Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FITOTERAPI KASUS ISK DAN BATU GINJAL

Disusun Oleh : KELOMPOK II Abni Rachmi N. Amalia Ayuningtyas Ardina Pramesti P. Dewi Okta Briana Dinar Ika Fitriana Erlina Yulianti Fitra Firnanda P. Isnavira Marina Y. Linda Prabawati Nabila Andjani Nina Silviana Oktavia Rahayu A. Raden Yandi A. Zurniatus Sholihah (105070500111037) (105070500111022) (105070501111009) (105070504111001) (105070500111036) (105070504111002) (105070504111003) (105070500111038) (105070501111007) (105070500111006) (105070501111001) (105070500111029) (105070507111005) (105070500111040)

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

BAB I KASUS ISK DAN BATU GINJAL

Nn. SR (26 tahun) datang ke klinik karena mengalami rasa terbakar saat BAK, disuria, gross hematuria, frekuensi BAK , dan nocturia. 3 hari yang lalu pasien telah datang ke klinik dengan keluhan yang sama dan telah diberikan terapi trimethoprimsulfamethoxazole DS, 2 dd 1 tab. Pasien diobservasi lebih lanjut dan ditemukan adanya batu ginjal. TD 110/60, Nadi 68, RR 18, T 36.8C; BB 57 kg, TB 160 cm. Data lab : Urinalisis (saat datang ke klinik 3 hari yang lalu) Kuning, keruh; Ph 5.0; WBC 1015 103/mm3, RBC 15 106/mm3; protein 10 mg/Dl; glukosa (); leukosit (+). Gaya hidup : minum minuman beralkohol dan merokok. Pasien tidak ada respon terhadap terapi 2ntibiotic yang diberikan sehingga dokter memberikan fitoterapi kumis kucing. 3 hari kemudian pasien datang kembali masih dengan keluhan yang sama.

Pertanyaan: 1. Jelaskan etiologi terjadinya ISK + Batu ginjal pada pasien ini! 2. Jelaskan patofisiologi terjadinya ISK + Batu ginjal pada pasien ini! 3. Mengapa pasien masih mengalami keluhan yang sama padahal sudah diberi terapi konvensional dan fitoterapi? Jelaskan! Apa rekomendasi saudara? 4. Bagaimana pendapat saudara mengenai rekomendasi fitoterapi yang diberikan oleh dokter pada pasien ini? Jelaskan! 5. Berikan rekomendasi fitoterapi yang sesuai untuk pasien ini (metabolit sekunder+mekanisme kerja, HKSA, preparasi, keamanan, produk, KIE)!

BAB II PEMBAHASAN

2.1 ETIOLOGI ISK DAN BATU GINJAL Etiologi terjadinya ISK pada pasien Ny. SR ini adalah : Jenis kelamin, terutama perempuan Hal ini disebabkan karena saluran urethra pada perempuan lebih pendek dari pada laki-laki sehingga bakteri mudah untuk masuk Adanya bakteri Pada data lab dari pasien ini terdapat leukosit (+), leukosit tersebut mengindikasikan adanya infeksi bakteri Batu Ginjal Adanya batu ginjal itu sendiri dapat memperparah ISK karena semakin sulit urin untuk dikeluarkan sehingga bakteri yang terdapat dalam urin juga sulit untuk dikeluarkan Etiologi terjadinya Batu Ginjal pada pasien Ny. SR ini adalah : Merokok Sebenanya merokok bukan merupakan etiologi secara langsung yang dapat menyebabkan batu ginjal. Mengkonsumsi rokok dapat menyebabkan timbulnya radikal bebas yang nantinya akan terbentuk plak-plak dan dapat merusak endotel pada pembuluh darah maka terjadi penyumbatan pembuluh darah sehingga suplai darah ke ginjal dapat terganggu. Keadaan tersebut yang dapat memperparah kondisi batu ginjalnya. Alkohol Mengkonsumsi alkohol dapat memperparah dari batu ginjalnya hal ini disebabkan karena alkohol dapat meningkatkan kadar asam uratnya, sedangkan asam urat merupakan salah satu penyebab dari terjadinya batu ginjal.

