Anda di halaman 1dari 17

A.

GEOGRAFI LINGKUNGAN DALAM RUANG LINGKUP GEOGRAFI


1. Pengertian Geografi dan Geografi Lingkungan
Sebelum mendefinisikan geografi lingkungan (environmental geography), sangat berguna untuk
memandang terlebih dulu konsep geografi secara umum. Salah satu kesalahan konsep yang
umum terjadi adalah memandang geografi sebagai studi yang sederhana tentang nama-nama
suatu tempat. Implikasi dari pemahaman seperti itu menyebakan terjadinya reduksi terhadap
hakekat geografi. Geografi menjadi pengetahuan untuk menghafalkan tempat-tempat dimuka
bumi, sehingga bidang ini menjadi kurang bermakna untuk kehidupan. Geografi sering juga
dipandanng identik dengan kartografi atau membuat peta. Dalam prakteknya sering terjadi para
geograf sangat trampil dalam membaca dan memahami peta, tetapi tidak tepat jika kegiatan
membuat peta sebagai profesinya.
Kata geografi berasal dari geo=bumi, dan graphein=mencitra. Ungkapan itu pertama kali disitir
oleh Eratosthenes yang mengemukakan kata geografika. Kata itu berakar dari geo=bumi dan
graphika=lukisan atau tulisan. Jadi kata geographika dalam bahasa Yunani, berarti lukisan
tentang bumi atau tulisan tentang bumi. Istilah geografi juga dikenal dalam berbagai bahasa,
seperti geography (Inggris), geographie (Prancis), die geographie/die erdkunde (Jerman),
geografie/ aardrijkskunde (Belanda) dan geographike (Yunani).
Bertahun-tahun manusia telah berusaha untuk mengenali lingkungan di permukaan bumi.
Pengenalan itu diawali dengan mengunjungi tempat-tempat secara langsung di muka bumi, dan
berikutnya menggunakan peralatan dan teknologi yang makin maju. Sejalan dengan pengenalan
itu pemikiran manusia tentang lingkungan terus berkembang, pengertian geografi juga
mengalami perubahan dan perkembangan. Pengertian geografi bukan sekedar tulisan tentang
bumi, tetapi telah menjadi ilmu pengetahuan tersendiri disamping bidang ilmu pengetahuan
lainnya. Geografi telah berkembang dari bentuk cerita tentang suatu wilayah dengan
penduduknya menjadi bidang ilmu pengetahuan yan memiliki obyek studi, metode, prinsip, dan
konsep-konsep sendiri sehingga mendapat tempat ditengah-tengah ilmu lainnya.
Berkaitan dengan kemajuan itu, konsep geografi juga mengalami perkembangan. Ekblaw dan
Mulkerne mengemukakan, bahwa geografi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari bumi
dan kehidupannnya, mempengaruhi pandangan hidup kita, makanan yang kita konsumsi, pakaian
yang kita gunakan, rumah yang kita huni dan tempat rekreasi yang kita nikmati.
Bintarto (1977) mengemukakan, bahwa geografi adalah ilmu pengetahuan yang mencitra,
menerangkan sifat bumi, menganalisis gejala alam dan penduduk serta mempelajari corak khas
mengenai kehidupan dan berusaha mencari fungsi dari unsur bumi dalam ruang dan waktu.
Hasil semlok peningkatan kualitas pengajaran geografi di Semarang (1988) merumuskan, bahwa
geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan
sudut pandang kewilayahan atau kelingkungan dalam konteks keruangan.
James mengemukakan geografi berkaitan dengan sistem keruangan, ruang yang menempati
permukaan bumi. Geografi selalu berkaiatan dengan hubungan timbal balik antara manusia dan
habitatnya.
Berdasarkan telaah terhadap konsep tersebut penulis berpendapat, bahwa geografi merupakan
studi yang mempelajari fenomena alam dan manusia dan keterkaitan keduanya di permukaan
bumi dengan menggunakan pendekatan keruangan, kelingkungan, dan kompleks wilayah. Dalam
pengertian itu beberapa aspek yang esensial, yaitu (1) adanya hubungan timbal balik antara unsur
alam dan manusia (reciprocal). (2) Hubungan itu dapat bersifat interelatif, interaktif, dan
intergratif sesuai dengan konteksnya. (3) cara memadang hubungan itu berisifat keruangan.
Berdasarkan konsep tersebut, studi Geografi bekaitan dengan pertanyaan-pertanyaan berikut ini.
Where is it?
Why is it there?
So what?
Dalam kata yang lain, Geografi mempelajari penyebaran keruangan dari sesuatu (bahasa,
kegiatan ekonomi, pencemaran, rote transportasi, tanah, iklim, dan dan fenomena lainnya) untuk
menemukan mengapa fenomena itu menyebar sebagaimana adanya. Geografi selanjutnya
mencoba untuk menggambarkan terjadinya distribusi itu, dan dengan pemahaman itu dapat
mengusulkan pemecahan masalah yang terjadi.
Preston James mencoba untuk memecahkan pertanyaan apakah geografi dengan memberikan
batasan geografi menjadi empat tradisi utama, yaitu:
1. The spatial tradition
Geographers have long been concerned with mapping and the spatial arrangement of
things. Some geographers were developing statistical methods to improve both the
description and analysis of such spatial patterns (James). Because this trend was not
without its critics, the James article is often seen as a fence-mending effort within the
discipline.
2. The area studies tradition
Geographers such as Reclus and Humboldt were famous for their exhaustive descriptions
of places. Even today, many geographers develop an expertise in the study of one or two
regions. Typically, geographers will learn the language or langauges spoken in the region
being studied and they will develop an understanding of both the natural physical features
and of the human activities and patterns. The goal is to become an expert on the region as
it is and to study specific problems or questions about the region.
3. The man-land tradition
Beginning with George Perkins Marsh in the middle of the nineteenth century,
geographers have sought to understand how the natural environment either determines or
constrains human behavior and how humans, in turn, modify the physical world around
them. Given the inherent sexism of this title, most geographers would now use the term
human-environment to describe this tradition.
4. The Earth sciences tradition
Many geography programs in the United States emerged from geology departments, and
the connection between the disciplines remains strong. Most geographers even if they
focus on human geography receive some training in such physical geography areas
landforms, climate, soils, and the distribution of plants.
Keberadaan geografi lingkungan tak terlepas dari masalah lingkungan, khsususnya hubungan
antara pertumbuhan penduduk, konsumsi sumberdaya, dan peningkatan intensitas masalah akibat
ekploitasi sumberdaya yang berlebihan. Geografi lingkungan dapat memberikan kombinasi yang
kuat perangkat konseptual untuk memahami masalah lingkungan yang kompleks.
