Anda di halaman 1dari 10

Taruhan

Anton Chekhov
Judul asli: The Bet (1889) Terjemahan: Purnawijayanti BASIS 59/03-04 (2010):60-64 <60> Pada suatu malam di musim gugur. Bankir tua itu berjalan mondar-mandir, mengingat kembali peristiwa lima belas tahun yang lalu ketika ia mengadakan pesta. Malam itu, di sana ada banyak cendekiawan. Mereka berbincang-bincang tentang berbagai hal dengan antusias. Salah satu yang paling menarik adalah tentang hukuman mati. Sebagian besar tamu, para jurnalis dan sarjana, tidak setuju dengan penerapan hukuman mati. Menurut mereka, hukuman mati itu sudah ketinggalan zaman, amoral, dan tidak sesuai lagi dengan ajaran agama yang mengutamakan cinta kasih,1 karena itu seharusnya diganti dengan hukuman seumur hidup. Saya tidak setuju dengan Anda, kata si tuan rumah. Tentu saja, saya tidak ingin mencoba keduanya, tapi bila harus memberi penilaian, saya rasa hukuman mati lebih bermoral dan manusiawi ketimbang hukuman seumur hidup. Hukuman mati itu membunuh seseorang seketika. Sedangkan hukuman seumur hidup itu membunuh seseorang dengan cara yang lebih kejam karena secara perlahan-lahan. Coba bayangkan, manakah eksekutor yang lebih manusiawi, ia yang mencabut nyawa dalam sekejap atau ia yang merampas kehidupan seseorang secara perlahan dalam jangka waktu bertahun-tahun? Keduanya sama-sama amoral, sanggah salah seorang tamu, karena mereka melakukan hal yang sama, merenggut nyawa seseorang. Negara itu bukan Tuhan. Negara tidak berhak melakukan itu karena negara tidak dapat mengembalikannya kembali sekehendaknya. Di antara para tamu itu ada seorang pengacara, umurnya dua puluh limaan tahun. Ketika dimintai pendapat, ia berkata, Hukuman mati dan hukuman seumur hidup sama-sama tidak bermoralnya. Tapi, jika harus memilih, saya pasti akan memilih hukuman seumur hidup.
1

Bagaimanapun, kehidupan itu lebih berharga daripada apapun.2 Pendapatnya itu mengejutkan para tamu dan membuat diskusi bertambah seru. Si bankir yang lebih muda daripada si pengacara dan akhir-akhir ini dilanda kegelisahan, terbawa emosi. Ia menggebrak meja dan berteriak pada pengacara itu, Ini tidak benar! Mari bertaruh dua miliar,3 Anda tidak akan tahan sendirian dalam penjara selama lima tahun. Jika anda memang serius, kata si pengacara, baiklah, saya akan ambil taruhan itu. Tapi tidak untuk lima tahun...4 Lima belas tahun? Oke! teriak si bankir. Saudara-saudara, saya bertaruh dua miliar! Setuju! Anda mempertaruhkan dua miliar dan saya mempertaruhkan kebebasan saya! kata pengacara itu. Begitulah, taruhan yang liar dan tak masuk akal itupun terjadi. Bankir itu, yang kekanakkanakan, sembrono, dan sesungguhnya tidak punya uang sebanyak itu, kegirangan karena yakin akan menang. Bahkan saat makan malam, ia masih menyempatkan diri mengolok-olok pemuda itu dengan berkata, Pikirkanlah baikbaik, Sobat, mumpung masih ada waktu. Bagiku, uang dua miliar itu kecil. Tetapi bagimu, kamu akan kehilangan tiga atau empat tahun usia keemasanmu. Aku bilang tiga atau empat tahun, karena kamu tidak akan bertahan lama. Dan jangan lupa, Sob..., menjalani masa tahanan atas dasar kesukarelaan itu lebih berat godaannya dibandingkan <61> dengan yang atas dasar kewajiban. Pikiran bahwa sesungguhnya setiap saat kamu berhak keluar dan mereguk kebebasanmu kembali akan mengganggumu selama berada dalam penjara. Wah, Sob...aku sesungguhnya tidak tega padamu.

2 3

immoral, and unsuitable for Christian States.

