Anda di halaman 1dari 9

10 Kiat Tegar Menghadapi Cobaan

Mengarungi kehidupan pasti seseorang akan mengalami pasang surut. Kadang seseorang mendapatkan nikmat dan kadang pula mendapatkan musibah atau cobaan. Semuanya datang silih berganti. Kewajiban kita adalah bersabar ketika mendapati musibah dan bersyukur ketika mendapatkan nikmat Allah. Berikut adalah beberapa kiat yang bisa memudahkan seseorang dalam menghadapi setiap ujian dan cobaan. Pertama: Mengimani takdir ilahi Setiap menghadapi cobaan hendaklah seseorang tahu bahwa setiap yang Allah takdirkan sejak 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi pastilah terjadi. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,


Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.[1] Beriman kepada takdir, inilah landasan kebaikan dan akan membuat seseorang semakin ridho dengan setiap cobaan. Ibnul Qayyim mengatakan, Landasan setiap kebaikan adalah jika engkau tahu bahwa setiap yang Allah kehendaki pasti terjadi dan setiap yang tidak Allah kehendaki tidak akan terjadi. [2] Kedua: Yakinlah, ada hikmah di balik cobaan Hendaklah setiap mukmin mengimani bahwa setiap yang Allah kehendaki pasti ada hikmah di balik itu semua, baik hikmah tersebut kita ketahui atau tidak kita ketahui.[3] Allah Taala berfirman,

)511( (116)
Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) 'Arsy yang mulia. (QS. Al Muminun: 115-116) Allah Taala juga berfirman,

)83(
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq. (QS. Ad Dukhan: 3839)

Ketiga: Ingatlah bahwa musibah yang kita hadapi belum seberapa Ingatlah bahwa Nabi kita shallallahu alaihi wa sallam sering mendapatkan cobaan sampai dicaci, dicemooh dan disiksa oleh orang-orang musyrik dengan berbagai cara. Kalau kita mengingat musibah yang menimpa beliau, maka tentu kita akan merasa ringan menghadapi musibah kita sendiri karena musibah kita dibanding beliau tidaklah seberapa. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


Musibah yang menimpaku sungguh akan menghibur kaum muslimin.[4] Dalam lafazh yang lain disebutkan,


Siapa saja yang terasa berat ketika menghapi musibah, maka ingatlah musibah yang menimpaku. Ia tentu akan merasa ringan menghadapi musibah tersebut.[5] Keempat: Ketahuilah bahwa semakin kuat iman, memang akan semakin diuji Dari Mushab bin Said -seorang tabiin- dari ayahnya, ia berkata,


Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya? Beliau shallallahu alaihi wa sallam menjawab,


Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.[6] Kelima: Yakinlah, di balik kesulitan ada kemudahan Dalam surat Alam Nasyroh, Allah Taala berfirman,


Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS. Alam Nasyroh: 5)

Ayat ini pun diulang setelah itu,


Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS. Alam Nasyroh: 6). Qotadah mengatakan, Diceritakan pada kami bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah memberi kabar gembira pada para sahabatnya dengan ayat di atas, lalu beliau mengatakan,


Satu kesulitan tidak mungkin mengalahkan dua kemudahan.[7] Keenam: Hadapilah cobaan dengan bersabar 'Ali bin Abi Tholib radhiyallahu anhu mengatakan,

.
Sabar dan iman adalah bagaikan kepala pada jasad manusia. Oleh karenanya, tidak beriman (dengan iman yang sempurna), jika seseorang tidak memiliki kesabaran.[8] Yang dimaksud dengan bersabar adalah menahan hati dan lisan dari berkeluh kesah serta menahan anggota badan dari perilaku emosional seperti menampar pipi dan merobek baju.[9] Ketujuh: Bersabarlah di awal musibah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


Yang namanya sabar seharusnya dimulai ketika awal ditimpa musibah.[10] Itulah sabar yang sebenarnya. Sabar yang sebenarnya bukanlah ketika telah mengeluh lebih dulu di awal musibah. Kedelapan: Yakinlah bahwa pahala sabar begitu besar Ingatlah janji Allah,


Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS. Az Zumar: 10). Al Auzai mengatakan, Pahala bagi orang yang bersabar tidak bisa ditakar dan ditimbang. Mereka benar-benar akan mendapatkan ketinggian derajat. As Sudi mengatakan, Balasan orang yang bersabar adalah surga.[11] Kesembilan: Ucapkanlah Inna lillahi wa inna ilaihi rooji'un ...

