Anda di halaman 1dari 9

HUKUM BERTATTO Muqaddimah Tato (wasym) saat ini dianggap sebagai sesuatu yang modis, trendi, dan fashionable,

sehingga memilikinya dianggap prestisius dan membanggakan. Tato, body painting, atau rajah adalah gambar atau symbol pada kulit tubuh yang diukir dengan menggunakan alat sejenis jarum. Biasanya gambar dan symbol itu dihias dengan pigmen berwarna-warni. Untuk memperindah body tubuh, sebagian orang rela mentato tubuhnya dengan berbagai gambar, seperti ular naga, burung, kupu-kupu, dan lain sebagainya. Lantas bagaimana Fiqh menyikapi tato? Pengertian Tato Secara bahasa, tato berasal dari kata tatau dalam bahasa Tahiti. Menurut Oxford Encyclopedic Dictionary - tattoo v.t. Mark (skin) with permanent pattern or design by puncturing it and inserting pigment; make (design) thus - n. Tattooing (Tahitian tatau). Dalam bahasa Indonesia, istilah tato merupakan adaptasi, dalam bahasa Indonesia tato disebut dengan istilah rajah. Tato merupakan produk dari body decorating dengan menggambar kulit tubuh dengan alat tajam (berupa jarum, tulang, dan sebagainya), kemudian bagian tubuh yang digambar tersebut diberi zat pewarna atau pigmen berwarna-warni. Tato dianggap sebagai kegiatan seni karena di dalamnya terdapat kegiatan menggambar pola atau desain tato. Seni adalah karya, praktik, alih-ubah tertentu atas kenyataan, versi lain dari kenyataan, suatu catatan atas kenyataan. Salah satu akibat dari dirumuskannya kembali kepentingan ini adalah diarahkannya perhatian secara kritis kepada hubungan antara sarana representasi dan obyek yang direpresentasikan, antara apa yang dalam estetika tradisional disebut berturut-turut sebagai forma dan isi karya seni. Nilai seni muncul sebagai sebuah entitas yang emosional, individualistik, dan ekspresif. Seni menjadi entitas yang maknawi. Berkaitan dengan tato, ia memang dapat dikategorikan sebagai entitas seni karena selain merupakan wujud kasat mata berupa artefak yang dapat dilihat, dirasakan, ia juga menyangkut nilai-nilai estetis, sederhana, bahagia, emosional, hingga individual dan subjektif [1]. Sekilas sejarah tato Tato berasal dari kata Tahitian, yang berarti untuk menandakan sesuatu. Konon, menurut sejarahnya, tato pada awalnya ditemukan oleh orang Egyp (Mesir) pada waktu pembangunan
3

The Great Phyramids, dan saat orang-orang Egyp memperluas kerajaan mereka. Pada akhirnya, seni tatopun mulai menyebar. Perkembangan peradaban dari Crete, Yunani, Persia dan Arabia semakin memperluas bentuk seni tersebut. Sekitar tahun 2000 sebelum Masehi (SM), seni tato sudah menyebar ke daratan Cina. Berbagai alasan muncul sejalan dengan semakin berkembangnya seni tato, mulai dari alas an kebudayaan sampai anggapan modis dan trendi. Dari segi tradisi, memiliki tato dianggap sesuatu yang penting dalam suatu ritual atau tradisi. Di Borneo misalnya, para wanita mentato dirinya sebagai symbol yang menunjukkan keahlian khusus mereka. Suku Maori di New Zealand membuat tato yang berbentuk ukiran-ukiran spiral pada wajah dan pantat. Menurut mereka, ini adalah tanda bagi keturunan yang baik. Di kepulauan Solomon, tato ditorehkan di wajah perempuan sebagai ritus untuk menandai tahapan baru dalam kehidupan mereka. Hampir sama seperti diatas, orang-orang suku Nuer Sudan memakai tato untuk menandai ritus inisiasi pada anak laki-laki. Orang-orang Indian melukis tubuh dan mengukir kulit mereka untuk menambah kecantikan atau menunjukkan status sosial tertentu. Dalam perkembangannya, di masyarakat Arab pra Islam, tato juga menjadi tren utama yang dilakukan oleh kaum Hawa. Kehadiran Rosulullah SAW sebagai perintis hukum Islam di Makkah kala itu membawa perubahan dalam aturan masyarakat. Sisi lain tato (sosial-budaya) Seni tato bergerak dan berubah dalam berbagai bentuk dan pemaknaan. Mulai dari fungsi-fungsi tradisional yang religius sebagai simbol status, kemudian ada masa ketika orang bertato harus ditembak mati, sampai pada saat ini tato sebagai tren fashion. Pemaknaan itu merupakan hal yang menjadi sudut pandang atau pemaknaan dari masyarakat. Bagaimana kondisi sosial menentukan nilai bagi subjek-subjek material seperti tato yang akan memberi pengaruh secara langsung terhadap penggunanya. Perubahan sosial masyarakat dalam memaknai tato ini berkaitan dengan kepentingan yang ada saat ini. Kemudian, bila dilihat secara antropologis maka pemaknaan dan fungsi dari tato ini berkaitan dengan teori struktural fungsional. Secara struktural, penggunaan tato berpengaruh pada tingkat kelompok masyarakat tertentu. misalnya, penggunaan tato pada masyarakat Mentawai tentu memiliki makna tersendiri. Tato merupakan roh kehidupan. Tato memiliki empat kedudukan pada masyarakat ini, salah satunya adalah untuk menunjukkan jati diri dan perbedaan status sosial atau profesi. Tato dukun sikerei, misalnya, berbeda dengan tato ahli berburu. Ahli berburu dikenal lewat gambar binatang tangkapannya, seperti babi, rusa, kera, burung, atau buaya. Tato juga dipakai oleh kepala suku (rimata) Selain
4

