
9
1
.
0
0
0
6
8
8
.
0
0
0
9
8
1
.
0
0
0
1
5
5
.
0
0
0
1
0
.
3
3
4
.
0
0
0
1
7
0
K
a
b
.

C
i
l
a
c
a
p

2
6
.
2
7
0
.
0
0
0
1
1
.
8
0
3
.
0
0
0
8
.
4
8
4
.
0
0
0
3
.
3
1
9
.
0
0
0
3
.
2
6
2
.
0
0
0
3
.
0
1
1
.
0
0
0
4
.
2
0
1
.
0
0
0
8
1
8
.
0
0
0
6
1
.
1
6
8
.
0
0
0
1
7
1
K
a
b
.

D
e
m
a
k

1
8
.
0
2
4
.
0
0
0
9
.
5
6
6
.
0
0
0
6
.
9
6
2
.
0
0
0
6
.
4
1
9
.
0
0
0
2
.
9
9
2
.
0
0
0
3
.
3
1
6
.
0
0
0
3
.
9
9
6
.
0
0
0
8
4
2
.
0
0
0
5
2
.
1
1
7
.
0
0
0
1
7
2
K
a
b
.

G
r
o
b
o
g
a
n

2
.
8
7
0
.
0
0
0
2
.
1
0
2
.
0
0
0
2
.
1
3
4
.
0
0
0
6
4
8
.
0
0
0
6
5
6
.
0
0
0
5
7
7
.
0
0
0
1
.
1
8
3
.
0
0
0
1
5
5
.
0
0
0
1
0
.
3
2
5
.
0
0
0
1
7
3
K
a
b
.

J
e
p
a
r
a

1
7
.
1
7
1
.
0
0
0
9
.
1
1
9
.
0
0
0
7
.
5
2
0
.
0
0
0
4
.
3
5
6
.
0
0
0
2
.
5
4
0
.
0
0
0
3
.
2
1
5
.
0
0
0
3
.
6
6
5
.
0
0
0
8
2
0
.
0
0
0
4
8
.
4
0
6
.
0
0
0
1
7
4
K
a
b
.

K
a
r
a
n
g
a
n
y
a
r

1
5
.
6
8
2
.
0
0
0
8
.
2
2
0
.
0
0
0
7
.
2
1
3
.
0
0
0
2
.
9
5
8
.
0
0
0
2
.
3
0
0
.
0
0
0
2
.
0
3
9
.
0
0
0
3
.
9
4
4
.
0
0
0
7
8
1
.
0
0
0
4
3
.
1
3
7
.
0
0
0
1
7
5
K
a
b
.

K
e
b
u
m
e
n

1
9
.
5
1
9
.
0
0
0
1
1
.
4
3
2
.
0
0
0
7
.
7
0
3
.
0
0
0
2
.
4
6
6
.
0
0
0
3
.
2
6
3
.
0
0
0
2
.
3
2
5
.
0
0
0
4
.
6
7
0
.
0
0
0
8
2
5
.
0
0
0
5
2
.
2
0
3
.
0
0
0
1
7
6
K
a
b
.

K
e
n
d
a
l

1
7
.
7
6
2
.
0
0
0
9
.
2
1
7
.
0
0
0
7
.
7
2
1
.
0
0
0
1
.
9
4
7
.
0
0
0
2
.
7
0
2
.
0
0
0
2
.
8
8
5
.
0
0
0
3
.
7
4
0
.
0
0
0
7
6
7
.
0
0
0
4
6
.
7
4
1
.
0
0
0
1
7
7
K
a
b
.

K
l
a
t
e
n

1
8
.
5
7
9
.
0
0
0
1
0
.
3
1
0
.
0
0
0
7
.
4
1
0
.
0
0
0
4
.
7
5
4
.
0
0
0
2
.
8
8
3
.
0
0
0
2
.
3
2
0
.
0
0
0
3
.
7
7
2
.
0
0
0
8
3
9
.
0
0
0
5
0
.
8
6
7
.
0
0
0
1
7
8
K
a
b
.

K
u
d
u
s

1
4
.
1
8
4
.
0
0
0
7
.
5
2
5
.
0
0
0
6
.
1
8
2
.
0
0
0
2
.
1
6
6
.
0
0
0
2
.
2
3
5
.
0
0
0
2
.
1
0
0
.
0
0
0
2
.
9
9
1
.
0
0
0
8
3
5
.
0
0
0
3
8
.
2
1
8
.
0
0
0
1
7
9
K
a
b
.

M
a
g
e
l
a
n
g

2
0
.
7
6
1
.
0
0
0
9
.
3
5
9
.
0
0
0
6
.
1
7
9
.
0
0
0
1
.
8
7
0
.
0
0
0
2
.
8
7
6
.
0
0
0
2
.
3
8
6
.
0
0
0
4
.
4
5
6
.
0
0
0
7
6
7
.
0
0
0
4
8
.
6
5
4
.
0
0
0
1
8
0
K
a
b
.

P
a
t
i

2
0
.
3
1
9
.
0
0
0
8
.
8
7
1
.
0
0
0
5
.
4
6
2
.
0
0
0
3
.
1
3
5
.
0
0
0
2
.
8
3
8
.
0
0
0
3
.
9
6
4
.
0
0
0
4
.
6
3
2
.
0
0
0
7
5
5
.
0
0
0
4
9
.
9
7
6
.
0
0
0
1
8
1
K
a
b
.

P
e
k
a
l
o
n
g
a
n

1
6
.
5
4
3
.
0
0
0
9
.
8
7
5
.
0
0
0
8
.
3
9
8
.
0
0
0
2
.
4
5
0
.
0
0
0
2
.
8
1
4
.
0
0
0
2
.
3
5
5
.
0
0
0
3
.
1
6
8
.
0
0
0
8
2
5
.
0
0
0
4
6
.
4
2
8
.
0
0
0
1
8
2
K
a
b
.

P
e
m
a
l
a
n
g

2
.
6
5
9
.
0
0
0
2
.
0
5
5
.
0
0
0
2
.
0
8
3
.
0
0
0
6
6
6
.
0
0
0
6
3
8
.
0
0
0
6
1
3
.
0
0
0
9
9
8
.
0
0
0
1
5
9
.
0
0
0
9
.
8
7
1
.
0
0
0
1
8
3
K
a
b
.

P
u
r
b
a
l
i
n
g
g
a

1
5
.
4
7
6
.
0
0
0
7
.
1
7
6
.
0
0
0
6
.
0
9
4
.
0
0
0
2
.
5
9
9
.
0
0
0
2
.
3
4
8
.
0
0
0
1
.
9
4
6
.
0
0
0
3
.
2
3
3
.
0
0
0
7
3
4
.
0
0
0
3
9
.
6
0
6
.
0
0
0
1
8
4
K
a
b
.

P
u
r
w
o
r
e
j
o

1
6
.
1
8
0
.
0
0
0
8
.
5
2
7
.
0
0
0
7
.
9
2
8
.
0
0
0
2
.
1
3
4
.
0
0
0
2
.
8
3
7
.
0
0
0
2
.
3
2
3
.
0
0
0
3
.
7
0
3
.
0
0
0
7
6
9
.
0
0
0
4
4
.
4
0
1
.
0
0
0
1
8
5
K
a
b
.

R
e
m
b
a
n
g

1
3
.
9
9
0
.
0
0
0
7
.
5
6
2
.
0
0
0
5
.
9
1
2
.
0
0
0
3
.
2
4
0
.
0
0
0
2
.
5
7
2
.
0
0
0
2
.
5
1
3
.
0
0
0
4
.
5
1
1
.
0
0
0
7
0
5
.
0
0
0
4
1
.
0
0
5
.
0
0
0
1
8
6
K
a
b
.

S
e
m
a
r
a
n
g

1
5
.
6
7
2
.
0
0
0
8
.
1
3
0
.
0
0
0
7
.
3
2
4
.
0
0
0
4
.
8
7
7
.
0
0
0
2
.
4
1
8
.
0
0
0
1
.
9
7
0
.
0
0
0
4
.
7
3
1
.
0
0
0
7
6
2
.
0
0
0
4
5
.
8
8
4
.
0
0
0
1
8
7
K
a
b
.

S
r
a
g
e
n

1
6
.
4
3
3
.
0
0
0
8
.
5
6
9
.
0
0
0
7
.
9
5
4
.
0
0
0
1
.
7
6
5
.
0
0
0
2
.
4
3
2
.
0
0
0
2
.
2
7
1
.
0
0
0
4
.
5
0
6
.
0
0
0
7
7
9
.
0
0
0
4
4
.
7
0
9
.
0
0
0
1
8
8
K
a
b
.

S
u
k
o
h
a
r
j
o

1
5
.
7
9
1
.
0
0
0
8
.
2
7
6
.
0
0
0
6
.
4
4
6
.
0
0
0
1
.
9
2
8
.
0
0
0
2
.
2
9
9
.
0
0
0
2
.
2
5
6
.
0
0
0
3
.
6
7
2
.
0
0
0
8
5
6
.
0
0
0
4
1
.
5
2
4
.
0
0
0
1
8
9
K
a
b
.

T
e
g
a
l

2
.
7
9
7
.
0
0
0
2
.
0
4
9
.
0
0
0
1
.
9
5
5
.
0
0
0
6
7
0
.
0
0
0
6
4
5
.
0
0
0
5
9
6
.
0
0
0
1
.
0
0
6
.
0
0
0
1
6
2
.
0
0
0
9
.
8
8
0
.
0
0
0
1
9
0
K
a
b
.

T
e
m
a
n
g
g
u
n
g

1
2
.
7
0
5
.
0
0
0
7
.
3
6
8
.
0
0
0
5
.
8
1
7
.
0
0
0
4
.
0
8
3
.
0
0
0
2
.
3
8
1
.
0
0
0
2
.
7
9
7
.
0
0
0
3
.
8
0
9
.
0
0
0
7
1
4
.
0
0
0
3
9
.
6
7
4
.
0
0
0
1
9
1
K
a
b
.

W
o
n
o
g
i
r
i

2
0
.
2
0
5
.
0
0
0
1
0
.
6
6
0
.
0
0
0
7
.
7
9
8
.
0
0
0
4
.
1
4
0
.
0
0
0
2
.
6
5
6
.
0
0
0
2
.
4
8
9
.
0
0
0
5
.
5
9
8
.
0
0
0
7
6
0
.
0
0
0
5
4
.
3
0
6
.
0
0
0
1
9
2
K
a
b
.

W
o
n
o
s
o
b
o

1
6
.
4
6
9
.
0
0
0
9
.
2
0
5
.
0
0
0
7
.
0
7
9
.
0
0
0
3
.
5
7
7
.
0
0
0
2
.
7
5
1
.
0
0
0
2
.
1
7
9
.
0
0
0
3
.
5
3
5
.
0
0
0
7
5
3
.
0
0
0
4
5
.
5
4
8
.
0
0
0
1
9
3
K
o
t
a

M
a
g
e
l
a
n
g

8
.
0
4
8
.
0
0
0
3
.
5
7
8
.
0
0
0
4
.
0
8
3
.
0
0
0
1
.
6
4
9
.
0
0
0
1
.
5
7
4
.
0
0
0
2
.
8
1
7
.
0
0
0
1
.
1
7
4
.
0
0
0
2
2
.
9
2
3
.
0
0
0
1
9
4
K
o
t
a

P
e
k
a
l
o
n
g
a
n

1
0
.
7
9
8
.
0
0
0
5
.
1
7
3
.
0
0
0
5
.
0
9
3
.
0
0
0
1
.
9
1
3
.
0
0
0
2
.
1
3
4
.
0
0
0
2
.
3
9
8
.
0
0
0
1
.
1
7
2
.
0
0
0
2
8
.
6
8
1
.
0
0
0
1
9
5
K
o
t
a

S
a
l
a
t
i
g
a

7
.
9
5
5
.
0
0
0
3
.
5
7
3
.
0
0
0
5
.
3
9
5
.
0
0
0
9
2
0
.
0
0
0
1
.
6
4
3
.
0
0
0
1
.
5
3
5
.
0
0
0
1
.
7
8
6
.
0
0
0
8
5
3
.
0
0
0
2
3
.
6
6
0
.
0
0
0
1
9
6
K
o
t
a

S
e
m
a
r
a
n
g

2
.
4
4
8
.
0
0
0
1
.
8
5
5
.
0
0
0
1
.
7
0
2
.
0
0
0
4
9
4
.
0
0
0
5
7
2
.
0
0
0
5
5
3
.
0
0
0
7
0
8
.
0
0
0
1
6
8
.
0
0
0
8
.
5
0
0
.
0
0
0
1
9
7
K
o
t
a

S
u
r
a
k
a
r
t
a

1
0
.
2
6
7
.
0
0
0
4
.
9
2
8
.
0
0
0
4
.
5
8
0
.
0
0
0
1
.
7
4
6
.
0
0
0
1
.
6
3
1
.
0
0
0
1
.
8
2
4
.
0
0
0
1
.
5
5
7
.
0
0
0
2
6
.
5
3
3
.
0
0
0
1
9
8
K
o
t
a

T
e
g
a
l

9
.
4
2
7
.
0
0
0
4
.
3
3
5
.
0
0
0
4
.
1
4
3
.
0
0
0
1
.
6
9
9
.
0
0
0
2
.
0
1
9
.
0
0
0
1
.
8
9
0
.
0
0
0
1
.
2
2
3
.
0
0
0
2
4
.
7
3
6
.
0
0
0
X
V

P
r
o
v
i
n
s
i

D
I

Y
o
g
y
a
k
a
r
t
a

1
9
9
K
a
b
.

B
a
n
t
u
l

1
5
.
1
3
7
.
0
0
0
9
.
7
6
9
.
0
0
0
9
.
0
1
6
.
0
0
0
2
.
9
1
3
.
0
0
0
2
.
4
3
5
.
0
0
0
2
.
8
0
6
.
0
0
0
4
.
7
4
8
.
0
0
0
8
8
5
.
0
0
0
4
7
.
7
0
9
.
0
0
0
2
0
0
K
a
b
.

G
u
n
u
n
g

K
i
d
u
l

1
7
.
0
8
0
.
0
0
0
1
0
.
1
4
0
.
0
0
0
8
.
1
5
4
.
0
0
0
2
.
7
3
1
.
0
0
0
2
.
8
1
6
.
0
0
0
2
.
3
0
8
.
0
0
0
5
.
1
7
4
.
0
0
0
7
6
4
.
0
0
0
4
9
.
1
6
7
.
0
0
0
2
0
1
K
a
b
.

K
u
l
o
n

P
r
o
g
o

1
3
.
8
2
0
.
0
0
0
8
.
2
4
7
.
0
0
0
7
.
9
5
6
.
0
0
0
2
.
2
1
2
.
0
0
0
2
.
2
8
2
.
0
0
0
2
.
7
1
4
.
0
0
0
4
.
1
0
2
.
0
0
0
7
8
6
.
0
0
0
4
2
.
1
1
9
.
0
0
0
Lampiran
Lampiran - 51
n
o

D
a
e
r
a
h

B
i
d
a
n
g

P
e
n
d
i
d
i
k
a
n

B
i
d
a
n
g

k
e
s
e
h
a
t
a
n

B
i
d
a
n
g

i
n
f
r
a
s
t
r
u
k
t
u
r

B
i
d
a
n
g

k
e
l
a
u
t
a
n

d
a
n

P
e
r
i
k
a
n
a
n

B
i
d
a
n
g

P
e
r
t
a
n
i
a
n

B
i
d
a
n
g

P
r
a
s
p
e
m

B
i
d
a
n
g

l
i
n
g
-
k
u
n
g
a
n

h
i
d
u
p

t
o
t
a
l
J
a
l
a
n
i
r
i
g
a
s
i
a
i
r

B
e
r
s
i
h
2
0
3
K
o
t
a

Y
o
g
y
a
k
a
r
t
a

9
.
8
7
0
.
0
0
0
4
.
9
7
4
.
0
0
0
4
.
1
7
0
.
0
0
0
9
2
1
.
0
0
0
1
.
7
0
7
.
0
0
0
1
.
5
9
2
.
0
0
0
1
.
8
9
3
.
0
0
0
1
.
6
6
1
.
0
0
0
2
6
.
7
8
8
.
0
0
0
X
V
I

P
r
o
v
i
n
s
i

J
a
w
a

T
i
m
u
r

2
0
4
K
a
b
.

B
a
n
g
k
a
l
a
n

1
6
.
3
4
0
.
0
0
0
8
.
8
4
5
.
0
0
0
4
.
6
4
9
.
0
0
0
1
.
2
0
5
.
0
0
0
2
.
5
8
3
.
0
0
0
2
.
2
4
4
.
0
0
0
4
.
9
5
5
.
0
0
0
6
9
7
.
0
0
0
4
1
.
5
1
8
.
0
0
0
2
0
5
K
a
b
.

B
a
n
y
u
w
a
n
g
i

2
6
.
3
3
5
.
0
0
0
1
2
.
0
6
1
.
0
0
0
7
.
6
0
4
.
0
0
0
3
.
9
6
8
.
0
0
0
3
.
2
4
4
.
0
0
0
3
.
2
5
7
.
0
0
0
5
.
3
1
7
.
0
0
0
7
9
6
.
0
0
0
6
2
.
5
8
2
.
0
0
0
2
0
6
K
a
b
.

B
l
i
t
a
r

1
9
.
6
2
7
.
0
0
0
9
.
7
6
8
.
0
0
0
8
.
1
3
9
.
0
0
0
3
.
0
5
9
.
0
0
0
2
.
7
3
8
.
0
0
0
2
.
1
8
2
.
0
0
0
4
.
6
5
6
.
0
0
0
7
6
6
.
0
0
0
5
0
.
9
3
5
.
0
0
0
2
0
7
K
a
b
.

B
o
j
o
n
e
g
o
r
o

2
.
7
5
8
.
0
0
0
2
.
0
5
1
.
0
0
0
2
.
0
8
7
.
0
0
0
4
7
6
.
0
0
0
6
8
0
.
0
0
0
5
5
8
.
0
0
0
1
.
2
8
1
.
0
0
0
1
5
1
.
0
0
0
1
0
.
0
4
2
.
0
0
0
2
0
8
K
a
b
.

B
o
n
d
o
w
o
s
o

1
0
.
2
8
9
.
0
0
0
7
.
1
1
0
.
0
0
0
6
.
9
6
7
.
0
0
0
2
.
7
1
0
.
0
0
0
2
.
8
6
8
.
0
0
0
1
.
8
6
4
.
0
0
0
4
.
0
6
7
.
0
0
0
6
8
6
.
0
0
0
3
6
.
5
6
1
.
0
0
0
2
0
9
K
a
b
.

G
r
e
s
i
k

2
.
5
5
9
.
0
0
0
1
.
9
8
8
.
0
0
0
1
.
7
9
6
.
0
0
0
5
3
9
.
0
0
0
6
3
8
.
0
0
0
7
0
6
.
0
0
0
9
7
1
.
0
0
0
1
4
1
.
0
0
0
9
.
3
3
8
.
0
0
0
2
1
0
K
a
b
.

J
e
m
b
e
r

2
7
.
6
6
5
.
0
0
0
1
4
.
2
1
1
.
0
0
0
8
.
1
2
1
.
0
0
0
3
.
2
1
0
.
0
0
0
3
.
4
3
1
.
0
0
0
2
.
6
2
2
.
0
0
0
6
.
3
7
8
.
0
0
0
8
4
7
.
0
0
0
6
6
.
4
8
5
.
0
0
0
2
1
1
K
a
b
.

J
o
m
b
a
n
g

2
.
7
2
1
.
0
0
0
2
.
0
5
2
.
0
0
0
1
.
8
3
3
.
0
0
0
8
2
3
.
0
0
0
6
2
9
.
0
0
0
5
7
7
.
0
0
0
1
.
1
0
3
.
0
0
0
1
5
5
.
0
0
0
9
.
8
9
3
.
0
0
0
2
1
2
K
a
b
.

K
e
d
i
r
i

2
.
7
0
9
.
0
0
0
2
.
1
1
2
.
0
0
0
2
.
0
9
4
.
0
0
0
5
6
1
.
0
0
0
6
3
7
.
0
0
0
5
7
2
.
0
0
0
1
.
1
9
5
.
0
0
0
1
5
2
.
0
0
0
1
0
.
0
3
2
.
0
0
0
2
1
3
K
a
b
.

L
a
m
o
n
g
a
n

2
4
.
1
5
1
.
0
0
0
1
2
.
4
3
0
.
0
0
0
6
.
6
2
8
.
0
0
0
2
.
2
0
9
.
0
0
0
3
.
7
5
0
.
0
0
0
4
.
9
2
7
.
0
0
0
4
.
9
3
7
.
0
0
0
8
3
0
.
0
0
0
5
9
.
8
6
2
.
0
0
0
2
1
4
K
a
b
.

