Anda di halaman 1dari 19

PRESENTASI KASUS

CIDERA KEPALA RINGAN

Pembimbing : Dr. Suryo Hapsoro, Sp. B


Disusun Oleh : Triandari Sumantri (20070310152)

SMF ILMU BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANTUL UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012

HALAMAN PENGESAHAN
Cidera Kepala Ringan

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul

Disusun Oleh: Triandari Sumantri 20070310152

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal Oleh : Dosen Pembimbing

Juni 2012

Dr. Suryo Hapsoro, Sp.B

BAB I LAPORAN KASUS I.


IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis kelamin Alamat Agama Pekerjaan Masuk RS II. ANAMNESA 1. Keluhan Utama : nyeri kepala dan luka lecet. 2. Riwayat Penyakit Sekarang : Orang sakit (OS) datang sadar ke IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul dengan keluhan pusing setelah terjatuh dari sepeda motor karena diserempet motor 3 jam yang lalu. Saat terjatuh kepala OS sempat terbentur aspal, tetapi OS tidak pingsan saat kejadian. OS masih mengingat kejadian sebelum OS terjatuh. OS juga mengeluh mengeluh lecet pada wajah, tangan kanan, kaki kanan. OS mengeluh mual (+), muntah (-), sesak (-), mimisan (-). 3. Riwayat Penyakit Dahulu 4. Riwayat Penyakit Keluarga : (-) : (-) : Ny. ponijah : 43 tahun : Perempuan : Bantul : Islam : Ibu Rumah Tangga : 15 Juni 2012

III. PEMERIKSAAN FISIK a. b. c. Keadaan Umum Kesadaran GCS : sedang : compos mentis : E4M6V5 = 15

d.

Vital Sign

:T N R S

: 110/80 mmHg : 76 x/menit : 20 x/menit : 36,7 C

e.

Status Generalis Kepala Wajah Mata Hidung Telinga Mulut Leher Thorax Cor Inspeksi Palpasi Perkusi : Ictus cordis tidak tampak : Ictus cordis teraba di SIC V LMC sinistra 2 jari ke lateral, tidak kuat angkat : Batas kiri atas SIC II LSB Batas kanan atas SIC II RSB Batas kiri bawah SIC V LMC sinistra 2 jari ke lateral Batas kanan bawah SIC IV LMC dextra Auskultasi Pulmo Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Abdomen : Simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-) : Vokal fremitus kanan = kiri : Sonor di seluruh lapangan paru, batas paru hepar SIC VI dextra : SD : Vesikuler ST : Tidak ada : S1 > S2, reguler, bising (-), gallop (-) : Lihat status lokalis : vulnus eksoriasi (+), edema (-) : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil reflek cahaya (+/+) : Discharge (-), deformitas (-) : Discharge (-), deformitas (-) : Bibir tidak kering, lidah tidak kotor : Trakea di tengah, limfonoduli tidak teraba, JVP tidak meningkat isokor,

Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Anogenital Ekstremitas

: Tampak datar : Supel, nyeri tekan (-), massa (-), hepar/lien tidak teraba : Tympany seluruh lapangan abdomen : Bising usus (+) Normal : Tidak ada kelainan : superior : edema (-), vulnus eksoriasi tangan kanan (+) diameter 1cm. Inferior : edema (-), vulnus eksoriasi kaki kanan (+) diameter 2 cm.

f. Status Lokalis (Regio capitis) Inspeksi Palpasi g. Status Neurologis Pemeriksaan motorik
Gerak Kekuatan Tonus Klonus Trofi Eks. Superior Dekstra Sinistra Tidak ada kesan Tidak ada kesan paresis + + E paresis + + E + Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai + + + Eks. Superior Dekstra Sinistra Tidak ada kesan Tidak ada kesan paresis + + E paresis + + E

: Terdapat hematom di capitis regio occipital, diameter 10 cm : Nyeri tekan (+)