Ummu Salamah -salah satu istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam- berkata bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

- - - - . - .- - -
Siapa saja dari hamba yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan: Inna lillahi wa inna ilaihi rooji'un. Allahumma'jurnii fii mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa [Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah ang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik], maka Allah akan memberinya ganjaran dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik. Ketika, Abu Salamah (suamiku) wafat, aku pun menyebut do'a sebagaimana yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam perintahkan padaku. Allah pun memberiku suami yang lebih baik dari suamiku yang dulu yaitu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.[12] Do'a yang disebutkan dalam hadits ini semestinya diucapkan oleh seorang muslim ketika ia ditimpa musibah dan sudah seharusnya ia pahami. Insya Allah, dengan ini ia akan mendapatkan ganti yang lebih baik. Kesepuluh: Introspeksi diri Musibah dan cobaan boleh jadi disebabkan dosa-dosa yang pernah kita perbuat baik itu kesyirikan, bidah, dosa besar dan maksiat lainnya. Allah Taala berfirman,


Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. (QS. Asy Syura: 30). Maksudnya adalah karena sebab dosa-dosa yang dulu pernah diperbuat.[13] Ibnu Abbas mengatakan, Akan disegerakan siksaan bagi orang-orang beriman di dunia disebabkan dosa-dosa yang mereka perbuat, dan dengan itu mereka tidak disiksa (atau diperingan siksanya) di akhirat.[14] Semoga kiat-kiat ini semakin meneguhkan kita dalam menghadapi setiap cobaan dan ujian dari Allah. Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel http://rumaysho.com Diselesaikan di Pangukan-Sleman, 25 Shofar 1431 H

[1] HR. Muslim no. 2653, dari Abdullah bin Amr bin Al Ash.

[2] Al Fawaid, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, hal. 94, Darul Aqidah, cetakan pertama, tahun 1425 H. [3] Lihat Syarh Aqidah Ahlis Sunnah wal Jamaah, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, hal. 151-153, Maktabah Ash Shofaa, cetakan pertama, tahun 1426 H. [4] Shahih Al Jami', 5459, dari Al Qosim bin Muhammad. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. [5] Disebutkan dalam Bahjatul Majalis wa Ansul Majalis, Ibnu 'Abdil Barr, hal. 249, Mawqi' Al Waroq. [6] HR. Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4024, Ad Darimi no. 2783, Ahmad (1/185). Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 3402 mengatakan bahwa hadits ini shahih. [7] Dikeluarkan oleh Ibnu Jarir Ath Thobari dalam kitab tafsirnya. Lihat Tafsir Ath Thobari, 24/496, Dar Hijr. [8] Bahjatul Majalis wa Ansul Majalis, Ibnu 'Abdil Barr, hal. 250, Mawqi' Al Waroq. [9] Lihat Uddatush Shobirin wa Zakhirotusy Syakirin, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, hal. 10, Dar At Turots, cetakan pertama, tahun 1410 H. [10] HR. Bukhari no. 1283, dari Anas bin Malik. [11] Lihat Tafsir Al Quran Al Azhim, Ibnu Katsir, 12/117, Muassasah Qurthubah. [12] HR. Muslim no. 918. [13] Lihat Tafsir Al Quran Al Azhim, Ibnu Katsir, 12/280, Muassasah Quthubah. [14] Dikeluarkan oleh Ibnu Jarir Ath Thobari dalam kitab tafsirnya. Lihat Tafsir Ath Thobari, 20/514.