L
u
m
a
j
a
n
g

1
3
.
4
4
4
.
0
0
0
8
.
6
5
1
.
0
0
0
8
.
0
7
8
.
0
0
0
5
.
8
2
3
.
0
0
0
2
.
6
9
6
.
0
0
0
2
.
2
0
4
.
0
0
0
5
.
3
8
7
.
0
0
0
7
6
0
.
0
0
0
4
7
.
0
4
3
.
0
0
0
2
1
5
K
a
b
.

M
a
d
i
u
n

1
3
.
1
0
3
.
0
0
0
8
.
1
2
4
.
0
0
0
6
.
7
6
6
.
0
0
0
2
.
0
5
9
.
0
0
0
2
.
1
7
0
.
0
0
0
1
.
7
0
8
.
0
0
0
3
.
7
1
1
.
0
0
0
7
0
6
.
0
0
0
3
8
.
3
4
7
.
0
0
0
2
1
6
K
a
b
.

M
a
g
e
t
a
n

1
5
.
1
7
3
.
0
0
0
8
.
8
4
5
.
0
0
0
6
.
9
6
9
.
0
0
0
5
.
0
5
8
.
0
0
0
2
.
4
5
2
.
0
0
0
1
.
9
8
1
.
0
0
0
4
.
2
3
1
.
0
0
0
7
8
6
.
0
0
0
4
5
.
4
9
5
.
0
0
0
2
1
7
K
a
b
.

M
a
l
a
n
g

2
9
.
8
8
2
.
0
0
0
1
3
.
0
7
1
.
0
0
0
8
.
9
5
4
.
0
0
0
3
.
2
7
7
.
0
0
0
3
.
2
1
7
.
0
0
0
2
.
7
0
7
.
0
0
0
6
.
2
3
6
.
0
0
0
8
4
0
.
0
0
0
6
8
.
1
8
4
.
0
0
0
2
1
8
K
a
b
.

M
o
j
o
k
e
r
t
o

1
7
.
3
5
4
.
0
0
0
8
.
9
1
6
.
0
0
0
6
.
5
5
7
.
0
0
0
2
.
2
6
1
.
0
0
0
2
.
6
9
6
.
0
0
0
1
.
9
3
2
.
0
0
0
4
.
4
4
7
.
0
0
0
8
2
2
.
0
0
0
4
4
.
9
8
5
.
0
0
0
2
1
9
K
a
b
.

N
g
a
n
j
u
k

1
9
.
6
4
6
.
0
0
0
8
.
5
0
5
.
0
0
0
5
.
9
7
6
.
0
0
0
1
.
9
0
4
.
0
0
0
2
.
5
0
3
.
0
0
0
1
.
7
2
4
.
0
0
0
4
.
0
5
3
.
0
0
0
7
3
0
.
0
0
0
4
5
.
0
4
1
.
0
0
0
2
2
0
K
a
b
.

N
g
a
w
i

1
6
.
9
8
2
.
0
0
0
7
.
8
0
6
.
0
0
0
5
.
5
5
1
.
0
0
0
2
.
5
2
7
.
0
0
0
2
.
2
9
4
.
0
0
0
1
.
7
2
0
.
0
0
0
3
.
8
5
4
.
0
0
0
7
2
7
.
0
0
0
4
1
.
4
6
1
.
0
0
0
2
2
1
K
a
b
.

P
a
c
i
t
a
n

1
6
.
7
2
4
.
0
0
0
9
.
1
4
3
.
0
0
0
9
.
7
0
2
.
0
0
0
2
.
1
5
1
.
0
0
0
2
.
8
1
2
.
0
0
0
3
.
4
3
8
.
0
0
0
4
.
3
2
3
.
0
0
0
8
1
9
.
0
0
0
4
9
.
1
1
2
.
0
0
0
2
2
2
K
a
b
.

P
a
m
e
k
a
s
a
n

1
8
.
5
1
4
.
0
0
0
7
.
4
9
1
.
0
0
0
6
.
2
0
2
.
0
0
0
1
.
2
9
7
.
0
0
0
2
.
7
7
2
.
0
0
0
1
.
9
3
8
.
0
0
0
3
.
6
7
3
.
0
0
0
7
3
5
.
0
0
0
4
2
.
6
2
2
.
0
0
0
2
2
3
K
a
b
.

P
a
s
u
r
u
a
n

2
4
.
0
2
0
.
0
0
0
1
1
.
4
9
2
.
0
0
0
8
.
5
1
0
.
0
0
0
1
.
7
7
4
.
0
0
0
3
.
2
9
0
.
0
0
0
2
.
3
8
8
.
0
0
0
4
.
5
9
8
.
0
0
0
8
2
9
.
0
0
0
5
6
.
9
0
1
.
0
0
0
2
2
4
K
a
b
.

P
o
n
o
r
o
g
o

1
8
.
9
9
6
.
0
0
0
9
.
7
1
7
.
0
0
0
7
.
6
2
5
.
0
0
0
2
.
3
4
1
.
0
0
0
2
.
8
1
9
.
0
0
0
1
.
9
2
1
.
0
0
0
4
.
5
2
8
.
0
0
0
7
6
1
.
0
0
0
4
8
.
7
0
8
.
0
0
0
2
2
5
K
a
b
.

P
r
o
b
o
l
i
n
g
g
o

1
7
.
8
9
6
.
0
0
0
1
1
.
6
7
9
.
0
0
0
8
.
0
9
4
.
0
0
0
2
.
7
4
1
.
0
0
0
3
.
3
7
3
.
0
0
0
2
.
6
5
4
.
0
0
0
5
.
1
5
5
.
0
0
0
7
9
6
.
0
0
0
5
2
.
3
8
8
.
0
0
0
2
2
6
K
a
b
.

S
a
m
p
a
n
g

1
9
.
2
7
3
.
0
0
0
8
.
0
7
0
.
0
0
0
5
.
2
8
9
.
0
0
0
1
.
2
7
3
.
0
0
0
2
.
6
9
3
.
0
0
0
2
.
1
0
9
.
0
0
0
4
.
4
4
4
.
0
0
0
7
0
5
.
0
0
0
4
3
.
8
5
6
.
0
0
0
2
2
7
K
a
b
.

S
i
d
o
a
r
j
o

2
.
4
8
4
.
0
0
0
1
.
8
8
1
.
0
0
0
1
.
7
0
3
.
0
0
0
6
9
3
.
0
0
0
6
0
8
.
0
0
0
6
3
4
.
0
0
0
7
8
5
.
0
0
0
1
5
8
.
0
0
0
8
.
9
4
6
.
0
0
0
2
2
8
K
a
b
.

S
i
t
u
b
o
n
d
o

1
2
.
9
3
1
.
0
0
0
6
.
9
8
4
.
0
0
0
7
.
0
4
1
.
0
0
0
1
.
7
5
5
.
0
0
0
2
.
4
5
2
.
0
0
0
1
.
9
4
4
.
0
0
0
3
.
8
9
3
.
0
0
0
6
8
3
.
0
0
0
3
7
.
6
8
3
.
0
0
0
2
2
9
K
a
b
.

S
u
m
e
n
e
p

2
.
7
7
8
.
0
0
0
2
.
0
9
7
.
0
0
0
1
.
9
9
1
.
0
0
0
5
5
9
.
0
0
0
6
7
8
.
0
0
0
6
7
6
.
0
0
0
1
.
2
9
8
.
0
0
0
1
4
5
.
0
0
0
1
0
.
2
2
2
.
0
0
0
2
3
0
K
a
b
.

T
r
e
n
g
g
a
l
e
k

1
6
.
9
6
3
.
0
0
0
9
.
5
3
4
.
0
0
0
9
.
7
4
6
.
0
0
0
2
.
9
6
7
.
0
0
0
2
.
7
9
2
.
0
0
0
4
.
2
7
7
.
0
0
0
3
.
9
2
7
.
0
0
0
8
0
5
.
0
0
0
5
1
.
0
1
1
.
0
0
0
2
3
1
K
a
b
.

T
u
b
a
n

2
.
6
3
7
.
0
0
0
2
.
0
0
0
.
0
0
0
1
.
8
1
3
.
0
0
0
5
7
9
.
0
0
0
6
3
2
.
0
0
0
6
0
4
.
0
0
0
1
.
2
7
4
.
0
0
0
1
4
6
.
0
0
0
9
.
6
8
5
.
0
0
0
2
3
2
K
a
b
.

T
u
l
u
n
g
a
g
u
n
g

1
7
.
7
1
3
.
0
0
0
9
.
9
0
7
.
0
0
0
1
0
.
1
5
7
.
0
0
0
2
.
1
6
4
.
0
0
0
2
.
7
2
4
.
0
0
0
4
.
2
7
9
.
0
0
0
4
.
5
9
2
.
0
0
0
7
4
2
.
0
0
0
5
2
.
2
7
8
.
0
0
0
2
3
3
K
o
t
a

B
l
i
t
a
r

9
.
3
4
5
.
0
0
0
4
.
4
8
5
.
0
0
0
4
.
8
9
1
.
0
0
0
1
.
1
5
4
.
0
0
0
1
.
8
2
5
.
0
0
0
1
.
6
6
6
.
0
0
0
2
.
6
0
9
.
0
0
0
9
8
3
.
0
0
0
2
6
.
9
5
8
.
0
0
0
2
3
4
K
o
t
a

K
e
d
i
r
i

8
.
2
4
5
.
0
0
0
4
.
4
5
3
.
0
0
0
3
.
5
7
2
.
0
0
0
9
9
6
.
0
0
0
1
.
7
1
1
.
0
0
0
1
.
5
6
7
.
0
0
0
2
.
3
9
1
.
0
0
0
9
5
6
.
0
0
0
2
3
.
8
9
1
.
0
0
0
2
3
5
K
o
t
a

M
a
d
i
u
n

7
.
2
9
1
.
0
0
0
2
.
8
9
2
.
0
0
0
2
.
6
4
1
.
0
0
0
1
.
5
0
7
.
0
0
0
1
.
2
6
5
.
0
0
0
2
.
0
2
0
.
0
0
0
9
9
7
.
0
0
0
1
8
.
6
1
3
.
0
0
0
2
3
6
K
o
t
a

M
a
l
a
n
g

9
.
2
0
0
.
0
0
0
5
.
2
4
0
.
0
0
0
3
.
9
3
5
.
0
0
0
9
3
3
.
0
0
0
1
.
7
5
7
.
0
0
0
2
.
4
5
9
.
0
0
0
2
.
2
5
7
.
0
0
0
1
.
1
5
3
.
0
0
0
2
6
.
9
3
4
.
0
0
0
2
3
7
K
o
t
a

M
o
j
o
k
e
r
t
o

8
.
0
8
9
.
0
0
0
3
.
6
4
5
.
0
0
0
3
.
6
0
0
.
0
0
0
1
.
6
7
4
.
0
0
0
1
.
4
7
9
.
0
0
0
2
.
5
4
5
.
0
0
0
1
.
2
0
0
.
0
0
0
2
2
.
2
3
2
.
0
0
0
2
3
8
K
o
t
a

P
a
s
u
r
u
a
n

1
3
.
9
2
3
.
0
0
0
4
.
6
3
8
.
0
0
0
4
.
9
3
6
.
0
0
0
1
.
8
5
6
.
0
0
0
1
.
9
1
9
.
0
0
0
2
.
4
0
0
.
0
0
0
1
.
0
8
5
.
0
0
0
3
0
.
7
5
7
.
0
0
0
2
3
9
K
o
t
a

P
r
o
b
o
l
i
n
g
g
o

8
.
9
1
6
.
0
0
0
4
.
6
5
7
.
0
0
0
4
.
8
9
3
.
0
0
0
1
.
2
3
0
.
0
0
0
1
.
8
3
9
.
0
0
0
1
.
8
3
2
.
0
0
0
2
.
3
4
2
.
0
0
0
9
6
0
.
0
0
0
2
6
.
6
6
9
.
0
0
0
2
4
0
K
o
t
a

S
u
r
a
b
a
y
a

2
.
4
5
5
.
0
0
0
1
.
9
1
9
.
0
0
0
1
.
6
9
9
.
0
0
0
5
5
4
.
0
0
0
5
6
9
.
0
0
0
6
6
6
.
0
0
0
2
1
3
.
0
0
0
8
.
0
7
5
.
0
0
0
2
4
1
K
o
t
a

B
a
t
u

8
.
9
4
7
.
0
0
0
4
.
7
6
1
.
0
0
0
4
.
1
4
3
.
0
0
0
1
.
3
4
5
.
0
0
0
1
.
8
4
9
.
0
0
0
1
.
6
8
9
.
0
0
0
2
.
4
1
3
.
0
0
0
9
2
4
.
0
0
0
7
3
4
.
0
0
0
2
6
.
8
0
5
.
0
0
0
X
V
I
I

P
r
o
v
i
n
s
i

K
a
l
i
m
a
n
t
a
n

B
a
r
a
t

2
4
2
K
a
b
.

B
e
n
g
k
a
y
a
n
g

1
1
.
7
5
3
.
0
0
0
9
.
2
3
4
.
0
0
0
1
1
.
3
7
6
.
0
0
0
1
.
7
3
2
.
0
0
0
3
.
0
5
6
.
0
0
0
2
.
5
6
3
.
0
0
0
4
.
3
5
9
.
0
0
0
2
.
2
9
0
.
0
0
0
8
5
7
.
0
0
0
4
7
.
2
2
0
.
0
0
0
2
4
3
K
a
b
.

L
a
n
d
a
k

1
3
.
5
2
1
.
0
0
0
8
.
6
8
9
.
0
0
0
6
.
8
4
5
.
0
0
0
2
.
1
0
2
.
0
0
0
4
.
9
2
0
.
0
0
0
1
.
7
6
6
.
0
0
0
3
.
1
6
8
.
0
0
0
2
.
5
0
8
.
0
0
0
8
5
1
.
0
0
0
4
4
.
3
7
0
.
0
0
0
2
4
4
K
a
b
.

K
a
p
u
a
s

H
u
l
u

1
4
.
7
7
0
.
0
0
0
1
3
.
2
1
5
.
0
0
0
8
.
5
8
3
.
0
0
0
2
.
5
5
8
.
0
0
0
3
.
3
0
3
.
0
0
0
1
.
8
6
7
.
0
0
0
2
.
9
8
3
.
0
0
0
1
.
7
6
6
.
0
0
0
4
9
.
0
4
5
.
0
0
0
2
4
5
K
a
b
.

K
e
t
a
p
a
n
g

1
4
.
4
6
5
.
0
0
0
1
5
.
7
5
2
.
0
0
0
1
1
.
2
3
0
.
0
0
0
1
.
9
6
3
.
0
0
0
3
.
5
3
8
.
0
0
0
4
.
6
4
4
.
0
0
0
5
.
7
8
9
.
0
0
0
1
.
5
8
4
.
0
0
0
5
8
.
9
6
5
.
0
0
0
2
4
6
K
a
b
.

P
o
n
t
i
a
n
a
k

1
6
.
3
6
2
.
0
0
0
1
1
.
2
8
3
.
0
0
0
8
.
2
7
8
.
0
0
0
1
.
8
3
7
.
0
0
0
3
.
2
3
6
.
0
0
0
7
.
6
9
4
.
0
0
0
4
.
5
4
4
.
0
0
0
1
.
1
5
3
.
0
0
0
5
4
.
3
8
7
.
0
0
0
2
4
7
K
a
b
.

S
a
m
b
a
s

1
4
.
8
6
2
.
0
0
0
1
3
.
2
8
5
.
0
0
0
1
2
.
0
9
4
.
0
0
0
3
.
2
3
9
.
0
0
0
3
.
6
0
1
.
0
0
0
3
.
6
0
3
.
0
0
0
5
.
4
2
7
.
0
0
0
3
.
0
2
5
.
0
0
0
1
.
0
4
5
.
0
0
0
6
0
.
1
8
1
.
0
0
0
2
4
8
K
a
b
.

S
a
n
g
g
a
u

1
6
.
9
6
4
.
0
0
0
1
2
.
9
4
4
.
0
0
0
1
0
.
4
1
5
.
0
0
0
2
.
5
2
5
.
0
0
0
4
.
6
2
3
.
0
0
0
2
.
3
9
6
.
0
0
0
5
.
7
1
0
.
0
0
0
1
.
2
1
7
.
0
0
0
5
6
.
7
9
4
.
0
0
0
2
4
9
K
a
b
.

S
i
n
t
a
n
g

1
3
.
8
6
0
.
0
0
0
1
3
.
4
7
6
.
0
0
0
5
.
8
9
1
.
0
0
0
1
.
1
8
0
.
0
0
0
3
.
8
1
8
.
0
0
0
2
.
0
3
5
.
0
0
0
4
.
7
4
1
.
0
0
0
1
.
4
2
8
.
0
0
0
4
6
.
4
2
9
.
0
0
0
2
5
0
K
o
t
a

P
o
n
t
i
a
n
a
k

1
2
.
0
3
3
.
0
0
0
7
.
4
8
6
.
0
0
0
6
.
2
2
9
.
0
0
0
2
.
0
8
9
.
0
0
0
1
.
9
0
6
.
0
0
0
2
.
7
6
9
.
0
0
0
1
.
1
5
5
.
0
0
0
3
3
.
6
6
7
.
0
0
0
2
5
1
K
o
t
a

S
i
n
g
k
a
w
a
n
g

1
0
.
5
9
3
.
0
0
0
6
.
9
8
2
.
0
0
0
7
.
6
4
6
.
0
0
0
2
.
2
7
4
.
0
0
0
2
.
2
6
9
.
0
0
0
2
.
3
3
4
.
0
0
0
3
.
0
1
7
.
0
0
0
1
.
0
6
3
.
0
0
0
7
7
3
.
0
0
0
3
6
.
9
5
1
.
0
0
0
2
5
2
K
a
b
.

S
e
k
a
d
a
u

1
1
.
4
9
8
.
0
0
0
8
.
6
0
3
.
0
0
0
6
.
4
9
2
.
0
0
0
1
.
8
7
2
.
0
0
0
3
.
1
3
9
.
0
0
0
2
.
0
0
4
.
0
0
0
3
.
2
9
3
.
0
0
0
2
.
2
5
2
.
0
0
0
8
5
6
.
0
0
0
4
0
.
0
0
9
.
0
0
0
2
5
3
K
a
b
.

M
e
l
a
w
i

1
0
.
5
4
9
.
0
0
0
8
.
2
8
8
.
0
0
0
6
.
3
0
0
.
0
0
0
1
.
2
5
3
.
0
0
0
3
.
2
1
2
.
0
0
0
1
.
8
7
3
.
0
0
0
3
.
0
1
8
.
0
0
0
1
.
8
9
6
.
0
0
0
8
6
1
.
0
0
0
3
7
.
2
5
0
.
0
0
0
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
52 - Lampiran
n
o

D
a
e
r
a
h

B
i
d
a
n
g

P
e
n
d
i
d
i
k
a
n

B
i
d
a
n
g

k
e
s
e
h
a
t
a
n

B
i
d
a
n
g

i
n
f
r
a
s
t
r
u
k
t
u
r

B
i
d
a
n
g

k
e
l
a
u
t
a
n

d
a
n

P
e
r
i
k
a
n
a
n

B
i
d
a
n
g

P
e
r
t
a
n
i
a
n

B
i
d
a
n
g

P
r
a
s
p
e
m

B
i
d
a
n
g

l
i
n
g
-
k
u
n
g
a
n

h
i
d
u
p

t
o
t
a
l
J
a
l
a
n
i
r
i
g
a
s
i
a
i
r

B
e
r
s
i
h
2
5
4
K
a
b
.

B
a
r
i
t
o

S
e
l
a
t
a
n

1
0
.
5
7
4
.
0
0
0
7
.
6
1
9
.
0
0
0
6
.
1
9
9
.
0
0
0
1
.
5
3
5
.
0
0
0
3
.
0
1
0
.
0
0
0
1
.
8
2
5
.
0
0
0
3
.
2
4
9
.
0
0
0
8
4
5
.
0
0
0
3
4
.
8
5
6
.
0
0
0
2
5
5
K
a
b
.

B
a
r
i
t
o

U
t
a
r
a

1
0
.
0
0
1
.
0
0
0
7
.
2
6
2
.
0
0
0
6
.
9
4
2
.
0
0
0
2
.
7
8
8
.
0
0
0
2
.
7
9
6
.
0
0
0
1
.
8
5
0
.
0
0
0
3
.
0
5
6
.
0
0
0
1
.
2
5
5
.
0
0
0
3
5
.
9
5
0
.
0
0
0
2
5
6
K
a
b
.

