Anda di halaman 1dari 11

Ratna Sarumpaet, Aktivis Perempuan

Menjadi Aktivis Karena Marsinah Tak jera meski sempat merasakan dinginnya tinggal di dalam bui, Ratna Sarumpaet justru semakin termotivasi untuk selalu membela kebenaran. Kasus perdagangan perempuan dan kekerasan terhadap wanita, telah menjadi sasaran utamanya untuk dibela demi menjunjung segala hal yang dianggapnya sebagai sebuah kebenaran. Alasan itu pulalah, yang kemudian mendorongnya mencabut dukungan terhadap Daisy Fajarina, ibunda Manohara. Lalu bagaimana kisah hidup ibu empat anak ini? Rumah yang terletak di kawasan Kampung Melayu Kecil, Tebet, Jakarta Selatan itu nampak asri dan sejuk. Pepohonan besar dan berbagai tanaman hias menghiasi setiap sudut rumah bernomor 24 tersebut. Sang empunya rumah memang memiliki hobi memelihara tanaman. Tepat di belakang rumah, terdapat sebidang lahan yang kerap dijadikan tempat untuk berlatih teater. Selain dihiasi dengan tanaman, beberapa topeng kayu menempel di dinding rumahnya. Panas terik yang menyengat Jakarta seperti tak terasa setelah berada di rumah yang juga dijadikan kantor Ratna Sarumpaet Crisis Center (RSCC) tersebut. Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya wanita bernama lengkap Ratna Sarumpaet, keluar dari sebuah ruangan dan langsung menyapa realita dengan ramah. Senyumnya mengembang, mencairkan suasana pada Rabu (3/6) siang itu. Menjelang usia 60 tahun pada Juli mendatang, Ratna-panggilan akrabnya-nampak segar bugar. Kerutan di wajah, ditambah lagi dengan semakin banyaknya helai demi helai rambut putih di kepalanya, sama sekali tak membuat langkah Ratna di dunia seni dan sosial, terhenti. Bahkan, ia

sempat membuat film layar lebar berjudul Jamila dan Sang Presiden yang diangkat dari naskah yang dibuatnya pada tahun 2006 lalu. Selain itu, Ratna juga kerap mendampingi beberapa kasus yang menjadikan wanita sebagai korban. Di sela-sela kesibukannya itulah, wanita asli Tarutung, Sumatera Utara ini masih menyempatkan berbagi cerita dengan realita. Sembari duduk di halaman belakang rumahnya yang asri, Ratna pun memulai perbincangan dengan begitu bersemangat. Didikan Keras. Lahir dari sebuah keluarga Batak, membuat Ratna hidup dalam lingkungan yang selalu mengedepankan kedisiplinan. Didikan yang keras dari kedua orangtuanya, Saladin Sarumpaet dan Yulia Hutabarat. Sang ayah merupakan seorang pejuang kemerdekaan dan pernah menjabat sebagai Menteri Pertanian pada masa Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta (PRRI/Permesta). Saladin juga sangat aktif di dunia politik, dengan mendirikan sebuah partai bernama Partai Kristen Indonesia (Parkindo). Tak berbeda jauh dengan sang ayah, ibunya juga dikenal sebagai tokoh penting pergerakan perempuan Tapanuli yang kerap memperjuangkan kedudukan perempuan dalam tubuh Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) yang cenderung didominasi oleh kaum laki-laki. Ibunya yang juga sahabat karib proklamator, Mohammad Hatta, pernah menjabat ketua Persatuan Wanita Kristen Indonesia (PWKI) Sumatera Timur.