To live anyhow is better than not at all. two millions 4 I would stay not five but fifteen years.

Dan sekarang, bankir itu berjalan mondarmandir, mengenang semua peristiwa itu, dan bertanya pada dirinya sendiri, Sesungguhnya, apa tujuan taruhan itu? Apa manfaat yang ia peroleh dengan kehilangan lima belas tahun umurnya dan keuntungan apa yang aku peroleh dengan membuang uang dua miliar? Apakah itu bisa membuktikan bahwa hukuman mati lebih baik daripada hukuman seumur hidup? Tidak, tidak. Ini sungguh absurd dan sia-sia belaka. Dari pihakku, ini hanyalah permainan kekanakkanakan. Dan dari pihak dia, ini hanya karena kerakusannya akan uang... Ingatan si bankir terus berjalan ke kejadian berikutnya. Diputuskan, si pengacara 5 akan menghabiskan masa tahanan dengan pengawasan ketat di sebuah pondok di halaman rumah si bankir selama lima belas tahun. Selama itu, ia tidak boleh keluar dari pondok, tidak boleh bertemu dengan siapapun, tidak boleh mendengarkan suara manusia, tidak boleh menerima surat atau surat kabar. Ia hanya boleh bermain alat musik, menulis surat, minum anggur, dan merokok. Ia hanya bisa berhubungan dengan dunia luar lewat sebuah jendela kecil dari dalam pondok. Selain larangan-larangan itu, ia boleh minta apa saja, mulai dari buku, alat musik, anggur, dan sebagainya, sebanyak yang dia mau. Ia tinggal menuliskan permintaannya di secarik kertas yang akan diambil oleh seorang penjaga melalui jendela itu tadi. Dalam surat perjanjian itu dituliskan bahwa setiap hal detail yang diperlukan untuk memastikan bahwa si pengacara sungguhsungguh sendiri selama lima belas tahun, mulai tanggal 14 November 1870 pukul dua belas sampai tanggal 14 November 1885 pukul dua belas. Tindakan sekecil apapun dari pihak si pengacara yang melanggar syarat-syarat itu, bahkan dua menit sebelum tenggat waktu, berakibat batalnya perjanjian. Artinya, si bankir akan terbebas dari kewajiban membayarnya uang sebesar dua miliar kepada si pengacara. Pada tahun pertama, berdasarkan catatancatatannya, dapat diketahui bahwa si pengacara6 menderita kesepian dan depresi berat. Di masa ini suara piano terdengar dengan jelas siang dan
5

malam dari pondok itu. Ia menolak minum anggur dan rokok. Anggur, tulisnya, membangkitkan hasrat. Dan, hasrat adalah musuh paling buruk bagi seseorang yang berada dalam tahanan. Lagi pula, minum anggur sendirian tanpa seorang teman adalah hal yang paling membosankan. Sedangkan rokok, hanya akan mengotori udara dalam ruangannya. Pada tahun pertama itu, buku-buku yang dibacanya adalah yang temanya ringan, roman-roman picisan dengan plot yang rumit,7 cerita-cerita sensasional, dan fantastik. Pada tahun kedua, suara piano yang terdengar dari pondok itu semakin pelan, hanya terdengar musik klasik. Pada tahun kelima, musik terdengar keras kembali dan ia meminta anggur. Dari jendela bisa terlihat bahwa sepanjang tahun itu ia tidak melakukan apa pun selain makan, minum, tiduran, menguap berulang kali dan bicara pada diri sendiri. Ia tidak membaca buku. Kadang-kadang, pada malam hari, ia terlihat duduk dan menulis sesuatu. Ia menghabiskan waktu berjam-jam untuk menulis. Dan di pagi harinya, ia merobek-robek tulisannya itu. Berulang kali terdengar ia menangis. Pada paruh kedua tahun keenam, si pengacara itu dengan sangat antusias belajar bahasa, filsafat, dan sejarah. Begitu bersemangatnya ia belajar, sampai-sampai si bankir kewalahan memenuhi keinginannya. Dalam waktu empat tahun, enam ratus volume buku telah didatangkan atas permintaannya. Pada periode itulah, si bankir menerima surat dari tahanannya: Sobatku tercinta,8 aku menuliskan surat ini dalam enam bahasa. Tolong tunjukkan surat ini pada mereka yang bisa memahaminya. Mintalah mereka untuk membacanya, jika mereka tidak mendapati kesalahan dalam tulisanku ini, aku mohon, buatlah tembakan api di taman yang menandakan bahwa usahaku tidak sia-sia. Para jenius dari segala masa dan dari berbagai pulau berbicara dalam bahasa-bahasa yang berbeda, tapi dalam jiwa mereka berkobar api semagat yang sama. Ah, andai saja kamu, Sob... bisa memahami betapa bahagianya 9 aku bisa memahaminya! Keinginan si pengacara

