Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa
sejak lahir, karena sudah terjadi ketika bayi masih dalam kandungan. Pada akhir
kehamilan 7 minggu, pembentukan jantung sudah lengkap; jadi kelainan
pembentukan jantung terjadi pada awal kehamilan. Penyebab PJB seringkali tidak
bisa diterangkan, meskipun beberapa faktor dianggap berpotensi sebagai penyebab.
Faktor-faktor ini adalah: infeksi virus pada ibu hamil (misalnya campak Jerman atau
rubella), obat-obatan atau jamu-jamuan, alkohol.
Faktor keturunan atau kelainan genetik dapat juga menjadi penyebab
meskipun jarang, dan belum banyak diketahui. Misalnya sindroma Down
(Mongolism) yang acapkali disertai dengan berbagai macam kelainan, dimana PJB
merupakan salah satunya. Merokok berbahaya bagi kehamilan, karena berpengaruh
terhadap pertumbuhan bayi dalam kandungan sehingga berakibat bayi lahir prematur
atau meninggal dalam kandungan. PJB terjadi pada 8-10 bayi diantara 1000 bayi lahir
hidup.
Penyakit ini merupakan kelainan bawaan yang paling sering terjadi kira-
kira 30% dari seluruh kelainan bawaan), dan paling sering menimbulkan kematian
khususnya pada neonatus. Setengah dari kasus PJB semestinya sudah dapat dideteksi
pada bulan pertama kehidupan, karena memperlihatkan tanda-tanda yang memerlukan
pertolongan segera.

B. Rumusan masalah
1. Pengertian Penyakit Jantung Bawaan
2. Etiologi Penyakit Jantung Bawaan
3. Klasifikasi Penyakit Jantung Bawaan
4. Manifestasi Klinis Penyakit Jantung Bawaan
5. Terapi Gen Untuk Penyakit Jantung Bawaan

C. Tujuan
1. Pengertian Penyakit Jantung Bawaan
2. Etiologi Penyakit Jantung Bawaan
3. Klasifikasi Penyakit Jantung Bawaan
4. Manifestasi Klinis Penyakit Jantung Bawaan
5. Terapi Gen Untuk Penyakit Jantung Bawaan

2

BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian

Penyakit jantung bawaan ini, dalam ilmu kedokteran disebut LQTS
(Long QT Syndrome) karena mengalami perlambatan pacu jantung yang diserta
dengan pemanjangan jarak QT interval pada Elektrokardigrafi Jantung. Penyakit ini,
juga mempunyai ciri-cirinya berupa sinkop (keadaan dimana terdapat kelemahan
menyeluruh pada otot-otot tubuh sehingga tidak mampu mempertahankan sikap tegak
yang disertai dengan hilangnnya kesadaran). Pada jantung normal, iramanya harus
teratur, berdiri sendiri, dan otonom. Pengatur Jantung berdenyut secara otomatis ini
dinamakan pacu jantung (Pace macker). Pacu jantung utama adalah di nodus sinus.
Bradikardia atau perlambatan denyut jantung dapat terjadi oleh kerusakan dipusat
pacu jantung utama yang di sebab oleh gangguan fungsi sinus atau gangguan
rangsang jantung.
Penyakit Jantung bawaan merupakan jenis penyakit yang cukup banyak
diderita. Menurut hasil penelitian, 10 dari 1000 bayi yang dilahirkan kemungkinan
memiliki penyakit jantung bawaan.
Adapun jenis kelainan pada penyakit jantung bawaan sangat bervariasi,
ada yang hanya menyebabkan gangguan ringan pada fungsi jantung tetapi ada juga
kelainan yang cukup fatal hingga mengganggu fungsi kerja jantung dalam
mendistribusikan darah ke seluruh tubuh.
Pada umumnya kelainan jantung bawaan dapat dideteksi sejak lahir,
namun tak jarang gejalanya baru muncul setelah bayi berumur beberapa minggu atau
beberapa bulan. Gejala umum dari penyakit jantung bawaan adalah sesak nafas dan
bibir terlihat kebiru-biruan.
Kelaianan yang termasuk dalam penyakit jantung bawaan banyak sekali
jenis nya, mencakup gangguan pada bilik dan atau serambi jantung serta gangguan
pada pembuluh darah jantung. Apapun jenis kelaian pada penyakit jantung bawaan,
semuanya mengakibatkan ketidaklancaran sirkulasi darah, karena Jantung sebagai
salah satu organ vital dalam tubuh memiliki tugas memompa dan mengalirkan darah
keseluruh bagian tubuh.
3