PAGI HARI : ANTARA TIDUR DAN DZIKIR

Diposkan oleh Bermanfaat Bagi Yang Lain di 14.16 . Kamis, 11 Februari 2010 Oleh : Ustadz Ashim bin Musthofa Pagi hari, tatkala udara masih terasa dingin, menggoda seseorang untuk tetap berdiam di atas ranjang, meski adzan Subuh sudah berkumandang. Atau usai mengerjakan shalat Subuh, seolah betapa nikmat melanjutkan tidur atau bermalas-malasan. Padahal ada satu aktifitas yang semestinya dilakukan seorang muslim pada pagi hari. Yaitu Rasulullah n mengajarkan, agar kita berdzikir pada waktu pagi hari, bukan justru melanjutkan tidur. Tidur pagi (setelah subuh) bukanlah kebiasaan yang baik. Orang-orang yang dikenal menyukai kasur hanyalah para bayi dan orang-orang sakit, serta para pengangguran. Untuk kelompok pertama dan kedua, tidur mereka lantaran karena kondisi. Sementara untuk golongan ketiga, karena tuntutan profesi yang dampaknya memupuk kemalasan. Namun adakalanya, orang yang tidak termasuk dalam golongan di atas, menggandrungi ranjang sehabis shalat Subuh. Bahkan seolah-olah menjadi kurikulum tetap yang tidak bisa diganggu gugat. Oleh karenanya, tulisan ini ingin menggugah semangat kita untuk memulai aktifitas sedini mungkin, di pagi hari yang berudara segar. TIDUR PAGI BUKAN KEBIASAAN PARA SALAF Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya, dari Abu Wail Syafiq bin Salamah al Asadi, ia berkata: Suatu hari, usai kami shalat Shubuh, kami pergi menemui 'Abdullah bin Mas'ud. Kami mengucapkan salam di sisi pintu. Kami diizinkan masuk. Namun kami putuskan untuk menunggu sejenak (di luar). Seorang budak berkata: "Tidakkah kalian masuk saja?" Kami masuk, dan ia (Ibnu Mas'ud) sedang duduk bertasbih. Dia bertanya: "Apa yang menghalangi kalian masuk, padahal sudah dipersilahkan?" Tidak apa-apa. Hanya saja kami mengira masih ada anggota keluarga yang masih tidur (sehingga kami tidak langsung masuk ke dalam)," jawab kami. Ibnu Mas'ud berkata: "Kalian mengira keluarga Ibnu Ummu Abd (maksudnya ia sendiri) adalah orang-orang yang lalai?" Ia meneruskan untuk bertasbih, sampai tatkala mengira matahari telah terbit, ia memanggil budaknya dengan bertanya: "Lihatlah, apakah sudah terbit?" Budak itu melihatnya, tetapi belum terbit. Maka ia (Ibnu Masud) meneruskan tasbihnya. Sampai ketika mengira matahari telah terbit, maka ia memerintahkan budak perempuannya: "Wahai, budak. Tolong lihat, apakah sudah terbit?"

