Anda di halaman 1dari 38

Lab/SMF Ilmu Farmasi/Farmakoterapi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

Case Report

Varises Esofagus

Disusun oleh Ripandi Yuspa 05.48844.00245.09

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Lab/SMF Ilmu Farmasi/Farmakoterapi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman 2011

BAB I PENDAHULUAN

Perdarahan akut Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salahsatu penyakit yang sering dijumpai di bagian gawat darurat rumah sakit. Sebahagian besar pasien dating dalam keadaan stabil dan sebahagian lainnya datang dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan yang cepat dan tepat. Kejadian perdarahan akut saluran cerna ini tidak hanya terjadi diluar rumah sakit saja namun dapat pula terjadi pada pasien-pasien yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit terutama di ruang perawatan intensif dengan mortalitas yang cukup tinggi. Selain itu perdarahan akut SCBA sering menyertai penyakit-penyakit lainnya seperti trauma kapitis, stroke, luka bakar yang luas, sepsis ,renjatan dan gangguan hemostasis.

BAB II TINJAUAN KASUS Presentasi Kasus Farmakologi Klinik RSUD AWS-FK Unmul Tanggal: 26 Mei 2011

I.

Identitas pasien Nama Usia BB No. register Pekerjaan : Tn.MS : 53 Tahun : 74 Kg : 11.02.10.89 : Tidak Bekerja P / L Tanggal Pemeriksaan:26-5-2011 Dokter yang memeriksa :dr. Sp.PD

II.

Anamnesis (Subyektif)

Keluhan Utama : Muntah darah dan BAB hitam Riwayat Penyakit Sekarang : Muntah darah dialami pasien sejak 10 hari yang lalu, muntah darah awalnya berwarna hitam seperti petis, jumlah muntah darah tidak diketahui pasien, pasien segera dirawat di RS. Muntah darah kemudian diikuti BAB warna hitam seperti petis dan tidak ada ampas. Selama dirawat di RS keadaan tidak membaik. Karena muntah darah masih berlangsung, kemudian pasien dipindahkan ke RSUD AWS untuk pemeriksaan dan penanganan yang lebih lanjut yang lebih lanjut. Selain muntah dan BAB berdarah, sebelumnya pasien sering mengalami nyeri ulu hati seperti terbakar, dan perut kembung. Riwayat penyakit dahulu : Riwayat hipertensi (-) Riwayat penyakit jantung (-), stroke (-), ginjal (-), DM (-) Riwayat sakit maag sejak 1 tahun ini. Riwayat kebiasaan : Riwayat sering mengkonsumsi minuman kopi selama 5 tahun ini. Riwayat sering meminum obat pegel linu sejak 1 tahun ini Riwayat kebiasaan lupa makan

III. Pemeriksaan Fisik (Obyektif) Keadaan umum : tampak sakit sedang Vital Sign: TD = 100/70 Nadi = 84x/i Kesadaran: CM (kompos mentis) RR = 20x/i Temp = 36,90C GCS= E4M6V5

Kepala & Leher: anemia (+/+), Ikterus (-/-), sianosis (-/-), Pembesaran KGB (-) Thorax : Pulmo :Vesikular, Rhonki (-/-) di basal paru, Wheezing (-/-) Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur(-), gallop (-) Abdomen: cembung, soefl, H/L/G tidak teraba, NT abdomen (-), timpani, shifting dullness (-), asites (-), BU (+) kesan normal. Ekstremitas superior : akral hangat, odem (-/-) Ekstremitas inferior : akral hangat, odem (-/-)

IV. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hb Hct Leu Plt GDS Ureum Kreatinin Na K Cl

26-5-2011 7,1 21,3 6.200 166.000 161 28 0,6 130 3 105

V.

Diagnosa (assessment) Diagnosis : Hematemesis melena et causa suspek gastritis erosiva

VI. Terapi (plan) a. IVFD RL 20 tpm b. Ranitidin inj 2 x 1 amp c. Asam Traneksamat inj 3 x 1 gram d. Sukralfat Sirup 4xC I e. Transfusi PRC 1 kolf/hari

VII. Masalah yang akan dibahas a. Dosis penggunaan obat-obatan pada kasus ini b. Rasionalisasi pengobatan pada kasus ini c. Interaksi obat-obat yang digunakan pada kasus ini

Observasi :

Tanggal Subjektif / Objektif 26 Mei 2011

Assesment/ Planning

S : mual (-), muntah (-), nyeri P : IVFD RL 20 tpm ulu hati (+),kembung (+) BAB hitam (+), badan lemas (+) O : CM, TD 120/80, N 84x/i, RR 20x/i, T 36,9 C, anemis (+/+)
0

Ranitidin inj 2x1 amp Asam Traneksamat inj 1gr/8jam Sukralfat Syr 4xC I Transfusi PRC 1 kolf Rencana gastroskopi

17.00 CM, TD 100/70, N 84x/i, RR 20x/i, T 36,90C , anemis (+/+) A : Hematemesis melena et

causa suspek gastritis Erosive 27 Mei 2011 S : BAB hitam (+), nafsu makan P : Omeprazol infuse 1x/hari menurun O : CM, TD 110/80, N 80x/I, RR 20 x/I, T 360C, anemis (+/+), ikt (-/-), soefl, distensi (-) A : Hematemesis melena et Asam Traneksamat 1 gr/8 jam Vit K 1 ampl/12 jam Evaluasi vital sign Tunggu hasil Hb (siap PRC 1 kolf) Persiapan Gastroscopy

causa suspek gastritis Erosive Observasi 13.30 TD: 90/60 mmHg, N: 80x (carotis), RR: 28x/i 14.30 360C 15.30 TD: 80/50 mmHg, N: Co Sp.PD : PRC 2 kolf, dilanjutkan RL 100x, RR: 24x/I, T: 37,20C, Rh 14 tpm (-/-), Wh (-/-), an (+/+), ikt (-/-) Hb : 5,2 HCT : 15% Leukosit : 11.500 Thrombosit: 216.000 16.30 TD: 90/50 mmHg, N: 100x, RR: 24x/I, T: 36,90C GDS : 165 Ur : 41,5 Cr : 1,2 Produksi urin : 75 cc/jam 18.00 TD: 80/50 mmHg, N: 104x, RR: 24x/I, T: 36,90C, an (+/+), ikt (-/-), rh (-/-), wh (-/-) 19.00 TD: 80/50 mmHg, N: 104x, RR: 24x/I, T: 37,10C, an Cek DL 1 jam post transfuse TD: 90/60 mmHg, N: HES 14 tpm

100x (carotis), RR: 28x/I, T:

