Anda di halaman 1dari 5

Holistic care and transcultural nursing Indonesia merupakan Negara dengan keanekaragaman budaya hal ini di karenakan Indonesia

memiliki banyak suku bangsa,menurut Badan Pusat Statistik (BPS) hasil sensus penduduk terakhir 2010, diketahui bahwa Indonesia terdiri dari 1.128 suku bangsa yang tersebar dari sabang sampai merauke dari miangas sampai pulau rote. Berbagai suku bangsa ini berati berbeda pula budaya, adat istiadat serta kebiasaan yang dijalankan oleh masyarakat Indonesia, tidak hanya suku bangsa yang menempati satu daerah saja yang memiliki kebudayaan yang homogen, tetapi seiring perkembangan zaman teknologi , informasi juga transportasi, di satu daerah tersebut tidak menutup kemungkinan terjadi pembauran budaya, terjadi cultural exchange , interaksi budaya , kadang juga terjadi perselisihan budaya. Khususnya dalam hal kesehatan berbeda budaya berbeda juga persfektif mereka tentang kesehatan, tentang konsep sehat-sakit, tentang pengobatan. Ketika mereka sakit dan di rawat dalam suatu rumah sakit, mereka pasti mempunyai suatu budaya yang mereka bawa ketika dirawat , sehingga perawat di tuntut untuk melakukan pengkajian budaya terlebih dahulu , Kadang kala perbedaan pespektif dalam hal kebudayaan membuat perawat terjebak dalam anggapan stereotip dan etnosentris , tergolong menilai suatu hal hanya dalam 1 persfektif, padahal belum tentu pasien tersebut memiliki kebudayaan yang sama dengan perawat tersebut. Sehingga dalam perawat dituntut untuk menjadi cultural competent yang menurut Campinha Bacote(1998) Cultural Competence (kompetensi budaya) sebagai proses di mana para profesional kesehatan senantiasa berupaya untuk mencapai kemampuan dan ketersediaan untuk bekerja secara efektif dalam konteks budaya klien (keluarga, individu atau masyarakat). Ini adalah proses menjadi budaya yang kompeten, tidak menjadi satu budaya yang kompeten. Proses Cultural competent, tersusun dari 5 aspek yang membangun cultural competent yaitu Cultural awareness (Kesadaran budaya), Cultural knowledge (Pengetahuan budaya), Cultural skill (Keterampilan budaya ), Cultural encounters (pertemuan budaya) & Cultural desire (Hasrat budaya). Cultural awareness (Kesadaran budaya) didefinisikan sebagai proses melakukan pengkaji diri dari prasangka sendiri terhadap budaya lain dan eksplorasi mendalam tentang latar belakang seseorang budaya dan profesional. Cultural awareness (Kesadaran budaya) juga melibatkan menyadari keberadaan rasisme didokumentasikan dan "isme" lainnya dalam pemberian layanan kesehatan. Cultural knowledge (Pengetahuan budaya) didefinisikan sebagai proses di mana profesional kesehatan mencari dan memperoleh basis pendidikan/pengetahuan tentang kelompok budaya yang beragam. Dalam memperoleh pengetahuan ini, para profesional kesehatan harus fokus pada