K
a
p
u
a
s

1
5
.
7
3
5
.
0
0
0
1
3
.
5
3
3
.
0
0
0
1
1
.
0
9
9
.
0
0
0
2
.
6
9
0
.
0
0
0
4
.
3
4
7
.
0
0
0
2
.
6
0
3
.
0
0
0
5
.
0
9
8
.
0
0
0
1
.
4
5
6
.
0
0
0
5
6
.
5
6
1
.
0
0
0
2
5
7
K
a
b
.

K
o
t
a
w
a
r
i
n
g
i
n

B
a
r
a
t

1
3
.
2
5
3
.
0
0
0
1
1
.
2
7
9
.
0
0
0
9
.
3
3
8
.
0
0
0
2
.
0
6
2
.
0
0
0
3
.
3
7
4
.
0
0
0
2
.
8
2
7
.
0
0
0
4
.
6
2
0
.
0
0
0
1
.
0
7
4
.
0
0
0
4
7
.
8
2
7
.
0
0
0
2
5
8
K
a
b
.

K
o
t
a
w
a
r
i
n
g
i
n

T
i
m
u
r

2
.
6
1
6
.
0
0
0
2
.
2
3
0
.
0
0
0
2
.
3
6
9
.
0
0
0
9
4
5
.
0
0
0
6
7
3
.
0
0
0
6
0
5
.
0
0
0
1
.
4
3
1
.
0
0
0
2
7
4
.
0
0
0
1
1
.
1
4
3
.
0
0
0
2
5
9
K
o
t
a

P
a
l
a
n
g
k
a
r
a
y
a

1
2
.
5
7
8
.
0
0
0
6
.
9
7
2
.
0
0
0
6
.
9
3
0
.
0
0
0
1
.
3
9
2
.
0
0
0
2
.
0
2
3
.
0
0
0
1
.
8
5
6
.
0
0
0
2
.
6
9
8
.
0
0
0
7
6
3
.
0
0
0
3
5
.
2
1
2
.
0
0
0
2
6
0
K
a
b
.

B
a
r
i
t
o

T
i
m
u
r

9
.
1
1
6
.
0
0
0
5
.
5
8
5
.
0
0
0
6
.
4
7
9
.
0
0
0
9
9
2
.
0
0
0
2
.
0
5
9
.
0
0
0
1
.
6
0
0
.
0
0
0
2
.
8
8
0
.
0
0
0
9
0
5
.
0
0
0
6
7
5
.
0
0
0
3
0
.
2
9
1
.
0
0
0
2
6
1
K
a
b
.

M
u
r
u
n
g

R
a
y
a

8
.
2
0
1
.
0
0
0
7
.
1
4
8
.
0
0
0
6
.
0
8
7
.
0
0
0
8
1
8
.
0
0
0
2
.
3
8
2
.
0
0
0
1
.
3
1
9
.
0
0
0
2
.
1
6
1
.
0
0
0
8
3
1
.
0
0
0
9
5
7
.
0
0
0
2
9
.
9
0
4
.
0
0
0
2
6
2
K
a
b
.

P
u
l
a
n
g

P
i
s
a
u

1
1
.
0
4
4
.
0
0
0
9
.
5
6
5
.
0
0
0
8
.
8
8
4
.
0
0
0
3
.
0
3
2
.
0
0
0
3
.
0
8
7
.
0
0
0
2
.
2
8
5
.
0
0
0
3
.
6
7
1
.
0
0
0
2
.
3
4
6
.
0
0
0
9
9
7
.
0
0
0
4
4
.
9
1
1
.
0
0
0
2
6
3
K
a
b
.

G
u
n
u
n
g

M
a
s

8
.
4
6
0
.
0
0
0
6
.
0
2
3
.
0
0
0
5
.
5
6
7
.
0
0
0
9
2
9
.
0
0
0
3
.
2
1
0
.
0
0
0
1
.
5
3
5
.
0
0
0
2
.
5
1
0
.
0
0
0
1
.
4
3
6
.
0
0
0
6
4
8
.
0
0
0
3
0
.
3
1
8
.
0
0
0
2
6
4
K
a
b
.

L
a
m
a
n
d
a
u

7
.
9
6
6
.
0
0
0
5
.
5
0
7
.
0
0
0
5
.
9
8
0
.
0
0
0
1
.
9
4
6
.
0
0
0
1
.
5
4
9
.
0
0
0
2
.
3
0
3
.
0
0
0
1
.
3
9
0
.
0
0
0
6
9
3
.
0
0
0
2
7
.
3
3
4
.
0
0
0
2
6
5
K
a
b
.

S
u
k
a
m
a
r
a

9
.
1
9
9
.
0
0
0
6
.
1
5
2
.
0
0
0
6
.
0
7
8
.
0
0
0
1
.
7
9
7
.
0
0
0
2
.
4
3
8
.
0
0
0
1
.
8
9
7
.
0
0
0
2
.
4
6
9
.
0
0
0
1
.
9
5
7
.
0
0
0
7
1
1
.
0
0
0
3
2
.
6
9
8
.
0
0
0
2
6
6
K
a
b
.

K
a
t
i
n
g
a
n

9
.
7
3
8
.
0
0
0
8
.
6
6
0
.
0
0
0
6
.
0
4
9
.
0
0
0
1
.
9
0
2
.
0
0
0
3
.
7
1
5
.
0
0
0
3
.
1
4
5
.
0
0
0
3
.
3
5
1
.
0
0
0
1
.
7
3
3
.
0
0
0
1
.
0
3
7
.
0
0
0
3
9
.
3
3
0
.
0
0
0
2
6
7
K
a
b
.

S
e
r
u
y
a
n

9
.
8
2
5
.
0
0
0
9
.
0
0
8
.
0
0
0
5
.
6
3
5
.
0
0
0
1
.
5
2
4
.
0
0
0
2
.
3
2
1
.
0
0
0
2
.
1
1
4
.
0
0
0
3
.
5
0
6
.
0
0
0
2
.
1
3
4
.
0
0
0
9
9
0
.
0
0
0
3
7
.
0
5
7
.
0
0
0
X
I
X

P
r
o
v
i
n
s
i

K
a
l
i
m
a
n
t
a
n

S
e
l
a
t
a
n

2
6
8
K
a
b
.

B
a
n
j
a
r

1
6
.
2
7
4
.
0
0
0
9
.
8
5
2
.
0
0
0
9
.
0
6
1
.
0
0
0
4
.
2
4
1
.
0
0
0
3
.
7
2
6
.
0
0
0
2
.
7
6
6
.
0
0
0
5
.
6
6
9
.
0
0
0
8
9
0
.
0
0
0
5
2
.
4
7
9
.
0
0
0
2
6
9
K
a
b
.

B
a
r
i
t
o

K
u
a
l
a

1
5
.
2
6
0
.
0
0
0
1
0
.
8
9
0
.
0
0
0
8
.
9
7
8
.
0
0
0
2
.
9
0
4
.
0
0
0
3
.
8
1
1
.
0
0
0
2
.
4
6
1
.
0
0
0
4
.
4
9
7
.
0
0
0
8
5
5
.
0
0
0
4
9
.
6
5
6
.
0
0
0
2
7
0
K
a
b
.

H
u
l
u

S
u
n
g
a
i

S
e
l
a
t
a
n

1
3
.
5
9
2
.
0
0
0
8
.
6
5
0
.
0
0
0
7
.
9
1
5
.
0
0
0
1
.
3
3
9
.
0
0
0
2
.
4
5
7
.
0
0
0
1
.
8
5
8
.
0
0
0
3
.
2
0
4
.
0
0
0
7
0
1
.
0
0
0
3
9
.
7
1
6
.
0
0
0
2
7
1
K
a
b
.

H
u
l
u

S
u
n
g
a
i

T
e
n
g
a
h

1
4
.
1
9
0
.
0
0
0
8
.
0
2
2
.
0
0
0
7
.
2
3
3
.
0
0
0
1
.
5
2
0
.
0
0
0
2
.
4
9
0
.
0
0
0
1
.
8
9
2
.
0
0
0
3
.
2
7
1
.
0
0
0
7
0
7
.
0
0
0
3
9
.
3
2
5
.
0
0
0
2
7
2
K
a
b
.

H
u
l
u

S
u
n
g
a
i

U
t
a
r
a

1
0
.
4
0
8
.
0
0
0
6
.
5
3
5
.
0
0
0
6
.
0
3
9
.
0
0
0
1
.
3
1
1
.
0
0
0
2
.
8
0
3
.
0
0
0
1
.
7
4
0
.
0
0
0
2
.
5
2
4
.
0
0
0
6
8
3
.
0
0
0
3
2
.
0
4
3
.
0
0
0
2
7
3
K
a
b
.

K
o
t
a

B
a
r
u

2
.
4
9
2
.
0
0
0
2
.
1
3
4
.
0
0
0
2
.
0
5
7
.
0
0
0
6
6
4
.
0
0
0
6
4
3
.
0
0
0
6
6
2
.
0
0
0
1
.
1
1
7
.
0
0
0
1
8
2
.
0
0
0
9
.
9
5
1
.
0
0
0
2
7
4
K
a
b
.

T
a
b
a
l
o
n
g

2
.
4
8
6
.
0
0
0
2
.
0
1
9
.
0
0
0
2
.
0
8
1
.
0
0
0
6
4
7
.
0
0
0
6
2
2
.
0
0
0
5
7
8
.
0
0
0
1
.
0
8
5
.
0
0
0
1
5
4
.
0
0
0
9
.
6
7
2
.
0
0
0
2
7
5
K
a
b
.

T
a
n
a
h

L
a
u
t

2
.
4
8
3
.
0
0
0
2
.
0
1
2
.
0
0
0
2
.
1
5
9
.
0
0
0
5
6
6
.
0
0
0
6
2
2
.
0
0
0
6
3
1
.
0
0
0
1
.
1
4
7
.
0
0
0
1
5
6
.
0
0
0
9
.
7
7
6
.
0
0
0
2
7
6
K
a
b
.

T
a
p
i
n

1
0
.
1
0
8
.
0
0
0
7
.
5
6
7
.
0
0
0
6
.
7
3
4
.
0
0
0
1
.
4
3
1
.
0
0
0
2
.
3
5
5
.
0
0
0
6
.
6
0
9
.
0
0
0
4
.
0
3
1
.
0
0
0
7
1
5
.
0
0
0
3
9
.
5
5
0
.
0
0
0
2
7
7
K
o
t
a

B
a
n
j
a
r

B
a
r
u

8
.
8
9
6
.
0
0
0
4
.
6
9
3
.
0
0
0
6
.
0
1
8
.
0
0
0
1
.
1
5
1
.
0
0
0
1
.
8
3
9
.
0
0
0
1
.
7
9
0
.
0
0
0
2
.
2
4
7
.
0
0
0
7
.
7
6
5
.
0
0
0
5
7
6
.
0
0
0
3
4
.
9
7
5
.
0
0
0
2
7
8
K
o
t
a

B
a
n
j
a
r
m
a
s
i
n

1
5
.
0
9
4
.
0
0
0
7
.
2
0
4
.
0
0
0
5
.
7
6
3
.
0
0
0
2
.
0
9
4
.
0
0
0
1
.
8
5
4
.
0
0
0
2
.
6
1
7
.
0
0
0
7
0
4
.
0
0
0
3
5
.
3
3
0
.
0
0
0
2
7
9
K
a
b
.

B
a
l
a
n
g
a
n

9
.
5
9
9
.
0
0
0
5
.
2
6
9
.
0
0
0
4
.
5
8
5
.
0
0
0
1
.
3
4
1
.
0
0
0
2
.
3
3
2
.
0
0
0
1
.
4
0
9
.
0
0
0
2
.
3
0
8
.
0
0
0
8
9
4
.
0
0
0
6
2
4
.
0
0
0
2
8
.
3
6
1
.
0
0
0
2
8
0
K
a
b
.

T
a
n
a
h

B
u
m
b
u

9
.
2
5
6
.
0
0
0
6
.
2
3
4
.
0
0
0
6
.
7
1
3
.
0
0
0
2
.
9
8
7
.
0
0
0
2
.
2
9
2
.
0
0
0
2
.
6
3
8
.
0
0
0
3
.
3
8
9
.
0
0
0
9
6
2
.
0
0
0
7
9
0
.
0
0
0
3
5
.
2
6
1
.
0
0
0
X
X

P
r
o
v
i
n
s
i

K
a
l
i
m
a
n
t
a
n

T
i
m
u
r

2
8
1
K
a
b
.

B
e
r
a
u

2
.
3
6
5
.
0
0
0
2
.
1
0
1
.
0
0
0
2
.
1
0
6
.
0
0
0
5
1
8
.
0
0
0
6
2
3
.
0
0
0
6
0
4
.
0
0
0
1
.
3
3
8
.
0
0
0
1
9
8
.
0
0
0
9
.
8
5
3
.
0
0
0
2
8
2
K
a
b
.

B
u
l
u
n
g
a
n

2
.
3
2
7
.
0
0
0
1
.
9
7
6
.
0
0
0
2
.
1
6
9
.
0
0
0
4
9
0
.
0
0
0
6
0
9
.
0
0
0
6
0
0
.
0
0
0
9
4
5
.
0
0
0
2
0
5
.
0
0
0
9
.
3
2
1
.
0
0
0
2
8
3
K
a
b
.

K
u
t
a
i

K
a
r
t
a
n
e
g
a
r
a

2
.
4
3
3
.
0
0
0
2
.
0
7
8
.
0
0
0
1
.
8
2
8
.
0
0
0
5
2
2
.
0
0
0
6
9
2
.
0
0
0
6
7
1
.
0
0
0
1
.
0
2
8
.
0
0
0
2
2
2
.
0
0
0
9
.
4
7
4
.
0
0
0
2
8
4
K
a
b
.

K
u
t
a
i

B
a
r
a
t

1
1
.
7
3
5
.
0
0
0
1
2
.
2
2
3
.
0
0
0
6
.
8
3
0
.
0
0
0
2
.
7
1
6
.
0
0
0
4
.
3
5
7
.
0
0
0
3
.
5
7
6
.
0
0
0
3
.
2
6
4
.
0
0
0
2
.
6
8
4
.
0
0
0
1
.
4
5
1
.
0
0
0
4
8
.
8
3
6
.
0
0
0
2
8
5
K
a
b
.

K
u
t
a
i

T
i
m
u
r
*
)

1
0
.
8
7
9
.
0
0
0
1
2
.
4
7
1
.
0
0
0
7
.
2
1
5
.
0
0
0
3
.
2
7
7
.
0
0
0
2
.
8
0
1
.
0
0
0
2
.
6
4
0
.
0
0
0
3
.
5
9
3
.
0
0
0
8
.
3
6
3
.
0
0
0
1
.
2
5
2
.
0
0
0
5
2
.
4
9
1
.
0
0
0
2
8
6
K
a
b
.

M
a
l
i
n
a
u

1
0
.
0
2
2
.
0
0
0
1
1
.
6
0
9
.
0
0
0
6
.
0
1
8
.
0
0
0
1
.
2
8
5
.
0
0
0
3
.
0
0
0
.
0
0
0
1
.
8
8
9
.
0
0
0
2
.
8
9
5
.
0
0
0
8
.
2
7
6
.
0
0
0
1
.
1
8
9
.
0
0
0
4
6
.
1
8
3
.
0
0
0
2
8
7
K
a
b
.

N
u
n
u
k
a
n

1
0
.
8
3
8
.
0
0
0
9
.
5
2
9
.
0
0
0
6
.
4
6
1
.
0
0
0
1
.
8
7
4
.
0
0
0
3
.
5
0
6
.
0
0
0
2
.
5
5
0
.
0
0
0
3
.
3
1
6
.
0
0
0
3
.
3
0
9
.
0
0
0
1
.
1
1
8
.
0
0
0
4
2
.
5
0
1
.
0
0
0
2
8
8
K
a
b
.

P
a
s
i
r

2
.
3
5
1
.
0
0
0
2
.
0
0
0
.
0
0
0
1
.
9
1
4
.
0
0
0
4
8
4
.
0
0
0
6
3
0
.
0
0
0
5
8
3
.
0
0
0
1
.
0
0
9
.
0
0
0
1
7
8
.
0
0
0
9
.
1
4
9
.
0
0
0
2
8
9
K
o
t
a

B
a
l
i
k
p
a
p
a
n

2
.
2
0
6
.
0
0
0
1
.
7
3
6
.
0
0
0
1
.
4
4
8
.
0
0
0
3
7
9
.
0
0
0
5
3
3
.
0
0
0
5
3
3
.
0
0
0
6
4
2
.
0
0
0
1
2
4
.
0
0
0
7
.
6
0
1
.
0
0
0
2
9
0
K
o
t
a

B
o
n
t
a
n
g

2
.
2
3
3
.
0
0
0
1
.
7
3
1
.
0
0
0
1
.
5
1
4
.
0
0
0
5
4
7
.
0
0
0
5
5
0
.
0
0
0
6
8
7
.
0
0
0
4
.
9
3
5
.
0
0
0
1
2
8
.
0
0
0
1
2
.
3
2
5
.
0
0
0
2
9
1
K
o
t
a

S
a
m
a
r
i
n
d
a

2
.
2
9
6
.
0
0
0
1
.
7
7
8
.
0
0
0
1
.
6
9
8
.
0
0
0
4
4
2
.
0
0
0
5
5
9
.
0
0
0
5
3
4
.
0
0
0
7
2
3
.
0
0
0
1
3
2
.
0
0
0
8
.
1
6
2
.
0
0
0
2
9
2
K
o
t
a

T
a
r
a
k
a
n

2
.
1
5
6
.
0
0
0
1
.
6
8
3
.
0
0
0
1
.
3
9
8
.
0
0
0
5
4
2
.
0
0
0
5
3
3
.
0
0
0
6
2
1
.
0
0
0
1
2
0
.
0
0
0
7
.
0
5
3
.
0
0
0
2
9
3
K
a
b
.

P
e
n
a
j
a
m

P
a
s
e
r

U
t
a
r
a

2
.
1
9
4
.
0
0
0
1
.
7
5
6
.
0
0
0
1
.
5
8
8
.
0
0
0
4
6
7
.
0
0
0
5
4
6
.
0
0
0
5
3
8
.
0
0
0
7
4
6
.
0
0
0
8
7
6
.
0
0
0
1
2
9
.
0
0
0
8
.
8
4
0
.
0
0
0
X
X
I

P
r
o
v
i
n
s
i

S
u
l
a
w
e
s
i

U
t
a
r
a

2
9
4
K
a
b
.

B
o
l
a
a
n
g

M
o
n
g
o
n
d
o
w

1
7
.
3
3
5
.
0
0
0
1
1
.
2
2
4
.
0
0
0
1
0
.
7
1
6
.
0
0
0
8
.
1
3
4
.
0
0
0
3
.
1
0
6
.
0
0
0
3
.
1
8
0
.
0
0
0
4
.
8
5
0
.
0
0
0
8
8
4
.
0
0
0
5
9
.
4
2
9
.
0
0
0
2
9
5
K
a
b
.

M
i
n
a
h
a
s
a

1
6
.
7
2
8
.
0
0
0
1
1
.
1
8
8
.
0
0
0
1
1
.
1
5
9
.
0
0
0
5
.
3
1
7
.
0
0
0
3
.
0
5
0
.
0
0
0
3
.
8
1
4
.
0
0
0
6
.
9
2
7
.
0
0
0
1
.
0
0
6
.
0
0
0
5
9
.
1
8
9
.
0
0
0
2
9
6
K
a
b
.

S
a
n
g
i
h
e

1
9
.
9
4
5
.
0
0
0
1
1
.
7
7
9
.
0
0
0
1
0
.
0
0
0
.
0
0
0
2
.
5
4
5
.
0
0
0
3
.
1
9
2
.
0
0
0
4
.
1
7
6
.
0
0
0
4
.
9
2
4
.
0
0
0
8
3
8
.
0
0
0
5
7
.
3
9
9
.
0
0
0
2
9
7
K
o
t
a

B
i
t
u
n
g

1
0
.
4
0
0
.
0
0
0
6
.
4
3
3
.
0
0
0
5
.
8
2
8
.
0
0
0
1
.
6
3
6
.
0
0
0
2
.
1
9
8
.
0
0
0
2
.
2
3
0
.
0
0
0
2
.
9
4
5
.
0
0
0
7
8
0
.
0
0
0
3
2
.
4
5
0
.
0
0
0
2
9
8
K
o
t
a

M
a
n
a
d
o

1
2
.
0
6
7
.
0
0
0
7
.
2
2
2
.
0
0
0
6
.
1
1
8
.
0
0
0
1
.
8
4
1
.
0
0
0
2
.
1
7
1
.
0
0
0
2
.
1
8
0
.
0
0
0
2
.
8
1
8
.
0
0
0
9
6
2
.
0
0
0
3
5
.
3
7
9
.
0
0
0
2
9
9
K
a
b
.