Beberapa kelainan pada jantung yang paling banyak diderita yang
termasuk dalam kategori penyakit jantung bawaan adalah kelainan pada katup balik,
kelainan pada katup serambi dan kebocoran pada pembuluh darah balik paru-paru

B. Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti,
tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka
kejadian penyakit jantung bawaan :
a) Faktor Prenatal
1) Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
2) Ibu alkoholisme.
3) Umur ibu lebih dari 40 tahun.
4) Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
5) Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.
b) Faktor Genetik :
1) Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
2) Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
3) Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
4) Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
(Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Pusat Kesehatan Jantung dan
Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, 2001 ; 109)
c) Faktor lingkungan
Jelas terlihat bahwa sebagian besar PJB disebabkan oleh interaksi faktor genetik
dan faktor lingkungan. Untuk terjadinya PJB diperlukan syarat-syarat berikut :
1) Embrio mempunyai predisposisi untuk kelainan bawaan.
2) Embrio menunjukkan reaksi abnormal terhadap rangsangan lingkungan
tertentu.
3) Kontak dengan faktor lingkungan tersebut terjadi pada masa berbahaya
dalam pembentukan sistem kardiovaskuler (antara 18--60 hari masa
kehamilan ibu).
Beberapa faktor lingkungan (obat dan virus) yang dapat menye-babkan PJB
sebagai berikut :


4

Obat - obatan
Teratogen, Talidomid, Antagonis Asam Folat,Dekstroamfetamin,
Antikonvulsan, Litium Kloride, Alkohol, Progesteron/Estrogen.
Virus
Virus Rubella, Herpes Virus Hominis B, Coxsackie B.
Mungkin sebenarnya masih banyak faktor-faktor lingkungan yang bersifat
teratogenik, tetapi belum dibuktikan. Karenanya pada ibu-ibu yang hamil muda
sebaiknya tidak diberikan obat- obatan bila tidak mutlak diperlukan. Hipoksia
pada waktu kelahiran dapat mengakibatkan tetap terbukanya duktus arteriosus.

C. Klasifikasi
Berdasarkan penampilan fisik, PJB secara garis besar dibagi atas 2 kelompok,
yakni PJB tidak biru (asianosis) dan PJB biru (sianosis). Berdasarkan kelainan
anatomis, PJB secara garis besar dibagi atas 3 kelompok, yakni:
1. Adanya penyempitan (stenosis) atau bahkan pembuntuan pada bagian
tertentu jantung,
yakni: katup atau salah satu bagian pembuluh darah diluar jantung.
Penyempitan ini menimbulkan gangguan aliran darah dan membebani otot
jantung. Pada kasus-kasus dengan penyempitan yang berat, aliran darah ke bagian
tubuh setelah area penyempitan akan sangat menurun, bahkan terhenti sama
sekali pada pembuntuan total.
a) Stenosis (Penyempitan) Katup Pulmonal
Terjadi pembebanan pada jantung kanan, yang pada akhirnya
berakibat kegagalan jantung kanan. Makna istilah ini bukanlah jantung gagal
berdenyut, melainkan jantung tak mampu memompakan darah sesuai
kebutuhan tubuh dan sesuai jumlah darah yang kembali ke jantung. Tanda
gagal jantung kanan adalah: pembengkakan kelopak mata, tungkai, hati dan
penimbunan cairan di rongga perut. Penanganan medis yang dapat
dilakukan: pelebaran katup dengan balon (Balloon Pulmonal Valvotomy =
BPV).
b) Stenosis (Penyempitan) Katup Aorta
Terjadi pembebanan pada jantung kiri, yang pada akhirnya berakibat
kegagalan jantung kiri, yang ditandai oleh: sesak, batuk kadang-kadang
dahak berdarah (akibat pecahnya pembuluh darah halus yang bertekanan
5

