Anda di halaman 1dari 28

BAB III

DASAR TEORI PEMBUATAN KERNEL U3O8 METODE GELASI EKSTERNAL MENGGUNAKAN ZAT ADITIF PVA DAN PENSTABIL THFA

3.1. Uranium

Uranium adalah unsur dengan lambang U, nomor atom 92, termasuk dalam deret aktinida, berupa logam putih keperakan. Uranium memiliki 92 proton dan 92 elektron, dan berelektron valensi 6. Inti uranium mengikat sebanyak 141 sampai dengan 146 neutron, sehingga terdapat 6 isotop uranium. Isotop yang paling umum adalah uranium-238 (146 neutron) dan uranium-235 (143 neutron). Semua isotop uranium tidak stabil dan bersifat radioaktif lemah. Uranium memiliki bobot atom terberat kedua di antara semua unsur-unsur kimia yang dapat ditemukan secara alami. Massa jenis uranium kira-kira 70% lebih besar daripada timbal, namun tidak sepadat emas ataupun tungsten. Uranium dapat ditemukan secara alami dalam konsentrasi rendah, beberapa bagian per juta (ppm) dalam tanah, bebatuan, dan air. Uranium yang dapat dijumpai secara alami adalah uranium-238 (99,2742%), uranium-235 (0,7204%), dan sekelumit uranium-234 (0,0054%). Uranium meluruh

23

24

secara lambat dengan memancarkan partikel alfa. Umur paruh uranium-238 adalah sekitar 4,47 milyar tahun, sedangkan untuk uranium-235 adalah 704 juta tahun. Uranium-235 merupakan satu-satunya isotop unsur kimia alami yang bersifat fisil (yakni dapat mempertahankan reaksi berantai pada reaksi fisi nuklir), sedangkan uranium-238 dapat dijadikan fisil menggunakan neutron cepat. Selain itu, uranium238 juga dapat ditransmutasikan menjadi plutonium-239 yang bersifat fisil dalam reaktor nuklir. Isotop uranium lainnya yang juga bersifat fisil adalah uranium-233, yang dapat dihasilkan dari torium. Di alam uranium terdapat dalam bentuk mineralnya. Agar dapat digunakan sebagai bahan bakar reaktor nuklir, maka mineral dari uranium harus diolah terlebih dahulu hingga diperoleh uranium yang memiliki tingkat kemurnian tinggi. Sebagai bahan bakar reaktor nuklir, uranium yang dipakai adalah dalam bentuk oksidanya yaitu UO2 . Senyawa uranium yang umum dikenal mempunyai ion UO22+. Pembuatan bahan bakar uranium dipersiapkan dari bijih uranium melalui beberapa tahap pengolahan (Abdul Latief, Bambang Galung S dan Marwoto 1987:117). Tahap pertama adalah pengolahan bijih uranium menjadi konsentrat uranium yang biasa disebut yellow cake. Konsentrat uranium ini kemudian diekstrak untuk menghilangkan pengotor-pengotornya (tahap pemurnian konsentrat uranium). Tahap selanjutnya adalah pengendapan menjadi ammonium diuranat, kalsinasi ammonium diuranat, reduksi U3O8, serta passivasi UO2 hasil reduksi. Tahap passivasi

25

UO2 ini dilakukan dengan cara mengalirkan gas nitrogen kedalam serbuk UO2, yang berada dalam tempat tertutup dan dalam waktu tertentu. Tahap ini bertujuan untuk mempertahankan perbandingan jumlah mol oksigen dengan jumlah mol uranium dari UO2 hasil reduksi sehingga diperoleh UO2 yang mempunyai perbandingan mol O/U stabil yaitu 2:1. Konsentrat uranium hasil pengolahan bijih uranium selain mengandung oksida atau campuran garam diuranat, juga masih mengandung unsur-unsur lain yang harus dipisahkan karena unsur-unsur tersebut mempunyai penampang lintang serapan neutron yang tinggi, misalnya unsur boron, kadmium dan torium. Reaksi yang terjadi pada pengolahan bijih uranium (Bambang G.S, 1983:153155), diuraikan sebagai berikut: 1). Pelarutan konsentrat uranium U3O8 (s) + 8 HNO3 (aq) 3 UO2(NO3)2 (aq) + 2 NO2 (g) + 4 H2O (l)

2). Ekstraksi pelarut memakai tributil pospat (TBP) UO22+ (aq) + 2 NO3- (aq) + 2 TBP UO2(NO3)2. 2TBP (aq)

3). Striping dengan HNO3 encer bertujuan untuk menarik keluar uranium yang semula berada dalam fase organik menjadi fase cair.