K
e
p
u
l
a
u
a
n

T
a
l
a
u
d

1
3
.
6
3
3
.
0
0
0
1
0
.
4
1
1
.
0
0
0
9
.
6
1
2
.
0
0
0
3
.
5
3
2
.
0
0
0
2
.
8
6
2
.
0
0
0
3
.
0
8
0
.
0
0
0
5
.
0
8
8
.
0
0
0
3
.
2
1
6
.
0
0
0
8
4
3
.
0
0
0
5
2
.
2
7
7
.
0
0
0
3
0
0
K
a
b
.

M
i
n
a
h
a
s
a

S
e
l
a
t
a
n

1
5
.
7
8
1
.
0
0
0
1
0
.
0
7
1
.
0
0
0
9
.
6
8
7
.
0
0
0
6
.
3
9
9
.
0
0
0
2
.
8
8
7
.
0
0
0
3
.
3
2
0
.
0
0
0
4
.
9
0
5
.
0
0
0
1
.
1
7
0
.
0
0
0
9
0
2
.
0
0
0
5
5
.
1
2
2
.
0
0
0
3
0
1
K
o
t
a

T
o
m
o
h
o
n

1
8
.
1
1
7
.
0
0
0
1
4
.
1
4
5
.
0
0
0
1
4
.
8
1
1
.
0
0
0
4
.
7
4
5
.
0
0
0
3
.
7
1
3
.
0
0
0
4
.
1
3
6
.
0
0
0
6
.
2
6
5
.
0
0
0
1
.
6
0
3
.
0
0
0
1
.
1
7
5
.
0
0
0
6
8
.
7
1
0
.
0
0
0
3
0
2
K
a
b
.

M
i
n
a
h
a
s
a

U
t
a
r
a

2
0
.
2
4
3
.
0
0
0
1
6
.
6
1
7
.
0
0
0
1
5
.
9
8
9
.
0
0
0
8
.
9
0
1
.
0
0
0
4
.
0
9
7
.
0
0
0
4
.
6
6
4
.
0
0
0
8
.
2
1
7
.
0
0
0
1
.
6
8
0
.
0
0
0
1
.
2
5
8
.
0
0
0
8
1
.
6
6
6
.
0
0
0
X
X
I
I

P
r
o
v
i
n
s
i

G
o
r
o
n
t
a
l
o

3
0
3
K
a
b
.

B
o
a
l
e
m
o

1
0
.
2
7
0
.
0
0
0
7
.
2
4
5
.
0
0
0
8
.
5
4
0
.
0
0
0
1
.
6
7
0
.
0
0
0
2
.
4
1
2
.
0
0
0
2
.
2
2
3
.
0
0
0
3
.
5
3
6
.
0
0
0
8
.
3
5
8
.
0
0
0
8
6
7
.
0
0
0
4
5
.
1
2
1
.
0
0
0
Lampiran
Lampiran - 53
n
o

D
a
e
r
a
h

B
i
d
a
n
g

P
e
n
d
i
d
i
k
a
n

B
i
d
a
n
g

k
e
s
e
h
a
t
a
n

B
i
d
a
n
g

i
n
f
r
a
s
t
r
u
k
t
u
r

B
i
d
a
n
g

k
e
l
a
u
t
a
n

d
a
n

P
e
r
i
k
a
n
a
n

B
i
d
a
n
g

P
e
r
t
a
n
i
a
n

B
i
d
a
n
g

P
r
a
s
p
e
m

B
i
d
a
n
g

l
i
n
g
-
k
u
n
g
a
n

h
i
d
u
p

t
o
t
a
l
J
a
l
a
n
i
r
i
g
a
s
i
a
i
r

B
e
r
s
i
h
3
0
5
K
o
t
a

G
o
r
o
n
t
a
l
o

1
0
.
6
4
7
.
0
0
0
7
.
0
8
8
.
0
0
0
6
.
9
5
0
.
0
0
0
2
.
1
9
9
.
0
0
0
2
.
1
6
6
.
0
0
0
2
.
9
5
0
.
0
0
0
7
4
5
.
0
0
0
3
2
.
7
4
5
.
0
0
0
3
0
6
K
a
b
.

P
o
h
u
w
a
t
o

1
0
.
1
8
7
.
0
0
0
7
.
0
6
5
.
0
0
0
9
.
2
5
8
.
0
0
0
5
.
0
8
0
.
0
0
0
2
.
6
6
2
.
0
0
0
3
.
5
6
2
.
0
0
0
4
.
1
8
3
.
0
0
0
2
.
0
2
4
.
0
0
0
8
1
1
.
0
0
0
4
4
.
8
3
2
.
0
0
0
3
0
7
K
a
b
.

B
o
n
e

B
o
l
a
n
g
o

1
1
.
4
8
1
.
0
0
0
8
.
2
6
5
.
0
0
0
8
.
6
2
0
.
0
0
0
1
.
9
9
0
.
0
0
0
2
.
5
8
1
.
0
0
0
2
.
3
0
4
.
0
0
0
4
.
1
2
7
.
0
0
0
2
.
4
9
7
.
0
0
0
8
1
1
.
0
0
0
4
2
.
6
7
6
.
0
0
0
X
X
I
I
I

P
r
o
v
i
n
s
i

S
u
l
a
w
e
s
i

T
e
n
g
a
h

3
0
8
K
a
b
.

B
a
n
g
g
a
i

1
3
.
8
0
5
.
0
0
0
1
1
.
3
1
9
.
0
0
0
9
.
0
0
9
.
0
0
0
2
.
0
4
8
.
0
0
0
3
.
0
3
8
.
0
0
0
5
.
1
8
7
.
0
0
0
5
.
3
6
3
.
0
0
0
9
0
3
.
0
0
0
5
0
.
6
7
2
.
0
0
0
3
0
9
K
a
b
.

B
a
n
g
g
a
i

K
e
p
u
l
a
u
a
n

1
2
.
8
4
6
.
0
0
0
8
.
1
0
7
.
0
0
0
8
.
7
7
7
.
0
0
0
1
.
3
1
1
.
0
0
0
2
.
5
7
5
.
0
0
0
4
.
3
7
4
.
0
0
0
2
.
9
3
0
.
0
0
0
8
.
1
2
0
.
0
0
0
7
3
9
.
0
0
0
4
9
.
7
7
9
.
0
0
0
3
1
0
K
a
b
.

B
u
o
l

1
0
.
1
3
4
.
0
0
0
6
.
5
2
5
.
0
0
0
7
.
2
2
7
.
0
0
0
1
.
8
4
0
.
0
0
0
2
.
0
9
4
.
0
0
0
2
.
1
3
0
.
0
0
0
4
.
4
5
6
.
0
0
0
7
.
9
0
1
.
0
0
0
7
6
7
.
0
0
0
4
3
.
0
7
4
.
0
0
0
3
1
1
K
a
b
.

T
o
l
i
-
T
o
l
i

1
1
.
7
7
5
.
0
0
0
8
.
4
2
3
.
0
0
0
8
.
7
7
0
.
0
0
0
2
.
0
3
4
.
0
0
0
2
.
5
4
5
.
0
0
0
2
.
5
9
9
.
0
0
0
4
.
0
7
6
.
0
0
0
8
4
1
.
0
0
0
4
1
.
0
6
3
.
0
0
0
3
1
2
K
a
b
.

D
o
n
g
g
a
l
a

1
7
.
3
3
1
.
0
0
0
1
2
.
4
7
9
.
0
0
0
1
0
.
9
6
7
.
0
0
0
4
.
3
5
3
.
0
0
0
3
.
7
8
7
.
0
0
0
4
.
2
9
0
.
0
0
0
7
.
3
9
1
.
0
0
0
2
.
5
1
3
.
0
0
0
1
.
1
2
9
.
0
0
0
6
4
.
2
4
0
.
0
0
0
3
1
3
K
a
b
.

M
o
r
o
w
a
l
i

1
1
.
6
8
1
.
0
0
0
9
.
2
9
0
.
0
0
0
6
.
8
5
7
.
0
0
0
2
.
1
7
1
.
0
0
0
2
.
6
3
7
.
0
0
0
2
.
6
1
4
.
0
0
0
3
.
0
9
2
.
0
0
0
7
.
6
3
2
.
0
0
0
8
6
6
.
0
0
0
4
6
.
8
4
0
.
0
0
0
3
1
4
K
a
b
.

P
o
s
o

1
1
.
9
4
5
.
0
0
0
1
0
.
2
6
6
.
0
0
0
1
0
.
1
6
9
.
0
0
0
2
.
1
9
0
.
0
0
0
2
.
6
3
7
.
0
0
0
3
.
2
2
1
.
0
0
0
4
.
9
8
0
.
0
0
0
1
.
0
0
2
.
0
0
0
4
6
.
4
1
0
.
0
0
0
3
1
5
K
o
t
a

P
a
l
u

1
0
.
6
5
8
.
0
0
0
7
.
4
1
2
.
0
0
0
7
.
4
5
0
.
0
0
0
1
.
7
4
1
.
0
0
0
2
.
2
3
2
.
0
0
0
2
.
0
8
3
.
0
0
0
3
.
3
6
0
.
0
0
0
8
1
9
.
0
0
0
3
5
.
7
5
5
.
0
0
0
3
1
6
K
a
b
.

P
a
r
i
g
i

M
o
u
t
o
n
g

1
3
.
7
0
3
.
0
0
0
9
.
4
6
2
.
0
0
0
7
.
8
5
4
.
0
0
0
2
.
4
8
2
.
0
0
0
2
.
8
2
0
.
0
0
0
3
.
4
1
0
.
0
0
0
3
.
5
8
3
.
0
0
0
2
.
1
0
6
.
0
0
0
8
6
7
.
0
0
0
4
6
.
2
8
7
.
0
0
0
3
1
7
K
a
b
.

T
o
j
o

U
n
a

U
n
a

1
1
.
5
5
5
.
0
0
0
9
.
3
0
3
.
0
0
0
7
.
8
0
1
.
0
0
0
2
.
0
9
9
.
0
0
0
2
.
6
7
7
.
0
0
0
3
.
9
2
4
.
0
0
0
3
.
1
5
6
.
0
0
0
2
.
4
4
2
.
0
0
0
8
8
7
.
0
0
0
4
3
.
8
4
4
.
0
0
0
X
X
I
V

P
r
o
v
i
n
s
i

S
u
l
a
w
e
s
i

S
e
l
a
t
a
n

3
1
8
K
a
b
.

B
a
n
t
a
e
n
g

1
0
.
8
6
3
.
0
0
0
7
.
2
0
5
.
0
0
0
7
.
2
1
5
.
0
0
0
5
.
1
0
5
.
0
0
0
2
.
2
9
0
.
0
0
0
2
.
5
6
4
.
0
0
0
3
.
8
6
0
.
0
0
0
7
7
3
.
0
0
0
3
9
.
8
7
5
.
0
0
0
3
1
9
K
a
b
.

B
a
r
r
u

1
1
.
5
0
1
.
0
0
0
6
.
8
8
0
.
0
0
0
7
.
4
0
8
.
0
0
0
1
.
6
4
3
.
0
0
0
2
.
4
7
5
.
0
0
0
2
.
6
6
2
.
0
0
0
3
.
6
6
5
.
0
0
0
7
6
9
.
0
0
0
3
7
.
0
0
3
.
0
0
0
3
2
0
K
a
b
.

B
o
n
e

1
9
.
7
8
6
.
0
0
0
9
.
7
1
5
.
0
0
0
9
.
8
3
6
.
0
0
0
4
.
8
2
6
.
0
0
0
3
.
3
5
8
.
0
0
0
3
.
6
5
3
.
0
0
0
5
.
8
1
0
.
0
0
0
8
5
4
.
0
0
0
5
7
.
8
3
8
.
0
0
0
3
2
1
K
a
b
.

B
u
l
u
k
u
m
b
a

1
4
.
4
6
7
.
0
0
0
7
.
7
2
4
.
0
0
0
8
.
4
9
8
.
0
0
0
3
.
3
9
9
.
0
0
0
2
.
5
7
4
.
0
0
0
3
.
3
6
2
.
0
0
0
4
.
7
0
1
.
0
0
0
7
9
4
.
0
0
0
4
5
.
5
1
9
.
0
0
0
3
2
2
K
a
b
.

E
n
r
e
k
a
n
g

1
1
.
2
8
2
.
0
0
0
6
.
3
7
9
.
0
0
0
7
.
2
1
8
.
0
0
0
3
.
4
7
6
.
0
0
0
2
.
1
5
3
.
0
0
0
2
.
5
5
5
.
0
0
0
3
.
4
1
6
.
0
0
0
7
2
3
.
0
0
0
3
7
.
2
0
2
.
0
0
0
3
2
3
K
a
b
.

G

o

w

a

1
5
.
8
4
4
.
0
0
0
8
.
9
9
4
.
0
0
0
9
.
1
2
9
.
0
0
0
5
.
6
6
5
.
0
0
0
2
.
6
2
8
.
0
0
0
2
.
5
2
1
.
0
0
0
5
.
2
6
3
.
0
0
0
8
3
0
.
0
0
0
5
0
.
8
7
4
.
0
0
0
3
2
4
K
a
b
.

J
e
n
e
p
o
n
t
o

1
1
.
5
5
8
.
0
0
0
6
.
5
1
8
.
0
0
0
6
.
2
8
4
.
0
0
0
4
.
6
5
7
.
0
0
0
2
.
2
7
4
.
0
0
0
5
.
8
5
5
.
0
0
0
3
.
5
3
7
.
0
0
0
7
0
8
.
0
0
0
4
1
.
3
9
1
.
0
0
0
3
2
5
K
a
b
.

L
u
w
u

1
4
.
0
3
4
.
0
0
0
8
.
0
4
0
.
0
0
0
8
.
3
1
2
.
0
0
0
5
.
4
6
9
.
0
0
0
2
.
8
8
8
.
0
0
0
6
.
7
2
7
.
0
0
0
3
.
9
7
8
.
0
0
0
2
.
1
7
1
.
0
0
0
7
9
4
.
0
0
0
5
2
.
4
1
3
.
0
0
0
3
2
6
K
a
b
.

L
u
w
u

U
t
a
r
a

1
3
.
1
2
8
.
0
0
0
8
.
3
2
9
.
0
0
0
1
1
.
0
9
1
.
0
0
0
5
.
4
4
7
.
0
0
0
2
.
7
3
5
.
0
0
0
2
.
7
7
4
.
0
0
0
3
.
2
8
6
.
0
0
0
8
.
2
3
6
.
0
0
0
9
5
7
.
0
0
0
5
5
.
9
8
3
.
0
0
0
3
2
7
K
a
b
.

M

a

r

o

s

1
3
.
6
9
2
.
0
0
0
8
.
8
8
2
.
0
0
0
1
0
.
0
2
5
.
0
0
0
4
.
6
0
6
.
0
0
0
2
.
7
7
7
.
0
0
0
4
.
2
5
3
.
0
0
0
4
.
5
5
8
.
0
0
0
8
4
1
.
0
0
0
4
9
.
6
3
4
.
0
0
0
3
2
8
K
a
b
.

P
a
n
g
k
a
j
e
n
e

K
e
p
u
l
a
u
a
n

1
3
.
8
6
5
.
0
0
0
7
.
7
3
8
.
0
0
0
6
.
9
8
1
.
0
0
0
3
.
0
7
9
.
0
0
0
2
.
4
5
2
.
0
0
0
3
.
5
0
6
.
0
0
0
3
.
5
0
7
.
0
0
0
7
3
8
.
0
0
0
4
1
.
8
6
6
.
0
0
0
3
2
9
K
a
b
.

P
i
n
r
a
n
g

1
3
.
7
5
0
.
0
0
0
7
.
9
5
7
.
0
0
0
7
.
5
2
2
.
0
0
0
1
.
6
1
7
.
0
0
0
2
.
3
7
7
.
0
0
0
3
.
0
5
0
.
0
0
0
4
.
5
9
5
.
0
0
0
7
8
4
.
0
0
0
4
1
.
6
5
2
.
0
0
0
3
3
0
K
a
b
.

S
e
l
a
y
a
r

1
1
.
5
8
7
.
0
0
0
8
.
8
7
4
.
0
0
0
8
.
6
0
2
.
0
0
0
1
.
6
9
2
.
0
0
0
2
.
4
3
5
.
0
0
0
3
.
7
5
4
.
0
0
0
3
.
3
8
0
.
0
0
0
7
6
5
.
0
0
0
4
1
.
0
8
9
.
0
0
0
3
3
1
K
a
b
.

S
i
d
e
n
r
e
n
g

R
a
p
p
a
n
g

1
2
.
1
6
8
.
0
0
0
6
.
1
6
7
.
0
0
0
7
.
7
5
1
.
0
0
0
7
.
4
9
9
.
0
0
0
2
.
0
3
9
.
0
0
0
3
.
7
5
1
.
0
0
0
3
.
5
3
6
.
0
0
0
6
9
5
.
0
0
0
4
3
.
6
0
6
.
0
0
0
3
3
2
K
a
b
.

S
i
n
j
a
i

1
6
.
1
8
3
.
0
0
0
9
.
7
1
9
.
0
0
0
1
0
.
4
0
9
.
0
0
0
5
.
7
1
3
.
0
0
0
2
.
6
6
6
.
0
0
0
3
.
5
3
2
.
0
0
0
4
.
6
6
1
.
0
0
0
8
8
6
.
0
0
0
5
3
.
7
6
9
.
0
0
0
3
3
3
K
a
b
.

S
o
p
p
e
n
g

1
2
.
0
4
8
.
0
0
0
7
.
3
6
9
.
0
0
0
7
.
1
3
1
.
0
0
0
4
.
4
5
3
.
0
0
0
2
.
1
5
4
.
0
0
0
2
.
9
3
8
.
0
0
0
3
.
2
6
7
.
0
0
0
7
4
0
.
0
0
0
4
0
.
1
0
0
.
0
0
0
3
3
4
K
a
b
.

T
a
k
a
l
a
r

1
3
.
0
2
4
.
0
0
0
9
.
0
2
3
.
0
0
0
9
.
1
8
1
.
0
0
0
2
.
6
9
4
.
0
0
0
2
.
5
9
3
.
0
0
0
3
.
4
8
3
.
0
0
0
4
.
1
2
4
.
0
0
0
8
5
7
.
0
0
0
4
4
.
9
7
9
.
0
0
0
3
3
5
K
a
b
.

T
a
n
a

T
o
r
a
j
a

1
5
.
4
6
1
.
0
0
0
7
.
7
8
5
.
0
0
0
1
1
.
1
2
4
.
0
0
0
2
.
3
2
9
.
0
0
0
2
.
1
5
8
.
0
0
0
2
.
0
4
0
.
0
0
0
4
.
3
8
8
.
0
0
0
7
5
6
.
0
0
0
4
6
.
0
4
1
.
0
0
0
3
3
6
K
a
b
.

W
a
j
o

1
5
.
9
5
5
.
0
0
0
8
.
0
3
3
.
0
0
0
8
.
7
8
9
.
0
0
0
1
.
7
9
8
.
0
0
0
2
.
4
3
4
.
0
0
0
3
.
0
2
2
.
0
0
0
4
.
1
5
0
.
0
0
0
7
5
7
.
0
0
0
4
4
.
9
3
8
.
0
0
0
3
3
7
K
o
t
a

P
a
r
e
-
p
a
r
e

1
0
.
2
5
9
.
0
0
0
5
.
9
7
3
.
0
0
0
6
.
7
6
7
.
0
0
0
1
.
5
9
4
.
0
0
0
2
.
0
9
0
.
0
0
0
2
.
2
5
4
.
0
0
0
2
.
6
3
5
.
0
0
0
8
2
7
.
0
0
0
3
2
.
3
9
9
.
0
0
0
3
3
8
K
o
t
a

M
a
k
a
s
s
a
r

2
.
4
9
8
.
0
0
0
1
.
9
6
1
.
0
0
0
1
.
8
8
9
.
0
0
0
5
9
6
.
0
0
0
6
2
1
.
0
0
0
8
2
3
.
0
0
0
1
4
7
.
0
0
0
8
.
5
3
5
.
0
0
0
3
3
9
K
o
t
a

P
a
l
o
p
o

9
.
0
8
7
.
0
0
0
5
.
1
5
2
.
0
0
0
4
.
8
7
9
.
0
0
0
1
.
5
3
3
.
0
0
0
1
.
9
4
2
.
0
0
0
5
.
2
5
6
.
0
0
0
2
.
5
3
4
.
0
0
0
9
5
8
.
0
0
0
7
3
9
.
0
0
0
3
2
.
0
8
0
.
0
0
0
3
4
0
K
a
b
.