the young man 6 Sejak ini, si pengacara disebut sebagai the prisoner.

novels with complicated love plot My dear Jailer, 9 what unearthly happiness
8

terpenuhi. Bankir itu membuat dua tembakan api di taman. Pada tahun kesepuluh, tahanan itu duduk dengan tenang tak bergerak. Sepanjang waktu ia hanya membaca Injil. Bagi si bankir, hal itu aneh, mengapa si pengacara, yang telah mempelajari enam ratus volume buku, harus menghabiskan waktu selama lebih dari satu tahun untuk membaca buku tipis yang gampang sekali itu. Karena, bukankah teologi dan sejarah agama mengikuti Injil?10 Kemudian, selama dua tahun terakhir, si pengacara membaca buku dalam jumlah yang sangat banyak tentang berbagai macam hal. Suatu saat ia sibuk membaca ilmu alam, kemudian ia meminta buku tentang Byron atau Shakespeare. Kadang, pada waktu yang bersamaan ia meminta buku tentang kimia, farmasi, novel, filsafat, dan teologi. Bagi si pengacara, bacaan-bacaan itu membantunya memahami situasi yang sedang ia alami. Ia bagaikan seorang manusia yang terdampar di tengah laut. Ia berenang-renang di tengah laut di antara puing- <62> puing kapalnya. Untuk menyelamatkan diri, ia berusaha mencari-cari pegangan dengan menggapai-gapai tiang pancang kapal yang satu ke tiang pancang yang lain. II Bankir tua itu mengenang semuanya dan berpikir: Besok pada pukul dua belas ia akan mendapatkan kembali kebebasannya. Sesuai perjanjian, aku harus membayarnya dua miliar. Padahal, jika aku menyerahkan uang itu, habislah aku. Aku akan betul-betul bangkrut. Lima belas tahun yang lalu, uang sejumlah itu di luar kemampuannya. Tapi sekarang, ia tetap saja enggan menyerahkan uang itu. Kekalahannya berjudi di bursa efek dan spekulasinya yang buruk perlahan-lahan mempengaruhi siatuasi keuangan dan emosinya sebagai seorang bankir. Keberanian dan kepercayaan dirinya sebagai miliarder pun semakin menurut. Oleh karena itulah, ia selalu khawatir akan fluktuasi nilai investasinya. Taruhan terkutuk! kata laki-laki tua itu geram sambil meremas-remas kepalanya karena putus
10

