Anda di halaman 1dari 2

Setelah membaca dan diskusi tentang ”Keamanan Selat Malaka” yang dilaksanakan

tanggal 18 September 2008 oleh Kabadiklat di Pusdiklatjemen,saya memberikan


sumbang saran terkait permasalahan diatas antara lain :

Pernyataan dari tiga Negara yaitu Indonesia ,Malaysia,dan Singapura pada tanggal
16 Nopember 1971 ada 5 point bahwa ketiga Negara sepakat untuk melindungi atau
mengawasi Route Pelayaran secara bersama-sama tentang kesepakatan Traffic separation
scheme (TSS) di selat tersebut harus ditujukan untuk menjaga keselamatan ketiga negara
pantai tanpa melupakan kepentingan kapal yang lewat. Selama ini untuk mencari
kedalaman air 23 meter, bagi kemungkinan lewatnya kapa-kapal tangki yang bersarat 19
meter bisa lewat dengan aman diselat tersebut , Indonesia mengusulkan agar dibatasi
sampai maksimum 19 meter sama dengan kapal tangki yang berukuran sekitar 200 ribu
dwt dari pihak Singapura soal sarat kapal diserahkan kepada Nakhoda kapal yang
tentunya tidak ingin melihat kecelakaan terjadi atas kapalnya.Dengan kandasnya kapal
tangker bernama Showa Maru yang berukuran lebih dari 237 ribu dwt diperairan
Indonesia di selat Singapura pada 6 januari 1975,kapal ini telah menumpahkan lebih dar
7.500 ton minyak mentah. Indonesia dan Malaysia merasa prihatin yang mendalam atas
masalah ini dan kekhawatiran itu mulai timbul berkaitan dengan efektifitas dari usaha –
usaha Tripartit yang kelihatannya berjalan lamban. Beberapa orang Indonesia mulai
berpikir apakah jalan bilateral sesunguhnya tidak lebih baik untuk mengatasi hal itu,jika
langkah bilateral dianggap sangat perlu dan harus dilakukan, langkah atau jalan unilateral
perlu dipertimbangkan ,dari kejadian tersebut pada 19-21 Mei 2004 diadakan seminar
mengenai Maritime Security in East Asia yang berkaitan dengan bajak laut atau
perompakan di Asia Tenggara dan tidak atau kurang mendapat perhatian dari Indonesia
dan Malaysia artinya masing –masing Negara mempunyai kepentingan untuk mengarah
lebih baik lagi dari pihak indonesia bersepakat untuk bekerjasama dalam penegakkan
hukum dan kedaulatan atas selat malaka dengan membentuk coordinate patrol, bahwa
patroli keamanan laut tidak boleh memasuki laut wilayah negara lain dalam pelaksanaan
hot pursuit dengan mengejar penjahat sesuai pasal 111 ayat (3) Konvensi HUKLA 1982
Indonesia bersedia dari coordinate patrol menjadi Joint Patrol yang memungkinkan para
penegak hukum negara tetangga termasuk angkatan lautnya bisa memasuki laut wilayah
Negara tetangga lainnya. Dari masalah-masalah Keamanan Selat Malaka, saya
menyarankan antara lain :
1. Perlunya koordinasi Keamanan yang berlanjut dan terus menerus untuk
menjamin Pelayaran Internasional dapat aman dengan memperhatikan biaya
operasional ditanggung bersama.

2. Meningkatkan kembali perhatiannya terhadap kebijakan


Politik,hukum,pertahanan dan keamanan yang saling menguntungkan bagi ketiga
negara.

3. Ketentuan-ketentuan yang sudah disepakati hendaknya saling


menguntungkan .

Demikian sumbang saran yang dapat saya tulis ,mudah-mudahan dapat


bermanfaat dan berguna bagi yang membacanya, terimaksih
Jakarta, 22 September 2008
Peserta Suspimjemenhan III

Letkol Marinir M.Supriyatna Nrp.9886/P

Anda mungkin juga menyukai