L
u
w
u

T
i
m
u
r

1
2
.
1
1
9
.
0
0
0
7
.
7
9
3
.
0
0
0
7
.
3
1
1
.
0
0
0
5
.
5
9
0
.
0
0
0
2
.
4
0
4
.
0
0
0
2
.
4
1
2
.
0
0
0
3
.
6
5
6
.
0
0
0
2
.
1
0
4
.
0
0
0
7
0
9
.
0
0
0
4
4
.
0
9
8
.
0
0
0
X
X
V

P
r
o
v
i
n
s
i

S
u
l
a
w
e
s
i

B
a
r
a
t

3
4
1
K
a
b
.

M
a
j
e
n
e

1
0
.
8
8
3
.
0
0
0
6
.
5
0
2
.
0
0
0
6
.
5
2
5
.
0
0
0
1
.
7
9
5
.
0
0
0
2
.
0
9
5
.
0
0
0
2
.
1
9
7
.
0
0
0
2
.
6
8
4
.
0
0
0
1
.
0
2
9
.
0
0
0
3
3
.
7
1
0
.
0
0
0
3
4
2
K
a
b
.

M
a
m
u
j
u

1
6
.
0
4
3
.
0
0
0
1
0
.
4
9
2
.
0
0
0
8
.
4
6
9
.
0
0
0
4
.
9
3
5
.
0
0
0
3
.
0
4
4
.
0
0
0
3
.
6
2
4
.
0
0
0
5
.
4
5
3
.
0
0
0
3
.
3
3
1
.
0
0
0
5
5
.
3
9
1
.
0
0
0
3
4
3
K
a
b
.

P
o
l
e
w
a
l
i

M
a
n
d
a
r

1
2
.
4
8
4
.
0
0
0
8
.
0
2
3
.
0
0
0
7
.
4
9
5
.
0
0
0
5
.
5
1
3
.
0
0
0
2
.
6
9
7
.
0
0
0
3
.
5
1
7
.
0
0
0
4
.
6
2
2
.
0
0
0
1
.
4
3
8
.
0
0
0
4
5
.
7
8
9
.
0
0
0
3
4
4
K
a
b
.

M
a
m
a
s
a

9
.
4
5
5
.
0
0
0
4
.
9
6
4
.
0
0
0
3
.
9
9
2
.
0
0
0
1
.
2
6
7
.
0
0
0
2
.
3
5
3
.
0
0
0
1
.
6
3
0
.
0
0
0
2
.
3
4
6
.
0
0
0
1
.
4
4
7
.
0
0
0
2
.
1
4
5
.
0
0
0
2
9
.
5
9
9
.
0
0
0
3
4
5
K
a
b
.

M
a
m
u
j
u

U
t
a
r
a

1
0
.
7
0
8
.
0
0
0
7
.
4
2
5
.
0
0
0
6
.
4
5
3
.
0
0
0
3
.
5
2
2
.
0
0
0
2
.
5
6
8
.
0
0
0
2
.
4
0
0
.
0
0
0
3
.
7
0
7
.
0
0
0
2
.
4
3
5
.
0
0
0
1
.
3
9
1
.
0
0
0
4
0
.
6
0
9
.
0
0
0
X
X
V
I

P
r
o
v
i
n
s
i

S
u
l
a
w
e
s
i

T
e
n
g
g
a
r
a

3
4
6
K
a
b
.

B
u
t
o
n

1
6
.
3
0
0
.
0
0
0
1
0
.
8
8
7
.
0
0
0
1
0
.
5
4
1
.
0
0
0
2
.
2
4
7
.
0
0
0
3
.
1
9
5
.
0
0
0
5
.
6
6
4
.
0
0
0
5
.
4
6
3
.
0
0
0
2
.
9
3
3
.
0
0
0
8
7
8
.
0
0
0
5
8
.
1
0
8
.
0
0
0
3
4
7
K
a
b
.

K
o
n
a
w
e

1
5
.
2
7
3
.
0
0
0
1
0
.
9
4
7
.
0
0
0
9
.
5
0
8
.
0
0
0
2
.
6
9
8
.
0
0
0
3
.
6
2
6
.
0
0
0
3
.
8
8
8
.
0
0
0
6
.
2
1
6
.
0
0
0
1
.
0
1
7
.
0
0
0
5
3
.
1
7
3
.
0
0
0
3
4
8
K
a
b
.

K
o
l
a
k
a

1
3
.
0
4
9
.
0
0
0
9
.
4
7
6
.
0
0
0
9
.
1
1
1
.
0
0
0
2
.
8
2
0
.
0
0
0
2
.
8
3
0
.
0
0
0
4
.
3
6
5
.
0
0
0
5
.
5
0
6
.
0
0
0
8
1
9
.
0
0
0
4
7
.
9
7
6
.
0
0
0
3
4
9
K
a
b
.

M
u
n
a

1
6
.
9
0
9
.
0
0
0
9
.
6
6
7
.
0
0
0
8
.
5
1
4
.
0
0
0
1
.
7
1
2
.
0
0
0
2
.
9
7
6
.
0
0
0
5
.
1
6
8
.
0
0
0
5
.
3
5
1
.
0
0
0
7
7
5
.
0
0
0
5
1
.
0
7
2
.
0
0
0
3
5
0
K
o
t
a

K
e
n
d
a
r
i

1
1
.
6
3
0
.
0
0
0
6
.
8
9
5
.
0
0
0
7
.
5
9
7
.
0
0
0
1
.
7
3
5
.
0
0
0
2
.
2
5
0
.
0
0
0
2
.
6
3
3
.
0
0
0
3
.
1
6
4
.
0
0
0
9
7
5
.
0
0
0
3
6
.
8
7
9
.
0
0
0
3
5
1
K
o
t
a

B
a
u
-
b
a
u

1
0
.
7
3
8
.
0
0
0
7
.
3
3
4
.
0
0
0
6
.
9
6
6
.
0
0
0
1
.
9
1
5
.
0
0
0
2
.
3
0
9
.
0
0
0
2
.
3
6
0
.
0
0
0
2
.
9
3
7
.
0
0
0
1
.
0
9
5
.
0
0
0
7
6
8
.
0
0
0
3
6
.
4
2
2
.
0
0
0
3
5
2
K
a
b
.

K
o
n
a
w
e

S
e
l
a
t
a
n

1
6
.
2
4
6
.
0
0
0
1
1
.
3
7
1
.
0
0
0
8
.
8
9
6
.
0
0
0
3
.
5
7
6
.
0
0
0
3
.
2
1
5
.
0
0
0
3
.
3
4
4
.
0
0
0
4
.
9
7
7
.
0
0
0
2
.
9
8
1
.
0
0
0
9
0
0
.
0
0
0
5
5
.
5
0
6
.
0
0
0
3
5
3
K
a
b
.

B
o
m
b
a
n
a

1
3
.
1
2
4
.
0
0
0
1
0
.
0
7
7
.
0
0
0
9
.
8
7
8
.
0
0
0
2
.
6
8
4
.
0
0
0
3
.
0
9
2
.
0
0
0
3
.
0
3
7
.
0
0
0
5
.
0
4
2
.
0
0
0
3
.
2
0
8
.
0
0
0
9
1
7
.
0
0
0
5
1
.
0
5
9
.
0
0
0
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
54 - Lampiran
n
o

D
a
e
r
a
h

B
i
d
a
n
g

P
e
n
d
i
d
i
k
a
n

B
i
d
a
n
g

k
e
s
e
h
a
t
a
n

B
i
d
a
n
g

i
n
f
r
a
s
t
r
u
k
t
u
r

B
i
d
a
n
g

k
e
l
a
u
t
a
n

d
a
n

P
e
r
i
k
a
n
a
n

B
i
d
a
n
g

P
e
r
t
a
n
i
a
n

B
i
d
a
n
g

P
r
a
s
p
e
m

B
i
d
a
n
g

l
i
n
g
-
k
u
n
g
a
n

h
i
d
u
p

t
o
t
a
l
J
a
l
a
n
i
r
i
g
a
s
i
a
i
r

B
e
r
s
i
h
3
5
5
K
a
b
.

K
o
l
a
k
a

U
t
a
r
a

1
0
.
2
1
0
.
0
0
0
7
.
0
4
8
.
0
0
0
5
.
8
8
8
.
0
0
0
1
.
5
6
9
.
0
0
0
2
.
2
2
5
.
0
0
0
2
.
8
0
3
.
0
0
0
2
.
7
0
3
.
0
0
0
2
.
1
8
7
.
0
0
0
7
3
9
.
0
0
0
3
5
.
3
7
2
.
0
0
0
X
X
V
I
I

P
r
o
v
i
n
s
i

B
a
l
i

3
5
6
K
a
b
.

B
a
d
u
n
g

1
2
.
1
3
4
.
0
0
0
6
.
7
8
2
.
0
0
0
6
.
9
0
7
.
0
0
0
1
.
5
9
2
.
0
0
0
2
.
0
8
9
.
0
0
0
2
.
4
1
6
.
0
0
0
3
.
1
7
4
.
0
0
0
7
0
1
.
0
0
0
3
5
.
7
9
5
.
0
0
0
3
5
7
K
a
b
.

B
a
n
g
l
i

1
0
.
5
6
8
.
0
0
0
7
.
1
1
3
.
0
0
0
7
.
3
2
0
.
0
0
0
1
.
9
6
2
.
0
0
0
2
.
3
2
1
.
0
0
0
2
.
3
3
7
.
0
0
0
4
.
1
0
9
.
0
0
0
7
3
5
.
0
0
0
3
6
.
4
6
5
.
0
0
0
3
5
8
K
a
b
.

B
u
l
e
l
e
n
g

1
6
.
0
4
2
.
0
0
0
9
.
5
6
0
.
0
0
0
9
.
9
4
1
.
0
0
0
2
.
8
5
7
.
0
0
0
2
.
6
2
5
.
0
0
0
2
.
7
9
1
.
0
0
0
5
.
2
0
7
.
0
0
0
8
3
8
.
0
0
0
4
9
.
8
6
1
.
0
0
0
3
5
9
K
a
b
.

G
i
a
n
y
a
r

1
4
.
6
0
8
.
0
0
0
8
.
4
7
5
.
0
0
0
7
.
6
6
1
.
0
0
0
2
.
8
4
2
.
0
0
0
2
.
3
0
6
.
0
0
0
2
.
5
3
1
.
0
0
0
3
.
9
6
7
.
0
0
0
7
5
7
.
0
0
0
4
3
.
1
4
7
.
0
0
0
3
6
0
K
a
b
.

J
e
m
b
r
a
n
a

1
2
.
3
4
8
.
0
0
0
8
.
2
4
8
.
0
0
0
9
.
3
1
2
.
0
0
0
2
.
6
0
3
.
0
0
0
2
.
3
8
3
.
0
0
0
2
.
7
7
0
.
0
0
0
4
.
2
2
6
.
0
0
0
8
0
7
.
0
0
0
4
2
.
6
9
7
.
0
0
0
3
6
1
K
a
b
.

K
a
r
a
n
g
a
s
e
m

1
4
.
7
3
3
.
0
0
0
8
.
6
6
4
.
0
0
0
8
.
1
4
8
.
0
0
0
4
.
2
4
1
.
0
0
0
2
.
5
6
3
.
0
0
0
2
.
6
4
4
.
0
0
0
5
.
0
1
7
.
0
0
0
7
6
6
.
0
0
0
4
6
.
7
7
6
.
0
0
0
3
6
2
K
a
b
.

K
l
u
n
g
k
u
n
g

1
1
.
4
4
3
.
0
0
0
7
.
8
1
6
.
0
0
0
7
.
9
6
3
.
0
0
0
2
.
1
7
5
.
0
0
0
2
.
4
2
7
.
0
0
0
3
.
0
0
1
.
0
0
0
3
.
8
6
1
.
0
0
0
7
8
6
.
0
0
0
3
9
.
4
7
2
.
0
0
0
3
6
3
K
a
b
.

T
a
b
a
n
a
n

1
3
.
8
4
7
.
0
0
0
9
.
2
4
8
.
0
0
0
8
.
8
6
0
.
0
0
0
3
.
7
5
1
.
0
0
0
2
.
4
2
2
.
0
0
0
2
.
6
7
3
.
0
0
0
4
.
6
5
5
.
0
0
0
7
7
3
.
0
0
0
4
6
.
2
2
9
.
0
0
0
3
6
4
K
o
t
a

D
e
n
p
a
s
a
r

2
.
3
1
8
.
0
0
0
1
.
8
1
6
.
0
0
0
1
.
7
6
6
.
0
0
0
5
6
4
.
0
0
0
5
6
3
.
0
0
0
7
7
7
.
0
0
0
1
3
1
.
0
0
0
7
.
9
3
5
.
0
0
0
X
X
V
I
I
I

P
r
o
v
i
n
s
i

N
u
s
a

T
e
n
g
g
a
r
a

B
a
r
a
t

3
6
5
K
a
b
.

B
i
m
a

1
6
.
2
1
8
.
0
0
0
1
0
.
5
5
9
.
0
0
0
1
0
.
6
3
9
.
0
0
0
3
.
2
4
4
.
0
0
0
2
.
8
9
0
.
0
0
0
3
.
6
9
6
.
0
0
0
5
.
3
8
1
.
0
0
0
2
.
5
8
9
.
0
0
0
8
3
5
.
0
0
0
5
6
.
0
5
1
.
0
0
0
3
6
6
K
a
b
.

D
o
m
p
u

1
1
.
1
9
2
.
0
0
0
6
.
6
6
7
.
0
0
0
6
.
1
9
3
.
0
0
0
2
.
7
6
3
.
0
0
0
2
.
0
6
5
.
0
0
0
2
.
6
4
8
.
0
0
0
3
.
6
5
3
.
0
0
0
7
0
1
.
0
0
0
3
5
.
8
8
2
.
0
0
0
3
6
7
K
a
b
.

L
o
m
b
o
k

B
a
r
a
t

1
5
.
8
2
0
.
0
0
0
9
.
5
7
9
.
0
0
0
9
.
0
7
7
.
0
0
0
3
.
3
7
3
.
0
0
0
3
.
8
1
3
.
0
0
0
3
.
5
0
5
.
0
0
0
5
.
5
2
5
.
0
0
0
7
8
8
.
0
0
0
5
1
.
4
8
0
.
0
0
0
3
6
8
K
a
b
.

L
o
m
b
o
k

T
e
n
g
a
h

1
9
.
2
3
9
.
0
0
0
1
0
.
0
1
8
.
0
0
0
8
.
8
2
9
.
0
0
0
2
.
8
1
1
.
0
0
0
3
.
0
5
4
.
0
0
0
3
.
5
0
6
.
0
0
0
5
.
8
5
9
.
0
0
0
8
1
5
.
0
0
0
5
4
.
1
3
1
.
0
0
0
3
6
9
K
a
b
.

L
o
m
b
o
k

T
i
m
u
r

2
0
.
1
3
6
.
0
0
0
1
0
.
0
1
4
.
0
0
0
9
.
4
9
6
.
0
0
0
5
.
0
8
3
.
0
0
0
3
.
3
2
3
.
0
0
0
3
.
3
3
6
.
0
0
0
5
.
6
4
3
.
0
0
0
7
4
1
.
0
0
0
5
7
.
7
7
2
.
0
0
0
3
7
0
K
a
b
.

S
u
m
b
a
w
a

1
5
.
1
3
4
.
0
0
0
1
2
.
8
6
9
.
0
0
0
9
.
9
7
1
.
0
0
0
3
.
0
8
6
.
0
0
0
3
.
3
0
3
.
0
0
0
4
.
0
2
2
.
0
0
0
5
.
7
1
2
.
0
0
0
8
3
0
.
0
0
0
5
4
.
9
2
7
.
0
0
0
3
7
1
K
o
t
a

M
a
t
a
r
a
m

1
1
.
3
5
7
.
0
0
0
6
.
2
5
3
.
0
0
0
6
.
2
5
9
.
0
0
0
1
.
5
9
2
.
0
0
0
2
.
1
3
0
.
0
0
0
2
.
0
3
4
.
0
0
0
2
.
6
9
9
.
0
0
0
7
0
4
.
0
0
0
3
3
.
0
2
8
.
0
0
0
3
7
2
K
o
t
a

B
i
m
a

9
.
4
0
5
.
0
0
0
6
.
3
7
4
.
0
0
0
6
.
8
3
1
.
0
0
0
1
.
9
4
4
.
0
0
0
1
.
9
8
9
.
0
0
0
1
.
9
4
6
.
0
0
0
2
.
4
9
5
.
0
0
0
9
7
7
.
0
0
0
6
9
7
.
0
0
0
3
2
.
6
5
8
.
0
0
0
3
7
3
K
a
b
.

S
u
m
b
a
w
a

B
a
r
a
t

9
.
1
0
5
.
0
0
0
5
.
2
4
6
.
0
0
0
4
.
7
6
0
.
0
0
0
1
.
6
5
3
.
0
0
0
2
.
0
8
4
.
0
0
0
2
.
0
9
2
.
0
0
0
2
.
9
3
2
.
0
0
0
1
.
7
7
2
.
0
0
0
6
1
9
.
0
0
0
3
0
.
2
6
3
.
0
0
0
X
X
I
X

P
r
o
v
i
n
s
i

N
u
s
a

T
e
n
g
g
a
r
a

T
i
m
u
r

3
7
4
K
a
b
.

A
l
o
r

1
2
.
5
4
3
.
0
0
0
9
.
7
5
5
.
0
0
0
1
0
.
3
6
1
.
0
0
0
1
.
9
9
8
.
0
0
0
2
.
9
6
5
.
0
0
0
3
.
2
8
7
.
0
0
0
3
.
4
2
5
.
0
0
0
7
9
1
.
0
0
0
4
5
.
1
2
5
.
0
0
0
3
7
5
K
a
b
.

B
e
l
u

1
2
.
1
4
6
.
0
0
0
1
0
.
0
6
6
.
0
0
0
9
.
1
9
3
.
0
0
0
2
.
3
0
4
.
0
0
0
2
.
9
8
4
.
0
0
0
2
.
4
4
9
.
0
0
0
5
.
7
5
6
.
0
0
0
7
8
6
.
0
0
0
4
5
.
6
8
4
.
0
0
0
3
7
6
K
a
b
.

E
n
d
e

1
4
.
0
5
2
.
0
0
0
8
.
4
2
8
.
0
0
0
1
2
.
1
4
5
.
0
0
0
2
.
1
0
1
.
0
0
0
2
.
9
4
5
.
0
0
0
2
.
8
7
0
.
0
0
0
4
.
0
0
7
.
0
0
0
7
7
8
.
0
0
0
4
7
.
3
2
6
.
0
0
0
3
7
7
K
a
b
.

F
l
o
r
e
s

T
i
m
u
r

1
5
.
0
4
0
.
0
0
0
9
.
9
0
1
.
0
0
0
9
.
6
5
4
.
0
0
0
2
.
0
9
0
.
0
0
0
2
.
7
5
8
.
0
0
0
2
.
9
0
2
.
0
0
0
3
.
5
6
6
.
0
0
0
7
8
4
.
0
0
0
4
6
.
6
9
5
.
0
0
0
3
7
8
K
a
b
.

K
u
p
a
n
g

1
5
.
9
5
0
.
0
0
0
1
2
.
0
5
4
.
0
0
0
1
0
.
7
2
7
.
0
0
0
3
.
1
0
8
.
0
0
0
3
.
3
1
7
.
0
0
0
3
.
7
7
2
.
0
0
0
5
.
8
2
5
.
0
0
0
2
.
6
8
0
.
0
0
0
8
6
2
.
0
0
0
5
8
.
2
9
5
.
0
0
0
3
7
9
K
a
b
.

L
e
m
b
a
t
a

1
2
.
7
5
9
.
0
0
0
7
.
9
2
0
.
0
0
0
8
.
1
8
6
.
0
0
0
1
.
6
5
9
.
0
0
0
2
.
5
5
0
.
0
0
0
2
.
5
7
9
.
0
0
0
2
.
8
7
3
.
0
0
0
8
.
5
4
7
.
0
0
0
7
4
9
.
0
0
0
4
7
.
8
2
2
.
0
0
0
3
8
0
K
a
b
.

M
a
n
g
g
a
r
a
i

1
7
.
5
3
8
.
0
0
0
1
0
.
4
3
8
.
0
0
0
1
0
.
5
7
3
.
0
0
0
2
.
3
4
0
.
0
0
0
3
.
5
8
6
.
0
0
0
2
.
5
7
3
.
0
0
0
4
.
2
6
8
.
0
0
0
7
8
7
.
0
0
0
5
2
.
1
0
3
.
0
0
0
3
8
1
K
a
b
.