26

UO2(NO3)2. 2TBP (org) + 2 HNO3 (aq) HNO3 (aq)

UO2(NO3)2 (aq) + 2TBP + 2

4). Reaksi pengendapan menjadi ammonium diuranat a). UO2(NO3)2 (aq) + HNO3 (aq) + 3NH4OH (aq) 3NH4NO3(aq) + H2O (l) b). 2 UO2(OH)2 (s) + 2 NH4OH (aq) (NH4)2U2O7 (s) + 3 H2O (l) UO2(OH)2 (s) +

5). Kalsinasi ammonium diuranat menjadi UO3 atau U3O8 a). (NH4)2U2O7 (s) 250-400 b). UO3 (s) (NH4)2U2O7 (s) 2 UO3 (s) + 2 NH3 (g) + H2O (g) 1/3 U3O8 (s) + 1/6 O2 (g) 1/3 U3O8 (s) + 1/6 O2 (g) + NH3(g) + H2O (g)

6). Reduksi UO3 atau U3O8 menjadi UO2 a). UO3 (s) + H2 (g) 650-900 b). 1/3 U3O8 (s) + H2 (g) UO2 (s) + H2O (g)
650-900

UO2 (s) + 2/3 H2O (g)

Senyawa-senyawa uranium yang memegang peranan penting dalam proses pembuatan bahan bakar nuklir adalah senyawa uranil (terutama uranil nitrat dan uranil klorida) dan senyawa uranat (terutama uranium diuranat). Uranium nitrat

27

(UO2(NO3)3) dapat dibuat dengan melarutkan logam uranium atau oksida-oksida uranium dalam asam nitrat. Larutan uranil nitrat berwarna kuning kehijauan dan bersifat asam karena adanya proses hidrolisis yang biasanya juga disertai dengan pembentukan ion-ion polimer. Larutan uranil nitrat pekat dapat mengkristal membentuk uranil nitrat hidrat [UO2(NO3)2.XH2O] yang mengandung dua sampai enam molekul air tergantung pada konsentrasi asam nitrat dalam larutan. 3.2. Penggunaan UO2 Sebagai Bahan Bakar Reaktor Nuklir Uranium dioksida (UO2) merupakan jenis bahan bakar nuklir yang paling banyak digunakan saat ini. Jenis bakar ini terutama digunakan untuk jenis reaktor termal. Dibawah ini contoh berbagai macam tipe reaktor dengan bahan bakar UO2 Tabel 3.1. Contoh tipe-tipe reaktor daya menggunakan UO2 sebagai bahan bakarnya
Tipe HWR LWR HTR FBR Moderator D2O H2O Karbon Pendingin D2O/H2O H2O He/CO2 Na/He Bahan Bakar Pellet UO2 Pellet UO2 Partikel UO2,UC2 Pellet(U,Pu)O2 Kelongsong Zircaloy Zircaloy Karbon Besi-Baja Status Teruji Teruji Tipe Baru Tipe Baru

Keterangan:

HWR = Heavy Water Reactor LWR = Light Water Reactor HTR FBR = High Temperatur Reactor = Fast Breder Reactor

28

Pembuatan elemen bahan nuklir dalam bahan bakar tipe HWR, BWR, PWR dan reaktor pembiak cepat pada dasarnya sama. Tahap pabrikasinya terdiri pembuatan pellet bahan bakar dalam bentuk keramik, yang terdiri dari UO2 (untuk reaktor tipe baru kadang-kadang dicampur dengan PuO2) dan kemudian pellet ini dimasukkan dalam tabung yang terbuat dari paduan logam tertentu, zircalloy atau besi baja. Untuk RST/HTR, bahan dasarnya kernel UO2, (Th-U)O2, (U-Pu)O2 maupun UC2. Kernel UO2 mempunyai beberapa kelebihan dantaranya tahan terhadap radiasi, tetapi UO2 juga mempunyai kekurangan yaitu kemampuan daya hantar panas yang rendah. RST merupakan reaktor yang dirancang untuk digunakan sebagai sumber energi panas dan pembangkit listrik. HTR mempunyai suhu operasi normal yang tinggi yaitu antara 1120C-1350C dan mampu menghasilkan energi panas sampai 950C. Menurut Galkin, dkk (1966 : 19), oksida ini dapat diperoleh dari proses reduksi oksida-oksida uranium yang lebih tinggi dalam lingkungan gas-gas inert, dengan reaksi sebagai berikut: UO3(s) + H2 (g) 1/3 U3O8 (s) + 2/3 H2 (g) UO2(s) +H2O(g) UO2 (s) +2/3 H2O(g)

Suryana (1995:5-6) melaporkan bahwa, UO2 yang digunakan sebagai bahan bakar nuklir secara umum harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