2.2 PATOFISIOLOGI ISK DAN BATU GINJAL 2.2.1 Patofisiologi ISK

1. Route of infection
Secara umum, organisme masuk ke dalam saluran kemih melalui tiga rute: ascending, hematogen (descending), dan jalur limfatik. Uretra wanita biasanya dilewati bakteri yang berasal dari flora tinja. Panjang pendek urethra perempuan dan kedekatannya dengan daerah perirectal membuat Kolonisasi dapat terjadi (Dipiro, 2005). Faktor lain yang menyebabkan kolonisasi uretra meliputi penggunaan spermisida dan diafragma sebagai metode kontrasepsi. Walaupun ada bukti pada wanita yang menalami infeksi kandung kemih , modus masuknya mikroorganisme tidak sepenuhnya dipahami. Memijat uretra perempuan dan hubungan seksual membuat bakteri dengan mudah mencapai kandung kemih. Sekali bakteri telah mencapai kandung kemih, organisme berkembang biak cepat dan dapat naik ke ureter ke ginjal.Urutan kejadian lebih mungkin terjadi jika reflux vesicoureteral (refluks urin keureter dan ginjal saat berkemih). Kenyataan bahwa ISK lebih umum pada wanita dari pada laki-laki karena perbedaan anatomi di lokasi dan panjang uretra cenderung untuk mendukung tingkatan rute infeksi sebagai rute akuisisi(Dipiro, 2005). Infeksi ginjal oleh penyebaran hematogen dari mikroorganisme biasanya terjadi sebagai akibat dari penyebaran organisme dari infeksi primer di dalam tubuh. Infeksi melalui rute descending jarang terjadi dan melibatkan sejumlah relatif kecil invasif patogen. Bakteremia yang disebabkan oleh S. aureus dapat menyebabkan abses ginjal. organisme lain termasuk Candida spp, Mycobacterium. TB, Salmonella spp., dan enterococci. Pada saat tertentu,sulit untuk memproduksi pielonefritis eksperimental dengan infus administrasi gram-negatif organisme umum seperti E. coli dan P. aeruginosa.

Secara keseluruhan, kurang dari 5% dari hasil UTI didokumentasikan dari penyebaran mikrorganisme secara hematogenous (Dipiro, 2005). Ada sedikit bukti yang mendukung peran penting untuk limfatik ginjal dalam patogenesis UTI. limfatik menghubungkan antara usus dan ginjal, serta antara kandung kemih dan ginjal. Tidak ada bukti, bahwa mikroorganisme ditransfer ke ginjal melalui rute ini. Setelah bakteri mencapai saluran kemih, tiga faktor menentukan perkembangan infeksi adalah: ukuran inokulum, virulensi dari mikroorganisme, dan kompetensi pertahanan host (manusia) . Sebagian besar ISK mencerminkan kegagalan dalam mekanisme pertahanan host (Dipiro, 2005)

2. Mekanisme Pertahanan Host


Saluran kemih yang normal umumnya resisten terhadap invasi oleh bakteri dan efisien dengan cepat menghilangkan mikroorganisme yang mencapai kandung kemih. Urin dalam keadaan normal mampu menghambat dan membunuh mikroorganisme. Faktor-faktor yang dianggap bertanggung jawab termasuk pH rendah, ekstrem diosmolalitas, konsentrasi urea tinggi, dan tingginya konsentrasi asam organik. Pertumbuhan bakteri pada laki-laki terhambat oleh sekresi pada prostat. Adanya bakteri di dalam kandung kemih merangsang berkemih, dengan diuresis meningkat dan efisien pengosongan kandung kemih. Faktor-faktor ini sangat penting dalam mencegah inisiasi dan penjegahan infeksi kandung kemih. Pasien yang tidak mampu untuk membuang urin sepenuhnya berada pada risiko lebih besar untuk mengalami infeksi. Selain itu, pasien dengan jumlah urin sisa lebih sedikit dalam kandung kemih mereka menanggapi dengan kurang menyenangkan dibandingkan dengan pasien yang dapat mengosongkan kandung kemih mereka sepenuhnya .Salah satu faktor virulensi penting dari bakteri adalah kemampuan mereka untuk masuk ke sel epitel kemih, sehingga Kolonisasi kemih saluran, infeksi kandung kemih, dan faktor pyelonephritis (Dipiro, 2005).

