KATA PENGANTAR
Tahun 2011 merupakan tahun ke dua dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014 Direktorat Jenderal Peternakan dengan tujuan untuk penyediaan pangan hewani yang ASUH dan kesejahteraan peternak melalui kebijakan dan program pembangunan peternakan yang berdaya saing dan berkelanjutan dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal. Kebijakan ini merupakan hal yang amat strategis dalam konteks pembangunan peternakan yang memang ditujukan untuk meningkatkan produksi peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan menekankan bahwa pola perencanaan pembangunan Peternakan menganut prinsip sinergi antara pola top down policy dengan bottom up planning. Dengan pola ini sangat diharapkan bahwa kegiatan yang dilakukan benar-benar sesuai dengan tujuan nasional, potensi dan kebutuhan daerah. Pedoman Teknis Pengajuan Proposal Kegiatan Direktorat Jenderal Peternakan ini diterbitkan dan disebarluaskan sebagai acuan utama bagi Dinas Peternakan/ Dinas yang menangani fungsi peternakan Provinsi dan Kabupaten/ Kota untuk mendapatkan anggaran bersumber dari APBN Ditjen Peternakan tahun anggaran 2011. Dengan terbitnya Buku Pedoman Teknis ini diharapkan provinsi/kabupaten/kota dapat menyusun dan mengajukan proposal yang sesuai dengan potensi dan kebutuhan pembangunan peternakan di daerah setempat, sehingga akan tercapai peningkatan kualitas dan sinergitas perencanaan di tingkat pusat dan daerah.
Jakarta,
Januari
2010
DAFTAR ISI Kata Pengantar DAFTAR ISI I PENDAHULUAN A Arah Pembangunan Peternakan 2010 2014 ............ B C D II Kewenangan Pusat Daerah ................................... Anggaran Berbasis Kinerja ........................................ Tujuan dan Sasaran ..................................................
Hal i ii
1 2 3 5
PROGRAM DAN KEGIATAN A. B C Program ................................................................... Kegiatan ................................................................... Karakteristik Kegiatan Pusat dan Daerah 6 6 11
III
PROSEDUR PENYUSUNAN DAN PENGUSULAN PROPOSAL A Kreteria Kegiatan ...................................................... B C D E F Komponen Kegiatan yang Disusulkan ....................... Syarat Penulisan Proposal ....................................... Outline Penulisan ...................................................... Mekanisme Pengusulan Proposal ............................. Jadual Pengusulan Proposal ...................................
12 12 14 15 15 17
IV
MEKANISME SELEKSI PROPOSAL A B C Seleksi Proposal ...................................................... Verifikasi dan Kompilasi Proposal Tingkat Direktorat Jenderal Peternakan ................................................ Penelaahan ............................................................. 18 18 19 20
PENUTUP LAMPIRAN
ii
I. PENDAHULUAN
A. Arah Pembangunan Peternakan 2010-2014 Pembangunan peternakan mencakup berbagai kegiatan agribisnis, agroindustri, mulai dari hulu sampai hilir, yang memiliki omset besar dan memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp 86 Triliun dan melibatkan 4 juta rumah tangga peternak. Potensi peternakan yang sangat besar di Indonesia seharusnya dapat dijadikan sebagai pemacu perekonomian untuk mensejahterakan bangsa. Hal itu dapat menjadi kenyataan apabila peternakan dijadikan platform pembangunan nasional. Untuk itu revitalisasi peternakan menjadi sangat penting. Ada beberapa keywords untuk mencapai keberhasilan pembangunan peternakan, yaitu: keberpihakan, koordinasi, sumberdaya manusia, dan investasi. Keberpihakan. Revitalisasi peternakan memerlukan keberpihakan dari seluruh komponen bangsa, terutama politisi dan pengambil kebijakan agar menempatkan peternakan yang kaya potensi dan merupakan mata pencaharian mayoritas masyarakat, menjadi sub sektor yang perlu mendapatkan dukungan konkrit. Dukungan dapat berupa penyediaan infrastruktur, kebijakan moneter dan permodalan, asuransi, serta jaminan pemasaran yang adil. Dalam era globalisasi, tanpa adanya keberpihakan, keniscayaan tentang revitalisasi peternakan itu hanyalah angan-angan belaka. Koordinasi. Pertanian termasuk peternakan didalamnya merupakan sektor dan subsektor yang sangat luas. Institusi yang terlibat amat banyak dan tersebar di lintas departemen. Akibat terlalu banyaknya yang ingin mengurus, berakibat sektor tersebut tidak terurus dengan baik. Koordinasi tidak berjalan dengan baik, sehingga program-program yang telah dicanangkan tidak dapat diselesaikan dengan tuntas dan berhasil. Filosofi tentang pembangunan peternakan harus benar-benar dipahami oleh berbagai pihak terkait, baik departemen teknis maupun institusi lainnya. Permasalahan klasik masih nampak yaitu masalah persamaan visi, leadership dan manajemen. Hal tersebut masih ditambah dengan euforia demokrasi dan reformasi, termasuk menonjolnya kepentingan kelompok yang tidak jarang mendistorsi kepentingan yang lebih besar.