N
g
a
d
a

1
5
.
5
7
7
.
0
0
0
1
0
.
9
9
9
.
0
0
0
1
1
.
6
2
5
.
0
0
0
2
.
5
6
1
.
0
0
0
2
.
9
7
3
.
0
0
0
3
.
1
8
3
.
0
0
0
4
.
9
6
7
.
0
0
0
8
4
2
.
0
0
0
5
2
.
7
2
7
.
0
0
0
3
8
2
K
a
b
.

S
i
k
k
a

1
3
.
5
6
6
.
0
0
0
9
.
2
2
9
.
0
0
0
9
.
1
8
5
.
0
0
0
2
.
3
2
1
.
0
0
0
2
.
9
5
8
.
0
0
0
3
.
3
0
0
.
0
0
0
3
.
4
8
4
.
0
0
0
7
8
2
.
0
0
0
4
4
.
8
2
5
.
0
0
0
3
8
3
K
a
b
.

S
u
m
b
a

B
a
r
a
t

1
4
.
1
0
5
.
0
0
0
9
.
2
0
3
.
0
0
0
9
.
0
0
4
.
0
0
0
2
.
6
9
3
.
0
0
0
3
.
0
2
2
.
0
0
0
2
.
6
9
1
.
0
0
0
5
.
7
3
6
.
0
0
0
7
8
7
.
0
0
0
4
7
.
2
4
1
.
0
0
0
3
8
4
K
a
b
.

S
u
m
b
a

T
i
m
u
r

1
2
.
8
4
5
.
0
0
0
9
.
5
5
7
.
0
0
0
1
1
.
6
9
8
.
0
0
0
2
.
7
8
5
.
0
0
0
2
.
9
2
0
.
0
0
0
3
.
0
6
0
.
0
0
0
5
.
6
5
9
.
0
0
0
7
6
5
.
0
0
0
4
9
.
2
8
9
.
0
0
0
3
8
5
K
a
b
.

T
i
m
o
r

T
e
n
g
a
h

S
e
l
a
t
a
n

1
5
.
1
2
6
.
0
0
0
8
.
6
7
2
.
0
0
0
9
.
5
3
3
.
0
0
0
1
.
7
1
5
.
0
0
0
3
.
1
2
5
.
0
0
0
2
.
0
2
1
.
0
0
0
4
.
3
9
6
.
0
0
0
7
1
4
.
0
0
0
4
5
.
3
0
2
.
0
0
0
3
8
6
K
a
b
.

T
i
m
o
r

T
e
n
g
a
h

U
t
a
r
a

1
3
.
2
2
8
.
0
0
0
9
.
4
6
2
.
0
0
0
9
.
1
1
2
.
0
0
0
2
.
2
1
9
.
0
0
0
2
.
8
0
2
.
0
0
0
2
.
5
1
2
.
0
0
0
4
.
2
9
2
.
0
0
0
7
9
1
.
0
0
0
4
4
.
4
1
8
.
0
0
0
3
8
7
K
o
t
a

K
u
p
a
n
g

1
0
.
3
4
4
.
0
0
0
6
.
6
0
7
.
0
0
0
7
.
5
9
1
.
0
0
0
2
.
1
5
7
.
0
0
0
2
.
1
4
0
.
0
0
0
2
.
6
1
2
.
0
0
0
8
4
8
.
0
0
0
3
2
.
2
9
9
.
0
0
0
3
8
8
K
a
b
.

R
o
t
e

N
d
a
o

1
1
.
3
0
2
.
0
0
0
8
.
0
3
4
.
0
0
0
6
.
1
2
7
.
0
0
0
1
.
9
0
4
.
0
0
0
2
.
4
7
0
.
0
0
0
3
.
5
1
6
.
0
0
0
3
.
2
9
4
.
0
0
0
2
.
3
6
6
.
0
0
0
7
7
6
.
0
0
0
3
9
.
7
8
9
.
0
0
0
3
8
9
K
a
b
.

M
a
n
g
g
a
r
a
i

B
a
r
a
t

1
2
.
6
0
0
.
0
0
0
1
0
.
0
2
4
.
0
0
0
9
.
9
3
2
.
0
0
0
2
.
4
8
8
.
0
0
0
3
.
1
2
3
.
0
0
0
3
.
5
4
3
.
0
0
0
3
.
7
9
0
.
0
0
0
3
.
0
1
7
.
0
0
0
8
8
3
.
0
0
0
4
9
.
4
0
0
.
0
0
0
X
X
X

P
r
o
v
i
n
s
i

M
a
l
u
k
u

3
9
0
K
a
b
.

M
a
l
u
k
u

T
e
n
g
g
a
r
a

B
a
r
a
t

1
2
.
2
8
7
.
0
0
0
1
2
.
9
8
6
.
0
0
0
1
2
.
1
2
4
.
0
0
0
3
.
1
8
7
.
0
0
0
4
.
6
0
8
.
0
0
0
3
.
1
9
1
.
0
0
0
8
.
9
9
5
.
0
0
0
8
0
5
.
0
0
0
5
8
.
1
8
3
.
0
0
0
3
9
1
K
a
b
.

M
a
l
u
k
u

T
e
n
g
a
h

1
6
.
5
0
2
.
0
0
0
1
2
.
4
1
9
.
0
0
0
1
1
.
6
5
4
.
0
0
0
2
.
2
2
0
.
0
0
0
3
.
4
7
4
.
0
0
0
4
.
2
7
3
.
0
0
0
4
.
4
0
9
.
0
0
0
1
.
1
5
6
.
0
0
0
5
6
.
1
0
7
.
0
0
0
3
9
2
K
a
b
.

M
a
l
u
k
u

T
e
n
g
g
a
r
a

1
1
.
0
9
9
.
0
0
0
1
0
.
6
9
8
.
0
0
0
1
3
.
1
3
5
.
0
0
0
1
.
6
1
0
.
0
0
0
2
.
6
2
9
.
0
0
0
6
.
3
0
2
.
0
0
0
3
.
0
4
2
.
0
0
0
9
2
9
.
0
0
0
4
9
.
4
4
4
.
0
0
0
3
9
3
K
a
b
.

P
u
l
a
u

B
u
r
u

9
.
6
5
2
.
0
0
0
7
.
2
2
5
.
0
0
0
5
.
5
8
9
.
0
0
0
1
.
3
3
4
.
0
0
0
2
.
5
5
1
.
0
0
0
2
.
3
8
2
.
0
0
0
3
.
3
8
0
.
0
0
0
8
.
2
4
9
.
0
0
0
7
4
9
.
0
0
0
4
1
.
1
1
1
.
0
0
0
3
9
4
K
o
t
a

A
m
b
o
n

1
1
.
4
6
4
.
0
0
0
8
.
2
9
9
.
0
0
0
8
.
4
2
5
.
0
0
0
2
.
3
8
6
.
0
0
0
2
.
5
8
4
.
0
0
0
3
.
1
9
3
.
0
0
0
7
7
8
.
0
0
0
3
7
.
1
2
9
.
0
0
0
3
9
5
K
a
b
.

S
e
r
a
m

B
a
g
i
a
n

B
a
r
a
t

2
0
.
1
8
8
.
0
0
0
1
7
.
9
5
0
.
0
0
0
1
7
.
1
5
3
.
0
0
0
4
.
6
3
2
.
0
0
0
4
.
2
7
6
.
0
0
0
5
.
1
2
1
.
0
0
0
6
.
6
1
6
.
0
0
0
5
.
8
4
2
.
0
0
0
1
.
3
4
9
.
0
0
0
8
3
.
1
2
7
.
0
0
0
3
9
6
K
a
b
.

S
e
r
a
m

B
a
g
i
a
n

T
i
m
u
r

1
0
.
8
3
1
.
0
0
0
8
.
6
1
5
.
0
0
0
7
.
3
0
7
.
0
0
0
1
.
8
4
4
.
0
0
0
2
.
3
3
6
.
0
0
0
3
.
0
5
7
.
0
0
0
2
.
9
6
4
.
0
0
0
2
.
5
4
5
.
0
0
0
9
0
1
.
0
0
0
4
0
.
4
0
0
.
0
0
0
3
9
7
K
a
b
.

K
e
p
u
l
a
u
a
n

A
r
u

1
1
.
5
2
0
.
0
0
0
8
.
7
8
9
.
0
0
0
7
.
9
4
2
.
0
0
0
1
.
9
5
0
.
0
0
0
2
.
5
4
8
.
0
0
0
3
.
7
1
1
.
0
0
0
3
.
1
0
5
.
0
0
0
2
.
8
0
8
.
0
0
0
1
.
0
3
4
.
0
0
0
4
3
.
4
0
7
.
0
0
0
X
X
X
I

P
r
o
v
i
n
s
i

M
a
l
u
k
u

U
t
a
r
a

3
9
8
K
a
b
.

H
a
l
m
a
h
e
r
a

T
e
n
g
a
h

1
2
.
8
8
6
.
0
0
0
9
.
6
2
8
.
0
0
0
9
.
6
9
2
.
0
0
0
2
.
7
7
4
.
0
0
0
4
.
1
9
6
.
0
0
0
4
.
5
3
9
.
0
0
0
3
.
3
1
7
.
0
0
0
9
8
7
.
0
0
0
4
8
.
0
1
9
.
0
0
0
3
9
9
K
a
b
.

H
a
l
m
a
h
e
r
a

B
a
r
a
t

1
0
.
6
6
0
.
0
0
0
7
.
8
7
9
.
0
0
0
1
0
.
6
3
2
.
0
0
0
4
.
7
1
3
.
0
0
0
2
.
6
3
9
.
0
0
0
8
.
2
1
1
.
0
0
0
3
.
3
6
8
.
0
0
0
2
.
4
0
0
.
0
0
0
7
5
0
.
0
0
0
5
1
.
2
5
2
.
0
0
0
4
0
0
K
o
t
a

T
e
r
n
a
t
e

1
0
.
8
4
4
.
0
0
0
6
.
9
3
8
.
0
0
0
8
.
9
3
4
.
0
0
0
2
.
4
4
6
.
0
0
0
8
.
8
8
3
.
0
0
0
3
.
2
2
6
.
0
0
0
3
.
3
7
4
.
0
0
0
8
8
5
.
0
0
0
4
5
.
5
3
0
.
0
0
0
4
0
1
K
a
b
.

H
a
l
m
a
h
e
r
a

T
i
m
u
r

1
0
.
1
2
9
.
0
0
0
8
.
1
8
1
.
0
0
0
7
.
0
9
5
.
0
0
0
1
.
5
5
7
.
0
0
0
2
.
2
4
2
.
0
0
0
2
.
8
9
2
.
0
0
0
2
.
8
9
0
.
0
0
0
2
.
3
1
7
.
0
0
0
8
0
3
.
0
0
0
3
8
.
1
0
6
.
0
0
0
4
0
2
K
o
t
a

T
i
d
o
r
e

K
e
p
u
l
a
u
a
n

1
0
.
9
6
4
.
0
0
0
8
.
1
5
2
.
0
0
0
7
.
3
2
7
.
0
0
0
2
.
1
4
6
.
0
0
0
2
.
2
8
1
.
0
0
0
3
.
0
1
6
.
0
0
0
3
.
3
9
4
.
0
0
0
3
.
3
8
5
.
0
0
0
7
8
4
.
0
0
0
4
1
.
4
4
9
.
0
0
0
Lampiran
Lampiran - 55
n
o

D
a
e
r
a
h

B
i
d
a
n
g

P
e
n
d
i
d
i
k
a
n

B
i
d
a
n
g

k
e
s
e
h
a
t
a
n

B
i
d
a
n
g

i
n
f
r
a
s
t
r
u
k
t
u
r

B
i
d
a
n
g

k
e
l
a
u
t
a
n

d
a
n

P
e
r
i
k
a
n
a
n

B
i
d
a
n
g

P
e
r
t
a
n
i
a
n

B
i
d
a
n
g

P
r
a
s
p
e
m

B
i
d
a
n
g

l
i
n
g
-
k
u
n
g
a
n

h
i
d
u
p

t
o
t
a
l
J
a
l
a
n
i
r
i
g
a
s
i
a
i
r

B
e
r
s
i
h
4
0
4
K
a
b
.

H
a
l
m
a
h
e
r
a

S
e
l
a
t
a
n

1
1
.
3
1
7
.
0
0
0
9
.
9
3
7
.
0
0
0
8
.
4
3
0
.
0
0
0
3
.
1
1
6
.
0
0
0
5
.
3
3
5
.
0
0
0
3
.
0
9
5
.
0
0
0
2
.
3
2
5
.
0
0
0
7
6
5
.
0
0
0
4
4
.
3
2
0
.
0
0
0
4
0
5
K
a
b
.

H
a
l
m
a
h
e
r
a

U
t
a
r
a

1
2
.
3
9
6
.
0
0
0
1
0
.
0
3
1
.
0
0
0
9
.
5
1
9
.
0
0
0
2
.
8
5
1
.
0
0
0
3
.
9
3
7
.
0
0
0
3
.
6
8
8
.
0
0
0
2
.
9
4
4
.
0
0
0
9
0
9
.
0
0
0
4
6
.
2
7
5
.
0
0
0
X
X
X
I
I

P
r
o
v
i
n
s
i

P
a
p
u
a

4
0
6
K
a
b
.

B
i
a
k

N
u
m
f
o
r

1
5
.
0
2
2
.
0
0
0
1
1
.
8
9
2
.
0
0
0
1
3
.
2
4
5
.
0
0
0
3
.
0
2
4
.
0
0
0
4
.
0
2
1
.
0
0
0
4
.
1
1
8
.
0
0
0
8
5
8
.
0
0
0
5
2
.
1
8
0
.
0
0
0
4
0
7
K
a
b
.

J
a
y
a
p
u
r
a

1
1
.
0
2
5
.
0
0
0
1
3
.
2
8
2
.
0
0
0
1
3
.
1
6
3
.
0
0
0
1
.
9
5
4
.
0
0
0
3
.
0
2
8
.
0
0
0
2
.
9
0
5
.
0
0
0
5
.
2
9
1
.
0
0
0
1
.
7
8
7
.
0
0
0
5
2
.
4
3
5
.
0
0
0
4
0
8
K
a
b
.

J
a
y
a
w
i
j
a
y
a

1
4
.
4
5
5
.
0
0
0
1
3
.
4
8
7
.
0
0
0
8
.
6
3
2
.
0
0
0
1
.
8
5
8
.
0
0
0
8
.
8
4
5
.
0
0
0
2
.
9
6
9
.
0
0
0
4
.
5
7
0
.
0
0
0
1
.
2
9
7
.
0
0
0
5
6
.
1
1
3
.
0
0
0
4
0
9
K
a
b
.

M
e
r
a
u
k
e

1
3
.
7
8
4
.
0
0
0
2
2
.
2
4
0
.
0
0
0
1
7
.
7
6
4
.
0
0
0
3
.
2
4
2
.
0
0
0
3
.
3
2
7
.
0
0
0
6
.
3
0
2
.
0
0
0
4
.
9
8
1
.
0
0
0
1
.
5
4
1
.
0
0
0
7
3
.
1
8
1
.
0
0
0
4
1
0
K
a
b
.

M
i
m
i
k
a

1
0
.
4
1
6
.
0
0
0
1
1
.
9
0
3
.
0
0
0
7
.
0
2
3
.
0
0
0
2
.
8
5
4
.
0
0
0
3
.
2
9
2
.
0
0
0
3
.
4
4
5
.
0
0
0
4
.
1
4
7
.
0
0
0
9
4
7
.
0
0
0
4
4
.
0
2
7
.
0
0
0
4
1
1
K
a
b
.

N
a
b
i
r
e

9
.
3
6
8
.
0
0
0
1
2
.
4
6
7
.
0
0
0
1
1
.
8
8
5
.
0
0
0
1
.
3
6
6
.
0
0
0
2
.
7
2
0
.
0
0
0
2
.
8
5
2
.
0
0
0
3
.
1
9
7
.
0
0
0
8
0
8
.
0
0
0
4
4
.
6
6
3
.
0
0
0
4
1
2
K
a
b
.

P
a
n
i
a
i

8
.
6
4
5
.
0
0
0
1
4
.
2
9
1
.
0
0
0
1
9
.
8
7
1
.
0
0
0
4
.
7
2
1
.
0
0
0
2
.
4
9
5
.
0
0
0
3
.
0
1
3
.
0
0
0
5
.
0
7
9
.
0
0
0
6
0
5
.
0
0
0
5
8
.
7
2
0
.
0
0
0
4
1
3
K
a
b
.

P
u
n
c
a
k

J
a
y
a

1
0
.
3
0
1
.
0
0
0
1
1
.
8
1
3
.
0
0
0
1
3
.
8
2
7
.
0
0
0
5
.
3
2
4
.
0
0
0
1
.
7
1
9
.
0
0
0
2
.
6
8
8
.
0
0
0
6
.
7
9
4
.
0
0
0
7
8
7
.
0
0
0
5
3
.
2
5
3
.
0
0
0
4
1
4
K
a
b
.

Y
a
p
e
n

W
a
r
o
p
e
n

1
1
.
9
5
5
.
0
0
0
8
.
8
9
8
.
0
0
0
1
0
.
3
1
2
.
0
0
0
2
.
5
9
2
.
0
0
0
3
.
5
8
3
.
0
0
0
3
.
4
9
5
.
0
0
0
1
.
0
2
5
.
0
0
0
4
1
.
8
6
0
.
0
0
0
4
1
5
K
o
t
a

J
a
y
a
p
u
r
a

1
4
.
6
6
1
.
0
0
0
1
0
.
0
6
5
.
0
0
0
1
1
.
3
1
2
.
0
0
0
2
.
8
0
7
.
0
0
0
3
.
9
6
4
.
0
0
0
4
.
1
2
6
.
0
0
0
9
9
1
.
0
0
0
4
7
.
9
2
6
.
0
0
0
4
1
6
K
a
b
.

S
a
r
m
i

8
.
8
3
1
.
0
0
0
1
2
.
6
9
9
.
0
0
0
6
.
0
6
4
.
0
0
0
1
.
4
1
9
.
0
0
0
2
.
8
4
4
.
0
0
0
1
.
9
6
7
.
0
0
0
2
.
4
5
7
.
0
0
0
1
.
5
2
9
.
0
0
0
9
5
3
.
0
0
0
3
8
.
7
6
3
.
0
0
0
4
1
7
K
a
b
.

K
e
e
r
o
m

1
2
.
3
3
2
.
0
0
0
1
0
.
8
0
6
.
0
0
0
1
1
.
0
4
1
.
0
0
0
2
.
0
9
5
.
0
0
0
2
.
6
5
3
.
0
0
0
2
.
3
4
9
.
0
0
0
4
.
1
8
3
.
0
0
0
3
.
2
6
3
.
0
0
0
9
2
2
.
0
0
0
4
9
.
6
4
4
.
0
0
0
4
1
8
K
a
b
.

Y
a
h
u
k
i
m
o

1
0
.
3
2
0
.
0
0
0
1
2
.
5
5
3
.
0
0
0
9
.
4
7
4
.
0
0
0
6
.
1
0
6
.
0
0
0
1
.
9
4
1
.
0
0
0
2
.
6
4
4
.
0
0
0
3
.
0
9
8
.
0
0
0
1
.
6
6
8
.
0
0
0
4
7
.
8
0
4
.
0
0
0
4
1
9
K
a
b
.

P
e
g
u
n
u
n
g
a
n

B
i
n
t
a
n
g

1
2
.
7
3
0
.
0
0
0
1
5
.
6
6
4
.
0
0
0
1
2
.
8
1
3
.
0
0
0
4
.
6
3
2
.
0
0
0
2
.
5
3
9
.
0
0
0
4
.
1
5
4
.
0
0
0
4
.
0
6
8
.
0
0
0
9
7
4
.
0
0
0
5
7
.
5
7
4
.
0
0
0
4
2
0
K
a
b
.

T
o
l
i
k
a
r
a

1
1
.
7
5
4
.
0
0
0
1
0
.
5
2
7
.
0
0
0
1
3
.
2
5
9
.
0
0
0
2
.
2
5
8
.
0
0
0
4
.
4
8
6
.
0
0
0
3
.
2
3
0
.
0
0
0
3
.
0
2
2
.
0
0
0
3
.
2
7
5
.
0
0
0
8
5
3
.
0
0
0
5
2
.
6
6
4
.
0
0
0
4
2
1
K
a
b
.