Geografi lingkungan cenderung pada geografi manusia atau intergrasi geografi manusia dan fisik
dalam memahami perubahan lingkungan global. Geografi lingkungan menggunakan pendekatan
holistik. Geografi lingkungan melibatkan beberapa aspek hubungan timbal balik antara manusia
dan lingkungan. Untuk memahami masalah-masalah lingkungan tidak mungkin tanpa
pemahaman proses ekonomi, budaya, demografi yang mengarah pada konsumsi sumberdaya
yang meningkat dan generasi yang merosot. Kebanyakan proses tersebut kompleks dan
tranasional. Solusi potensial hanya dengan memahami fungsi siklus biokimia (sirkulasi air,
karbon, nitrogen, dan sebagainya) dan juga teknologi yang digunakan manusia untuk campur
tangan pada siklus itu.
Atas dasar perspektif tersebut, dapat disarkan bahwa geografi lingkungan merupakan ilmu
pengetahuan yang mempelajari lokasi dan variasi keruangan fenomena alam (fisis) maupun
manusia di permukaan bumi. (Environmental geography is the scientific study ot the location and
spatial variation in both physical and human phenomena of Earth) (James Hayes-Bohanan).
2. Obyek Geografi
Setiap disiplin ilmu memilki obyek yang menjadi bidang kajiannya.
Obyek bidang ilmu tersebut berupa obyek matrial dan obyek formal. Obyek material berkaitan
dengan substansi materi yang dikaji, sedangkan obyek formal berkaitan dengan pendekatan (cara
pandang) yang digunakan dalam menganalisis substansi (obyek material) tersebut.
Pada obyek material, antara bidang ilmu yang satu dengan bidang ilmu yang lain dapat memiliki
substansi obyek yang sama atau hampir sama.Obyek material ilmu geografi adalah fenomena
geosfer, yang meliputi litosfer, hidrosfer, atmosfer, biosfer, dan antroposfer. Obyek materal itu
juga menjadi bidang kajian bagi disiplin ilmu lain, seperti geologi, hidrologi, biologi, fisika,
kimia, dan disiplin ilmu lain. Sebagai contoh obyek material tanah atau batuan. Obyek itu juga
menjadi bidang kajian bagi geologi, agronomi, fisika, dan kimia.
Oleh karena itu untuk membedakan disiplin ilmu yang satu dengan disiplin ilmu yang lain dapat
dilakukan dengan menelaah obyek formalnya. Obyek formal geografi berupa pendekatan (cara
pandang) yang digunakan dalam memahami obyek material. Dalam konteks itu geografi memilki
pendekatan spesifik yang membedakan dengan ilmu-ilmu lain. Pendekatan spesifik itu dikenal
dengan pendekatan keruangan (spatial approach). Selain pendekatan keruangan tersebut dalam
geografi juga dikenali adanya pendekatan kelingkungan (ecological approach), dan pendekatan
kompleks wilayah (regional complex approach).
3. Prinsip Geografi
Prinsip merupakan dasar yang digunakan sebagai landasan dalam menjelaskan suatu fenomena
atau masalah yang terjadi. Prinsip juga berfungsi sebagai pegangan/pedoman dasar dalam
memahami fenomena itu. Dengan prinsip yang dimiliki, gejala atau permasalahan yang terjadi
secara umum dapat dijelaskan dan dipahami karakteristik yang dimilikinya dan keterkaitan
dengan fenomena atau permasalahan lain.
Setiap bidang ilmu memiliki prinsip sendiri-sendiri. Ada kemungkinan satu atau beberapa prinsip
bidang ilmu itu memiliki kesamaan dengan prinsip bidang ilmu yang lain, tetapi juga ada
kemungkinan berbeda sama sekali. Dalam bidang geografi dikenali sejumlah prinsip, yaitu:
prinsip penyebaran, prinsip interelasi, prinsip deskripsi dan prinsip korologi.
1. Prinsip Penyebaran
Dalam prinsip ini fenomena atau masalah alam dan manusia tersebar di permukaan bumi.
Penyebaran fenomena atau permasalahan itu tidak merata. Fenomena sumber air tentu
tidak dijumpai di semua tempat. Demikian pula permasalahan pencemaran air juga tidak
dijumpai disemua sungai atau laut.
2. Prinsip Interelasi
Fenomena atau permasalahan alam dan manusia saling terjadi keterkaitan antara aspek
yang satu dengan aspek yang lainnya. Keterkaitan itu dapat terjadi antara aspek fenomena
alam dengan aspek fenomena alam lain, atau fenomena aspek manusia dengan aspek
fenomena manusia. Fenomena banjir yang terjadi di wilayah hilir terjadi karena
kerusakan hutan di bagian hulu. Kerusakan hutan alam itu dapat terjadi karena perilaku
menusia. Perilaku manusia yang demikian terjadi karena kesadaran terhadap fungsi hutan
yang rendah.
3. Prinsip Deskripsi
Fenomena alam dan manusia memiliki saling keterkaiatan. Keterkaitan antara aspek alam
(lingkungan) dan aspek manusia itu dapat dideskripsikan. Pendiskripsian itu melalui
fakta, gejala dan masalah, sebab-akibat, secara kualitatif maupun kuantitatif dengan
bantuan peta, grafik, diagram, dll.
4. Prinsip Korologi
Prinsip korologi merupakan prinsip keterpaduan antara prinsip penyebaran, interelasi dan
deskripsi. Fenomena atau masalah alam dan manusia dikaji penyebarannya, interelasinya,
dan interaksinya dalam satu ruang. Kondisi ruang itu akan memberikan corak pada
kesatuan gejala, kesatuan fungsi dan kesatuan bentuk.
4. Konsep Esensial Geografi
Konsep merupakan pengertian yang menunjuk pada sesuatu. Konsep esensial suatu bidang ilmu
merupakan pengertian-pengertian untuk mengungkapan atau menggambaran corak abstrak
fenomena esensial dari obyek material bidang kajian suatu ilmu. Oleh karena itu konsep dasar
merupakan elemen yang penting dalam memahami fenomena yang terjadi.
Dalam geografi dikenali sejumlah konsep esensial sebagai berikut.
Menurut Whiple ada lima konsep esensial, yaitu:
1. bumi sebagai planet
2. variasi cara hidup
3. variasi wilayah alamiah
4. makna wilayah bagi manusia
5. pentingnya lokasi dalam memahami peristiwa dunia
Dalam mengungkapkan konsep geografi itu harus selalu dihubungkan dengan penyebarannya,
relasinya, fungsinya, bentuknya, proses terjadinya, dan lain-lain sebagainya. Sebagai contoh
ungkapan konsep variasi cara hidup setidaknya harus terabstraksikan mata pencaharian
penduduk, proses terbentuknya mata pencaharian itu, penyebaran mata pencaharian itu, jumlah
penduduk yang bekerja pada masing-masing mata pencaharian itu, dan dinamika mata
pencaharian itu.