Sumberdaya Manusia. Kualitas sumberdaya manusia (SDM) yang masih rendah juga menjadi persoalan. Sebagian besar (sekitar 79,5%) SDM yang bekerja pada sektor pertanian adalah lulusan atau tidak tamat Sekolah Dasar. Kondisi tersebut menggambarkan pentingnya perhatian pemerintah dalam peningkatan kualitas SDM. Secara umum indeks pengembangan SDM Indonesia masih rendah (lebih rendah dibandingkan Sri Langka dan Vietnam). Investasi dalam peningkatan kualitas SDM adalah investasi jangka panjang yang mutlak dilakukan. Investasi. Peningkatan iklim investasi terutama melalui jaminan keamanan, stabilitas politik dan kepastian hukum sangat dibutuhkan untuk revitalisasi peternakan, untuk mendorong pebisnis menanamkan modalnya di sektor agribisnis. Revitalisasi peternakan akan berjalan cepat sesuai harapan apabila key parties yaitu Academician, Businessman, and Government (ABG) dapat bersinergi dalam visi yang sama. Akademisi di semua instansi dan masyarakat harus menyumbangkan pemikiran/konsep pembangunan, teknologi, SDM yang berkualitas, dan menjadi moral force dalam percepatan pembangunan. Iklim investasi harus terus diperbaiki agar pebisnis dapat terpacu menanamkan modalnya di Indonesia dan mengisi program-programnya yang telah dicanangkan, sedangkan pemerintah harus mendorong pembangunan melalui kebijakan/peraturan yang tepat, pembangunan infrastruktur, memberikan prioritas dalam alokasi anggaran pendidikan dan menyelenggarakan pemerintahan yang bersih (good governance). B. Kewenangan Pusat - Daerah Berdasarkan kewenangan yang telah ditetapkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, program dan anggaran pembangunan pertanian dijabarkan sesuai dengan peta kewenangan pemerintah dengan memberikan peluang lebih banyak kepada partisipasi masyarakat sebagai pelaku pembangunan. Peta kewenangan tersebut adalah: 1. Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan nasional pembangunan pertanian sebagai acuan makro terhadap implementasi kegiatan di daerah. Hal ini terkait erat dengan tata ruang pengembangan ekonomi sumberdaya pertanian (termasuk kawasan agribisnis unggulan, potensi komoditas unggulan/strategis secara nasional), daya saing
pengentasan
kemiskinan,
Pemerintah Provinsi menjabarkan kebijakan Pusat melalui penilaian dan koordinasi terhadap pengembangan wilayah berbasis komoditas di wilayahnya, dengan melibatkan dan memberdayakan Kabupaten/ Kota dan secara menyeluruh dan terintegrasi dalam pengembangan aspek di hulu sampai hilir, dan unsur penunjangnya. Pemerintah Kabupaten/ Kota menyusun perencanaan kegiatan dan anggaran kinerja pembangunan pertanian di wilayahnya mengacu pada kebijakan nasional dan kapasitas sumberdaya wilayah. Untuk mendukung hal tersebut pemerintah Kabupaten/ Kota terlebih dahulu melakukan identifikasi terhadap: besaran, kualitas dan karakteristik (sumberdaya alam, sumberdaya manusia, modal, teknologi, sosial dan budaya). Sub Sektor Peternakan merupakan bagian Sektor Pertanian dan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pembangunan nasional yaitu sebesar 13,7%, dan tenaga kerja yang berkecimpung di dalamnya sekitar 50% dari seluruh tenaga kerja Nasional. Dengan keadaan tersebut wajarlah pemerintah melalui Departemen Pertanian dalam setiap tahun meningkatkan alokasi anggaran untuk mendorong pembangunan pertanian dan khususnya peternakan di daerah. Terlebih dengan diimplementasikannya alokasi anggaran dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang disalurkan ke daerah.
3.
C.
Anggaran Berbasis Kinerja Semenjak tahun 2006 pemerintah telah mulai menerapkan sistem penganggaran berbasis kinerja. Penerapan sistem anggaran berbasis kinerja ini muncul didasarkan atas banyaknya temuan permasalahan dan kendala dalam penerapan anggaran melalui pendekatan kegiatan proyek maupun bagian proyek di masa lalu. Upaya penyempurnaan pola penganggaran ini dimulai dengan perumusan program dan penyusunan struktur organisasi pemerintah yang sesuai dengan program tersebut. Kegiatan tersebut mencakup pula penentuan unit kerja yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program serta penentuan indikator kinerja yang digunakan sebagai tolok ukur dalam pencapaian tujuan program yang telah ditetapkan.
Sistem penganggaran terpadu berbasia kinerja memerlukan pengaturan sistem dan mekanisme perencanaan pembangunan nasional dan daerah serta mengakomodasi semangat reformasi yang lebih demokratis, desentralistik, sinergis, komprehensif dan berkelanjutan. Untuk mewujudkan penerapan sistem penganggaran ini sangat diharapkan agar daerah dapat berpartisipasi dalam proses perencanaan sehingga akan menumbuhkan rasa ikut memiliki (sense of belonging) terhadap anggaran kinerja, yang kemudian diharapkan meningkatkan efektivitas sekaligus efisiensi pelaksanaan kegiatan. Selanjutnya perencanaan tersebut juga diharapkan tetap dapat menampung sasaran-sasaran perencanaan yang bersifat makro yang ditetapkan oleh Pusat, sehingga sistem perencanaan yang serasi antara bottom up planning dan top down policy dapat diwujudkan. Untuk itu, dalam perencanaan anggaran kinerja para perencana harus memiliki pemahaman yang komprehensif mengenai hubungan program dengan anggaran kinerja khususnya berkaitan dengan: 1. Strategi dan prioritas program yang memiliki nilai taktis strategis bagi pembangunan peternakan. 2. Target group (kelompok sasaran) yang akan dituju oleh program dan kegiatan yang ditunjukkan oleh indikator dan sasaran kinerja yang terukur, dan 3. Sumberdaya dan teknologi yang tersedia dalam rangka peningkatan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. Kebijakan yang ditempuh Departemen Pertanian dalam rangka pelaksanaan anggaran pembangunan pertanian pada tahun 2010, seperti juga tahun sebelumnya, adalah melalui asas dekonsentrasi dan asas tugas pembantuan. Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan merupakan bagian anggaran kementrian negara/lembaga. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah. Kegiatan dekonsentrasi di provinsi dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah yang ditetapkan oleh Gubernur dan sifat kegiatannya merupakan kegiatan non fisik dan sebagian kecil fisik sebagai pendukung. Sedangkan Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintahan pusat kepada kepala daerah dengan kegiatan yang bersifat fisik dan sebagian kecil non fisik sebagai pendukung. Dalam tahun-tahun terakhir ini secara sekilas sebagian besar pengajuan proposal yang diajukan ke Direktorat Jenderal Peternakan dari provinsi atau daerah kabupaten/kota berisi peta keinginan bukan berupa kebutuhan
yang akan dilaksanakan. Dengan keadaan ini akan menimbulkan ketidak efisienan kegiatan bila dilaksanakan berdasarkan usulan tersebut. Untuk itu diperlukan peningkatan koordinasi antara pusat, provinsi, kabupaten/kota dalam memadukan kegiatan pembangunan peternakan yang harmonis yang diikuti perencanaan yang matang untuk menggali potensi dan menggunakan potensi yang ada dalam rangka mencapai sasaran produksi peternakan yang telah ditetapkan.