asa. Kenapa laki-laki itu tidak mati? Sekarang, umurnya baru empat puluh tahun. Ia akan merampas uangku. Ia akan menikah dengan wanita pujaannya, menikmati hidup, dan berjudi di bursa efek. Sementara itu, aku akan menatapnya dengan penuh rasa iri seperti pengemis. Dan setiap hari aku akan mendengar dia berkata: Sobat, marilah kutolong. Bagaimana pun aku telah berutang budi padamu utnuk kebahagiaan hidupku ini. Tidak, aku tidak mau! Aku harus selamat dari kebangkrutan dan dia harus mati! Pukul tiga, bankir itu mengamat-amati situasi sekelilingnya. Ia tajamkan telinga dan celingakcelinguk. Semua penghuni rumah telah tertidur lelap. Tidak ada lagi suara, kecuali geliat pohon yang digoyang angin malam. Dengan mengendapendap, ia mengambil kunci pondok yang tidak pernah dibuka selama lima belas tahun dari kotak penyimpanan tahan api dan memasukkannya ke dalam jas. Kemudian ia pergi menuju pondok. Tiba di taman, ia merasakan suasana yang gelap, dan dingin. Hujan turun bergemericik. Terdengar suara angin yang berlomba-lomba mencapai taman, menderu-deru, mengguncangguncang pepohonan. Sembari berjalan, ia memanggil-manggil penjaga malam. Tidak ada yang menyahut. Artinya, para penjaga malam itu tidak ada di sekitar situ, mungkin sedang tidur di dapur atau di gudang. <63> Untuk menenangkan hatiku..., 11 pikirnya, kecurigaan, pertama-tama pasti akan jatuh pada penjaga malam. Dalam gelap, ia melangkah masuk ke pondok. Kemudian ia menyalakan korek. Tidak ada siapapun di sana, hanya ada ranjang tak berkasur dan kompor besi usang di pojokan. Dilihatnya pintu yang menuju ke kamar si pengacara itu. Tiba-tiba koreknya padam, ia gemetar, melongok-longok ke luar jendela. Sebuah lilin kecil menyala di kamar itu, ia duduk di meja. Hanya terlihat punggung, rambut pada kepala dan tangannya. Buku-buku tercecer di atas meja, di kedua kursi malas, dan di atas karpet di dekat meja dalam keadaan terbuka. Lima menit berlalu, ia bergeming. Lima belas tahun dalam tahanan mengajarkannya untuk diam. Bankir itu mengetuk
11

theologies and histories of religion followed the Gospels.

If I had the pluck to carry out my intention.

jendela dengan jarinya tapi tak ada reaksi sama sekali. Dengan hati-hati, si bankir mengalihkan penghalang pintu dan membuka kuncinya. Suara keriat terdengar dari kunci tua dan pintu yang dibuka. Di depan meja, tampak seorang laki-laki yang aneh, duduk tak bergerak. Ia hanyalah kerangka dengan kulit yang lekat pada tulangnya dengan rambut bergelombangnya yang panjang seperti perempuan dan jenggot yang menjuntai. Wajahnya kuning serupa warna tanah, pipinya kempot, punggungnya panjang dan sempit. Lengannya yang sangat kurus dan rapuh itu menopang kepalanya, Sungguh pemandangan yang mengerikan. Rambutnya sudah keperakperakan. Melihat penampilannya yang begitu ringkih, wajahnya yang penuh kerutan, tak seorangpun akan percaya kalau ia baru berumur empat puluh tahun. Ia sedang tidur. Di depan kepalanya yang menunduk terdapat sebuah surat dengan tulisan tangan yang rapi di atas meja. Makhluk yang malang! pikir bankir itu, dia sedang tidur, sedang memimpikan uang miliaran. Tinggal kutaruh12 di atas kasur, kubekap sebentar dengan bantal, matilah dia. Para penyidik13 tidak akan menemukan tanda-tanda kekerasan atas kematiannya. Tapi sebaiknya 14 kubaca dulu tulisannya ini... Si bankir mengambil kertas itu dari atas meja dan membacanya: Besok, pukul dua belas, aku akan mendapatkan kembali kebebasan dan hakku untuk bersosialisasi. Akan tetapi, sebelum meninggalkan ruangan ini dan merasakan kehangatan mentari pagi,15 kupikir penting untuk mengucapkan beberapa patah kata padamu. Dengan <64> kesadaran penuh, di hadapan Tuhan yang mengawasi, aku menyatakan bahwa kebebasan, hidup, kesehatan, dan segala hal yang dalam buku-bukumu disebut sebagai kebaikan dunia itu tak berarti apapun bagiku.16 Selama lima belas tahun, dengan intensif, aku belajar tentang kehidupan bumi.17 Memang,
12 13