Menurut J Warman ada lima belas konsep esensial, yaitu:
1. wilayah atau regional
2. lapisan hidup atau biosfer
3. manusia sebagai faktor ekologi dominan
4. globalisme atau bumi sebagai planet
5. interaksi keruangan
6. hubungan areal
7. persamaan areal
8. perbedaan areal
9. keunikan areal
10. persebaran areal
11. lokasi relatif
12. keunggulan komparatif
13. perubahan yang terus menerus
14. sumberdaya dibatasi secara budaya
15. bumi bundar diatas kertas yang datar atau peta
Dengan menggunakan konsep-konsep tersebut dapat diungkapkan berbagai gejala dan berbagai
masalah yang terjadi di lingkungan sekitar kita. Penggunaan konsep itu akan memudahkan
pemahaman terhadap sebab akibat, hubungan, fungsi, proses terjadinya gejala dan masalah
sehari-hari. Selanjutnya dari kenyataan itu dikembangkan menjadi satu abstraksi, disusun model-
model atau teori berkaitan dengan gejala, masalah dan fakta yang dihadapi. Jika ada satu masalah
dapat dicoba disusun model alternatif pemecahannya. Sedangkan jika yang dihadapi suatu
kenyaan kehidupan yang perlu ditingkatkan tarapnya, maka dapat disusun model dan pola
pengembangan kehidupan itu. Dari berbagai konsep itu dapat disusun suatu kaidah yang
tingkatnya tinggi dan berlaku secara umum yang disebut generalisasi.
5. Ruang Lingkup Geografi
Studi geografi mencakup analisis gejala manusia dan gejala alam. Dalam studi itu dilakukan
analisis persebaran-interelasi-interaksi fenomena atau masalah dalam suatu ruang.
Menurut Rhoad Murphey ruang lingkup geografi sebagai berikut. (1) distribusi dan hubungan
timbal balik antara manusia di permukaan bumi dengan aspek-aspek keruangan permukiman
penduduk dan kegunaan dari bumi. (2) hubungan timbal balik antara masyarakat dengan
lingkungan fisiknya sebagai bagian studi perbedaan area. (3) kerangka kerja regional dan analisis
wilayah secara spesifik.
Berdasarkan uraian tersebut terlihat, bahwa ruang lingkup geografi tidak terlepas dari aspek
alamiah dan aspek insaniah yang menjadi obyek studinya. Aspek itu diungkapkan dalam satu
ruang berdasarkan prinsip-prinsip penyebarannya, relasinya, dan korologinya. Selanjutnya
prinsip relasi diterapkan untuk menganalisis hubungan antara masyarakat manusia dengan
lingkungan alamnya yang dapat mengungkapkan perbedaan arealnya, dan penyebaran dalam
ruang. Akhirnya prinsip, penyebaran, dan korologi pada studi geografi dapat mengungkapkan
karakteristik suatu wilayah yang berbeda dengan wilayah lainnya sehingga terungkap adanya
region-region yang berbeda satu sama lain.
Untuk mengunkanpan fenomena atau permasalahan yang terjadi digunakan pertanyaan-
pertanyaan geografi. Untuk pertanyaan what? Geografi dapat menunjukkan fenomena apa yang
terjadi? Untuk pertanyaan when, geografi dapat menunjukkan kapan peristiwa itu terjadi. Untuk
pertanyaan where? Geografi dapat menunjukkan lokasi terjadinya peristiwa. Untuk pertanyaan
why? Geografi dapat menunjukkan relasi-interelasi-interaksi-integrasi gejala-gejala itu sebagai
faktor yang tidak terlepas satu sama lain. Untuk pertanyaan how? Geografi dapat menunjukkan
kualaitas dan kuantitas gejala dan interelasi/interaksi gejala-gejala tadi dalam ruang yang
bersangkutan.
6. Hakekat Geografi
Untuk mendapat konsep yang lebih mendalam dalam uraian berikut akan dibahas hakekat
geografi. Menurut Karl Ritter bahwa geografi mempelajari bumi sebagai tempat tinggal manusia.
Dalam konsep itu, sebagai tempat tinggal manusia berkenaan dengan ruang yang memiliki
struktur, pola, dan proses yang terbentuk oleh aktivitas manusia.
Selain itu konsep tempat tinggal manusia tidak hanya terbatas pada permukaan bumi yang
ditempati oleh manusia, tetapi juga wilayah-wilayah permukaan bumi yang tidak dihuni oleh
manusia sepanjang tempat itu penting artinya bagi kehidupan manusia.
Bertitik tolak pada pemikiran itu studi geografi meluputi segala fenomena yang terdapat
dipermukaan bumi, baik alam organik maupun alam anorganik yang ada hubungannya dengan
kehidupan manusia. gejala organik dan anorganik itu dianalisis peyebarannya,
perkembangannya, interelasinya, dan interaksinya.
Sebagai suatu bidang ilmu, geografi selalu melihat fenomena dalam konteks ruang secara
keseluruhan. Gejala dalam ruang diperhatikan secara seksama. Perhatian itu dilakukan dengan
selalu mengkaji faktor alam dan faktor manusia, dan keterkaitan keduanya yang membentuk
integrasi keruangan di wilayah yang bersangkutan. Gejala interelasi- interaksi integrasi
keruangan menjadi hakekat kerangka kerja utama geografi. Kerangka analisisnya selalu
menggunakan pertanyaan geografi.
7. Klasifikasi dan Cabang-Cabang Geografi
Disiplin ilmu geografi memiliki cakupan obyek yang luas. Obyek itu mencakup fenomena alam
dan manusia, dan keterkaitan antar keduanya.Untuk mempelajari obyek yang demikian luas
tumbuh cabang-cabang geografi yang dapat memberikan analisis secara mendalam terhadap
obyek yang dipelajarinya. Cabang-cabang ilmu geografi dapat dirinci sebagai berikut.
