Anda di halaman 1dari 9

C.

DASAR TEORI

Unsur-unsur transisi adalah unsur logam yang memiliki kulit elektron d atau f yang tidak penuh dalam keadaan netral atau kation. Unsur transisi terdiri atas 56 dari 103 unsur. Logam-logam transisi diklasifikasikan dalam blok d. Logam logam golongan transisi sifatnya berbeda dengan logam-logam golongan utama. Salah satu yang paling menarik pada logam transisi adalah kemampuannya untuk membentuk senyawa yang beriaktan koordinasi. Sebagian besar ligan adalah zat netral atau anionik tetapi kation, seperti kation tropilium juga dikenal. Senyawa senyawa koordinasi terbentuk antara atom logam atau ion logam dengan molekul dengan yang satu atau lebih pasangan elektron bebas yang disebut ligan. Ligan ligan dapat diklasifikasikan menurut jumlah pasangan atom donor yang dimilikinya. Ligan monodentad mendonorkan satu pasang elektron bebasnya kepada kepada logam atau ion logam. Contoh ligan ligan monodentat adalah NH3, H2O, NO2- dan CN. Ligan bidentat mendonorkan dua pasang elektronnya kepada logam atau ion logam. Contohnya ethylendiamin, NH2CH2CH2NH2. Molekul netral (H2O, NH3) dan anion (F-, Cl-, Br-, CN-) dapat bertindak sebagai ligan. Jika satu atau lebih molekul netral berkoordiansi dengan ion logam, menghasilkan spesies ion logam transisis yang bermuatan disebut ion kompleks. misalnya ion-ion logam transisi sebagian besar membentk ion kompleks dengan molekul- molekul air ketika di dalam larutan air. Contohnya [Co(H2O)6]3+ dan [Ni (H2O)6]2+. Jika satu atau lebih ion berkoordinasi dengan ion logam, dihasilkan ion kompleks yang bermuatan negatif. Contohnya [Co(NO2)6]3Ligan dapat dengan baik diklassifikasikan atas dasar banyaknya titik-lekat kepada ion logam. Begitulah, ligan-ligan sederhana, seperti ion-ion halida atau molekul-molekul H2O atau NH3, adalah monodentat, yaitu ligan itu terikat pada ion logam hanya pada satu titik oleh penyumbangan satu pasanagan-elektron-menyendiri kepada logam. Namun, bila molekul atau ion ligan itu mempunyai dua atom, yang masing-masing mempunyai satu pasangan elektron menyendiri, maka molekul itu mempunyai dua atom-penyumbang, dan adalah mungkin untuk membentuk dua ikatan-koordinasi dengan ion logam yang sama; ligan seperti ini disebut bidentat dan sebagai contohnya dapatlah diperhatikan kompleks tris(etilenadiamina) kobalt(III), [Co(en)3]3+. Dalam kompleks oktahedral berkoordinat-6 (dari) kobalt(III), setiap molekul etilenadiamina bidentat terikat pada ion logam itu melalui pasangan elktron menyendiri dari kedua ataom nitrogennya. Ini menghasilkan terbentuknya tiga cincin beranggota-5, yang masing-masing meliputi ion logam itu; proses pembentukan cincin ini disebut penyepitan (pembentukan sepit atau kelat). Ligan multidentat mengandung lebih dari dua atom-koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asam etilenadiaminatetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen-penyumbang dan empat atom oksigen-penyumbang dalam molekul, dapat merupakan heksadentat Sebagian ion logam transisi membentuk ion kompleks dengan molekul-molekul air bila dilarutkan dalam air. Ion kompleks biasanya didefinisikan sebagai kombinasi antarakation pusat dengan satu at au lebih ligan. Ion kompleks memiliki ion logam pada pusatnya dengan jumlah tertentu molekul-molekul atau ion-ion yang mengelilinginya. Ion-ion yang mengelilinginya itu dapat berdempet dengan ion pusat melalui ikatan koordinasi (dative covalent). (Pada beberapa