(+/+), ikt (-/-) 20.30 TD: 80/50 mmHg, N: 104x, RR: 24x/I, T: 37,20C, an (+/+), ikt (-/-), rh (-/-), wh (-/-) 21.30 TD: 90/50 mmHg, N: 104x, RR: 22x/I, T: 37,20C, an (+/+), ikt (-/-) 23.00 TD: 100/60 mmHg, N: Transfuse PRC 2 kolf selesai 96x/i, RR: 22x/I, T: 36,90C, an (+/+), ikt (-/-), rh (-/-), wh (-/-) 00.30 TD: 90/60 mmHg, N: 98x/i, RR: 20x/I, T: 37,10C 02.00 TD: 90/50 mmHg, N: 104x/i, RR: 20x/I, T: 37,30C 03.30 TD: 90/50 mmHg, N: 108x/i, RR: 20x/I, T: 37,10C 04.30 TD: 100/60 mmHg, N: Cek ulang DL 110x/i, RR: 22x/I, T: 36,90C 28 Mei 2011 S : BAB hitam 1x, Nyeri ulu hati O : CM, TD: 100/70 mmHg, N: 90x/i, RR: 20x/i, T: 36 C, an Hb: 6,9 (+/+), ikt (-/-), NTE (+) A : Varises Esofagus Pertahankan Hb 8, cek Hb besok pagi Observasi 16.00 36,80C 21.30 36,80C E4V5M6 TD: 110/70 E4V5M6 TD: 100/70
0

P : Transfuse PRC 2 kolf Propanolol 2x10mg RL 20 tpm Omeprazol infuse 1x/hr besok stop

mmHg, N: 88x/i, RR: 24x/i, T

mmHg, N: 84x/i, RR: 22x/i, T

24.00 36,80C 30 Mei 2011

E4V5M6 TD: 120/80

mmHg, N: 88x/i, RR: 22x/i, T

S : BAB hitam (+), Nyeri ulu P : hati (+), muntah (-), ascites (+) O : CM, TD: 100/60 mmHg, N: 78x/i, RR: 22x/i, T: 36,80C, an (+/+), ikt (-/-), NTE (+), Rh (-/-), Wh (-/-) A : Varises Esofagus Lab tgl 28 mei 2011 Hb : 6,9 HCT : 20,3% Leukosit : 6.800 Thrombosit: 101.000 Ur : 54,2 Cr : 1,0 Infus angkat iv line saja As. Traneksamat 1gr /12 jam Vit K 1 ampl/12jam Omeprazole infuse stop Transfuse stop Post ligasi endoscopi Puasa 4 jam Diet cair 1x24jam Diet bubur saring 3x24jam Diet bubur biasa 3x24jam

Cek Hb besok

31 Mei 2011

S : BAB hitam (+), Nyeri ulu P: hati (+), muntah (-), Ascites (+) O : CM, TD: 100/60 mmHg, N: 76x/i, RR: 22x/i, T: 36,4 C, an (+/+), ikt (+/+), NTE (+) A : Varises Esofagus
0

IV line saja Asam Traneksamat 1gr/12 jam Vit K injeksi 1 ampl/12 jam Ranitidin inj 2x1 amp Inpepsa sirup 4xCI Propanolol 2x5mg Spironolakton 100mg 1-0-0 Diet cair

1 Juni 2011

S : BAB hitam (+), Nyeri ulu P : hati (-), muntah (-), Ascites (+) O : CM, TD: 100/60 mmHg, N: 76x/i, RR: 20x/i, T: 36,40C, an (+/+), ikt (+/+), NTE (-) IV line saja Asam Traneksamat 1gr/12 jam Vit K injeksi 1 ampl/12 jam Ranitidin inj 2x1 amp

A : Varises Esofagus

Inpepsa sirup 4xCI stop Propanolol 2x5mg Spironolakton 100mg 1-1-0 Diet bubur saring

1 Juni 2011

S : BAB hitam (+), Nyeri ulu P : hati (-), muntah (-), Ascites (+) O : CM, TD: 100/60 mmHg, N: 76x/i, RR: 20x/i, T: 36,40C, an (+/+), ikt (+/+), NTE (-) A : Varises Esofagus IV line saja Asam Traneksamat 1gr/12 jam Vit K injeksi 1 ampl/12 jam Ranitidin inj 2x1 amp Inpepsa sirup 4xCI stop Propanolol 2x5mg Spironolakton 100mg 1-1-0 Diet bubur saring

2 Juni 2011

S : BAB hitam (+), Nyeri ulu P : hati (-), mual (-), muntah (-), Ascites (+) O : CM, TD: 100/70 mmHg, N: 78x/i, RR: 20x/i, T: 36,70C, an (+/+), ikt (+/+), NTE (-) A : Varises Esofagus IV line saja Asam Traneksamat 1gr/12 jam Vit K injeksi 1 ampl/12 jam Ranitidin inj 2x1 amp Inpepsa sirup 4xCI stop Propanolol 2x5mg Spironolakton 100mg 1-1-0 Diet bubur saring Sabtu cek Hb anti HCV

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Varises Esofagus 1. Epidemiologi Di negara barat insidensi perdarahan akut SCBA mencapai 100 per 100.000 penduduk/tahun, laki-laki lebih banyak dari wanita.Insidensi ini meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Di Indonesia kejadian yang sebenarnya di populasi tidak diketahui. Dari catatan medik pasien-pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam RS Hasan Sadikin Bandung pada tahun 1996-1998,pasien yang dirawat karena perdarahan SCBA sebesar 2,5% - 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam. Berbeda dengan di negera barat dimana perdarahan karena tukak peptik menempati urutan terbanyak maka di Indonesia perdarahan karena ruptura varises gastroesofagei merupakan penyebab tersering yaitu sekitar 50-60%, gastritis erosiva hemoragika sekitar 25-30%,tukak peptik sekitar 10-15% dan karena sebab lainnya < 5%.Kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa perdarahan yang terjadi karena pemakaian jamu rematik menempati urutan terbanyak sebagai penyebab perdarahan SCBA yang datang ke UGD RS Hasan Sadikin. Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi yaitu sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa mencapai 60% sedangkan kematian pada perdarahan non varises sekitar 9-12%. Sebahagian besar penderita perdarahan SCBA meninggal bukan karena perdarahannya itu sendiri melainkan karena penyakit lain yang ada secara bersamaan seperti penyakit gagal ginjal, stroke, penyakit jantung, penyakit hati kronis, pneumonia dan sepsis.

