Anda di halaman 1dari 26

Pengantar Ilmu Hukum Indonesia Modul 7-9

MODUL 7 TATA HUKUM INDONESIA


KB 1. Pengertian Tata Hukum Indonesia Pengantar Hukum Indonesia merupakan salah satu cabang ilmu hukum yang mempelajari (secara garis besar) hukum yang berlaku saat ini (hukum positif/ius constitutum) di negara Indonesia. Bidang kekhususan ini berbeda dengan hal yang diatur dalam Pengantar Ilmu Hukum yang mempelajari hukum pada umumnya yang tidak terbatas pada negara Indonesia saja, tetapi juga prinsip-prinsip hukum umum yang ada dalam setiap sistem hukum. Sekaligus tidak membatasi pada hukum positif saja, melainkan juga pada hukum yang diinginkan (ius constituendum). Tata Hukum Indonesia dapat diartikan sebagai suatu tatanan hukum yang berlaku di Indonesia saat ini. Dari hal tersebut maka secara resmi, tatanan hukum Indonesia berlaku semenjak diproklamasikan kemerdekaan RI tanggal l7 Agustus 1945. POLITIK HUKUM NASIONAL Politik hukum merupakan perbuatan negara dan alat-alat negara yang ditujukan untuk hukum. Politik hukum Indonesia tidak dapat kita lepaskan dari sejarah nasional. Politik hukum nasional saat ini tetap dipengaruhi oleh sejarah politik hukum nasional. Pada masa Hindia Belanda, politik hukum nasional dipenuhi semangat kolonialisme. Hal ini dapat terlihat pada Pasal l3l Indische Staatregeling yang berbunyi sebagai berikut: 1. Hukum perdata dan hukum dagang, hukum pidana dan hukum acara perdata, harus dikodifikasikan. 2. Untuk golongan Eropa dianut asas konkordansi terhadap peraturan perundangan yang berlaku di negeri Belanda. 3. Untuk orang Indonesia dan Timur Asing jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendaki, dapatlah peraturan untuk bangsa Eropa diberlakukan pada mereka baik seluruhnya maupun sebagian. 4. Orang Indonesia asli dan Timur ,Asing, sepanjang terhadap mereka belum diberlakukan peraturan bersama dengan orang Eropa, diperbolehkan menundukkan diri kepada hukum yang berlaku untuk orang Eropa, baik untuk seluruhnya maupun hanya mengenai suatu perbuatan tertentu. 5. Sebelum hukum untuk orang Indonesia ditulis dalam Undang-undang, maka bagi mereka akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka. Hukum yang dimaksud ini jelaslah hukum adat orang Indonesia. Dasar dari UUD 1945 diterapkan dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 sebelum diamandemen. Ketentuan ini menjadi landasan politik hukum nasional yang tertuang dalam butirbutir pembangunan hukum dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dari beberapa GBHN, yang perlu dicatat terkait dengan politik hukum nasional kita adalah sebagai berikut: 1. Untuk pemerintah dan DPR dibebani tugas kodifikasi dan unifikasi hukum dalam bidang-bidang tertentu. 2. Dalam hal institusional, diperlukan adanya penertiban fungsi lembaga hukum, menetapkan dan mengatur kewenangan aparat penegak hukum.
WAHYU AGUSTINUS ( NIM 018144307 ) Mahasiswa PIK BKN Angkatan IV 2012

Halaman 1

Pengantar Ilmu Hukum Indonesia Modul 7-9

3. Untuk bidang keterampilan perlu diadakan peningkatan kemampuan dan kewibawaan penegak hukum. Politik hukum nasional selama ini identik dengan tiga tujuan utama tersebut di atas. Namun, seiring reformasi Mei 1998, bergulir suatu babak baru dalam politik hukum nasional. Dari proses amandemen terhadap UUD 1945 yang telah dilakukan selama empat tahapan mencirikan politik hukum pemerintah yang ingin melakukan pembenahan tata hukum yang ada di Indonesia. Arah kebijakan legislasi nasional yang ada saat ini diutamakan untuk melaksanakan agenda reformasi dalam segala bidang yang masih dalam proses. Tuntutan atas penghapusan korupsi, kolusi, dan nepotisme salah satunya, akan menjadi citra dari politik hukum nasional pemerintah saat ini. Dari politik hukum yang ada dapat kita ketahui arah dan kebijakan pembangunan hukum di Indonesia, yaitu: 1. Berdasarkan landasan sumber tertib hukum yang terkandung dalam pandangan hidup, kesadaran bernegara, tujuan negara, cita-cita moral yang luhur sebagaimana yang tercantum dalam makna Pancasila dan UUD 45. 2. Mengarahkan dan menampung kebutuhan-kebutuhan hukum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang berkembang ke arah modernisasi, sehingga tercapai ketertiban dan kepastian hukum, Kebijakan ini ditempuh dengan : a. Pembaharuan dan unifikasi hukum b. Menertibkan lembaga-lembaga hukum c. Peningkatan kemampuan dan kewibawaan penegak hukum 3. Memupuk kesadaran hukum dalam masyarakat dan membina aparat pemerintah kearah keadilan serta perlindungan HAM. B. BIDANG-BIDANG HUKUM DI INDONESIA Beberapa bidang kajian hukum yang dicantumkan dalam Pasal 102 UUDS yaitu: 1. Hukum Pidana Sipil. 2. Hukum Pidana Militer. 3. Hukum Acara Pidana. 4. Hukum Acara Perdata. 5. Hukum Perdata. 6. Hukum Dagang. 7. Hukum Tata Usaha. Dalam tata hukum Hindia Belanda, terdapat beberapa bidang hukum umum, yaitu: 1. Hukum Tata Negara atau staatsrecht atau constitusional law adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur tatanan kenegaraan yang meliputi organisasi negara secara keseluruhan termasuk unsur aparat pendukungnya. 2. Hukum Tata Usaha atau administratiefrecht atau administrative law adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur cara bagaimana penguasa itu seharusnya bertingkah laku dan melaksanakan tugasnya. 3. Hukum Perdata atau privaatrecht atau burgerliikrecht atau civil law adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur hak dan kewajiban (tingkah laku) orang

WAHYU AGUSTINUS ( NIM 018144307 )

Halaman 2

Mahasiswa PIK BKN Angkatan IV 2012

Pengantar Ilmu Hukum Indonesia Modul 7-9

baik secara bersendirian maupun dalam hubungannya dengan orang lain dalam masyarakat. 4. Hukum Pidana atau strafrecht atau criminal law adalah keseluruhan aturan-aturan hukum yang membatasi tindakan-tindakan manusia di dalam masyarakat dengan ancaman pidana bagi yang tidak mentaati aturan hukum yang sudah ada. 5. Hukum Dagang atau hendelsrecht atau Commercial Law adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur hubungan antar subjek hukum termasuk hak dan kewajiban yang timbul terutama di dalam bidang perniagaan. 6. Hukum Acara atau procesrecht adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur bagaimana mempertahankan aturan hukum materiil. Hukum acara ini dibagi menjadi hukum acara pidana dan hukum acara perdata. Adapun tambahan baru yang diterapkan adalah hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara. Bidang kajian hukum tersebut di atas merupakan bidang pokok yang ada di dalam tata hukum Hindia Belanda. Namun, di luar bidang-bidang hukum tersebut, tata hukum nasional saat ini sudah mengenal beberapa tambahan bidang hukum baru yang bersifat pokok, diantaranya yaitu Hukum Lingkungan, Hukum Agraria, Hukum Islam, Hukum Adat, Hukum Pajak, Hukum Perburuhan, Sosiologi Hukum, Politik Hukum, Hukum Teknologi, dan lainnya. KB 2. BENTUK PERATURAN HUKUM Berdasarkan ruang lingkup berlakunya, hukum dibedakan menjadi dua macam yaitu: 1. Hukum umum (ius generale), yaitu aturan hukum yang berlaku pada umumnya. Misalnya Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Administrasi Negara, dan lainnya. 2. Hukum khusus (ius speciale), yaitu aturan hukum yang berlaku hanya untuk hal khusus dan tertentu saja. Berdasarkan daya kerjanya, hukum dibedakan menjadi: a. Hukum pemaksa, yaitu aturan hukum yang dalam keadaan konkret tidak dapat dikesampingkan oleh perjanjian para pihak atau ketentuan penyimpang lainnya di luar yang dalam hukum tersebut. b. Hukum Pelengkap, sifatnya seperti assessor atau dapat disimpangi dengan adanya perjanjian oleh para pihak. Berdasarkan fungsi, hukum dibedakan menjadi: 1. Hukum materiil atau substanlive Law, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara orang atau negara atau antar lembaga negara yang berdampak pada timbulnya hak dan kewajiban para pihak. 2. Hukum Formil atau adjective law, yaitu hukum yang mengatur cara bagaimana mempertahankan dan melaksanakan hukum materiil. Hukum formil ini dilaksanakan dengan suatu mekanisme beracara tertentu, sehingga pembedaannya meliputi Hukum Acara Pidana, Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Pidana Militer, dan Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara. Hukum berdasarkan isi yang diatur dibedakan menjadi: 1. Hukum Publik, yaitu hukum yang mengatur kepentingan umum. Atau juga bisa dikatakan sebagai hukum yang mengatur antara penguasa dengan pihak yang dikuasai.