kasus, ikatan yang terbentuk sebenarnya lebih rumit dibandingkan dengan ikatan koordinasi).Ligan adalah Molekul-molekul atau ion-ion yang mengelilingi logam pusat atau sebarang ion atau molekul dalam koordinasi dari ion sentralYang termasuk pada ligan sederhana adalah air, amonia dan ion klorida. Dimana semua ligan-ligan tersebut memiliki pasangan elektron tak berikatan yang aktif pada tingkat energi paling luar. Pasangan elektron tak berikatan ini digunakan untuk membentuk ikatan koordinasi dengan ion logam. Tetapi seringkali air diabaikan di dalam ion komplekssehingga pengertian ion kompl eks kadangkadang terbatas untuk selain air. Ligan lainnyamelakukan penetrasi solvation sphere atau hy dration sphere bagian dalam (inner) dari ionpusat dan menggantikan satu atau lebih molekul air bagia n dalam. Sebaliknya, pasangan ionmerupakan pengikatan ligan di luar dari solvation sphere b agian dalam, sehingga apabilaterpisah, ion yang terhidrasi akan bergabung secara elektrostatik dan berlaku seolah unittunggal sepanjang interval waktu yang lama. Beberapa contoh ion kompleks yang dibentuk oleh logam transisi : [Fe(H2O)6]2+, [Co(NH3)6]2+, [Cr(OH)6]3-, [CuCl4]2Logam-logam yang lain juga dapat membentuk ion-ion kompleks ini tidak berarti hanya logam transisi saja. Akan tetapi, logam-logam transisi dapat membentuk ion-ion kompleks yang beragam Senyawa-senyawa demikian mudah terbentuk karena air berada dalam jumlah yang berlebih. Namun air bukan ligan yang kuat. Kompleks ini berlangsung dalam reaksi substitusi yaitu molekul air digantikan oleh ligan lain secara berurutan. Eraksi demikian sering disertai perubahan warna larutan. Misalnya jika garam nikel dilarutkan dalam air akan terbentuk ion kompleks [Ni(H2O)6]2+ yang berwarna hijau. Pada penambahan NH3 pekat, warna larutan berubah menjadi biruka karena terbentuk ion kompleks [Ni(H2O)6]2+. Kompleks dapat diklasifikasikan sebagai inert atau labil, bargantung pada kecepatan reaksi substitusi yang terjadi. Kompleks yang labil mengalami reaksi substitusi secara cepat sedangkan kompleks inert mengalami reaksi substitusi secara lambat. Ion ion pada logam transisi memiliki warna yang berbeda-beda tergantung dari bilangan oksidasi yang dimiliki oleh suatu atom. Asal mula munculnya warna pada ion-ion logam transisi berasal dari sinar putih yang melewati larutan yang berisi salah satu dari ion tersebut, atau sinar putih tersebut direfleksikan oleh larutan tersebut, beberapa warna dari sinar dapat di absorpsi (diserap) oleh larutan tersebut. Warna yang dapat dilihat oleh mata adalah warna yang tertinggal (tidak di absorpsi). Pelekatan ligan pada ion logam merupakan efek dari energi orbital-orbital d. Sinar yang diserap sebagai akibat dari perpindahan elektron diantara orbital d yang satu dengan yang lain. Penjelasan yang lebih jelas dapat dilihat pada halaman yang lain. Logam transisi dan persenyawaannya merupakan katalis yang baik. Beberapa kasus yang nyata dapat dilihat dibawah ini, tetapi kamu akan menemukan penjelasan katalisis secara mendalam pada bagian lain situs (ikuti link setelah contoh). Logam transisi dan senyawa-senyawanya dapat berfungsi sebagai katalis karena memiliki kemampuan mengubah tingkat oksidasi atau, pada kasus logam, dapat meng-adsorp