selama ini aku tidak berada di sana, tak juga berjumpa dengan sesama. Tetapi, dalam bukumu, aku telah minum anggur yang lezat, aku bernyanyi-nyanyi dengna gembira, berburu rusa jantan, babi hutan, dan bercinta dengan banyak perempuan. ... Ah, alangkah nikmatnya. Keindahan yang begitu sempurna yang telah diciptakan oleh keajaiban puisi-puisi dan para jenius mengunjungiku di malam hari dan membisikkan ke telingaku dongeng-dongeng yang mengagumkan dan menggerakkan otakku. Dalam bukumu aku telah mendaki puncak gunung 18 Elburz dan Mont Blanc. Dari sana, aku melihat fajar merekah di pagi hari. Dan di sore hari, aku melihat matahari senja menyelimuti langit, laut, dan puncak-puncak gunung dengan selimut emas yang kemerah-merahan. Aku melihat guntur berkilat-kilat membelah awan-awan. Aku melihat hutan yang hijau, sawah-sawah, sungai, danau, dan kota-kota. Aku mendengar lengkingan sirine19 dan merdunya seruling para gembala. Aku telah menyentuh sayap-sayap iblis yang terbang turun untuk berbincang dengan Tuhanku... 20 Dalam bukumu, aku menjatuhkan diri ke dalam lubang neraka yang tak berdasar,21 membuat keajaiban, membunuh, membakar kota, menyiarkan agama baru, dan menaklukkan semua kerajaan. Bukumu memberiku kebijaksanaan. Semua kegelisahan manusia yang telah diciptakan selama berabad-abad terekam dalam otakku yang kecil ini.22 Aku tahu, aku lebih bijaksana daripada kalian semua. Betapa rendahnya buku-bukumu, kebijaksanaan dan rahmat duniawi ini.23 Semua itu tidak ada artinya, hanya fana, hanya ilusi yang memperdaya seperti fatamorgana. Kamu mungkin merasa bangga, merasa bijaksana, dan merasa hidupmu baik-baik saja. Tapi ingatlah,
18 19

Di sini Chekhov membubuhkan: this half-dead man. the most conscientious expert 14 But let us first 15 see the sunshine 16 I despise freedom and life and health, and all that in your books is called the good things of the world. 17 intently studying earthly life.

the peaks the singing of the sirens mengacu pada nyanyian makhluk separuh burung separuh manusia yang bisa menyesatkan para pelaut. 20 I have touched the wings of the comely devils who flew down to converse with me of God 21 the bottomless pit 22 All that the unresting thought of man has created in the ages is compressed into a small compass in my brain. (cetak miring ditambahkan). 23 And I despise your books, I despise wisdom and the blessings of this world.

kematian akan menghapusmu dari muka bumi layaknya tikus-tikus got yang mengais-ngais tanah. Keturunanmu, sejarah hidupmu, akalmu 24 akan dibakar dan membeku bersama bumi ini. Kamu telah kehilangan akal dan mengambil jalan yang salah. Kamu memilih kebohongan untuk menggantikan kebenaran. Keburukan untuk menggantikan keindahan. Kamu akan terheran-heran ketika mendapati peristiwaperistiwa aneh, seperti katak dan cicak yang tumbuh dari pohon apel dan pohon jeruk25, atau bunga mawar yang baunya apek seperti kuda yang keringatan. Karena itu aku heran sekali, mengapa kamu mau menukar surga dengan dunia. Tapi sudahlah. Bukankah aku tak perlu ambil peduli, Sobat?26 Dan, untuk membuktikan betapa aku memandang rendah semua hal yang kau hidupi, aku melepaskan hakku atas uang dua miliar yang sebelumnya begitu aku impi-impikan seperti kenikmatan surga. Demi menghilangkan godaan diri untuk mendapatkan hakku itu, 27 aku akan keluar dari sini lima jam sebelum tenggat waktu. Dengan demikian, perjanjian itu batal... Begitu selesai membaca, si bankir mengembalikan kertas itu di atas meja. Kemudian ia mencium kepala laki-laki aneh itu dan keluar dari pondok sambil menangis. Tulisan itu membuatnya merasa begitu bodoh. 28 Ia tak pernah merasa sebodoh itu bahkan ketika mengalami kerugian besar di bursa saham. Ia berbaring di tempat tidur begitu tiba di rumah. Ia ingin melupakan gejolak hatinya dengan tidur, tapi apa daya air matanya terus mengucur hingga tak bisa tidur. Keesokan paginya, para penjaga berlari-lari menghadapnya dengan wajah pucat pasi. Mereka melaporkan bahwa laki-laki yang tinggal di pondok keluar lewat jendela, 29 menuju pintu gerbang, lalu menghilang. Si bankir segera pergi ke pondok itu ditemani seorang pembantu untuk
24 25

memastikan kepergiannya. 30 Tanpa banyak bicara, 31 ia ambil surat di atas meja yang merupakan pembatalan pembayaran uang dua miliar. Ia bawa surat itu ke rumah dan memasukkannya ke dalam kotak penyimpanan tahan api.