WAHYU AGUSTINUS ( NIM 018144307 )

Halaman 3

Mahasiswa PIK BKN Angkatan IV 2012

Pengantar Ilmu Hukum Indonesia Modul 7-9

2. Hukum Privat, yaitu hukum yang mengatur kepentingan perorangan atau hubungan hukum antara orang yang satu dengan lainnya. KILASAN PRODUK HUKUM DI INDONESIA Bentuk peraturan hukum akan bermacam coraknya mengikuti pada arahan kerja pembentuk undang-undangnya. Corak yang berbeda ini dapat dilihat pada sejarah berlakunya produk hukum di Indonesia. Produk hukum di Indonesia cukup beragam terutama dengan adanya masa pemberlakuan Undang-undang Dasar Sementara; masa pemberlakuan Konstitusi RIS, pemberlakuan UUD 1945 hingga Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maupun perubahan yang terjadi seiring masa reformasi yang bergulir saat ini. Masing-masing corak produk perundangan yang ada ini sekaligus mencirikan warna dan karakter masing-masing pemegang kekuasaan pemerintahan. MASA UUDS DAN KONSTITUSI RIS Masa berlakunya Undang-undang Dasar Sementara, terdapat tiga macam produk peraturan yaitu Undang-undang yang dibuat oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR. Undang-undang Darurat yang dibuat oleh Pemerintah sendiri dalam hal ikhwal yang mendesak, dan . peraturan Pemerintah yang ditujukan sebagai aturan pelaksana dari pasal dalam UUDS sendiri. Setelah masa UUDS lewat, dilanjutkan masa Konstitusi RIS yang pada intinya memiliki kesamaan produk hukum, hanya diberi tambahan nama "federal" di belakangnya. Yaitu Undangundang Federal, Undang-undang Darurat Federal, dan Peraturan Pemerintah Federal. MASA TAP MRPS NO. XX MPRS/1966 Masa setelah berlalunya UUDS dan Konstitusi RIS, produk peraturan perundangan Indonesia ditetapkan bentuk dan tata urutannya dengan TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 Perubahan TAP No. III/MPW 2000. Pada tahun 2000, TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 dicabut dengan TAP MPR No. IIVMPR/2000 yang merubah tata urutan peraturan perundangan. Di tahun 2004, muncul tambahan baru lagi yaitu dengan adanya Undang-undang No. l0 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menyatakan bahwa TAP MPR tidak sebagai produk hukum yang bersifat mengikat dan limitatif dalam kedudukan hierarkisnya, namun hanya bersifat sebagai guidelines saja. ASAS UNDANG-UNDANG Selain bentuk peraturan perundangan yang ada, kita perlu mengetahui tentang asas-asas dari produk perundang-undangan. Asas hukum Undang-undang tidak berlaku surut. Asas hukum undang-undang yang terbaru akan membatalkan undang-undang yang lebih lama. Asas ini terkenal dengan adagium "lex posteriore derogat legi priori". Asas hukum adalah "lex superior derogat legi inferiori". Adagium ini berarti bahwa undangundang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi kedudukannya akan memiliki kedudukan pemberlakuan yang lebih tinggi pula.

WAHYU AGUSTINUS ( NIM 018144307 )

Halaman 4

Mahasiswa PIK BKN Angkatan IV 2012

Pengantar Ilmu Hukum Indonesia Modul 7-9

Pada masa sebelum reformasi, masih terdapat asas bahwa UU tidak dapat diganggu gugat. Namun seiring dengan bergulirnya reformasi dibidang hukum, saat ini tidak ada suatu UU yang tidak dapat dimintakan uji materiilnya terhadap UUD 1945. Adalah Mahkamah Konstitusi yang memiliki kewenangan untuk melakukan pengujian UU terhadap UUD 1945, sengketa kewenangan antar lembaga negara, pembubaran partai politik, sengketa hasil pemilu, maupun dalam hal terdapat pendapat DPR bahwa Presiden/Wakil Presiden telah melakukan penyimpangan kekuasaan negara. SUMBER HUKUM Pada umumnya kata "sumber" diartikan sebagai tempat asal sesuatu. Sumber hukum diartikan sebagai tempat asal (diketemukan) hukum. Sumber Hukum dibedakan menjadi dua yaitu sumber hukum material dan sumber hukum formal. SUMBER HUKUM MATERIAL Hal-hal yang mempengaruhi isi (materi) hukum adalah faktor historis, filosofis, dan sosiologis. Faktor historis (sejarah) akan berpengaruh terhadap isi hukum yang berlaku, karena hukum yang berlaku sekarang merupakan rangkaian dari hukum yang berlaku sebelumnya, terutama terhadap hal-hal yang masih layak untuk diberlakukan saat ini. SUMBER HUKUM FORMAL Sumber hukum formal berupa peraturan perundang-undangan, karena bentuk formal hukum adalah peraturan perundangan-undangan, yang memberi kekuatan berlaku sumber hukum material, artinya isi (materi) hukum itu berlaku setelah dituangkan dalam bentuk formal tertentu, dibuat oleh pejabat yang berwenang serta dilakukan sesuai tatacara yang telah ditentukan. Sumber hukum formal adalah sebagai berikut: l. Undang-undang a. Bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan mengalami perkembangan dari masa ke masa. b. Bentuk-bentuk Peraturan Perundang-undangan pada masa Hindia Belanda c. Bentuk-bentuk Peraturan Perundang-undangan Menurut UUDN RI Tahun 1945. d. Bentuk-bentuk Peraturan Perundang-undangan Menurut Ketetapan MPRS Nomor XY MPRS/1966. e. Bentuk-bentuk Peraturan Perundang-undangan Menurut Ketetapan MPR Nomor III/MPM2000. f. Bentuk-bentuk Peraturan Perundang-undangan Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004. Berdasarkan Undang-undang Nomor l0 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan sebagai berikut: l) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2) Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang; 3) Peraturan Pemerintah; 4) Peraturan Presiden; 5) Peraturan Daerah: a) Peraturan Daerah Propinsi;
WAHYU AGUSTINUS ( NIM 018144307 ) Mahasiswa PIK BKN Angkatan IV 2012

Halaman 5

Pengantar Ilmu Hukum Indonesia Modul 7-9

b) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota; c) Peraturan Desa. Dalam Undang-undang No. l0 Tahun 2004 ditentukan bahwa selain bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan tersebut di atas, terdapat peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh: MPR, DPR, DPD, MA, MK, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, Kepala Badan, Lembaga, atau Komisi yang setingkat yang dibentuk undang-undang atau atas perintah undang-undang, DPRD propinsi, DPRD Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. Dalam Undang-undang No. l0 Tahun 2004 diatur mengenai materi muatan peraturan perundang-undangan beserta badan yang wenang membuatnya, sebagai berikut: 1. Undang-undang dibuat DPR bersama dengan presiden. Materi muatan undang-undang adalah: a. Mengatur lebih lanjut ketentuan UUDNRI Tahun l945 meliputi: (l) hak-hak asasi manusia; (2) hak dan kewajiban warga negara; (3) pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara; (4) wilayah negara dan pembagian daerah; (5) kewarganegaraan dan kependudukan; (6) keuangan negara. b. Diperintahkan oleh suatu undang-undang untuk diatur dengan undang-undang. 2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang dibuat oleh Presiden. Materi muatannya sama dengan materi muatan undang-undang. 3. Peraturan Pemerintah dibuat oleh Presiden. Materi muatannya berupa materi untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. 4. Peraturan Presiden dibuat oleh Presiden. Materi muatannya adalah materi yang diperintahkan undang-undang atau materi untuk melaksanakan peraturan pemerintah 5. Peraturan Daerah Propinsi dibuat oleh DPRD Propinsi bersama Gubernur; 6. Peraturan Daerah Kabupaten dibuat oleh DPRD Kabupaten bersama Bupati; 7. Peraturan Daerah Kota dibuat oleh DPRD Kota bersama walikota; 8. Peraturan Desa dibuat oleh Badan Perwakilan Desa bersama Kepala Desa. 2. Konvensi (kebiasaan dalam praktek) Konvensi sebagai sumber hukum adalah berupa kebiasaan atau hukum tidak tertulis tetapi dipraktekkan oleh pejabat negara dalam menjalankan fungsinya. 3. Yurisprudensi/keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap Yurisprudensi sebagai sumber hukum formal hukum administrasi negara adalah yurisprudensi hakim administrasi atau hakim umum yang memutus perkara administrasi. 4. Doktrin Pendapat para pakar akan menimbulkan teori-teori yang kemudian mendorong lahirnya kaidah-kaidah hukum. Doktrin sebagai sumber hukum formal berbeda berlakunya dengan undang-undang, konvensi, maupun yurisprudensi.

WAHYU AGUSTINUS ( NIM 018144307 )

Halaman 6

Mahasiswa PIK BKN Angkatan IV 2012

Pengantar Ilmu Hukum Indonesia Modul 7-9

MODUL 8 HUKUM PIDANA DAN HUKUM INTERNASIONAL Berdasar cara bekerjanya hukum dapat digolongkan menjadi hukum publik dan hukum privat. Hukum publik pada umumnya bersifat memaksa dan dapat dipaksakan oleh alat negara bagi yang melanggarnya atau tidak mematuhinya, hukum publik cirinya mengatur hubungan antar masyarakat dengan pihak penguasa atau hubungan negara atau pemerintah. Sedangkan hukum privat merupakan hubungan antar anggota masyarakat, muatan yang diatur pada umumnya bersifat pribadi. Hukum pidana maupun hukum internasional berdasarkan ciri-ciri di atas dapat digolongkan sebagai hukum publik. Ciri hukum pidana sebagai hukum publik adalah materi yang diatur merupakan kepentingan masyarakat dan negara, kedudukan para pihak yang terlibat dalam pemeriksaan perkara yang tidak sejajar dan cara penegakan hukumnya apabila terjadi pelanggaran. Hukum internasional sebagai hukum publik dapat diketahui dari objek yang diatur, pihak-pihak yang terlibat dan cara penyelesaiannya, apabila terjadi sengketa antar negara atau materi pengaturannya memuat masalah-masalah atau persoalan-persoalan yang bersifat internasional. Hukum pidana dalam arti sempit dapat diartikan sebagian dari hukum negara yang mengatur tentang perbuatan yang dilarang atau berdasarkan kewajibannya harus dilakukan dengan disertai sanksi pidana bagi pelanggarnya (hukum pidana materiil), sedangkan dalam pengertian yang luas mencakup cara penegakan hukumnya (hukum pidana formal). KB 1. HUKUM PIDANA Hukum Pidana dapatlah diartikan sebagai bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan mengatur ketentuan tentang : 1. Perbuatan yang tidak boleh dilakukan, dilarang, yang disertai ancaman pidana bagi barang siapa yang melakukan. 2. Kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan itu dapat dikenakan sanksi pidana. 3. Dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan. Ilmu Hukum Pidana Secara singkat ilmu hukum pidana adalah ilmu pengetahuan mengenai suatu bagian khusus dari hukum, yakni hukum pidana. Objek dari ilmu hukum pidana tersebut adalah aturanaturan hukum pidana yang berlaku di suatu negara. Sementara tujuan dari ilmu hukum pidana pada dasarnya sama dengan tujuan dari ilmu hukum itu sendiri. Perbuatan Pidana. Perbuatan pidana oleh Moeljatno diartikan sebagai perbuatan yang dilarang,,larangan tersebut dalam suatu undang-undang dan adanya ancaman pidana bagi barang siapa yang melanggar. Simon mengartikan perbuatan pidana sebagai kelakuan yang diancam pidana, melawan hukum, adanya kesalahan dan mampu bertanggung jawab.