substansi yang lain pada permukaan logam dan mengaktivasi substansi tersebut selama proses berlangsung. Semua bagian ini dibahas pada bagian katalisis. Reaksi pertukaran ligan yang melibatkan ion klorida dan ion sulfat Warna ion heksaaquokrom(III) sulit untuk dilukiskan karena berwarna ungu-biru-abu. Akan tetapi, ketika diproduksi melalui reaksi dalam tabung reaksi, ion ini berwarna hijau.Kita selalu menggambarkan ion hijau sebagai Cr3+(aq) secara tidak langsung ion heksaaquokrom(III). Hal ini sebenarnya adalah suatu penyederhanaan. Penggantian air oleh ion sulfat Dapat melakukan hal ini secara sederhana dengan memanaskan larutan krom(III) sulfat. Satu molekul air digantikan oleh ion sulfat. Perhatikan perubahan muatan pada ion. Dua muatan positif dibatalkan oleh keberadaan dua muatan negatif pada ion sulfat. Penggantian air oleh ion klorida Pada saat adanya ion klorida (sebagai contoh dengan krom(III) klorida), warna yang biasanya dapat dilihat adalah hijau. Hal ini terjadi ketika dua molekul air digantikan oleh ion klorida untuk menghasilkan ion tetraaquodiklorokrom(III) [Cr(H2O)4Cl2]+. Reaksi ion heksaaquokrom(III) dengan ion hidroksida Ion hidroksida (dari, katakanlah, larutan natrium hidroksida, NaOH) dapat menghilangkan ion hidrogen dari ligan air kemudian didempetkan pada ion krom.Sekali waktu ion hidrogen dapat dihilangkan dari tiga molekul air, kamu akan memperoleh kompleks yang tidak bermuatan komplek netral. Kompleks netral ini tidak larut dalam air dan endapan terbentuk. Tetapi proses tidak berhenti sampai disini. Ion hidrogen yang lebih benyak akan dihilangkan untuk menghasilkan ion seperti [Cr(H2O)2(OH)4]- dan [Cr(OH)6]3-. Endapan larut kembali karena ion tersebut larut dalam air. Reaksi ion heksaaquokrom(III) dengan larutan amonia Amonia dapat berperan sebagai basa maupun sebagai ligan. Dengan jumlah amonia yang sedikit, ion hidrogen tertarik oleh ion heksaaquo seperti pada kasus ion hidroksida untuk menghasilkan kompleks netral yang sama. Endapan tersebut larut secara luas jika kamu menambahkan amonia berlebih (terutama jika amonianya pekat). Amonia menggantikan air sebagai ligan untuk menghasilkan ion heksaaminkrom(III). Reaksi ion heksaaquokrom(III) dengan ion karbonat Jika kamu menambahkan larutan natrium karbonat pada larutan ion heksaaquokrom(III), kamu akan memperoleh endapan yang sama jika kamu menambahkan larutan natrium hidroksida atau larutan amonia. Pada saat seperti ini, ion karbonat ion yang menghilangkan ion hidrogen dari ion heksaaquo dan menghasilkan kompleks netral. Berdasarkan pada proporsi ion karbonat dan ion heksaaqua, kamu akan memperoleh salah satu diantara ion hidrogenkarbonat atau gas karbon dioksida dari reaksi antara ion hidrogen dan ion karbonat. Persamaan hasil bagi menunjukkan lebih memungkinkan terjadinya pembentukan karbon dioksida: Oksidasi krom(III) menjadi krom(VI)Sebagai akibat dari penambahan larutan natrium hidroksida pada ion heksaaquokrom(III) menghasilkan larutan ion heksahidroksokromat(III) yang berwarna hijau.

Larutan ion heksahidroksokromat(III) yang berwarna hijau kemudian di oksidasi dengan memanaskan larutan tersebut dengan larutan hidrogen peroksida. Setelah itu kamu akan memperoleh larutan berwarna kuning terang yang mengandung ion kromat(VI).

Pada tabung I yang berisi CrCl3 (tidak berwarna) ditambah 1 tetes NaOH (tidak berwarna), menghasilkan larutan hijau berhablur, rumus senyawa yang terbentuk [Cr(H2O)3(OH)3]. Dan setelah ditambah NaOH berlebih sebanyak 1 tetes menghasilkan larutan hijau bening, rumus senyawa yang terbentuk [Cr(OH)6]3-. Pada tabung II yang berisi Mn(SO4) (tidak berwarna) ditambah 1 tetes NaOH, menghasilkan larutan kuning berhablur, rumus senyawa yang terbentuk [Mn(H2O)4(OH)2]. Dan setelah ditambah NaOH berlebih sebanyak 40 tetes, masih terdapat hablur coklat, rumus senyawa yang terbentuk [Mn(OH)3(H2O)3]-. Pada tabung III yang berisi Fe(NH3)2SO4 (kuning) ditambah 2 tetes NaOH, menghasilkan larutan kuning(+) berhablur hijau, rumus senyawa yang terbentuk [Fe(H2O)4(OH)2]. Dan setelah ditambah NaOH berlebih sebanyak 40 tetes, masih terdapat hablur hitam, rumus senyawa yang terbentuk [Fe(OH)3(H2O)3]-. Pada tabung IV yang berisi FeCl3 (kuning) ditambah 2 tetes NaOH, menghasilkan larutan berhablur orange (+), rumus senyawa yang terbentuk [Fe(H2O)3(OH)3]. Dan setelah ditambah NaOH berlebih sebanyak 40 tetes, masih terdapat hablur yang berwarna hijau kebiruan,, rumus senyawa yang terbentuk [Fe(OH)6]3-. NaOH dapat menghilangkan ion hidrogen dari ligan air yang menempel pada ion besi. Dari teori didaptkan ketika ion hidrogen yang cukup telah dihapus, yang tersisa adalah sebuah kompleks netral. Hal ini tidak larut dalam air dan endapan terbentuk. Pada besi (II): Pada besi (III):