your immortal geniuses frogs and lizards suddenly grew on apple and orange trees instead of fruit, 26 so I marvel at you who exchange heaven for earth. I dont want to understand you. 27 To deprive myself of the right to the money 28 a great contempt for himself 29 Di sini Chekhov menyisipkan kalimat: into the garden.

30 31

the flight of his prisoner. To avoid arousing unnecessary talk,

THE BET (1889) It was a dark autumn night. The old banker was pacing from corner to corner of his study, recalling to his mind the party he gave in the autumn fifteen years before. There were many clever people at the party and much interesting conversation. They talked among other things of capital punishment. The guests, among them not a few scholars and journalists, for the most part disapproved of capital punishment. They found it obsolete as a means of punishment, unfitted to a Christian State and immoral. Some of them thought that capital punishment should be replaced universally by lifeimprisonment. "I don't agree with you," said the host. "I myself have experienced neither capital punishment nor life-imprisonment, but if one may judge a priori, then in my opinion capital punishment is more moral and more humane than imprisonment. Execution kills instantly, life-imprisonment kills by degrees. Who is the more humane executioner, one who kills you in a few seconds or one who draws the life out of you incessantly, for years?" "They're both equally immoral," remarked one of the guests, "because their purpose is the same, to take away life. The State is not God. It has no right to take away that which it cannot give back, if it should so desire." Among the company was a lawyer, a young man of about twenty-five. On being asked his opinion, he said: "Capital punishment and life-imprisonment are equally immoral; but if I were offered the choice between them, I would certainly choose the second. It's better to live somehow than not to live at all." There ensued a lively discussion. The banker who was then younger and more nervous suddenly lost his temper, banged his fist on the table, and turning to the young lawyer, cried out: "It's a lie. I bet you two millions you wouldn't stick in a cell even for five years." "If you mean it seriously," replied the lawyer, "then I bet I'll stay not five but fifteen." "Fifteen! Done!" cried the banker. "Gentlemen, I stake two millions." "Agreed. You stake two millions, I my freedom," said the lawyer. So this wild, ridiculous bet came to pass. The banker, who at that time had too many millions to count, spoiled and capricious, was beside himself with rapture. During supper he said to the lawyer jokingly: "Come to your senses, young roan, before it's too late. Two millions are nothing to me, but you stand to lose three or four of the best years of your life. I say three or four, because you'll never stick it out any longer. Don't forget either, you unhappy man, that voluntary is much heavier than enforced imprisonment. The idea that you have the right to free yourself at any moment will poison the whole of your life in the cell. I pity you." And now the banker, pacing from corner to corner, recalled all this and asked himself:

