Anda di halaman 1dari 3

KPK Diminta Usut Enviromental Fund Rp 445 M dari Otorita Asahan

MedanBisnis Medan. Masyarakat Toba Samosir (Tobasa) mempertanyakan penggunaan sekaligus penyaluran dana bantuan environmental fund sebesar US$ 49,43 juta (setara Rp 445 miliar) yang diserahkan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) kepada masyarakat. Dana tersebut disebut-sebut diserahkan PT Inalum kepada Otorita Asahan (OA) pada periode 19992009 untuk disalurkan kepada masyarakat sekitar Danau Toba. Pemrakarsa megaproyek Inalum yang juga penandatangan perjanjian pemberian bantuan environmental fund Dr Ir Bisuk Siahaan mengungkapkan hal tersebut dalam dialog publik di studio TVRI Sumatera Utara di Medan, Selasa (15/11). Dialog untuk membedah manfaat megaproyek Inalum bagi masyarakat, khsususnya Tobasa dan Samosir menampilkan tiga narasumber yakni anggota DPD RI asal Sumut Drs Rudolf M Pardede, pengagas megaproyek Inalum Dr Bisuk Siahaan dan Ketua Pansus 2 Megawatt Listrik Inalum DPRD Tobasa Victor Silalahi. Bisuk Siahaan menerangkan muasal penyediaan dana tersebut mengurangi ekses buruk krisis ekonomi 1998, khususnya kepada warga Tobasa. Untuk membantu masyarakat Tobasa termasuk Samosir, kata Bisuk, pihak Inalum bersedia menyediakan dana yang dijuluki environmental fund. Nilai dana yang diserahkan setiap tahun, kata Bisuk, bervariasi tergantung penjualan produk ingot Inalum di pasar lokal. Anggota DPD RI Drs Rudolf Pardede mengutip data yang ada membeberkan, total environmental fund selama 10 tahun (1999-2009) mencapai US$ 49,43 juta lebih atau setara Rp 445 miliar. Dana tersebut merupakan akumulasi penyerahan tahun 1999 (US$ 952.569), 2000 (US$ 2.346.104), 2001 (US$ 2.927.580), 2002 (US$ 4.458.262), 2003 (US$ 5.369.927), 2004 (US$ 6.581.614), 2005 (US$ 5.911.879), 2006 (US$ 5.998.369), 2007 (US$ 5.918.621), 2008 (US$ 8.221,401), dan 2009 (US$ 745.858). Selain environmental fund, kata Rudolf, masyarakat Balige dan Porsea (Tobasa) juga sudah dijanjikan mendapatkan 2 megawatt listrik PLTA Asahan dengan harga khusus. Jika dihitung selama 30 tahun lebih operasional Asahan nilai uang yang seharusnya diserahkan kepada masyarakat Balige dan Porsea jika harga listrik dikonversi menjadi uang mencapai Rp 175 miliar, katanya. Ketua Pansus 2 MW Listrik Inalum DPRD Tobasa Victor Silalahi mengungkapkan, rakyat Tobasa hingga saat ini belum ada menerima dana tersebut, baik dana yang bersumber dari environmental fund maupun harga khusus listrik untuk warga Balige dan Tobasa. Victor Silalahi mendesak pihak terkait khususnya Otorita Asahan agar menjelaskan keberadaan dana tersebut kepada masyarakat. Masyarakat Tobasa sangat menanti-nanti dana tersebut untuk memacu pembangunan, kata Wakil Ketua DPR Tobasa Jojor Marpaung yang hadir dalam dialog tersebut. Rudolf Pardede berjanji akan membantu masyarakat Tobasa untuk memperjuangkan haknya. Ketua Otorita Asahan (OA) Efendi Sirait belum bisa dikonfirmasi perihal keberadaan dana

tersebut. Demikian juga Direktur Perencanaan OA Edward Sinuhaji yang dihubungi melalui telepon maupun melalui SMS menolak memberikan penjelasan. Pak (Bisuk) Siahaan lebih mengerti dari saya karena beliau master of mind-nya, kata Edward Sinuhaji melalui SMS menjawab MedanBisnis tadi malam. Ketua Forum Peduli Danau Toba Efendy Naibaho seusai dialog tersebut kepada pers mengatakan, pihaknya meminta Komisi Pemberantasan Korupsi mengusut keberadaan dana tersebut. ( sarsin siregar)

Penggagas Megaproyek Inalum Dr Bisuk Siahaan

Jangan Perpanjang Kontrak Pengelolaan Inalum MedanBisnis Medan. Penggagas megaproyek PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) Dr Bisuk Siahaan meminta pemerintah Indonesia jangan memberi peluang lagi kepada pihak Nippon Asahan Alumunium/NAA yakni konsorsium beranggotakan 12 perusahaan swasta Jepang melanjutkan kontrak kerja sama pengelolaan Inalum setelah berakhirnya master agreement (MA) tahun 2013. Menurut Dr Bisuk, megaproyek tersebut harus dikuasai pemerintah agar manfaatnya dapat semaksimal mungkin mensejahterakan rakyat Indonesia. Hal itu disebutkannya menjawab pertanyaan wartawan seusai menghadiri pertemuan antara Tim I Komite IV DPD RI dengan Pemprop Sumut, Pemkab Tobasa, DPRD Tobasa, Otoritas Asahan, PLN Wilayah Sumut di Kantor Gubernur Sumut, Selasa (20/9). Menurut Bisuk, kontrak kerja sama pengelolaan sebagaimana tertuang dalam master agreement yang ditandatangani Pemerintah RI dengan pihak swasta Jepang lebih banyak memberikan keuntungan kepada Jepang. Oleh karena itu, kata dia, kesempatan mengakhiri (memutuskan) kerja sama dengan pihak Jepang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Selanjutnya, keberadaan megaproyek tersebut harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat Sumut. Menjawab pertanyaan wartawan mengenai kinerja Inalum yang sudah mencetak untung dalam beberapa tahun terakhir setelah berpuluhtahun mengalami kerugian, menurut Bisuk hal tersebut karena mata uang Jepang (yen) mengalami apresiasi (menguat) signifikan terhadap dolar AS. Apresiasi yen, kata Bisuk, memberikan pengaruh besar mengangkat nilai penjualan Inalum. Sekadar diketahui, penjualan ingot yang dihasilkan pabrik peleburan alumunium di Kuala Tanjung (Batubara) hampir 70% diekspor ke Jepang. Sisanya, dipasarkan memenuhi kebutuhan industri dalam negeri.

Merugikan Indonesia Sejumlah anggota Tim I Komite IV DPD RI dalam pertemuan yang digelar di Kantor Gubernur

Sumut, Selasa (20/9) senada mengatakan, pada umumnya kontrak kerja sama dengan pihak investor asing selalu kurang menguntungkan bagi Indonesia. Fakta tersebut antara lain sudah terbukti pada sejumlah kontrak kerja sama yang diteken di masa silam di antaranya pengelolaan tambang emas oleh PT Freeport (Papua) dan peleburan alumunium oleh PT Inalum (Sumut). Untuk itu, pihak anggota DPD RI menyarankan agar DPD membentuk panitia khusus (pansus) untuk mempelajari berbagai kontrak kerja sama, termasuk secara khusus kegagalan masyarakat Tobasa mendapatkan kompensasi dalam bentuk tariff listrik khusus kepada warga Balige dan Porsea 9Tobasa) yang tidak terwujud selama puluhan tahun. (sarsin siregar)

Anda mungkin juga menyukai