WAHYU AGUSTINUS ( NIM 018144307 )

Halaman 7

Mahasiswa PIK BKN Angkatan IV 2012

Pengantar Ilmu Hukum Indonesia Modul 7-9

Tujuan Hukum Pidana Tujuan hukum pidana menurut aliran klasik adalah melindungi anggota masyarakat dari tindakan sewenang-wenang. Sedangkan menurut aliran modem, tujuan hukum pidana adalah melindungi masyarakat dari kejahatan. Dasar pijakan aliran modern adalah bahwa dalam memerangi kejahatan harus memperhatikan disiplin ilmu lain. Selain itu hukum pidana bersifat ultimum remidium, artinya, jika semua sarana atau instrumen untuk menegakkan hukum tidak lagi efektif barulah hukum pidana digunakan. Selain tujuan Hukum pidana, terdapat pula tujuan pidana yang secara garis besar ada tiga. Pertama, tujuan pidana yang berdasarkan pada pembalasan. Kejahatan dianggap sebagai suatu ketidakadilan. oleh karena itu harus melakukan pembalasan yang setimpal terhadap pelaku kejahatan. Tujuan pidana yang berdasarkan pada pembalasan ini dikenal dengan teori absolut yang dikemukakan Imanuel Kant dan Julius Stahl. Kedua, tujuan pidana adalah prevensi. Tujuan pidana ini dikenal dengan teori tujuan atau teori relatif. Ada lima dari teori ini : 1. Generale Preventie atau pencegahan umum. Teori ini dikemukakan oleh Anselm Von Feuerbach bahwa apabila setiap orang mengerti dan tahu bahwa melanggar peraturan hukum itu diancam dengan pidana, maka ada tekanan untuk seseorang tidak melakukan perbuatan yang melanggar aturan tersebut. Keadaan ini dinamakan dengan istilah Psychologische Zwang. 2. Speciale Preventie atau pencegahan khusus. Aliran ini dikemukakan oleh Van Hamel dan Von Liszt. Pencegahan khusus artinya agar si pelaku kejahatan tidak lagi mengulangi perbuatannya. 3. Yerbetering Van de dader. Tujuan pidana menurut aliran ini adalah untuk memperbaiki si penjahat agar menjadi manusia yang baik. Oleh karena itu selama menjalani pidana harus disertai dengan pendidikan yang dapat memperbaiki si penjahat. 4. Onschadelijk maken van de misdadiger. Aliran ini bermaksud menyingkirkan mereka yang tidak bisa lagi diperbaiki dari masyarakat. Dengan demikian dapat mencegah terjadinya kejahatan' 5. Herstel van geleden maatschappeliik nadeel. Tujuan pidana menurut aliran ini adalah untuk memperbaiki kerugian dalam masyarakat akibat kejahatan yang dilakukan. Ketiga, teori gabungan yang menyeimbangkan antara pembalasan dan perlindungan terhadap masyarakat. Teori ini dikemukakan oleh Vos Groritius (Hugo de Groot) dan Hazewinkel Suringa Dalam teori gabungan ini ada tiga aliran, yaitu : 1. Titik berat pembalasan untuk melindungi masyarakat. 2. Titik berat melindungi masyarakat tanpa meninggalkan pembalasan. 3. Pembalasan dan perlindungan seimbang. Tentang KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang saat ini berlaku di Indonesia adalah terjemahan resmi dari wetboek van Strafrecht yang selesai dibuat di Tweede Kamer (parlemen) Belanda pada tanggal 3 Maret 1881. Akan tetapi wetboek van Strafrecht tersebut dinyatakan berlaku pada tanggal I September 1886 dan diterapkan secara konkordansi di semua wilayah jajahan Belanda, termasuk Indonesia.

WAHYU AGUSTINUS ( NIM 018144307 )

Halaman 8

Mahasiswa PIK BKN Angkatan IV 2012

Pengantar Ilmu Hukum Indonesia Modul 7-9

Dalam ketentuan umum terdapat beberapa hal antara lain mengenai jenis pidana dan beberapa pengertian seperti delik aduan, residivis dan perbarengan perbuatan. Berdasarkan KUHP secara garis besar pidana dibagi atas pidana pokok dan pidana tambahan. Adapun pidana pokok terdiri dari: l. Pidana mati 2. Pidana penjara 3. Pidana kurungan 4. Pidana denda Sedangkan pidana tambahan terdiri atas : 1. Perampasan barang-barang tertentu 2. Pencabutan hak-hak tertentu 3. Pengumuman putusan hakim Asas Hukum Pidana Secara garis besar asas-asas hukum pidana dapat dibagi menjadi dua, yaitu asas-asas hukum pidana dalam KUHP dan asas-asas hukum pidana di luar KUHP. Beberapa asas hukum pidana dalam KUHP adalah: l. Asas Legalitas Asas ini diciptakan oleh Anselm Von Feuerbach yang berarti tidak ada perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan. 2. Asas Teritorial, Pengecualian Asas Teritorial dan Perluasan Asas Teritorial Asas Teritorial berarti hukum pidana Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan pidana di Indonesia. Akan tetapi pengecualian atas asas teritorial dapat terhadap orang maupun terhadap tempat. Pengecualian asas teritorial terhadap orang khususnya bagi kepala negara, Duta Besar dan Konsul serta diplomat serta petugas lembaga internasional. Sedangkan pengecualian asas teritorial atas tempat yakni, wilayah kedutaan besar suatu negara, wilayah angkatan bersenjata suatu negara dan kapal berbendera negara asing. 3. Alasan Penghapus Pidana yang ada dalam KUHP Secara garis besar alasan penghapus pidana dibagi menjadi alasan pembenar dan alasan pemaaf. Alasan pembenar berarti sifat melawan hukum dari suatu perbuatan dihapus. Sedangkan alasan pemaaf berarti sifat dapat dicelanya pelaku dihapus. 4. Alasan Penghapus Penuntutan yang ada dalam KUHP Ada beberapa alasan penghapus penuntutan dalam KUHP yakni, ne bis in idem, terdakwa meninggal dunia, veriaring, dan pembayaran sukarela atas pelanggaran yang hanya diancam dengan sanksi pidana denda. Ne bis in idem artinya seseorang tidak dapat dituntut lebih dari satu kali di depan pengadilan dengan perkara yang sama. Beberapa asas-asas hukum pidana di luar KUHP adalah: a. Geen straf zonder schuld. Asas ini juga dikenal dengan istilah actus reus mens req yang berarti tidak ada pidana tanpa kesalahan b. Alasan-alasan penghapus pidana di luar KUHP
WAHYU AGUSTINUS ( NIM 018144307 ) Mahasiswa PIK BKN Angkatan IV 2012

Halaman 9

Pengantar Ilmu Hukum Indonesia Modul 7-9

Sebagaimana alasan penghapus pidana dalam KUHP, alasan penghapus pidana di luar KUHP juga terdiri dari alasan pembenar dan alasan pemaaf. Alasan pembenar di luar KUHP antara lain izin dan norma-norma jabatan yang sudah diterima. c. Alasan-alasan penghapus penuntutan diluar KUHP Beberapa alasan penghapus penuntutan di luar KUHP antara lain amnesti, abolisi dan asas oportunitas. Amnesti ialah penghapus penuntutan maupun penghapusan untuk menjalankan pidana. Sedangkan abolisi adalah hapusnya kewenangan penuntutan oleh jaksa penuntut umum. Hukum Internasional A. PENGERTIAN Hukum internasional sering diistilahkan dengan nama hukum bangsa-bangsa, hukum antarbangsa maupun hukum antarnegara. Secara umum beberapa pengertian ini sama pemaknaannya. Namun dalam pembahasan hukum internasional dalam arti luas, hukum internasional dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu hukum internasional publik dan hukum perdata internasional. Hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara. Atau dengan kata lain sebagai kumpulan ketentuan hukum yang menyelesaikan masalah antar individu yang pada saat bersamaan tunduk pada yurisdiksi dua negara atau lebih yang berbeda. Hukum internasional publik, yang selanjutnya kita sebut hukum internasional sebagai bahasan kita diartikan sebagai kumpulan ketentuan hukum yang berlakunya dipertahankan oleh masyarakat internasional. Sebagai bagian dari hukum, hukum internasional memenuhi unsurunsur sebagai kumpulan ketentuan yang mengatur tingkah laku masyarakat internasional yang berlakunya dipertahankan oleh external power masyarakat yang bersangkutan. Hukum internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara: (1) negara dengan negara (2) negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu sama lain". B. SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL Secara teoritis, subjek hukum internasional hanyalah negara. Dalam hal terdapat suatu konvensi internasional yang ditujukan untuk melindungi subjek hukum perorangan, konstruksi yang ditunjuk secara langsung dalam konvensi tersebut adalah negara yang menjadi peserta konvensi tersebut. Subjek hukum internasional dalam arti yang sebenarnya diartikan sebagai pemegang segala hak dan kewajiban menurut hukum internasional. Dalam arti kepemilikan hak dan kewajiban secara penuh ini maka subjek hukum internasional dapat diartikan sebagai negara. Namun dalam arti yang lebih luas pengertian ini mencakup pula keadaan dimana yang dimiliki itu hanya hak dan kewajiban yang terbatas. Subjek hukum dalam arti terbatas ini dimaksudkan sebagai individu. Subjek hukum internasional yaitu: 1. Negara

WAHYU AGUSTINUS ( NIM 018144307 )

Halaman 10

Mahasiswa PIK BKN Angkatan IV 2012

Pengantar Ilmu Hukum Indonesia Modul 7-9

2.