D.
Tujuan dan Sasaran Tujuan : 1. Memberikan acuan bagi provinsi, kabupaten/kota dalam menyusun dan mengusulkan proposal kegiatan pembangunan peternakan lingkup Direktorat Jenderal Peternakan. 2. Meningkatkan kualitas perencanaan kegiatan pembangunan peternakan di pusat dan daerah. 3. Meningkatkan sinergisme perencanaan pembangunan peternakan antara pusat dan daerah. Sasaran : 1. Tersedianya acuan bagi provinsi, kabupaten/kota dalam menyusun dan mengusulkan proposal kegiatan pembangunan peternakan lingkup Direktorat Jenderal Peternakan. 2. Meningkatnya kualitas perencanaan kegiatan pembangunan peternakan di pusat dan daerah. 3. Meningkatnya sinergisme perencanaan pembangunan peternakan antara pusat dan daerah.
1. Kegiatan Prioritas. Pencapaian Swasembada Daging Sapi. Output kegiatan ini adalah meningkatnya ketersedian daging sapi domestik sebesar 90%. Indikatornya adalah kontribusi produksi daging sapi domestik terhadap total penyediaan daging sapi nasional. Kegiatan operasionalnya yaitu ; (1). pengembangan usaha, pengembang biakan dan pembibitan sapi lokal; (2). pengembangan pupuk organik dan kompos; (3). pengembangan integrasi ternak sapi dan tanaman; (4) pemberdayaan dan peningkatan kualitas Rumah Potong Hewan (RPH); (5). optimalisasi Inseminasi Buatan (IB) dan Kawin Alam (KA); (6). penyediaan mutu pakan dan air; (7). penanggulangan gangguan reproduksi dan peningkatan pelayanan kesehatan hewan; (8) pemberdayaan sapi betina produktif secara optimanl; (9). penguatan kelembagaan sumber bibit dan kelembagaan usaha perbibitan; (10) pengembangan pembibitan sapi potong melalui Village Breding Centre (VBC); (11). penyediaan bibit melalui subsidi bunga Kredit Usaha Pembibitan Sapi program (KUPS); (12). Pengaturan impor sapi bakalan dan daging; (13). Pengendalian distribusi dan pemasaran ternak sapi dan daging di dalam negeri. 2. Peningkatan kuantitas dan kualitas benih dan bibit dengan mengoptimalkan sumber daya lokal. Output kegiatan ini adalah peningkatan kualitas dan kuantitas benih dan bibit ternak (sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing, domba, babi, ayam buras, itik, kelinci dan puyuh) yang bersertifikat melalui : penguatan kelembagaan perbibitan yang menerapkan Good Breeding Practices, peningkatan penerapan standar mutu benih dan bibit ternak; peningkatan penerapan teknologi perbibitan, dan pengembangan usaha dan investasi. Indikator kegiatan ini adalah peningkatan kualitas dan kuantitas benih dan bibit ternak. Kegiatan yang langsung melibatkan masyarakat bersumber dari APBN meliputi Sub Kegiatan : (1). Pengembangan pembibitan ternak sapi potong. (2). Pengembangan pembibitan ternak sapi perah. (3). Pengembangan pembibitan kerbau. (4). Pengembangan pembibitan kambing. (5). Pengembangan pembibitan domba. (6). Pengembangan pembibitan babi.
Pengembangan pembibitan ayam buras. Pengembangan pembibitan itik. Pengembangan pembibitan kelinci. Pengembangan pembibitan puyuh.