Faktor lain yang mungkin mencegah masuknya bakteri adalah imunoglobulin (Ig) G dan A. Peran Igs dalam mencegah infeksi kandung kemih kurang jelas. Setelah bakteri benar-benar memiliki menginvasi mukosa kandung kemih, peradangan respon dirangsang dengan mobilisasi

polymorphonuclear leukosit (PMNs) dan fagositosis yang dihasilkan. PMNs adalah terutama bertanggung jawab untuk membatasi invasi jaringan dan mengendalikan penyebaran infeksi pada kandung kemih dan ginjal. Faktorfaktor yang mungkin memainkan peran dalam pencegahan UTI adalah kehadiran Lactobacillus dalam vagina flora dan estrogen. Pada wanita premenopause, estrogen mendukung pertumbuhan laktobasilus, yang

menghasilkan asam laktat untuk membantu mempertahankan pH vagina yang rendah, sehingga mencegah kolonisasi E. Coli di vagina. Yang dapat digunakan Spermisida, -laktam antimikroba digunakan, estrogen tingkat rendah (Dipiro, 2005).

3. Faktor Virulensi Bakteri


organisme patogen memiliki perbedaan derajat patogenisitas (virulensi), yang berperan dalam pengembangan dan beratnya infeksi. Bakteri yang masuk epitel saluran kemih terkait dengan kolonisasi dan infeksi. Mekanisme adhesi bakteri gram negatif, terutama E.coli, berkaitan dengan bakteri fimbriae ini fimbriae adalah komponen glikolipid pada sel epitel spesifik. Jenis yang paling umum dari fimbriae adalah tipe 1, yang mengikat residu mannose dalam glikoprotein. Glikosaminoglikan dan Tamm- protein Horsfall kaya residu mannose yang berisi tipe 1 fimbriae. Selain itu sekretori IgA antibodi, mengandung reseptor untuk tipe 1 fimbriae, yang memudahkan fagositosis, tetapi mereka bukan reseptor untuk fimbriae P. faktor virulensi lainnya adalah produksi hemolisin dan aerobactin. hemolisin adalah protein yang diproduksi oleh bakteri sitotoksik menyebabkan lisis berbagai sel, termasuk eritrosit, dan monosit. E. coli dan bakteri gram negatif lainnya membutuhkan besi untuk metabolisme aerobik.

Aerobactin memfasilitasi mengikat dan menyerap zat besi oleh E. coli, namun, makna dari patogenesis UTI masih belum diketahui (Dipiro, 2005).

2.2 Patofisiologi Batu Ginjal

Gambar 1. Perbedaan Anatomi Ginjal Normal dan Ginjal dengan Batu Ginjal Fungsi utama ginjal adalah memindahkan produk hasil metabolisme seperti kalsium, oksalat, dan asam urat. Hasil metabolisme tersebut umumnya dieliminasi

dari saluran kencing, tetapi ketika volume urin rendah akan menyebabkan urin jenuh dan kristal dapat terbentuk. Kristal membentuk garam yang dikembangkan mengelilingi nukelus, membesar sampai menjadi batu. Batu (kalkulus) ginjal adalah batu yang terdapat dimana saja di saluran kemih. Batu yang paling sering dijumpai tersusun dari kristal-kristal kalsium. Komponen yang lebih jarang membentuk batu adalah magnesium, ammonium, asam urat, atau kombinasi bahan-bahan ini (Brunner, 2002). Mekanisme pembentukan batu ginjal tidak diketahui secara pasti, akan tetapi beberapa buku menyebutkan proses terjadinya batu dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut (Brunner, 2002) : a. Adanya presipitasi garam-garam yang larut dalam urin, dimana apabila urin jenuh akan terjadi pengendapan. b. Adanya inti ( nidus ). Misalnya ada infeksi kemudian terjadi tukak, dimana tukak ini menjadi inti pembentukan batu, sebagai tempat menempelnya partikel-partikel batu pada inti tersebut. c. Perubahan pH atau adanya koloid lain di dalam urin akan menetralkan muatan dan meyebabkan terjadinya pengendapan. Batu ginjal dapat disebabkan oleh peningkatan pH urin (misal batu kalsium bikarbonat) atau penurunan pH urin (misal batu asam urat). d. Konsentrasi bahan-bahan pembentuk batu yang tinggi di dalam darah dan urin serta kebiasaan makan atau obat tertentu, juga dapat merangsang pembentukan batu. Segala sesuatu yang menghambat aliran urin dan menyebabkan stasis (tidak ada pergerakan) urin di bagian mana saja di saluran kemih, meningkatkan kemungkinan pembentukan batu. e. Batu kalsium yang biasanya terbentuk bersama oksalat atau fosfat, sering menyertai keadaan-keadaan yang menyebabkan resorpsi tulang, termasuk imobilisasi dan penyakit ginjal. Batu asam urat sering

menyertai gout, suatu penyakit peningkatan pembentukan atau penurunan asam urat. f. Kegemukan dan kenaikan berat badan meningkatkan risiko batu ginjal akibat peningkatan ekskresi kalsium, oksalat, dan asam urat yang berlebihan.

