Anda di halaman 1dari 30

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

MENJAUHI PELAKU BIDAH

KATA PENGANTAR Ciri paling menonjol dari keistimewaan aqidah Islam adalah dipegang teguhnya AlQur'an dan sunah serta dijaganya kemurnian Islam darl hal-hal yang mengotorinya. Salah satu racun yang merasuki aqidahini adalah bid'ah. Pengaruh dan penyesatan bid'ah terhadap aqidah akan terus berjalan dengan berbagai bentuk sesuai dengan perkembangan zaman, sesuai dengan penerapan syari'at Islam. Agar tidak timbul kerusakan di muka bumi dan tindak kesesatan aqidah, agar sunah Allah dan rasul-Nya tetap bersih dari kotoran, suci dari pengaruh syahwat dan hawa nafsu, maka kita harus selalu waspada terhadap setiap bentuk ajaran baru (bid'ah) dari manapun. Sejak awal, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah mengingatkan: "Barangsiapa mengada-adakan sesuatu yang baru dalam agama ini, maka ia tertolak." (HR. Bukhari Muslim). Wajiblah kita menjauhi bid'ah dan para pelakunya agar selamat hidup kita, di dunia maupun akhtrat. Untuk itu, kita harus memperkokoh dinding pembatas dengan mereka serta mengkaji Islam secara total. Bagaimanakah syari'at Islam mencegah berbagai pengaruh dari pelaku dan pembuat bid'ah? Buku ini siap memberikan jawabnya. Selamat menyimak. Penerbit

http://www.akhirzaman.info/

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI PENDAHULUAN TUJUAN MENJAUHI BID'AH MACAM-MACAM HIJRAH KAIDAH-KAIDAH DALAM HIJRAH A. Syarat Hijrah Syar'i B. Sifat-sifat Hijrah C. Kedudukan Hijrah dalam Aqidah DALIL-DALIL DARI AL-QUR'AN SUNAH, DAN IJMA' A. Penjelasan dari Al-Qur'an B. Penjelasan dalam Hadits C. Penjelasan dalam Ijma HIJRAH PARA SAHABAT DARI PELAKU BID'AH KETENTUAN HIJRAH DALAM SYARI'AT HUKUMAN ORANG YANG BERKAWAN DENGAN PELAKU DAN PENCINTA BID'AH KEWASPADAAN DARI TERSEBARNYA BID'AH

http://www.akhirzaman.info/

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

PENDAHULUAN Segala puji bagi Allah, Tuhan sernesta alam. Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, Dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad itu utusan Allah. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya. Orang-orang yang mengikuti beliau akan terbebas dari apa yang beliau khawatirkan atas umatnya, dalam haditsnya: Bergembiralah dan optimislah dengan apa yang menyenangkan kalian. Demi Allah, aku tidak mengkhawatirkan kalian dengan kemiskinan dunia, akan tetapi aku justru khawatir dengan kelapangannya sebagaimana yang diberikan kepada orang-orang sebelum kalian. Mereka bersaing untuk memperebutkannya hingga binasa karenanya dan kalian pun binasa sebagaimana mereka."1) 1) Fathul Bari, 6/263. Globalisasi membuat banyak tetjadi kerancuan dan percampuran di kalangan kaum muslimin, baik dalam bidang budaya, agama, dan sebagainya. Orang-orang asing banyak terlibat dalam pengaburan faham yang dianut orang-orang Islam. Para penganut aliran sesat juga membawa penyakit perilaku bagi manusia dan akidahnya. Di sisi lain, banyak bangsa yang memusuhi umat Islam. Mereka berdatangan untuk menjarah, kemudian melumpuhkan umat Islam. Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: Aku tidak ragu, bahwa intervensi bangsa-bangsa terhadap kalian dari segala penjuru. Hampir saja bangsa-bangsa rnengeroyok kalian dari segala arah. 2) 2) Silsilah Shahihah, 956. Shahihul Jami' Shaghir. 8035 Menghilangnya pemuka-pemuka yang menguasai ilmu pengetahuan untuk beberapa waktu atau diamnya mereka dalam usaha menyadarkan umat akan akidahnya, kadangkadang disebabkan oleh kealpaan mereka. Mereka pergi belajar dalam keadaan lemah akidahnya untuk memantapkan aqidah para pemuda. Timbullah penghalang dan kendala dalam penanaman aqidah salaf dan pengikatnya dalam alam pikiran umat. Sebab-sebab bergejolaknya umat Islam dengan gejolak yang keras terangkum dalam dua hal: 1. Hancurnya dinding pembatas (al-wala' wa al-bara) antara orang Islam dengan orang kafir, antara ahlus sunah dengan ahlul bid'ah. Dinding pembatas tersebut dinamakan alhaajizun nafsi (pertahanan jiwa). Dinding pelindung dan pemisah tadi rusak, hancur oleh slogan menyesatkan yang dikemas dengan istilah-istilah toleransi, kasih sayang, perdamaian mengenyah, penyimpangan dan fanatisme, demi hak asasi manusia, dan masih banyak lagi kata mentereng yang membuai manusia sehingga lalai akan bahaya yang mengancam dirinya. Itulah bentuk-bentuk lobi tendensius yang merusakkan pemuda Islam. 3

http://www.akhirzaman.info/

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

2.

Ketidaktahuan atau kebutaan umat Islam terhadap Islam. Umat Islam lepas dari ikatannya, terpecah-belah, dan jatuh tanpa nilai karena gangguan mereka. Rongrongan orang-orang kafir menjadikan kaum muslimin menyimpang dan dangkal pemikirannya. Mereka kehilangan keseimbangan hidup, sandaran kemasyarakatan kegotongroyongan, kemaslahatan, dan dalam aqidah Islamiyah. Semua itu membawa nilai yang menjadikan cacat atau aib serta keraguan. Selanjutnya, muncullah pandangan yang rusak dan kesadaran yang lemah. Pengagum dan pengumbar hawa nafsu mendapatkan lapangan yang luas untuk menyebarkan bid'ah dengan berbagai bentuknya, hingga bid'ah itu berada di tangan orang yang memungutnya. Itu merupakan peribadatan baru yang tidak ada dasar hukumnya. Ia keluar dari ketetapan ibadat menurut Al-Qur'an dan hadits.

Bid'ah merupakan penjerat leher, sumber kesesatan, dan penyebar kerusakan di muka bumi. Karenanya nafsu berlarian, berkejar-kejaran, dan berlomba-lomba dari generasi ke generasi, kaum demi kaum. Ribuan kaum muslimin di kota-kota, rumah-rumah, dan perkampungan-perkampungan, semuanya yakin adanya taktik menipu, seperti sesuatu di luar Islam dikatakan dari Islam padahal Islam menghapusnya. Pada sisi lain, ada api bahaya tempat orang-orang Islam bergulir dalam panasnya dan meneguk kepahitannya. Pengumbaran hawa nafsu itu berkisar di wilayah Islam atau di sebagian negara Islam. Kehinaan mereka tertimbun, bid'ah mereka tertutup, namun ada di antara mereka yang kembali kepada hidayah dan petunjuk Allah. Di balik itu ada aliran yang berusaha menghancurkan pertahanan jiwa dan mempersubur kebutaan umat akan pengetahuan agama, baik secara nampak maupun tersembunyi. Misi mereka itu saat ini tidak lagi tertutup dari mata yang memandang. Dalam keadaan yang demikian, atau setiap terjadinya peristiwa ini, biasanya ada sebagian orang Islam yang memperingatkan, bahkan meyelamatkan mereka dengan berbagai cara dan metode syar'iyah yang mampu mencegah berlanjutnya bid'ah. Mereka itu biasa disebut mujadid atau kaum pembaharu yang berdiri tegak melaksanakan kewajiban dakwah kepada Allah, mengajak manusia bersama Sang Pencipta, Allah Subhanahu wa Ta'ala, atas dasar kesadaran, pengamatan, dan penelitian tentang agama. Mereka juga berusaha membebaskan daerah Islam dari pengaruh-pengaruh bid'ah dan khurafat serta hawa nafsu yang menimbulkan kesesatan dengan memperkuat aqidah salaf, aqidah orang-orang terdahulu, yaitu aqidah istimewa di bawah sinar Al-Qur'an dan sunah dalam jiwa umat Islam. Ciri paling menonjol dari keistimewaan aqidah Islamiyah adalah dipegang teguhnya AlQur'an dan sunah serta dijaganya kemurnian Islam dari hal-hal yang mengotorinya. Dalam kenegaraan, hal tersebut dapat kita tempuh dengan jalan memegang kekuasaan, kemudian menerapkan kaidah syar'i sesuai dengan apa yang telah ditetapkan. Dengan demikian, kita akan dapat menghalau pelaku bid'ah dengan memberi peringatan. Apabila tidak mengindahkan peringatan itu, mereka dihukum sesuai dengan tingkat kejahatannya. Perbuatan ini, selain bermanfaat bagi si pelaku bid'ah, juga mengamankan orang lain dari pengaruh mereka. Perlakuan ini dapat memperbaiki mereka, menunjukkan mereka ke jalan yang benar dalam hidayah Allah Subhanahu wa Ta'ala, serta mengembalikan mereka dari jurang bid'ah, tempat mereka hilang dalam memperkuat ketahanan dinding pemisah antara sunah dan bid'ah dan pertahanan antara kelompok suni dan bid'i. Mereka juga mencegah orang-orang yang melakukan bid'ah dan bid'ah mereka. http://www.akhirzaman.info/ 4