Perlakuan yang diberikan meliputi bantuan sarana, modal, pendampingan teknis manajemen pembibitan, kegunaannya untuk mengembangkan kapasitas kelembagaan yang mandiri dan berkelanjutan. 3. Peningkatan produksi ternak ruminansia dengan pendayagunaan sumber daya lokal. Output kegiatan ini adalah meningkatnya populasi dan produksi ternak ruminansia. Indikator kegiatan ini adalah pertumbuhan populasi dan produksi ternak ruminansia (sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing, domba). Kegiatan yang langsung melibatkan masyarakat bersumber dari APBN meliputi Sub Kegiatan : (1). Pengembangan Modal Usaha Kelompok sapi potong, (2). Pengembangan Modal Usaha Kelompok sapi perah, (3). Pengembangan Modal Usaha Kelompok kerbau, (4). Pengembangan Modal Usaha Kelompok kambing, (5). Pengembangan Modal Usaha Kelompok domba, (6). Integrasi tanaman - ternak sapi, (7). Unit Layanan Inseminasi Buatan (ULIB), (8). Biogas Bersama Masyarakat (BATAMAS), (9). Pengolahan Limbah Kotoran Ternak menjadi pupuk organik, (10). Pengembangan alat pengolah pakan, (11). Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3) (12). Sarjana Membangun Desa (SMD) Perlakuan yang diberikan meliputi bantuan sarana, bantuan modal, pendampingan teknis produksi, manajemen usaha untuk mengembangkan kapasitas kelembagaan yang mandiri dan berkelanjutan. 4. Peningkatan produksi ternak non pendayagunaan sumber daya lokal. ruminansia dengan
Output kegiatan ini adalah meningkatnya populasi dan produksi serta meningkatnya pendayagunaan sumber daya lokal ternak non
ruminansia. Indikator kegiatan ini adalah pertumbuhan populasi dan produksi babi, ayam buras, itik, kelinci dan burung puyuh. Proporsi produksi telur ayam buras terhadap total produksi telur nasional, proporsi produksi daging unggas lokal terhadap total produksi daging unggas nasional, serta proporsi pemanfaatan bahan pakan lokal dalam pakan unggas. Kegiatan yang langsung melibatkan masyarakat bersumber APBN meliputi Sub Kegiatan : (1). Pengembangan budidaya unggas di pedesaan melalui village poultry farming (VPF), (2). Penataan pemeliharaan unggas di pemukiman, (3). Zonifikasi kawasan perunggasan, (4). Pengembangan pakan lokal, (5). Integrasi tanaman unggas, (6). Demplot biogas babi/unggas, (7). UPJA pengolah unggas/pakan (8). Pupuk organik (kotoran hewan) Non Ruminansia, (9). Pengembangan modal usaha kelompok babi, (10). Pengembangan modal usaha kelompok ayam buras, (11). Pengembangan modal usaha kelompok itik, (12). Pengembangan modal usaha kelompok kelinci, (13). Pengembangan usaha kelompok puyuh. Perlakuan yang diberikan meliputi bantuan sarana, bantuan modal, pendampingan dalam hal teknis produksi, manajemen usaha untuk mengembangkan kapasitas kelembagaan yang mandiri dan berkelanjutan. 5. Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan Menular Strategis, Zoonosis dan Eksotik (PHMSZE). Output kegiatan ini adalah penguatan kelembagaan kesehatan hewan, pengendalian dan penanggulangan PHMSZE, perlindungan hewan terhadap penyakit eksotik, serta terjaminnya mutu obat hewan. Indikator kegiatan ini adalah kemampuan mempertahankan status daerah bebas PMK dan BSE, dan peningkatan status wilayah. Penguatan otoritas veteriner melalui pertumbuhan jumlah puskeswan yang terfasilitasi, penguatan otoritas veteriner melalui pertumbuhan jumlah lab veteriner kelas C yang terfasilitasi, surveilans nasional PHMSZE (prevalensi dan atau insidensi), dan ketersediaan alsin dan obat hewan bermutu. Kegiatan yang langsung melibatkan masyarakat bersumber dari APBN meliputi Sub Kegiatan :
(1). Pembangunan/Pengembangan Puskeswan dan peralatan (2). Pembangunan/Pengembangan laboratorium kesehatan hewan dan peralatan. Perlakuan yang diberikan meliputi bantuan modal peralatan dan mesin serta bangunan, pendampingan dalam hal teknis kesehatan hewan untuk mencegah, memberantas penyakit hewan. 6. Penjaminan pangan asal hewan yang ASUH dan pemenuhan produk hewan non pangan yang aman dan berdaya saing. Output kegiatan ini adalah penguatan peran dan fungsi lembaga otoritas veteriner, peningkatan jaminan produk hewan Aman Sehat Utuh Halal (ASUH) dan daya saing produk hewan, tersosialisasikannya resiko residu dan cemaran pada produk hewan dan zoonosis kepada masyarakat, tersedianya profil keamanan produk hewan nasional dan peta zoonosis, serta peningkatan penerapan kesrawan di RPH/ Rumah Potong Unggas (RPU). Indikator kegiatan ini adalah peningkatan penerapan fungsi otoritas veteriner, Unit Pelaksana Teknis (UPT) pelayanan dan lab kesmavet melalui puskeswan, pertumbuhan terpenuhinya persyaratan dan standar keamanan dan mutu produk hewan pangan dan non pangan, persentase penurunan produk asal hewan yang di atas Batas Minimum Cemaran Mikroba (BMCM) dan Batar Minimal Residu (BMR), penurunan prevalensi dan atau insidensi zoonosis, peningkatan persentase jumlah RPH yang menerapkan kesrawan, peningkatan persentase jumlah RPU yang menerapkan kesrawan. Kegiatan yang langsung melibatkan masyarakat bersumber dari APBN meliputi Sub Kegiatan : (1). Pembangunan/pengembangan Rumah Potong Unggas Skala Kecil (RPUSK) dan peralatan. (2). Pembangunan/pengembangan Tempat Penampungan Unggas (TPU) dan peralatan. (3). Pembangunan/pengembangan Tempat Penampungan Susu TPS). (4). Pembangunan/pengembangan RPH dan peralatan. (5). Pengembangan/pembangunan kios daging. (6). Pengembangan/pembangunan laboratorium kesmavet dan peralatan. Perlakuan yang diberikan meliputi pemberian bantuan modal peralatan dan mesin serta bangunan, pendampingan dalam hal teknis kesehatan masyarakat veteriner untuk mencegah tertularnya