tinggi di paru). Penanganan yang dapat dilakukan: pelebaran katup
dengan balon (Balloon Aortic Valvotomy = BAV).
c) Atresia (Pembuntuan) Katup Pulmonal
Pada kasus ini katup pulmonal sama sekali buntu, sehingga tak ada
aliran darah dari jantung ke paru. Pasien hanya dapat bertahan hidup bila
pembuluh darah duktus arteriosus tetap terbuka (yang mengalirkan darah
dari pembuluh aorta ke pembuluh darah paru).
Biasanya pembuluh ini akan menutup pada minggu pertama
kehidupan bayi, dan bila itu terjadi akan berakibat fatal. Untuk
mempertahankan duktus arteriosus tetap terbuka, diperlukan obat:
Prostaglandin E-1. Namun obat ini sifatnya hanya sementara, dan harus
segera diikuti dengan tindakan bedah.
d) Coarctatio Aorta
Pada kasus ini area lengkungan pembuluh darah aorta mengalami
penyempitan. Bila penyempitannya parah, maka sirkulasi darah ke organ
tubuh di rongga perut (ginjal, usus dll), serta tungkai bawah sangat
berkurang, dan kondisi pasien memburuk. Seperti halnya pada atresia
katup pulmonal, pada Coarctatio Aorta yang berat Prostaglandin E-1
perlu diberikan untuk mempertahankan pembukaan duktus arteriosus. Untuk
selanjutnya, tindakan pelebaran dengan balon atau pembedahan perlu
dilakukan.
6. Adanya lubang pada sekat pembatas antar ruang jantung (septum),
sehingga terjadi aliran pirau (shunt) dari satu sisi ruang jantung ke ruang
sisi lainnya. Karena tekanan darah di ruang jantung sisi kiri lebih tinggi dibanding
sisi kanan, maka aliran pirau yang terjadi adalah dari kiri ke kanan. Akibatnya,
aliran darah paru berlebihan/banjir (contoh: ASD = Atrial Septal Defect/ lubang
di sekat serambi , VSD = Ventricular Septal Defect/ lubang di sekat bilik). Aliran
pirau ini juga bisa terjadi bila pembuluh darah yang menghubungkan aorta dan
pembuluh pulmonal tetap terbuka (PDA = Patent Ductus Arteriosus).
Karena darah yang mengalir dari sirkulasi darah bersih ke sirkulasi
darah kotor, maka penampilan pasien tidak biru (asianosis). Namun,
beban yang berlebihan pada jantung akibat aliran pirau yang besar dapat
menimbulkan gagal jantung kiri maupun kanan. Tanda-tanda aliran darah
paru yang berlebih adalah: debaran jantung kencang, cepat lelah, sesak
6

nafas, pada bayi sulit menyusu, pertumbuhan terganggu, sering batuk
panas (infeksi saluran nafas bagian bawah).
Dalam kondisi seperti tersebut diatas, perlu diberikan obat-obatan yang
bermanfaat untuk mengurangi beban jantung, yakni obat diuretik
(memperlancar kencing) dan obat vasodilator (pelebar pembuluh darah).
a) Atrial Septal Defect (Asd) = Lubang Di Sekat Serambi
Lubang ASD kini dapat ditutup dengan tindakan non bedah :
Amplatzer Septal Occluder (ASO), yakni memasang alat penyumbat yang
dimasukkan melalui pembuluh darah di lipatan paha. Namun sebagian kasus
tak dapat ditangani dengan metode ini, dan memerlukan pembedahan.
b) Ventricular Septal Defect (Vsd) = Lubang Di Sekat Bilik
Pada VSD tertentu dapat ditutup dengan tindakan non bedah
menggunakan penyumbat Amplatzer, namun sebagian besar kasus
memerlukan pembedahan.
c) Patent Ductus Arteriosus (Pda) = Pembuluh Penghubung Aorta Dan
Pembuluh Darah Paru Terbuka
PDA juga dapat ditutup dengan tindakan non bedah menggunakan
penyumbat Amplatzer, namun bila PDA sangat besar tindakan bedah masih
merupakn pilihan utama. PDA pada bayi baru lahir yang premature dapat
dirangsang penutupannya dengan menggunakan obat Indomethacine.
7. Pembuluh darah utama jantung keluar dari ruang jantung dalam posisi
tertukar (pembuluh darah aorta keluar dari bilik kanan sedangkan
pembuluh darah pulmonal/paru keluar dari bilik kiri).
Kelainan ini disebut transposisi arteri besar (TGA = Transposition of the
Great Arteries). Akibatnya darah kotor yang kembali ke jantung dialirkan lagi
ke seluruh tubuh, sehingga terjadi sianosis/biru di bibir, mukosa mulut
dan kuku. Bayi dapat bertahan hidup bila darah kotor yang mengalir ke
seluruh tubuh mendapat pencampuran darah bersih melalui PDA atau lubang
di salah satu sekat jantung (ASD/VSD).
Seringkali TGA tak disertai lubang sekat dan pasien sangat biru (darah
yang mengalir ke seluruh tubuh sebagian besar adalah darah kotor).
Dalam keadaan demikian, dapat dibuat lubang di sekat serambi melalui metode
non bedah yang disebut Balloon Atrial Septostomy (BAS). Sementara
menunggu persiapan untuk melakukan prosedur ini, PDA yang bermanfaat
7