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

Agar tidak timbul kerusakan di bumi dan tidak tersebar kesesatan akidah, agar sunah Allah dan Rasul-Nya tetap bersih dari kotoran, suci dari pengaruh syahwat, dan hawa nafsu, maka kita harus selalu waspada dari setiap bentuk ajaran baru dari mana pun. Kalau kelihatan tidak cocok dengan Al-Qur'an dan sunah, harus segera kita halau. Pengaruhpengaruh bid'ah dan penyesatan aqidah inl akan terus berjalan dengan berbagai bentuk sesuai dengan perkembangan zaman, sesuai dengan penerapan syariat Islam. Untuk itu kita harus tetap menampakkan kebenaran sunah dengan melakukan dakwah kepadanya, memberikan petunjuk, nasihat, dan sebagainya sebagai tanggungjawab umat terhadap sesamanya atas dasar tawaashau bil haqqi wa tawaashau bishshabr. Menyadarkan pelaku bid'ah untuk menjalankan syariat Islam sesuai dengan ilmu fiqih merupakan perkara besar. Ia merupakan pokok dari kewajiban amar ma'ruf nahi mungkar dan pokok dari aqidah yang berdasarkan Al-Qur'an dan sunah serta ijma' ulama. Kami telah melihat tanda-tanda dalam kitab aqidah salaf, dialah aqidah ahlus sunah wal jama'ah. Semua ini di bawah kekuasaan aqidah yang besar seperti al wala' wal bara' yang menuntut cinta dan benci hanya karena Allah. Dialah pokok ajaran agama yang dengannya muncul ruh peribadatan. Hukum syara' ini digunakan oleh kaum salaf untuk bermuamalah dengan ahli bid'ah dan pengumbar nafsu. Banyak majalah yang berkaitan dengan itu, antara lain Ar-Riwayah dan Asy-Shahadah. Shalat mereka, pengangkatan wali yang memegang keadilan seperti imam dan hakim, dan kewaspadaan mereka dari bid'ah mereka tiada pegangannya. Cara menghukum mereka adalah dengan menyingkirkan mereka dari yang lain seperti yang kami lihat dalam kitab sunah dan aqidah yang terhimpun dalam Ushulul Islam bid-Dar'il Bida' anil Ahkaam (Pokok-pokok Ajaran Islam untuk Menghindarkan Bid'ah dari Hukum). Uraian dalam risalah ini khusus tentang pencegahan terhadap pelaku bid'ah dan pembuat bid'ah dalam agama karena pentingnya pembedaan dan pencegahan serta adanya permintaan untuk membahasnya. Pada umumnya ia menjadi sunanul mahjurah atau caracara yang dijauhkan dalam isi pokok mukadimah ini. Oleh karena itu, saya berpendapat bahwa mengistimewakan risalah ini sangat tepat untuk menghidupkan sunah dan menyebarkannya secara syar'i dalam situasi dan kondisi yang tepat. Juga untuk menjaga pelaku dan pencipta bid'ah atas kehormatannya sebagai orang Islam. Bid'ahnya diungkap dengan mensifatkan ia sebagai pencipta bid'ah sebelum ia mengkafirkan dengan kata-kata bid'ah takdir, dan baha'. Risalah ini dimaksudkan pula untuk melindungi Ahlus Sunah wal Jama'ah, bagaimana bid'ahnya, cara masuknya ke dalarn barisan mereka, dan lain-lainnya yang harus disetujui oleh kaum muslimin. Berkatalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam penjelasannya tentang wajibnya memberi nasihat demi kebaikan Islam dan muslimin: "Seperti halnya para pemimpin bid'ah mengeluarkan pendapat yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan sunah, maka penjelasan tentang perkara mereka dan kewaspadaan umat terhadap mereka (ahli bid'ah) adalah wajib menurut kesepakatan orang-orang Islam. Dikatakan oleh Imam Ahmad bin Hambal bahwa orang yang berpuasa, shalat, dan beriktikaf lebih Anda senangi daripada orang yang membicarakan ahli bid'ah. Selanjutnya Imam http://www.akhirzaman.info/ 5

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

Ahmad berkata, kalau orang itu shalat dan beriktikaf hanya untuk dirinya sendiri, lalu berbicara tentang ahli bid'ah, maka tidak lain ia membicarakan kepentingan umat. Ini lebih utama. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa perbuatan tersebut bermanfaat untuk umum atau untuk umat Islam. Dalam ajaran Islam digolongkan sebagai jihad fi sabilillah. Pelanggaran atau perbuatan yang berlawanan dengannya merupakan musuh, yang melawannya adalah fardhu kifayah menurut persetujuan umat Islam. Kalau Allah tidak berkehendak mengangkat bahaya itu, tentulah agama akan rusak. Kerusakannya lebih besar daripada kerusakan yang ditimbulkan oleh musuh dalam peperangan. Dalam peperangan, orang yang menang tidak merusak hati orang yang kalah. Tidak pula merusak agama kecuali menurut kehendaknya. Adapun ahli bid'ah merusak hati sejak awal." Hal tersebut akan Anda lihat dalam risalah ini. Ia terkumpul dalam sejumlah hukum hijrah syar'i (menjauhi orang-orang kafir, para pencipta bid'ah yang sesat, dan pelanggar larangan yang berbuat maksiat secara terang-terangan berdasarkan hukum Islam). Semuanya akan menjadi rangkaian pembicaraan yang nuqul tentang hijratul mubtadi' (menjauhi pelaku bid'ah karena bahayanya sangat besar). Sedikit banyak sudah diterangkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Berikutnya akan muncul berbagai pandangan dan pendapat yang berkaitan dengan judul buku ini. Garis besar permasalahan yang akan diuraikan dalam risalah ini adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Tujuan Islam menjauhi bid'ah Macam-macam hijrah Syarat-syarat hijrah Sitat-sifat hijrah Kedudukan hijrah dalam aqidah Dalil-dalil Al-Qur'an, sunah, dan ijma' Perlakuan para sahabat dan orang-orang sesudah mereka terhadap pencipta dan pelaku bid'ah. 8. Ketentuan hijrah dalam hukum syara' 9. Hukuman orang yang berkawan dengan pelaku dan pencipta bid'ah. IO. Kewaspadaan dari tersebarnya bid'ah. Ya Allah, berikanlah kepada kami rezeki dan hidayah yang bertujuan serta jauhkanlah kami dari kemungkaran akhlak, hawa nafsu, dan berbagai penyakit. TUJUAN MENJAUHI BIDAH Keuntungan menjauhkan diri dari pelaku bid'ah atau pembuat bid'ah amatlah banyak. Ada pemegang syari'at yang berkaitan dengan aqidah kembali kepada orang yang dijauhkan atau dikucilkan dari umat Islam. Menurut Al-Qur'an dan sunah Rasul hukuman bagi pelaku bid'ah dan orang yang mengikuti hawa nafsu adalah dikucilkan dari khalayak ramai. Tujuannya bermacammacam, antara lain: 1. Hukuman zajer, adalah hukuman syar'i untuk orang yang dikucilkan (mahjur). Hukuman tersebut digolongkan jenis jihad di jalan Allah karena bertujuan agar nama Allah serta ajaran-Nya tetap dijunjung tinggi, dan amar ma'ruf nahi mungkar http://www.akhirzaman.info/ 6

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

dilaksanakan sebagai jalan untuk bertaqarub kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan keharusan mencintai-Nya. 2. Mernbangkitkan jiwa umat Islam dari jatuhnya mereka dalam bid'ah atau membukakan tabir bagi mereka bahwa ajaran yang tidak sesuai dengan Al-Quran dan sunah adalah bid'ah dan sesat. Untuk itu umat Islam diajak kembali kepada tuntunan Al-Qur'an dan sunah. 3. Mencegah dan menghalangi meluasnya ajaran bid'ah tersebut. 4. Merendahkan pelaku bid'ah dan menghukumnya agar ajaran bid'ahnya melemah. Ia boleh disingkirkan karena akan tetap seperti serigala dalam guanya. Apabila kita tetap bergaul dan berkumpul dengan pelaku dan pembuat bid'ah, tetapi meninggalkan gagasan dan ajarannya, maka ini merupakan pelenyapan secara umum, harus kita lihat situasi para jamaah dengan menetapkan pencegahan secara sehat yang bertujuan demi kebaikan. Imam Syatibi menukilkan beberapa hadits tentang penghargaan atau pemuliaan pelaku bid'ah, ia berkata: "Sesungguhnya memberi kedudukan, dalam arti memuliakan, sudah jelas merupakan pengagungan atas bid'ahnya. Kita telah mengetahui bahwa agama telah memerintahkan agar umat Islam membendung dan menghalangi, merendahkan dan menghinakannya dengan sesuatu yang lebih keras dari ini, seperti memukul atau membunuh. Mengharagai pelaku bid'ah merupakan penghalang amalan dalam ajaran Islam, terutama dalam segi aqidah. Menerima yang bertentangan merupakan pengingkaran hukum Islam." Memuliakan ahli bid'ah mempunyai dua arti kerusakan yang membawa kehancuran terhadap umat Islam: a. Perhatian masyarakat dan orang-orang jahil terhadap pengagungan itu. Mereka yakin bahwa pelaku bid'ah itu adalah orang yang paling utama. Apa yang ada padanya lebih baik daripada apa yang ada pada orang lain. Ini menyebabkan pengikut bid'ah selalu setia dan jauh dari ahlu sunah wal jama'ah. b. Bila ahlul bid'ah diagungkan karena bid'ahnya, ia menjadi seorang perayu yang lembut untuk pengembangan bid'ahnya pada setiap hal. Bila demikian, hiduplah bid'ah dan matilah sunah; dan itulah bukti hancurnya Islam secara nyata. 5. Menjamin sunah dari keburukan bidah. Wahai Saudaraku, saya telah memikirkan sebab yang mengeluarkan umat dari sunah dan jamaah, menjerumuskan mereka kedalam bidah, merusakkan hati mereka, serta menghilangkan sinar kebenaran dari pandangan mereka. Saya mendapatkan dua masalah. Pertama, adanya masalah yang monoton, tidak variatif dan banyaknya pertanyaan tentang sesuatu yang tidak bermakna. Kejahilannya tidak membahayakan bagi orang yang berakal. Fahamnya tidak akan bermanfaat bagi orang mukmin. Kedua, pergaulan dengan orang yang tidak memberi keamanan, bahkan hatinya rusak karena berkawan dengannya. http://www.akhirzaman.info/ 7

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

MACAM-MACAM HIJRAH Hijrah menghindarkan diri dari perbuatan bid'ah, dapat dikategorikan ke dalam tiga macam: 1. Hijrah diyanah atau hijrah keagamaan, yakni hijrah untuk hak Allah Subhanahu wa Ta'ala merupakan perbuatan orang yang bertakwa. Ia adalah hijrah dari perbuatan jelek kepada perbuatan baik, hijrah dari pelaku bid'ah atau pelaku maksiat. Jenis hijrah ini ada dua: a. Hijrah tark, yang berarti hijrah dari perbuatan jelek dan hijrah dari pelaku kejelekan yang membahayakan bila berkawan dengan mereka, kecuali ada keperluan penting atau ada kemashlahatan yang insidentil. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Dan perbuatan dosa tinggalkanlah." (QS al-Mudatsir 74:5) "Hindarilah mereka dengan baik." "Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan meryadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zhalim itu sesudah teringat (akan larangan itu)." (QS al-An'am 6:68) "Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al-Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pernbicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam jahanam. (QS an-Nisa' 4:140) Sabda Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam: "Orang yang hijrah ialah yang menghindari apa yang dilarang Allah atasnya."