29

1. Bahan yang dipergunakan harus memiliki kemurnian tinggi 2. Perbandingan stoikiometri O/U harus tepat 2,00 karena pada kondisi ini UO2 memiliki konduktivitas panas yang paling tinggi 3. Kerapatannya harus tinggi mendekati kerapatan teoritis UO2 (10,96 g/ml), pada kondisi ini UO2 mempunyai konduktifitas panas, elastisitas dan perilaku dimensional (dimensional behavior) yang paling baik 4. Porositas butiran bahan bakar harus merata dan berukuran antara 1-10 m, karena porositas berkaitan erat dengan kerapatan UO2 dan perilaku dimensional bahan dalam reaktor. 5. Permukaan bahan bakar harus halus dan tidak ada retakan atau serpihan 6. Kandungan bahan fisil (pengkayaan = enrichment) berkisar antara 1-6 % berat U235 tergantung pada jenis reaktornya Uranium dengan pengkayaan sekitar tiga persen digunakan sebagai bahan bakar dalam bentuk senyawa uranium dioksida. Serbuk UO2 ini dikompakkan menjadi bentuk pil melalui proses Cold Processing dan sintering. Agar diperoleh berat jenis yang mendekati harga teori, pil-pil ini disusun dalam tabung dari zircaloy4 yang dilas rapat pada kedua tutup ujungnya, membentuk sebuah bahan bakar (Marsongkohadi dkk, 1978 : 326). Disamping itu, ada elemen bahan bakar yang

30

berbentuk bola bulat dengan proses cetak dingin dari partikel berlapis (kernel UO 2 sebagai intinya) dan bahan matrik grafit yang dicampur dengan bahan pengikat. Pencetakan dilakukan pada tekanan tertentu, kemudian dipanaskan untuk membentuk bola elemen bakar (Busron Masduki dan Wardaya, 1994 : 1819). 3.3. Reaktor Suhu Tinggi (HTGR-High Temperature Gas Cooled Reactor) Reaktor suhu tinggi merupakan salah satu reaktor yang sangat menguntungkan (sangat ekonomis dan memiliki keselamatan yang handal, sampah yang dihasilkan minimal) dan memungkinkan untuk dibangun di Indonesia terutama di daerah-daerah terpencil yang membutuhkan energi listrik tidak begitu besar (50-490 MWE). Selain menghasilkan listrik, panas tinggi yang dihasilkan sebagai hasil samping pada

operasi HTR dapat digunakan untuk industri kimia yang lain, misalnya untuk desalinasi air laut, gasifikasi batubara, produksi hidrogen, maupun proses industri kimia lain yang memerlukan panas. Berbagai macam tipe HTR telah banyak dibangun di dunia antara lain HTR10, HTR-500, THTR-300, dan HTGR-1160. Dengan berbagai variasi daya antara 103000 MW. Contoh desain reaktor HTGR disajikan dalam Gambar 3.1.

31

Gambar 3.1. Skema HTR dengan desain pebble bed Di berbagai negara, HTR dengan berbagai tipe dan elemen bakarnya bisa berupa partikel berlapis ( dengan lapisan BISO maupun TRISO coated particle) yang dipres menjadi bentuk bola dalam matrik grafit atau dipres dengan desain blok prismatik. Partikel berlapis adalah kernel yang dilapisi dengan SiC dan PyC atau ZrC. Lapisan tersebut terutama berfungsi untuk menahan tekanan maupun hasil fisi yang dihasilkan saat reaktor beroperasi. Inti partikel berlapis bisa berupa kernel UO2, campuran (Th-U)O2, uranium karbida atau campuran (U-Pu)O2
.

Gambar 3.2.

dibawah ini menunjukan bentuk bahan bakar Pebble bed dan prismatik.

32

Gambar 3.2. Tipe bahan bakar untuk reaktor HTGR Elemen bahan bakar yang digunakan pemerintah USA dan Jepang adalah bentuk prisma hexagonal (blok prismatik), sedangkan di Jerman, Afrika Utara dan Cina menggunakan bahan bakar bentuk bola (Pebble bed). (Kyung-Chai Jeong,et al. 2007).

Gambar 3.3. Bentuk elemen bahan bakar pebble bed (triso)

33

Desain pebble bed banyak digunakan karena mempunyai keuntungan lebih ekonomis, dengan daya yang sama, suhu elemen bakar 200C lebih rendah dari bentuk prismatik. Secara garis besar, proses pembuatan elemen bakar HTR bentuk bola dengan inti kernel UO2, (Th-U)O2, UCO maupun (U-Pu)O2 dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu pembuatan kernel, pelapisan kernel dan pembentukan elemen bakar bentuk bola dalam matrik grafit.

3.4.

Pembuatan Kernel UO2

Kernel merupakan bagian terdalam dari partikel berlapis yang berbentuk bulat. Proses pembuatan bahan bakar kernel UO2 secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu: Proses kimia kering (dry chemical process) dan proses kimia basah (wet chemical process). Proses kimia kering memakai serbuk sebagai umpan, sedangkan proses kimia basah memakai umpan berupa larutan garam uranil dengan konsentrasi tinggi atau sol uranium oksida hidrat. Pada pembuatan kernel dengan proses kimia kering (granulasi), merupakan proses granulasi dengan menggunakan disk (piringan) yang diputar. Proses ini merupakan proses granulasi terbaik untuk pembuatan kernel dari bahan awal berbentuk serbuk UO2 atau U3O8 atau campurannya dengan ThO2 digiling, ditambahkan serbuk karbon. Campuran ini lalu dilekatkan dalam serbuk grafit dan dipanaskan pada suhu 2550 C hingga melebur untuk membentuk karbida. Kernel oksida uranium atau oksida uranium-thorium diperoleh dengan menghilangkan karbon. Proses selanjutnya adalah