Menurut Huntington, geografi terbagi empat cabang, yaitu:
1. Geografi Fisik yang mempelajari faktor fisik alam
2. Pitogeografi yang mempelajari tanaman
3. Zoogeografi yang mempelajarai hewan
4. Antropogeografi yang mempelajari manusia.
Menurut Muller dan Rinner, cabang-cabang geografi terdiri atas:
1. Geografi Fisik yang terdari atas geografi matematika, geografi tanah dan hidrologi,
klimatologi, geografi mineral dan sumberdaya, geografi tanaman, dan geografi tata guna
lahan
2. Geografi Manusia meliputi geografi budaya (geografi penduduk, geografi sosial, dan
geografi kota), Geografi ekonomi (geografi pertanian, geografi transportasi dan
komunikasi) geografi politik
3. Geografi regional
Menurut Hagget, cabang geografi dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Geografi fisik merupakan cabang geografi yang mempelajari gejala fisik di permukaan
bumi. Gejala fisik itu terdiri atas tanah, air, udara dengan segala prosesnya. Bidang kajian
dalam geografi fisik adalah gejala alamiah di permukaan bumi yang menjadi lingkungan
hidup manusia. Oleh karena itu keberadaan cabang ilmu ini tidak dapat dipisahkan
dengan mansuia.
2. Geografi Manusia
1. Geografi manusia merupakan cabang geografi yang obyek kajiannya keruangan
manusia. Aspek-aspek yang dikaji dalam cabang ini termaasuk kependudukan,
aktivitas manusia yang meliputi aktivitas ekonomi, aktivitas politik, aktivitas
sosial dan aktivitas budayanya. Dalam melakukan studi aspek kemanusiaan,
geografi manusia terbagi dalam cabang-cabang geografi penduduk, geografi
ekonomi, geografi politik, geografi permukiman dan geografi sosial.
2. Geografi penduduk merupakan cabang geografi manusia yang obyek studinya
keruangan penduduk. Obyek studi ini meliputi penyebaran, densitas,
perbandingan jenis kelamin penduduk dari suatu wilayah.
3. Geografi Ekonomi merupakan cabang geografi manusia yang bidang kajiannya
berupa struktur keruangan aktivitas ekonomi. Titik berat kajiannya pada aspek
keruangan struktur ekonomi masyarakat, termasuk bidang pertanian, industri,
perdagangan, transportasi, komunikasi, jasa, dan sebagainya. Dalam analisisnya,
faktor lingkungan alam ditinjau sebagai faktor pendukung dan penghambat
struktur aktivitas ekonomi penduduk. Geografi ekonomi mencakup geografi
pertanian, geografi industri, geografi perdagangan, geografi transportasi dan
komunikasi.
4. Geografi Politik merupakan cabang geografi manusia yang bidang kajiannya
adalah aspek keruangan pemerintahan atau kenegaraan yang meliputi hubungan
regional dan internasional, pemerintahan atau kenegaraan dipermukaan bumi.
Dalam geografi politik, lingkungan geografi dijadikan sebagain dasar
perkembangan dan hubungan kenegaraan. Bidang kajian geografi politik relatif
luas, seperti aspek keruangan, aspek politik, aspek hubungan regional, dan
internasional.
5. Geografi permukiman adalah cabang geografi yang obyek studinya berkaitan
dengan perkembangan permukimam di suatu wilayah permukaan bumi. Aspek
yang dibahas adalah kapan suatu wilayah dihuni manusia, bagaimana bentuk
permukimannya, faktor apa yang mempengaruhi perkembangan dan pola
permukiman.
3. Geografi Regional merupakan diskripsi yang menyeluruh antara aspek manusia dan
aspek alam (lingkungan). Fokus kajiannya adalah interelasi, interaksi dan integrasi antara
aspek alam dan manusia dalam suatu ruang tertentu.
Dalam pengkajian gejala dan masalah geografi harus selalu terpadu. Walaupun geografi fisik
mengkaji aspek fisik, tetapi selalu mengkaitkannya dengan aspek manusia dalam suatu ruang.
Sebaliknya geografi manusia selalu mengkaitkan dirinya dengan aspek-aspek fisik geografi.
Geografi akan kehilangan jati dirinya jika tidak terjadi konsep keterpaduan.
Dalam tataran sistematika tersebut, geografi lingkungan merupakan bagian dari geografi
regional. Karena, dalam perspektif bidang ini memberi tekanan pada hubungan antara manusia
dengan lingkungannya sehingga terlihat karakteristk lingkungan di wilayah tersebut.
8. Pendekatan-Pendekatan Geografi
Geografi merupakan pengetahuan yang mempelajarai fenomena geosfer dengan menggunakan
pendekatan keruangan, kelingkungan, dan kompleks wilayah. Berdasarkan definisi geografi
tersebut ada dua hal penting yang perlu dipahami, yaitu:
1. obyek studi geografi (Obyek studi geografi adalah fenomena geosfere yang meliputi
litosfere, hidrosfera, biosfera, atmosfera, dan antrophosfera), dan
2. pendekatan geografi
Mendasarkan pada obyek material ini, geografi belum dapat menunjukan jati dirinya. Sebab,
disiplin ilmu lain juga memiliki obyek yang sama. Perbedaan geografi dengan disiplin ilmu lain
terletak pada pendekatannya. Sejalan dengan hal itu Hagget (1983) mengemukakan tiga
pendekatan, yaitu:
1. pendekatan keruangan,
2. pendekatan kelingkungan, dan
3. pendekatan kompleks wilayah
Pendekatan Keruangan.
Pendekatan keruangan merupakan suatu cara pandang atau kerangka analisis yang menekankan
eksistensi ruang sebagai penekanan. Eksisitensi ruang dalam perspektif geografi dapat dipandang
dari struktur (spatial structure), pola (spatial pattern), dan proses (spatial processess) (Yunus,
1997).
Dalam konteks fenomena keruangan terdapat perbedaan kenampakan strutkur, pola dan proses.
Struktur keruangan berkenaan dengan dengan elemen-elemen penbentuk ruang. Elemen-elemen
tersebut dapat disimbulkan dalam tiga bentuk utama, yaitu: (1) kenampakan titik (point features),
(2) kenampakan garis (line features), dan (3) kenampakan bidang (areal features).
Kerangka kerja analisis pendekatan keruangan bertitik tolak pada permasalahan susunan elemen-
elemen pembentuk ruang. Dalam analisis itu dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan
sebagai berikut.
1. What? Struktur ruang apa itu?
2. Where? Dimana struktur ruang tesebut berada?
3. When? Kapan struktur ruang tersebut terbentuk sperti itu?
4. Why? Mengapa struktur ruang terbentuk seperti itu?
5. How? Bagaimana proses terbentukknya struktur seperti itu?
6. Who suffers what dan who benefits whats? Bagaimana struktur
Keruangan tersebut didayagunakan sedemikian rupa untuk kepentingan manusia. Dampak positif
dan negatif dari keberadaan ruang seperti itu selalu dikaitkan dengan kepentingan manusia pada
saat ini dan akan datang.