"Why did I make this bet? What's the good? The lawyer loses fifteen years of his life and I throw away two millions. Will it convince people that capital punishment is worse or better than imprisonment for life? No, no! all stuff and rubbish. On my part, it was the caprice of a well-fed man; on the lawyer's pure greed of gold." He recollected further what happened after the evening party. It was decided that the lawyer must undergo his imprisonment under the strictest observation, in a garden wing of the banker's house. It was agreed that during the period he would be deprived of the right to cross the threshold, to see living people, to hear human voices, and to receive letters and newspapers. He was permitted to have a musical instrument, to read books, to write letters, to drink wine and smoke tobacco. By the agreement he could communicate, but only in silence, with the outside world through a little window specially constructed for this purpose. Everything necessary, books, music, wine, he could receive in any quantity by sending a note through the window. The agreement provided for all the minutest details, which made the confinement strictly solitary, and it obliged the lawyer to remain exactly fifteen years from twelve o'clock of November 14th, 1870, to twelve o'clock of November 14th, 1885. The least attempt on his part to violate the conditions, to escape if only for two minutes before the time freed the banker from the obligation to pay him the two millions. During the first year of imprisonment, the lawyer, as far as it was possible to judge from his short notes, suffered terribly from loneliness and boredom. From his wing day and night came the sound of the piano. He rejected wine and tobacco. "Wine," he wrote, "excites desires, and desires are the chief foes of a prisoner; besides, nothing is more boring than to drink good wine alone," and tobacco spoils the air in his room. During the first year the lawyer was sent books of a light character; novels with a complicated love interest, stories of crime and fantasy, comedies, and so on. In the second year the piano was heard no longer and the lawyer asked only for classics. In the fifth year, music was heard again, and the prisoner asked for wine. Those who watched him said that during the whole of that year he was only eating, drinking, and lying on his bed. He yawned often and talked angrily to himself. Books he did not read. Sometimes at nights he would sit down to write. He would write for a long time and tear it all up in the morning. More than once he was heard to weep. In the second half of the sixth year, the prisoner began zealously to study languages, philosophy, and history. He fell on these subjects so hungrily that the banker hardly had time to get books enough for him. In the space of four years about six hundred volumes were bought at his request. It was while that passion lasted that the banker received the following letter from the prisoner: "My dear gaoler, I am writing these lines in six languages. Show them to experts. Let them read them. If they do not find one single mistake, I beg you to give orders to have a gun fired off in the garden. By the noise I shall know that my efforts have not been in vain. The geniuses of all ages and countries speak in different languages; but in them all burns the same flame. Oh, if you knew my heavenly happiness now that I can understand them!" The prisoner's desire was fulfilled. Two shots were fired in the garden by the banker's order. Later on, after the tenth year, the lawyer sat immovable before his table and read only the New Testament. The banker found it strange that a man who in four years had mastered six hundred erudite volumes, should have spent nearly a year in reading one book, easy to understand and by no means thick. The New Testament was then replaced by the history of religions and theology. During the last two years of his confinement the prisoner read an extraordinary amount, quite haphazard. Now he would apply himself to the natural sciences, then he would read Byron or

Shakespeare. Notes used to come from him in which he asked to be sent at the same time a book on chemistry, a text-book of medicine, a novel, and some treatise on philosophy or theology. He read as though he were swimming in the sea among broken pieces of wreckage, and in his desire to save his life was eagerly grasping one piece after another. II The banker recalled all this, and thought: "To-morrow at twelve o'clock he receives his freedom. Under the agreement, I shall have to pay him two millions. If I pay, it's all over with me. I am ruined for ever ..." Fifteen years before he had too many millions to count, but now he was afraid to ask himself which he had more of, money or debts. Gambling on the Stock-Exchange, risky speculation, and the recklessness of which he could not rid himself even in old age, had gradually brought his business to decay; and the fearless, self-confident, proud man of business had become an ordinary banker, trembling at every rise and fall in the market. "That cursed bet," murmured the old man clutching his head in despair... "Why didn't the man die? He's only forty years old. He will take away my last farthing, marry, enjoy life, gamble on the Exchange, and I will look on like an envious beggar and hear the same words from him every day: 'I'm obliged to you for the happiness of my life. Let me help you.' No, it's too much! The only escape from bankruptcy and disgraceis that the man should die." The clock had just struck three. The banker was listening. In the house every one was asleep, and one could hear only the frozen trees whining outside the windows. Trying to make no sound, he took out of his safe the key of the door which had not been opened for fifteen years, put on his overcoat, and went out of the house. The garden was dark and cold. It was raining. A damp, penetrating wind howled in the garden and gave the trees no rest. Though he strained his eyes, the banker could see neither the ground, nor the white statues, nor the garden wing, nor the trees. Approaching the garden wing, he called the watchman twice. There was no answer. Evidently the watchman had taken shelter from the bad weather and was now asleep somewhere in the kitchen or the greenhouse. "If I have the courage to fulfil my intention," thought the old man, "the suspicion will fall on the watchman first of all." In the darkness he groped for the steps and the door and entered the hall of the garden-wing, then poked his way into a narrow passage and struck a match. Not a soul was there. Some one's bed, with no bedclothes on it, stood there, and an iron stove loomed dark in the corner. The seals on the door that led into the prisoner's room were unbroken. When the match went out, the old man, trembling from agitation, peeped into the little window. In the prisoner's room a candle was burning dimly. The prisoner himself sat by the table. Only his back, the hair on his head and his hands were visible. Open books were strewn about on the table, the two chairs, and on the carpet near the table. Five minutes passed and the prisoner never once stirred. Fifteen years' confinement had taught him to sit motionless. The banker tapped on the window with his finger, but the prisoner made no