34

sintering dalam suasana H2 atmosferis pada suhu 1700 C. Kernel yang diperoleh mempunyai kerapatan maksimal 90% kerapatan teoritis. (Kerapatan teoritis UO2 = 10.9 g/mL) ( Busron Masduki dan Wardoyo, 1994). Untuk pembuatan kernel dengan proses kimia basah, digunakan larutan atau sol sebagai umpan. Umpan merupakan campuran dari ADUN yang sudah di prenetralisasi, yang ditambahkan dengan aditif kemudian diteteskan ke dalam kolom berisi medium dan akan berubah menjadi gel yang stabil. Proses dilanjutkan dengan pencucian, pengeringan, kalsinasi dan sintering. Kernel yang diperoleh dengan proses kimia basah mampu mempunyai maksimal : 95%- 98% teori.(Nickel 1970 : 3-4) Proses pembuatan kernel dengan proses kimia basah menggunakan umpan

larutan uranil nitrat UO2(NO3)2. Dalam proses gelasi eksternal yaitu gelasi karena adanya dehidrasi pada butiran, larutan uranil nitrat diubah menjadi sol UO2. Keuntungan pembuatan kernel uranium dengan proses sol-gel antara lain kemurnian tinggi dan temperatur prosesnya rendah. Larutan uranil nitrat di prenetralisasi terlebih dahulu untuk memastikan tercapai derajad keasaman yang diinginkan. Prenetralisasi dilakukan dengan penambahan ammonia, kemudian dilanjutkan penambahan aditif organik (PVA dan THFA). (Kyung-Chai Jeong, et al. 2007). Skema proses pembuatan UO2 disajikan pada gambar 3.4.

35

Uranium oxide Nitric Acid Organic additives Amonium hidroxyde Washing agents Uranium solution preparation

Off gas
Building ventilation

.Stack .HEPA filter .Scruber

Amonium hydroxide Kernel formation, Washing agents washing and drying Recycle

Waste Heat treatment Calcining, sintering

Sleving sorting, Quality Control

Off gas

Uranium Recovery

R To kernel coating Gambar 3.4. Skema proses pembuatan UO2

Product

3.5. Pembuatan Larutan Uranil Nitrat Larutan uranil nitrat dapat diperoleh dengan melarutkan oksida uranium dalam asam nitrat (HNO3). Supardi (1977: 7-8 ) melaporkan reaksi pembuatan uranil nitrat sebagai berikut:

36

2 U3O8(s) + 14 HNO3(aq) UO2(s) +4 HNO3(aq)

6 UO2(NO3)2(aq) + NO2(g) +NO(g)+ 4H2O(l) UO2(NO3)2(aq) + 2 NO2(g) +2H2O(l)

Pelarutan oksida uranium dalam asam nitrat berjalan eksotermis, meskipun demikian diperlukan panas dari luar untuk memulai reaksi. Laju reaksi pelarutan meningkat seiring dengan peningkatan suhu , tetapi suhu diatas 70C harus dihindari karena mengakibatkan penurunan kelarutan uranium nitrat. Suhu pelarutan optimal berkisar antara 50-60C sehingga proses pendinginan perlu dilakukan untuk mengatasi panas yang berlebihan (Haas,P.A.;Begovich,J.M.;Ryon,D.Dan

Vavruska,J.S:13) Pelarutan berlangsung sempurna bila asam nitratnya mempunyai konsentrasi tinggi, tetapi umpan gelasi membatasi jumlah nitrat dan dikehendaki larutan uranil nitrat yang defisien asam (ADUN). Menurut Haas dkk, (1979 : 16), larutan ADUN secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari UO3, HNO3 dan H2O sehingga perbandingan NO3-/U 2 atau UO3, UO2(NO3)2 dan H2O. Suatu sistem larutan yang terdiri dari UO2(NO3)2 dan H2O belum dapat disebut ADUN karena secara teoritis perbandingan NO3-/U 2. Secara tepatnya, larutan ADUN adalah larutan uranil nitrat yang kekurangan asam dan dapat dituliskan sebagai UO2(OH)X(NO3)2-X dengan X antara 0,3-0,5. Larutan ADUN dapat dibuat dengan dua cara yaitu: pelarutan oksida-oksida uranium dalam HNO3 dan proses denitrasi (penghilangan nitrat) larutan uranil nitrat. Proses denitrasi larutan uranil nitrat dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu

37

ekstraksi pelarut, penambahan larutan NH3 ke dalam larutan uranil nitrat, penguapan vakum, dan denitrasi menggunakan uap air panas. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan ADUN melalui pelarutan oksida uranium dalam HNO3, yaitu melarutkan oksida uranium (UO3) dalam larutan HNO3 dengan konsentrasi dan volume tertentu. Pelarutan dilakukan dengan penambahan sedikit demi sedikit serbuk UO3 ke dalam HNO3, sambil diaduk. Dalam pelarutan tersebut, suhu dijaga antara 50-60C, suhu dibawah 50C mengakibatkan terbentuknya banyak nitrit dalam larutan. Sedang suhu diatas 60C menyebabkan terbentuknya endapan putih yang sukar larut dalam larutan ADUN

3.6.