untuk menjamin pencampuran darah bersih perlu dipertahankan, yakni
dengan memberikan Prostaglandin E-1.
Namun semua ini hanya bersifat sementara, bila kondisi pasien
membaik, operasi untuk menukar posisi pembuluh darah yang terbalik ini perlu
dilakukan.
Disamping kelainan pada anatomi jantung, PJB juga dapat menyangkut
kelainan pada pusat listrik jantung beserta sistim hantarannya. Pusat
jantung yang lemah atau adanya blok pada sistim hantaran listrik
jantung, berakibat denyut jantung/nadi yang pelan, sehingga tak
mencukupi kebutuhan sirkulasi tubuh. Untuk itu perlu pemasangan alat
pacu jantung (pacemaker). Pada anak yang sudah cukup besar pemasangan
pacu jantung dapat dilakukan tanpa bedah, namun pada bayi masih
diperlukan pembedahan.

D. Manifestasi Klinis
1) Hipoksemia sistemik menimbulkan gejala sianosis sentral
2) Sianosis sentral akibat PJB tidak timbul segera setelah lahir
3) Sianosis sentral tidak tampak selama saturasi oksigen arteri masih diatas 85%
4) Sianosis sentral dengan frekuensi pernafasan yang cepat (hiperventilasi) tanpa
disertai pernafasan cuping hidung dan retraksi ruang iga serta kadar CO2 yang
rendah.
5) Sianosis sentral dengan tes hiperoksia positip.
6) Harus dicari apakah aliran darah sistemik berasal dari ventrikel kanan atau kiri,
adanya duktus yang masih terbuka mengakibatkan aliran darah aorta asenden dan
disenden berasal dari ventrikel yang tidak sama. Pada kondisi ini diperlukan
pemasangan pulse oxymetri pada tangan kanan dan kaki.








8

BAB III
Terapi Gen Untuk Penyakit Jantung Bawaan

Sebuah penelitian baru membuktikan bahwa KCNQ1 adalah gen utama yang
menyandi fungsi jantung. Mutasi yang terjadi pada gen tersebut akan menyebabkan
penyakit jantung bawaan pada ratusan ribu anak dan akan menimbulkan gangguan rhytm
atau irama jantung dengan penderitaan seumur hidup. Kondisi ini pada akhirnya bisa
menyebabkan gagal jantung atau Cardiac suddent dan kematian. Kami bersama Tim
peneliti lainnya di Cardiac Research Center, Niigata University Hospital, Jepang telah
melakukan uji gene screening pada lebih dari seratus keluarga dengan penderita penyakit
jantung bawaan. Penemuan ini dipublikasikan di journal international of BBRCSciences
Journal 2009 Jan 16;378(3):589-94 dan J Cardiovasc Electrophysiol 2008
May;19(5):541-9.
Dalam penelitan tersebut, pasien yang menderita kelainan jantung bawaan,
ditemukan adanya mutasi genetik pada semua penderita. Tepatnya pada gen KCNQ1
dengan lokasi mutant-nya pada residue 313, dan ternyata residue I313K ini merupakan
pusat dari kanal Potassium yang tentunya merupakan molekul utama yang sangat
dibutuhkan untuk kontraksi otot-otot jantung. Jadi dengan terjadinya mutasi tersebut
penderita penyakit ini akan mengalami gangguan kontraksi otot jantung.Pengujian
selanjutnya, pada sel-sel otot jantung secara invitro dengan menggunakan metode Patch
Clamping Electrophysiology, Confocal imaging, dan analisa sequencing DNA pada pasien-
pasien penderita penyakit herediter ini, membuktikan bahwa terdapat perbedaan bermakna
penurunan fungsi sel-sel mutant KCNQ1-I313K bila dibandingkan dengan sel-sel normal.