itu, bagi masyarakat Mentawai, tato juga memiliki fungsi sebagai simbol keseimbangan alam. Dalam masyarakat itu, benda-benda seperti batu, hewan, dan tumbuhan harus diabadikan di atas tubuh. Tato, juga dipakai pada seniman tato (sipatiti) . Tetapi, seiring dengan perkembangan zaman dan pengaruh media akhirnya stigma mengenai tato (bahwa tato=penjahat, kriminalitas, dan lain-lain) mulai berkurang. Karena masyarakat sendiri yang menilai bahwa tato tidak selamanya seperti itu. Perubahan nilai terhadap tato ini sangat dipengaruhi juga karena konstruksi kebudayaan yang dianut oleh masyarakat. Kita harus memperhatikan konteks yang ada pada zaman ini. Tato tradisional mungkin menjadi sesuatu yang bersifat religius dan magis karena gambar yang digunakan berupa simbol-simbol yang terkait dengan alam dan kepercayaan masyarakat. Kemudian ada suatu masa ketika tato tersebut menyandang stigma yang negatif. Seperti pada kelompok Yakuza di Jepang, mereka menggunakan horimono (tato tradisional Jepang) pada tubuhnya. Karena organisasi Yakuza ini sering terlibat dengan hal-hal kriminal (seperti perjudian, narkoba), maka masyarakat terkonstruksi untuk melihat tato sebagai hal yang negatif. Lain halnya dengan perkembangan tato saat ini. Masyarakat mulai memahami tato sebagai simbol-simbol ekspresi seni dan sebagainya sehingga pemakaian tato lebih cenderung ke arah populer. Berawal dari pemberontakan terhadap stigma negatif, memang, namun hal ini dapat dipandang sebagai counter culture yang memberi perubahan dan variasi dalam kehidupan masyarakat. Dilihat secara artistik, tato memang memiliki fungsi estetika. Tato dipandang sebagai wujud ekspresi seni. Meski begitu, bagi orang Mentawai atau Dayak, tato tetap memiliki fungsi sosial bukan hanya sebagai ekspresi seni tetapi fungsi religi dan politik (yaitu untuk menunjukkan kedudukan sosialnya ). Perubahan dalam budaya material seringkali dianggap memiliki karakter progresif. Sedangkan dalam arena budaya non material, seperti pengetahuan, kepercayaan, norma dan nilai seringkali tidak menggunakan standar yang umum. Seperti pemaknaan tato yang sebenarnya juga tergantung pada interpretasi dari individu itu sendiri. Tato yang pada awalnya hanya digunakan sebagai simbol kekuasaan dan kedudukan sosial,sampai akhirnya tato dijadikan sebagai tren fashion. Jadi, penilaian bahwa tato itu baik atau buruk tergantung dari kondisi sosial yang ada. Fungsi sosial tato pada masyarakat tradisional dengan masyarakat urban juga berbeda. Bila pada masyarakat tradisional, tato memiliki fungsi religius politis, tetapi pada masyarakat urban fungsi tato lebih cenderung ke art. Karena tato adalah seni dan itu terlepas dari apakah tato memiliki unsur religius-magis atau tidak, yang jelas itu semua tergantung pada interpretasi masyarakat atas pemaknaan tato.
5