http://www.akhirzaman.info/

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

b. Hijrah ta'zir, yaitu usaha untuk mengucilkan atau menghindari suatu hal yang dilarang oleh syara'. Bentuk kedua ini merupakan salah satu hukuman syara' bagi seorang muslim yang melakukan kejahatan dan melakukan bid'ah. Berdasarkan pandangan yang telah diadakan dalam ilmu syari'at, hijrah merupakan langkah yang tepat bagi pelaku kejahatan dan bid'ah. Dengan hijrah tersebut diharapkan mereka bertaubat dan kembali kepada Al-Qur'an dan hadits secara benar dan tepat. Bagian ini merupakan bahasan yang penuh berkah karena dalam risalah ini dijelaskan pokok-pokok dan hakikat aqidah Islamiyah yang menuntun umat Islam ke arah jalan yang benar sesuai dengan kehendak al-Qur'an dan hadits. Perintah dan ajakan dari risalah ini merupakan perintah untuk dilaksanakan dalam pokok pendidikan agama. Telah diadakan pula penyelidikan dalam al-Qur'an dan sunah mengenai aqidahdan tauhid. Peringatan tentang Orang Kafir Berkatalah Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah bahwa Thabari berkata, "Ka'ab bin Malik berasal dari Hajran. Ia menghindari orang-orang yang bermaksiat. Kepergiannya merupakan keharusan karena Hajran penuh dengan orang fasik dan pelaku bid'ah. Hajran tidak ditetapkan bagi orang kafir, sedang ia paling berat menghukum keduanya karena keduanya adalah ahli tauhid." Ibnu Bathal mengatakan: "Sesungguhnya Allah mempunyai hukum, di dalamnya terdapat kemaslahatan untuk hamba-Nya. Ia inengetahui hukum tersebut, maka wajib atas mereka patuh dan tunduk kepada perintah-Nya. Hal itu cenderung dikatakan sebagai ibadat walau maknanya tidak begitu jelas." Sebagian yang lain mengatakan: "Hajran memiliki dua martabat, yaitu Hajran dengan hati dan Hajran dengan lisan. Hajran berhati kafir; meninggalkan sifat persahabatan (kasih sayang), tolong menolong, bantu-membantu, terlebih lagi kepada lawan perangnya. Akan tetapi, tidak ada ketentuan untuk membicarakan Hajran karena tidak ada kekafiran yang menghalanginya. Berbeda dengan pelaku maksiat muslim, sungguh dia terhalang untuk membicarakannya. Oleh karena itu, bersekutulah orang kafr dan pelaku maksiat dalam ketentuan berbicara dengannya. Mereka patuh terhadap perintah untuk mengajak amar ma'ruf nahi munkar. Ketentuannya, antara lain meninggalkan pembicaraan yang tiada guna, berkawanlah dengan orang yang berbudi, dan sebagainya. Dikatakan pula oleh Nawawi bahwa orang Islam wajib menghindari orang kafir. Tanpa adanya ikatan terhadap apa yang telah dimaklumi dari pokok ajaran Islam secara umum, mereka dilarang berkawan dengan orang-orang kafir dan diperingatkan terhadap bahaya yang timbul akibat dari persahabatan dengan mereka. Orang Islam harus menyadari hal-hal kaum muslimin atas orang-orang kafir. Dalam hadits dari Abu Hurairah ra Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

http://www.akhirzaman.info/

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

Jangan kalian memulai salam kepada orang Yahudi atau Nashrani; jika kalian menjumpai salah seorang dari mereka di jalan, maka desaklah mereka kepada yang paling sempit," (HR. Ahmad dan Muslim) Masih banyak lagi nash, sunah, atau atsar salaf yang menerangkan larangan bagi orang Islam untuk berkawan dengan orang-orang kafir. 2. Hijrah untuk mencari kebaikan dalam perkara dunia, yaitu hijrah untuk hamba. Bahwa hijrah itu kurang dari tiga malam, dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh jamaah dari kelompok tertentu dari sahabat ra dengan sanad dalam kitab Shahihain dan lainnya. Syariat Islam tidak memberi rukshah (keringanan) terhadap jenis ini, yaitu memperkenankan hijrah lebih dari tiga hari seperti rukshah dalam memberi had (batas) pada selain istri yang lebih dari tiga kali (hari)." Ini adalah hijrah yang dilakukan oleh ayah terhadap anaknya, suami terhadap istrinya. Nabi pernah hijrah dari istri beliau selama satu bulan. Dalam hadits dari Anas Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah kalian saling menaikkan harga (menyuruh orang lain menawar lebih tinggi) di muka pembeli, dan jangan saling membenci, jangan saling iri hati (dengki) dan jangan saling membelakangi, dan jadilah hamba Allah sebagai bersaudara. Tidak dihalalkan bagi orang Islam memutuskan hijrah dari saudararnya lebih dari tiga malam." Hadits ini menjelaskan apa yang terdapat di balik pembatasan tiga hari atas larangan; Ia berkata: "Adapun hijrahnya terhadap anaknya dan suami terhadap istrinya, dan siapa ada dalam makna keduanya, maka tidak lebih tiga hari. Rasulullati Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah hijrah dari istri-istrinya satu bulan penuh. Pembahasan ini termasuk pembahasan yang halus dan memerlukan bahasa sastra. 3. Hijrah yang merupakan ketentuan hukum ta'zir bagt pelanggar hukum. Dalam ilmu flqih dibahas dalam bab Ta'zir (hukuman yang tidak ada ketentuannya dalam nash). KAIDAH-KAIDAH DALAM HIJRAH A. Syarat Hijrah Syar'i Hijrah syar'i atau hijrah menurut pengertian agama berarti melakukan hijrah untuk meninggalkan pelaku maksiat, bid'ah, dan fasik. Hijrah ini dihitung sebagat ibadah. Ibadah sendiri harus memenuhi dua rukunnya: 1. Ikhlas; ia adalah timbangan batin suatu amal. 2. Ittiba',mengikuti apa yang diketahui dan yang diajarkan. Ini adalah timbangan lahir. Pelaksanaan hijrah itu harus murni, tiada unsur yang membebani hati. Hijrah dari hawa http://www.akhirzaman.info/ 10

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

nafsu dapat menghilangkan keikhlasan. Hijrah atas perlawanan perintah akan membatalkan ittiba'. H. Sifat-sifat Hijrah Hal mendasar dalam hijrah adalah menghindari pelaku bid'ah secara total, membebaskan diri darinya dan dari mufradat-nya (kosa katanya). Kita harus menghindari mereka dalam berbagat hal: Tidak duduk bersama mereka Tidak bertetangga dengan mereka Tidak memulyakan atau mengagungkan mereka Tidak mengajak berbicara dengan mereka Tidak memberi salam kepada mereka Tidak mengucapkan bismillah untuk mereka Tidak bermanis muka kepada mereka dan tidak membaca buku-buku mereka Tidak mengajak mereka bermusyawarah Itulah sifat-sifat yang digunakan untuk membendung, menghindari, dan menjauhkan pelaku dan pembuat bid'ah, untuk mencapai maksud agama. C. Kedudukan Hijrah dalam Akidah. Para ulama menempatkan hijrah dari pelaku bid'ah dalam agama di bawah kaidah ikatan terbesar, yakni wala' wal bara'. Kaidah yang mulia ini dipahami oleh Ahlus Sunah wal Jama'ah sebagai cinta dan benci karena Allah. Oleh karena itu, mereka berkawan dengan wali-wali Allah dan memusuhi syaitan. Semua yang ada padanya, kebaikan atau kejelekan, didasarkan pada kaidah itu. Dalam hadits Anas ra Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: "Ada tiga perkara, barangsiapa mendapatkan tiga perkara itu ia akan mendapatkan kemanisan iman yaitu agar Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai olehnya daripada yang lain. Agar ia mencintai manusia dan tidak mencintainya hanya karena Allah. Dan ia benci untuk kembali kepada kekafiran seperti mereka enggan untuk dilempar ke neraka." Dari Abi Umamah ra, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa cinta karena Allah, benci karena Allah, memberi karena Allah, dan mencegah karena Allah, maka telah sempurnalah imannya." (HR. Abu Dawud) Yahya bin Mu'adz berkata, "Hakekat cinta karena Allah, ia tidak bertambah dengan kebaikan dan tidak berkurang dengan penyingkiran." Kaidah ini merupakan bentuk penyerahan keyakinan dalam Islam. Banyak nash yang mengatur masalah ini, baik sunah, atsar, serta kitab-kitab lain. http://www.akhirzaman.info/ 11

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

Orang yang paling bersih dari ahli bid'ah dan hawa nafsu, memusuhi dan membendung atau menghalangi mereka dengan melakukan hijrah dari mereka dengan menghindari atau menjauhkan mereka selamanya sehingga mereka kembali ke jalan Allah akan diberi pahala. Orang yang meninggalkan kewajiban itu akan disiksa. Hal ini tertulis dalam kitab ahlu sunah wal jama'ah pada umumnya. Cukup jelaslah apa yang dikatakan oleh Imam Abu Ismail Ashabuni (meninggal tahun 449 H), "Mereka membenci ahli bid'ah (pelaku bid'ah) yang membuat hal-hal baru dalam agama. Mereka tidak menyukai ahli bid'ah serta tidak mau berkawan dengan mereka, tidak mendengar pembicaraan mereka, tidak bergaul dengan mereka, tidak berdebat tentang agama dengan mereka, tidak mau bertukar pandangan dan melihat, tidak mendengarkan ajaran kebatilannya bila melintas di telinganya dan menempati hati, dan menarik keraguan dan kekhawatiran yang rusak. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfurman: "Dan apabila kamu melihat orang-orang menperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain ... (QS al-An'am 6:68). Selanjutnya ia menyebut ciri-ciri ahli bid'ah dan ciri-ciri ahli sunah, ia berkata: "Mereka bersepakat atas suatu pendapat untuk mengalahkan pelaku bid'ah, merendahkan, menghinakan, serta menjauhkan mereka; tidak bergaul dengan mereka untuk taqarrub kepada Allah. Hijrah merupakan salah satu hukuman syari yang diturunkan ahlu sunah bagi ahli bid'ah, sesuai dengan kadar bid'ah dan nafsunya. DALIL-DALIL DALAM AL-QUR'AN, SUNAH, DAN IJMA Upaya menjauhkan pelaku bid'ah dalam agama didasarkan pada dalil-dalil Al-Qur'an, hadits, dan jima'. A. Penjelasan dari Al-Qur'an Banyak ayat Al-Qur'an yang menetapkan perwalian (persahabatan yang istimewa) karena Allah dan permusuhan karena Allah, antara lain surat Al-Baqarah, Ali-Imran, Al-An'am An-Nisa', dan Al-Mujadalah. Di sini hanya akan kami sebutkan empat ayat, yaitu dari surat AIAn'am, An-Nisa', Hud, dan Al-Mujadalah. Telah ditegaskan oleh ulama dalam tafsirnya bahwa dalil tentang hukuman bagi pelaku bid'ah dengan hijrah dijelaskan dengan kata-kata yang umum. Ada dalil untuk berhijrah, menjauhkan diri, berpaling, dan meninggalkannya, dan ada larangan bergaul dengan orang-orang yang mengada-ada atau menambah dalam syaiat itu, sehingga mereka kembali kepada jalan yang benar. Itulah kalimat yang Anda lihat dari para mufasirin dan lainnya. Demi keuntungannya, tafsir Al-Qur'an maupun hadits meliputi dua hal: a. Apakah nash menjelaskan hal itu. http://www.akhirzaman.info/ 12