A. Pengertian Terapi gen
Terapi gen (Gene therapy)

adalah suatu proses terapi untuk mengobati
penyakit tententu dengan cara menginsersikan gen yang telah diperbaiki atau gen
tertentu kedalam genom sel-sel atau jaringan individu untuk menggantikan gen yang
abnormal yang menyebabkan terjadinya penyakit tersebut.

B. Prinsip Terapi Gen

Ada beberapa prinsip yang digunakan untuk menggantikan atau memperbaiki
gen yang rusak
9

1. Insersi gen yang normal pada lokasi yang tidak spesifik di dalam genom untuk
menggantikan gen yang tidak berfungsi. Prinsip ini merupakan pendekatan
umum yang paling sering digunakan.
2. Gen yang tidak normal dihilangkan dari genom individu dan digantikan oleh gen
yang normal menggunakan cara homologous recombination.
3. Gen yang tidak normal dapat diperbaiki melalui cara selective reverse mutation.
4. Mengubah regulasi (pengaturan) gen tertentu.

C. Jenis Terapi Gen
Terapi gen

dibedakan atas 2 jenis yaitu :
1) Terapi gen sel somatik (somatic-cell gene therapy) atau gene therapy non
hereditable.

Pada terapi gen sel somatik, gen yang normal atau telah dimodifikasi
ditransfer ke dalam sel-sel somatik pasien. Terapi gen ini hanya dapat mengatasi
penyakit atau kelainan pada pasien yang bersangkutan. Gen yang telah diperbaiki
atau dimodifikasi ini tidak dapat diturunkan kepada generasi selanjutnya, karena
gen yang telah diperbaiki ini hanya ada pada sel-sel somatik saja dan tidak ada
pada sel-sel germinal.

Terapi gen somatik (somatic cell gene therapy) mirp dengan
transplantasi sel, jaringan atau organ. Pada transplantasi organ ketubuh resipien,
organ yang ditransplantasikan itu mengandung gen-gen yang berbeda dengan
pasien. Pada terapi gen ini beberapa sel pasien diambil, diperbaiki diperbaiki
gennya dan kemudian dikembalikan ke pasiennya. Hal ini menyebabkan terapi gen
sel somatik tidak serumit dan tidak seberbahaya transplantasi organ.

2) Terapi gen sel germinal (Germ line /hereditable gene therapy)
Pada terapi gen sel germinal, gen yang mengalami defek pada sel-sel
germinal akan diperbaiki dengan cara menginsersikan dan mengintegrasikan gen
yang normal atau gen yang telah dimodifikasi kedalam genom sel-sel germinal.
Gen yang telah diinsersikan ini kemudian akan diturunkan ke generasi berikutnya.
Terapi gen sel germinal sangat bermanfaat untuk mengatasi penyakit-penyakit
genetik dan penyakit-penyakit yang bersifat herediter. Akan tetapi terapi gen sel
germinal hingga kini masih sulit dilakukan karena alasan tehnis dan etik. Bila gen
yang mengalami defek pada sel-sel germinal ini diperbaiki dan diturunkan berarti
10

kita telah mengubah genetik seseorang. Hal inilah yang menjadi kendala untuk
melakukan terapi gen sel germinal

D. Metoda Terapi Gen

Metoda terapi gen dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar yaitu
a) transfer gen yang telah dimodifikasi atau gen normal kedalam sel-sel sasaran pada
pasien dengan menggunakan vektor biologi yaitu virus.
b) transfer gen yang telah dimodifikasi atau gen yang normal kedalam sel-sel sasaran
pada pasien dengan menggunakan cara non virus. Beberapa cara non virus yang
dapat digunakan adalah Naked DNA, Oligonucleotides, lipoplexes dan polyplexes,
hibrid methods, dendrimers.