Pola keruangan berkenaan dengan distribusi elemen-elemen pembentuk ruang. Fenomena titik,
garis, dan areal memiliki kedudukan sendiri-sendiri, baik secara implisit maupun eksplisit dalam
hal agihan keruangan (Coffey, 1989). Beberapa contoh seperti cluster pattern, random pattern,
regular pattern, dan cluster linier pattern untuk kenampakan-kenampakan titik dapat
diidentifikasi (Whynne-Hammond, 1985; Yunus, 1989).
Agihan kenampakan areal (bidang) dapat berupa kenampakan yang memanjang
(linier/axial/ribon); kenampakan seperti kipas (fan-shape pattern), kenampakan membulat
(rounded pattern), empat persegi panjang (rectangular pattern), kenampakan gurita (octopus
shape pattern), kenampakan bintang (star shape pattern), dan beberapa gabungan dari beberapa
yang ada. Keenam bentuk pertanyaan geografi dimuka selalu disertakan dalam setiap
analisisnya.
Proses keruangan berkenaan dengan perubahan elemen-elemen pembentuk ruang dana ruang.
Oleh karena itu analisis perubahan keruangan selalu terkait dengan dengan dimensi kewaktuan
(temporal dimension). Dalam hal ini minimal harus ada dua titik waktu yang digunakan sebagai
dasar analisis terhadap fenomena yang dipelajari.
Kerangka analisis pendekatan keruangan dapat dicontohkan sebagai berikut.
.belakangan sering dijumpai banjir dan tanah longsor. Bencana itu terjadi di kawasan hulu
sungai Konto Pujon Malang. Bagaimana memecahkan permasalahan tersebut dengan
menggunakan pendekatan keruangan?
Untuk itu diperlukan kerangka kerja studi secara mendalam tentang kondisi alam dan masyarakat
di wilayah hulu sungai Konto tersebut. Pada tahap pertama perlu dilihat struktur, pola, dan
proses keruangan kawasan hulu sungai Konto tersebut. Pada tahap ini dapat diidentifikasi
fenomena/obyek-obyek yang terdapat di kawasan hulu sungai Konto. Setelah itu, pada tahap
kedua dapat dilakukan zonasi wilayah berdasarkan kerakteristik kelerengannya. Zonasi itu akan
menghasilkan zona-zona berdasarkan kemiringannya, misalnya curam, agak curam, agak landai,
landai, dan datar. Berikut pada tahap ketiga ditentukan pemanfaatan zona tersebut untuk
keperluan yang tepat. Zona mana yang digunakan untuk konservasi, penyangga, dan budidaya.
Dengan demikian tidak terjadi kesalahan dalam pemanfaatan ruang tersebut. Erosi dan tanah
langsung dapat dicegah, dan bersamaan dengan itu dapat melakukan budidaya tanaman pertanian
pada zona yang sesuai.
Studi fisik demikian saja masih belum cukup. Karakteristik penduduk di wilayah hulu sungai
Konto itu juga perlu dipelajari. Misalnya jenis mata pencahariannya, tingkat pendidikannya,
ketrampilan yang dimiliki, dan kebiasaan-kebiasaan mereka. Informasi itu dapat digunakan
untuk pengembangan kawasan yang terbaik yang berbasis masyarakat setempat. Jenis tanaman
apa yang perlu ditanam, bagaimana cara penanamannya, pemeliharaannya, dan pemanfaatannya.
Dengan pendekatan itu terlihat interelasi, interaksi, dan intergrasi antara kondisi alam dan
manusia di situ untuk memecahkan permasalahan banjir dan tanah longsor.
b. Pendekatan Kelingkungan (Ecological Approach).
Dalam pendekatan ini penekanannya bukan lagi pada eksistensi
ruang, namun pada keterkaitan antara fenomena geosfera tertentu dengan varaibel lingkungan
yang ada. Dalam pendekatan kelingkungan, kerangka analisisnya tidak mengkaitkan hubungan
antara makluk hidup dengan lingkungan alam saja, tetapi harus pula dikaitkan dengan (1)
fenomena yang didalamnya terliput fenomena alam beserta relik fisik tindakan manusia. (2)
perilaku manusia yang meliputi perkembangan ide-ide dan nilai-nilai geografis serta kesadaran
akan lingkungan.
Dalam sistematika Kirk ditunjukkan ruang lingkup lingkungan geografi sebagai berikut.
Lingkungan geografi memiliki dua aspek, yaitu lingkungan perilaku (behavior environment) dan
lingkungan fenomena (phenomena environment). Lingkungan perilaku mencakup dua aspek,
yaitu pengembangan nilai dan gagasan, dan kesadaran lingkungan. Ada dua aspek penting dalam
pengembangan nilai dan gagasan geografi, yaitu lingkungan budaya gagasan-gagasan geografi,
dan proses sosial ekonomi dan perubahan nilai-nilai lingkungan. Dalam kesadaran lingkungan
yang penting adalah perubahan pengetahuan lingkungan alam manusianya.
Lingkungan fenomena mencakup dua aspek, yaitu relik fisik tindakan manusia dan fenomena
alam. Relic fisik tindakan manusia mencakup penempatan urutan lingkungan dan manusia
sebagai agen perubahan lingkungan. Fenomena lingkungan mencakup produk dan proses organik
termasuk penduduk dan produk dan proses anorganik.
Studi mandalam mengenai interelasi antara fenomena-fenomena geosfer tertentu pada wilayah
formal dengan variabel kelingkungan inilah yang kemudian diangap sebagai ciri khas pada
pendekatan kelingkungan. Keenam pertanyaan geografi tersebut selalu menyertai setiap bentuk
analisis geografi. Sistematika tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Kerangka umum analisis pendekatan kelingkungan dapat dicontohkan sebagai berikut.
Masalah yang terjadi adalah banjir dan tanah longsor di Ngroto Pujon Malang. Untuk
mempelajari banjir dengan pendekatan kelingkungan dapat diawali dengan tindakan sebagai
berikut. (1) mengidentifikasi kondisi fisik di lokasi tempat terjadinya banjir dan tanah longsor.
Dalam identifikasi itu juga perlu dilakukan secara mendalam, termasuk mengidentifikasi jenis
tanah, tropografi, tumbuhan, dan hewan yang hidup di lokasi itu. (2) mengidentifikasi gagasan,
sikap dan perilaku masyarakat setempat dalam mengelola alam di lokasi tersebut. (3)
mengidentifikasi sistem budidaya yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup (cara
bertanam, irigasi, dan sebagainya). (4) menganalisis hubungan antara sistem budidaya dengan
hasil dan dampak yang ditimbulkan. (5) mencari alternatif pemecahan atas permasalahan yang
terjadi.