3.

4.

5.

6.

Negara merupakan subjek hukum internasional klasik, yang sudah demikian adanya semenjak lahirnya hubungan antar negara yang menciptakan hukum internasional. Negara yang dimaksud sebagai subjek hukum internasional dalam pengertian seluas-luasnya. Tahta Suci Vatikan Tahta Suci Vatikan merupakan subjek hukum internasional selain negara. Hal ini merupakan peninggalan masa lalu pada saat Paus selain sebagai Kepala Gereja Roma juga memiliki kekuasaan duniawi. Palang Merah Internasional Palang Merah Internasional atau International Commission of Red Cross (IRCR) memiliki posisi yang unik sebagai subjek hukum internasional. Organisasi Internasional Organisasi internasional merupakan subjek hukum internasional yang kuat kedudukannya selain negara saat ini. Individu Kedudukan individu sebagai subjek hukum internasional seperti dijelaskan dalam pemaparan sebelumnya menjadi kuat seiring perkembangan sejarah manusia. Pemberontak atau Para Pihak dalam suatu Sengketa Bersenjata Pemberontak atau pihak bersengketa yang lazim disebut belligerent dapat memperoleh kedudukan sebagai subjek hukum internasional hanya dalam beberapa keadaan tertentu dan harus memenuhi persyaratan tertentu pula.

C. SUMBER HUKUM INTERNASIONAL Sumber hukum dapat memiliki beberapa makna. Sumber hukum dalam arti materiil akan mempersoalkan dasar berlakunya hukum atau apa yang mengakibatkan kekuatan mengikat dari suatu produk hukum. Sedangkan dalam pengertian secara formal, maka sumber hukum akan berarti tempat di mana kita bisa mendapatkan ketentuan hukum yang diperlukan sebagai kaidah dalam permasalahan konkret. Sumber hukum internasional yang utama terdapat pada Pasal 38 Ayat (l) Statuta Mahkamah Internasional yang membagi sumber hukum internasional menjadi empat, yaitu: 1. Perjanjian internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, yang mengandung ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang bersengketa. 2. Kebiasaan internasional, sebagai bukti dari kebiasaan umum yang telah diterima sebagai hukum 3. Prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab 4. Keputusan pengadilan dan ajaran para sarjana yang paling terkemuka dari berbagai negara sebagai sumber tambahan dalam penetapan kaidah hukum. Secara umum tahapan dalam pembentukan suatu perjanjian internasional meliputi perundingan dan penandatanganan. Namun ada beberapa perjanjian internasional yang mensyaratkan adanya ratifikasi sebagai salah satu tahapan. Perjanjian yang memerlukan proses ratifikasi biasanya yang dianggap penting sehingga memerlukan persetujuan dari badan yang berwenang untuk mengadakan perjanjian internasional (pemerintah). Sumber hukum yaitu tentang kebiasaan internasional. Kebiasaan internasional tidak semuanya dapat menjadi sumber hukum internasional. Untuk dapat dikatakan sebagai sumber

WAHYU AGUSTINUS ( NIM 018144307 )

Halaman 11

Mahasiswa PIK BKN Angkatan IV 2012

Pengantar Ilmu Hukum Indonesia Modul 7-9

hukum internasional, kebiasaan tersebut perlu memiliki unsur sifat umum dari kebiasaan tersebut dan penerimaan publik bahwa kebiasaan tersebut dapat diterima sebagai hukum. Sumber hukum primer adalah prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab. perlu untuk diketahui bahwa arti umum ini berarti tidak hanya asas atau prinsip hukum yang ditetapkan oleh hukum internasional yang berlaku tetapi juga semua prinsip hukum umum yang ada dalam aturan hukum nasional, selama tidak ada pertentangan dengan ketentuan dan kepentingan internasional lainnya. SEJARAH HUKUM INTERNASIONAL Sejarah hukum internasional modern pada awal mula dirintis dengan adanya Perjanjian Westphalia yang meruntuhkan upaya Romawi membangun kembali imperiumnya dan menempatkan hak kedaulatan bagi negara-negara modern. Namun, kejadian ini tidak dianggap penting daripada Konferensi Perdamaian 1856 dan Konferensi Jenewa 1864, yang memelopori Konferensi Perdamaian Den Haag 1899. Konferensi inilah yang mengawali terbentuknya sebuah konvensi yang diadopsi oleh banyak negara. Konferensi yang diadakan untuk menghentikan perang itu berlanjut dengan adanya Brian-Kellog Pact 1928 yang melarang perang sebagai cara untuk mencapai suatu tujuan serta pendirian Liga Bangsa-bangsa (LBB). Namun pendirian LBB ini tidaklah mulus, karena dukungan yang masih lemah, dikarenakan masih rendahnya kepahaman dalam penundukan diri terhadap hukum internasional. LBB tidak memiliki upaya paksa apapun sehingga tidak memiliki taring yang cukup kuat untuk menegakkan peraturan hukum internasional. Sehingga yang terjadi adalah kembali pecahnya Perang Dunia II. Perkembangan mendasar hukum internasional dimulai dengan terbentuknya United Nations atau PBB melalui UN Charter 1945 yang ditandatangani di San Fransisco oleh 50 negara utama. Upaya pendirian PBB ini kemudian dilanjutkan dengan dikeluarkan Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia 1948 dan pembentukan International Low Commission yang diberi kewenangan untuk melakukan upaya-upaya yang perlu dalam pengembangan hukum internasional. E. HUBUNGAN HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL Asas mendasar dalam penerapan hukum internasional dalam hukum nasional ini disebut asas territory atau asas kewilayahan. Dasarnya ialah kekuasaan negara atas wilayah negaranya sendiri. Negara dapat menentukan bahwa hukumnya berlaku bagi semua orang dan barang yang ada dalam wilayah atau teritorinya. Di samping kekuasaan atas wilayah, negara juga memiliki kekuasaan atas warga negaranya. Dari dasar ini, negara dapat menentukan bahwa hukumnya berlaku bagi warga negaranya sendiri, bagi rakyatnya atau bangsanya sendiri, dimanapun adanya. Asas pemberlakuan hukum bagi warga negara di manapun ia berada disebut asas personality atau nationality atau asas kebangsaan. Asas nasionalitas dikatakan bersifat aktif apabila di dalam penerapannya juga meliputi setiap warga negara meskipun kedudukannya di luar negara. Sedangkan asas nasionalitas pasif dimaksudkan bahwa ketentuan perundangan tentang kedudukan dan wewenang orang tetap mengikat orang asing, selama mereka berada di Indonesia.
WAHYU AGUSTINUS ( NIM 018144307 ) Mahasiswa PIK BKN Angkatan IV 2012

Halaman 12

Pengantar Ilmu Hukum Indonesia Modul 7-9

Mengenai berlakunya hukum internasional dalam hukum nasional, terdapat dua paham yang berkembang yaitu paham dualisme dan paham monisme. Menurut pandangan paham dualisme, hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang berbeda dan masing-masing berdiri sendiri. Dampak dari dianutnya paham ini adalah perlunya sinkronisasi antara peraturan hukum internasional dengan peraturan hukum nasional. Hal ini dikarenakan bahwa masing-masing saling menganggap sebagai sistem yang terpisah dan lepas satu sama lain tanpa ada pengaruh secara langsung. Namun demikian, pendapat ini lebih banyak dianut daripada paham monisme kelanjutan menyatakan bahwa hukum internasional merupakan hukum nasional. Ketika pandangan bahwa hukum internasional merupakan kelanjutan dari hukum nasional, maka pendapat yang berkembang adalah bahwa hukum internasional memerlukan legitimasi mutlak dari hukum nasional. Sifat kemandirian dari hukum internasional menjadi terpenggal dengan adanya paham ini. Pendapat dualisme dianut dikarenakan bahwa sebagai sistem yang terpisah maka masing-masing sistem hukum memiliki kedudukan yang sama-sama kuat dan mandiri. Sedangkan pemberlakuan hukum internasional ke dalam hukum nasional memerlukan adopsi ke dalam regulasi nasional, sehingga prinsip kedaulatan negara masih tetap dijunjung tinggi, namun tanpa melemahkan posisi tawar dari aturan hukum internasional.