E. Transfer gen menggunakan vektor biologis

Vektor biologi yang digunakan untuk membawa gen yang telah diperbaiki adalah
virus yang susunan genetiknya telah diubah sehingga dapat membawa gen manusia
yang normal. Virus-virus ini akan membawa gen yang telah diperbaiki kedalam sel-sel
sasaran pada tubuh manusia dengan cara tertentu dan kemudian berintegrasi pada
genom tertentu.
4
Untuk mencapai tujuan ini gen-gen pada virus yang dapat
menyebabkan penyakit harus dihilangkan dan diganti dengan gen-gen yang telah
diperbaiki. Sebagai contoh virus A diketahui dapat berreplikasi atau memperbanyak diri
dengan cara menginsersikan gen-gen nya kedalam genom sel-sel host. Virus ini
mempunyai 2 jenis gene yaitu gen A dan gene B.
Gen A adalah gen yang mengkode protein yang berguna untuk menginsersikan gen-
gen nya kedalam genom sel host (inang). Sebaliknya gen B adalah gen yang
menyebabkan timbulnya penyakit pada host. Gen C adalah gen yang telah diperbaiki
dan akan menggantikan gen B. Dengan dilakukannya reengineering sedemikian rupa
sehingga gen C dapat menggantiksn gen B. Dengan demikian gen A tetap
dipertahankan untuk menjalankan fungsinya.
Adenovirus merupakan virus generasi pertama yang digunakan dalam terapi gen
dan sangat efektif sebagai vektor pembawa transgen. Virus lain yang dapat digunakan
dalam terapi gen adalah retrovirus, adeno-associated viruses, virus herpes simplex dan
lain-lainnya termasuk virus penyebab HIV.

2 jenis virus yang banyak digunakan
sebagai vektor adalah :

11

a) Retrovirus.

Materi genetik pada virus ini adalah dalam bentuk RNA, sebaliknya
materi genetik pada sel-sel tubuh sasaran adalah dalam bentuk DNA. Ketika
retrovirus menginfeksi sel sasaran (host), selain memasukkan RNA-nya, ia juga
akan memasukkan ensim reverse transcriptase dan integrase kedalam sel sasaran
tersebut. RNA ini kemudian akan diubah menjadi DNA melalui proses reverse
transcription menggunakan ensim reverse transcriptase. DNA kemudian akan
ditransfer kedalam inti sel sasaran dan kemudian akan berintegrasi pada tempat
tertentu di genom sel sasaran dengan bantuan ensim integrase. Setelah DNA yang
telah diperbaiki ini terintegrasi pada tempat tertentu di genom sel ssasaran maka
dikatakan bahwa genom sel-sel sasaran (host) ini telah dimodifikasi (Gb-1)
Salah satu masalah yang dapat terjadi pada terapi gen menggunakan
retrovirus adalah ensim integrase dapat menginsersikan materi genetik virus pada
tempat yang kurang sesuai misalnya pada bagian tengah gen-gen endogen pada
host, sehingga gen endogen ini tidak dapat berfungsi, dikenal sebagai insertional
mutagenesis. Bila gen-gen virus ini berinsersi pada gen pengatur fungsi gen
lainnya, maka proses pembelahan sel dapat tidak terkendali dan berubah menjadi
sel kanker. Hal ini sekarang dapat diatasi dengan menggunakan ensim Zinc finger
nucleases.
5
Keuntungan menggunakan retrovirus adalah transgen yang dimasukkan
bisa di transmisikan kesemua sel yang terinfeksi dan turunanannya, tetapi
kerugiannya dapat menyebabkan terjadinya mutasi genetik yang berbahaya selama
tahap pengintegrasian.
b) Adenovirus