2. Presentasi klinis Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering mengalami perdarahan. Dari seluruh kasus perdarahan saluran cerna sekitar 80% sumber perdarahannya berasal dari esofagus,gaster dan duodenum. Penampilan klinis pasien dapat berupa Hematemesis : Muntah darah berwarna hitam seperti bubuk kopi

Melena : Buang air besar berwarna hitam seperti ter atau aspal Hematemesis dan melena Hematoskezia :Buang air besar berwarna merah marun, biasanya dijumpai pada pasienpasien dengan perdarahan masif dimana transit time dalam usus yang pendek Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah sinkope, instabilitas

hemodinamik karena hipovolemik dan gambaran klinis dari komorbid seperti penyakit hati kronis, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal dsb. 3. Pendekatan diagnosis Seperti dalam menghadapi pasien-pasien gawat darurat lainnya dimana dalam melaksanakan prosedur diagnosis tidak harus selalu melakukan anamnesis yang sangat cermat dan pemeriksaan fisik yang sangat detil, dalam hal ini yang diutamakan adalah penanganan A - B C ( Airway Breathing Circulation ) terlebih dahulu. Bila pasien dalam keadaan tidak stabil yang didahulukan adalah resusitasi ABC. Setelah keadaan pasien cukup stabil maka dapat dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih seksama. Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah riwayat penyakit hati kronis, riwayat dispepsia,riwayat mengkonsumsi NSAID,obat rematik,alkohol,jamu jamuan,obat untuk penyakit jantung,obat stroke. Kemudian ditanya riwayat penyakit ginjal,riwayat penyakit paru dan adanya perdarahan ditempat lainnya. Riwayat muntah-muntah sebelum terjadinya hematemesis sangat mendukung kemungkinan adanya sindroma Mallory Weiss. Dalam pemeriksaan fisik yang pertama harus dilakukan adalah penilaian ABC,pasienpasien dengan hematemesis yang masif dapat mengalami aspirasi atau sumbatan jalan nafas, hal ini sering ini sering dijumpai pada pasien usia tua dan pasien yang mengalami penurunan kesadaran. Khusus untuk penilaian hemodinamik(keadaan sirkulasi) perlu dilakukan evaluasi jumlah perdarahan. 1. Perdarahan < 8% hemodinamik stabil 2. Perdarahan 8%-15% hipotensi ortostatik 3. Perdarahan 15-25% renjatan (shock) 4. Perdarahan 25%-40% renjatan + penurunan kesadaran 5. Perdarahan >40% moribund

Pemeriksaan fisik lainnya yang penting yitau mencari stigmata penyakit hati kronis( kterus,spider nevi, asites, splenomegali, eritema palmaris, edema tungkai),masa abdomen,nyeri abdomen,rangsangan peritoneum, penyakit paru, penyakit jantung,penyakit rematik dll. Pemeriksaan yang tidak boleh dilupakan adalah colok dubur.Warna feses ini mempunyai nilai prognostik Dalam prosedur diagnosis ini penting melihat aspirat dari Naso Gastric Tube (NGT).Aspirat berwarna putih keruh menandakan perdarahan tidak aktif,aspirat berwarna merah marun menandakan perdarahan masif sangat mungkin perdarahan arteri.Seperti halnya warna feses maka warna aspiratpun dapat memprediksi mortalitas pasien. Walaupun demikian pada sekitar 30% pasien dengan perdarahan tukak duodeni ditemukan adanya aspirat yang jernih pada NGT. Dalam prosedur diagnostik ini perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang. Antara lain laboratorium darah lengkap, faal hemostasis, faal hati, faal ginjal ,gula darah ,elektrolit , golongan darah,R dada dan elektrokardiografi. Dalam prosedur diagnosis ini pemeriksaan endoskopi merupakan gold standard. Tindakan endoskopi selain untuk diagnostik dapat dipakai pula untuk terapi. Prosedur ini tidak perlu dilakukan segera( bukan prosedur emergensi), dapat dilakukan dalam kurun waktu 12 - 24 jam setelah pasien masuk dan keadaan hemodinamik stabil . Tidak ada keuntungan yang nyata bila endoskopi dilakukan dalam keadaan darurat. Dengan pemeriksaan endoskopi ini lebih dari 95% pasienpasien dengan hemetemesis, melena atau hematemesis melena dapat ditentukan lokasi perdarahan dan penyebab perdarahannya. Lokasi dan sumber perdarahan 1. Esofagus :Varises,erosi,ulkus,tumor 2. Gaster kongestif 3. Duodenum :Ulkus,erosi,tumor,divertikulitis Untuk kepentingan klinik biasanya dibedakan perdarahan karena ruptur varises dan perdarahan bukan karena ruptur varises (variceal bleeding dan non variceal bleeding). :Erosi,ulkus,tumor,polip,angiodisplasia,Dilafeuy,varises,gastropati

Identifikasi varises biasanya memakai cara red whale marking. Yaitu dengan menentukan besarnya varises(F1-F2-F3), jumlah kolom(sesuai jam), lokasi di esofagus(Lm,Li,Lg) dan warna ( biru,cherry red,hematocystic). Untuk ulkus memakai kriteria Forrest. 1. Forrest Ia :Tukak dengan perdarahan aktif dari arteri 2. Forrest Ib :Tukak dengan perdarahan aktif berupa oozing 3. Forrest IIa :Tukak dengan visible vessel 4. Forrest IIb :Tukak dengan ada klot diatasnya yang sulit dilepas 5. Forrest IIc :Tukak dengan klot diatasnya yang dapat dilepas 6. Forrest III :Tukak dengan dasar putih tanpa klot.

Pada beberapa keadaan dimana pemeriksaan endoskopi tidak dapat dilakukan, pemeriksaan dengan kontras barium (OMD) mungkin dapat membantu. Untuk pasien yang tidak mungkin dilakukan endoskopi dapat dilakukan pemeriksaan dengan angiografi atau skintigrafi. Hasil pemeriksaan endoskopi untuk pasien-pasien perdaahan non varises mempunyai nilai prognostik. Dengan menganalisis semua data yang ada dapat dteintukan strategi penanganan yang lebih adekwat. Dari berbagai pemeriksaan diatas harus dilakukan pemilahan pasien apakah berada pada kelompok risiko tinggi atau bukan

4. Pengelolaan pasien Pengelolaan pasien dengan perdarahan akut SCBA meliputi tindakan umum dan tindakan khusus . Tindakan umum: Tindakan umum terhadap pasien diutamakan untuk ABC. Terhadap pasien yang stabil setelah pemeriksaan dianggap memadai,pasien dapat segera dirawat untuk terapi lanjutan atau persiapan endoskopi. Untuk pasien-pasien risiko tinggi perlu tindakan lebih agresif seperti: 1. Pemasangan IV line paling sedikit 2 dengan jarum(kateter) yang besar minimal no 18. Hal ini penting untuk keperluan transfusi. Dianjurkan pemasangan CVP 2. Oksigen sungkup/ kanula.Bila ada gangguan A-B perlu dipasang ETT 3. Mencatat intake output,harus dipasang kateter urine 4. Memonitor Tekanan darah, Nadi,saturasi oksigen dan keadaan lainnya sesuai dengan komorbid yang ada. 5. Melakukan bilas lambung agar mempermudah dalam tindakan endoskopi

Dalam melaksanakan tindakan umum ini,terhadap pasien dapat diberikan terapi 1. Transfusi untuk mempertahankan hematokrit > 25% 2. Pemberian vitamin K

3. Obat penekan sintesa asam lambung (PPI) 4. Terapi lainnya sesuai dengan komorbid

Terhadap pasien yang diduga kuat karena ruptura varises gastroesofageal dapat diberikano oktreotid bolus 50 g dilanjutkan dengan drip 50 g tiap 4 jam. Sebagian besar pasien dengan perdarahan SCBA dapat berhenti sendiri, tetapi pada 20% dapat berlanjut. Walaupun sudah dilakukan terapi endoskopi pasien dapat mengalami perdarahan ulang. Oleh karena itu perlu dilakuka assessmen yang lebih akurat untuk memprediksi perdarahan ulang dan mortalitas.