Dalam geografi lingkungan, pendekatan kelingungan mendapat peran yang penting untuk
memahami fenomena geosfer. Dengan pendekatan itu fenomena geosfer dapat dipahami secara
holistik sehingga pemecahan terhadap masalah yang timbul juga dapat dikonsepsikan secara
baik.
c. Pendekatan Kompleks Wilayah
Permasalahan yang terjadi di suatu wilayah tidak hanya melibatkan elemen di wilayah itu.
Permasalahan itu terkait dengan elemen di wilayah lain, sehingga keterkaitan antar wilayah tidak
dapat dihindarkan. Selain itu, setiap masalah tidak disebabkan oleh faktor tunggal. Faktor
determinannya bersifat kompleks. Oleh karena itu ada kebutuhan memberikan analisis yang
kompleks itu untuk memecahkan permasalahan secara lebih luas dan kompleks pula.
Untuk menghadapi permasalahan seperti itu, salah satu alternatif dengan menggunakan
pendekatan kompleks wilayah. Pendekatan itu merupakan kombinasi antara pendekatan yang
pertama dan pendekatan yang kedua. Oleh karena sorotan wilayahnya sebagai obyek bersifat
multivariate, maka kajian bersifat hirisontal dan vertikal. Kajian horisontal merupakan analisis
yang menekankan pada keruangan, sedangkan kajian yang bersifat vertikal menekankan pada
aspek kelingkungan. Adanya perbedaan antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain telah
menciptakan hubungan fungsional antara unit-unit wilayah sehingga tercipta suatu wilayah,
sistem yang kompleks sifatnya dan pengkajiannya membutuhkan pendekatan yang multivariate
juga.
Kerangka umum analisis pendekatan kompleks wilayah dapat dicontohkan sebagai berikut.
Permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana memecahkan masalah urbanisasi. Masalah itu
merupakan masalah yang kompleks, melibatkan dua wilayah, yaitu wilayah desa dan kota. Untuk
memecahkan masalah itu dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut.
1. menerapkan pendekatan keruangan, seperti dicontohkan pada pendekatan pertama
2. menerapkan pendekatan kelingkungan, sebagaimana dicontohkan pada pendekatan kedua
3. menganalisis keterkaitan antara faktor-faktor di wilayah desa dengan di kota
9. Paradigma dalam Geografi
Pengertian paradigma secara komprehensif yaitu merupakan kesamaan pandang keilmuan yang
didalamnya tercakup asumsi-asumsi, prosedur-prosedur dan penemuan-penemuan yang diterima
oleh sekelompok ilmuan dan secara berbarengan menentukan corak/pola kegiatan ilmiah yang
tetap. Selain itu, paradigma juga diartikan sebagai keseluruhan kumpulan (konstelasi)
kepercayaan, nilai-nilai, cara-cara (teknik) dan sebagainya yang dianut warga suatu komunitas
tertentu.
Menurut Harvey dan Holly pengertian paradigma dibedakan atas tiga macam pengertian yaitu:
1. Paradigma Metafisika atau metaparadigm yang menggambarkan pandangan secara
global keseluruhan sebuah ilmu, dimana mempunyai fungsi dasar yaitu, menetapkan apa
saja yang sebenarnya (dan yang bukan ) menjadi urusan masyarakat ilmiah tertentu,
memberi petunjuk kepada ilmuwan kearah mana melihat (dan arah mana yang tidak usah
dilihat) agar menemukan apa-apa yang sebenarnya menjadi urusannya, serta memberi
petunjuk kepada ilmuwan apa yang dapat diharapkan untuk ditemukan jika ia
mendapatkan dan menyelidiki apa-apa yang sebenarnya menjadi urusan dalam bidang
ilmunya.Paradigma ini mencakup wilayah konsensus paling luas dalam suatu disiplin dan
menetapkan bagian-bagian wilayah penelitian.
2. Paradigma Sosiologis, pengertiannya hanya terbatas pada keberhasilan ilmiah yang
konkret yang mendapat pengakuan secara universal.
3. Paradigma Artefak atau Construct paradigm mengandung artian paling sempit, yang
dapat berarti apa-apa yang secara khas (spesifik) termuat dalam suatu buku, instrumen
ataupun hasil karya pengetahuan klasik. Secara konseptual paradigma Artefak ada dalam
lingkup cakupan paradigma Sosiologis, dan paradigma Sosiologis ada dalam lingkup
cakupan Metaparadigm.
Dari segi ini ternyata geografi sosial sebagai ilmu telah mengalami berbagai periode
perkembangannya. Masing-masing periode menunjukkan kesamaan karakter persepsi terhadap
apa yang disebut sebagai suatu Paradigma.
Contoh paradigma dalam geografi sosial antara lain yaitu :
1. Paradigma Determinisme lingkungan yang dikembangkan oleh Ratzel
2. Paradigma atau faham Posibilitis sekaligus sebagai salah satu pengembang paradigma
regional yang dikembangkan oleh Vidal
3. Paradigma Bentang alam budaya yang juga menerapkan pendekatan kesejahteraan yang
dikembangkan oleh Saver
4. Paradigma Regional di Amerika yang dikembangkan oleh Hatshorne
5. Paradigma Keruangan yang dikembangkan oleh Schaefer yang merupakan penganut
positivisme ilmu
Sebenarnya perkembangan keilmuan yang terjadi pada ilmu pengetahuan bersifat evolutif dan
berjalan melalui kurun waktu yang relatif panjang sehingga perkembangan-perkembangan yang
telah berkembang sebelumnya, sejalan dengan perkembangan kualitas ilmu pengetahuan beserta
alat-alat bantu penelitian dan analisisnya.
10. Periode Perkembangan Paradigma-paradigma Tradisional
Pada masa paradigma tradisional muncul 3 macam paradigma dalam studi geografi. Secara garis
besarnya dimulai sebelum tahun 1960-an, antara lain:
1. Paradigma Eksplorasi
2. Paradigma Environmentalisme
3. Paradigma Regionalisme
Masing-masing paradigma ini menunjukkan sifat-sifatnya sendiri dan produknya yang
merupakan pencerminan perkembangan suatu tuntutan kehidupan serta pencerminan
perkembangan teknologi penelitian serta analisis yang ada.
a. Paradigma eksplorasi
Menunjukkan proses perkembangan awal dari pada geographical thought yang pernah dikenal
arsipnya. Kekuasaan paradigma ekplorasi ini terlihat dari upaya pemetaan-pemetaan,
penggambaran-penggambaran tempat-tempat baru yang belum banyak diketahui dan
pengumpulan fakta-fakta baru yang belum banyak diketahui dan pengumpulan tempat-tempat
baru yang belum banyak diketahui dan pengumpulan fakta-fakta dasar yang berhubungan dengan
daerah-daerah baru. Dari kegiatan inilah kemudian muncul tulisan-tulisan atau gambaran-
gambaran, peta-peta daerah baru yang sangat menarik dan menumbuhkan motivasi yang kuat
bagi para peneliti untuk lebih menyempurnakan produk yang sudah ada, baik berupa tulisan
maupun peta-petanya.