Pemeriksaan sensibilitas Nyeri + Taktil Tidak dapat dinilai Raba Tidak dapat dinilai R. Fisiologis + R. Patologis Babinski + Chadok +

+ + Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai + + + + + +

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah Rutin Hb Ht Leukosit Eritrosit Trombosit LED MCV MCH GDS Hitung Jenis : 12,6 g/dl : 41 % : 13.200 /L : 4,69 juta/L : 201.000 /L : 10 / jam : 87 pg : 26,9 % : 118 gr/dl : E / Bas / Bat / S / L / M 1 / 0 / 0 / 82 / 17 / 0 (13-16 gr/dl) (40-48%) (5.000 10.000/L) (4,5-5,5 juta/L) (150.000-400.000/L) (0 10 / jam) (82-92 pg) (37-31%)

V.

RESUME A. Anamnesis - Pasien sadar tanpa didahului muntah dan tanpa disertai kejang. - Terdapat hematom di regio occipital kiri B. Pemeriksaan Status Lokalis (Regio occipital) : terdapat hematom Status Neurologis - Hb - Leukosit : E4M6V5 : 12,6 : 13.200 Pemeriksaan Penunjang

VI.

DIAGNOSIS CKR + Perdarahan intra cerebral

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Foto rontgen kepala Hasil : terdapat perdarahan kulit di occipital sinistra

VIII. PENATALAKSANAAN 1. Konservatif IX. X. Infus RL 20 tpm Inj. Ceftriaxon 2x1gr Inj. Teranol 2x1gr Inj. Ranitidine 2x1 Bedrest PROGNOSIS : Dubia ad bonam FOLLOW UP HARIAN Pemeriksaan Terapi

tanggal 15/6/12

S : nyeri kepala (+), mual (+), muntah (-), epistaksis Inf. RL 20 tpm (-), VE (+) Inj. Ceftriaxon 2x1gr KU : Sedang, CM Inj. Teranol 2x1 GCS : E4M6V5 Inj ranitidine 2x1 TD : 110/80b mmHg bedrest N : 80x/mnt RR : 20x/mnt S : 36,3

16/6/12

S : nyeri kepala (+) sudah berkurang , mual (-), muntah (-), epistaksis (-), VE (+) KU : sedang, CM GCS : E4M6V5 TD : 110/70 mmHg

Inf. RL 20 tpm Inj. Ceftriaxon 2x1gr Inj. Teranol 2x1 Inj. Ranitidine 2x1 bedrest

N : 88x/mnt RR : 20x/mnt S : 36,2 17/6/12 S : nyeri kepala (-), mual (-), muntah (-), VE (+) KU : sedang, CM GCS : E4M6V5 TD : 120/80mm Hg N : 80x/mnt RR : 20x/mnt S : 36,5 18/6/12 S : tidak ada keluhan KU : Baik, CM GCS : E4M6V5 TD : 120/70 mmHg N : 76x/mnt RR : 20x/mnt S : 36,5 BLPL Amoxixillin tab 3x500mg Asam mefenamat tab 3x500mg Inf.RL 20 tpm Inj. Ceftriaxon 2x1gr Inj.teranol 2x1 Inj. Ranitidine 2x1 Bedrest

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Cedera kepala atau Traumatic Brain Injury adalah suatu keadaan yang bukan disebabkan oleh penyakit degeneratif atau bawaan, tetapi disebabkan oleh kejadian eksternal oleh trauma fisik yang bisa menyebabkan gangguan kesadaran. Akibatnya terjadi gangguan kognitif, emosi, tingkah laku dan fungsi tubuh yang mungkin bisa menjadi permanent, baik parsial ataupun total.2

II.1. ANATOMI FISIOLOGI. Otak terdiri dari dua bagian sisi, yaitu otak sisi kanan dan sisi kiri. Sisi sebelah kanan bertanggung jawab terhadap tubuh bagian kiri, dan sebaliknya sisi bagian kiri bertanggung jawab terhadap tubuh bagian kanan.3