Dalam hal ini tampak bahwa makin tinggi skor makin tinggi risiko perdarahan ulang dan mortalitasnya. Untuk pasien dengan skor > 4 harus dilakukan penanganan secara tim dengan melibatkan penyakit dalam,bedah,ICU,radiologi dan

Laboratorium. Terapi khusus Varises gastroesofageal 1. Terapi medikamentosa dengan obat vasoaktif. o Otreotid o Somatostatin o Glipressin (Terlipressin) 2. Terapi mekanik dengan balon Sengstaken Blackmore atau Minesota 3. Terapi endoskopi o Skleroterapi o Ligasi 4. Terapi secara radiologik dengan pemasangan TIPS( Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunting) dan Perkutaneus obliterasi spleno porta. 5. Terapi pembedahan o Shunting o Transeksi esofagus + devaskularisasi + splenektomi o Devaskularisasi + splenektomi

Outcome pasien ruptura varises gastroesofageal sangat bergantung pada berbagai factor antara lain: Beratnya penyakit hati (Kriteria Child-Pugh) Ada tidak adanya varises gaster, walupun disebutkan dapat diatasi dengan semacam glue(histoakrilat) Komorbid yang lain seperti ensefalopati,koagulopati, hepato renal sindrom dan infeksi

Tukak peptik 1. Terapi medikamentosa o PPI o Obat vasoaktif 2. Terapi endoskopi o Injeksi (adrenalin-saline, sklerosan,glue,etanol) o Termal (koagulasi, heatprobe,laser o Mekanik (hemoklip,stapler) 3. Terapi bedah

Untuk pasien-pasien yang dilakukan terapi non bedah perlu dimonitor akan kemungkinan perdarahan ulang. Second look endoscopy masih kontroversi

Realimentasi bergantung pada hasil endoskopi. Pasien-pasien bukan risiko tinggi dapat diberikan diit segera setelah endoskopi sedangkan pasien dengan risiko tinggi perlu puasa antara 24-48 jam , kemudian baru diberikan makanan secara bertahap.

Pencegahan perdarahan ulang Varises esofagus 1. Terapi medik dengan betabloker nonselektif 2. Terapi endoskopi dengan skleroterapi atau ligasi

Tukak peptik 1. Tukak gaster PPI selama 8-12 minggu dan tukak duodeni PPI 6-8 minggu. Bila ada infeksi helicobacter pilory perlu dieradikasi 2. Bila pasien memerlukan NSAID,diganti dulu dengan analgetik dan kemudian dipilih NSAID selektif(non selektif?) + PPI atau misoprostol

Memulangkan pasien Sebagian besar pasien umumnya pulang pada hari ke 1 4 perawatan. Adanya perdarahan ulang atau komorbid sering memperpanjang masa perawatan. Apabila tidak ada komplikasi, perdarahan telah berhenti dan hemodinamik stabil serta risiko perdarahan ulang rendah pasien dapat dipulangkan . Pasien biasanya pulang dalam

keadaan anemis, karena itu selain obat untuk mencegah perdarahan ulang perlu ditambahkan preparat Fe.

B. Tinjauan Farmakologis 1. IVFD Ringer Laktat 1.Indikasi, kontraindikasi, Efek samping obat2 i. Indikasi : Digunakan untuk koreksi gangguan homeostasis cairan dan elektrolit. Kontraindikasi : Hipernatremia, hiperkalemia, hiperhidrasi, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, asidosis laktat. ii. Efek samping obat : Panas, infeksi pada tempat penyuntikan, trombosis vena atau flebitis, ekstravasasi.

2. IVFD HES 1. Indikasi, kontraindikasi, Efek samping obat2 i. Indikasi : subtitusi koloid, terapi dan pencegahan hipovolemia, syok karena perdarahan, infeksi (syok septic) Kontra indikasi : hiperhidrasi, alergi zat pati, hipervolemia, gangguan pembekuan darah, insufisiensi jantung berat, HD jangka panjang, hamil Efek samping obat : Panas, infeksi pada tempat penyuntikan, trombosis vena atau flebitis, ekstravasasi. ii. ESO : reaksi kulit, takikardia, penurunan TD, mual, sesak nafas, syok, kejang otot bronkus, atau uterus, henti jantung iii. Dosis: disesuaikan dengan volume darah yang hilang dan nilai hematokrit s.d 20 ml/kgBB/hr.

3. Ranitidin3,4,5 1. Farmakodinamik: menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel, menduduki reseptor H2 di sel parietal sehingga menghambat sekresi asam lambung dan pepsin. 2. Farmakokinetik Ranitidin diberikan dalam bentuk injeksi IV.

i. Absorbsi: cepat dan baik tidak dipengaruhi makanan, bioavailabilitas 50-60%, konsentrasi puncak pada plasma 2-3 jam setelah pemberian per oral. Diabsorbsi secara cepat dengan pemberian IM dengan konsentrasi puncak plasma didapatkan setelah 15 menit. ii. Distribusi : terikat secara lemah pada protein plasma yaitu sekitar 15%, melewati barier otak dan plasenta, serta didistribusikan ke dalam ASI. iii. Metabolisme: hepar iv. Ekskresi: ginjal. T = 2-3 jam, meningkat pada gangguan ginjal. Sebagian kecil melalui feses. 3. Indikasi, kontraindikasi, Efek samping obat i. Indikasi: peptic ulcer, GERD, refluks esofagitis, sindroma dispepsia, sindroma zolinger Ellison. ii. Peringatan : gangguan fungsi hepar dan ginjal dosis dikurangi. Pada ganguan ginjal, T meningkat hingga 4-8 jam. Pada dengan LFG < 20 ml/menit direkomendasikan untuk pemberian ranitidin sebesar separuh dari dosis lazim. Sedangkan di UK, dosis ranitidin pada pasien dengan gangguan ginjal berat yaitu 150 mg/hari pada pemberian oral, dan 25 mg/hari pada pemberian parenteral. Efek samping obat: pusing, rash, sakit kepala, konstipasi. Interaksi obat mengganggu kerja obat yang membutuhkan suasana asam karena kerjanya menurunkan asam lambung. Cisapride mempercepat kadar puncak plasma dari ranitidin Dosis dan sediaan Tukak lambung, duodenum dan refluk esofagitis, sehari 2 kali 1 tablet atau dosis tunggal 2 tablet menjelang tidur malam, selama 4 8 minggu. Untuk hipersekresi patologis, sehari 2 3 kali 1 tablet. Bila keadaan parah dosis dapat ditingkatkan sampai 6 tablet sehari dalam dosis terbagi. Dosis pemeliharaan sehari 1 tablet pada malam hari. Terapi parenteral: Diberikan i.m. atau i.v. atau infus secara perlahan atau intermiten untuk penderita rawat inap dengan kondisi hipersekretori patologik atau tukak usus dua belas jari yang tidak sembuh-sembuh, atau bila terapi oral tidak memungkinkan. Dosis dewasa : Injeksi i.m. atau i.v. intermiten : 50 mg