Didikan dari orangtua memang keras khas orang Batak, kenang Ratna. Hal itu nampak dari kebiasaan Ratna kecil bersama delapan saudara kandung lainnya yang diharuskan sudah mandi dan rapi sebelum pukul 6 pagi, waktu yang ditentukan untuk sarapan pagi. Dua kamar mandi dalam rumahnya terpaksa harus menjadi rebutan bagi keluarga besar Ratna setiap paginya. Yang bangun pagi duluan, pasti akan dapat kamar mandi terlebih dahulu, ujar anak kelima dari sembilan bersaudara ini. Ratna lahir dan dibesarkan di daerah Tarutung, Kabupaten Toba, Sumatera Utara. Ia berasal dari keluarga besar dan sederhana. Selain didikan keras, Ratna juga dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat beragama. Sang ayah selain aktif di dunia politik, juga merupakan salah satu pejabat penting Dewan Gereja Indonesia. Ratna kecil mengenyam pendidikan di SD Negeri di daerah Tarutung. Selepas SD, ia bersama keluarga pindah ke kota Yogyakarta dan melanjutkan sekolahnya di SMP BOPKRI, Yogyakarta. Setelah tiga tahun tinggal di kota pelajar, Ratna kemudian pindah ke Jakarta dan bersekolah di SMA PSKD I. Selepas SMA, Ratna sempat melanjutkan ke bangku kuliah dengan mengambil jurusan arsitektur, Universitas Kristen Indonesia (UKI). Namun, setelah hampir enam semester bergelut dengan pendidikan arsitektur, tiba-tiba ia memutuskan untuk berhenti kuliah. Kala itu, sang ayah marah besar karena keputusan Ratna tersebut. Kebimbangan Ratna bermula setelah berusaha untuk jujur pada dirinya sendiri. Perasaan itu pulalah yang kemudian mendorongnya untuk cuti dari kuliah. Pada saat cuti, Ratna sempat mengunjungi Taman Ismail Marzuki (TIM). Kebetulan, kala itu TIM baru resmi dibuka dan mengadakan pertunjukkan WS Rendra. Ini hidup saya, ujar Ratna sesaat setelah menikmati pertunjukan seniman yang berjuluk Si Burung Merak tersebut. Berhenti Kuliah. Sekembalinya ke rumah, tanpa berpikir panjang, wanita kelahiran 16 Juli 1949 ini langsung mengungkapkan keinginannya untuk berhenti kuliah. Ia memutuskan untuk

belajar dunia seni dan teater. Lagi-lagi, sang ayah marah besar dan tak menerima keputusan anaknya itu. Kendati begitu, Ratna tetap bersikukuh mengambil keputusan yang mutlak. Apa yang kamu lakukan untuk masyarakat dengan bergelut di dunia teater? begitu pertanyaan sang ayah sesaat setelah Ratna mengungkapkan keinginannya. Pertanyaan tersebut terlontar beberapa kali dari mulut sang ayah. Alhasil, Ratna merasa berhutang kepada ayahnya itu karena ia harus melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat luas melalui dunia teater yang ia geluti. Dari situ, saya langsung memantapkan citacita saya menjadi seorang sutradara, ujar wanita yang sempat mengikrarkan menjadi calon presiden ini. Ratna kemudian belajar dunia teater dan seni secara otodidak. Guru pertamanya adalah WS Rendra. Saya belajar ilmu dasar drama banyak dari Rendra, kenang saudara kandung sutradara handal, Sam Sarumpaet ini. Tapi saya belajar soal pemikiran, itu dari Asrul Sani, lanjutnya singkat. Hasil pembelajarannya itu kemudian diterapkan pada debut pementasannya berjudul Rubayyat Omar Kayyam. Sejak saat itu, banyak film dan pementasan teater hasil karyanya melalui kelompok drama Satu Merah Panggung, yang didirikannya sejak tahun 1974. Berbagai naskah dan karya yang dibuatnya sedari dulu memang terinspirasi dari bermacam-