Otak sisi kanan Mengenal dan memastikan objek di sekeliling kita. Mengenal posisi tubuh Memahami dan mengingat segala tindakan dan penglihatan. Menyimpan sebagian memori informasi untuk kemudian bisa

Otak sisi kiri Memahami dan bisa menggunakan bahasa (mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis) Mengingat pembicaraan dan menulis pesan. Bisa memahami sutu informasi secara

menggambarkan nya. Mengontrol sisi kiri tubuh.

terperinci. Mengontrol sisi kanan tubuh.

Lobus frontal bertanggung jawab atas kontrol emosional dan kepribadian, yang mempengaruhi fungsi motorik, keputusan dan pemecahan masalah, spontanitas, ingatan, ekspresi dan pemilihan bahasa atau kalimat, inisiatif, serta perilaku sosial dan perilaku sex.3 Lobus parietal memiliki dua fungsi utama, yaitu yang pertama bertanggung jawab pada sensasi dan persepsi, dan yang kedua bertanggung jawab pada pengintegrasian input sensorik, terutama pada sistem visual. 3 Lobus temporal bertanggung jawab terhadap kemampuan pendengaran, sebagian persepsi visual, serta pengakategorian objek. 3 Lobus Occipital merupakan pusat dari system persepsi visual. Sehingga bertanggung jawab pada penglihatan. 3 Batang otak sangat berperan pada masalah vital, seperti aurosal dan kesadaran. Seluruh informasi yang masuk dan keluar dari tubuh kita menuju dan keluar dari otak mesti melewati batang otak. 3 Secara garis besar terdapat tiga hal yang mempengaruhi keadaan fisiologis otak, yaitu tekanan intrakranial, tekanan perfusi otak, serta aliran darah otak. Tekanan intrakranial normal berkisar antara 10 mmHg (136 mm H20). Dan menurut hukum Monro Kellie, hal-hal yang mempengaruhi tekanan intrakranial, yaitu volume darah, volume LCS dan volume jaringan otak adalah berbanding lurus dan bersifat konstan. Tekanan perfusi otak normal berkisar antara 70 mmHg. Sedangkan aliran darah otak normal berkisar antara 50 ml/100 gr jaringan otak/menit. 4

II. 2. KLASIFIKASI CEDERA KEPALA. Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme terjadinya, berat ringannya, serta morfologinya.4,5 1. Mekanisme terjadinya : Trauma tumpul, baik kecepatan tinggi misalnya tabrakan kendaraan bermotor atau kecepatan rendah misalnya terjatuh bukan dari ketinggian. Trauma tembus, misalnya trauma akibat tertembus peluru.

2. Berat ringannya cedera : Untuk menentukan berat ringannya cedera kepala yang dianggap paling mudah dan lebih obyektif adalah dengan mempergunakan Glasgow Coma Scale. Skala penentuan berat ringannya cedera kepala akan dibicarakan dalam bagian khusus. 3. Morfologi : Fraktur tengkorak. Kalfaria (kubah), misal fraktur garis bintang (linear stelata) yang sering terjadi pada perdarahan epidural, fraktur depresi dan nondepresi yang sering menyebabkan deficit neurologis, serta fraktur terbuka dan tertutup. Pada fraktur linier, keadaan fraktur lebih penting karena fraktur yang melewati tulang temporalis dapat merobek pembuluh darah meningeal tengah dan menghasilkan hematoma eksterna. Basis Cranii, baik itu disertai atau tanpa kebocoran liquor, serta dengan atau tanpa disertai parese nervus cranialis.