WAHYU AGUSTINUS ( NIM 018144307 )

Halaman 13

Mahasiswa PIK BKN Angkatan IV 2012

Pengantar Ilmu Hukum Indonesia Modul 7-9

MODUL 9 HUKUM LINGKUNGAN, HUKUM AGRARIA, DAN HUKUM PAJAK Hukum lingkungan berkembang dengan sangat pesat, seiring dengan perkembangan kehidupan. Permasalahan lingkungan hidup meningkat sebanding dengan peningkatan taraf kehidupan manusia. Kompleksitas permasalahan lingkungan menjadikan perkembangan hukum lingkungan lebih awal dimulai oleh kalangan dunia internasional. Hukum lingkungan meliputi pembahasan terhadap segala peraturan hukum yang mengatur kegiatan yang memiliki atau cenderung berpengaruh pada lingkungan hidup, baik lingkungan hidup secara abiotik maupun biotik. Hukum agraria dekat hubungannya dengan hukum lingkungan. Kata Agraria, bisa mempunyai arti yang sempit (tanah), dan bisa mempunyai arti yang luas (bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya). Sedangkan dalam pembahasannya dengan hukum positif negara kita, definisi yang dipakai untuk istilah hukum agraria adalah pengertian yang luas. Meskipun dalam penerapannya, hukum agraria lebih banyak bersinggungan dengan permasalahan tanah, terutama mengenai hak dan kewajiban yang timbul terkait dengan tanah. Hukum Pajak adalah keseluruhan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai wajib pajak. Pemungut pajak sering disebut dengan fiscus yang artinya keranjang tempat uang. Hukum Pajak dibedakan menjadi dua yaitu: Hukum pajak materiil, yaitu norma-norma yang mengatur tentang subjek, objek dan tarif pajak; dan Hukum pajak formal yaitu norma-norma yang mengatur tentang cara menjelmakan ketentuan pajak materiil menjadi kenyataan. Hukum pajak erat kaitannya dengan hukum lingkungan dan hukum pajak dalam hal hak dan kewajiban administratif yang timbul darinya. Sebagai contoh di dalam lingkungan, terdapat pendekatan hukum administratif selain pendekatan secara perdata maupun pidana. Dalam penegakan hukum lingkungan administratif ini akan erat kaitannya dengan penerapan pajak maupun denda. Sedangkan kaitan antara hukum agraria dengan pajak akan terlihat pada adanya kewajiban untuk membayar kewajiban atas kepemilikan hak atas tanah maupun hak penguasaan atas tanah. HUKUM LINGKUNGAN PENGERTIAN Dasar pemikiran pengelolaan lingkungan hidup bersumber pada kenyataan bahwa manusia adalah sebagian dari ekosistem, manusia pula pengelola ekosistem tersebut. Kerusakan lingkungan adalah pengaruh sampingan dari tindakan manusia untuk mencapai suatu tujuan yang mempunyai konsekuensi terhadap lingkungan hidup. Pada dasarnya hukum lingkungan hidup tidak mempunyai batasan yang jelas sebagaimana hukum perbankan, hukum perjanjian atau hukum perkawinan. Isi hukum lingkungan hidup adalah hasil dari pencarian bentuk kepuasan administrasi dan kendali atas kegiatan dan keputusan yang berdampak terhadap lingkungan hidup. Pengertian yuridis tentang lingkungan hidup dicantumkan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH) dalam Pasal I yang berbunyi "lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,
WAHYU AGUSTINUS ( NIM 018144307 ) Mahasiswa PIK BKN Angkatan IV 2012

Halaman 14

Pengantar Ilmu Hukum Indonesia Modul 7-9

daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya". Pengertian ini tidak berbeda dengan pengertian yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH). pengertian lingkungan hidup dapat dirangkum dalam unsur-unsur sebagai berikut: 1. Semua benda, berupa manusia, hewan, tumbuhan, organisme, tanah, air, udara, ruang, dan unsur pendukungnya yang disebut sebagai "materi"; 2. Daya atau energi; 3. Keadaan atau kondisi; 4. Perilaku; 5. Ruang sebagai wadah berbagai komponen berada; dan 6. Proses interaksi dan saling mempengaruhi. Dari unsur-unsur pengertian lingkungan hidup ini, kita dapat mengelompokkan lingkungan hidup menjadi empat bagian yaitu: 1. Lingkungan fisik berupa benda-benda dan daya; 2. Lingkungan biologi berupa manusia, hewan, tumbuhan, dan makhluk organis lainnya; 3. Lingkungan sosial berupa tabiat, watak, dan perilaku manusia; 4. Lingkungan institusional berupa lembaga-lembaga dalam masyarakat yang bertujuan mencapai kesejahteraannya. B. PERKEMBANGAN HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL Perkembangan pengaturan hukum lingkungan yang sistematis dalam lingkup internasional dimulai dari pembicaraan dalam Sidang Dewan Ekonomi dan Sosial PBB mengenai peninjauan terhadap hasil gerakan "Dasawarsa Pembangunan Dunia ke-l (1960 - 1970)" pada tanggal 28 Mei 1968. Isu lingkungan hidup menjadi krusial karena dalam dua dekade terakhir antara 1950 - 1970 terdapat beberapa permasalahan lingkungan yang cukup mengejutkan dunia. Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup (United Nation Conference on the Human Environment) diselenggarakan di Stockholm pada tanggal 5-16 Juni 1972. Konferensi ini menghasilkan beberapa rumusan sebagai berikut: 1. Deklarasi tentang Lingkungan Hidup Manusia (Stockholm Declaration) terdiri atas pembukaan dan 26 prinsip dasar. 2. Rencana Aksi Lingkungan Hidup Manusia (Action Plan) 3. Kerangka kerja Action Plan yang meliputi: a global assessment programme (Earth Watch), environmental management Activities, and supporting Measures. 4. Rekomendasi pembentukan LINEP (United Nations Environment Programme) 5. Penetapan tanggal 5 Juni sebagai Hari Lingkungan Hidup Dunia. Konferensi ini menggugah semangat bangsa-bangsa di dunia untuk memberikan perhatian lebih pada permasalahan lingkungan hidup, termasuk Indonesia yang memulai penanganan secara langsung terhadap pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan hidup. C. PRINSIP HUKUM LINGKUNGAN Terdapat sejumlah prinsip lingkungan hidup yang secara luas diterima sebagai bagian dari kerangka kerja pengelolaan lingkungan hidup yaitu:
WAHYU AGUSTINUS ( NIM 018144307 ) Mahasiswa PIK BKN Angkatan IV 2012

Halaman 15

Pengantar Ilmu Hukum Indonesia Modul 7-9

1. 2. 3. 4. 5.

Pencegahan Pencemaran (The Pollution Prevention Principle) Prinsip Pencemar Membayar (the Polluter Puys Principle) Prinsip Kehati-hatian (the Precautionary Principle) Pengendalian Pencemaran Terpadu Peranan penduduk asli

KONSEP PERLINDUNGAN LINGKUNGAN NASIONAL Dasar UUD 1945 bagi perlindungan lingkungan hidup Indonesia terdapat pada Pasal 33 Ayat (3) yang berbunyi: "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat". Dalam lingkup nasional, meskipun pada zaman Hindia Belanda telah adu beberapa peraturan yang terkait dengan lingkungan, namun tidak dapat dikatakan sebagai sebuah pencapaian. Beberapa peraturan tentang lingkungan pada masa Hindia Belanda diantaranya adalah Ordonansi tentang perikanan mutiara dan perikanan bunga karang (Parelvisscherij, Sponsenvisscherii Ordonantie, S.l9l6 - 157) dan peraturan perikanan (Visscherij Ordonantic, S.1920 - 396). Namun ordonansi yang paling penting dan kemudian identik dengan peraturan lingkungan adalah Hindeer Ordonantie (S.1926 - 226jo 5.1940 - 450) atau Ordonansi Gangguan. Beberapa peraturan lain sempat dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk melindungi kekayaan alam Hindia Belanda, dan sebagian besar sudah tidak berlaku lagi saat ini. Perkembangan mendasar peraturan perundangan bidang lingkungan hidup di Indonesia ditandai dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup pada tanggal 11 Maret 1982. Konsep UULH ini cukup matang dan melingkupi beragam aspek pengelolaan lingkungan karena telah mengalarmi masa pembahasan yang lama sejak tahun 1967. Pada tahun 1997 dengan latar belakang perkembangan kesadaran dan kehidupan masyarakat dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup yang sudah semakin meningkat, pokok materi dalam UUPH 1982 dianggap sudah perlu untuk disempurnakan guna mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Dari landasan inilah pada tanggai 19 September 1997 diundangkan UU No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup tidak begitu mudah dilaksanakan terutama pada apa yang disebut "hal hijau" (green issues) seperti pengelolaan sumber daya alam (air, lahan, tanah, ekosistem, keanekaragaman hayati dan spesies langka). Juga tidak mengkaitkan secara khusus antara pengelolaan lingkungan hidup dengan perencanaan penggunaan lahan contohnya yang berkaitan dengan pengelolaan tanah, pengelolaan daerah aliran sungai, dan pengelolaan pantai. Dalam kaitannya dengan kewenangan dan kewajiban yang ditekankan kepada pemerintah tidak ada ketetapan tentang perencanaan lingkungan hidup seperti pembuatan inventarisasi, klasifikasi dan perencanaan. PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN INDONESIA Penegakan hukum lingkungan di Indonesia menganut asas subsidiaritas, di mana penegakan hukum dilakukan secara bertahap mulai dari tahapan administratif, perdata, dan sanksi pidana menjadi tahapan terakhir (Ultimum remidium). Meskipun juga terdapat pengaturan tersendiri mengenai prosedural penetapan sanksi tersebut.
WAHYU AGUSTINUS ( NIM 018144307 ) Mahasiswa PIK BKN Angkatan IV 2012