Pembuatan Umpan Gelasi (Larutan sol)

Pembuatan kernel UO2 melalui proses sol gel dengan menggunakan umpan berupa sol urania. Menurut Turner .. sol didefinisikan sebagai suatu dispersi partikelpartikel zat padat dalam medium cair. Partikel-partikel zat padat tersebut berukuran antara 1-5000nm, sehingga dapat bergerak secara acak sesuai gerak Brown dalam medium cair tanpa mengendap. Berdasarkan proses pembentukan partikel koloid, pembuatan sol dapat digolongkan menjadi dua yaitu dispersi dan kondensasi. Pembuatan sol dengan proses kondensasi didasarkan pada penggabungan partikelpartikel terlarut dalam larutan membentuk suatu partikel berukuran lebih besar yang masih dapat terdispersi dalam larutan . Dialisis, pertukaran ion, ekstraksi pelarut dan netralisasi merupakan contoh pembuatan sol dengan proses kondensasi. Pembuatan

38

sol urania berdasarkan proses kondensasi dilakukan dengan cara mengekstraksi larutan U(IV) nitrat menggunakan pelarut organik (alkohol atau amina alifatik berantai panjang). Pada proses ekstraksi tersebut, asam nitrat akan terekstrak dari larutan dan pertumbuhan kristal uranium (IV) oksida akan terjadi. Pada penelitian Pembuatan Kernel U3O8 Metode Gelasi Eksternal Mengunakan Zat Aditif PVA dan Penstabil THFA ini, pembuatan sol dilakukan dengan proses dispersi berdasarkan pada pemecahan partikel berukuran besar (endapan) menjadi partikel-partikel berukuran koloid. Pembuatan sol urania dengan proses disperse diartikan dengan pelarutan UO3 maupun U3O8 dalam HNO3 atau mereduksi larutan uranil nitrat dengan reduktor tertentu, kemudian larutan U(IV) nitrat yang diperoleh diendapkan dengan penambahan sedikit larutan HCl atau HNO3. Larutan HNO3 atau HCl tersebut berfungsi memutuskan ikatan antar partikel dalam endapan sehingga endapan terdispersi menjadi partikel koloid. Pembuatan sol urania secara dispersi dilakukan dengan cara melarutkan UO3 atau U3O8 dalam HNO3, dengan suhu pelarutan antara 50-60 C, sehingga diperoleh ADUN( Acid Deficient Uranil nitrate). Larutan sol atau umpan gelasi merupakan campuran dari larutan ADUN yang telah dilakukan prenetralisasi dengan ammonia hingga mencapai pH tertentu, PVA , dan THFA. Larutan umpan ini merupakan koloid dengan cara pembuatan secara dispersi, dimana pendispersinya merupakan zat aditif dan fase terdispersinya merupakan oksida uranium dalam uranil nitrat, proses ini disebut peptisasi. Larutan uranil nitrat (ADUN) dan PVA merupakan dua cairan yang tidak saling campur saat disatukan dalam bejana, disinilah diperlukan pemanasan hingga kurang lebih 70C

39

serta THFA untuk menstabilkan larutan umpan disetiap proses. Pada pencampuran ini terbentuk emulsi, yang jika didiamkan dalam waktu yang lama akan terbentuk dua lapisan. Larutan sol ini memiliki sifat liofil atau suka air, hal ini dapat dilihat dari sifat-sifatnya antara lain mantap (stabil), mengandung zat organik, kekentalan tinggi, tidak menunjukkan gerakkan brown, kurang menunjukkan efek tyndall, umumnya dapat dibuat gel dan umumnya dibuat dengan metode dispersi Menurut Kyung-Chai Jeong, et al. (2007), penyiapan kernel dimulai dengan melarutkan serbuk uranium oksida dalam asam nitrat. Uranium trioksida dipilih sebagai materi dasar, karena larutan UN masih sedikit asam, maka dilakukan prenetralisasi dengan larutan ammonia hingga mencapai pH tertentu sebelum presipitasi. Prenetralisasi mempengaruhi solidifikasi selama proses gelasi. PVA ditambahkan untuk mengatur viskositas larutan dan menstabilkan bentuk kebulatan dari butiran gel. Disini THFA diperlukan sebagai aditif untuk menghindari berbagai kerusakan yang disebabkan oleh penyusutan partikel komponen ADU selama gelasi dalam larutan ammonia, aging dan pencucian. Gambar 3.4. dan 3.5. menunjukkan serbuk uranium oksida dan larutan uranil nitrat.