Tato dalam pandangan kesehatan (medis) Tato amatir Jenis ini biasanya dibuat secara pribadi atau oleh teman dengan menusukkan tinta, arang kayu, atau debu ke bawah kulit dengan menggunakan peniti. Biasanya, karena dilakukan pada lingkungan yang kurang bersih dan dengan pigmen yang tidak standar, risiko infeksinya juga lebih besar. Infeksi Apapun jenis tatto galery yang Anda gunakan, semuanya memiliki risiko. Risiko yang paling serius adalah infeksi yang bersifat mengancam kehidupan seperti HIV atau hepatitis C. Infeksi ini berasal dari jarum yang tidak bersih. Selain itu, bisa juga menimbulkan infeksi yang memicu penyakit kulit. Reaksi alergi Selain infeksi, tatto galery juga bisa menimbulkan alergi akibat pigmen yang digunakan, khususnya pigmen merah. Di samping itu, bisa juga menimbulkan reaksi peradangan dan luka pada jaringan sebagai reaksi terhadap pewarna atau komponen besi yang dimasukkan ke dalam kulit. Kadang-kadang juga bisa menyebabkan dermatitis. Tato yang bersifat sementara juga berisiko Pembuatan tato dengan henna merupakan alternatif dari tattoos places permanen. Akan tetapi, bukan berarti tattoos galery ini bebas dari reaksi alergi. Jika hendak menggunakan henna, pastikan Anda tidak menggunan henna hitam atau biru. Warna hitam seringkali nerasal dari aspal cair yang bisa memicu reaksi alergi kronis. Pada dasarnya, henna dari tumbuhan hanya diterima oleh FDA untuk mewarnai rambut, bukan untuk menghias kulit. Risiko pengangkatan tato Reaksi alergi

Laser akan memecah pigmen tattoos galery dan meningkatkan risiko alergi. Teknik laser biasanya menimbulkan bekas lepuhan. Tapi, bekas lepuhan ini akan membaik seiring dengan perawatan selanjutnya.

Bekas luka Tidak semua tattoos places bisa diangkat dengan sempurna. Pemindahan tato dengan laser seringkali menimbulkan goresan bekas luka. Membuat lukisan tato di tubuh adalah tradisi Barat buan tradisi masyarakat kita bahkan diharamkan oleh ajaran agama kita, kata Ali Shaleh. Bertato adalah ikut-ikutan secara membabi buta tradisi orang lain. Para pendidik harus bisa menyadarkan para remaja, kata Zakiah Jamal. Seorang dokter wanita negeri kaya minyak itu mengingatkan para remaja akan dampak kesehatan bagi kulit yang dimasukkan tinta tato. Selain itu, alat tato bisa memindahkan penyakit berbahaya seperti hepatitis B, C dan juga virus AIDS, kata Dr. Saidah Tato dalam pandangan Islam (fiqh) : : ( 3] (] Dari Abdullah (bin Masud) radhiyallahu 'anhu beliau mengatakan: Allah Subhanahu wa Taala melaknati perempuan-perempuan yang mentato dan yang minta ditato, yang mencabut/mencukur rambut (alis), dan yang mengikir giginya untuk memperindah. Perempuanperempuan yang mengubah ciptaan Allah Subhanahu wa Taala. Abdullah radhiyallahu 'anhu mengatakan: Mengapa aku tidak melaknati orang yang dilaknati Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sementara hal itu juga ada dalam Kitabullah: Dan apa yang Rasul bawa untuk kalian maka terimalah. (Al-Hasyr: 7).
7