Pada tabung V yang berisi CoCl2 (merah muda) ditambah 1 tetes NaOH, menghasilkan larutan berhablur biru (+), rumus senyawa yang terbentuk [Co(H2O)4(OH)2]. Dan setelah ditambah NaOH berlebih sebanyak 40 tetes, masih terdapat hablur orange (+), rumus senyawa yang terbentuk [Co(OH)3(H2O)3]-. Menurut teori larutan NaOH dapat menghilangkan ion hidrogen dari ligan air yang melekat pada ion kobalt. Setelah ion hidrogen telah dilepas dari dua molekul air, yang tersisa adalah kompleks netral. Hal ini tidak larut dalam air dan membentuk endapan.

Pergantian warna adalah untuk menunjukkan bahwa bukan reaksi pertukaran ligan. Oksigen yang awalnya melekat pada kobalt masih melekat di kompleks netral. Pada tabung VI yang berisi NiCl2 (hijau) ditambah 1 tetes NaOH, menghasilkan larutan berhablur hijau, rumus senyawa yang terbentuk [Ni(H2O)4(OH)2]. Dan setelah ditambah NaOH berlebih sebanyak 40 tetes, masih terdapat larutan berhablur hijau, rumus senyawa yang terbentuk [Ni(OH)3(H2O)3]-. Pada tabung VII yang berisi CuSO4 (biru) ditambah 1 tetes NaOH, menghasilkan larutan berhablur putih, rumus senyawa yang terbentuk [Cu(H2O)4(OH)2]. Dan setelah ditambah NaOH berlebih sebanyak 40 tetes, masih terdapat larutan berhablur hijau kehitaman, rumus senyawa yang terbentuk [Cu(H2O)3(OH)3]-.

Pada tabung VIII yang berisi ZnCl2 (tidak berwarna) ditambah 1 tetes NaOH, menghasilkan larutan berhablur, rumus senyawa yang terbentuk [Zn(H2O)4(OH)2]. Dan setelah ditambah NaOH berlebih sebanyak 40 tetes, masih terdapat hablur putih, rumus senyawa yang terbentuk [Zn(H2O)3(OH)3]-. NaOH dalam penetesan pertama berfungsi untuk penetralisir asam, dan pada penetesan berlebih berfungsi untuk mengetahui sifat amfoter dari suatu larutan. Dari percobaan diatas, disimpulkan bahwa sifat amfoter logam-logam transisi tersebut dapat ditunjukan dengan kelarutan hablur setelah ditambah maksimal 2 mL (40 tetes) NaOH. Dan dari perlakuan diatas hanya larutan CrCl3 yang bersifat amfoter, karena dapat larut kembali dalam NaOH berlebih, dengan penambahan 2 tetes NaOH. Sebenarnya dalam teori disebutkan bahwa Zn juga dapat larut kembali dalam penambahan NaOH berlebih, namun dalam praktikum yang kami lakukan hal itu tidak terjadi. Hal ini disebabkan mungkin karena larutan Zn yang kami pakai sedikit rusak karena pemakaian secara bersama-sama. Transisi ion logam bersifat asam di alam. Hal ini disebabkan proses yang dikenal sebagai deprotonasi. Ion logam transisi positif dikomplekskan dengan molekul 6H2O. Namun, muatan positif pada molekul-molekul menarik elektron pada salah satu ikatan OH dari molekul air. Hal ini melepaskan ion H+, yang telah memiliki elektron yang dilepas, sebagai proton dalam larutan, sehingga memberikan proses. Hal ini membuat proton kemudian akan tertarik pada pasangan elektron bebas pada atom oksigen dalam molekul air untuk untuk ion hidroksonium, H3O+.