Ketika virus adenovirus meninginfeksi sebuah sel inang, molekul DNA
virus tersebut akan dimasukkan kedalam sel inang tersebut. Materi genetik
adenovirus tidak bersatu dengan materi genetik sel inang. Molekul DNA virus
terletak bebas dalam inti sel dan proses transkripsinya berlangsung secara sendiri.
Molekul DNA virus tidak ikut berreplikasi ketika sel mengalami pembelahan
sehingga sel-sel inang hasil pembelahan tidak mengandung DNA virus.
Akibatnya pada terapi gen menggunakan vektor adenovirus membutuhkan
pemasukkan kembali gen-gen yang sudah dimodifikasi ke dalam populasi sel yang
baru. Sebaliknya keadaan ini akan mencegah terjadinya kanker. Gendicine adalah
adenovirus yang telah mengandung gen p53 yang digunakan pada terapi gen untuk
mengobati penyakit kanker pada kepala dan leher. Gendicine sudah diizinkan oleh
12

FDA China untuk digunakan pada manusia pada tahun 2003, sementara itu FDA
Amerika Serikat telah menyetujui advexin, suatu vektor yang serupa dengan
Gendicine untuk digunakan di Amerika serikat pada tahun 2008.
F. Transfer gen menggunakan cara non virus
Disamping menggunakan cara tranfer gen yang diperantarai oleh virus (virus-
mediated gene-delivery systems, ada beberapa metoda lain tanpa menggunakan virus.
Metoda non virus ini mempunyai keuntungan yaitu dapat diproduksi dalam jumlah
besar dan immunogenisitas pada sl inang yang rendah. Beberapa metoda non virus yang
dapat digunakan adalah
1. Naked DNA
Metoda ini merupakan metoda transfeksi non virus yang sangat sederhana.
Penelitian klinik dengan cara menyuntikan naked DNA secara intramuskular
menunjukkan sebagian hasil yang sukses dan sebagian lagi mengalami kegagalan.
Ekspresi gen pada metoda transfeksi ini sangat rendah dibandingkan dengan cara
transfeksi lainnya.
2. Oligonukleotida
Oligonukleotida sintetik digunakan untuk menginaktifkan gen-gen yang
terlibat dalam proses penyakit. Beberapa metoda yang dapat digunakan antara lain
adalah
a. Menggunakan antisense yang spesifik untuk gen sasasaran yang akan
mengganggu proses transkripsi gen sasaran yang rusak.
b. Menggunakan oligonukleotida rantai ganda (double strand oligonucleotide)
yang akan mengikat faktor-faktor transkripsi yang diperlukan untuk regulasi
promoter gen sasaran.
3. Lipoplexes and polyplexes
Untuk meningkatkan kwalitas pengangkutan DNA yang baru ke dalam sel,
DNA tersebut harus dilindungi dari kerusakan dan pemasukkannya kedalam sel
harus difasilitasi. Untuk memfasilitasi pemasukan gen ke dalam sel dapat
digunakan molekul lipid yang dikenal sebagai lipoplexes dan polyplexes yang
dirancang untuk melindungi DNA dari proses degradasi selama proses transfeksi.
Molekul lipid ini digunakan untuk membungkus plasmid yang mengandung DNA
dalam bentuk seperti micelle atau liposome.

13

Lipoplexes atau polyplexes yang telah mengandung DNA dikenal sebagai
lipoplex. Lipoplex akan berinteraksi dengan membran sel dan masuk kedalam
secara endositosis. Endosome yang mengandung lipoplex ini kemudian akan lisis
dan transgen yang ada di dalamnya akan dikeluarkan ke dalam sitoplasma sel untu
kemudian akan masuk ke dalam inti sel
4. Metoda Hibrid (Hybrid method)
Untuk meningkatkan efisiensi trnasfer transgen dikembangkan metoda
hibrid (campuran) yaitu kombinasi liposome dengan virus influenza atau HIV yang
diinaktifkan.