setiap 6-8 jam. Jika diperlukan, obat dapat diberikan lebih sering, dosis tidak boleh melebihi 400 mg sehari. Injeksi secara i.m.: tidak perlu diencerkan, injeksi i.v. intermiten: 50 mg ranitidine tiap 6-8 jam diencerkan dengan larutan natrium klorida 0,9 % atau larutan i.v. lain yang cocok sampai didapat konsentrasi tidak lebih besar dari 2,5 mg/ml (total volume 20 ml) dan kecepatan injeksi tidak melebihi 4 ml per menit (waktu seluruhnya tidak kurang dari 5 menit).

Sediaan : tablet salut selaput 150 mg, injeksi 50 mg/2ml

4. Penghambat Proton Inhibitor Penghambat pompa proton merupakan penghambat sekresi asam lambung yang lebih kuat dari AH2. Obat ini bekerja di proses terakhir produksi asam lambung lebih distal dari AMP3. Contoh obat ini adalah Omeprazole (OMZ) 1. Mekanisme kerja: Berikatan irreversibel dan inhibisi nonkompetitif dengan H+/K+-ATPase (proton pump) pada sel parietal yang menghambat sekresi ion H+ ke dalam lumen lambung.3 Lebih dari 90% menghambat sekresi asam lambung baik basal maupun yang distimulasi oleh makanan.3 2. Farmakokinetik A : cepat di GIT (usus halus), kadar puncak dicapai setelah 0,5-3,5 jam. Bioavailibilitas 30-40% D : Ikatan protein 99%. Bersifat basa lemah yang lipofilik sehinga cepat difusi melewati membran lipid menuju kanalikuli sel parietal lambung. M : di hepar. Metabolitnya : hydroxymeprazole, carboxylic acid E : lewat urin dan feses T 0,5-1 jam3 3. Indikasi: Esofagitis erosif, GERD, ulkus duodenum aktif, ulkus gaster aktif3 4. Kontra Indikasi: Hipersensitivitas, wanita hamil, ibu menyusui3 5. Interaksi Obat: Mempengaruhi oksidasi obat dengan menghambat enzim P-450 yaitu obat : warfarin, fenitoin, diazepam, cyclosporine, digoxin, nifedipine, nimodipine,

nisoldipine, sehingga meningkatkan methotrexate dan fenitoin meningkat.4,5 6. Efek Samping:

konsentrasinya, Absorbsi obat glipizide,

glyburide, tolbutamide meningkat hingga potensial hipoglikemi, konsentrasi

Konsentrasi bakteri di lambung meningkat pada penggunaan lama,Vitamin B12 menurun karena absorbsinya perlu suasana asam, Sakit kepala (sering) Diare, nyeri perut, mual, pusing, asthenia, muntah, konstipasi, ISPA, nyeri punggung, rash, batuk.4,5 7. Perhatian Penggunaan: Gangguan hepar, hamil, laktasi4. 8. Bentuk Sediaan Obat dan Dosis Kapsul 10 mg (Losec), 20 mg (Omeprazol,Loklor), Vial 40 mg (Losec, OMZ)4 Dosis dewasa : per oral 20 mg/hari diberi 15-30 menit sebelum makan dpt dosis tunggal, ulkus gaster benign aktif dewasa per oral 40 mg/hari selama 4-8 minggu, Anak: > 2 tahun, berat badan > 20 kg, 20 mg/hari, > 2 tahun, berat badan < 20 kg, 10 mg/hari4,5. 5. Asam traneksamat5,6 1. Farmakodinamik Sebagai antiplasminik (menghambat aktivitas dari aktivator plasminogen dan plasmin) dan agen hemostatik (mencegah degradasi fibrin, pemecahan trombosit, peningkatan kerapuhan vaskular, pemecahan faktor koagulasi) 2. Farmakokinetik Absorbsi: diabsorbsi 30 50 % didalam gastrointestinal. Biovaibilitas tidak dipengaruhi dengan makanan. Distribusi : didistribusikan dapat melalui air susu, ikatan dengan protein sangat rendah (<3%), tidak berikatan dengan serum albumin Metabolisme : kurang dari 5% dimetabolisme di hepar. Ekskresi: primer diekskresikan melalui urin. T 2 jam. 3. ESO : Gangguan GI, mual, muntah, anoreksia, hipotensi pada pemberian IV cepat 4. Indikasi : untuk fibrinolisis lokal seperti, epistaksis, prostatektomi, konisasi serviks,perdarahan abnormal sesudah operasi, perdarahan sesudah operasi gigi pada penderita hemofilia.

5. Kontraindikasi : insufiensi ginjal, pada kasus hematuri karena gangguan parenkim renal beresiko terjadi intrarenal obstruksi, perdarahan sub arakhnoid karena meningkatkan oedem cerebri dan infark cerebri. 6. Interaksi obat : penggunaan anti-inhibitor koagulan komplek dapat meningkatkan resiko komplikasi trombotik, penggunaan bersama estrogen meningkatkan formasi trombus. 7. Dosis dan sediaan 1. Fibrinolisis lokal : oral 1-1,5 gram 2-3 x/hari, parenteral 500-1000 mg inj iv lambat 2-3 x/hari 2. Perdarahan abnormal sesudah operasi : oral 1 gram 3-4x/hari, mulai hari ke-4 pasca operasi sampai hematuri tidak tampak secara makroskopis 3. Sediaan : injeksi 250 mg/5ml, 500mg/5ml, tablet 500mg, kapsul 250 mg a. Sukralfat4,5 1. Farmakodinamik Senyawa aluminium sukrosa sulfat ini membentuk polimer mirip lem dalam suasana asam dan terikat pada jaringan nekrotik tukak secara selektif. Sukralfat hampir tidak diabsorpsi secara sistemik. Obat yang bekerja sebagai sawar terhadap HCL dan pepsin ini terutama efektif terhadap tukak duodenum. Karena suasana asam perlu untuk mengaktifkan obat ini, pemberian bersama AH2 atau antacid menurunkan bioavailibilitas. ii. Indikasi. Sukralfat sama efektifnya dengan simetidin untuk pengobatan tukak lambung, tukak duodenum dan gastritis kronis. Derajat kekambuhan ulkus lebihrendah setelah pemberian sukralfat. iii. ESO. Konstipasi, mulut kering iv. Perhatian. Gagal ginjal kronik, pasien dialysis, hamil, laktasi, anak v. Interaksi obat. Menurunkan absorpsi simetidin, siprofloksasin, digoksin,