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

b. Apakah yang diambil dari nash tersebut adalah hukum baginya. Kalau tidak, maka diambillah penafsirannya yang umum, tetapi tetap memakai kaidah-kaidah yang ada dalam Al-Qur'an dan hadits. Sebuah hadits yang masyhur mengatakan: "Atau kepahaman yang diberikan Allah kepada seseorang dalam kitabnya." Kaidah di atas merupakan ketentuan yang mulia, maka jangan sampai Anda meninggalkan kaidah-kaidah tersebut. Imam Syatibi menerangkan masalah-masalah tersebut panjang lebar dalam kitabnya, Haddul Islami wa Haqiqatul Iman. Adapun penjelasan dalarn Al-Qur'an yang dirnaksud, antara lain: 1. Firman Allah dalam surat Al-An'am ayat 68: "Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehinggga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu)." (QS al-Anam 6:68) Imam Qurtubi berkata, "Ayat ini mempunyai maksud bahwa ada suatu peristtwa, orang-orang meyangka bahwa imam mereka itu para haji. Demikian juga pengikutnya. Mereka punya kesempatan untuk bergaul dengan orang-orang fasik dan mengarahkan pikiran mereka sebagat taqiyah (penyamaran)." Ath-Thabari dari Abi Ja'far Muhammad bin Ali berkata: "Barangsiapa duduk-duduk dengan orang yang suka bertengkar, maka mereka itu telah memperolok ayat-ayat Allah." Berkatalah Ibnu "Arabi, "Inilah dalil bahwa duduk-duduk dengan pelaku dosa besar tidak halal." Ibnu Khuwaiz Mundad berkata, "Barangsiapa melecehkan ayat Allah tidak boleh digauli; janganlah duduk bersama mereka." Ia melarang kawan-kawannya masuk ke bumi musuh dan ke gereja-gereja mereka. Mereka dilarang jual beli. Dilarang juga bergaul dengan orang-orang kafir pelaku bid'ah. Jangan mengikat persahabatan dengan mereka, jangan didengar pembicaraan dan pendapat mereka. Lalu ia menyebut beberapa orang salaf yang menyingkiri pelaku bid'ah. Imam Syaukani berkata, "Dalam ayat itu ada nasihat yang amat penting bagi orang yang suka bergaul dengan pelaku bid'ah, yaitu mereka yang memutarbalikkan arti perkataan-perkataan Allah, mempermainkan sunah Rasulullah, dan mengembalikan semua itu pada hawa nafsu mereka yang menyesatkan dan bid'ah mereka yang rusak. Kalau tidak dapat menghindari mereka, mengubah mereka, atau mengubah apa yang ada pada mereka, maka sedikitnya jangan sampai duduk bersama mereka atau bergaul dengan mereka. Kalau serius dalam menjaga diri, melakukan hal tersebut tidaklah sulit. Kehadiran mereka menimbulkan campur aduk antara yang benar dengan yang salah, antara yang haq dengan

http://www.akhirzaman.info/

13

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

yang batil, dan antara yang halal dengan yang haram yang dapat dinilai sebagai barang yang syubhat. Dengan demikian, kehadirannya membawa semakin parahnya kerusakan. Kami menyaksikan pergaulan terkutuk yang tidak ada pembatasan ini, maka kami bangkit untuk membela kebenaran dan menolak kebatilan dengan sekuat kami. Dengan mengenal syariat Islam ini, kita wajib mengetahui bahwa pelaku bid'ah itu menyesatkan. Mereka adalah unsur perusak yang berlipat ganda, sebesar maksiat kepada Allah karena melakukan hal-hal yang diharamkan. Apalagi mereka yang tidak mendalami Al-Qur'an dan sunah. Amat jelaslah bahwa pada dirinya melekat kedustaan dan kerancuan dari kebatilan. Borok itu telah membekas dalam hatinya sehingga sulit diobati, sukar dicegah sepanjang umurnya. Ia merasa akan bertemu Allah dengan penuh keyakinan bahwa ia benar, dan Allah akan menghapus kebatilan dan kemungkaran. 2. Firman Allah dalam surat An-Nisa' ayat 140: "Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam AI-Qur'an bahwa apabila kamu rnendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orangorang kafir), maka janganlah kamu duduk bersama mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengari mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan orang-orang muruafik dan orang-orang kafir di dalam jahanam." (QS an-Nisa 4:140) Imam Qurtubi berkata: "Dengan dalil ini, wajib bagi kita untuk meninggalkan maksiat bila nampak pada mereka ada suatu kemungkaran (pelanggaran hukum). Orang yang tidak menjauhi mereka berarti setuju dengan perbuatan mereka. Orang yang menyukai perbuatan orang kafir, ia telah kafir pula. Maka Allah berfirman, Jika demikian, persis seperti mereka. "Maka semua yang duduk di dalam majlis maksiat dan tidak menentang maksiat tersebut, maka ia akan memikul dosa seperti mereka. Karena itu ia harus menentang maksiat tersebut atau mengingkari mereka bila bermaksud membicarakan maksiat. Apabila tidak mampu berbuat demikian, bangunlah dan pergilah dari tempat mereka agar tidak serupa dengan mereka. Bila ajaran untuk menjauhi maksiat itu telah menjadi ketetapan, maka menjauhi pelakupelaku bid'ah dan maksiat lebih utama." Dikatakan oleh Juwaibir dari Dahhak, ia berkata: "Termasuk dalam ayat di atas, semua hal yang baru dalam agama, yang diada-adakan dan yang harus ditinggalkan. Ini menunjukkan bahwa bid'ah itu dilarang." Al-Qurubi juga mengatakan tentang firman Allah dalam surat Al-An'am ayat 153: http://www.akhirzaman.info/ 14

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

"Dan bahwa (yang kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa." (QS al-Anam 6:153) Ayat ini melarang bergaul, duduk-duduk, dengan para pelaku bid'ah dan hawa nafsu. Barangsiapa duduk dengan mereka, hukumnya sama dengan mereka, serupa dengan mereka. Kemudian ayat tersebut melarang wanita karena perilaku itu telah membudaya pada mereka. Hukuman bagi orang yang melakukan hal itu dan bagi orang yang melanggar perintah Allah disebutkan dalam Al-Qur'an: Dan la telah menurunkan atas kalian dalam kitab..." Ayat ini menyusulkan orang yang duduk, bergaul, dengan mereka bahwa hukumannya seperti mereka. Ada sekelompok jamaah yang madzhab serupa dengan imam-imam umat ini; dia menghukum orang yang bergaul dengan ahli bid'ah berdasarkan ayat di atas. Mereka beraliran serupa Imam Ahmad bin Hambal, Imam Auza'i, serta Imam Ibnu Mubarak. Mereka melarang duduk-duduk dan bersama dengan ahli bid'ah dan mengharuskan menghindarinya, kalau tidak, maka akan kena hukuman seperti mereka. Imam Asy-Syaukani berkata, "Pada umumnya penafsiran di atas adalah penafsiran lafazhiyah. Penafsir membentangkan dalil tanpa kekhususan untuk menghindari pandangan para ahli yang mengurangi dan melecehkan petunjuk-petunjuk syar'i, seperti banyak yang terjerumus dalam taklid." 3. Firrnan Allah dalam surat Hud ayat 113: "Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan." (QS Hud 11:113) Al-Qurtubi berkata; "Ayat ini memuat petunjuk untuk meninggalkan dan menjauhi orang kafir, pelaku maksiat, dan ahli bid'ah lainnya. Bersahabat dengan mereka berarti kafir atau maksiat, padahal persahabatan itu tidak terjadi kecuali karena rasa sayang." Seorang bijak, yaitu Tharfan bin Al-Abdi, berkata: "Jangan engkau tanyakan tentang seseorang, tetapi tanyakanlah temannya." "Setiap orang dengan teman-temannya saling berkaitan (saling mengisi)." Persahabatan karena suatu kepentingan dan karena menjaga diri sesuai dengan apa yang disebutkan dalam surat Ali-Imran dan Al-Maidah, Bersahabat dengan orang yang zalim (kejam) untuk taqiyah (penyamaran) tidaklah dilarang karena dalam keadaan terpaksa. 4. Firman Allah dalam surat AI-Mujadalah ayat 22: http://www.akhirzaman.info/ 15

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka." (QS al-Mujadalah 58:22) Al-Qurtubi berkata: "Imam Malik mengambil dalil ini untuk memusuhi aliran Qadariyah dan menolak bergaul dengan mereka." Berkatalah Al Qurtubi serupa dengan Imam Malik, "Janganlah bergaul dan duduk-duduk dengan Qadariyah. Musuhilah mereka karena Allah atas dasar firmanNya yang berbunyi: "Engkau tidak akan menemui suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari kiamat menyayangi orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya." B. Penjelasan dalam Hadits Karena banyaknya pembicaraan timbulah penafsiran yang bennacam-macam. Adapun keterangan yang ditulis dalam hadits sebagai berikut: 3. Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda yang diriwayatkan oleh Bukhari: "Tidak dihalalkan seseorang menjauhi saudaranya lebih dari tiga hari." Adapun diperbolehkannya menghindari adalah saat orang itu melakukan maksiat. Dilarang pula kita memberi salam kepada pelaku dosa. Tidak boleh juga menjawab salamnya hingga jelas taubatnya. Sampai kapankah pelaku maksiat bertaubat? Abdullah bin Amer berkata: Jangan memberi salam kepada peminum minuman keras. 1. Dalamsunan Abu Dawud ra, bab "Menjauhi Pelaku dan Pengumbar Hawa Nafsu," ditegaskan agar kita membenci mereka dan tidak memberi salam kepada mereka. Dalam kitab Riadhus Shalihin susunan Imam Nawawi ra ada bab haramnya memutus hubungan sesama muslim kecuali terhadap ahli bid'ah yang harus dijauhi atau terhadap orang yang nampak kefasikannya. Dalam Sharhus Sunah susunan Al-Baghawi ra ada bab tentang menjauhi pengumbar hawa nafsu. Dalam kitab At-Targhib wat Tarhib susunan Al-Mundziri ra, Pada bab Tarhib (ancarnan) dijelaskan tentang orang yang berbuat kejahatan dan pelaku bid'ah karena manusia melekat dengan kesukaannya.