B
o
v
e
n

D
i
g
o
e
l

1
1
.
9
2
1
.
0
0
0
1
4
.
2
7
8
.
0
0
0
8
.
6
9
8
.
0
0
0
2
.
8
3
5
.
0
0
0
2
.
9
3
6
.
0
0
0
2
.
4
4
3
.
0
0
0
3
.
2
1
3
.
0
0
0
3
.
1
2
6
.
0
0
0
9
3
5
.
0
0
0
5
0
.
3
8
5
.
0
0
0
4
2
2
K
a
b
.

M
a
p
p
i

1
0
.
6
8
3
.
0
0
0
1
3
.
7
6
7
.
0
0
0
8
.
8
8
7
.
0
0
0
1
.
7
0
4
.
0
0
0
2
.
8
7
9
.
0
0
0
2
.
6
0
3
.
0
0
0
2
.
9
3
6
.
0
0
0
2
.
9
1
2
.
0
0
0
8
2
4
.
0
0
0
4
7
.
1
9
5
.
0
0
0
4
2
3
K
a
b
.

A
s
m
a
t

1
2
.
8
3
5
.
0
0
0
1
5
.
2
1
9
.
0
0
0
8
.
7
2
6
.
0
0
0
3
.
1
6
9
.
0
0
0
4
.
0
9
1
.
0
0
0
2
.
9
4
9
.
0
0
0
3
.
8
8
5
.
0
0
0
3
.
6
5
6
.
0
0
0
3
.
5
0
8
.
0
0
0
5
8
.
0
3
8
.
0
0
0
4
2
4
K
a
b
.

W
a
r
o
p
e
n

1
0
.
9
5
0
.
0
0
0
1
1
.
3
4
6
.
0
0
0
9
.
9
2
8
.
0
0
0
2
.
3
2
9
.
0
0
0
4
.
3
2
4
.
0
0
0
2
.
6
6
9
.
0
0
0
2
.
5
5
8
.
0
0
0
1
.
0
2
9
.
0
0
0
4
5
.
1
3
3
.
0
0
0
4
2
5
K
a
b
.

S
u
p
i
o
r
i

1
5
.
3
1
4
.
0
0
0
1
2
.
2
0
1
.
0
0
0
1
1
.
9
6
7
.
0
0
0
3
.
2
6
9
.
0
0
0
3
.
5
3
8
.
0
0
0
4
.
7
1
9
.
0
0
0
4
.
4
9
6
.
0
0
0
1
.
0
0
5
.
0
0
0
5
6
.
5
0
9
.
0
0
0
X
X
X
I
I
I

P
r
o
v
i
n
s
i

I
r
i
a
n

J
a
y
a

B
a
r
a
t

4
2
6
K
a
b
.

S
o
r
o
n
g

9
.
7
0
4
.
0
0
0
8
.
0
5
6
.
0
0
0
7
.
5
1
0
.
0
0
0
2
.
6
3
7
.
0
0
0
2
.
2
1
6
.
0
0
0
3
.
1
7
6
.
0
0
0
3
.
1
9
2
.
0
0
0
2
.
0
0
6
.
0
0
0
3
8
.
4
9
7
.
0
0
0
4
2
7
K
a
b
.

M
a
n
o
k
w
a
r
i

1
2
.
3
2
1
.
0
0
0
1
1
.
3
6
5
.
0
0
0
1
0
.
8
8
7
.
0
0
0
1
.
7
7
1
.
0
0
0
3
.
7
0
0
.
0
0
0
3
.
3
0
1
.
0
0
0
4
.
5
8
1
.
0
0
0
2
.
0
8
6
.
0
0
0
5
0
.
0
1
2
.
0
0
0
4
2
8
K
a
b
.

F
a
k

F
a
k

9
.
3
0
5
.
0
0
0
9
.
3
9
2
.
0
0
0
1
1
.
4
5
9
.
0
0
0
1
.
8
8
7
.
0
0
0
2
.
2
9
8
.
0
0
0
5
.
0
2
3
.
0
0
0
2
.
6
9
6
.
0
0
0
1
.
8
1
9
.
0
0
0
4
3
.
8
7
9
.
0
0
0
4
2
9
K
o
t
a

S
o
r
o
n
g

1
0
.
4
1
3
.
0
0
0
7
.
0
3
6
.
0
0
0
6
.
3
6
9
.
0
0
0
3
.
0
0
0
.
0
0
0
3
.
0
7
1
.
0
0
0
2
.
8
0
6
.
0
0
0
3
.
3
9
4
.
0
0
0
8
2
6
.
0
0
0
3
6
.
9
1
5
.
0
0
0
4
3
0
K
a
b
.

S
o
r
o
n
g

S
e
l
a
t
a
n

1
1
.
2
1
9
.
0
0
0
1
1
.
9
2
9
.
0
0
0
8
.
3
8
7
.
0
0
0
1
.
3
7
6
.
0
0
0
2
.
4
7
6
.
0
0
0
6
.
2
4
4
.
0
0
0
3
.
2
5
1
.
0
0
0
2
.
3
6
5
.
0
0
0
2
.
9
7
5
.
0
0
0
5
0
.
2
2
2
.
0
0
0
4
3
1
K
a
b
.

R
a
j
a

A
m
p
a
t

1
3
.
5
0
0
.
0
0
0
1
2
.
4
9
6
.
0
0
0
8
.
0
1
1
.
0
0
0
2
.
4
7
9
.
0
0
0
3
.
1
2
1
.
0
0
0
5
.
7
8
0
.
0
0
0
3
.
6
7
5
.
0
0
0
3
.
5
3
2
.
0
0
0
1
.
5
8
6
.
0
0
0
5
4
.
1
8
0
.
0
0
0
4
3
2
K
a
b
.

T
e
l
u
k

B
i
n
t
u
n
i

9
.
1
0
5
.
0
0
0
9
.
7
8
1
.
0
0
0
5
.
5
3
6
.
0
0
0
1
.
3
1
4
.
0
0
0
2
.
5
9
5
.
0
0
0
2
.
3
0
7
.
0
0
0
2
.
6
1
8
.
0
0
0
2
.
2
6
3
.
0
0
0
2
.
3
5
8
.
0
0
0
3
7
.
8
7
7
.
0
0
0
4
3
3
K
a
b
.

T
e
l
u
k

W
o
n
d
a
m
a

1
1
.
9
2
0
.
0
0
0
1
0
.
2
6
8
.
0
0
0
1
0
.
2
0
2
.
0
0
0
2
.
9
8
7
.
0
0
0
3
.
6
3
4
.
0
0
0
3
.
4
8
7
.
0
0
0
3
.
2
0
2
.
0
0
0
1
.
0
6
1
.
0
0
0
4
6
.
7
6
1
.
0
0
0
4
3
4
K
a
b
.

K
a
i
m
a
n
a

9
.
9
9
0
.
0
0
0
1
0
.
6
4
5
.
0
0
0
4
.
8
0
9
.
0
0
0
2
.
4
3
3
.
0
0
0
3
.
0
7
0
.
0
0
0
3
.
1
9
2
.
0
0
0
2
.
4
2
5
.
0
0
0
1
.
8
0
9
.
0
0
0
3
8
.
3
7
3
.
0
0
0
T
o
t
a
l