Gambar 2. Saluran Kemih

2.3 ANALISA KELUHAN PASIEN Ny. SR masih mengalami keluhan yang sama padahal telah menerima terapi konvensional dan fitoterapi, hal ini dikarenakan pasien hanya mendapatkan terapi konvensional berupa antibiotik trimethoprim-sulfamethoxazole dan terapi herbal kumis kucing. Kombinasi kedua terapi tersebut kurang adekuat karena meskipun infeksi saluran kemihnya sudah diterapi dengan antibiotik dan terapi batu ginjalnya dengan kumis kucing tidak diketahui dosis penggunaannyanya sehingga

kemungkinan dosis dari kumis kucing kurang tepat sehingga batu ginjalnya belum

seluruhnya dikeluarkan serta pasien belum mendapatkan terapi untuk menghilangkan nyerinya. Dan juga pada kasus pasien dengan batu ginjal, diuretic tidak dianjurkan untuk digunakan. Maka dari itu, pasien seharusnya tidak direkomendasikan diberi kumis kucing. 2.4 ANALISA REKOMENDASI FITOTERAPI KUMIS KUCING Menurut kelompok kami, tanaman kumis kucing untuk mengobati ISK dan batu ginjal tidak cocok, dimana kumis kucing memiliki efek diuretic yang dapat memperparah gejala yang dialami pasien yaitu meningkatnya frekuensi buang air kecil. Selain itu dilihat dari efek terapetiknya, kumis kucing tidak dapat memecah batu ginjal. Menurut referensi ( Sumaryono et al., 1991, Tezuka et al., 2000 and Shibuya et al., 1999) daun kumis kucing sering digunakan sebagai herbal teh untuk diuresis, untuk mengobati rheumatism, diabetes, urinary lithiasis, oedema, eruptive fever, influenza, hepatitis, jaundice, biliary lithiasis dan hipertensi. terdiri dari beberapa kandungan aktif kimia yaitu O. stamineus (OS)

terpenoids (diterpenes and

triterpenes), polyphenols (lipophilic flavonoids and phenolic acids), and sterols (Tezuka et al., 2000). Efek terapetik dari O.stamineus terutama dari polyphenol yang mempunyai mekanisme enzyme inhibition and antioxidant activity. Flavonoid penting untuk menghambat oxidative stress mechanisms yang dapat mengakibatkan degenerative diseases dikarenakan oleh lipid peroxidation products and reactive oxygen species. O. stamineus mempunyai kemampuan untuk menghambat xanthine oxidase dan lipid peroxidation ( Hossain dan Rahman, 2011) 2.5 REKOMENDASI FITOTERAPI 2.5.1 Daun Tempuyung (Sonchus arvensis) Di dalam daun tempuyung terkandung kalium berkadar cukup tinggi. Kehadiran kalium dari daun tempuyung inilah yang membuat batu ginjal berupa

kalsium oksalat tercerai berai, karena kalium akan menyingkirkan kalsium untuk bergabung dengan senyawa oksalat, karbonat, atau urat yang merupakan pembentuk batu ginjal. Endapan batu ginjal itu akhirnya larut dan hanyut keluar bersama urine dengan reaksi kimia sebagai berikut:

Preparasi Sampel Preparasi secara infusa : 250 mg serbuk kering dipanaskan dengan 250 ml air, sampai volume air berkurang menjadi 150 kemudian disaring dipisahkan menjadi 3 bagian Dosis : 50 ml infusa, diminum 3 kali sehari (Soenanto, 2005). Dosis simplisia kering : 6-12 gram (Soenanto, 2005).