2.

3.

4.

Keterangan-keterangan dalam sunah tentang hijrah:

http://www.akhirzaman.info/

16

Menjauhi Pelaku Bidah 1.

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

Dari Abu Hurairah ra dari Nabi Muharnmad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, beliau bersabda: "Akan datang pada akhir umatku, orang yang berbicara dengan kalian dengan sesuatu yang belum pernah kalian dengar, dan belum pula ayah-ayah kalian. Maka berhati-hatilah terhadap mereka." (HR Muslim)

Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah menerangkan kelakuan umat ini serta timbulnya hawa nafsu dan bid'ah di kalangan mereka. Selamatlah bagi yang mengikuti sunah dan sunah para shahabat. Bila meliliat orang yang suka menurutkan hawa nafsunya atau melakukan bid'ah dengan penuh keyakinan atau meremehkan sunah, seorang mukmin wajib menjauhinya, menghindarinya, berlepas diri dengannya, dan meninggalkannya hiduphidup. Jangan memberi salam kepadanya apabila berjumpa, jangan menjawabnya bila ia memulainya sampai ia meninggalkan bid'ahnya dan kembali kepada kebenaran. Larangan menjauhi lebih dari tiga hari, seperti yang terjadi antara dua orang, merupakan pengurangan hak persahabatan dan pergaulan, bukan hak keagamaan. Hijrah ahli bid'ah dan pengumbar nafsu adalah supaya mereka bertaubat. 2. Dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: "Setiap umat ada Majusinya (penyembah api), dan Majusi umatku adalah mereka yang rnengatakan tidak ada takdir. Kalau mereka sakit, jangan menengok mereka dan kalau mati, jangan mendatangi mereka." (HR. Ahmad, Tabrani, dan Hakim.) Banyak hadits semakna dari Hudzaifah Abu Darda', Abdullah bin Amer, dan lainnya. Imam Ahmad melihat semuanya dalam Musnad-nya. Ikut andil meriwayatkan pula: Abu Dawud, Tinnidzi, Al-Hakim, Thabrani, dan lain-lainnya. 3. Dari Aisyah ra, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah membaca ayat berikut: "Dialah yang menurunkan Al-Kilab (Al-Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi)-nya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi al-Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat daripadanya untuk rnenimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal." (QS ali-Imran 3:7) http://www.akhirzaman.info/ 17

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

Keterangan: Ayat-ayat muhkamat adalah ayat-ayat yang terang dan tegas artinya, dapat dipahami dengan mudah. Sedangkan ayat-ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian, sukar ditentukan mana arti yang dimaksud kecuali telah diselidiki dengan seksama, dan yang tahu sebenarnya hanya Allah Subhanahu wa Ta'ala. Aisyah selanjutnya berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: Bila engkau melihat mereka yang mengikuti ayat-ayat mutasyabihat, maka itulah mereka yang dinamakan Allah "orang-orang yang harus diwaspadai". (HR Bukhari dan Muslim) Para ahli bid'ah sering mengambil dalil dari ayat-ayat mutasyabihat. Itulah sebabnya dinamakan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sebagai orang yang harus diwaspadai. 4. Dari Ali ra dari Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam di dalamnya terdapat kandungan isi: Madinah Haramun berada di antara 'Iru dan Tsur. Maka, orang yang berbuat hal baru atau menempatkan hat-hal baru akan tertimpa laknat dari Allah, malaikat, dan manusia seluruhnya. (Mutafaq 'alaih) 5. Hadits yang berbunyi: Akan ada sesudahku amir-amir (penguasa), barangsiapa masuk pada mereka, mempercayai kedustaan mereka, dan membantu mereka dalam perbuatan zhalim (kejam), maka ia bukan golonganku, aku bukan golongannya, dan ia bukan orang yang memasuki surga." (HR Tinnidzi) 6. Dari Abdullah bin Mas'ud bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: "Tiada seorang nabi yang diutus Allah ta'ala pada suatu umat sebelumku, kecuali ada padanya dari umatnya penolong dan sahabat-sahabat yang mengambil sunahnya dan meneladani perintahnya, kemudian mereka diganti generasi pengganti yang berbicara tanpa berbuat, berbuat dengan apa yang tidak diperintahkan. Barangsiapa memerangi mereka dengan tangannya, maka ia orang beriman. Barangsiapa memerangi mereka dengan hatinya (merasa tidak suka), maka ia termasuk orang beriman. Di belakang itu (selain itu) tidak ada baginya keimanan walau sebiji sawi." (HR Muslim) 7. Banyak hadits yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menjauhi pelaku maksiat sehingga mereka bertaubat. Hal ini banyak terjadi di antara kita. Ada yang diriwayatkan oleh sekelompok sahabat, antara lain Ka'ab bin Malik, Ibnu Amr, dan 'Aisyah. Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berhijrah dari Zainab binti Jahsy hampir dua bulan, setelah beliau berkata: "Saya akan

http://www.akhirzaman.info/

18

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

memberi kepada wanita Yahudi itu" (yang dimaksud adalah istri Nabi yang bernama Sofiah, ia seorang wanita Yahudi). Pernah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menghindari Amar bin Yasir dengan tidak menjawab salamnya karena ia memakai khaluq, hingga dicuci. Khaluq adalah wangi-wangian yang terdiri dari berbagai wangi-wangian, terutama zafaran. Pernah beliau menghindari orang yang memakai khaluq. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pernah menjauhi seorang laki-laki yang pada jarinya ada sebentuk cincin emas, sehingga cincin itu ditanggalkan. Hadits ini berasal dari Bukhari dari Abdullah bin Amer. Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menjauh (hijrah) dari seorang lakilaki karena ia memakai dua pakaian berwarna merah dengan tidak menjawab salam. (HR Abu Dawud) Itulah hadits-hadits yang memuat hukum menjauh (hijrah) dari pelaku-pelaku maksiat yang demonstratif dengan maksiatnya hingga ia bertaubat. Mengambil dalil itu untuk menghindari maksiat merupakan hal yang utama dalam melakukan hijrah diyarah (karena agama) dari hal-hal baru dan kesesatan selain maksiat. Inilah yang menunjukkan bahwa sekelompok orang yang membicarakan hadits-hadits tersebut harus memakai sunah sebagai pedoman yang kuat. 8. Penegasan para sahabat: Orang sesudah mereka hendaklah mengikuti sunah Nabi dan atsar para sahabatnya. Barangsiapa mengikuti mereka dalam menjauhi hal-hal yang bercampur dan rancu dengan maksiat, dialah orang yang kembali kepada kebenaran. Sekelompok sahabat, seperti Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Umar pernah berhijrah dari beberapa orang. Umar bin Khathab ra pernah melakukan hijrah dengan tidak membalas salam Ziyad bin Hadhir karena beliau melihatnya memakai baju hijau, baju kebesaran pejabat tinggi, dan kumisnya berlebihan, maka ia membuka baju itu dan menggunting kumisnya. Peringatan: Bagaimana kita sekarang, apakah bisa bertahlil dengan baik apabila jenggot dicukur, kumis diperpanjang, dan pakaian dibentuk bermacam-macam? Ubadah bin Shamid ra pernah hijrah, menjauhi Muawiyah ra karena pertentangan pendapat tetang rabawiyah (tanah atas). Ubadah berkata, "Saya berkata kepadamu tentang Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, dan engkau berkata kepadamu menurut pikiranrnu sendiri. Kalau Allah mengeluarkan saya, saya tidak akan bertempat tinggal denganmu di tempatmu; yang ada amir atasku di tanah tersebut." Setelah Ubadah keluar, ia melaporkan hal itu kepada Umar, Amirul Mukmini ra, maka Umar berkirim surat:

http://www.akhirzaman.info/

19

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

"Tidak ada keamiran bagimu atasnya (Ubadah), bawalah orang-orang menurut apa yang ia katakan. Itu perintah." (HR Ibnu Majah). Abdullah bin Mas'ud hijrah dari seorang laki-laki yang tertawa-tawa pada jenazah, maka ia berkata: "Demi Allah, saya tidak berbicara lagi denganrnu." (HR. Ahmad). C. Penjelasan dalam Ijma' Di antara ulama yang telah berijma', antara lain, Al-Qadhi Abu Ya'la, Al-Baghawi, dan Al-Ghazali. Al-Qadhi Abu Ya'la ra berkata, "Para jamaah dan tabi'in sepakat untuk memutuskan hubungan dengan orang-orang yang mengada-ada hal-hal baru dalam Islam (bid'ah)." Al-Baghawi berkata, "Setelah hadits Ka'ab bin Malik ra yang memuat dalil tentang hajran (tidak mendekati) ahli bid'ah yang berkepanjangan, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengkhawatirkan Ka'ab dan sahabat-sahabatnya, dan orang-orang munafik tidak ikut berperang dengan beliau, maka beliau rnenyuruh umat untuk menjauhi orang-orang munafik itu dan tidak bergaul dengan mereka, sehingga Allah menurunkan ayat taubat untuk mereka. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengetahui kebersihan mereka, sahabat, dan tabi'in. Ulama-ulama sudah sepakat akan sikap ini. Al-Ghazali berkata, "Cara orang salaf berbeda dalam menampakkan kebenciannya terhadap pelaku-pelaku maksiat. Semuanya sepakat untuk menampakkan rasa benci kepada orang-orang yang kejam (tidak adil), para pelaku dan pembuat bid'ah, dan lain-lainnya. Abdullah bin Abdulbar berkata, "Mereka sepakat bahwa tidak boleh memutuskan hubungan dengan saudara sesama muslim lebih dari tiga hari, kecuali terhadap orang yang dikhawatirkan membicarakan hal-hal yang merusak agama atau membahayakan dirinya. Hijrah yang demikian itulah yang baik. Inilah pokok yang diambil oleh para ulama untuk menjauhi dan meninggalkan orang yang melakukan dan membuat atau mengadakan bid'ah. Caranya: tidak berbicara, tidak bergaul, dan tidak duduk-duduk bersama mereka. Kalau mengikuti mereka, kita dinilai sama dengan mereka. HIJRAH PARA SAHABAT DARI PELAKU BID'AH Setelah tanduk fltnah merebak dan memecahkan kunci penutupnya, yaitu wafatnya Umar bin Khathab, Amirul Mukminin, mulailah orang-orang Mundis menampakkan apa yang mereka simpan dalam hati mereka untuk menipu Islam dan muslimin. Mereka mulai meniupkan api dari tungku fitnah, mengumbar hawa nafsu, menciptakan bid'ah, bid'ah takdir, pemberontakan, dan pembangkangan terhadap syariat. Begitulah, terhadap orang yang semakin jauh dari masa kenabian, bid'ah masuk dalam masalah peribadatan dan menjadikan ibadah itu bagaikan biji-bijian yang berantakan yang dipungut oleh setiap pemungutnya. Setelah keadaan demikian, para sahabat menghadapi halhal yang baru dalam aqidah dan amaliyah. Dengan keimanan yang sempurna, ilmu yang banyak, dan http://www.akhirzaman.info/ 20