: Evf40 4] ] Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda: Allah Subhanahu wa Taala melaknati wanita yang menyambung rambutnya, dan yang meminta untuk disambungkan, wanita yang mentato dan meminta ditatokan. Dari hadis tersebut para fuqoha memformulasikan hokum tato, baik pembuatan dan dampak hukumnya. Karena tinjauan hokum tato bukan hanya menyangkut aspek pembuatan, akan tetapi juga dampak hokum setelahnya yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah, utamanya dalam syarat sah shalat, seperti mandi wajib dan wudhu. Para ulama fiqih mengemukakan bahwa hukum mentato diri adalah haram. Alasan yang paling kuat keharaman mentato adalah karena merupakan salah satu cerminan dari ketidakpuasan atas penciptaan Allah atas dirinya. Sehingga mentato diri adalah salah satu bentuk perbuatan mengubah ciptaan Allah (taghyir al khalq). Apalagi tato sangat dekat dengan budaya orangorang fasik, seperti pencuri, perampok, dan lain sebagainya. Melihat mayoritas gambar yang menjadi motif tato berbentuk hewan, seperti ular, burung, kupukupu dan lain sebagainya. Maka ada alas an lain mengharamkan tato yaitu karena menggambar (tashwir) hewan adalah salah satu tindakan yang dilarang oleh agama, walaupun ada khilaf ulama di dalamnya. Akan tetapi mengingat taklif Ilahi adalah orang yang mukallaf (sudah baligh dan berakal), maka hokum haramnya tato disini tidak mengena pada orang-orang yang tidak mukallaf. Anak kecil yang belum baligh dan orang gila, tidak dibebankan keharaman membuat tato. Tentunya keharaman membuat tato dibebankan pada pelakunya. Yang menjadi persoalan hukum bagi pengguna tato adaah ketika tato disinggungkan dengan ibadah, seperti shalat. Berbagai model tato yang digunakan, tinjauan dalam penetapan hukumnya juga berfariasi. 1. Untuk tato yang bersifat permanent seumur hidup dimana pembuatannya

dengan cara memasukkan tinta dengan jarum yang ditusukkan kedala kulit model seperti ini relative sulit dihilangkan. Proses memasukkan jarum ketika memasukkan tinta kedalam kulit menyebabkan tinta yang masuk bercampur dengan darah yang keluar sebelum tinta
8

itu mengendap di dalam kulit di dalam kulit. Pada akhirnya proses semacam ini akan menyebabkan tinta yang dimaksudkan berhukum mutanajjis (terkena najis). Dampaknya cukup fatal terhadap sah dan tidaknya ibadah, utamanya shalat. Sebab, sesuai dengan syarat shalat yang diharuskan suci dari najis, maka tidak sah shalatnya orang yang mempunyai tato permanent. 2. Lain halnya dengan tato temporer yang sifatnya sementara. Zat warna yang dipakai untuk tato temporer tidak menembus kulit. Model seperti ini bisa hilang setelah beberapa tahun, atau dihilangkan. Tinjauan fikihnya, walaupun tidak mutanajjis, tentunya tato seperti ini akan menjadi penghalang sampainya air pada kulit ketika bersuci, seperti mandi wajib dan wudhu. Maka mandi dan wudhunya tidak sah. Hal ini juga berimplikasi pada ketidaksahan shalat, kaena suci dari dua hadast (dengan bersuci) menjadi syarat dari ke-sah-an shalat. Wajibkah tato dihilangkan? Ketika tato sudah divonis haram, apakah wajib dihilangkan jika sudah terlanjur dibuat? Dalam hal ini, Al Bujairami memberikan beberapa penafsiran dengan meninjau kasus dan keadaan. Apabila tato dibuat sebelum terkena taklif , seperti ketika masih kecil atau gila, maka tidak wajib menghilangkannya secara mutlak. Begitu pula jika tato dibuat karena ada tujuan, atau ada hajat yang mendorong untuk itu. Akan tetapi ketika hajatnya sudah selesai maka harus dihilangkan. Beda halnya jika tato dibuat ketika sudah terkena taklif , maka wajib menghilangkannya, bisa dengan obat atau yang lain. Kecuali jika proses menghilangkannya sulit dan harus melukai tubuh, dan jika lukanya mengakibatkan dharar yang nampak sehingga diperbolehkannya melakukan tayamum ketika bersuci, tato itu tidak wajib dihilangkan. Mengenai shalatnya, dihukumi sah, asalkan betul-betul sudah taubat. Pendapat Al-Imam An-Nawawi Beliau rahimahullahu mengatakan: Kalau mungkin dihilangkan dengan pengobatan maka wajib dihilangkan. Jika tidak memungkinkan kecuali dengan melukainya di mana dengan itu khawatir berisiko kehilangan anggota badannya, atau kehilangan manfaat dari anggota badan itu, atau sesuatu yang parah terjadi pada anggota badan yang tampak itu, maka tidak wajib menghilangkannya. Dan jikalau bertaubat ia tidak berdosa. Tapi kalau ia tidak mengkhawatirkan sesuatu yang tersebut tadi atau sejenisnya maka ia harus menghilangkannya. Dan ia dianggap bermaksiat dengan menundanya. Sama saja dalam hal ini semua, baik laki-laki maupun wanita.[5]