40

Gambar 3.5. Serbuk Uranium oksida (UO3)

Gambar 3.6. Larutan uranil nitrat

3.7. Proses Gelasi

Gelasi didefinisikan sebagai proses perubahan suatu tetesan sol (larutan umpan ) yang bergerak bebas dalam suatu medium cair menjadi butiran gel dengan ukuran tertentu. Proses gelasi dibagi menjadi dua, yaitu gelasi internal dan gelasi eksternal. Pada proses gelasi internal gelasi terjadi akibat adanya reaksi kimia pada butiran, dengan adanya kenaikan suhu maka terjadilah pengendapan logam berat. Umpan berupa sol urania seperti pada proses KFA (Jerman) maupun larutan ADUN pada proses KEMA (Belanda ) dan ORNL (Amerika). Pada proses ini, larutan ADUN atau sol urania ditambahkan urea dan HMTA (heksametilen tetramin, C6H12N4) pada suhu 0-10C. Urea berfungsi membentuk senyawa kompleks uranil urea yang dapat larut dalam air dan untuk mencegah terjadinya komplek uranil nitrat HMTA yang tidak larut dalam air. Larutan umpan tersebut kemudian diteteskan dalam larutan medium organik panas. Medium organik yang sering digunakan dalam gelasi ini antara lain: paraffin cair, silikon cair, CCl4, 2-etil heksanol dan trikloroetilen. Kelebihan proses

41

gelasi internal antara lain proses gelasi yang berlangsung cepat dan diperoleh partikel dengan diameter 10 m sampai dengan 1500 m. Kekurangan dari proses gelasi internal antara lain memerlukan kolom medium yang panjang antara 2-3 m, kolom berisi medium dengan suhu yang tinggi, sehingga cukup berbahaya. Adapun proses gelasi eksternal banyak dikembangkan untuk membuat kernel ThO2 atau campuran ThO2 dan UO2. Prinsip gelasi eksternal berdasarkan difusi NH3 ke dalam tetesan sol sehingga sol mengendap dan membentuk butiran gel. Sol dibuat dengan cara melarutkan uranil nitrat (ADUN) yang telah diprenetralisasi dengan ammonia, dalam PVA dan THFA dengan magnetik stirrer, disertai pemanasan. Pengendapan gel dilakukan dengan meneteskan sol kedalam kolom yang berisi gas dan larutan NH3 pekat. Saat tetesan sol melewati gas NH3 maka gas NH3 akan terdifusi ke dalam permukaan sol sehingga permukaan sol mengeras dan terbentuk butiran. Aditif yang biasa digunakan dalam proses ini antara lain: methocel, THFA, PVA dan SPAN-80. Pembuatan gel dengan proses gelasi eksternal yang telah dilakukan antara lain proses SNAM dan proses emulsifikasi NUKEM. Keseluruhan proses sol gel untuk prosedur pembuatan kernel, menggunakan presipitasi UO22+ dalam larutan UO2(NO3)2 dengan NH3 untuk menghasilkan partikel komponen ADU yang berbentuk butiran gel mikrosperis. Proses gelasi eksternal menggunakan teknologi sol-gel menghasilkan produk dengan kualitas tinggi, perlakuan suhu rendah serta kontrol komponen yang mudah (Kyung-Chai Jeong, et al. 2007). Kelebihan proses gelasi eksternal antara lain mudah dalam penyiapan umpan awal, proses gelasi dilakukan pada suhu kamar, tidak

42

memerlukan penambahan zat kimia tertentu pada larutan umpan untuk membantu terjadinya proses gelasi. Kekurangan proses gelasi eksternal antara lain waktu yang dibutuhkan lama, gel yang dihasilkan kurang stabil karena mudah berubah menjadi sol (peptisasi) jika terkena air, sulit untuk menghasilkan kernel dengan ukuran kurang dari 800m, serta tidak mampu menghilangkan sisa nitrat pada butiran gel, sehingga menyebabkan keretakan pada proses pemanasan lebih lanjut. Gambar 3.7. menunjukkan diagram alir untuk preparasi bahan bakar kernel UO2 .

Gambar 3.7. Diagram alir untuk preparasi bahan bakar HTGR

43

3.8.

Proses Perendaman dan Pencucian

Tujuan perendaman adalah menyempurnakan proses gelasi agar terjadi pertumbuhan butir sehingga diperoleh gel yang cukup stabil. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan medium gelasi dari permukaan gel, menghilangkan sebagian besar nitrat, sisa-sisa bahan aditif yang ditambahkan pada umpan gelasi dan hasil samping dari proses gelasi di dalam gel serta untuk menyempurnakan proses hidrolisis uranium pada gel. Untuk proses gelasi yang menggunakan bahan organik sebagai medium gelasi, proses pencucian dapat dilakukan dengan pelarut organik yang mudah menguap. Pelarut organik yang biasa digunakan antara lain: CCl4, Isopropil alkohol, aseton, dan heksana. Sebelum pencucian, gel memiliki rumus umum: UO2(NO3)Y(OH)2-Y.H2O sedangkan setelah pencucian mempunyai rumus umum UO2(OH)2.2H2O. Pencucian dan perendaman gel dengan NH4OH encer dapat menyempurnakan proses hidrolisis uranium dan dapat memperbaiki kualitas kernel yang dihasilkan.