10
penyakit zoonosis dan meningkatkan kapasitas kelembagaan yang mandiri dan berkelanjutan. C. Karakteristik Kegiatan Pusat dan Daerah Kegiatan yang akan dilaksanakan di tingkat Pusat, Propinsi, dan Kabupaten/ Kota mempunyai karateristik sebagai berikut: 1. Kegiatan Pusat Kegiatan pusat merupakan kegiatan penunjang yang meliputi : (1). manajemen pembangunan peternakan, (2). menyusun dan melaksanakan kebijakan, (3). regulasi pembangunan peternakan, (4). koordinasi perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan, (5). pengawasan dan pengendalian pembangunan peternakan, (6). pembinaan dan pengawalan kegiatan di daerah, pelatihan, sosialisasi, apresiasi, pendampingan, bimbingan, monitoring dan evaluasi, (7). pelayanan teknis dan promosi, (8). pengembangan sistem Informasi dan data base, (9). fasilitasi kegiatan Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3), Sarjana Membangun Desa (SMD), dll. Kegiatan Dana Dekonsentrasi di Provinsi Kegiatan dana dekonsentrasi di provinsi diutamakan untuk non fisik dan sebagian kecil untuk fisik sebagai penunjang. Kegiatan tersebut meliputi : (1). koordinasi perencanaan dan evaluasi (lintas kabupaten kota), (2). pengawalan, pembinaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan (dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan), (3). supervisi, pelatihan dan sosialisasi program, (4). fasilitasi promosi produk peternakan, (5). penyusunan Juklak kegiatan (dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan), (6). pembinaan manajemen budidaya peternakan, (7). pengumpulan data peternakan, (8). pengawalan kegiatan LM3 dan SMD. Kegiatan Dana Tugas Pembantuan di Provinsi/Kabupaten/Kota Kegiatan dana tugas pembantuan provinsi diutamakan untuk fisik dan sebagian kecil non fisik sebagai penunjang. Kegiatan tersebut meliputi : (1). pengadaan sarana fisik strategis yang menunjang pembangunan peternakan antara lain : a). sarana laboratorium/ puskeswan/ rumah potong hewan dan rekording b). penguatan modal usaha kelompok, (2). kegiatan operasional yang mencakup: koordinasi, perencanaan, pendampingan, bimbingan teknis, sosialisasi, apresiasi, studi banding, magang, seleksi CP/CL, monitoring, evaluasi dan pelaporan.
2.
3.
11
12
(3). Pakan (rumput, konsentrat) dan obat-obatan (vaksin, vitamin, hormon, antibiotik, dll). (4). Kandang dan gudang, bila diperlukan. (5). Manajemen pelaksanaan. 2. Kegiatan peningkatan populasi dan produksi ternak ruminansia melalui pemberdayaan ternak lokal. Kegiatan ini diarahkan untuk peningkatan penyediaan daging dalam rangka Pencapaian Swasembada Daging Sapi 2014 dan penyediaan susu dalam negeri. Komponen kegiatan ini mencakup : (1). Pengadaan ternak bakalan dan betina produktif sesuai dengan PTM (2). Peralatan (rekording, timbangan, alat ukur, dll) (3). Pakan (rumput, konsentrat) dan obat-obatan (vaksin, vitamin, hormon, antibiotik, dll) (4). Kandang dan gudang, bila diperlukan (5). Manajemen pelaksanaan Kegiatan peningkatan populasi dan produksi ternak non ruminansia dengan memberdayakan sumber daya lokal . Kegiatan ini diarahkan untuk restrukturisasi perunggasan, pengembangan kawasan budidaya ternak unggas, babi dan kelinci yang mengacu pada Good Farming Practice (GFP). Komponen kegiatan ini mencakup : (1). Pengadaan ternak (2). Peralatan ( mesin tetas, rekording, timbangan, alat ukur, mixer, grinder, dll) (3). Pakan (konsentrat) dan obat-obatan (vaksin, vitamin, hormon, desinfektan, antibiotik, dll) (4). Kandang dan gudang bila diperlukan (5). Manajemen pelaksanaan Kegiatan pengendalian dan penanggulangan penyakit PHMSZE Kegiatan ini diarahkan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan hewan, pengendalian PHMSZE dan mempertahankan status bebas penyakit. Komponen kegiatan ini mencakup : (1). Peralatan laboratorium kesehatan hewan (2). Pembangunan/ rehabilitasi puskeswan (3). Obat-obatan kesehatan hewan (4). Manajemen pelaksanaan
3.
4.
13
5.
Kegiatan penjaminan pangan asal hewan yang ASUH dan produk hewan non pangan yang aman dan berdaya saing. Kegiatan ini diarahkan untuk meningkatkan jaminan produk pangan asal hewan yang ASUH dan berdaya saing. Komponen kegiatan ini mencakup: (1). Bangunan/ peralatan (RPH, RPUSK, Kios Daging, TPnU, TPS, Lab Kesmavet) (2). Bahan kimia untuk lab. Kesmavet (3). Manajemen pelaksanaan Manajemen pelaksanaan kegiatan meliputi : (1). penyusunan Juklak/Juknis, (2). honor pelaksana kegiatan, (3). pengadaan ATK, (4). administrasi lelang dan rapat koordinasi, (5). belanja perjalanan lokal dalam rangka koordinasi, monitoring dan evaluasi, (6). penyusunan, penggandaan dan pengiriman laporan.