ketokonazole, norfloksasin, fenitoin, ranitidine, tetrasiklin dan teofilin. vi. Dosis. Dewasa, untuk tukak duodenum dan tukak peptic 1 g, 4 kali sehari dalamkeadaan lambung kosong (1 jam sebelum makan), selama 4-8 minggu. vii. Sediaan. Suspensi 500 mg/ 5 ml

b. Vitamin K 1. Farmakodinamik Vitamin K merupakan suatu kofaktor enzim mikrosom hati yang penting untuk mengaktivasi precursor factor pembekuan darah, dengan mengubah residu asam glutamate dekat amino terminal tiap precursor menjadi residu -karboksilglutamil. Pembentukan asam amino baru yaitu -karboksilglutamat, memungkinkan protein tersebut mengikat ion Kalsium (Ca2+) dan selanjutnya dapat terikat pada permukaan fosfolipid. Hal inilah yang diperlukan untuk rangkaian tahapan selanjutnya untuk pembekuan darah. 2. Farmakokinetik A : melalui usus tergantung kelarutannya M : belum banyak diketahui 3. Indikasi Mencegah atau mengatasi perdarahan 4. Sediaan Vit K (menadion) drag 10 mg 3x1 drag/hari Injeksi 10 mg/ml dosis 5-10 mg IM/hari

c. Propranolol 1. Farmakodinamik Sebagai -Reseptor blocker. Memblok reseptor 1 dan 2 sehingga menurunkan frekuensi jantung & curah jantung, menurunkan pelepasan rennin, dan Bronkokontriksi melalui antagonis reseptor 2 2. Farmakokinetik A: diabsorbsi baik di GIT D: ikatan protein 93%, didistribusi luas M: di hepar E: terutama melalui urine T 3-5 jam 3. Indikasi

Hipertensi, angina pectoris, ansietas, takikardia, disaritmia jantung, kardiomiopati obstruktif hipertrofi dan tremor esensial, Terapi tambahan untuk tirotoksikosis dan feokromositoma profilaksis migren 4. Kontraindikasi Blok AV derajat 2 dan 3, syok kardiogenik, riwayat bronkospasme, asidosis metabolik 5. ESO Gangguan GI, kelemahan oto, lelah, jarang : bradikardia, paraestesi, trombositopeni, purpura, ruamm kulit. 6. Sediaan dan Dosis Paten:Tab10mg;40 mg Dosis:antiangina oral dws 3-4x10 mg dpt dinaikkan bertahap 3-7 hr.antiaritmia dws 4x10-20 mg Anak-anak 0.5-1 mg/kg dibagi 3-4 dosis, u/ mencegah takikardi supraventrikel Anti HT dws:2x40 mg, dpt 120-240 mg/hr

d. Spironolakton Spironolakton adalah suatu steroid sintetis yang bekerja sebagai antagonis kompetitif aldosteron pada kortek tubulus dan pada bagian akhir tubulus distal. Dosis spironolakton peroral 25 mg dapat diulang sampai 4 kali pemberian dalam 24 jam. 1. Farmakodinamik Diuretik hemat kalium yang mempengaruhi reabsorbsi natrium dengan cara kompetitif menginhibisi aktivitas aldosteron di tubules distalis, yang menstimulasi ekskresi natrium dan air serta meningkatkan retensi kalium. 2. Farmakokinetik i. Absorbsi :diabsorbsi baik di GIT, bioavailability 70%, absorbsi ditingkatkan oleh makanan. ii. Distribusi : Vd 0,05 l/kg, ikatan protein plasma > 98%. iii. Metabolisme : Menjadi cantreonat yang aktif dan metabolit lain di hepar. iv. Ekskresi : Ginjal. Waktu paruh T : 1,5 2 jam. 3. Indikasi, kontraindikasi dan efek samping i. Indikasi : hipertensi, edema.

ii. Kontraindikasi : gangguan fungsi ginjal, laktasi, hamil, anastesi, tua, gangguan fungsi hepar, DM, asidosis. iii. Efek samping : hiperkalemi (pada fungsi ginjal terganggu), hiponatremi, dehidrasi, hiperkalsiuri, ekskresi magnesium berkurang, asidosis hiperkloremik pada sirosis hepatic dekompensata, libido menurun, impotent, ginekomasti, gangguan menstruasi (efek anti androgen), gangguan GIT, sakit kepala, mengantuk, kebingungan, jarang : ataksia, urtikaria.3,4,5

BAB IV PEMBAHASAN DAN DISKUSI Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan penunjang pada pasien ini, maka pasien didiagnosa hematemesis melena et causa gastritis erosif. Terapi yang diberikan pada pasien ini dan penjelasan umum tentang rasionalitas terapi terdiri dari :

a. Terapi Balans cairan Tujuan pemberian cairan parenteral RL pada pasien ini : 1. menambah cairan tubuh, elektrolit, atau untuk memberi nutrisi. 2. menggantikan cairan tubuh 3. sebagai pembawa obat-obat lain. Pada pasien ini diberikan RL 20 tetes/ menit (1 tetes=0,5 ml). Berarti cairan infus akan habis dalam waktu + 8 jam. Penentuan kecepatan pemberian ini dilihat dari keadaan pasien. Karena keadaan pasien tidak menunjukkan tanda-tanda terjadi gangguan keseimbangan cairan maka cukup diberikan cairan infus RL dengan kecepatan 20 tetes/menit untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-batas fisiologis.

No

Teori Indikasi : sebagai terapi rumatan untuk mencegah

Kasus

Rasional Ya Tidak

1.

terjadinya dehidrasi, menambah cairan, elektrolir, dan nutrisi, Kontra indikasi

Sebagai terapi rumatan

2.

:hipernatremi, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, laktat asidosis

Tidak ada kontra indikasi pada pasien Sesuai kondisi penderita

3.