Fraktur ini dapat meluas ke dalam sinus udara atau telinga tengah dan sering terkait dengan keluarnya darah atau cairan serebrospinal dari hidung dan telinga. Fraktur pada Krista supra-siliare sering meliputi sinus udara frontal atau sinus udara ethmoid. Sering dinding posterior berkeping-keping dan durameter robek. Lesi Intrakranial. Lesi Supratentorial. Pada lesi supratentorial, gangguan akan terjadi baik oleh kerusakan langsung pada jaringan otak atau akibat penggeseran dan kompresi pada ARAS karena proses tersebut maupun gangguan vaskularisasi dan edema yang diakibatkan. Proses ini menjalar secara radial dan lokasi lesi kemudian kearah rotasi-kaudal sepanjang batang otak. Gejala-gajala klinis akan timbul sesuai dengan perjalanan proses tersebut yang dimulai dengan gejala-gejala neurologik foka-kaudal sepanjang batang otak. Gejala-gajala klinis akan timbul sesuai dengan perjalanan proses tersebut yang dimulai dengan gejala-gejala neurologik fokal sesuia dengan lokasi lesi. Jika keadaan bertambah berat dapat timbul sindrom diensefalon, sindrom mesenfalon, bahkan sindrom ponto-meduler dan deserbasi. Lesi infratentorial. Pada lesi infratentorial, gangguan dapat terjadi karena kerusakan ARAS baik oleh proses intrinsik pada batang otak maupun oleh proses ekstrinsik. Lesi difus. Gangguan neurologi pada umumnya bersifat bilateral dan hampir selalu simetrik. Selain itu gejala neurologiknya tidak dapat dilokalisir pada suatu susunan anatomi

tertentu pada susunan saraf pusat. Keadaan ini misalnya terjadi pada komosio klasik, komosio ringan, dan cedera akson difus. Penyebab gangguan pada golongan ini terutama akibat kejadian sekunder misalnya kekurangan O2, kekurangan glukosa, serta gangguan sirkulasi darah. Cedera otak primer dan sekunder. Cedera otak primer terjadi kerusakan otak akibat trauma langsung. Cedera otak sekunder terjadi akibat hipotensi, hipoksia, gangguan aliran darah, serta peningkatan tekanan intrakranial.

II. 3. GAMBARAN KLINIK Otak memilki peranan dan bertanggung jawab pada penampilan atau gambaran kebiasaan manusia, yang sangat riskan atau rawan dan mudah untuk terkena cedera akibat trauma. Hal tersebut ternyata menimbulkan perubahan yang signifikan pada fungsi tabiat dan fungsi adaptasi dalam kehidupan sosialnya. Keadaan-keadaan setelah terjadinya cedera kepala, yang tentunya berpengaruh pada otak bisa menyebabkan defisit dari fungsi otak yang berjangka panjang. Defisit jangka panjang yang dapat terjadi dari cedera pada otak yang dapat terjadi dapat dikategorikan pada tiga kategori, yaitu2 : 1. Defisit fungsi fisik, misalnya : Paralisis atau parese, baik kedua tangan dan kedua kaki, atau hanya satu bagian sisi tubuh. Kelainan skil motorik, kadang disertai dengan tremor. Ataxia. Diplopia.

Gangguan pemendekan area visual. Oral apraxia. Apraxia.

2. Defisit fungsi kognitif, misalnya : Penurunan daya perhatian dan konsentrasi. Penurunan daya ingat untuk memahami, mempelajari atau mengingat kembali informasi yang baru. Penurunan kemampuan menentukan sikap dan keputusan. Melemahnya kecepatan proses informasi yang diterima. Pemikiran yang meledak-ledak tanpa peduli akan akibatnya. Kelemahan kemampuan perencanaan. Penurunan konsep berpikir dan berpikir secara abstrak. Kaku dalam berpikir dan mental. Kelemahan dalam pengambilan keputusan terutama keadaan yang menyangkut sosial. 3. Defisit fungsi tingkah laku, misalnya : Ketidakmampuan untuk menentukan suatu aktivitas. Tidak dapat diam. Gangguan tingkah laku sosial. Impulsif Apatis dan tidak memiliki inisiatif. Ketidakmampuan untuk mengambil pelajaran dari pengalaman.