Halaman 16

Pengantar Ilmu Hukum Indonesia Modul 7-9

Sebagian besar penegakan hukum di Indonesia adalah dengan mengenakan sanksi administratif. Sanksi administratif adalah sanksi yang dikenakan secara informal oleh pemerintah, tanpa bergantung pada sistem pengadilan. sanksi administratif seringkali dianggap sebagai satu cara efektif dan efisien guna menanggapi pelanggaran yang kurang serius. Di Indonesia, sanksi administratif juga bisa diberlakukan pada pelanggaran yang lebih serius, termasuk sanksi berat seperti penutupan suatu fasilitas melalui pencabutan izin operasi. Dalam hal ini, lingkup luas sanksi administratif di luar sistem pengadilan mirip dengan yang di Belanda. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 menetapkan sanksi administratif dalam Bagian Tiga dari Bab VI yang berjudul Persyaratan penetapan Lingkungan Hidup. Peranan hukum dalam perancangan sanksi administratif adalah untuk: 1. Merancang peraturan (rules) yang memberi kewenangan untuk memenakan syarat-syarat kepada perorangan atau badan hukum; 2. Menetapkan batasan pada kewenangan itu; 3. Menetapkan prosedur yang harus diikuti dalam melaksanakan kewenangan itu; dan 4. Menyatakan syarat-syarat yang dapat dijatuhkan Alur penegakan Hukum selanjutnya apabila sanksi administratif dirasakan tidak efektif adalah dengan sanksi perdata. Satu-satunya penyebutan dalam UUPLH tentang pemerintah menyelenggarakan perkara perdata untuk perlindungan lingkungan hidup adalah dalam Pasal 37 yang berjudul Hak Masyarakat dan Organisasi Lingkungan Hidup. Pasal ini memberi masyarakat hak untuk mengajukan gugatan perwakilan (class actions) dan/atau melaporkan ke penegak hukum berbagai masalah lingkungan hidup yang merugikan peri kehidupan masyarakat. Class Action dapat dilakukan oleh anggota masyarakat untuk meminta ganti rugi permasalahan lingkungan dalam hal mereka merupakan korban secara langsung dari suatu aktivitas yang menimbulkan pencemaran atau kerusakan lingkungan. Sedangkan Environment Legal Standing diberikan kepada organisasi lingkungan untuk mengajukan gugatan kepada pemerintah atau pelaku pencemaran atau perusakan lingkungan dengan mengatasnamakan lingkungan hidup itu sendiri. Namun kerap kali, penegakan hukum perdata juga mengalami kendala. Halangan untuk penegakan hukum perdata disebabkan oleh ketidakmampuan sistem peradilan di Indonesia untuk menyelenggarakan suatu keputusan pengadilan melalui prosesperkara melanggar tata tertib pengadilan (contempt). Agar sukses mengajukan perkara berdasarkan Pasal 34 tentang ganti rugi atau pelaksanaan tindakan-tindakan tertentu, perlu dibuktikan bahwa: 1. suatu hukum telah dilanggar; 2. pencemaran atau perusakan lingkungan hidup telah terjadi sebagai akibat dari pelanggaran tersebut; dan 3. pencemaran atau perusakan lingkungan hidup tersebut telah menimbulkan dampak negatif pada orang lain atau lingkungan hidup atau "kerugian" (harm). Tanggung jawab mutlak disediakan untuk kegiatan-kegiatan yang berbahaya atau sangat mengancam. Hanya usaha atau kegiatan yang menimbulkan "dampak besar" pada lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun", dan/atau yang menghasilkan "limbah berbahaya dan beracun" yang dikenai tanggungjawab mutlak.
WAHYU AGUSTINUS ( NIM 018144307 ) Mahasiswa PIK BKN Angkatan IV 2012

Halaman 17

Pengantar Ilmu Hukum Indonesia Modul 7-9

WPLH menetapkan tanggung jawab korporasi dengan mendefinisikan "orang" sebagai perseorangan, dan/atau kelompok orang dan/atau badan hukum (Pasal I butir 24). Undangundang tersebut juga menetapkan bahwa jika suatu tindak pidana dilakukan oleh, atau atas nama suatu badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan, atau organisasi lain, ancaman pidana denda diperberat dengan sepertiga (pasal 45). KB 2. HUKUM AGRARIA A. PENGANTAR Lapangan Hukum Agraria tergolong sebagai lapangan hukum yang muda usia bila dibandingkan dengan lapangan-lapangan Hukum Perdata, Hukum Dagang, Hukum Pidana, dan sebagainya. Di dalam tata hukum Indonesia, Lapangan Hukum Agraria mendapat tempat sebagai lapangan hukum tersendiri sejak berlakunya Undang Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (L.N. no. 104 tahun 1960) pada tanggal 24 September 1960, dan mendapat sebutan resmi (dalam diktum kelima undang-undang tersebut) sebagai Undang-undang Pokok Agraria (UUPA). Kata Agraria bisa mempunyai arti yang sempit (tanah), dan bisa mempunya! arti yang luas (bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya). UUPA (konsiderans, pasal-pasal dan penjelasannya) menggunakan pengertian agraria dalam arti yang luas. Hukum agraria merupakan suatu kelompok berbagai bidang hukum yang masing-masing mengatur hak-hak penguasaan atas sumber-sumber daya alam tertentu yang termasuk pengertian agraria. Kelompok tersebut terdiri atas; 1. Hukum tanah, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah, dalam arti permukaan bumi; 2. Hukum air, yang mengatur hak-hak penguasaan atas air; 3. Hukum pertambangan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-bahan galian yang dimaksudkan oleh Undang-undang Pokok Pertambangan; 4. Hukum Perikanan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang terkandung dalam air; 5. Hukum Penguasaan Atas Tenaga dan Unsur-unsur Dalam Ruang Angkasa (bukan "Space Law"), yang mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa yang dimaksudkan oleh Pasal48 UUPA. Sebelum adanya UUPA, Hukum Agraria di Indonesia merupakan bagian-bagian dari Hukum Perdata Barat, Hukum Adat, Hukum Antar Golongan, dan Hukum Tata Negara/ Hukum Tata Usaha Negara. Pada waktu itu, berlaku bersamaan berbagai perangkat hukum agraria. Ada yang bersumber pada hukum adat yang berkonsepsi komunalistik religius, ada yang bersumber pada hukum perdata barat yang individualistik liberal dan ada pula yang berasal dari berbagai bekas Pemerintahan Swapraja yang umumnya berkonsepsi feodal. Peraturan perundangan lama yang ditiadakan atau dicabut berlakunya oleh UUPA mengenai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta ditetapkannya hukum adat menjadi dasar hukum agraria yang baru (Pasal 5 WPA) berarti sistem dualisme di dalam hukum agraria berakhir, yang berarti pula pada saat itu kita telah mencapai unifikasi atau keseragaman hukum agraria yaitu hukum agraria nasional. Hal ini sesuai dengan cita-cita Bangsa
WAHYU AGUSTINUS ( NIM 018144307 ) Mahasiswa PIK BKN Angkatan IV 2012

Halaman 18

Pengantar Ilmu Hukum Indonesia Modul 7-9

Indonesia serta sesuai pula dengan politik hukum Negara (pemerintah) Republik Indonesia, sebagaimana tercantum di dalam UUD 1945, khususnya Pasal 33 ayat (3), TAP MPR Nomor IV/MPR/I978 tentang GBHN Bab II Sub E. B. LATARBELAKANG DAN TUJUAN UUPA Latar belakang dikeluarkannya UUPA, dapat diketahui dalam bagian menimbang dan penjelasan umum angka romawi I dari undang-undang tersebut yaitu: 1. Bahwa di dalam negara Republik Indonesia yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraris, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur. 2. Bahwa hukum agraria yang masih berlaku sekarang ini (tahun 1960), sebagian tersusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendi dari pemerintahan jajahan dan sebagian dipengaruhi olehnya, hingga bertentangan dengan kepentingan rakyat dan negara di dalam menyelesaikan revolusi nasional sekarang ini serta pembangunan semesta. 3. Bahwa hukum agraria tersebut mempunyai sifat dualisme, dengan berlakunya hukum adat di samping hukum agraria yang didasarkan atas hukum barat. 4. Bahwa bagi rakyat asli, hukum agraria penjajahan itu tidak menjamin kepastian hukum. Tujuan dikeluarkannya UUPA dapat diketahui dalam penjelasan umumnya angka romawi I, yaitu sebagai berikut: 1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, yang merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat , terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur. 2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan. 3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. Masing-masing tujuan tersebut, lebih lanjut dijabarkan lebih detil dalam penjelasan umum angka romawi I Sebagai dasar-dasar hukum agraria nasional adalah sebagai berikut: 1. Dasar kenasionalan. 2. UUPA menggunakan asas Hak Menguasai Negara, menggantikan asas domein. 3. Hak Ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat masih tetap diakui 4. Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. 5. Pada asasnya, hanya WNI yang dapat mempunyai hak milik atas tanah 6. Persamaan kesempatan bagi WNI laki-laki maupun wanita untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya. 7. Asas kewajiban untuk mengerjakan sendiri bagi pemegang hak atas tanah pertanian 8. Adanya perencanaan penggunaan tanah Adapun dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan hukum, adalah sebagai berikut: 1. Hukum agraria nasional menghilangkan dualisme, mengadakan kesatuan hukum

WAHYU AGUSTINUS ( NIM 018144307 )