Dosis

ESO : panas, infeksi pada 4. tepat penyuntikan, thrombosis vena atau flebitis

Selain itu pasien juga diberikan HES untuk mengatasi hemodinamik yang tidak stabil dimana pasien jatuh pada kondisi dengan hemodinamik yang menurun. Yaitu saat tandatanda vital didapatkan TD 90/60, N 100x/i (carotis), RR 28x/I, T 360C. Berdasarkan tanda-tanda tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi defisit cairan sebanyak 6-8% ratarata 7% sesuai dengan dehidrasi tingkat sedang. Dengan jumlah defisit cairan sejumlah kira-kira 518 cc.8 No Teori Indikasi : subtitusi koloid, terapi dan pencegahan 1. hipovolemia, syok karena perdarahan, infeksi (syok septic) Kontra indikasi : hiperhidrasi, alergi zat pati, 2. hipervolemia, gangguan pembekuan darah, insufisiensi jantung berat, HD jangka panjang, hamil Terjadi ESO : reaksi kulit, takikardia, penurunan TD, 3. mual, sesak nafas, syok, kejang otot bronkus, atau uterus, henti jantung penurunan tekanan darah dengan administrasi HES selama 1 jam 4. Dosis: disesuaikan dengan Tidak Tidak ada kontra indikasi pada pasien Pencegahan hipovolemia Kasus Rasional Ya Tidak

volume darah yang hilang, yaitu sekitar 518 cc

disebutkan jumlah cairan yang diperlukan

b. Transfusi 8 Untuk pengobatan anemianya pasien harus dilakukan transfuse darah. Yang dipilih adalah PRC (Packed Red Cells) dan Whole Blood. Tujuan transfusi PRC dan Whole Blood adalah untuk menaikkan Hb pasien bedanya pada PRC tidak menaikkan volume darah secara nyata. Rumus transfuse PRC = (HB yg diharapkan HB sekarang) x BB x 3 Rumus transfuse Whole Blood = (HB yg diharapkan HB sekarang) x BB x 6 Tanggal 26 Mei 2011 (TD 120/80 hemodinamik baik dan Hb rendah, pilihan PRC) Kebutuhan PRC = (8 7,1) x 3 x 74 = 199 cc 1 kolf Dibutuhkan 1 kolf untuk memperbaiki kadar Hb Tanggal 27 Mei 2011 (TD 80/50 dengan Hb rendah dan hemodinamik menurun, pilihan Whole Blood), TD turun setelah administrasi HES Kebutuhan Whole Blood = (8 5,2) x 74 x 6 = 1243,2 cc 6 kolf Dibutuhkan 6 kolf untuk memperbaiki kadar Hb dan hemodinamik Tanggal 28 Mei 2011 (TD 100/70 hemodinamik baik dan Hb rendah, pilihan PRC) Kebutuhan PRC = (8 6,9) x 3 x 74 = 244,2 cc 1 kolf Dibutuhkan 1 kolf untuk memperbaiki kadar Hb No Teori Kasus Hb < 8 gr/dl 1. Indikasi transfusi : jika Hb <8 gr/dl Tgl 26 Hb 7,1 Tgl 27 Hb 5,2 Tgl 28 Hb 6,9 2. 3. 4. Tgl 26/5 1 kolf PRC Tgl 27/5 6 kolf whole blood Tgl 28/5 1 kolf PRC 1 kolf PRC 2 kolf PRC 2 kolf PRC Rasional Ya Tidak

Pemilihan transfuse berupa PRC dan Whole Blood untuk menaikkan disesuaikan dengan status hemodinamik pasien saat itu.

c. Ranitidin Pasien ini mendapat terapi ranitidin injeksi 50 mg/2ml iv dua kali sehari. Dosis untuk penggunaan ranitidin pada pasien ini sudah mencukupi. Ranitidin merupakan H2 Receptor Antagonis yang cukup efektif menurunkan asam lambung dan harganya murah. Pemilihan ranitidin sebagai indikasi terapi sudah tepat pada kasus ini. Selain itu obat lain yang dapat digunakan juga adalah golongan PPI. RASIONAL NO TEORI KASUS YA 1 Indikasi: pengobatan tukak lambung dan duodenum akut, refluks esofagitis, keadaan hipersekresi asam lambung patologis seperti pada sindroma Zollinger-Ellison 2 Dosis : dewasa Injeksi i.m. atau i.v. intermiten : 50 mg setiap 6-8 jam 3 Pemakaian : Injeksi i.v. intermiten: 50 mg ranitidine tiap 6-8 jam diencerkan dengan lar. NaCl 0,9 % atau larutan i.v. lain yang cocok sampai didapat konsentrasi tidak lebih besar dari 2,5 mg/ml (total volume Pengobatan gastritis erosive ataupun mencegah terjadinya stress ulcer dengan menurunkan sekresi asam lambung Pasien diberi inj. Ranitidin 50 mg/2mL 2x1 (iv) Pasien diberi inj. Ranitidin 50 mg/2mL 2x1 (iv) tanpa pengenceran TIDAK

20 ml) dan kec. Inj. tidak melebihi 4 ml per menit (waktu seluruhnya tidak kurang dari 5 menit). 4 ESO : Diare/konstipasi, nyeri otot, pusing, dan timbul ruam kulit, malaise, nausea

d. Omeprazole Pada pasien ini juga diberikan omeprazole dan pemberiannya tidak bersamaan dengan ranitidine atau hanya sebagai subtitusi. Dosis untuk penggunaan omeprazole pada pasien ini sudah mencukupi. Omeprazole merupakan Proton Pump Inhibitor yang lebih efektif menurunkan asam lambung dibandingkan dengan ranitidin. Pemilihan ompeprazole sebagai indikasi terapi sudah tepat pada kasus ini. Pemakaian obat ini dapat saling menggantikan dengan Ranitidin, karena indikasi pengobatan yang sama. Namun karena perbedaan harga yang signifikan dengan ranitidine membuat pemberian omeprazole menjadi tidak rasional

RASIONAL NO TEORI KASUS YA 1 Indikasi: pengobatan tukak lambung dan duodenum akut, refluks esofagitis, keadaan hipersekresi asam lambung patologis seperti pada sindroma Zollinger-Ellison 2 Dosis : dewasa infuse 40 mg 1x/hari Pengobatan gastritis erosive ataupun mencegah terjadinya stress ulcer dengan menurunkan sekresi asam lambung Pasien diberi inj. Omeprazole infuse 40 mg 1x/hari TIDAK

ESO : Diare/konstipasi, sakit kepala, urtikaria, pruritus, mulut kering, mual, timbul ruam kulit.

Harga beli obat mahal

Pasien kurang mampu

e. Asam traneksamat Pasien ini mendapat terapi asam traneksamat injeksi 3x500 mg iv. Dosis untuk penggunaan asam traneksamat adalah oral 1-1,5 gram 2-3 x/hari, parenteral 500-1000 mg inj iv lambat 2-3 x/hari. Pada pasien ini dosisnya sudah mencukupi. Asam traneksamat berfungsi sebagai agen hemostatik, di mana pasien ini terdapat perdarahan saluran cerna bagian atas berupa hematemesis dan melena. No Teori Indikasi : untuk mencegah fibrinolisis lokal seperti, epistaksis, 1. prostatektomi, Untuk Kasus Rasional Ya Tidak

konisasi serviks,perdarahan mencegah abnormal sesudah operasi, perkembangan perdarahan sesudah operasi perdarahan gigi pada penderita

hemofilia. Kontraindikasi : insufiensi ginjal, pada kasus hematuri karena gangguan parenkim 2. renal beresiko terjadi obstruksi, Tidak ada kontra indikasi pada penderita

intrarenal

perdarahan sub arakhnoid karena meningkatkan

oedem cerebri dan infark

cerebri. Dosis parenteral 500-1000 3. mg inj iv lambat 2-3 x/hari ESO : Gangguan GI, mual, muntah, 4. anoreksia, hipotensi pada pemberian IV cepat 3 x 500 mg IV

f. Sucralfat Pada pasien ini penggunaan sucralfat adalah 4 x 1,5 gr, sedangkan dosis yang dianjurkan 4 x 1 gr, sehingga dosis yang digunakan cenderung lebih besar dari anjuran. Interaksi obat tidak terjadi karena obat-obat lain yang diberikan tidak memiliki interaksi dengan sukralfat, kecuali ranitidine. Namun ranitidine diberikan secara parenteral sehingga obat langsung masuk pada distribusi tanpa melewati absorpsi. Indikasi pemberian sukralfat sudah benar untuk melindungi mukosa lambung serta membantu penyembuhan mukosa. No Teori Kasus Rasional Ya Tidak