C.
Syarat Penulisan Proposal Dalam penulisan proposal sekurang kurangnya memuat 5 W + 1 H dengan rincian sebagai berikut : 1. Apa (What). Apa yang akan dilakukan dalam kegiatan tersebut, dasar hukumnya apa, gambaran umum, alasan kegiatan dilaksanakan (kegiatan prioritas, tupoksi), berdasarkan rencana kerja/RKP atau dasar lainnya, batasan kegiatan Mengapa (Why) Kenapa kegiatan tersebut perlu dilaksanakan dalam hubungannya dengan Tupoksi dan atau sasaran program yang hendak dicapai oleh satuan kerja, sehingga maksud dan tujuannya jelas. Indikator keluaran Indikator keluaran kualitatif diukur dengan out put apa yang akan dihasilkan, kualitas dan manfaatnya. Demikian juga dengan indikator kuantitatif diukur dengan jumlah atau volume output sasaran Dimana (Where) Tempat dilaksanakan kegiatan dimana, di kabupaten/Kecamatan. Siapa (Who) Siapa pelaksana kegiatan (kepanitiaan, jumlah personel) Siapa penanggung jawab kegiatan untuk mencapai output yang ditargetkan. Siapa penerima manfaat (lembaga, masyarakat)
2.
3.
4. 5.
14
6.
7.
8.
Kapan (When) Jangka waktu kegiatan dimulai dan selesainya, disertakan matrik pelaksanaan kegiatan (time table) Bagaimana (How) Bagaimana cara kegiatan tersebut dilaksanakan, metoda pelaksanaan yang digunakan misalnya pelelangan umum, swakelola, atau bantuan sosial. Selain itu juga bagaimana tahapan pelaksanaan untuk mencapai indikator keluaran misalnya melalui kerjasama dengan perguruan tinggi atau instansi lainnya. Berapa Biaya (How Much) Jumlah biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan/kegiatan tersebut.
D.
Outline Penulisan Outline penyusunan proposal memuat pendahuluan, maksud dan tujuan, sasaran, evaluasi kegiatan tahun sebelumnya, rencana kegiatan dan kebutuhan anggaran, indikator kinerja dan data pendukung, dengan mengikuti format sebagaimana lampiran-1, 2 dan 3.
E.
Mekanisme Pengusulan Proposal Mekanisme pengusulan proposal dibedakan untuk kegiatan dana Tugas Pembantuan kabupaten/kota, kegiatan UPT lingkup Ditjen Peternakan, dan kegiatan dana Dekonsentrasi. 1. Kegiatan dana Tugas Pembantuan kabupaten/kota : Proposal kegiatan Tugas Pembantuan setelah mendapatkan persetujuan dari Bupati/Walikota diusulkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/kota kepada Kepala Dinas Peternakan atau yang melaksanakan fungsi peternakan provinsi dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Peternakan, Cq Direktorat Teknis Terkait.
Penyampaian tembusan proposal dari kabupaten/kota dialamatkan sesuai dengan kegiatan yang diajukan yaitu : (1). Kegiatan peningkatan kuantitas dan kualitas benih dan bibit dengan mengoptimalkan sumber daya lokal dialamatkan ke Direktorat Perbibitan Ditjen Peternakan Gedung C lt 8 Kanpus
15
(2).
(3).
(4).
(5).
Departemen Pertanian, Jln Harsono RM No 3 Ragunan, Jakarta Selatan. Kegiatan peningkatan produksi ternak ruminansia dengan pendayagunaan sumber daya lokal dialamatkan ke Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia Ditjen Peternakan Gedung C lt 9 Kanpus Departemen Pertanian, Jln Harsono RM No 3 Ragunan, Jakarta - Selatan. Kegiatan peningkatan produksi ternak non ruminansia dengan pendayagunaan sumber daya lokal dialamatkan ke Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia Ditjen Peternakan Gedung C lt 8 Kanpus Departemen Pertanian, Jln Harsono RM No 3 Ragunan, Jakarta - Selatan. Kegiatan pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan menular strategis dan penyakit zoonosis dialamatkan ke Direktorat Kesehatan Hewan Ditjen Peternakan Gedung C lt 9 Kanpus Departemen Pertanian, Jln Harsono RM No 3 Ragunan, Jakarta - Selatan. Kegiatan Penjaminan pangan asal hewan yang ASUH serta pemenuhan produk hewan non pangan yang aman dan berdaya saing dialamatkan ke Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner Ditjen Peternakan Gedung C lt 8 Kanpus Departemen Pertanian, Jln Harsono RM No 3 Ragunan, Jakarta Selatan.
Dinas Peternakan atau yang membidangi fungsi peternakan provinsi melakukan penelaahan proposal dan melakukan kompilasi terdahulu seluruh proposal kabupaten/kota, untuk selanjutnya dituangkan ke dalam rekapitulasi sub kegiatan ke dalam format yang tersedia berdasarkan urutan prioritas. Hal ini digunakan untuk mempermudah pemilihan sub kegiatan berdasarkan urutan prioritas. Rekapitulasi selanjutnya disampaikan ke Direktur Jenderal Peternakan dengan alamat
Gedung C lt 6 Kanpus Departemen Pertanian, Jln Harsono RM No 3 Ragunan, Jakarta - Selatan. Format rekapitulasi proposal di tingkat
provinsi disajikan pada lampiran-4. 2. Kegiatan UPT Pusat Proposal UPT Pusat lingkup Ditjen Peternakan disampaikan oleh Kepala UPT dan ditujukan kepada Direktur Jenderal Peternakan,
16
Cq. Direktur terkait. Format proposal kegiatan UPT Pusat mengacu pada lampiran 1, 2 dan 3. 3. Kegiatan Dekonsentrasi Mengingat dana Dekonsentrasi di provinsi merupakan fasilitasi kegiatan pembinaan operasional di wilayah kerjanya dan merupakan kegiatan pusat yang kewenangan pengelolaannya dilimpahkan kepada satuan kerja provinsi sehingga tidak dipersyaratkan menyusun proposal.