Halaman 19

Mahasiswa PIK BKN Angkatan IV 2012

Pengantar Ilmu Hukum Indonesia Modul 7-9

2. Undang-undang Pokok Agraria tidak menutup mata masih adanya perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum dari golongan rakyat. 3. Pencapaian kesederhanaan hukum. Dengan hilangnya dualisme hukum dan adanya kesatuan hukum, maka tercapailah kesederhanaan hukum. Tujuan yang terakhir adalah sebagai dasar-dasar untuk mengadakan kepastian hukum, dengan diadakannya kewajiban mengadakan pendaftaran tanah, baik bagi pemerintah maupun bagi pemegang hak atas tanah yang masing-masing untuk hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai. C. HAK PENGUASAAN ATAS TANAH DAN HAK ATAS TANAH Boedi Harsono, memberikan pengertian hak penguasaan atas tanah dan hirarkhinya dalam hukum tanah nasional sebagai berikut: Hak penguasaan atas tanah adalah serangkaian wewenang, kewajiban dan atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu dengan tanah yang dihaki. Hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah nasional, ada bermacam-macam, dan ber-hirarkhi sebagai berikut: 1. Hak Bangsa Indonesia (Pasal I UUPA); 2. Hak Menguasai dari Negara (Pasal 2 UUPA); 3. Hak Ulayat masyarakat-masyarakat hukum adat (Pasal 3 UUPA); dan 4. Hak-hak perorangan. a. Hak-hak atas tanah (Pasal 4jo.Pasal l6) b. Wakaf (Pasal49 UUPA) c. Hak jaminan atas tanah: Hak Tanggungan (Pasal 23,33,39, 51, dan UU No.4/96). Berdasarkan Pasal 16 UUPA, jenis-jenis hak atas tanah adalah sebagai berikut: 1. hak milik, 2. hak guna usaha, 3. hak guna bangunan, 4. hak pakai, 5. hak sewa untuk bangunan, 6. hak membuka tanah, dan 7. hak memungut hasil hutan. 8. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas, yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53 UUPA (hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, dan hak sewa tanah pertanian). Penyebutan jenis-jenis hak atas tanah berdasar Pasal l6 tersebut tidaklah bersifat limitatif, tetapi bersifat enumeratif, dengan pengertian bahwa masih dimungkinkan diadakannya jenis hak atas tanah yang baru, yang penetapannya harus dengan undang-undang. KB 3. HUKUM PAJAK A. PENGERTIAN Pajak adalah gejala masyarakat artinya pajak hanya terdapat dalam masyarakat, jadi tidak ada masyarakat maka tidak ada pajak. Sejak manusia hidup bermasyarakat, mulai dikenal dengan apa yang disebut dengan kepentingan bersama. Pada masyarakat yang sederhana
WAHYU AGUSTINUS ( NIM 018144307 ) Mahasiswa PIK BKN Angkatan IV 2012

Halaman 20

Pengantar Ilmu Hukum Indonesia Modul 7-9

kepentingan bersama ini belum banyak dan sifatnya sederhana, biasanya dilaksanakan oleh orang yang dituakan. Di sini seluruh masyarakat ikut berpartisipasi menyelenggarakan kepentingan bersama dengan ujud memberikan bantuan dalam bentuk in natura yaitu tenaga, waktu dan sebagian harta benda. Ini adalah bentuk pungutan yang paling awal. Pungutan adalah peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik berdasarkan UU untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Pungutan dibedakan menjadi 3 jenis yaitu pajak, retribusi dan sumbangan. Pajak adalah suatu pungutan tanpa jasa timbal secara langsung dan hubungan antara pemerintah dengan wajib pajak bukan hubungan timbal balik yang sempurna karena pemerintah hanya mempunyai hak dan wajib pajak hanya mempunyai kewajiban. Retribusi adalah suatu pungutan dengan jasa timbal secara langsung yang ditujukan kepada pembayar retribusi dan hubungan antara pemerintah dengan pembayar retribusi timbal balik sempurna. Sumbangan adalah suatu pungutan dengan jasa timbal secara langsung yang ditujukan kepada sekelompok orang tertentu pembayar sumbangan dan hubungan antara pemerintah dengan pembayar sumbangan timbal balik sempurna. Hukum Pajak adalah keseluruhan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai wajib pajak. Pemungut pajak sering disebut dengan fiscus yang artinya keranjang tempat uang. Hukum Pajak dibedakan menjadi dua yaitu: Hukum pajak materiil, yaitu norma-norma yang mengatur tentang subjek, objek dan tarif pajak; dan Hukum pajak formal yaitu norma-norma yang mengatur tentang cara menjelmakan ketentuan pajak materiil menjadi kenyataan, yang antara lain tentang: 1. kewajiban wajib pajak; 2. kewajiban fiscus; 3. tata cara pemungutan dan pembayaran pajak; 4. keberatan dan banding; 5. sengketa perpajakan; Pengaturan hukum pajak dibedakan antara sebelum Tax Reform dengan sesudahnya, karena pengaturan sebelum Tax Reform antara hukum pajak materiil dengan hukum pajak formal dijadikan satu dalam Ordonansi yang bersangkutan. Hubungan hukum pajak dengan hukum perdata itu sangat erat dengan beberapa alasan: 1. Hukum pajak mendasarkan kemungkinan pemungutan pajaknya pada peristiwa, perbuatan dan keadaan (tatbestand) yang bergerak di lingkungan hukum perdata. 2. Pengaruh dari ajaran Prof. Paul Scholten, bahwa Hukum perdata harus dipandang sebagai hukum umum yang meliputi semua ketentuan hukum kecuali jika hukum publik telah menetapkan peraturan yang menyimpang (Lex specialis derogat legi generali). 3. Pengaruh dari pendapat Prof. Prins, bahwa banyak istilah-istilah hukum perdata yang dipergunakan dalam perundang-undangan pajak walaupun pengertiannya tidak selalu dianut oleh hukum pajak. B. ASAS DAN DASAR PERPAJAKAN Menurut Rochmat Soemitro, pajak adalah suatu perikatan yang timbul karena UU yang mewajibkan seseorang atau badan yang telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh UU, untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada Kas Negara yang dapat dipaksakan, tanpa mendapat
WAHYU AGUSTINUS ( NIM 018144307 ) Mahasiswa PIK BKN Angkatan IV 2012

Halaman 21

Pengantar Ilmu Hukum Indonesia Modul 7-9

suatu imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara (rutin dan pembangunan) dan yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan di luar bidang keuangan. Berdasarkan definisi tersebut ada beberapa catatan, yaitu: 1. Perikatan pajak adalah perikatan yang lahir dari UU. 2. Memenuhi syarat yang ditentukan UU: a. Syarat Subjektif: Penduduk Indonesia; atau WNA yang memperoleh penghasilan dari Indonesia. b. Syarat Objektif: Memiliki objek yang dikenai pajak. 3. Dapat dipaksakan artinya apabila wajib pajak tidak melaksanakan kewajibannya maka ada upaya hukum yang dapat dipergunakan oleh fiscus untuk memaksa wajib pajak memenuhi kewajibannya. 4. Fungsi pajak. a. Budgeter yaitu bahwa pajak digunakan sebagai alat untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam Kas Negara; b. Mengatur yaitu bahwa pajak dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Ciri adalah sifat yang khas yaitu tanda-tanda yang dapat diterima oleh panca indera yang dapat membedakan dengan yang lain. Unsur pajak adalah: 1. Ada masyarakat, karena pajak dipungut untuk menyelenggarakan kepentingan yang bersifat umum yang ada dalam masyarakat. 2. Ada UU, pajak merupakan suatu pungutan, yaitu peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor pemerintah berdasarkan UU. 3. Ada fiscus / pemungut pajak, yaitu lembaga yang bertugas menyelenggarakan kepentingan umum di dalam masyarakat (negara). 4. Ada wajib pajak, orang atau badan yang telah memenuhi syarat subjektif maupun syarat objektif, 5. Ada tatbestandlobiek pajak, yaitu peristiwa, perbuatan atau keadaan 6. Khusus untuk PBB ada Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Selanjutnya ciriciri pajak adalah: l. Ada peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor pemerintah; 2. Pungutan pajak dapat dipaksakan secara yuridis; 3. Pajak dapat dipungut secara insidentil maupun secara periodik; 4. Pajak dapat dikenakan atas orang maupun barang; 5. Tidak dapat ditunjukkan adanya jasa timbal secara langsung; 6. Pajak mempunyai fungsi budgeter dan mengatur; C. PEMBAGIAN PAJAK Pembagian pajak dilakukan dengan mendasarkan pada kriteria: Kewenangan melakukan pemungutan pajak; Cara pemungutan dan kewajiban memikul beban pajak; Sifat pajak; dan Titik tolak pemungutan pajaknya. Berdasarkan kewenangan melakukan pemungutan pajak dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat, yaitu pajak yang kewenangan pemungutannya ada pada pemerintah pusat. Misalnya PPh; PPN. Sedangkan Pajak Daerah, yaitu pajak yang kewenangan pemungutannya ada pada pemerintah daerah.
WAHYU AGUSTINUS ( NIM 018144307 ) Mahasiswa PIK BKN Angkatan IV 2012