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

kesadaran yang mantap, mereka dapat menampakkan sinar mulia yang dapat melindungi kedzaliman dan kesesatan. Selanjutnya menyapu dan membersihkan hawa nafsu itu dengan memperlakukan hukum syara'. Mereka menghukum setiap pelaku bidah. Mereka juga mengadakan persetujuan dengan para pelaku bidah untuk membicarakan agama secara benar. Sanksi hukum bagi pelaku bidah berdasarkan kaidah agama diserahkan kepada Umar ra dan para sahabat berhijrah dari para pelaku bid'ah dalam kehidupan mereka. Mereka berpangkal pada kaidah alwara wa al-bara. Wala' adalah menjadi wali atau kawan istimewa dan selalu dekat, sedangkan bara' adalah melepaskan diri dari segala maksiat dan bid'ah. Dapat diartikan pula cinta dan benci hanya karena Allah Subhanahu wa Taala. Selama program lurus ini berlaku dalam kehidupan umat, mereka dapat menghadapi para pelaku bidah berdasarkan sanad yang benar dalam kitab sunah. Hal ini diriwayatkan oleh sejumlah sahabat dalam tugas menegakkan syariat dengan kekhususannya, kemudian diikuti oleh orang-orang sesudahnya. Abdullah bin Umar ra, setelah diberi kabar oleh Yahya bin Ya'mar tentang aliran Qadariyah, berkata: Kalau engkau kembali kepada mereka, katakanlah kepada mereka bahwa Ibnu Umar berkata. kepada kalian: "Sesunggulmya ia lepas (bersih) dari kalian, dan kalian Iepas (bebas) darinya." Keterangan: Qadariyah adalah suatu aliran yang menentang adanya takdir dan mengatakan bahwa manusia bisa melakukan sesuatu menurut kemauannya sendiri, suka atau tidak, tanpa mendapat pengaruh takdir. Mujahid berkata, "Telah dikatakan kepada Abdullah bin Umar bin Khathab: Sesungguhnya Najdah berkata begini dan begitu, maka Abdullah tidak mendengarkannya karena tidak ingin kemasukan sesuatu daIam hatinya." Abdullah bin Mas'ud berkata, "Waspadalah kalian terhadap hal-hal baru yang dibuat-buat orang seperti bid'ah. Sesungguhnya agama tidak akan pergi dari hati karena pahitnya empedu. Akan tetapi, syaitan menciptakan haI-hal yang baru sehingga iman keluar dari hati, dan hampir-hampir orang meninggalkan apa yang diperintahkan Allah dari kewajiban shalat, puasa, halal dan haram dan sebagainya. Barangsiapa bertemu dengan masa tersebut, haruslah melarikan diri. Dikatakan "Wahai Abu Abdurrahman, berlari kemanakah? la menjawab, "Tldak kemana-mana." Ia melanjutkan "Melarikan diri dengan hatinya dan agamanya, dan tidak bergaul sama sekali dengan pelaku bid'ah." Abi Umamah ra berkata. Tidak ada kesyirikan kecuali diawali dengan mendustakan takdir. Suatu umat tidak bersyirlk sama sekali kecuali pada awalnya mendustakan takdir: dan kalian akan dicoba dengannya. Wahai Umat, kalian

http://www.akhirzaman.info/

21

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

berjumpa dengan mereka, janganlah kalian memperkuat mereka sebab mereka memasukkan syubhat atas kamu sekalian." Al-Fudhail bin 'Iyad berkata, "Barangsiapa duduk dengan ahli bid'ah, maka hatihatilah kalian; la tidak memberi suatu ilmu atau hikmah. Saya Ingin adanya dinding pemisah dari besi antara saya dengan ahli bid'ah. Makan di rumah orang Yahudi dan Nashrani lebih saya sukai daripada makan di rumah pelaku bid'ah." Fudhail selanjutnya berkata, "Orang yang perbincangannya menunjukkan bahwa orang tersebut pelaku bid'ah, dialah penipu Islam. Berwaspadalah jika didatangi orang tersebut, jangan sampai engkau mengikutinya karena sesungguhnya mereka menghalangl kebenaran." Dalam hal ini Fudhail bin 'Iyad melarang duduk -duduk dengan ahli bld'ah, bermusyawarah dengan mereka, serta bergaul dengan mereka, karena bid'ah adalah tanda-tanda nifak. Sofyan Ats-Tsauri ra berkata, "Barangsiapa mendengarkan pelaku bid'ah dengan telinganya, ia keluar dari perlindungan Allah." Ibnu Thawus mengatakan bahwa la meletakkan kedua jarinya menutupi telinga ketika mendengar orang dari aliran Mu'tazilah berbicara. Abdurrazaq berkata, "Saya tidak suka mendengar Ibrahim bin Ali bin Yahya yang Mu'tazilah itu karena hatinya lemah, sedangkan agama bukan dari yang mengalahkannya." Ibrahim bin Maisarah berkata, "Barangsiapa menghormati dan mengagungkan pelaku bid'ah, maka ia telah membantu menghacurkan Islam." Prakata salam, berkatalah seorang Iaki-Iaki pengumbar nafsu kepada Ayub: "Saya akan bertanya kepadamu tentang suatu kalimat, maka Ayub berpaling dan berkata: "Tidak, tidak setengah kalimat pun," dua kali ia mengatakan begitu. Hasan Basri berkata, "Janganlah bergaul dengan pengumbar nafsu, jangan berdebat dengan mereka, dan jangan mendengarkan pembicaraan mereka." Muhammad bin Sirin berkata, "Jangan mendengarkan mereka," sedangkan Abu Qulabah berkata, "Jangan duduk dan bergaul dengan mereka karena tidak aman; mereka akan menyeret kalian ke dalam kesesatan dan merancukan pengetahuan kalian." Imam Ahmad meriwayatkan hal itu dari perbuatan, pembicaraan, dan fatwanya yang mencapai jumlah besar tentang larangan bergaul dengan pengumbar nafsu. Imam Malik berkata, "Para pengumbar nafsu tidak akan selamat." Sedangkan Imam Nawawi berkata, "Adapun pelaku bid'ah dan orang yang berbuat dosa besar, dan ia tidak bertaubat, maka jangan diberi salam dan salamnya jangan dijawab. Demikianlah pendapat sekelompok ahli ilmu." Dia http://www.akhirzaman.info/ 22

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

berkata juga, "Adalah sunah bila melewati suatu majlis yang di situ ada orang Islam dan kafir memberi salam dengan lafal yang bersifat umum, namun dimaksudkan untuk orang-orang musllm." Ibnu Arabi berkata, "Serupa itu pula bila melewati sebuah majlis yang di situ ada orang Islam dan peIaku bid'ah, atau ada seorang penguasa zhalim dan penguasa adil, serta orang yang dicintai dan dibenci." Khathabi berkata, "Sesungguhnya hijrah atau menghindari ahli bid'ah dan hamba nafsu berlaku sepanjang waktu, selama pelaku-pelaku tidak bertaubat dan kembali kepada kebenaran." KETENTUAN HIJRAH DALAM SYARI'AT Hal yang dibicarakan pada bab ini merupakan penjelasan syariat tentang hijrah dari bid'ah dan kemaksiatan. la merupakan bahasan penting tentang kewajiban beragama, Telah kita ketahui bahwa pencegahan kepada pelaku bld'ah dengan hijrah hingga bertaubat kepada "Allah Subhanahu wa Taala telah dijelaskan dalam banyak dalil dengan kekhususannya. la merupakan kaidah syar'iyah yang paling utama dan tidak menyimpang, yaitu al-wala' wa al-bara', cinta dan benci karena Allah. Hijrah dimaksudkan sebagai pencegahan terhadap orang yang dijauhi, dihindari, atau disingkirkan dengan tujuan mendidik mereka agar kembali ke pangkuan Islam yang sebenar-benarnya. Secara syar'i, hijrah untuk hak Allah merupakan ibadah sebagaimana jihad dan amar ma'ruf nahi mungkar. Sedangkan ibadah itu harus memenuhi dua rukunnya yaitu ikhlas dan mengikuti tuntunan. Dengan demikian, hijrah itu harus murni, diikhlaskan hanya untuk Allah, dan benar menurut sunah. Hawa nafsu bisa mengurangi keikhlasan dan membelokkan dari tuntunan, maka hijrah itu batal bila tidak sesuai dengan perintah. Kalau semuanya telah pasti, hendaklah diketahui bahwa agama yang mulia menimbang kejadian-kejadian dan situasi berdasarkan kaidah yang umum, al-wala' wa al-bara'. Dialah timbangan yang adil dan keadilan yang lurus (qistas mustaqim), tengah-tengah antara dua sisi: yang didahulukan dan yang diakhirkan. Kaidah itu tidak bertambah dan tidak berkurang dari batasnya. la menemukan hijrah sebagai hukuman terhadap pelaku bid'ah dengan penafsiran yang berbeda-beda. Kaidah yang berkumpul dengan situasi itu memperhatikan dan memperbanyak kemaslahatan serta mencegah dan mengurangi penyebab-penyebab kerusakan. Maka, kami berkata, "Demikian itu pokok hijrah dari pelaku dan pembuat bid'ah dalam syariat, akan tetapi tidak umum atas setiap hal dan setiap pelaku bid'ah. Meninggalkan dan menyingkirkan bid'ah secara keseluruhan pada setiap keadaan telah dimaklumi kewajibannya dalam nash dan ijma', Hukum hijrah itu diperlakukan secara tepat sesuai dengan syariat dengan mementingkan kemaslahatan dan mencegah terjadinya kerusakan. Inilah perbedaan bid'ah itu sendiri dengan pelakunya, keadaan orang-orang yang menghindar, tempat dan kekuatan http://www.akhirzaman.info/ 23