Ia (budak itu) melihat, dan ternyata matahari sudah terbit. Maka Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhun berkata: Segala puji bagi Allah yang telah membebaskan hari kami ini, tidak membinasakan kami dengan dosa-dosa kami".[1] Syaikh Abdur Razzaq Al Badr berkata,Dialog dalam atsar di atas mencerminkan gambaran secara jelas tentang kehidupan yang penuh dengan vitalitas dan tekad tinggi untuk mengoptimalkan waktu pagi hari di kalangan para salafush shalih t , terutama para sahabat lantaran kedalaman ilmu din, sehingga mereka memberikan segala sesuatu pada tempatnya masingmasing.[2] Ketika Abu Wail dan kawan-kawannya datang kepada Ibnu Masud, saat itu adalah waktu-waktu yang penuh berkah lagi berharga. Yaitu waktu untuk tekun dan melakukan dzikir kepada Allah, dan meningkatkan semangat menambah kebaikan. Hanya saja, tidak sedikit orang yang kurang memperhatikan. Waktu yang sangat berharga itu menjadi sia-sia, dilewatkan dengan tidur, bermalas-malasan dan patah semangat, atau disibukkan dengan perkara-perkara yang kurang bermanfaat. Apalagi jika mengawalinya dengan kegiatan yang diharamkan. Wal iyadzu billah! Pagi hari laksana masa muda yang penuh dengan vitalitas, dan sore hari ibarat masa tua yang hanya menyisakan tubuh tanpa daya. Barangsiapa yang terbiasa dengan sesuatu kebiasaan pada masa mudanya, niscaya ia terbiasa mengerjakannya pada masa tuanya. Demikianlah, aktifitas seseorang pada pagi harinya akan mempengaruhi semangat kerja sepanjang harinya. Jika ia memulai dengan tekun, maka akan menyelesaikan harinya dengan penuh ketekunan. Jika mengawalinya dengan kemalasan, maka itulah yang akan dominan. Barangsiapa mampu mengendalikan hari, yaitu awalnya, niscaya seluruh harinya akan selamat dengan izin Allah. Dia akan ditolong untuk dapat mengerjakan kebaikan dan keberkahan. Ini seperti pepatah harimu bagaikan ontamu, apabila yang pertama dapat engkau taklukkan, niscaya onta-onta di belakangnya akan mengikutimu. Makna pepatah ini sejalan dengan pernyataan Ibnu Mas'ud Radhiyallahu a'nhu : "Segala puji bagi Allah yang telah membebaskan hari kami ini, tidak membinasakan kami dengan dosa-dosa kami". TIDUR PAGI, BERBAHAYA! Ibnul Qayyim berkata: "Di antara perkara yang dibenci di kalangan para salaf, yaitu tidur antara usai shalat Shubuh dan terbitnya matahari. Sebab, waktu-waktu itu adalah saat keberuntungan. Aktifitas yang dikerjakan pada waktu-waktu tersebut memiliki nilai istimewa. Bahkan kalau orangorang telah berjalan semalam suntuk, mereka tidak diperbolehkan untuk beristirahat pada waktu tersebut sampai matahari terbit. Saat itu adalah permulaan hari dan kuncinya, waktu turunnya rejeki dan terjadinya pembagian rejeki dan barokah. Selain itu, (terhitung) saat itulah pergerakan hari bermula. Keadaan seluruhnya tergantung pada bagiannya. Maka seharusnya (kalau harus tidur), maka itu adalah tidur yang sifatnya darurat".[3] Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia melihat seorang anaknya tidur pada waktu pagi. Maka ia berkata,Bangun, engkau tidur saat rejeki dibagi-bagikan".[4]