3.9. Proses Pengeringan

Butiran gel uranium yang telah dicuci dikeringkan pada suhu 100C, pengeringan dilakukan secara bertahap untuk menghindari keretakan selama pengeringan. Menurut Haas, dkk(1979:38), pencucian ini bertujuan untuk menghilangkan medium organik yang menempel pada permukaan gel, menghilangkan sebagian besar nitrat, dan sisa-sisa bahan aditif yang ditambahkan pada umpan gelasi.

44

Medium gelasi yang menempel pada permukaan gel harus dihilangkan karena dapat mengganggu pada proses pengeringan dan pemanasan. Medium organik mempunyai titik didih tinggi (lebih dari 100C) dapat menutupi pori-pori pada permukaan gel, sehingga menghambat penguapan air dan zat-zat volatil yang tidak dibutuhkan dari dalam butiran serta dapat menyebabkan keretakan butiran gel pada proses pemanasan. Bambang Herutomo (1998:27) menyatakan bahwa laju pemanasan pada proses pengeringan perlu dioptimasi. Jika laju pemanasan terlalu tinggi, dapat menyebabkan keretakan gel karena penguapan air dan bahan volatil lain dalam butiran gel terlalu cepat, sedangkan jika laju pemanasan terlalu lambat dapat menyebabkan pengerutan (shrinkage) butiran gel dan penutupan pori sehingga dapat mengganggu jalannya proses selanjutnya. (Abdel Halim dkk, 1987:1072) menyatakan bahwa proses pengeringan yang baik dilakukan pada laju pemanasan 5C/menit. Pada penelitian ini, dilakukan sampai tahap kalsinasi saja.

3.1.0.

Kalsinasi

Salah satu proses yang penting dalam pembuatan bahan bakar kernel UO2 adalah kalsinasi. Kalsinasi merupakan suatu bentuk perlakuan panas suhu tinggi. Dalam proses sol-gel emulsifikasi NUKEM, kalsinasi dapat diartikan sebagai suatu proses pemanasan butiran gel uranium-PVA-NH3 (U-PVA-NH3) hingga terbentuk senyawa uranium oksida (U3O8). Dalam rangkaian pembuatan bahan bakar kernel UO2,

45

kalsinasi dilakukan sebelum proses reduksi dan dilakukan dalam atmosfer udara. Tujuan dari kalsinasi adalah untuk menghilangkan semua zat yang tidak dibutuhkan dari dalam butiran gel (senyawa non uranil) serta untuk membentuk kernel U3O8 (Herhadi dkk, 2007).

3.1.1.

Reduksi

Proses ini bertujuan mengubah U3O8 menjadi UO2. U3O8 perlu diubah menjadi UO2 karena lebih stabil pada suhu tinggi, serta memiliki kerapatan tinggi, sesuai untuk bahan bakar nuklir. Proses ini dilakukan dalam tungku reduksi dalam

lingkungan gas H2. Reduksi berlangsung kurang lebih selama 2 jam pada suhu 800900C. Suhu yang terlalu tinggi memungkinkan terjadinya pelelehan sehingga dapat menutup pori-pori. Prosesnya sangat dipengaruhi oleh suhu , tekanan parsial, zat reduktor, komposisi dan sifat-sifat fisis dari oksida asal. Proses reduksi meliputi proses kimia yaitu reduksi U3O8 menjadi UO2 dengan reaksi: 1/3 U3O8 (s) + 2/3 H2(g) UO2 (s) + 2/3 H2O (g)

3.1.2.

Sintering

Sintering yaitu pemanasan pada suhu mendekati titik leleh UO2 yang bertujuan untuk menaikkan kerapatan dan memperbaiki sifat fisik butiran kernel UO2. Dari proses ini diharapkan diperoleh kernel UO2 dengan kerapatan tinggi mendekati kerapatan teoritisnya.

46

Herutomo( 1998:27) melaporkan bahwa kerapatan kernel yang dihasilkan dipengaruhi oleh laju pemanasan dan lama proses sintering. Proses sintering harus bebas dari O2 supaya tidak terjadi oksidasi. Biasanya mikro butiran UO2 dimasukkan ke dalam furnace yang terus menerus dialiri gas H2 dan dipanaskan pada suhu tinggi (1100-1800C). Setelah proses sintering akan diperoleh kernel UO2 tersinter.

3.1.3.

Karakterisasi Penentuan Kerapatan U3O8 Menggunakan Piknometer

3.1.3.1.