Pendapat Ibnu Hajar Ibnu Hajar rahimahullahu mengatakan: Membuat tato haram berdasarkan adanya laknat dalam hadits pada bab ini, maka wajib menghilangkannya jika memungkinkan walaupun dengan melukainya. Kecuali jika takut binasa, (tertimpa) sesuatu, atau kehilangan manfaat dari anggota badannya maka boleh membiarkannya dan cukup dengan bertaubat untuk menggugurkan dosa. Dan dalam hal ini sama saja antara laki-laki dan wanita. [6] Demikian hokum tato dari pembuatan sampai dampaknya atas ibadah. Oleh sebab itu, perlu pertimbangan lebih jauh bila ingin membuat tato, agar tidak menyesal dikemudian hari. Karena tidak seperti membuatnya, proses menghilangkannya akan lebih sulit.

Simpulan Berdasarkan penjelasan di atas dapat kita simpulkan : 1. 2. Mentato tubuh, permanen ataupun temporer, hukumnya haram. Berdasarkan Wudhu dianggap sah jika terpenuhi syarat dan rukunnya, diantaranya adalah

dalil-dalil diatas. sampainya air ke anggota wudhu, Jika tato (bahannya) menghalangi hal tersebut maka tidak sah shalatnya. Jika tato tersebut tidak berada pada anggota wudhu, pada akhirnya proses tato itu sendiri akan menyebabkan tinta yang dimaksudkan berhukum mutanajjis (terkena najis). Karena proses memasukkan jarum ketika memasukkan tinta kedalam kulit menyebabkan tinta yang masukbercampur dengan darah yang keluar sebelum tinta itu mengendap di dalam kulit di dalam kulit, Dampaknya cukup fatal terhadap sah dan tidaknya ibadah, utamanya shalat. Sebab, sesuai dengan syarat shalat yang diharuskan suci dari najis, maka tidak sah shalatnya orang yang mempunyai tato permanent. 3. 4. 5. Dalam hal mandi besar (jinabah), sama halnya dengan masalah wudhu diatas. Dalam ilmu kedokteran, merajah tubuh didefinisikan sebagai tindakan sengaja Risiko lainnya adalah kemungkinan buruk yang ditimbulkan oleh jarum tato.

yang berpotensi menimbulkan kelainan pada kulit. Karena sering digunakan berkali-kali, sehingga berpeluang terkontaminasi bibit penyakit jadi lebih leluasa menular. Dan penularan jadi lebih efektif karena jarum kerap menusuk hingga ke pembuluh darah serta jaringan saraf.
10

6.

Begitu pula halnya dengan tinta tato. Umumnya yang banyak beredar di pasaran,

tinta itu dibuat dari bahan kimia yang patut dikelompokkan ke dalam unsur logam berat, seperti arsenik, mercury, perak, emas, dan bismuth, yang berbahaya buat kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA 1. Soemardjo, Jacob. 2000. Filsafat Seni. Bandung, ITB Press hal. 15 2. Adik Kurniawan, Islam de Medicine. Cet. 1 , yogyakata, Pinus hal. 137 3. Shahih, HR. Al-Bukhari no. 5931. Lihat takhrij-nya dalam kitab Adabuz Zifaf hal. 203 dan Ash-Shahihah no. 2792 karya Al-Albani rahimahullahu 4. Shahih, HR. Al-Bukhari no. 5933 dan dari sahabat Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma no. 5937 5. Syarh Shahih Muslim, 14/332. Dinukil pula ucapan ini dan disetujui dalam kitab Aunul Mabud, 11/225, dan Nailul Authar, 6/228 6. Shahih, HR. Al-Bukhari 10/372

11

Anda mungkin juga menyukai