N
a
s
i
o
n
a
l

5
.
1
9
5
.
2
9
0
.
0
0
0
3
.
3
8
1
.
2
7
0
.
0
0
0
3
.
1
1
3
.
0
6
0
.
0
0
0
8
5
8
.
9
1
0
.
0
0
0
1
.
0
6
2
.
3
7
0
.
0
0
0
1
.
1
0
0
.
3
6
0
.
0
0
0
1
.
4
9
2
.
1
7
0
.
0
0
0
5
3
9
.
0
6
0
.
0
0
0
3
5
1
.
6
1
0
.
0
0
0
1
7
.
0
9
4
.
1
0
0
.
0
0
0
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
56 - Lampiran
Lampiran 8
Dana PenyesUaian inFrastrUktUr Jalan Dan lainnya tahUn 2007
(dalam ribu rupiah)
no Daerah PenDiDikan kesehatan
Jalan Dan
Prasarana
Fisik lainnya
irigasi &
Pengairan
air Bersih &
lingkUngan
hiDUP
Pertanian,
kelaUtan
Dan
Perikanan
total
I
Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam
1 Kab. Aceh Besar 5,000,000 5,000,000
2 Kab. Aceh Selatan 4,400,000 4,400,000
3 Kab. Aceh Singkil 4,400,000 4,400,000
4 Kab. Aceh Tengah 5,000,000 5,000,000
5 Kab. Bireun 15,000,000 15,000,000
6 Kota Banda Aceh 5,000,000 5,000,000
7 Kota Sabang 4,400,000 4,400,000
8 Kab. Aceh Jaya 5,000,000 5,000,000
II Provinsi Sumatera Utara 20,000,000 20,000,000
9 Kab. Deli Serdang 29,000,000 29,000,000
10 Kab. Tanah Karo 29,000,000 29,000,000
11 Kab. Langkat 32,000,000 32,000,000
12 Kab. Mandailing Natal 10,000,000 7,000,000 17,000,000
13 Kab. Nias 2,000,000 2,000,000
14 Kab. Simalungun 9,000,000 15,000,000 24,000,000
15 Kab. Tapanuli Selatan 15,000,000 15,000,000
16 Kab. Tapanuli Tengah 10,000,000 10,000,000
17 Kab. Tapanuli Utara 14,500,000 14,500,000
18 Kota Medan 12,000,000 3,000,000 33,000,000 9,000,000 4,000,000 61,000,000
19 Kota Pematang Siantar 15,000,000 15,000,000
20 Kota Padang Sidempuan 5,500,000 17,000,000 8,000,000 30,500,000
21
Kab. Humbang
Hasundutan
10,000,000 10,000,000
III Provinsi Sumatera Barat 20,000,000 20,000,000
22 Kab. Agam 5,000,000 5,000,000
23 Kab. Pesisir Selatan 5,000,000 5,000,000
24 Kab. Tanah Datar 5,000,000 5,000,000
25 Kota Bukit Tinggi 5,000,000 5,000,000
26 Kota Padang 5,000,000 5,000,000
27 Kota Pariaman 10,000,000 10,000,000
28 Kab. Dharmasraya 5,000,000 5,000,000
29 Kab. Solok Selatan 9,500,000 9,500,000
Lampiran
Lampiran - 57
no Daerah PenDiDikan kesehatan
Jalan Dan
Prasarana
Fisik lainnya
irigasi &
Pengairan
air Bersih &
lingkUngan
hiDUP
Pertanian,
kelaUtan
Dan
Perikanan
total
IV Provinsi Riau 20,000,000 20,000,000
30 Kab. Bengkalis 2,000,000 2,000,000
31 Kab. Indragiri Hulu 15,000,000 15,000,000
32 Kab. Kampar 2,000,000 1,000,000 8,000,000 1,000,000 1,000,000 2,000,000 15,000,000
33 Kab. Rokan Hilir 10,000,000 10,000,000
34 Kota Dumai 1,000,000 10,000,000 9,500,000 500,000 21,000,000
35 Kota Pekanbaru 4,000,000 1,000,000 35,000,000 2,000,000 42,000,000
V Provinsi Riau Kepulauan 30,000,000 30,000,000
36 Kab. Karimun 25,000,000 25,000,000
37 Kota Batam 10,000,000 15,000,000 32,500,000 3,000,000 60,500,000
38 Kota Tanjung Pinang 25,000,000 25,000,000
39 Kab. Lingga 20,000,000 20,000,000
VI Provinsi Jambi 20,000,000 20,000,000
40 Kab. Bungo 19,000,000 19,000,000
41 Kab. Kerinci 10,000,000 2,000,000 12,000,000
42 Kab. Muaro Jambi 18,000,000 18,000,000
43 Kab. Tanjung Jabung Timur 17,000,000 17,000,000
VII Provinsi Sumatera Selatan 20,000,000 20,000,000
44 Kab. Lahat 23,000,000 23,000,000
45 Kab. Musi Banyuasin 4,400,000 20,000,000 24,400,000
46 Kab. Musi Rawas 20,000,000 20,000,000
47 Kab. Muara Enim 6,500,000 12,500,000 2,000,000 2,000,000 23,000,000
48 Kab. Ogan Komering Ilir 3,000,000 3,000,000
49 Kab. Ogan Komering Ulu 5,000,000 5,000,000
50 Kota Palembang 14,000,000 14,000,000
51 Kota Pagar Alam 7,000,000 3,000,000 10,000,000
52 Kota Prabumulih 4,400,000 4,400,000
53 Kab. Ogan Ilir 3,000,000 3,000,000
54 Kab. OKU Timur 8,000,000 8,000,000
55 Kab. OKU Selatan 3,000,000 3,000,000
VIII Provinsi Bangka Belitung
56 Kab. Bangka Selatan 9,000,000 9,000,000
IX Provinsi Bengkulu
57 Kab. Rejang Lebong 8,000,000 5,000,000 13,000,000
58 Kab. Mukomuko 29,000,000 29,000,000
X Provinsi Lampung
59 Kab. Lampung Barat 4,400,000 4,400,000
60 Kab. Lampung Selatan 7,400,000 9,000,000 2,000,000 18,400,000
61 Kab. Lampung Tengah 10,000,000 10,000,000
(dalam ribu rupiah)
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
58 - Lampiran
no Daerah PenDiDikan kesehatan
Jalan Dan
Prasarana
Fisik lainnya
irigasi &
Pengairan
air Bersih &
lingkUngan
hiDUP
Pertanian,
kelaUtan
Dan
Perikanan
total
62 Kab. Lampung Utara 8,400,000 10,000,000 18,400,000
63 Kab. Lampung Timur 5,400,000 5,400,000
64 Kab. Tulang Bawang 10,000,000 10,000,000
65 Kota Bandar Lampung 6,000,000 3,000,000 9,000,000
XI Provinsi DKI Jakarta
XII Provinsi Jawa Barat
66 Kab. Bandung 10,000,000 10,000,000
67 Kab. Bekasi 13,000,000 5,000,000 18,000,000
68 Kab. Bogor 15,000,000 15,000,000
69 Kab. Ciamis 10,000,000 10,000,000
70 Kab. Cianjur 5,000,000 5,000,000
71 Kab. Cirebon 14,000,000 6,000,000 20,000,000
72 Kab. Indramayu 5,000,000 29,000,000 4,000,000 38,000,000
73 Kab. Kuningan 11,500,000 11,500,000
74 Kab. Majalengka 10,000,000 10,000,000
75 Kab. Sukabumi 5,000,000 5,000,000
76 Kab. Tasikmalaya 11,000,000 11,000,000
77 Kota Bandung 8,500,000 10,000,000 18,500,000
78 Kota Bekasi 5,000,000 5,000,000
79 Kota Bogor 9,500,000 9,500,000
80 Kota Depok 5,000,000 9,000,000 5,000,000 19,000,000
81 Kota Cimahi 10,000,000 10,000,000
82 Kota Banjar 11,500,000 11,500,000
XIII Provinsi Banten
83 Kab. Pandeglang 5,000,000 5,000,000
XIV Provinsi Jawa Tengah
84 Kab. Cilacap 1,400,000 1,400,000
85 Kab. Demak 5,000,000 5,000,000
86 Kab. Grobogan 10,000,000 10,000,000
87 Kab. Jepara 10,000,000 15,000,000 25,000,000
88 Kab. Kudus 5,000,000 35,000,000 40,000,000
89 Kab. Magelang 4,400,000 4,400,000
90 Kab. Pati 15,000,000 15,000,000
91 Kab. Purbalingga 7,000,000 5,000,000 12,000,000
92 Kab. Purworejo 9,000,000 9,000,000
93 Kab. Rembang 1,650,000 1,650,000
94 Kab. Semarang 4,650,000 4,650,000
95 Kab. Sragen 30,000,000 30,000,000
(dalam ribu rupiah)
Lampiran
Lampiran - 59
no Daerah PenDiDikan kesehatan
Jalan Dan
Prasarana
Fisik lainnya
irigasi &
Pengairan
air Bersih &
lingkUngan
hiDUP
Pertanian,
kelaUtan
Dan
Perikanan
total
96 Kab. Temanggung 5,000,000 5,000,000
97 Kab. Wonosobo 10,000,000 10,000,000
98 Kota Semarang 5,000,000 5,000,000
99 Kota Surakarta 12,996,500 12,996,500
XV Provinsi DI Yogyakarta
100 Kab. Bantul 10,500,000 4,000,000 3,000,000 17,500,000
101 Kab. Kulon Progo 13,500,000 13,500,000
102 Kab. Sleman 8,000,000 8,000,000
XVI Provinsi Jawa Timur
103 Kab. Bangkalan 5,000,000 5,000,000
104 Kab. Blitar 25,000,000 5,000,000 30,000,000
105 Kab. Bondowoso 5,000,000 5,000,000
106 Kab. Gresik 7,500,000 7,500,000
107 Kab. Kediri 20,000,000 20,000,000
108 Kab. Lamongan 3,000,000 3,000,000
109 Kab. Lumajang 3,000,000 3,000,000
110 Kab. Madiun 10,000,000 10,000,000
111 Kab. Mojokerto 7,500,000 2,500,000 10,000,000
112 Kab. Pamekasan 10,000,000 5,000,000 15,000,000
113 Kab. Pasuruan 1,000,000 1,000,000 1,000,000 3,000,000
114 Kab. Probolinggo 10,000,000 10,000,000
115 Kab. Trenggalek 5,000,000 20,000,000 25,000,000
116 Kab. Tulungagung 10,000,000 10,000,000
117 Kota Mojokerto 10,000,000 10,000,000
118 Kota Pasuruan 10,000,000 5,000,000 15,000,000
119 Kota Probolinggo 20,000,000 5,000,000 5,000,000 30,000,000
120 Kota Batu 10,000,000 10,000,000
XVII Provinsi Kalimantan Barat
121 Kab. Bengkayang 4,000,000 5,400,000 9,000,000 1,000,000 19,400,000
122 Kab. Landak 15,000,000 15,000,000
123 Kab. Ketapang 3,000,000 3,000,000
124 Kab. Pontianak 15,000,000 15,000,000
125 Kab. Sanggau 1,000,000 1,000,000 6,500,000 1,000,000 2,000,000 1,000,000 12,500,000
126 Kota Pontianak 5,000,000 5,000,000
XVIII
Provinsi Kalimantan
Tengah
65,000,000 65,000,000
127 Kab. Kotawaringin Barat 2,000,000 2,000,000 10,000,000 5,000,000 1,000,000 20,000,000
128 Kab. Kotawaringin Timur 3,000,000 3,000,000 15,000,000 2,500,000 1,000,000 1,000,000 25,500,000
129 Kota Palangkaraya 4,500,000 4,000,000 8,500,000
(dalam ribu rupiah)
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
60 - Lampiran
no Daerah PenDiDikan kesehatan
Jalan Dan
Prasarana
Fisik lainnya
irigasi &
Pengairan
air Bersih &
lingkUngan
hiDUP
Pertanian,
kelaUtan
Dan
Perikanan
total
130 Kab. Pulang Pisau 2,000,000 2,000,000 16,500,000 4,500,000 2,000,000 10,000,000 37,000,000
131 Kab. Lamandau 30,000,000 30,000,000
132 Kab. Katingan 1,000,000 2,000,000 9,000,000 3,000,000 15,000,000
133 Kab. Seruyan 11,250,000 5,000,000 16,250,000
XIX Prov. Kalimantan Selatan 50,000,000 50,000,000
134 Kab. Banjar 5,000,000 5,000,000
135 Kab. Kota Baru 2,000,000 2,000,000 4,000,000 1,000,000 2,000,000 4,000,000 15,000,000
136 Kota Banjarmasin 14,690,000 14,690,000
137 Kab. Tanah Bumbu 5,000,000 5,000,000
XX Provinsi Kalimantan Timur
138 Kab. Berau 5,000,000 5,000,000
139 Kab. Bulungan 14,000,000 14,000,000
140 Kab. Kutai Barat 5,000,000 5,000,000
141 Kab. Nunukan 5,000,000 5,000,000
142 Kota Tarakan 14,500,000 14,500,000
143 Kab. Penajam Paser Utara 10,000,000 10,000,000
XXI Provinsi Sulawesi Utara 20,000,000 20,000,000
144 Kab. Bolaang Mongondow 5,000,000 5,000,000
145 Kab. Minahasa 3,000,000 3,000,000
146 Kab. Sangihe 5,000,000 5,000,000
147 Kota Bitung 10,000,000 10,000,000
148 Kota Manado 43,000,000 43,000,000
149 Kab. Kepulauan Talaud 5,000,000 36,000,000 5,000,000 46,000,000
150 Kab. Minahasa Selatan 1,000,000 1,000,000 11,750,000 1,000,000 2,000,000 1,000,000 17,750,000
151 Kab. Minahasa Utara 5,000,000 5,000,000
XXII Provinsi Gorontalo
152 Kab. Boalemo 10,000,000 10,000,000
153 Kab. Gorontalo 10,000,000 5,000,000 15,000,000
154 Kab. Pohuwato 17,500,000 17,500,000
XXIII Provinsi Sulawesi Tengah
155 Kab. Banggai 18,000,000 18,000,000
156 Kab. Banggai Kepulauan 2,000,000 2,000,000 4,000,000
157 Kab. Toli-Toli 17,000,000 17,000,000
158 Kab. Donggala 4,650,000 4,000,000 8,650,000
159 Kab. Morowali 10,000,000 10,000,000
160 Kab. Poso 4,400,000 4,400,000
161 Kota Palu 7,400,000 7,400,000
162 Kab. Tojo Una Una 17,000,000 17,000,000
(dalam ribu rupiah)
Lampiran
Lampiran - 61
no Daerah PenDiDikan kesehatan
Jalan Dan
Prasarana
Fisik lainnya
irigasi &
Pengairan
air Bersih &
lingkUngan
hiDUP
Pertanian,
kelaUtan
Dan
Perikanan
total
XXIV Provinsi Sulawesi Selatan 20,000,000 20,000,000
163 Kab. Barru 8,000,000 8,000,000
164 Kab. Bone 5,000,000 5,000,000
165 Kab. Enrekang 5,000,000 40,000,000 45,000,000
166 Kab. G o w a 5,000,000 5,000,000
167 Kab. Jeneponto 5,000,000 5,000,000
168 Kab. Luwu Utara 4,400,000 4,400,000
169 Kab. M a r o s 4,400,000 4,400,000
170
Kab. Pangkajene
Kepulauan
5,000,000 5,000,000
171 Kab. Selayar 5,000,000 5,000,000
172 Kab. Sidenreng Rappang 6,400,000 4,000,000 4,000,000 14,400,000
173 Kab. Sinjai 5,000,000 5,000,000 10,000,000
174 Kab. Soppeng 5,000,000 5,000,000
175 Kota Pare-pare 4,500,000 4,500,000
176 Kota Palopo 3,000,000 3,000,000
XXV Provinsi Sulawesi Barat
177 Kab. Mamuju 3,000,000 3,000,000
178 Kab. Polewali Mandar 9,000,000 9,000,000
179 Kab. Mamuju Utara 40,000,000 40,000,000
XXVI Provinsi Sulawesi Tenggara 10,000,000 10,000,000
180 Kab. Buton 8,000,000 8,000,000
181 Kab. Konawe 15,000,000 4,000,000 19,000,000
182 Kab. Kolaka 1,000,000 11,000,000 1,000,000 1,000,000 14,000,000
183 Kab. Muna 15,000,000 15,000,000
184 Kab. Bombana 6,100,000 6,100,000
185 Kab. Wakatobi 7,000,000 9,000,000 9,000,000 25,000,000
XXVII Provinsi Bali 20,000,000 20,000,000
186 Kab. Badung 10,000,000 10,000,000
187 Kab. Bangli 10,000,000 25,000,000 35,000,000
188 Kab. Gianyar 10,000,000 10,000,000 20,000,000
189 Kab. Karangasem 2,500,000 5,000,000 2,500,000 10,000,000
XXVIII
Provinsi Nusa Tenggara
Barat
190 Kab. Bima 5,000,000 5,000,000
191 Kab. Dompu 5,000,000 5,000,000
192 Kab. Lombok Tengah 4,000,000 3,000,000 7,000,000
193 Kab. Sumbawa 7,000,000 7,000,000
194 Kota Mataram 9,000,000 9,000,000
195 Kab. Sumbawa Barat 7,000,000 7,000,000
(dalam ribu rupiah)
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
62 - Lampiran
no Daerah PenDiDikan kesehatan
Jalan Dan
Prasarana
Fisik lainnya
irigasi &
Pengairan
air Bersih &
lingkUngan
hiDUP
Pertanian,
kelaUtan
Dan
Perikanan
total
XXIX Prov. Nusa Tenggara Timur 25,000,000 25,000,000
196 Kab. Ende 4,400,000 5,000,000 9,400,000
197 Kab. Kupang 2,000,000 2,000,000 1,000,000 2,000,000 7,000,000
198 Kab. Lembata 5,000,000 5,000,000
199 Kab. Manggarai 7,000,000 29,000,000 36,000,000
200 Kab. Ngada 8,400,000 20,000,000 28,400,000
201 Kab. Sikka 4,400,000 4,400,000
202 Kab. Timor Tengah Selatan 2,000,000 2,000,000 6,300,000 3,000,000 2,000,000 2,200,000 17,500,000
203 Kota Kupang 5,500,000 2,000,000 4,500,000 4,000,000 1,000,000 2,000,000 19,000,000
204 Kab. Manggarai Barat 1,000,000 1,000,000 2,000,000 4,000,000
XXX Provinsi Maluku
205 Kab. Maluku Tengah 5,500,000 5,500,000
206 Kota Ambon 3,000,000 2,000,000 5,000,000 1,000,000 1,500,000 1,500,000 14,000,000
207 Kab. Seram Bagian Timur 1,000,000 1,000,000 23,950,000 1,000,000 2,000,000 1,000,000 29,950,000
XXXI Provinsi Maluku Utara 15,000,000 15,000,000
208 Kab. Halmahera Tengah 4,000,000 4,000,000
209 Kab. Halmahera Barat 15,000,000 15,000,000
210 Kab. Halmahera Timur 2,000,000 1,000,000 6,500,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 12,500,000
211 Kab. Kepulauan Sula 5,000,000 5,000,000
212 Kab. Halmahera Selatan 10,000,000 4,000,000 8,000,000 22,000,000
XXXII Provinsi Papua
213 Kab. Jayapura 10,000,000 10,000,000
214 Kab. Merauke 50,000,000 50,000,000
215 Kab. Nabire 9,000,000 9,000,000
216 Kota Jayapura 5,000,000 3,000,000 8,000,000
217 Kab. Keerom 10,000,000 10,000,000
218 Kab. Yahukimo 25,000,000 25,000,000
219 Kab. Pegunungan Bintang 22,500,000 10,000,000 32,500,000
220 Kab. Tolikara 7,000,000 7,000,000 45,500,000 10,500,000 70,000,000
221 Kab. Boven Digoel 45,500,000 5,000,000 50,500,000
XXXIII Provinsi Irian Jaya Barat
222 Kab. Sorong 5,000,000 3,500,000 8,500,000
223 Kab. Manokwari 2,500,000 34,000,000 2,000,000 2,000,000 8,000,000 48,500,000
224 Kab. Fak Fak 25,000,000 25,000,000
225 Kab. Sorong Selatan 1,000,000 1,000,000 17,000,000 1,000,000 2,000,000 4,500,000 26,500,000
total nasional 69,000.000 453,050.000 2,674,246.500 179,000.000 89,190.000 98,700.000 3,563,186.500
MENTERI KEUANGAN,
ttd
SRI MULYANI INDRAWATI
(dalam ribu rupiah)
Lampiran
Lampiran - 63
no Dati i 2002 2003 2004 2005 2006
1 Nanggroe Aceh
Darussalam
6.111 7.139 7.947 13.952 22.105
2 Sumatera Utara 34.555 39.962 45.002 51.735 59.808
3 Sumatera Barat 6.335 7.412 8.122 8.956 11.431
4 R i a u 16.879 19.349 23.903 29.407 40.138
5 Jambi 3.829 4.544 5.287 5.735 7.478
6 Sumatera Selatan 10.119 12.207 14.449 17.436 20.804
7 Bangka Belitung 2.174 2.580 3.307 3.985 5.106
8 Bengkulu 1.223 1.531 1.783 2.090 2.761
9 Lampung 5.302 6.052 6.529 7.588 9.436
10 Banten 14.201 16.493 19.722 26.177 28.781
11 DKI Jakarta 466.132 482.939 499.269 579.121 631.445
12 Jawa Barat 74.779 77.380 81.607 93.164 106.144
13 Jawa Tengah 39.894 43.525 46.804 53.420 62.698
14 DI Yogyakarta 8.242 9.157 10.213 11.461 13.902
15 Jawa Timur 81.706 88.911 95.514 113.388 126.820
16 B a l i 12.221 12.806 15.280 17.377 19.029
17 Nusa Tenggara Barat 2.462 2.808 3.339 3.924 4.893
18 Nusa Tenggara Timur 3.348 3.934 4.337 4.874 6.570
19 Kalimantan Barat 6.934 6.770 8.891 10.450 12.793
20 Kalimantan Tengah 2.532 3.033 3.353 4.108 5.493
21 Kalimantan Selatan 4.988 5.738 7.041 8.399 10.829
22 Kalimantan Timur 14.474 15.833 17.620 23.509 30.612
23 Sulawesi Utara 3.156 4.216 4.592 5.302 6.052
24 Gorontalo 630 710 853 1008 1398
25 Sulawesi Tengah 2.321 2.681 2.883 3.358 4.448
26 Sulawesi Selatan 11.215 13.360 14.619 17.212 21.847
27 Sulawesi Tenggara 1.695 1.978 1.999 2.285 3.323
28 Maluku Utara 825 990 1215 1.528 2.184
29 Maluku 1.780 2.134 2.458 2.816 4.164
30 Papua 4.953 6.151 7.142 10.322 16.269
J U m l a h : 845.015 902.323 965.080 1.134.087 1.298.761
Lampiran 9
Posisi PenghimPUnan Dana Bank UmUm menUrUt
lokasi Dati.i
1)
(Rp miliar)
1) Penghimpunan dana oleh Bank yang berada di Dati I tersebut data di BI
masih mencakup 30 propinsi
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
64 - Lampiran
no nama kota 2003 2004 2005 2006
1 LHOKSEUMAWE 4,00 7,35 17,58 11,47
2 BANDA ACEH 3,87 6,97 41,11 9,54
3 PADANG SIDEMPUAN 4,38 8,99 18,47 10,02
4 SIBOLGA 2,85 6,64 22,39 5,03
5 PEMATANG SIANTAR 1,76 7,30 19,67 6,07
6 MEDAN 6,10 6,65 22,91 5,96
7 PADANG 4,73 6,97 20,47 8,05
8 PAKANBARU 7,06 8,93 17,11 6,31
9 BATAM 3,43 4,22 14,79 4,59
10 JAMBI 4,67 7,24 16,50 10,66
11 PALEMBANG 4,43 8,94 19,92 8,44
12 BENGKULU 3,42 4,67 25,23 6,52
13 BANDAR LAMPUNG 4,74 5,22 21,18 6,03
14 PANGKAL PINANG 6,74 9,00 17,45 6,42
15 JAKARTA 5,65 5,87 16,06 6,03
16 TASIKMALAYA 3,23 5,92 20,83 8,44
17 BANDUNG 6,09 7,56 19,57 5,33
18 CIREBON 3,36 3,27 16,83 6,30
19 PURWOKERTO 3,38 6,32 14,54 8,45
20 SURAKARTA 2,34 5,15 13,88 6,18
21 SEMARANG 5,60 5,97 16,47 6,07
22 TEGAL 3,06 5,25 18,39 7,73
23 YOGYAKARTA 5,36 6,95 14,98 10,40
24 JEMBER 4,63 6,24 16,86 6,84
25 KEDIRI 1,96 6,38 16,84 7,78
26 MALANG 3,53 6,28 15,74 5,91
27 SURABAYA 5,20 6,06 14,12 6,70
28 SERANG/CILEGON 6,04 6,40 16,11 7,67
29 DENPASAR 5,76 5,97 11,30 4,30
30 MATARAM 2,62 6,61 17,73 4,17
31 KUPANG 6,95 8,28 15,16 9,72
Lampiran 10
PerkemBangan inFlasi 45 kota
(2002=100)
Lampiran
Lampiran - 65
no nama kota 2003 2004 2005 2006
1 LHOKSEUMAWE 4,00 7,35 17,58 11,47
2 BANDA ACEH 3,87 6,97 41,11 9,54
3 PADANG SIDEMPUAN 4,38 8,99 18,47 10,02
4 SIBOLGA 2,85 6,64 22,39 5,03
5 PEMATANG SIANTAR 1,76 7,30 19,67 6,07
6 MEDAN 6,10 6,65 22,91 5,96
7 PADANG 4,73 6,97 20,47 8,05
8 PAKANBARU 7,06 8,93 17,11 6,31
9 BATAM 3,43 4,22 14,79 4,59
10 JAMBI 4,67 7,24 16,50 10,66
11 PALEMBANG 4,43 8,94 19,92 8,44
12 BENGKULU 3,42 4,67 25,23 6,52
13 BANDAR LAMPUNG 4,74 5,22 21,18 6,03
14 PANGKAL PINANG 6,74 9,00 17,45 6,42
15 JAKARTA 5,65 5,87 16,06 6,03
16 TASIKMALAYA 3,23 5,92 20,83 8,44
17 BANDUNG 6,09 7,56 19,57 5,33
18 CIREBON 3,36 3,27 16,83 6,30
19 PURWOKERTO 3,38 6,32 14,54 8,45
20 SURAKARTA 2,34 5,15 13,88 6,18
21 SEMARANG 5,60 5,97 16,47 6,07
22 TEGAL 3,06 5,25 18,39 7,73
23 YOGYAKARTA 5,36 6,95 14,98 10,40
24 JEMBER 4,63 6,24 16,86 6,84
25 KEDIRI 1,96 6,38 16,84 7,78
26 MALANG 3,53 6,28 15,74 5,91
27 SURABAYA 5,20 6,06 14,12 6,70
28 SERANG/CILEGON 6,04 6,40 16,11 7,67
29 DENPASAR 5,76 5,97 11,30 4,30
30 MATARAM 2,62 6,61 17,73 4,17
31 KUPANG 6,95 8,28 15,16 9,72
32 PONTIANAK 5,77 6,06 14,43 6,31
33 SAMPIT 2,47 6,67 11,90 7,75
34 PALANGKARAYA 5,32 7,24 12,12 7,72
35 BANJARMASIN 6,88 7,53 12,93 11,04
36 BALIKPAPAN 8,59 7,60 17,28 5,52
37 SAMARINDA 6,89 5,64 16,65 6,50
38 MANADO 2,79 4,69 18,73 5,09
39 PALU 5,10 7,01 16,33 8,69
40 MAKASSAR 2,53 6,47 15,20 7,21
41 KENDARI 4,66 7,73 21,46 10,57
42 GORONTALO -0,03 8,64 18,56 7,54
43 AMBON 3,01 3,45 16,67 4,80
44 TERNATE 6,46 4,82 19,43 5,12
45 JAYAPURA 8,46 9,45 14,15 9,52
5,06 6,40 17,11 6,60
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
66 - Lampiran
no. Propinsi
2003 *) 2004 *) 2005 2006
1 Nangroe Aceh Darussalam 20 20 15 15
2 Sumatera Utara 56 56 54 54
3 Sumatera Barat 104 104 100 103
4 Riau 11 13 12 13
5 Jambi 3 4 5 7
6 Sumatera Selatan 13 14 12 13
7 Bangka Belitung **) 1 1
8 Bengkulu 4 4 3 3
9 Lampung 25 29 27 27
10 Banten ***) 79 76
11 DKI Jakarta 13 18 20 24
12 Jawa Barat 581 558 440 423
13 Jawa Tengah 586 598 510 384
14 DI Yogyakarta 65 65 63 61
15 Jawa Timur 346 349 339 341
16 Bali 143 143 142 142
17 Nusa Tenggara Barat 64 64 63 63
18 Nusa Tenggara Timur 4 4 4 5
19 Kalimantan Barat 8 9 12 15
20 Kalimantan Selatan 25 25 24 24
21 Kalimantan Tengah 1 1 1 1
22 Kalimantan Timur 6 7 8 9
23 Sulawesi Utara 23 24 20 16
24 Gorontalo ****) 5 7
25 Sulawesi Tengah 3 4 4 6
26 Sulawesi Selatan 22 26 22 22
27 Sulawesi Tenggara 5 6 6 6
28 Maluku Utara 1 1 1 1
29 Maluku 1 2 2 2
30 Papua 6 6 5 5
31 Kep. Riau 2 4 10 11
Jumlah 2141 2158 2009 1880
Lampiran 11
PerkemBangan JUmlah BPr nasional
NB :
*) Jumlah BPR tahun 2003 dan 2004 termasuk BPRS
**) Tahun 2003 dan 2004 Propinsi Bangka Belitung termasuk propinsi Sumatera Selatan
***) Tahun 2003 dan 2004 Propinsi Banten termasuk Jawa Barat
****) Tahun 2003 dan 2004 Propinsi Gorontalo termasuk Propinsi Sulawesi Utara
Lampiran
Lampiran - 67
no. Propinsi
2004 2005 2006
1 Nangroe Aceh Darussalam 6 7 9
2 Sumatera Utara 11 12 16
3 Sumatera Barat 7 7 7
4 Riau 4 6 6
5 Jambi 2 2 3
6 Sumatera Selatan 3 4 5
7 Bangka Belitung 1
8 Bengkulu 1 2 2
9 Lampung 2 2 4
10 Banten 5 6 8
11 DKI Jakarta 26 25 28
12 Jawa Barat 23 28 29
13 Jawa Tengah 12 15 16
14 DI Yogyakarta 4 5 5
15 Jawa Timur 17 20 21
16 Bali 1 2 2
17 Nusa Tenggara Barat 2 3 4
18 Nusa Tenggara Timur 1
19 Kalimantan Barat 2 3 4
20 Kalimantan Selatan 6 7 7
21 Kalimantan Tengah 1 1 1
22 Kalimantan Timur 5 6 9
23 Sulawesi Utara 2 2
24 Gorontalo 1 1 1
25 Sulawesi Tengah 2 2 2
26 Sulawesi Selatan 5 6 6
27 Sulawesi Tenggara 1 1 1
28 Maluku Utara 1 1 1
29 Maluku 1
30 Papua 1 2 3
31 Kep. Riau 2 2 5
Jumlah 153 180 210
Lampiran 12
PerkemBangan JUmlah kantor Bank syariah 1)
1) Terdiri atas kantor Bank Syariah Murni dan Unit Usaha Syariah
8uku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
68 - Lampiran
no Dati i 2002 2003 2004 2005 2006
1 Nanggroe Aceh Darussalam 2.173 2.544 4.002 4.700 5.812
2 Sumatera Utara 14.929 19.326 26.509 35.676 41.237
3 Sumatera Barat 4.178 5.734 7.187 8.130 9.356
4 R i a u 14.254 13.696 21.207 25.712 30.046
5 Jambi 2.870 3.450 4.357 5.455 6.547
6 Sumatera Selatan 6.007 7.240 9.600 11.543 12.822
7 Bangka Belitung 863 932 1274 1.933 2.382
8 Bengkulu 836 1008 1417 1814 2327
9 Lampung 4.420 5.262 6.595 8.961 10.997
10 Banten 17.612 22.591 27.548 32.826 35.827
11 DKI Jakarta 142.923 167.666 200.754 248.766 286.073
12 Jawa Barat 48.932 57.574 73.981 91.313 100.935
13 Jawa Tengah 25.439 30.857 38.529 48.237 53.554
14 DI Yogyakarta 2.424 3.233 4.460 5.916 6.388
15 Jawa Timur 38.770 46.809 59.206 74.809 82.950
16 B a l i 6.555 7.507 8.732 10.991 11.950
17 Nusa Tenggara Barat 1.528 1.955 2.667 3.374 4.092
18 Nusa Tenggara Timur 1.352 1.677 2.171 2.665 3.281
19 Kalimantan Barat 3.136 3.948 5.436 6.374 7.353
20 Kalimantan Tengah 1.676 2.199 2.759 3.616 4.723
21 Kalimantan Selatan 4.124 4.689 6.450 7.468 8.622
22 Kalimantan Timur 5.541 7.914 12.584 16.022 18.659
23 Sulawesi Utara 2.012 3.077 3.598 4.586 5.491
24 Gorontalo 403 496 796 998 1.061
25 Sulawesi Tengah 1.393 2.029 2.680 3.350 3.862
26 Sulawesi Selatan 8.390 10.644 13.395 17.387 21.775
27 Sulawesi Tenggara 803 1126 1751 2135 3124
28 Maluku Utara 191 321 457 620 721
29 Maluku 409 626 1107 1434 1351
30 Papua 1.267 1.813 2.342 2.856 3.819
J U M L A H : 365.410 437.943 553.551 689.667 787.137
Lampiran 13

Posisi kreDit Bank UmUm menUrUt lokasi Proyek Dati.i.
1)
(Rp miliar)
1) Kredit yang disalurkan oleh Bank seluruh Indonesia ke Dati I tersebut data di BI masih mencakup 30 propinsi

Anda mungkin juga menyukai