F.
17
A.
Seleksi Proposal Setiap proposal yang diajukan akan diseleksi kelayakannya oleh Tim Perencanaan masing-masing Direktorat Teknis sesuai dengan kegiatan yang diajukan, dengan kriteria : (1) Hasil evaluasi kegiatan tahun sebelumnya; (2) Kelayakan proposal; (3) Relevansi terhadap program Pusat; (4) Kesiapan kelembagaan di daerah. 1. Hasil Evaluasi Kinerja Tahun Sebelumnya Dengan anggaran berbasis kinerja, maka prestasi kinerja tahun sebelumnya akan menentukan diterima atau ditolaknya usulan kegiatan dari suatu daerah. Untuk itu capaian kinerja kegiatan, absensi dan pelaporan manajerial (simonev) serta realisasi keuangan (SAI) tahun sebelumnya (T-1) akan digunakan untuk menentukan reward and punishment. Kelayakan proposal (sesuai dengan potensi daerah, agroekosistem, kebutuhan daerah dan rencana kegiatannya) Proposal yang diajukan harus menjelaskan indikator keberhasilan dari setiap kegiatan yang diusulkan, baik output maupun outcome nya. Indikator keberhasilan ini akan digunakan sebagai alat ukur/evaluasi keberhasilan kegiatan. Indikator harus bisa dan mudah diukur, serta bersifat kuantitatif. Relevansi terhadap program Pusat Keterkaitan dengan program Pusat akan dilihat dari: (1) Keterkaitan dengan program pusat, (2) Sinergitas dengan kegiatan lain, (3) Keterpaduan dari sumber-sumber pembiayaan Kesiapan kelembagaan di daerah. (1) Kelembagaan SKPD Kabupaten/Kota (2) Kelembagaan peternak (3) Komitment Pemerintah Daerah terhadap pembangunan peternakan Kompilasi Proposal Tingkat Direktorat Jenderal
2.
3.
4.
Proposal yang diajukan oleh Dinas Peternakan atau yang membidangi peternakan Provinsi/Kabupaten/Kota setelah dinilai oleh Direktorat Teknis lingkup Ditjen Peternakan selanjutnya diverifikasi oleh Tim Perencanaan
18
Direktorat Jenderal Peternakan. Hasil verifikasi proposal ditampilkan dalam daftar panjang berdasarkan kelompok kegiatan, prioritas sub kegiatan dan lokasinya. C. Penelaahan Penelaahan dari proposal yang telah diverifikasi diperlukan sebagai tahapan akhir untuk memilih sub kegiatan yang akan dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2011 dan sebagai bahan dalam Musrenbangtan tingkat Nasional di Bappenas yang akan dilaksanakan pada bulan April 2010.
19
V. PENUTUP
Kegiatan pembangunan peternakan oleh Pemerintah dilakukan antara lain dalam bentuk fasilitasi pemberdayaan masyarakat/ peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat,.Dalam rangka meningkatkan keberhasilan pembangunan peternakan secara umum, maka proses perencanaan harus dilakukan secara komprehensif dengan memperhatikan aspirasi masyarakat serta perkembangan yang ada. Dalam hal ini kesempatan yang lebih luas diberikan kepada daerah untuk merancang kegiatan secara tepat dan bekerja lebih optimal dengan komitmen yang kuat dalam melaksanakan kegiatan. Beberapa langkah yang harus dilakukan antara lain menyusun pedoman penyusunan proposal yang merupakan titik awal dari perencanaan kegiatan kedepan. Pedoman Pengajuan Proposal Direktorat Jenderal Peternakan Tahun 2011 ini merupakan acuan bagi semua pihak terkait dalam menyusun proposal terutama bagi dinas provinsi/kabupaten/kota. Pedoman ini masih bersifat umum dan masih belum sempurna, sehingga perlu dilengkapi dan dijabarkan lebih lanjut ke dalam kegiatan-kegiatan operasional berdasarkan anggaran kinerja sesuai dengan potensi dan karakteristik di daerah. Dengan pedoman ini diharapkan daerah dapat menentukan kegiatan pembangunan peternakan yang benarbenar sesuai kebutuhan dan prioritas daerah.
20
LAMPIRAN
21
Nama Propinsi
PROPOSAL Judul Usulan Kegiatan
22
1. 2.
Judul Usulan Kegiatan Jumlah Usulan Anggaran (Dana Dekonsentrasi / Tugas Pembantuan)
: : Rp.
3.
Contact Person Yang Ditunjuk Nama Jabatan Alamat Telepon Fax e-mail HP
: : : : : : :
(.....................................)
(........)