macam persoalan yang terjadi di negeri ini. Salah satunya yang kemudian telah mengubah pola pikir Ratna terhadap kehidupan adalah peristiwa terbunuhnya buruh wanita bernama Marsinah beberapa tahun lalu. Kejadian Marsinah seakan-akan telah menghantui saya di setiap kegiatan yang saya lakukan, aku Ratna. Saya berjanji kepada diri saya sendiri untuk menolong Marsinah, lanjutnya singkat. Namun, kala itu ia masih kebingungan dengan apa yang akan dilakukan untuk membantu proses pengungkapan kasus Marsinah. I have to do something, tekad Ratna kala itu. Marsinah Menggugat. Akhirnya, Ratna menemukan caranya sendiri yaitu dengan menulis kasus Marsinah dalam bentuk naskah setebal 12 halaman. Kejadian Marsinah ternyata mendorongnya untuk membantu membuka mata semua orang tentang kasus serupa dengan Marsinah. Saya menulis karena saya benar-benar marah terhadap sebuah persoalan, ujar nenek dari lima cucu laki-laki ini. Karena kemarahan saya terhadap kejadian Marsinah itulah yang mendorong saya menjadi seorang aktivis, lanjutnya menjelaskan. Kekecewaan dan kemarahan Ratna ternyata masih terpendam hingga saat ini, karena belum terungkapnya pelaku pembunuhan Marsinah. Dengan segala pembelajaran dari penulis sekelas Gunawan Mohammad dan Asrul Sani, lahirlah sebuah karya bertajuk Marsinah, Nyanyian dari Bawah Tanah pada tahun 1994. Karya tentang Marsinah kembali berlanjut pada era reformasi dengan menelurkan naskah berjudul Marsinah Menggugat, yang dibuatnya hanya dalam waktu 4 hari. Karya tersebut kemudian melambungkan nama Ratna Sarumpaet sebagai seorang penulis yang cukup handal. Sebelum menulis, saya harus melakukan survei, ungkap Ratna. Langkah Ratna sebagai sutradara dan penulis sejak era tahun 1980-an langsung mendapat sorotan dan pengakuan dari para seniman senior di masanya. Dulu, penulis sekaligus sutradara wanita itu kurang mendapat tempat, kenang Ratna yang sudah menjadi mualaf sejak lima tahun setelah menikah beda agama dengan seorang pengusaha keturunan Arab. Penghargaan dan apresiasi dari berbagai pihak, baik dalam maupun luar negeri lantas diperolehnya. Ratna pun dikenal sebagai seorang pejuang hak asasi manusia yang seringkali berada di barisan terdepan dalam memperjuangkan kebenaran. Kendati demikian, keberaniannya

da lam menyuarakan kebenaran ternyata harus berujung hukuman penjara. Pada tahun 1998 di penghujung era orde baru, Ratna harus merasakan dinginnya tinggal di dalam bui, akibat mengadakan pertemuan bertajuk People Summit di Ancol, Jakarta Utara. Ia lantas dijebloskan ke LP Pondok Bambu selama 70 hari. Sehari setelah Soeharto lengser, barulah Ratna mampu menghirup udara bebas. Jadi karena tekanan para aktivis dan seniman luar negeri, akhirnya saya dibebaskan, kenang Ratna. Pengalaman tinggal di dalam penjara ternyata tak menyurutkan semangat Ratna menyuarakan kebenaran. Tuduhan berbuat makar pada era reformasi, tak dihiraukannya. Sebaliknya dengan beberapa karya naskahnya, ia mampu membanggakan bangsa Indonesia dengan memperoleh penghargaan The Female Special Award for Human Rights dari organisasi The Foundation of Human Rights in Asia pada tahun 1998. Penghargaan tersebut hanya diberikan kepada dua tokoh wanita Asia, yakni Aung San Suu Kyi (pejuang HAM Myanmar) dan Ratna sendiri. Tak hanya

itu saja, keberaniannya untuk memperjuangkan kebenaran juga membuat ia kerap diundang sebagai pembicara di berbagai acara, baik dalam maupun luar negeri. Kini, Ratna memang disibukkan dengan membantu banyak kasus yang dilaporkan ke Ratna Sarumpaet Crisis Center. Saya juga sudah lupa kegiatan ini sejak kapan, ujar Ratna singkat. Namun, yang pasti kegiatan ini berjalan secara alamiah karena banyaknya yang mengadu kepada