Halaman 22

Pengantar Ilmu Hukum Indonesia Modul 7-9

Berdasarkan cara pemungutan dan kewajiban memikul beban pajak, dapat dibedakan antara pajak langsung dan pajak tidak langsung, yang dapat dipandang dari segi administratif dan dari segi ekonomis. 1. Dari segi administratif, Pajak langsung adalah pajak yang dipungut secara periodik dengan menggunakan kohir. Pajak tidak langsung adalah pajak yang dipungut secara insidentil dengan tidak menggunakan kohir 2. Dari segi ekonomis, Pajak langsung adalah pajak-pajak yang pembayarannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak luar. Berdasarkan sifatnya, pajak dapat dibedakan menjadi persoonrijk dan zakelijk. Pajak yang bersifat Persoonlijk, yaitu pajak-pajak yang dipungut berdasarkan keadaan diri wajib pajak atau berdasarkan daya pikul wajib pajak. Pajak yang bersifat Zaketijk, yaitu pajak-pajak yang dipungut berdasarkan keadaan objek yang dikenai pajak. Ex. PBB. Berdasarkan titik tolak pemungutannya, pajak dibedakan menjadi pajak subjektif yaitu pajak yang berpangkal pada diri subjeknya, kemudian untuk dapat memungut pajaknya dicari ukuran objeknya. pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya dan untuk dapat mengenakan pajak baru dicari subjeknya. l. Asas pemungutan pajak Asas pemungutan pajak ini sebetulnya mencari jawaban atas 3 pertanyaan: a. Negara mana yang berwenang memungut pajak (fiscus); b. Siapa yang dapat dikenai pajak (subjek); c, Apa yang dapat dikenai pajak (objek). Berdasarkan asas domisili maka negara yang berwenang memungut pajak adalah negara tempat subjek pajak berdomisili; yang dapat dikenai pajak adalah orang/badan usaha yang berdomisili di negara tersebut; dan yang dapat dikenai pajak adalah keseluruhan penghasilan yang diperoleh subjek pajak dimanapun pendapatan tersebut diperoleh (Word Wide Income). Berdasarkan asas nasionalitas maka negara yang berwenang memungut pajak adalah negara tempat asal kebangsaan seseorang; yang dapat dikenai pajak adalah orang-orang yang berkebangsaan negara tersebut; dan objek pajaknya adalah seluruh penghasilan yang diperolehnya (Word Wide Income). Berdasarkan asas sumber maka negara yang berwenang memungut pajak adalah negara tempat sumber penghasilan terletak; yang dapat dikenai pajak adalah orang/badan usaha yang memiliki penghasilan tersebut dimanapun berada; dan objek yang dikenai pajak adalah yang keluar dari sumber penghasilan di negara tersebut (bukan WWI). Ada beberapa cara untuk menghindarkan terjadinya pajak ganda internasional yaitu: a. Multilateral, dimana masing-masing negara ikut serta menandatangani perjanjian internasional yang didalamnya diatur juga tentang perpajakan. b. Bilateral, negara-negara yang bersangkutan mengadakan perjanjian pajak atau tax treaty, yang tujuannya untuk menghindari pajak ganda.. c. Unilateral, menghindari pajak ganda secara sepihak yaitu dengan cara memasukkan ketentuan-ketentuan yang tujuannya untuk menghindarkan pajak ganda ke dalam UU perpajakannya.

WAHYU AGUSTINUS ( NIM 018144307 )

Halaman 23

Mahasiswa PIK BKN Angkatan IV 2012

Pengantar Ilmu Hukum Indonesia Modul 7-9

2. Asas Pelaksanaan Pengenaan Pajak a. Asas Yuridis. Hak-hak wajib pajak: a. Hak atas pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi); b. Hak untuk mengajukan keberatan dan banding atau pengurangan; c. Hak atas tersimpannya rahasia mengenai diri dan perusahaan wajib pajak yang telah diberitahukan kepada fiscus. b. Asas Ekonomis Asas ekonomis ini penekanannya pada fungsi pajak yang mengatur yaitu digunakan untuk suatu tujuan tertentu yaitu sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian suatu negara. Dalam fungsinya tersebut maka: a. pemungutan pajak harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak memerosotkan kehidupan ekonomi suatu masyarakat; b. pemungutan pajak tidak boleh menghambat produksi dan perdagangan; c. pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kepentingan umum dan menghalanghalangi rakyat dalam mencapai kebahagiaan; c. Asas Finansial Asas ini menitik beratkan pada fungsi pajak yang budgeter yaitu memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara guna membiayai pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan. Oleh karena itu supaya hasil yang masuk besar maka biaya-biaya untuk pemungutannya harus ditekan sekecil mungkin. Agar tidak memberatkan wajib pajak maka pajak harus dipungut pada saat yang menguntungkan bagi wajib pajak yaitu saat terjadinya tatbestand. 3. Asas pembenaran pemungutan pajak Asas ini sebenarnya merupakan asas yang mencari jawaban mengapa negara berwenang memungut pajak dari para warga negaranya. Usaha untuk mencari jawaban atas pertanyaan tersebut menimbulkan beberapa teori yang merupakan pembenaran negara memungut pajak atas rakyatnya. Teori Asuransi Teori Kepentingan Teori Bakti/Teori Kewajiban Pajak Mutlak 4. Asas Pembagian Beban Pajak Pemungutan pajak harus adil, aninya bahwa beban pajak itu harus disesuaikan dengan kemampuan wajib pajak. Untuk mengetahui seberapa besar kemampuan seorang wajib pajak, dalam hukum pajak dikenal dengan teori daya pikul. D. UTANG PAJAK Pajak merupakan suatu perikatan. Berdasarkan Pasal 1233 KUH Perdata perikatan dapat timbul karena Undang-Undang dan karena perjanjian. Dalam hal ini pajak merupakan perikatan yang timbul karena UU. Selanjutnya berdasarkan Pasal 1345 KUH Perdata perikatan yang timbul karena UU dapat dibedakan antara timbul karena UU melulu dan timbul karena

WAHYU AGUSTINUS ( NIM 018144307 )

Halaman 24

Mahasiswa PIK BKN Angkatan IV 2012

Pengantar Ilmu Hukum Indonesia Modul 7-9

dengan perbuatan manusia. Ada 2 ajaran mengenai timbulnya utang pajak yaitu ajaran materiil dan ajaran formal. Menurut ajaran materiil utang pajak timbul dengan sendirinya pada saat dipenuhinya tatbestand yang disebutkan dalam UU. Berdasarkan ajaran formal utang pajak timbul karena UU pada saat dikeluarkannya SPPT oleh Direktorat Jenderal Pajak. Jadi sebelum ada SPP'I belum terutang pajak meskipun syarat objektif dan syarat subjektif sudah terpenuhi. Keuntungan dari ajaran ini bahwa pada saat utang pajak timbul dapat diketahui dengan pasti besarnya utang pajak karena yang menentukan adalah pejabat Ditjen Pajak yang mengetahui ketentuan UU Pajak. Di Indonesia berlaku kedua ajaran timbulnya utang pajak. PPh 1984; PPN; Bea Meterai diterapkan ajaran materiil. Sedangkan untuk PBB diterapkan ajaran formal. E. PEMUNGUTAN PAJAK Pungutan (heffing) dapat dilaksanakan dengan cara Pemungutan di muka voorheffing artinya pajak dipungut pada awal tahun pajak dan Pemungutan di belakang (naheffing) artinya pajak dipungut setelah tahun pajak berakhir. Selanjutnya dasar pengenaan pajak ditentukan melalui stelsel atau sistem pemungutan pajak yang dibedakan menjadi 3 macam yaitu: 1. Stelsel Fiksi atau anggapan Pajak dikenakan atas suatu penghasilan yang besarnya ditentukan berdasarkan suatu anggapan atau fiksi yang diberikan oleh UU Pajak yang bersangkutan. Anggapan yang dipakai adalah: a. Besarnya penghasilan setahun seseorang dianggap sama besarnya dengan 12 X penghasilan tetap yang diterima I Januari tahun pajak yang bersangkutan. b. Besarnya penghasilan setahun adalah dianggap sama besar dengan penghasilan bersih yang diterima pada tahun pajak yang lalu. Pada satu sisi stelsel ini menjamin terisinya Kas Negara pada saat tahun pajak sedang berjalan. Namun demikian, sebaik-baiknya fiksi atau anggapan, tetap kurang memenuhi aspek keadilan karena penghasilan sebagai dasar pengenaan pajak bukan penghasilan yang sesungguhnya. 2. Stelsel Riil atau kenyataan Pajak dipungut berdasarkan penghasilan yang sesungguhnya diperoleh selama satu tahun pajak yang bersangkutan. Untuk menghitung pajak yang terutang maka harus diketahui penghasilan yang sebenarnya diperoleh. 3. Stelsel Campuran Pada permulaan tahun pajak, pajak dipungut berdasarkan suatu anggapan (fiksi), kemudian setelah tahun pajak berakhir maka besarnya pajak dihitung berdasarkan penghasilan' sesungguhnya yang diterima pada tahun pajak yang bersangkutan. F. HAPUSNYA UTANG PAJAK Tidak seluruh cara hapusnya perikatan yang terdapat dalam Pasal l38l KUH Perdata berlaku bagi utang pajak. Hanya beberapa cara hapusnya perikatan yang dapat diterapkan dalam utang pajak yaitu: 1. Pembayaran 2. Perjumpaan utang/Kompensasi
WAHYU AGUSTINUS ( NIM 018144307 ) Mahasiswa PIK BKN Angkatan IV 2012

Halaman 25

Pengantar Ilmu Hukum Indonesia Modul 7-9

Dapat dilakukan hanya antara utang pajak dengan kelebihan pembayaran pajak; Tidak dapat utang pajak dengan utang perdata (kecuali hasil lelang). 3. Pembebasan utang Kreditur membebaskan debitur dari kewajibannya untuk membayar utangnya (dengan SK Dirjen Pajak) disertai dengan alasan-alasan pembebasan. 4. Pembatalan (dapat dibatalkan) ini mungkin karena adanya kesalahan dalam SKP/SPPT. 5. Daluwarsa G. HUKUM PAJAK INDONESIA Di dalam hukum pajak dalam Pengantar Hukum Indonesia terdapat beberapa hal yang perlu diketahui. Pertama adalah NPWP. NPWP adalah suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak. Di samping sebagai identitas, NPWP juga mempunyai fungsi sebagai l. tanda pengenal; 2. sarana administrasi; 3. sarana pengawasan oleh fiscus. Di dalam hukum positif Indonesia, terdapat beberapa macam pajak utama yang diterapkan bagi setiap wajib pajak, meliputi Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN dan PPn BM), dan Pajak Bumi Bangunan (PBB). Objek pajak adalah penghasilan, setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib Pajak baik yang diperoleh di Indonesia maupun dari luar Indonesia. Objek PBB adalah bumi dan atau bangunan. Yang dimaksud bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Sedangkan yang dimaksud bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Tarif PBB diberlakukan tarif proporsional sebesar 0,5% dari Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).

WAHYU AGUSTINUS ( NIM 018144307 )

Halaman 26

Mahasiswa PIK BKN Angkatan IV 2012

Anda mungkin juga menyukai