Penemuan-penemuan daerah baru yang sebelumnya belum banyak dikenal oleh masyarakat barat
mulai bermunculan pada saat itu. Sifat dari pada produk yang dihasilkan berupa deskriptif dan
klasifikasi daerah baru beserta fakta-fakta lapangannya. Suatu hal yang mencolok adalah sangat
terbatasnya latar belakang teoritis yang mendasari penelitian-penelitian yang dilaksanakan. Inilah
sebabnya ada beberapa pihak yang menganggap bahwa untuk menyebut perkembangan
geographical thought atau pikiran/ gagasan secara geografi sebagai suatu deskripsi sederhana
tentang apa yang diketahui dan dihasilkan dari pengaturan (ordering) dan klasifikasi
(classification) data yang masih sangat sederhana.
b. Paradigma Environmentalisme
Paradigma ini muncul sebagai perkembangan selanjutnya dari metode terdahulu. Pentingnya
sajian yang lebih akurat dan detail telah menuntut peneliti-peneliti pada masa ini untuk
melakukan pengukuran-pengukuran lebih mendalam lagi mengenai elemen-elemen lingkungan
fisik dimana kehidupan manusia berlangsung. Paradigma ini terlihat mencuat pada akhir abad
sembilan belas, dimana pendapat mengenai peranan yang besar dari lingkungan fisik terhadap
pola-pola kegiatan manusia di permukaan bumi bergaung begitu lantang (geographical
determinism). Bahkan, sampai pertengahan abad dua puluh saja, ide-ide ini masih terasa
gemanya.
Bentuk-bentuk analisis morfometrik dan analisis sebab-akibat mulai banyak dilakukan. Dalam
beberapa hal morphometric analysis pada taraf mula ini berakar pada cognitive
descriptiondimana pengembangan sistem geometris, keruangan dan koordinat yang dikerjakan
telah membuahkan sistematisasi dan klasifikasi data yang lebih lengkap, akurat dibandingkan
dengan tehnik-tehnik terdahulu.
Muncul analisis newtwork untuk mempelajari pola dan bentuk-bentuk kota misalnya, merupakan
salah satu contohnya dan kemudian sampai batas-batas tertentu dapat digunakan untuk membuat
prediksi (model-model prediksi)dan simulasi. Untuk ini, karya Walter Christaller (1993)
merupakan contoh yang baik. Upaya untuk menjelaskan terkondisinya fenomena-fenomena
tertentu, khususnya human phenomena oleh elemen-elemen lingkungan fisik mulai dikerjakan
lebih baik dan sistematik. Akar daripada latar belakang analisis hubungan antara manusia dan
lingkungan alam bermulai disini.
Perkembangannya kemudian nampak bahwa analisis hubungan antara manusia dengan
lingkungan alam telah memunculkan bentuk-bentuk lain di dalam menempatkan manusia pada
ekosistem. Manusia tidak lagi sepenuhnya didekte oleh lingkungan alam tetapi manusia
mempunyai peranan yang lebih besar lagi di dalam menentukan bentuk-bentuk kegiatannya di
permukaan bumi (geographical possibilism dan probabilism).
c. Paradigma Regionalisme
Perkembangan terakhir dari periode paradigma tradisional adalah paradigma Regionalisme.
Disini nampak unsur fact finding tradition of exploration di satu sisi dan upaya memunculkan
sistesis hubungan manusia dan lingkungannya di sisi lain nampak mewarnai paradigma ini.
Konsep-konsep region bermunculan sebagai dasar pengenalan ruang yang lebih detail.
Wilayah ditinjau dari segi tipenya (formal and functional regions) wilayah ditinjau dari segi
hirarkinya (the 1
st
order, the 2
nd
order, the3
rd
order, etc. Regions) dan wilayah ditinjau dari segi
kategorinya (single topic, duoble topic, combine topic, multiple topic, total, regions) adalah
beberapa contoh konsep-konsep yang muncul sejalan dengan berkembangnya paradigma
regionalisme ini, dalam membantu analisis. Disamping itu temporal analysis sebagai salah satu
bentuk causal analysis berkembang pula pada periode ini (Rostow, 1960; Harvey, 1969).
12. Periode Perkembangan Paradigma-Paradigma Kontemporer
Pada masa ini mulai terjadi perkembangan baru di bidang metode analisis kuantitatif dan model
building. Perkembangan paradigma geografi pada msa ini juga disebut sebagai periode
paradigma analisis keruangan (the spatial analysis paradigm). Coffey (1981) mengemukakan
tentang ciri-ciri paradigma geografi kontemporer antara lain yaitu adanya sinyalemen bahwa
salah satu ciri daripada geografi kontemporer adalah adanya kecenderungan spesialisasi yang
dikhawatirkan akan menjauh dari fitrah geografi sendiri. Hal ini ternyata sejalan dengan apa
yang masing-masing spesialisasi ini menjadi sedemikian terpisah atau salah satu sama lain
sehingga hubungan intelektualnya pudar.
Kemudian dikemukakan pula bahwa untuk mengatasi agar bahaya yang disinyalir oleh para
pakar mengenai pudarnya fitrah geografi adalah dengan pendekatan sistem, khususnya spatial
system approach. Untuk sampai ke arah ini, dengan sendirinya pengetahuan dasar mengenai
sistem sendiri harus dimiliki oleh mahasiswa geografi. Pada masa ini functional analysis,
ecological analysis dan system analysis berkembang dengan baik pula sejalan dengan inovasi
daripada teknik-teknik dan metode analisis (Holt-Jensen, 1980).
Ide untuk kembali ke fitrah geografi memang berulang-ulang didengungkan oleh para pakar. Hal
ini memang wajar sekali karena telah disinyalir munculnya penyimpangan-penyimpangan yang
dianggap mengaburkan ciri khas geografi itu sendiri. Selama perkembangannya, ada dua gerakan
munculnya ide sintesis ini. Gerakan pertama kali dikemukakan oleh Ritter dimana studi Geografi
tidak lain dianggap sebagai suatu regional synthesis. Semua fenomena dianggap berhubungan
satu sama lain dan masing-masing mempunyai peranannya yang khas dalam satu perangkat
sistem. Untuk itulah geografiwan harus mempelajari sintesis daripada gejala-gejala yang ada
pada suatu wilayah dan yang mengungkapkan apa yang disebut sebagai wholeness. Ide
pendekatan sistem memang tidak dapat dipisahkan dari pemikiran-pemikiran ini.