Ratna. Ini ad alah kegiatan sukarela, saya nggak pernah memungut tarif tertentu, ungkap adik ipar Asrul Sani ini. Dengan mengandalkan 12 orang pengacara yang bernaung di organisasi pimpinannya, Ratna berusaha membantu banyak pihak yang menuntut adanya kebenaran. Dananya sendiri didapat dari kegiatan pendampingan bagi beberapa kasus yang diakui Ratna, kerap mendapatkan pembayaran. Itu khusus untuk yang berduit, jadi saya terapkan subsidi silang bagi sebagian kasus yang tujuannya sukarela, tutur Ratna. Saya melihat apa yang saya lakukan ini adalah sebagai tugas dan ibadah, lanjutnya menjelaskan. Selain sebagai aktivis perempuan, Ratna juga disibukkan dengan kegiatan kesenian yang sedari awal telah membesarkan namanya. Khusus untuk dunia seni, Ratna mengaku kebanyakan karya seni yang dibuatnya tidaklah selalu ditujukan secara komersil. Selalu ada tujuan tertentu yang ingin dicapai, yang intinya tentu masyarakat luas terutama kaum perempuan. Saya akan berkarya bila saya benar-benar terganggu karena adanya satu persoalan serius, ungkap Ratna. Bercerai Karena Poligami. Keinginannya untuk membantu masyarakat luas melalui dunia seni teater yang digelutinya mungkin sudah tercapai saat ini sesuai dengan keinginan sang ayah. Namun, kegagalan dalam berkeluarga yang dibinanya sejak tahun 1970 bersama pengusaha keturunan Arab, Achmad Fahmy Alhady harus berujung dengan perceraian setelah membina usia pernikahan 15 tahun. Saya tidak mau dipoligami, dan saya lebih memikirkan nasib anak-anak, kilah Ratna ketika ditanya alasan perceraiannya. Pernikahannya tersebut telah menghadirkan empat anak, yakni Mohammad Iqbal Alhady, Fathom Saulina, Ibrahim Alhady, dan Atiqah Hasiholan. Ia juga telah dianugerahi lima cucu laki-laki yang kini mewarnai kehidupannya di waktu senggang. Apa yang saya lakukan, selalu saya diskusikan dengan keluarga dan anak-anak terlebih dahulu, tutur Ratna. Saya lebih baik mati karena memperjuangkan sesuatu daripada harus mati berdiam diri, tegasnya. Fajar Side Bar 1 Telenovela Manohara Nama Ratna Sarumpaet sempat muncul dan terlibat langsung dalam kasus model Manohara Odelia Pinot yang dikabarkan mendapat kekerasan dari suaminya, Tengku Muhammad Fakhri. Hal itu bermula setelah Ratna pernah dimintai tolong oleh ibunda Manohara, Daisy Fajarina, pada akhir April lalu. Saat itu, Daisy mengadukan adanya kawin paksa dengan motif penipuan dan penculikan, pemerkosaan yang terjadi kepada Manohara di sebuah kapal pesiar, beserta penganiayaan yang dilakukan Tengku Mohammad Fakhri.

Saya nggak mau membela Manohara dan ibu Daisy sebelum ada bukti-buktinya, aku Ratna. Namun, niat baiknya tersebut tidak dibarengi oleh keseriusan Daisy. Hal itu terlihat dari ketidakdatangan Daisy beserta bukti-bukti yang dijanjikan sebelumnya ke Mabes Polri. Termasuk baju yang dikenakan Manohara, saat diakui diperkosa oleh Tengku Mohammad Fakhri. Padahal, pihak kepolisian sudah memanggil Daisy sebanyak 3 kali selama masih ditangani oleh Ratna. Alasannya itu macam-macam, sakit tenggorokan atau apalah, tapi ternyata dia malah ikut-ikutan demo di jalanan, ujar Ratna. Alhasil, Ratna pun mencabut dukungannya terhadap Daisy Fajarina dan Manohara. Dia (Daisy, red) lebih senang di depan kamera, daripada mengurusi di jalur hukum, ujarnya. Kedatangan Manohara kembali ke Indonesia, awalnya diharapkan Ratna dapat mempercepat proses pengaduan. Namun, ternyata proses hukumnya pun tertunda akibat kegiatan Manohara dan Daisy yang kerap berkunjung dari stasiun televisi ke stasiun televisi lainnya. Saya kira anaknya beda, tapi sama saja dengan ibunya, ungkap Ratna kesal. Kasus Manohara ini membuat saya marah, karena saya sudah sukarela membantu dan telah menyediakan 9 pengacara, tapi tak ada keseriusan dari ibu Daisy, lanjutnya menjelaskan. Saya akan meyakini segala sesuatu itu benar bila saya sudah melakukan survei dan bertanya kepada banyak pihak, kilah Ratna. Hal itu pula yang kemudian memantapkan niat Ratna menjadi seorang mualaf, meski ditentang keras oleh kedua orangtuanya. Saya memang aktivis perempuan, tapi saya juga pembela kebenaran yang harus ditegakan, tegas Ratna. Kasus Manohara seperti telenovela, dan opera, lanjutnya singkat. Fajar Biodata Nama Lengkap : Ratna Sarumpaet Tempat/Tanggal Lahir : Tarutung, Sumatera Utara/ 16 Juli 1949 Nama Orangtua : Saladdin Sarumpaet dan Yulia Hutabarat Nama Anak : Mohammad Iqbal Alhady Fathom Saulina Ibrahim Alhady Atiqah Hasiholan Pendidikan SDN Tarutung SMP BOPKRI, Yogyakarta SMA PSKD I, Jakarta Arsitektur, UKI, Jakarta (tidak tamat) Karya Naskah Drama Dara Muning (tahun 1993) Marsinah, Nyanyian dari Bawah Tanah (1994) Terpasung (1995) Pesta Terakhir (1996) Marsinah Menggugat (1997) Alia, Luka Serambi Mekkah (2000) Anak-anak Kegelapan (2003) Jamila dan Sang Presiden (2006) Penghargaan dan Kegiatan Pembicara di International Woman Playwright II, Adelaide, Australia, tahun 1994