b. Reaksi dengan ammonia Pada tabung I yang berisi CrCl3 (tidak berwarna) ditambah 10 tetes NH3, menghasilkan larutan berhablur, rumus senyawa yang terbentuk [Cr(H2O)3(OH)3]. Dan setelah ditambah NH3 berlebih sebanyak 40 tetes menghasilkan larutan berhablur biru(--), rumus senyawa yang terbentuk [Cr(NH3)6]3+. Pada tabung II yang berisi Mn(SO4) (tidak berwarna) ditambah 5 tetes NH3, menghasilkan larutan tidak berwarna berhablur, rumus senyawa yang terbentuk [Mn(H2O)4(OH)2]. Dan setelah ditambah NH3 berlebih sebanyak 40 tetes, menghasilkan larutan berhablur kuning, rumus senyawa yang terbentuk [Mn(OH)3(NH3)3]-. Pada tabung III yang berisi Fe(NH3)2SO4 (kuning) ditambah 5 tetes NH3, menghasilkan larutan kuning berhablur, rumus senyawa yang terbentuk [Fe(H2O)3(OH)2]. Dan setelah ditambah NH3 berlebih sebanyak 40 tetes, menghasilkan larutan berhablur kuning, rumus senyawa yang terbentuk [Fe(H2O)3(NH3)3]-. Pada tabung IV yang berisi FeCl3 (kuning) ditambah 40 tetes NH3, menghasilkan larutan kuning (++), rumus senyawa yang terbentuk [Fe(H2O)3(OH)3]. Dan setelah ditambah NH3 berlebih sebanyak 40 tetes, menghasilkan larutan kuning (++), rumus senyawa yang terbentuk [Fe(NH3)6]3+. Menurut teori amonia dapat bertindak baik sebagai pusat dan ligan. Namun dalam hal ini amonia hanya bertindak sebagai basa yang fungsinya untuk menghilangkan ion hidrogen dari kompleks aqua. Pada besi (II): Pada besi (III) : Pada tabung V yang berisi CoCl2 (merah muda) ditambah 4 tetes NH3, menghasilkan larutan merah muda berhablur, rumus senyawa yang terbentuk [Co(H2O)4(OH)2]. Dan setelah ditambah NH3 berlebih sebanyak 40 tetes, menghasilkan larutan berhablur ungu, rumus senyawa yang terbentuk [Co(OH)3(NH3)3]-. Menurut teori amonia berlaku sebagai basa dan

ligan. Dengan jumlah kecil amonia, ion hidrogen ditarik ion dari hexaaqua persis seperti dalam kasus ion hidroksida untuk memberikan kompleks netral yang sama.

Bila ditambahkan ammonia berlebih, endapan yang terbentuk akan larut kembali. Amonia menggantikan air sebagai ligan untuk memberikan hexaamminecobalt (II) ion. Pada tabung VI yang berisi NiCl2 (hijau) ditambah 17 tetes NH3, menghasilkan larutan hijau berhablur, rumus senyawa yang terbentuk [Ni(H2O)4(OH)2]. Dan setelah ditambah NH3 berlebih sebanyak 40 tetes, menghasilkan larutan hijau berhablur, rumus senyawa yang terbentuk [Ni(H2O)3(NH3)3]-. Pada tabung VII yang berisi CuSO4 (biru) ditambah 4 tetes NH3, menghasilkan larutan biru berhablur, rumus senyawa yang terbentuk [Cu(H2O)4(OH)2]. Dan setelah ditambah NH3 berlebih sebanyak 40 tetesmenghasilkan larutan berhablur biru, rumus senyawa yang terbentuk [Cu(H2O)3(NH3)3]-. Pada tabung VIII yang berisi ZnCl2 (tidak berwarna) ditambah 4 tetes NH3, menghasilkan larutan tidak berwarna berhablur, rumus senyawa yang terbentuk [Zn(H2O)4(OH)2]. Dan setelah ditambah NH3 berlebih sebanyak 40 tetes, masih terdapat hablur putih, rumus senyawa yang terbentuk [Zn(H2O)3(NH3)3]-. Dari semua larutan tersebut diatas, tidak ada satupun hablur yang dapat larut kembali dalam NH3 berlebih. Dalam teori disebutkan yang tidak dapat larut kembali dalam NH3 berlebih adalah adalah ion Ni2+, Cu2+ dan Zn2+
c. Reaksi dengan NH4CNS Pada tabung I yang berisi CrCl3 (tidak berwarna) ditambah 1 mL NH4CNS menghasilkan larutan biru (+), rumus ion kompleks yang terbentuk [Cr(SCN)]2+ Pada tabung II yang berisi Mn(SO4) (tidak berwarna) ditambah 1 mL NH4CNS menghasilkan tidak berwarna agak kemerahan, rumus ion kompleks yang terbentuk [Mn(SCN)]+. Pada tabung III yang berisi Fe(NH3)2SO4 (kuning) ditambah 1 mL NH4CNS menghasilkan larutan merah maroon (+), rumus ion kompleks yang terbentuk [Fe(SCN)]+. Hal ini menyediakan tes yang sangat sensitif untuk besi (III) ion dalam larutan. Menurut tori jika ditambahkan ion tiosianat, SCN -, ke dalam larutan yang mengandung ion besi (III), akan menghasilkan [Fe(SCN)(H2O)5]2+. Pada tabung IV yang berisi FeCl3 (kuning) ditambah 1 mL NH4CNS menghasilkan larutan biru (+), rumus ion kompleks yang terbentuk [Fe(SCN)]2+ Pada tabung V yang berisi CoCl2 (merah muda) ditambah 1 mL NH4CNS menghasilkan larutan hijau (+), rumus ion kompleks yang terbentuk [Co(SCN)]+ Pada tabung VI yang berisi NiCl2 (hijau) ditambah 1 mL NH4CNS menghasilkan larutan biru (+), rumus ion kompleks yang terbentuk [Ni(SCN)]+ Pada tabung VII yang berisi CuSO4 (biru) ditambah 1 mL NH4CNS menghasilkan larutan tidak berwarna, rumus ion kompleks yang terbentuk [Cu(SCN)]+ Pada tabung VIII yang berisi ZnCl2 (tidak berwarna) ditambah 1 mL NH4CNS mengahsilkan larutan tidak berwarna, rumus ion kompleks yang terbentuk [Zn(SCN)]+ Penambahan ammonia membuat larutan menjadi asam. Namun, proses ini lebih dipercepat dengan penambahan alkali, yang membebaskan ion OH- dalam larutan. Hal ini menyebabkan deprotonasi meningkat. Hal ini mnunjukan bahwa ion hidroksida selalu larut, dan menghasilkan suatu endapan. Ini disebabkan dari presipitat saat alkali tidak bereaksi