Tidak bisa menolak. Tidak bisa menghargai diri sendiri.

Masa Penyembuhan dan rehabilitasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu2: 1. Seberapa parah cedera kepala. 2. Komplikasi medis. 3. Seberapa lama koma. 4. Umur pasien. 5. Waktu antara kejadian dengan penanganan. 6. Dukungan keluarga. 7. Komitmen pelayanan medis.

II. 4. PENENTUAN DERAJAT CEDERA KEPALA. Untuk menentukan derajat cedera kepala dapat digunakan skala Glasgow Coma Scale= GCS, yang pertama kali dikenalkan oleh Teasdale dan Jennet dalam tahun 1974 dan banyak digunakan dalam klinik.
3,4

Pada GCS tingkat kesadaran dinilai menurut 3 aspek : 1. Kemampuan membuka mata 2. Aktifitas motorik 3. Kemampuan bicara : Eye opening : Motor response : Verbal respone =E =M =V

1. Kemampuan Membuka Mata a. Dapat membuka mata sendiri secara spontan :4

b. Dapat membuka mata atas perintah c. Dapat membuka mata atas rangsangan nyeri

:3 :2

d. Tak dapat membuka mata atas rangsangan nyeri apapun : 1 2. Aktivitas Motorik Dinilai anggota gerak yang memerikan reaksi yang paling baik dan tidak dinilai pada anggota gerak dengan fraktur/kelumpuhan. Biasanya dipilih lengan karena gerakannay lebih bervariasi daripada tungkai. a. Mengikuti perintah b. Melokalisasi rangsangan c. Menarik ekstremitas yang dirangsang d. Fleksi pada perangsangan e. Ekstensi pada perangsangan f. Tak ada gerakan 3. Kemampuan bicara Menunjukkan fungsi otak dengan integrasi yang paling tinggi. a. orientasi yang baik mengenali orang tempat dan waktu b. dapat diajak bicara tapi kacau c. menegeluarkan kata-kata yang tidak berarti d. tidak menegluarkan kata hanya bunyi e. tidak keluar suara :3 :2 :1 :5 :4 :6 :5 :4 :3 :2 :1

Gejala klinis juga ditentukan oleh derajat cedera dan lokasinya. Derajat cedera otak kurang lebih sesuai dengan tingkat gangguan kesadaran penderita. Tingkat yang paling ringan ialah

penderita gegar otak, dengan gangguan kesadaran yang berlangsung hanya beberapa menit saja. Atas dasar ini trauma kepala dapat digolongkan menjadi ringan bila derajat koma Glasgow (Glasgow Coma Scale, GCS) total adalah 14-15, sedang 9-13, dan berat bila 3-8. 3,4,

BAB III PEMBAHASAN

Kejadian cedera kepala di rumah sakit merupakan kasus UGD yang sering ditemui, maka dari itu dalam penanganannya harus diperhatikan, karena dari pemeriksaan GCS dan pemeriksaan lainnya seperti reflex fisiologis dan patologis itulah dapat mengkategorikan suatu kasus apakah merupakan cedera kepala yang ringan, sedang atau berat. Dari pengkategorian itu pula suatu pemeriksaan penunjang dapat dikategorikan menjadi suatu indikasi seperti CT scan ataupun MRI pada kasus cedera kepala berat, karena ditakutkan terjadi pendarahan intraserebral, atau epidural hematom, subdural hematom dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bisono, Pusponegoro AD; Luka, Trauma, Syok dan Bencana. Dalam : Syamsuhidajat R, Jong WD ed Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997 : 81-91. 2. Charles W. Van Way III, Charles A, Buerk : Manual Ketrampilan Dasar Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, 1990, 105-110. 3. Jong D, Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta: EGC, 2010

Anda mungkin juga menyukai