Pembicara di 4th International Woman Playwright Center, Galway, Irlandia, 1997 Peraih The Female Special Award for Human Rights dari organisasi The Foundation of Human Rights in Asia, 1998 Memberikan pidato pada peringatan 50 tahun Hak Asasi Sedunia di Gedung Palais de Chaillot, Perancis, 1998 Pembicara di Sidney Writer Festival, Australia, 1998 Pembicara di Writer in Prison-PEN International, Khatmandu, Nepal, 2000 Pembicara pada pementasan naskah Marsinah Menggugat dipentaskan di puluhan Negara Posted by fajar aryanto at 3:13 AM Reactions: 0 comments: Post a Comment Links to this post

Ratna Sarumpaet dan Aktivis 98 Dirikan Crisis Center


Sabtu, 24 Maret 2012 | 00:01

Budayawan yang juga Koordinator Crisis Center, Ratna Sarumpaet (kanan) didampingi Koordinator Tim Advokasi Mahasiswa dan Rakyat Bambang Pujo (kedua kanan), mantan Aktivis 98 Roy Simanjutak (kiri) dan mantan Aktivis 98 Firman Tendy (kedua kiri) saat mendeklarasi Posko Ratna Sarumpaet Crisis Center di Jakarta, Jumat (23/3). Posko Ratna Sarumpaet Crisis Center mengajak masyarakat Jakarta dan sekitar berpartisipasi mendukung untuk menolak penaikan harga BBM. FOTO ANTARA/M Agung Rajasa/ed/pd/12 (sumber: Antara) Geliat dan suasana menjelang kejatuhan rezim Soeharto pada tahun 1998 seperti kembali terulang.

Seniman Ratna Sarumpaet bersama puluhan aktivis mahasiswa dan aktivis 1998 yang meresmikan Posko Ratna Sarumpaet Crisis Center di depan kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Inisiator dan koordinator posko, Ratna Sarumpaet menyatakan pendirian posko ini adalah inisiasi seruan sekaligus bantuan bagi masyarakat dalam menghadapi masalah, khususnya dalam menghadapi rencana penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada 1 April 2012. "Posko ini merupakan sebuah imbauan, bukan berarti mahasiswa harus berdemonstrasi. Tapi kita harus punya kesadaran yang sama ketika pemerintah mengklaim penaikan harga BBM demi rakyat. Padahal itu demi kebohongan," ujar Ratna Sarumpaet saat deklarasi posko di Jakarta, Jumat (23/3). Posko ini didirikan untuk memberikan advokasi kepada kelompok yang memperjuangkan penolakan penaikan harga BBM serta memfasilitasi diskusi isu-isu yang terkait dengan berbagai persoalan yang tengah dihadapi negeri ini. "Para seniman juga silakan mengekspresikan diri di sini," imbuh seniman teater itu. Ratna mengingatkan, saat ini yang menjadi persoalan seluruh rakyat adalah pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono telah berbohong. "Jika kita tahu penguasa kita sedang berbohong, tetapi kita diam saja. Maka kita akan berdosa kepada seluruh rakyat, karena kita tahu jika penguasa itu sedang berbohong. Karenanya, posko ini saya buat dengan harapan ada orang yang mengantarkan air atau makanan untuk saya antarkan kepada para demonstran," jelasnya. Ratna Sarumpaet Crisis Center ini juga menyiapkan 200 orang advokat. Mantan aktivis 1998, Firman Tendry menambahkan ada 200 orang advokat yang disiapkan bagi masyarakat yang terlibat hukum dalam rangka penolakan penaikan harga BBM. "Kami bertugas melakukan pembelaan, pendampingan dan perlawanan hukum atas represifitas yang dialami aktivis gerakan mahasiswa dan rakyat," jelas Koordinator Tim Advokasi Mahasiswa dan Rakyat Bambang SP Sukarno Sakti. Deklarasi Posko Ratna Sarumpaet Crisis Center ini didirikan atas gagasan sejumlah mantan aktivis 98 dan mahasiswa Universitas Bung Karno Jakarta, diantaranya Bambang Sri Pujo Sukarno Sakti, Nuraini, Dyah Wahyu, Adian Napitupulu, Haris Rusly, Roy Simanjuntak, BT Fernando Duling, John Irvan, Agus Wiryono, Yudi Budi Wibowo, Syafti Hidayat, Firman