berlebihan dengan larutan logam transisi. Namun, ketika alkali berlebih, hal-hal lain mungkin terjadi. Percobaan II : Pembentukan ion kompleks oleh ion logam transisi Pada pembentukan kompleks Cr(III), 2 tabung reaksi masing-masing ditambah dengan 2 mL larutan encer CrCl3 (hijau +). Pada tabung I ditambahkan sedikit larutan Na2C2O4 (tidak berwarna) menghasilkan larutan hijau berhablur dengan rumus ion kompleks [Cr(C2O4)3]3-. Dan pada tabung II ditambahkan aquades (tidak berwarna) menghasilkan larutan hijau. Perubahan warna pada reaksi ini terjadi karena ketika sinar putih melewati larutan yang berisi salah satu dari ion tersebut, atau sinar putih tersebut direfleksikan oleh larutan tersebut, beberapa warna dari sinar dapat di absorpsi (diserap) oleh larutan tersebut. Warna yang dapat dilihat oleh mata adalah warna yang tertinggal (tidak di absorpsi). Reaksi yang terbentuk adalah : CrCl3 + Na2C2O4 [Cr(C2O4)3]

Pada pembentukan kompleks Fe(II), 1 mL larutan FeSO4 (kuning) ditambah dengan 3 tetes 1,10 phenanthroline menghasilkan larutan kuning (+) dengan rumus ion kompleks [Fe(H2O)6]2+. Pada pembentukan kompleks Fe(III), 2 mL larutan FeCl3 (kuning) ditambah dengan 2 tetes NH4CNS menghasilkan larutan merah (+++) dengan rumus ion kompleks [Fe(SCN)]2+. Kemudian ditambah 10 tetes larutan Na2C2O4 (tidak berwarna), menghasilkan larutan kuning. Pada pembentukan kompleks Co(II), 2 tabung reaksi masing-masing 1 ml larutan CoCl2 0,1 M (merah muda). Dan pada tabung I ditambah beberapa tetes etylendiamin (kuning). Dan pada tabung II ditambah Na2EDTA (tidak berwarna). Pada pembentukan kompleks Ni(III), 3 tabung reaksi masing-masing 1 ml larutan NiNO3 (biru). Pada tabung I ditambah etylendiamin (kuning) menghasilkan larutan ungu, pada tabung II ditambahkan dimetilglioksime (tidak berwarna) menghasilkan larutan merah muda (-) berhablur, pada tabung III ditambah larutan Na2EDTA (tidak berwarna) menghasilkan larutan hijau berhablur. Pada pembentukan kompleks Cu(II). Pada 2 tabung reaksi masing-masing 1 mL larutan CuSO4, pada tabung I ditambah dengan beberapa tetes etylendiamin (kuning) menghasilkan larutan ungu (++) dan pada tabung II ditambah larutan Na2EDTA (tidak berwarna) menghasilkan larutan biru. Pada unsur transisi blok-d memiliki orbital 3d yang masih kosong atau yang baru yang diisi sebagian oleh elektron, sehingga memungkinkan transisi elektron dari satu orbital ke orbital lainnya. Inilah yang menyebabkan mereka berwarna-warni. Pada larutan ion beberapa unsur transisi di atas, bisa dilihat pembentukan kompleks Co(II), Ni(III) dan Cu(II) Kita coba uraikan pengisian orbital untuk Co(II) dan Cu(II) yang warnanya kontras satu sama lain. Konfigurasi elektron Co(II) (melepas 2 elektron) adalah:

Sedangkan konfigurasi elektron untuk Ni(III) adalah: Di sini bisa kita perhatikan orbital d pada Co2+ masih belum penuh, sedangkan pada Cu2+ sudah terisi penuh. Perbedaan pengisian orbital ini menghasilkan warna yang berbeda. Transisi elektron akan menyerap panjang gelombang komplementer dari warna yang bersesuaian. Dengan masih adanya tempat untuk elektron itu berpotensi bagi logam-logam transisi untuk berikatan dengan senyawa yang disebut ligan (ligand). Dalam hal ini ligan bersifat

sebagai basa Lewis (Lewis base), yang berperan sebagai donor elektron, karena dalam hal ini ligan mempunyai pasangan electron bebas untuk disumbangkan, sedangkan logam transisi menyediakan orbital kosong berperan sebagai asam Lewis. Percobaan III : Perubahan tingkat oksidasi Pada percobaan perubahan Fe2+ menjadi Fe3+, dalam tabung reaksi ditambahkan kedalamnya 1 mL larutan FeSO4 ditambah 3 tetes HNO3 pekat menghasilkan larutan kuning (--). Selanjutnya dipanaskan selama 2 menit menghasilkan larutan kuning (--), dan didinginkan (--), setelah ditambahkan 15 tetes NaOH 2M menghasilkan larutan kuning (++) terdapat endapan. Hal ini dikarenakan ketika logam membentuk senyawa ionik, rumus senyawa yang dihasilkan tergantung pada proses energetika. Secara keseluruhan, senyawa yang terbentuk merupakan suatu senyawa yang paling banyak melepaskan energi. Lebih banyak energi yang dilepaskan, senyawa lebih stabil. Ion yang bermuatan lebih tinggi, memiliki lebih banyak elektron untuk dihilangkan dan lebih banyak energi ionisasi yang diperlukan. Tetapi pada kasus ini, ion bermuatan lebih tinggi, lebih besar energi yang dilepaskan oleh salah satu diantara entalpi kisi atau entalpi hidrasi ion logam. Dalam teori disebutkan bahwa Fe(III) lebih asam daripada Fe(II) Pada percobaan perubahan Cr6+ menjadi Cr3+, dalam tabung reaksi 2 mL larutan encer K2Cr2O7, selanjutnya memanaskan larutan tersebut. Kemudian ditambahkan sesendok kecil serbuk seng (abu-abu) dan 1,5 ml HCl pekat (tidak berwarna), dipanaskan sampai mengalami reduksi. Setelah perubahan warna terjadi, 1 ml larutan tersebut ditambah dengan 20 tetes HNO3 pekat Zn2+ + 2e Zn E= - 0,76 V Cr2O7 + 14 H+ + 6e 2 Cr3+ +7 H2O E= + 1,33 V Cr3+ + 2e Cr2+ E= - 0,41 V 2NO3- + 4 H+ +2e 2NO2 + 2 H2O E= + 0,81 V