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

serta kelemahan, sedikit atau banyak. Begitulah perbedaan penafsiran yang dipelihara oleh agama. Hal itu berguna sebagai pertimmbangan umat Islam agar dapat mewujudkan maksud dan tujuan hijrah dalam agama untuk mendidik secara umum, mencegah diri terhadap pelaku bid'ah dan bid'ahnya, dan melindungi sunah dari kejelekan bid'ah. Ini hasil penerapan syariat yang tepat, seperangkat kaidah tentang hukuman bagi orang-orang yang berperang dengan beragam keadaan mereka. Dibedakan pula hukuman bagi pencuri dengan perampok, pezina muhshan dengan bukan muhshan. Begitulah, seluruh hukuman syar'iyah dijatuhkan sesuai dengan keadaannya. Akan tetapi, hendaklah diwaspadai setiap orang Islam yang mengendalikan hawa nafsu dan mementingkan untungnya sendiri. Dialah perusak kebenaran. Tindakannya itu merupakan akibat meninggalkan hijrah atas dasar pelanggaran. la melanggar Allah Subhanahu wa Taala dengan tidak hijrah. la meninggalkan hijrah syar'i dari para pelaku bid'ah dan memperlihatkan alasan syar'i dalam meninggalkannya, juga mengatakan demi kemaslahatan, padahal yang dimaksudkan adalah di balik itu semua. Mereka hanya bertujuan agar dapat memikat hati orang. Hijrah syar'i dari pelaku dan pencipta bid'ah sesuai dengan ketetapan hukum Islam, tanpa maksud lain, merupakan keharusan. Atas dasar itu, muncullah pendapat berbagal ulama dan Imam, seperti Imam Ahmad dan sebagainya. Berkatalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ra mengenai kebenaran hijrah, "Sesungguhnya ada kaum yang menjadikan hijrah itu sebagai perintah umum karena memakai kata hijer dan inkar terhadap apa-apa yang tidak diperintahkan, maka tidak wajib dan tidak pula sunah, dan mungkin bisa meninggalkan yang wajib dan yang sunah, tetapi melakukan yang diharamkan. Ada pula yang menyingkir dari situ secara keseIuruhan. la tidak berhijrah dari kejelekan bid'ah yang diperintahkan untuk dijauhi. Mereka meninggalkannya seperti yang dilakukan orang yang berpaling bukan karena meninggalkan, seperti orang yang dilarang sedangkan dia tidak menyukai dan membenci. Mereka terjerumus ke dalamnya karena tidak melakukan hijrah dari kejelekan, bukan karena ada larangan, Akan tetapi, karena ia harus membenci apa yang disukai, ia bisa berbuat bisa tidak. Adakalanya ia meninggalkannya seperti orang yang dilarang. la juga berhenti serta benci. Kelompok yang lain tidak dilarang dan tidak dihukum dengan hukuman pengasingan, padahal ia patut mendapat hukuman atas perbuatan itu. Mereka telah meninggalkan nahi mungkar seperti yang diperintahkan kepada mereka. Mereka berada di antara melakukan kemungkaran dan meninggalkan yang diperintahkan. Dalam kondisi demikian agama Allah terancam. Agama Allah berada di antara kesukaan yang amat dan ketidaksukaan manusia. Adanya perbedaan penafsiran terhadap tingkat dosa dari bid'ah, maka muncullah banyak arah dan pand angan. Perbedaan itu adalah kafir atau tidak kafir. Kelompok yang mengkafirkan, misalnya aliran Babiyah, Bahaiyah; dan Qadiyaniyah. Kelompok yang tidak mengkafirkan, pada umumnya pelaku bid'ah dan penambah dalam ibadat yang hakiki. Pada sis i lain karena pelakunya tertutup atau terang-terangan dengan bid'ah dan maksiat, maka perbedaan itu disebabkan oleh pendorongnya. Pelaku bid'ahnya patut http://www.akhirzaman.info/ 24

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

mendapatkan hukuman. Berbeda dengan yang menyembunyikannya, ia tidak lebih berbahaya daripada orang-orang munaflk yang keterangan dan kerahasiaan mereka diserahkan oleh Nabi kepada Allah. Orang -orang munafik berada di tingkatkan paling bawah dalam api neraka. Keberadaan bid'ah dapat dipandang dari sudut haqiqiyah dan idhafiyah. Bid'ah haqiqiyah adalah bid'ah pada perbuatan ibadah baru yang bebas dari ajaran, seperti shalat raghib (karena hal-hal yang diinginkan, tapi di luar ajaran], hal-hal selain bid'ah idhafiyah seperti shalat qadar, shalat nishfu Sya'ban, syukuran kelahiran anak (seperti sepasaran], memperlakukan tembuni (ari-ari), dan sebagainya. Sedangkan bid'ah idhafiyah ialah bid'ah yang dilakukan oleh pembuat bid'ah dengan menambah atau mengurangi ketetapan. Contoh: Berdoa bersama setelah shalat dengan satu imam. Doa bersama ini disebut idhafiyah karena ditambahkan kepada yang ditetapkan atau disunahkan dan tidak ada nash yang menjelaskannya, Contoh lain adalah sujud syukur yang dilakukan bersama, menyerukan shalat rawatib di belakang imam, dan sebagainya. Bid'ah yang jelas pengambilannya merupakan bid'ah khusus, misalnya yang berkaitan dengan anak yang dilahirkan atau sebelum dilahirkan oleh orang Islam, selamatan untuk kandungan yang berusia tujuh bulan dan sepasaran. Termasuk bid'ah khusus pula: tahlil kematian, tiga hari, tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, pendakan, seribu hari, dan sebagainya yang semuanya merupakan upacara yang dibuat-buat untuk orang mati. Ada pula bid'ah yang dipandang samar-samar hukumnya, seperti qunut pada shalat Isya' dan Shubuh yang asalnya ada laIu di-nasakh-kan (dihapuskan) dan qunut yang masyru' (ditetapkan) yang dilakukan kalau ada musibah, yang biasa disebut qunut nazilah. Kerancuan khilafiyahnya tidak menjadikannya masyru'. Pada hakikatnya bid'ah merupakan gambaran yang tidak jelas karena sulit diambil hakikatnya. Penyebaran dan kefanatikan terhadap bid'ah itulah yang menjadikannya jelas. Dipandang dari sudut ijtihad bid'ah termasuk takIid. Orang yang berijtihad berarti membuat berbagai bid'ah yang bercabang dan beranting. Penyimpangan atau kesesatan memungkinkan hatinya taklid. WaIaupun masing-masing dari keduanya palsu, dosa orang yang menciptakan suatu upacara yang jelek adalah lebih besar daripada orang yang mengikutinya. Apabila dilakukan berulang-ulang, bid'ah itu disamakan dengan bid'ah yang terang-terangan. Bila tidak mengulangi, pelakunya hanya tergelincir, tergelincirnya orang yang mengerti. Berbeda dengan keadaan pencipta atau pelaku bid'ah beserta kebaikan dan kejelekan yang ada padanya. Bila pada seseorang terkumpul kebaikan dan kejelekan, kejahatan dan ketaatan, maksiat dan sunah serta bid'ah, ia masih berhak diberi bantuan dan pahala sesuai dengan kebaikan yang ada padanya. Pantas puIa me ndapat permusuhan dan hukuman sesuai dengan keburukan yang ia lakukan. Maka http://www.akhirzaman.info/ 25

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

berkumpullah satu orang dengan dua hak, yaitu kehormatan dan kehinaan. la mendapat ini dan itu. Seorang pencuri yang miskin, misalnya, tangannya dipotong karena mencuri, namun diberi bantuan harta dari baitul mal secukupnya berupa kebutuhan sehari-harinya. Perbedaan antara seorang yang mengerti, kemudian menceburkan dirinya dalam bid'ah, tetapi tidak berkumpul dengan ulama-ulama sunah dan tidak bertemu dengan mereka dengan seorang yang mengerti dan bertemu dengan pencipta bid'ah, dan dia menerirna suatu pendapat darinya, kemudian berkumpul dengan ahli sunah dan bergaul dengan mereka, dengan ulama-ulama mereka, dan bertetangga dalam beberapa waktu dengan sejenisnya dan memperoleh dinginnya keyakinan, bahkan bergaul dengan mereka puluhan tahun, kemudian ia tetap tinggal di tempat suburnya bid'ah yang ia lakukan, menyerukan bid'ah tersebut, dan berulang-ulang melakukannya, maka inilah hujjah (alasan) untuk memberikan hukuman atasnya lebih banyak. Semakin jelaslah alasan yang diajukan kepadanya, maka ia tidak mau melihat. la termasuk makhluk Allah yang paling besar dosanya dan paling dibenci oleh ahli sunah. Kelompok yang pertama memiliki kemungkinan yang lebih luas untuk ditarik hati dan keinginannya untuk kembali kepada sunah. Adapun yang kedua tidak, demi Allah, bahkan menjadi jelas dan pasti untuk hijrah darinya menjauhinya, berpisah dengannya, serta menjatuhkan hukum syara' kepadanya. la disingkirkan saat mati seperti ia dijauhi ketika hidup, maka orang yang baik tidak akan shalat untuknya dan tidak mengantarkan jenazahnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata tentang hak sebagian pelaku maksiat yang terang-terangan. Bila orang itu menampakkan kemungkaran, ia wajib ditentang dengan terang-terangan dengan mencegah perbuatannya, menghijrahkan, menjauhkan, mengucilkan, dan sebagainya. la tidak perlu diberi salam dan tidak perlu dijawab salamnya. Bila pelaku kejahatan itu berpegang kuat pada kejahatannya tanpa mendatangkan kerusakan tertentu, maka orang-orang yang baik harus menjauhi mereka, baik hidup maupun mati. Bila disitu ada sekelompok orang yang berbuat jahat, maka jangan antar jenazahnya sebagaimana Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam meninggalkan beberapa pelaku kejahatan. Dikatakan kepada Samrah bin Jundab, "Sesungguhnya anakmu telah mati tadi malam." Samrah menjawab, "Kalau ia mati, saya tidak akan bershalat atasnya." Samrah bersikap demikian karena anaknya yang mati itu telah membantu seseorang yang bunuh diri. Para sahabat Nabi juga dihijrahi dan dikucilkan karena mereka menyatakan dosa-dosa dan kesalahan mereka dengan meninggalkan peperangan atau jihad yang wajib. Pengucilan itu berlangsung hingga Allah memberi ampunan kepada mereka. Kalau mereka menyatakan bertaubat, maka kebaikan bisa diberikan kepada mereka. Keterangan: Pengucilan terhadap pelaku maksiat dan bid'ah selagi hidup merupakan http://www.akhirzaman.info/ 26