2.5.2 Keji Beling Klasifikasi Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae (Tumbuhan) : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) : Spermatophyta (Menghasilkan biji) : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) : Asteridae : Scrophulariales : Acanthaceae : Strobilanthes : Strobilanthes crispus Bl

HKSA

Gambar 1. Komponen kimia pada keji beling (Koay et al., 2013): (1) 1-heptacosanol, (2) tetracosanoic acid, (3) stigmasterol, (4) campuran 4 asam lemak ester dan amirin, (5) [11, 13-17], taraxerone, (6) taraxerol, (7) campuran 2 asam lemak ester taraxerol (7) (8) 4-acetyl-2,7-dihydroxy-1,4,8-triphenyloctane-3,5dione dan (9) stigmasterol _-D-glucopyranoside Preparasi Serbuk simplisia daun keji beling dimaserasi menggunakan etanol 95% sebanyak 6L pada suhu ruang selama 4 hari. Ekstraksi diulang hingga warna pelarut menjadi pudar dan tidak pekat. Pelarut diuapkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 45OC. Ekstrak kasar di drying menggunakan oven pada suhu 600C hingga mencapai bobot konstan (Lim et al., 2012). Secara tradisional keji beling digunakan dalam bentuk tanaman segar, simplisia dan serbuk. Dengan cara direbus yaitu daun segar sebanyak 25-50 gram direbus dengan 2 gelas air bersih sebanyak 15 menit, setelah dingin disaring kemudian diminum airnya, dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari. Dalam

bentuk simplisia digunakan 5-10 gram dan dimasukkan ke dalam 1 gelas air mendidih dan ditutup, setelah dingin baru diminum, dilakukan pagi dan sore hari. Untuk serbuk digunakan 5-10 gram serbuk yang dicampur dengan air mendidih dan diminum dua kali sehari. Keamanan Pemberian ekstrak etanol daun keji beling selama 14 hari pada dosis 150 mg/kg hingga 600 mg/kg terbukti aman tanpa mempengaruhi kerja hati dan ginjal pada tikus betina. Produk

Brand:: Product Code:: Komposisi:

Kimia Farma G Per 30 mL ekstrak daun strobilanthus crispus yang setara dengan bubuk daun kering 0,3 g, ekstrak daun sonchus arvensis yang setara dengan bubuk daun kering 3 g.

Indikasi: Dosis:

Nyeri kolik karena batu ginjal atau urin. Terapi: 30 mL 3-4 x/hari. Profilaksis: 30 mL/hari.

Kemasan: Price:

Eliksir 300 mL x 1 Rp. 27,200

Monitoring dan Efektifitas Frekuensi BAK menurun Rasa terbakar saat BAK berkurang Gejala disuria, nocturia, dan groos hematuria menurun gejalanya Urin jernih

KIE Selama penggunaan terapi konvensional atau fitoterapi, lalukan konsultasi secara berkala Jika ada gejala yang mengkhawatirkan segera konsultasikan Penggunaan herbal batugin dengan tepat dan sesuai dosis, efek samping jarang terjadi Dianjurkan banyak minum air putih selama pengobatan

BAB III DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah. EGC: Jakarta Dipiro, Joseph T (editor), 2005, Pharmacotherapy: A Pathophisiology approach, 3 rd edition, McGraw Hill, New York. Hossain, Amzad. Rahman Mizanur. 2011. Isolation and characterisation of flavonoids from the leaves of medicinal plant Orthosiphon stamineus. Natural Product Chemistry Lab , Malaysia Koay Y.C., Wong K.C., Osman H., Eldeen I.M.S and Asmawi M.S. 2013. Chemical Constituents and Biological Activities of Strobilanthes crispus L. Rec. Nat. Prod. ,Vol.7:59-64 Lim K.T, Lim V., Chin J.H. 2012. Subacute oral toxicity study of ethanolic leaves extracts of Strobilanthes crispus in rats. Asian Pac J Trop Biomed, Vol. 2(12): 948952. Shibuya, T. Bohgaki, T. Matsubara, M. Watari, K. Ohashi, I. Kitagawa, Chemical and Pharmaceutical Bulletin, 47 (1999), pp. 695701 Sumaryono, P. Proksch, V. wray, L. Witte, T. Hartmann, Planta Medica, 57 (1991), pp. 176181 Tezuka, P. Stampoulis, A.H. Banskota, S. Awale, K.Q. Tran, I. Saik, S. Kadota, Chemical and Pharmaceutical Bulletin, 48 (11) (2000), pp. 17111719 Soenanto, H dan Sri Kuncoro, 2005, Herbal for Medicine , Puspa Swara, Jakarta, 710.

Anda mungkin juga menyukai