Logam transisi deret kedua dan ketiga berbilangan oksida lebih tinggi lebih stabil dari pada keadaan oksidasi tinggi logam transisi deret pertama. Contohnya meliputi tungsten heksakhlorida, WCl6, osmium tetroksida, OsO4, dan platinum heksafluorida, PtF6. Senyawa logam transisi deret pertama dalam bilangan oksidasi tinggi adalah oksidator kuat dan oleh karena itu mudah direduksi. Di pihak lain, sementara senyawa M(II) dan M(III) umum dijumpai pada logam transisi deret pertama, bilangan oksidasi ini jarang dijumpai pada unsurunsur di deret kedua dan ketiga. Misalnya, hanya dikenal sedikit senyawa Mo(III) atau W(III) dibandingkan dengan senyawa Cr(III). Ion akua (ion dengan ligan air) sangat umum dalam logam transisi deret pertama tetapi ion yang sama untuk logam transisi deret kedua dan ketiga jarang diamati ( Saito, 1996 ). Alasan utama ion berwarna adalah karena atom logam menyerap cahaya dengan panjang gelombang tertentu. Hal ini menyebabkan elektron untuk dipromosikan ke tingkat energi tertentu. Lompatan energi di sini sesuai dengan energi dari cahaya yang dipancarkan. Dalam atom logam normal, lompatan energi hanya mungkin terlalu besar untuk cahaya tampak akan terpengaruh, sehingga solusi muncul berwarna. Namun, logam transisi yang berbeda. Bila ada ligan hadir, tingkat 3d pecah menjadi dua tingkat energi, dengan dua orbital pada tingkat yang sedikit lebih tinggi dan tiga di tingkat yang lebih rendah. Lompatan energi ketika elektron ditransfer antara dua tingkat ini sesuai dengan energi cahaya tampak. Inilah sebabnya mengapa solusi dari ion berwarna.

Kesimpulan

Logam transisi adalah senyawa yang membentuk setidaknya 1 ion yang stabil di mana senyawa tersebut memiliki subkulit d yang tidak lengkap. Karakteristik umum dari logam transisi adalah: senyawa berwarna, baik untuk katalis, keras, kuat dan padat, umumnya semua cukup reaktif, membentuk ion kompleks Dalam air, logam transisi membentuk kompleks aqua. Bilangan oksidasi yang berbeda dari ion dan ligan, memungkinkan mereka untuk membentuk kompleks warna yang berbeda. Alasan untuk ion berwarna: Atom logam menyerap cahaya dengan panjang gelombang tertentu. Hal ini menyebabkan elektron untuk dipromosikan ke tingkat energi tertentu. Lompatan energi di sini sesuai dengan energi dari cahaya yang dipancarkan. Dalam atom logam normal, lompatan energi hanya mungkin terlalu besar untuk cahaya tampak akan terpengaruh, sehingga solusi muncul berwarna. Namun, logam transisi yang berbeda. Bila ada ligan hadir, tingkat 3d pecah menjadi dua tingkat energi, dengan dua orbital pada tingkat yang sedikit lebih tinggi dan tiga di tingkat yang lebih rendah. Lompatan energi ketika elektron ditransfer antara dua tingkat ini sesuai dengan energi cahaya tampak. Inilah sebabnya mengapa solusi dari ion berwarna. Reaksi dengan NaOH dan NH3 :Transisi ion logam bersifat asam di alam. Hal ini disebabkan deprotonasi. Ion logam transisi positif dikomplekskan dengan molekul 6H2O. Namun, muatan positif pada molekul-molekul menarik elektron pada salah satu ikatan OH dari molekul air. Hal ini dapat melepaskan ion H+. Amfoter hidroksida : Ketika sebuah hidroksida amfoter dibentuk oleh reaksi pengendapan, dengan NaOH berlebih, maka akan bereaksi dengan membentuk anion. Anion ini akan memiliki ion hidroksida lebih sebagai ligan, dan akan larut dalam air untuk membentuk larut lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Amaria, dkk. 2011. Penuntun Praktikum Kimia Anorganik III. Surabaya : Kimia

Unesa

Anonim. 2011. Unsur transisi dan Ion Kompleks. (diakses : 22 Oktober 2011,http://www.crayonpedia.org/mw/Unsur-Unsur_Transisi_Dan_Ion_Kompleks_12.2) Benito.2010. Interaksi bahan Terlarut. ( diakses : 22 Oktober 2011,http://benito.staff.ugm.ac.id/INTERAKSI%20ANTAR%20BAHAN%20TERLARUT.h tm)

Jim Clark. 2010. Struktur Senyawa Kompleks. (diakses : 22Oktober 2011,http://chemistry-its.blogspot.com/2010/12/struktur-senyawa-kompleks-padabeberapa.html

Pacsydeshinato. 2011. Unsur-unsur Transisi. (diakses : 22 Oktober 2011,http://pacsydeshinato.blogspot.com/2011/09/unsur-unsur-transisi-dan-ionkompleks.html

Anda mungkin juga menyukai