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

hukuman bagi mereka. Setelah mereka meninggal dunia, apakah kita perlu menshalatkan dan mengantarkan jenazahnya? Menurut pandangan di atas termasuk Ibnu Taimiyah, kita dilarang menshalatkan dan mengantarkan jenazahnya, tetapi sebagian ulama modern berpendapat bahwa kita harus menolong saudara kita pada saat betul-betul ia membutuhkannya, yaitu saat sakaratul maut. Dia sangat memerlukan bantuan kita. Dia berhak menerima bantuan kita karena ia seorang Islam yang pernah mengucapkan syahadat. 0leh karena itu, ia berhak dishalati, didoakan, dan diantarkan jenazahnya ke kubur. Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Doakanlah saudaramu." Adapun perbuatannya yang buruk itu terserah Allah, akan diampuni atau diberi siksa. Allah Mahatahu segalanya. Perbedaan yang ada pada orang yang dikucilkan itu adalah kuat ataukah lemah agamanya. Orang yang kuat agamanya dikenakan hukuman lebih keras daripada orang yang Iemah agamanya sebagairnana kisah Ka'ab bin Malik dan kedua temannya. Dibedakan pula tempat yang banyak dipakai untuk berbuat bid'ah dengan tempat yang jarang dipakai untuk berbuat bid'ah. Aliran Qadariyah di Basrah, ahli-ahli nujum di Nurasan, Syiah di Kufah, dan Iain-Iainnya memiliki perbedaan masalah tempat ini. lnilah yang pernah difatwakan oleh para imam, seperti Imam Ahmad dan lainnya berdasarkan hukum pokok, yaitu pemeliharaan kemaslahatan syariat. Berbeda sedikit atau banyak dengan orang yang menjauhi karena kekuatan dan kelemahannya. Keunggulan dan kemenangan berpihak pada Ahlus Sunah, maka ketetapan hukum hijrah (pengucilan) harus berlaku menurut aslinya. Kalau kekuatan dan jumlahnya berpihak pada pelaku bid'ah, maka tiada pelaku dan pencipta bid'ah yang dapat dicegah dan tujuan syariat tidak terlaksana. Hijrah tidak dapat dimasyrukkan (diundangkan). la dijadikan jalan penyatuan untuk mencegah bertambahnya keburukan. Hal ini seperti ketetapan undangundang terhadap musuh dalam peperangan: kadang-kadang minta upeti dan kadang pula menempuh jalan damai. Semuanya itu melihat situasi demi kemaslahatan dan kebaikan kedua belah pihak. Hal yang amat penting di sini, bila ada kewajiban Ahlus Sunah, seperti belajar, mengajar, jihad, pengobatan, teknologi, dan sebagainya, maka penegakan sukar dilaksanakan kecuali dengan perantaraan mereka. Sesungguhnya mereka dapat digunakan demi kemaslahatan jihad dan kemaslahatan pelajaran. Dalam melaksanakannya haruslah waspada terhadap bid'ahnya, berjaga-jaga dari fitnah sedapat mungkin, dan disesuaikan dengan tingkat kepentingannya. Kalau kendala itu hilang, Ahlus Sunah harus kembali kepada aslinya untuk berhijrah dari ahli bid'ah dan maksiat atau menjauhkan mereka dari kita. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ra berkata dalam jawabannya tentang pengucilan yang ditetapkan dalam Islam. Bila ada udzur untuk menegakkan kewajiban tentang ilmu, jihad, dan sebagainya, kecuali terhadap pelaku bid'ah yang merugikan, kerugian di sini bukan karena meninggalkan kewajiban maka mengambil kemaslahatan lebih baik daripada menghindari kerusakan yang relatif bersamaan. Karena itulah pembicaran masalah ini perlu rincian. Orang yang melihat pembuat bid'ah dari sebuah sudut tempat ia berada dengan kedengkian dan tidak berdasarkan petunjuk, serta membantu ta npa dengan kebenaran, maka ia telah berbuat kerusakan terhadap Ahlus Sunah dan terhadap kemurnian agama Islam.

http://www.akhirzaman.info/

27

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

Melihat keadaan mereka, patutlah apa yang dikatakan oleh Imam Syafi'i mengenai orang yang ahli berbicara: "Hukumku tentang ahli bicara agar mer eka dipukul dengan tongkat dan sandal. Dia diarak di antara kabilah -kabilah dan dikatakan: Inilah balasan bagi orang yang berpaling dari kitab dan sunah dan mengamalkannya dengan kata-kata belaka." Bila engkau melihat pencipta atau pelaku bid'ah dengan seksama atau selayang pandang, engkau kebingungan dalam menguasai mereka, dan kasih sayang telah dikuasai syaitan untuk mengawasi mereka: mereka diberi kebersihan bukan kecerdasan dan diberi pengertian bukan ilmu. Mereka diberi pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi mereka tidak dapat mempergunakannya sama sekali saat mereka menentang ayat-ayat Allah. Maka apa yang mereka perolok-olokkan kepada Allah akan menutupi mereka. Pada akhir bab ini kami sampaikan: Awaslah terhadap para pencipta dan pelaku bid'ah!. Gunakanlah kaidah al-wala wa al-bara' terhadap mereka! Bertaqarrublah kepada Allah! Berhijrahlah dari mereka secara syar'i dengan berpegang atas kaidah syariat dan asal pokoknya dalam memelihara kemaslahatan dan kebaikan serta menolak dan mencegah kerusakan. Berhatihatilah Anda terhadap penguasaan hawa nafsu terhadap Anda! Kaidah al-wala wa al-bara' berarti berhubungan dengan orang-orang yang baik, bertaqarrub kepada Allah, membersihkan diri, dan membebaskan diri dari orang-orang yang melakukan maksiat atau bid'ah. HUKUMAN ORANG YANG BERKAWAN DENGAN PELAKU DAN PENCIPTA BID'AH Orang yang suka berbicara dengan kebatilan adalah seperti syaitan yang bisa berbicara, sedang orang yang diam saja terhadap kebatilan adalah syaitan bisu. lni sebagaimana perkataan Abu Ali Ad-Daqaq ra (meniggal tahun 406 H) dan ketetapan sunah. Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda: "Manusia itu bersama dengan orang yang ia cintai:" "Amat senangnya orang-orang Islam sesudah Islam dengan hadits ini." Para imam telah memperkuat penentangannya terhadap orang yang berlawanan dengan akidah. Mereka meninggalkan kegiatan pelaku atau pencipta bid'ah. Ibnu Taimiyah menolak aliran Ittihadiyah (menganggap Allah bisa menyatu atau manunggal dengan manusia sehingga ia beranggapan bahwa dirinya adalah Allah); dia berkata, "Wajib mendapat hukuman semua orang yang menisbahkan dirinya dengan mereka, membela mereka, me muji mereka, mengagungkan mereka atau kitab-kttab mereka membantu mereka, tidak suka pembicaraan tentang mereka, atau menunjukkan alasan bahwa pembicaraan itu tidak diketahui. Wajib dihukum pula orang yang berkata, "Sesungguhnya ia temasuk jenis kitab itu."

http://www.akhirzaman.info/

28

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

Alasan itu hanya dikatakan oleh seseorang yang jahil atau munafik. Hukuman itu bahkan wajib atas setiap orang yang mengenal keadaan mereka. Tidak membantu mereka merupakan keharusan karena mereka adalah ahli bid'ah yang merusak akal dan agama. Melalui kiai-kiai, ulama, raja-raja, serta penguasa-penguasa, mereka membuat kerusakan di atas bumi dan menghalangi jalan Allah. Semoga Allah merahmati Ibnu Taimiyah dan memberinya minumminuman surga. Sungguh perkataan itu amat halus dan penting walaupun khusus menampakkan aliran Ittihadiyah Semua pelaku atau pencipta bid'ah sudah tercakup di dalamnya. Semua yang nampak sebagai pelaku bid'ah atau memunculkan penciptaannya atau mengagungkan kitab-kitabnya, menyebarkannya di kalangan umat Islam dan meniupkan atau mengembangkan sesuatu yang mengandung bid'ah dan kesesatan, tidak melepaskan kesesatan yang ada padanya, serta mengikis aqidah dan keyakinan, maka ia telah melampaui batas. la wajib diputus, dihentikan, agar bahaya tidak menimpa umat Islam. Di zaman ini kita telah diuji dengan adanya kaum atau bangsa yang berada dalam situasi demikian. Mereka mengagungkan para pencipta atau pelaku bid'ah dan menyebarkan pandangan-pandangan serta makalahmakalah mereka. Mereka tidak berhati-hati atas jatuhnya mereka dalam kesesatan. Maka waspadalah terhadap "Abu Jahal" pencipta bid'ah itu! Sepatutnya kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa Taala karena Allah sajalah tempat kita berserah diri. Hanya kepada Allah kita mengharap kebaikan dan hanya kepada Allah kita mengharap keselamatan, baik di dunia maupun di akhirat. KEWASPADAAN DARI TERSEBARNYA BID'AH Nasihatku untuk setiap muslim yang selamat dari fitnah atau gangguan syubhat tentang aqidah, bila bid'ah itu direndahkan maka pecahlah hati penciptanya. Kalau bid'ahnya dipecah maka jiwa-jiwa pencipta bid'ah tidak bergerak. Bila gerak itu tumbuh dan tampak, maka jiwa akan terbawa kepadanya. Untuk itu, dalam khabar dikatakan: "Sesungguhnya jiwa itu bergerak ke haj bila syiar-syiarnya diceritakan. Kalau wanita yang disebut, maka jiwa bergerak kepada kekejian (perzinaan)." Uraian ini termasuk bab mujahadah dan jihad. la merupakan kebenaran dalam perkataan atau pembicaraan. Keberadaan dan rinciannya di sesuaikan dengan kedudukannya. Wallahu A'lam,

http://www.akhirzaman.info/

29

Menjauhi Pelaku Bidah

Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

Judul Asli: Hajrul Mubtadi'u Karya: Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid Peneribt: Darush Shafa, Kairo, 160 . Jl. Malik Faishal Edisi Indonesia "MENJAUHI PELAHU BID'AH" Penerjemah: Salim Bazemool Editor: Purwanto Khathath: 'Atmin Abbas Cover: Ahmad Abidin Cetakan I: Nopember 1994 Penerbit: PUSTAKA MANTIQ Jl. Kapten Mulyadi No. 253 Telp. 53017 Solo 57118 Anggota IKAPI No. 032/JTE Hak Terjemahan Dilindungi Undang-undang All Rights Reserved

"Bilamana pemilik Hak Cipta berkeberatan dengan digunakan bahan-bahan miliknya, silahkan menghubungi kami dan dalam kesempatan pertama, insya-Allah kami akan segera menariknya kembali. (admin@akhirzaman.info )

http://www.akhirzaman.info/

30

Anda mungkin juga menyukai