23
I. A. Latar Belakang
PENDAHULUAN
Kebijakan Pembangunan Peternakan Pemerintah Daerah Memuat informasi tentang arah pembangunan perternakan antara lain : Tujuan, Strategi, sasaran yang ingin dicapai dalam jangka pendek dan/atau panjang yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah. Didalam penetapan komoditi perlu dijelaskan mengapa komoditi tersebut diambil oleh pemerintah daerah. Kinerja Pembangunan Peternakan Memuat informasi secara umum tentang kinerja pembangunan peternakan yang telah dicapai selama tiga sampai lima tahun terakhir yaitu populasi produksi, termasuk kontribusinya terhadap perekonomian daerah (PDRB). B. Tujuan Berisi penjelasan tentang tujuan dan sasaran spesifik dan realistis yang ingin dicapai pada akhir Tahun 2011. Seberapa besar kontribusi kegiatan ini terhadap pembagunan daerah. C. Sasaran. Berisi uraian rinci tentang kelompok peternak yang akan dikembangkan. Informasinya meliputi, usaha yang sedang dilakukan, jumlah petani, kesiapan untuk menerima kegiatan, dll. II. POTENSI DAN AGROEKOSISTEM Berisi uraian potensi yang ada di lokasi, karena dengan potensi yang ada dengan sentuhan yang relatif sedikit akan memberikan dampak yang besar.
24
Potensi tersebut baik dalam bentuk agroklimat, sumberdaya manusia (peternak), kelembagaan instansi yang menaungi, maupun ekonomi (pasar). III. EVALUASI KEGIATAN TAHUN SEBELUMNYA A. Capaian Teknis Kegiatan Berisi evaluasi kegiatan yang dilaksanakan tahun sebelumnya baik dari segi fisik maupun segi anggaran. B. Pelaporan Kegiatan Berisi laporan kegiatan tahun sebelumnya dalam bentuk Sistim Akuntansi Instansi (SAI) dan Sistem Informasi Monitoring dan Evaluasi (SIMONEV). IV. RINCIAN KEGIATAN DAN ANGGARAN Pada rincian kegiatan/sub kegiatan dan anggaran berisi penjelasan tentang rincian dan tahapan langkah-langkah usulan Kegiatan/Sub-Kegiatan yang akan dilaksanakan beserta anggarannya. Dalam rincian tersebut disebutkan berapa share dari APBN Pusat, APBD provinsi, APBD kabupaten/kota, swasta dan masyarakat. Rincian anggaran tersebut dituangkan dalam setiap tahapan kegiatan/sub kegiatan. A. Rician Kegiatan dan Kebutuhan Anggaran 1. Rincian share anggaran dari APBN, APBD provinsi, APBD kab/kota, swasta dan Masyarakat Kegiatan/ SubKebutuhan Anggaran Tahun 2011 Kegiatan/ (Rp 000) Jenis Belanja APBN APBD APBD Swas- Masya kab/kot pusat prov ta rakat 1. 2. dst
25
Satker
Kegiatan
: Dinas . . . . :
NO
Volu me
Belanja Bahan - Atk dan Komputer supplies - Konsumsi Honor yang terkait dengan output kegiatan Honor Belanja Barang Non Operasional Lainnya Rapat . Belanja Perjalanan Lainnya (DN) Dalam rangka . Belanja Modal Peralatan dan Mesin Pengadaan alat . . . . . Belanja Modal Gedung dan Bangunan Pembangunan / rehab . . . . . Belanja Lembaga Sosial Lainnya Penguatan Modal Usaha Kelompok TOTAL
26
B. Jadual Pelaksanaan Jadual pelaksanaan kegiatan berisi penjelasan tentang: jadual pelaksanaan untuk setiap tahap usulan Kegiatan/Sub-Kegiatan sesuai dengan yang diuraikan dalam Rincian Kegiatan/SubKegiatan.
Kegiatan/SubKegiatan 1. 2. n.
C. Indikator Kinerja Indikator kinerja berisi penjelasan tentang indikator keberhasilan (output dan outcome) pada setiap kegiatan/Sub-kegiatan sebagai alat ukur pencapaian tujuan dan sasaran. Kegiatan/SubKegiatan Indikator Keberhasilan Pada Akhir Tahun 2011 OUTPUT 1. 2. n. D. Kelanjutan Kegiatan Keberlanjutan kegiatan berisi penjelasan tentang bagaimana upaya yang akan dilakukan oleh Daerah dan kelompok peternak agar kegiatan ini dapat terus berlanjut di masa depan setelah selesai tahun anggaran 2011. OUTCOME
27
pemeliharaan
Komitment Pemerintah Daerah. Berisikan komitmen pemerintah daerah dalam membangun peternakan terutama untuk ternak sapi potong dalam mendukung pencapaian swasembada daging sapi 2014 dan ternak lainnya, untuk meningkatkan produksi daging, telur dan susu
LAMPIRAN Lampiran yang diperlukan antara lain: 1. 2. Hasil Feasibility Study (FS/ Pra-FS) sangat diharapkan sekali. Gambar spesifikasi bangunan (jika ada kegiatan pembangunan bangunan) dan rincian anggarannya, serta pengesahan dari PU/Cipta karya Spesifikasi peralatan (jika ada usulan kegiatan pengadaan peralatan) dan rincian harganya atau price list. Rincian penggunaan ATK dan harganya. Rincian penggunaan perjalanan. Data pendukung lain yang diperlukan
3. 4. 5. 6.
28
No
Kegiatan/Sub Kegiatan
(1) 1
(2) Kegiatan peningkatan kuantitas dan kualitas benih dan bibit dengan mengoptimalkan sumber daya lokal a Sub kegiatan ............ Kegiatan peningkatan produksi ternak ruminansia dengan pendayagunaan sumber daya lokal a Kegiatan peningkatan produksi ternak non ruminansia dengan pendayagunaan sumber daya lokal a Kegiatan pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan menular strategis dan penyakit zoonosis dan eksotik a Kegiatan Penjaminan pangan asal hewan yang ASUH serta pemenuhan produk hewan non pangan yang aman dan berdaya saing a
(........)
29