Ibnul Qayyim mengingatkan kita: "Tidur pada pagi hari menghalangi datangnya rejeki. Sebab waktu pagi adalah saat pencarian rejeki oleh para makhluk. Pagi adalah waktu pembagian rejeki. Maka tidur pada waktu tersebut, akan menjadi penghambat menerima rejeki, kecuali karena alasan tertentu, atau kondisi darurat. (Tidur pagi hari) sangat berbahaya bagi jasmani, karena membuat malas badan dan merusak metabolisme yang diolah oleh tubuh. Akibatnya, (dapat) menyebabkan kegoncangan, kegelapan dan kelemahan fisik. Kalau itu terjadi sebelum buang air besar, bergerak dan olah raga serta menyibukkan lambung dengan sesuatu, maka itu merupakan penyakit berbahaya yang akan melahirkan berbagai penyakit.[5] KEKUATAN DZIKIR PAGI HARI Shalat Subuh menjadi kegiatan fardhu pertama bagi seorang muslim setiap harinya. Hikmahnya pun banyak. Hal ini bisa dirasakan oleh setiap muslimin yang tidak melewatkan ibadah pembuka ini secara berjamaah di masjid. Ditambah lagi dengan ibadah sunnah yang mengiringinya, seperti dzikir pagi yang dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mengingatkan seseorang untuk senantiasa duduk tepekur mengingat Yang Maha Kuasa. Wirid-wirid dalam dzikir pagi tersebut mencakup berbagai makna agung. Di antaranya, pengakuan hamba sebagai makhluk yang lemah, pengakuan keesaan Allah ketika kita beribadah, penyerahan diri secara total kepada Allah, permohonan perlindungan kepada Allah dari segala bahaya. Ungkapan-ungkapan yang apabila diketahui dan dihayati, akan melahirkan keyakinan, optimisme dan meningkatkan semangat mengais kebaikan pada pagi itu. Ringkasnya, menekuni dzikir pada pagi hari akan melahirkan kekuatan dan semangat dalam menjalani aktifitas harian. Ibnul Qayyim menceritakan,Suatu kali, aku pernah menjumpai Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah usai melaksanakan shalat Shubuh. Dia duduk sambil terus melantunkan dzikir kepada Allah Ta'ala sampai separo siang. Kemudian ia menoleh kepadaku, seraya berkata,Inilah aktifitas pagiku. Jika aku tidak mengamalkannya, kekuatanku jatuh, atau pernyataan yang hampir serupa dengan itu."[6] Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berdoa memohon keberkahan bagi umatnya pada waktu pagi. "Dari Shakhr bin Wada'ah al Ghamidi, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa: "Ya, Allah! Berkahilah umatku pada pagi harinya". Jika mengirim pasukan ekspedisi atau pasukan perangnya, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus mereka di pagi hari. Dan Shakhr adalah seorang pedagang. Maka ia mengirim dagangannya pada pagi hari. Dia menjadi kaya dan hartanya melimpah". Dari uraian tersebut di atas, maka pantaslah bagi kita untuk memperhatikan, agar kita bisa memanfaatkan waktu pagi hari dengan dzikir, sehingga mampu meningkatkan produktifas. Tidak terbuai dengan tidur yang melalaikan dan menjauhkan dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala .

Diriwayatkan dari 'Abdullah bin Amr bin al 'Ash Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Tidur ada tiga macam. Tidur orang rusak, tidur orang berakhlak, dan tidur orang dungu. Adapun tidur orang yang rusak kepribadiannya adalah tidur pada waktu dhuha, saat orang-orang menyelesaikan urusanurusan mereka, sementara ia terlelap dalam tidurnya. Tidur orang yang bermoral, adalah tidur qailulah ketika pertengahan hari. Dan tidur orang yang pandir adalah tidur ketika waktu shalat datang".[7] Semoga Allah memberikan taufik kepada kita, sehingga mampu merengkuh setiap kebajikan dan mengikuti manhaj Salafus Shalih dan pengamalan mereka. Wabilahit Taufiq. (mas) [Diangkat dari kitab Fiqhul Ad'iyah wal Adzkar, Dr. Abdur Razaq bin Abdul Muhsin al Badr, Cetakan I, Tahun 1423, Kuwait] [Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun IX/1426H/2005M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Alamat Jl. Solo-Puwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183] ________ Footnote. [1]. Shahih Muslim (1/564). [2]. Fiqhul Ad'iyah wal Adzkar (3/45). [3]. Madariju as Salikin (1/308). [4]. Atsar ini disebutkan oleh Ibnul Qayyim di dalam Zadul Ma'ad (4/241). [5]. Zadul Ma'ad (4/242). [6]. Al Wabil Ash Shayyib hlm. 85-86. [7]. Diriwayatkan oleh Al Baihagi dalam Asy Syu'ab (4/182). Ibnu Al Muflih membawakannya dalam Al Adab Asy Syar'iyyah (3/162).

Anda mungkin juga menyukai