Indikasi. pengobatan tukak Pengobatan lambung, tukak duodenum gastritis (curiga 1. dan gastritis kronis. Derajat tukak), ternyata ini kekambuhan ulkus pasien setelah menderita Varises pemberian sukralfat. esofagus lebihrendah Dosis. Dewasa, untuk tukak duodenum dan tukak peptic 1 g, 4 kali sehari dalam 2. keadaan lambung kosong (1 4 x 1,5 g jam sebelum makan),

selama 4-8 minggu.

ESO. Konstipasi, mulut 3. kering Interaksi obat. Menurunkan absorpsi siprofloksasin, 4. simetidin, digoksin,

ketokonazole, norfloksasin, fenitoin, ranitidine,

tetrasiklin dan teofilin.

e. Vitamin K Pada pasien ini penggunaan vit K adalah 1 amp (10 mg) /12 jam, sedangkan dosis yang dianjurkan adalah 10 mg/hari, sehingga dosis yang digunakan melebihi dari anjuran. Penggunaan vitamin K pada pasien ini sudah sesuai dengan indikasi, yaitu untuk mengatasi ataupun mengurangi perdarahan. No Teori Kasus Untuk mencegah perkembangan perdarahan 2. Dosis parenteral 10 mg/hari 10 mg/12jam (parenteral) parenteral Rasional Ya Tidak

Indikasi : Mencegah atau 1. mengatasi perdarahan

f. Propranolol Setelah dilakukan ligasi, pasien ini mendapat terapi propranolol 2 x 5 mg oral untuk mencegah terjadinya perdarahan ulang. Dosis untuk penggunaan propranolol pada varises esophagus dengan dosis awal untuk menurunkan tekanan darah vena porta adalah 2x20 mg selama tiga hari pertama kemudian dinaikkan hingga 2x40 mg. Pada

pasien ini dosisnya belum mencukupi. Sediaan obat propranolol adalah 10 mg dengan bentuk sediaan berupa tablet salut selaput No Teori Hipertensi, angina pectoris, ansietas, disaritmia kardiomiopati 1. hipertrofi dan takikardia, jantung, obstruktif tremor Menurunkan hipertensi porta Kasus Rasional Ya Tidak

esensial, Terapi tambahan untuk tirotoksikosis dan

feokromositoma profilaksis migren Kontraindikasi : Blok AV derajat 2. 2 dan 3, syok Tidak ada

kardiogenik, bronkospasme, metabolic

riwayat kontra indikasi asidosis pada penderita

Dosis oral awal untuk VE 3. adalah pertama ESO : Gangguan otot, : GI, lelah, 2x20mg 3 hari Oral 2x5mg

kelemahan 4. jarang paraestesi,

bradikardia, trombositopeni,

purpura, ruam kulit.

g. Spironolakton Pada pasien ini terjadi ascites, oleh karena perlu untuk dilakukan terapi untuk menanggulangi ascites. Spironolakton diberikan setelah dilakukan diet rendah garam. Dosis awal pemberian spironolakton untuk ascites adalah 100-200 mg/hari dan dapat

ditingktkan hingga 400-600mg/hari.7 Pada pasien ini masih diberikan pengobatan spironolakton 100 mg pada hari pertama pemberian (31/5), kemudian ditingkatkan menjadi 200 mg hari selanjutnya (1/6, 2/6, 3/6). Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa dosis pemberian sudah rasional. No 1. Teori Indikasi : hipertensi, edema. Kontraindikasi : gangguan 2. fungsi ginjal, laktasi, hamil, anastesi, tua, gangguan Kasus Ascites Tidak ada kontra indikasi pada penderita Dosis awal 100 Dosis oral awal untuk VE mg/hari, ditingkatkan adalah 100-200 mg/hari menjadi 200 mg/hr ESO : hiperkalemi (pada fungsi ginjal terganggu), dehidrasi, ekskresi berkurang, Rasional Ya Tidak

fungsi hepar, DM, asidosis.

3.

hiponatremi, hiperkalsiuri, magnesium

asidosis hiperkloremik pada sirosis dekompensata, 4. menurun, ginekomasti, menstruasi hepatic libido impotent, gangguan (efek anti

androgen), gangguan GIT, sakit kepala, mengantuk, jarang :

kebingungan, ataksia, urtikaria.

BAB IV PENUTUP

4.1. KESIMPULAN Pada kasus ini, pemilihan obat sudah benar namun terdapat beberapa obat untuk diperhatikan kembali dalam hal dosis, efek samping, serta interaksinya terhadap obat lain agar dapat memberikan hasil yang terbaik terhadap pasien.

4.2. SARAN 1. Sebagai dokter umum, diperlukan pemahaman yang baik mengenai tindakan pengobatan terhadap gastritis erosive. 2. Disamping pengobatan farmakologi, diperlukan pemahaman terhadap pengobatan non farmakologi pada tiap pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adi, P. 2007. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4 jilid I. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. Hal. 289-290. 2. Medical department divisi CN, 2000. Tanya jawab terapi cairan edisi 2. PT. Otsuka Indonesia. Jakarta. Hal. 4, 7, 22 3. Sukandar, Elin Y.,dkk. 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan. Hal.439440. 4. Syarif, Amir.dkk. 2008. Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal. 283, 524-525 5. MIMS, 2009. antiemetik. MIMS edisi Bahasa Indonesia, volume 10. Penerbit PT Bhuana ilmu popular (kelompok Gramedia). Jakarta. 6. Sweetman SC, ed. Electrolytes. In: Martindale: The Complete Drug Reference. 34th ed. London: Pharmaceutical Press; 2005. p. 1217-27, 1429-30 7. Fauci dkk. Harrisons Manual of Medicine. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2009. P 73 8. Leksana, Ery. Terapi Cairan dan Darah. Cermin Dunia Kedokteran. Jakartta : Kalbe Farma. 2010 Presentasi

Anda mungkin juga menyukai