Tendry, Gigih Guntoro, Yoris Sindhu, Hari Purwanto, Yosef Sampurna Nggarang, Anton Wuryanto, dan Ricky Tamba.

Biografi Ratna Sarumpaet Ratna pernah kuliah di Fakultas Teknik Arsitektur UKI selama 6 semester sebelum akhirnya dia memutuskan untuk memilih teater sebagai 'hidupnya'. Di tahun 1969, ia belajar berteater selama 10 bulan di Bengkel Teater Rendra dan selanjutnya ia belajar sendiri. Saudara kandung artis Mutiara Sani dan sutradara Sam Sarumpaet ini melakukan debut pementasannya yang berjudul Rubayyat Omar Kayam yang juga karyanya sendiri, tak lama setelah mendirikan Teater Satu Merah Panggung pada 1974. Ratna juga pernah mengelar pementasan Alia dan Jamila dan Sang Presiden. Pada masa Orde Baru, Ratna kerap berurusan dengan polisi terkait aktivitasnya yang vokal dan kerap mengkritik. Bahkan saat menjabat koordinator SIAGA dan menyelenggarakan Indonesian People Power di Ancol, Jakarta pada 1998, Ratna ditangkap dan dipenjarakan di Polda Metro Jaya sebelum dipindahkan ke Rutan Pondok Bambu. Baru tanggal 20 Mei 1998 dirinya dibebaskan. Sejak tahun 1984 sampai sekarang, Ratna sering diundang untuk berbicara dalam berbagai kegiatan seni budaya di luar negeri. Antara lain pada kongres International Woman Playwright II di Adelaide, Australia tahun 1994, dan pembicara pada 4th International Woman Playwright Center di Galway, Irlandia, 1997. Pada tahun yang sama, Ratna diundang melakukan presentasi tentang naskah-naskah drama yang ia tulis di Jerman dan Inggris. Ia juga memberikan pidato di Gedung Palais de Chaillot pada Peringatan 50 tahun Hak Asasi Manusia Sedunia tahun 1998. Panitia peringatan ini juga mengukuhkan Ratna dalam sebuah film dokumenter Les Derniers Prisonniers de Soeharto dengan sineas Bernard Debord yang ditayangkan di Stasion Televisi Arte di Prancis dan Jerman dan beberapa negara berbahasa Prancis lainnya. Pada tahun 1998, Ratna memperoleh penghargaan Female Human Rights special Award dari The Asai Foundation for Human Rights di Tokyo, Jepang serta diundang oleh PEN International sebagai pembicara pada Sydney Writer Festival, Australia dengan judul bahasan Dare to Speak Up. Ia juga hadir sebagai pembicara pada Writer In Prison-PEN International di Khatmandu, Nepal tahun 2000. Di tahun yang sama majalah sastra terkemuka di Amerika MANAO, yang menerbitkan sebagian dari Marsinah Menggugat dalam sebuah buku sastra edisi musim panas, Silent Voices mengundang Ratna melakukan presentasi di Washington, Los Angeles, Madison, New York, dan Hawaii. Pada saat yang bersamaan, ia menjadi tamu Pemerintah Amerika mengunjungi beberapa Negara Bagian di Amerika sebagai tokoh reformasi dan demokrasi Indonesia.