movement in reply. Then the banker cautiously tore the seals from the door and put the key into the lock. The rusty lock gave a hoarse groan and the door creaked. The banker expected instantly to hear a cry of surprise and the sound of steps. Three minutes passed and it was as quiet inside as it had been before. He made up his mind to enter. Before the table sat a man, unlike an ordinary human being. It was a skeleton, with tight-drawn skin, with long curly hair like a woman's, and a shaggy beard. The colour of his face was yellow, of an earthy shade; the cheeks were sunken, the back long and narrow, and the hand upon which he leaned his hairy head was so lean and skinny that it was painful to look upon. His hair was already silvering with grey, and no one who glanced at the senile emaciation of the face would have believed that he was only forty years old. On the table, before his bended head, lay a sheet of paper on which something was written in a tiny hand. "Poor devil," thought the banker, "he's asleep and probably seeing millions in his dreams. I have only to take and throw this half-dead thing on the bed, smother him a moment with the pillow, and the most careful examination will find no trace of unnatural death. But, first, let us read what he has written here." The banker took the sheet from the table and read: "To-morrow at twelve o'clock midnight, I shall obtain my freedom and the right to mix with people. But before I leave this room and see the sun I think it necessary to say a few words to you. On my own clear conscience and before God who sees me I declare to you that I despise freedom, life, health, and all that your books call the blessings of the world. "For fifteen years I have diligently studied earthly life. True, I saw neither the earth nor the people, but in your books I drank fragrant wine, sang songs, hunted deer and wild boar in the forests, loved women... And beautiful women, like clouds ethereal, created by the magic of your poets' genius, visited me by night and whispered to me wonderful tales, which made my head drunken. In your books I climbed the summits of Elbruz and Mont Blanc and saw from there how the sun rose in the morning, and in the evening suffused the sky, the ocean and lie mountain ridges with a purple gold. I saw from there how above me lightnings glimmered cleaving the clouds; I saw green forests, fields, rivers, lakes, cities; I heard syrens singing, and the playing of the pipes of Pan; I touched the wings of beautiful devils who came flying to me to speak of God... In your books I cast myself into bottomless abysses, worked miracles, burned cities to the ground, preached new religions, conquered whole countries... "Your books gave me wisdom. All that unwearying human thought created in the centuries is compressed to a little lump in my skull. I know that I am cleverer than you all. "And I despise your books, despise all worldly blessings and wisdom. Everything is void, frail, visionary and delusive as a mirage. Though you be proud and wise and beautiful, yet will death wipe you from the face of the earth like the mice underground; and your posterity, your history, and the immortality of your men of genius will be as frozen slag, burnt down together with the terrestrial globe. "You are mad, and gone the wrong way. You take falsehood for truth and ugliness for beauty. You would marvel if suddenly apple and orange trees should bear frogs and lizards instead of fruit, and if roses should begin to breathe the odour of a sweating horse. So do I marvel at you, who have bartered heaven for earth. I do not want to understand you.

"That I may show you in deed my contempt for that by which you live, I waive the two millions of which I once dreamed as of paradise, and which I now despise. That I may deprive myself of my right to them, I shall come out from here five minutes before the stipulated term, and thus shall violate the agreement." When he had read, the banker put the sheet on the table, kissed the head of the strange man, and began to weep. He went out of the wing. Never at any other time, not even after his terrible losses on the Exchange, had he felt such contempt for himself as now. Coming home, he lay down on his bed, but agitation and tears kept him a long time from sleeping... The next morning the poor watchman came running to him and told him that they had seen the man who lived in the wing climb through the window into the garden. He had gone to the gate and disappeared. The banker instantly went with his servants to the wing and established the escape of his prisoner. To avoid unnecessary rumours he took the paper with the renunciation from the table and, on his return, locked it in his safe.

Anda mungkin juga menyukai