integrasi dari tiga isu spesifik: yang berhubungan dengan kesehatan keyakinan praktik dan nilai-nilai budaya, insiden penyakit dan prevalensi. Cultural skill (Keterampilan budaya )adalah kemampuan untuk melakukan penilaian budaya untuk mengumpulkan data yang relevan mengenai masalah budaya klien saat ini sekaligus secara akurat melakukan pengkajian fisik berbasis budaya. Cultural encounters (pertemuan budaya) adalah proses yang mendorong profesi kesehatan untuk secara langsung terlibat dalam tatap muka interaksi budaya dan jenis lainnya dari pertemuan dengan klien, dari latar belakang budaya yang beragam, dalam rangka untuk mengubah keyakinan yang ada tentang kelompok budaya dan untuk mencegah kemungkinan stereotip. Cultural desire (Hasrat budaya) adalah motivasi profesi kesehatan untuk "ingin" terlibat dalam proses menjadi budaya sadar, budaya berpengetahuan, terampil dan budaya mencari pertemuan budaya (Cultural encounters). Perawat dituntut untuk mampu mengkaji diri sendiri (self examination) dengan menggunakan 5 aspek tersebut apakah diri mereka kompeten atau tidak, dan menimbulkan suatu pertanyaan Apakah saya sudah merasa cultural competent? dalam menjawab pertanyaan tersebut camphina bacote mengembangkan assesing level of cultural competence yang terdiri dari 5 aspek (ASKED) yang sebagai mana di jelaskan di atas yaitu awareness (A), skill (S) , knowledge(K), encounters(E) & desire(D) Penggunaan Model ASKED dalam praktik keperawatan , Ada beberapa penelitian yang tersedia pada Cultural Competence di kalangan profesional kesehatan dengan menggunakan Proses Cultural Competence Pada tahun 2008, Capell, Dean, dan Veestra meneliti korelasi antara Cultural Competent dan etnosentrisme antara 27 terapis fisik, terapis okupasi 18, dan 26 perawat. Dilakukan di British Columbia. Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut: ada korelasi cukup kuat antara Cultural Competent dan etnosentrisme (Capell et al, 2008.). Ketika merancang lokakarya model Campinha-Bacote tentang Cultural Competent dapat digunakan bersama dengan praktik berbasis bukti (evident base practice )dan terbaik di antara populasi dilayani oleh rumah sakit tertentu. Tabel di bawah menunjukkan tugas sampel lokakarya disetujui di Rumah Sakit visioner, Anytown, USA, yang menerapkan model Campinha-Bacote ini serta penelitian saat ini tentang Korea Amerika.

Self examination process of cultural competence in the delivery of heatlh care services

Cultural awerness Saya mengenali bahwa di indonesia ini mempunyai banyak etnik/budaya yang beragam Saya percaya bahwa ada lebih banyak perbedaan dalam kelompokkelompok budaya dari seluruh kelompok budaya. Saya percaya bahwa kebudayan itu sebaik kebudayaan lain Saya percaya bahwa cultural competence itu merupakan suatu proses berkelanjutan

Cultural knowledge Saya mencari ilmu, konsultasi, dan / atau pengalaman pelatihan untuk meningkatkan pemahaman saya dan efektivitas dengan klien yang beragam budaya dan etnis. Saya bersedia untuk belajar dari orang lain sebagai informan budaya. Saya menyadari setidaknya 2 hambatan institusional yang mencegah kelompok budaya / etnis dari mencari layanan kesehatan. Saya percaya ada hubungan antara budaya dan kesehatan saya sadar tentang variasi biologis antara kelompok-kelompok etnis yang berbeda

Cultural skill Saya melakukan diskusi dengan teman yang berbeda etnis/budaya sehingga memahami bagaimana pengaplikasiannya terhadap klien dengan budaya yang sama dengan teman saya Saya menyadari ada keterbatasan budaya dalam alat penilaian yang ada yang digunakan dengan kelompok etnis. Saya merasa nyaman mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan latar belakang budaya klien / ras / etnis Saya mengenali batas-batas kewenangan saya ketika berinteraksi dengan budaya / etnis klien yang beragam.

Cultural encounter Saya sadar beberapa sikap stereotip, praduga dan perasaan yang saya miliki terhadap anggota lainnya etnis / budaya kelompok Saya memiliki pengetahuan tentang pandangan umum, keyakinan, praktek dan / atau cara hidup setidaknya dua kelompok budaya

Cultural desire Saya memiliki semangat beragam kelompok. untuk merawat klien dari budaya / etnis

Saya selalu ingin berbaur dengan kebudayan lain Saya memiliki komitmen pribadi untuk merawat klien dari kelompok etnis / budaya

Anda mungkin juga menyukai