Konsep sintesis baru dikemukakan oleh Peter Haggett (1975) di dalam karyanya yang berjudul
Geography : A Modern Synthesis. Sintesis baru ini berusaha merangkum beberapa pendekatan
terdahulu sampai saat ini dengan memberi warna yang lebih fleksibel sesuai dengan tuntutan
zaman dan kemajuan di bidang teknologi.
13. Arti Penting Pendekatan dalam Paradigma Geografi
Dalam menghampiri, menganalisis gejala dan permasalahan suatu ilmu (sains), maka diperlukan
suatu metode pendekatan (approach method). Metode pendekatan inilah yang digunakan untuk
membedakan kajian geografi dengan ilmu lainnya, meskipun obyek kajiannya sama. Metode
pendekatan ini terbagi 3 macam bentuk pendekatan antara lain: pendekatan keruangan,
pendekatan ekologi/kelingkungan dan pendekatan kewilayahan.
1. Keruangan, analisis yang perlu diperhatikan adalah penyebaran, penggunaan ruang dan
perencanaan ruang. Dalam analisis peruangan dikumpulkan data ruang disuatu tempat
atau wilayah yang terdiri dari data titik (point), data bidang (areal) dan data garis (line)
meliputi jalan dan sungai.
2. Kelingkungan, yaitu menerapkan konsep ekosistem dalam mengkaji suatu permasalahan
geografi, fenomena, gaya dan masalah mempunyai keterkaitan aspek fisik dengan aspek
manusia dalam suatu ruang.
3. Kewilayahan, yang dikaji yaitu tentang penyebaran fenomena, gaya dan masalah dalam
ruangan, interaksi antar/variabel manusia dan variabel fisik lingkungannya yang saling
terkait dan mempengaruhi satu sama lainnya. Karena pendekatan kewilayahan
merupakan perpaduan antara pendekatan keruangan dan kelingkungan, maka kajiannya
adalah perpaduan antara keduanya.
Pendekatan keruangan, pendekatan kelingkungan dan pendekatan kewilayahan dalam kerjanya
merupakan satu kesatuan yang utuh. Pendekatan yang terpadu inilah yang disebut pendekatan
geografi. Jadi fenomena, gejala dan masalah ditinjau penyebaran keruangannya, keterkaitan
antara berbagai unit ekosistem dalam ruang. Penerapan pendekatan geografi terhadap gejala dan
permasalahan dapat menghasilkan berbagai alternatif-alternatif pemecahan masalah.
14. Tantangan Geografi Ke Depan
a. Dampak Teknologi Komunikasi dan Internet
Sekiar tahun 1990 beredar buku megatrend 2000. Dalam buku itu Naibit dan Arburdense (1990)
mensinyalair ada sepuluh kecenderungan (trend) yang akan terjadi pada tahun 2000-an, yaitu:
1. masyarakat informasi menjadi masyarakat industri
2. teknologi pasca menjadi high tech
3. ekonomi nasional menjadi ekonomi dunia
4. jangka pendek menjadi jangka panjang
5. sentralisasi menjadi desentralisasi
6. bantuan institusional menjadi bantuan diri
7. demokrasi representatif menjadi demokrasi partisipatif
8. hirarki menjadi jaringan
9. utara menjadi selatan
10. salah satu menjadi pilihan ganda
Bedasarkan ramalan itu tampak bahwa dewasa ini terjadi perubahan dari masyarakat industri
menuju masyarakat informasi. Informasi telah menjadi bagian penting bagi individu, masyarakat
dan negara. Informasi merupakan bagian dari kehidupan mereka sehari-hari untuk pengambilan
keputusan.
Keberadaan masyarakat informasi dewasa ini tidak terlepas dari perkembangan teknologi
komuniasi dan internet. Integrasi kedua teknologi itu telah melipatkan gandakan informasi dan
menyebarkannya ke seluruh penjuru dunia dalam waktu yang cepat. Intergrasi teknologi
komputer dengan teknologi komunikasi itu telah mewujudkan suatu jaringan besar antar warga
negara tanpa harus diikat dengan batas-batas negara yang bersangkutan (bordeless).
Teknologi itu telah mampu membuktikan sebagai wahana untuk mengolah (procesess) data
menjadi informasi dengan cepat. Selain itu teknologi itu juga telah mampu digunakan sebagai
infrastruktur untuk pengiriman data atau informasi secara cepat, murah dan praktis.
Disiplin geografi merupakan salah satu bidang ilmu yang memerlukan infrastruktur untuk
mengolah data geografis menjadi informsi geografi secara cepat. Informsi geografi hasil
prosesing itu dibutuhkan oleh berbagai bidang untuk pengembangan wilayah, konsrvasi
sumburdaya, penataan ruang, dan sebagainya.
Dalam mempelajari obyeknya, disiplin geografi menggunakan pendekatan keruangan. Dalam
pendekatan itu struktur, pola dan proses keruangan harus dapat dipelajari dengan baik dan cepat.
Untuk mempelajari aspek keruangan seperti itu teknologi komputer telah menyediakan program-
program analisis keruangan yang makin praktis dan mudah dioperasikan. Dengan kemudahan itu
informasi geografi dapat lebih cepat dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan.
Dengan teknolgi internet informasi dapat dengan mudah dan cepat dikirim keseluruh penjuru
dunia. Hal itu tidak hanya bermakna untuk penyebaran informasi, tetapi juga untuk memberikan
paradigma baru dalam pengelolaan lingkungan menuju keberlanjutan. Sebagaimana
permasalahan lingkungan dewasa ini yang paling serius adalah mewujudkan keberlanjutannya.
Dengan kehadiran komputer sebagai komponen teknologi informasi proses analisis dan integrasi
yang rumit kalau dikerjakan secara manual akan menjadi mudah, cepat dan akurat (Sutanto,
2000). Oleh karena itu dalam 2 (dua) dekade belakangan ini peran teknologi informasi dalam
aplikasi ilmu geografi berkembang dengan cepat dan mejadi kebutuhan yang penting bagi setiap
warganegara untuk mengelola wilayah dan sumberdayanya. Pemanafaatan teknologi informasi
dlam aplikasi ilmu geografi dikenana dengan Sistem Informasi geografi (SIG). SIG dewasa ini
telah berkembang dengan pesat karena didukung dengan teknologi pengindraan jauh (inderaja)
dan Global Posistion System (GPS).

Anda mungkin juga menyukai