Penentuan kerapatan dapat dilakukan dengan alat autopiknometer maupun piknometer. Pada penelitian ini, digunakan piknometer untuk mengukur kerapatan sejati. Ada beberapa macam kerapatan, padatan maupun serbuk, karena adanya perbedaan struktur mikro. Kerapatan tersebut antara lain kerapatan sejati, rapat curah, dan rapat goyang. Pada penelitian ini, digunakan kerapatan sejati. Rapat sejati merupakan perbandingan massa terhadap volume yang ditempati oleh massa tersebut. Rapat sejati ditentukan dengan mengukur banyaknya zat cair yang dipindahkan bila padatan tersebut dimasukkan ke dalam zat cair yang inert. Metode analisis untuk penentuan rapat sejati zat padat menggunakan piknometer didasarkan pada penetrasi cairan ke dalam seluruh ruangan kosong. Cairan yang digunakan harus inert dengan zat padat yang dapat ditentukan rapat sejatinya. Sebagai

47

contoh, untuk uranium dioksida digunakan CCl4 atau aseton. Pada penelitian ini digunakan CCl4 untuk mengukur kerapatan U3O8. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya hargan rapat sejati padat dengan menggunakan cairan antara lain: 1) Banyaknya pori-pori Serbuk yang memiliki pori-pori lebih banyak akan mempunyai sifat rapuh. Keadaan ini ditunjukkan oleh nilai rapat sejati yang rendah. Sebaliknya, serbuk dengan jumlah pori-pori yang sedikit akan mempunyai nilai rapat sejati yang tinggi dan bersifat mampat.

2) Waktu kontak serbuk dengan cairan Selama analisis akan terjadi kontak antara serbuk dengan cairan. Makin lama waktu kontak antara serbuk dengan cairan maka kesempatan cairan untuk berpenetrasi akan lebih sempurna, tetapi keadaan ini akan mencapai titik optimumnya, yaitu penambahan waktu kontak, nilai rapat sejati tidak dapat mengalami perubahan lagi.

3) Macam cairan penetrasi Macam cairan akan berpengaruh terhadap kemampuan cairan untuk masuk ke dalam pori-pori. Makin ringan cairannya, akan memberikan waktu penetrasi yang

48

lebih singkat. Oleh karena itu sebaiknya digunakan cairan yang ringan. Kerapatannya dapat dihitung setelah massa dan volume sampel diukur dengan rumus sebagai berikut: Kernel dengan: a b c : volume piknometer :Berat kernel atau gel : volume kloroform = (1)

3.1.3.2. Optik

Analisis Kebulatan Kernel Menggunakan Mikroskop

Untuk melihat kebulatan kernel (sphericity) digunakan mikroskop optik, perbesaran yang digunakan adalah 40 kali. Mikroskop (bahasa Yunani: micros = kecil dan scopein = melihat) adalah sebuah alat untuk melihat objek yang terlalu kecil untuk dilihat dengan mata kasar. Ilmu yang mempelajari benda kecil dengan menggunakan alat ini disebut mikroskopi, dan kata mikroskopik berarti sangat kecil, tidak mudah terlihat oleh mata. Struktur mikroskop Ada dua bagian utama yang umumnya menyusun mikroskop, yaitu:

49

1. 2.

Bagian optik, yang terdiri atas kondensor, lensa objektif, dan lensa okuler. Bagian non-optik, yang terdiri atas kaki dan lengan mikroskop, diafragma, meja objek, pemutar halus dan kasar, penjepit kaca objek, dan sumber cahaya.

Perbesaran Tujuan mikroskop cahaya dan elektron adalah menghasilkan bayangan dari benda agar menjadi lebih besar. Pembesaran ini tergantung pada berbgai faktor, diantaranya titik fokus kedua lensa( objektif f1 dan okuler f2, panjang tubulus atau jarak(t) lensa objektif terhadap lensa okuler, dan yang ketiga adalah jarak pandang mata normal(sn). Rumus:

(2) Sifat bayangan Baik lensa objektif maupun lensa okuler keduanya merupakan lensa cembung. Secara garis besar lensa objektif menghasilkan suatu bayangan sementara yang mempunyai sifat semu, terbalik, dan diperbesar terhadap posisi benda mula-mula, lalu yang menentukan sifat bayangan akhir selanjutnya adalah lensa okuler. Pada mikroskop cahaya, bayangan akhir mempunyai sifat yang sama seperti bayangan sementara, semu, terbalik, dan lebih lagi diperbesar. Pada mikroskop elektron bayangan akhir mempunyai sifat yang sama seperti gambar benda nyata, sejajar, dan

50

diperbesar. Jika seseorang yang menggunakan mikroskop cahaya meletakkan huruf A di bawah mikroskop, maka yang ia lihat adalah huruf A yang terbalik dan diperbesar. Gambar 3.8 menunjukan mikroskop digital dan Gambar 3.9 menunjukkan Mikroskop optik.

Gambar 3.8. Mikroskop digital

Gambar 3.9. Mikroskop optik

Anda mungkin juga menyukai