Di tahun 2000, Ratna kembali mendapat undangan dari Woman Playwright International, untuk hadir sebagai panelis dalam 5th International Woman Playwirght Conference. Pada tahun yang sama pula, PEN International mengundang Ratna untuk menjadi pembicara pada The 2nd Conference For Asia Women And Theater di Filipina. Naskahnya, Marsinah Menggugat, dipentaskan di puluhan negara di dunia oleh berbagai kelompok teater professional, dan dalam setiap pementasannya, Ratna hadir sebagai pembicara. Ratna yang pernah menjabat sebagai ketua Dewan Kesenian Jakarta (2003-2006) serta menjadi juri Festival Film Indonesia (FFI) itu, di tahun 2007 rutin tampil sebagai panelis dalam acara Silat Lidah yang ditampilkan di antv. Berita terakhir mengatakan bahwa Ratna Sarumpaet bermaksud untuk mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilihan calon presiden 2009. Source: Wikipedia Dengan sepak terjang'nya yang positif selama puluhan tahun ini.... apapun akan dilakukan oleh RS untuk mempertahankan reputasi'nya....Termasuk...Menghancurkan kredibilitas orang yang pada satu hari pernah minta tolong pada'nya

sulla View Public Profile Send a private message to sulla Find all posts by sulla 5th June 2009, 16:23 Pahing Mania Member Quote: Originally Posted by sulla Bagaimana dengan kenyataan bahwa dia tidak bisa bicara dengan manohara ? Apakah itu bukan amunisi jiwa yang cukup untuk mencari manohara kalau memang dia peduli ? Ini yang saya ingat wawancara'nya di metro tv setelah manohara dibebaskan 'Bagi saya yang terpenting adalah kesejahteraan manohara waktu itu..cuma karena ibu'nya bla bla bla...' #92

Join Date: Apr 2008 Location: It makes no

different with the network systems Posts: 8,360

Saya tidak akan menyalahkan RS kalau dia adalah orang yang santun dan tidak menyombongkan kemampuannya berperang di PBB....Lihat kata yang saya bold...Kalau memang kesejahteraan mano yang terpenting waktu itu kenapa dia tidak mencari mano sendiri... Kalau dia memang berjiwa aktivis HAM naluri keibuan'nya akan muncul dan berkata pada dirinya 'Ibu'nya mano ini sangat buruk tidak peduli dengan HAM anak'nya...Saya lebih baik dan lebih berkaliber dari ibu'nya...Saya harus membantu mano' Atas dasar dia tidak berusaha terus menelusuri mano itulah saya berkesimpulan bahwa bagi RS tujuan terpenting bukanlah kesejahteraan mano...Ada tujuan lain di balik itu semua. Hahahaha.....one phone call....So much for 'latar belakang' dan 'amunisi'....Bukankah one phone call adalah satu hal yang sederhana sama sekali ? Kalau memang tidak yakin seharusnya jangan bergaya yakin seperti mau perang di PBB..... alternatives? Kayanya bagi RS hanya ada satu alternatif deh... menuntut secara hukum Oh jadi anda selalu meminta boss anda mengulang instruksi'nya ? But Ratna Sarumpaet telah memilih untuk maju membebaskan mano....She decided....She knew what her choices are.....She didn't follow through with her decision mengubah keputusan... ketika dirasa memang sudah tidak masuk akal lagi.. suatu hal yang lumrah.. dan pintar! smart! pakai otak! genius! normal daaaahh!! tapi kalo takut mengubah keputusan gara2 gengsi... itu namanya bodoh, gak pake otak, imbisil, idi0t. sebaiknya sebelum lebih lanjut lagi.. mending dipikir lagi deh... si Manohara ama Ibunya... sekarang gimana yak? masalah pengulangan instruksi..., please deh... Boss gue gak pernah ngeluh ketika gue minta diulang. Toh hasil kerja gue... bisa dibilang jadi jauh lebih bagus dari yang standard tuh.... Dan beruntung dapat Boss yang model gituan. Gimana yak...

emang perusahaan gue lumayan bagus sih! Ada tujuan di balik itu semua!.. yup.. keknya si Ratna Sarumpaet yang lumayan pinter ini bisa melihat itu semuanya terlebih dahulu. Dan memang tepat perkiraan anda. Hampir senada dengan pemikiran Ratna Sarumpaet saat itu. Bedanya... anda baru menuliskannya sekarang. Dan yang dibalik itu semua... sepertinya anda keliru... hihihihihihih.... sebaiknya... anda segera mengupdate berita terakhir ttg Manohara & family. Supaya anda jadi lebih terupdate. Jadi bukan dari berita 3 hari yang lalu....

Anda mungkin juga menyukai