G. HAMBATAN DALAM TERAPI GEN

Ada beberapa faktor yang menghambat efektivitas penggunaan terapi gen dalam
mengatasi penyakit-penyakit genetik yaitu
1. Masa hidup alami terapi gen yang pendek (Short-lived nature of gene therapy).
Agar terapi gen menjadi efektif , gen yang dimasukkan kedalam sel-sel target harus
dapat berfungsi dan sel-sel yang mengandung gen terapi ini harus dapat hidup lama
dan stabil.
2. Respons Imunologik. Adanya stimulus tertentu yang merangsang timbulnya
respons imunologik yang dapat menurunkan efektivitas terapi gen tentu sangat
merugikan. Lebih jauh adanya respon imunologik ini juga akan menyulitkan
pengulangan terapi gen pada pasien.
3. Masalah dengan virus yang berfungsi sebagai vektor. Beberapa masalah yang harus
dipertimbangkan pada penggunaan virus sebagai kendaraan pembawa gen yang
telah diperbaiki adalah toksisitas, reaksi imunologik dan inflamasi, kontrol gen dan
jaringan sasaran. Ketakutan lainnya adalah kemungkinan pulihnya kembali
kemampuan virus untuk menyebabkan penyakit pada manusia
4. Kelainan gen yang multipel. Terapi gen sulit digunakan untuk mengobati
penyakit-penyakit yang disebabkan oleh adanya kombinasi gen-gen yang
mengalami kerusakan, misalnya pada penyakit jantung, tekanan darah tinggi,
Alzheimer, artritis dan diabetes.
5. Potensi untuk timbulnya tumor.
Bila DNA diintergrasikan pada tempat yang salah di dalam genom, misalnya pada
daerah tumor suppressor gene, hal ini dapat menyebabkan timbulnya tumor. Hal ini
pernah terjadi pada percobaan klinis pada pasien dengan X-linked severe combined
14

immunodeficiency (X-SCID) yang diterapi dengan sel punca darah (Hematopoietic
stem cells yang diinfeksi oleh retrovirus yang mengandung transgen. Tiga dari 20
pasien yang diterapi dengan cara ini kemudian menderita leukemia.


H. PRASYARAT TERAPI GEN
Untuk melakukan terapi gen ada persyaratan yang harus dipenuhi yang
dikembangkan oleh National Institute of Health (NIH). Beberapa prasyarat yang harus
dipenuhi agar prosedur terapi gen dapat di izinkan adalah
1. Gen harus di klon dan diketahui karakteristiknya, sehingga harus tersedia dalam
bentuk murni.
2. Harus ada metoda efektif yang digunakan untuk memasukkan trasngen ke dalam
jaringan atau sel yang dituju.
3. Resiko terapi gen harus dievaluasi secara berhati-hati dan dibuat seminimal
mungkin.
4. Penyakit tidak dapat diobati dengan cara lainnya.
5. Harus ada data penelitian pendahuluan dengan hewan model atau sel manusia dan
hasilnya menunjukkan bahwa usulan terapi gen tersebut adalah efektif.

15

BAB IV
PENUTUP


A. Kesimpulan
Hingga kini kira-kira ada 5000 penyakit bawaan pada manusia yang telah
diketahui.

Akan tetapi dari semua penyakit bawaan tersebut hanya sedikit sekali yang
dapat diobati. Di antara berbagai kelainan bawaan (congenital anomaly) yang ada,
penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan yang paling sering ditemukan
Pada penyakit bawaan ini didapatkan adanya defisiensi produk gen tertentu.
Kekurangan produk gen tertentu tersebut umumnya tidak dapat digantikan dengan
material yang sama yang berasal dari luar tubuh. Hanya sedikit yang dapat digantikan
dengan material dari luar tubuh.

B. Saran
1. Mempermudah Persetujuan prosedur terapi gen karena sampai saat ini masih
sangat sulit dan berliku serta kontroversial.
2. Aspek biologi terapi gen pada manusia sangat kompleks dan masih
membutuhkan banyak teknik yang hingga kini masih terus dikembangkan.


16

BAB V
DAFTAR PUSTAKA


1. Gene Therapy diunduh dari "http://en.wikipedia.org/wiki/Gene_therapy"
2. Scott T., Gene Therapy Breakthrough, diunduh dari www.unitedspinal.org. February
26th, 2008
3. Gene therapy/RNA interferences, diunduh dari www.acceleratingfuture.com
4. What is gene therapy diunduh dari
www.ornl.gov/sci/techresources/Human/genetherapy.html
5. Ontoseno T. Kelainan jantung bawaan dan etiologinya masa kini. Buletin Toraks
Kardiovaskuler Indonesia. 1996 : IV (4) : 30-34.
6. Saenz RB, Diane KB, Laramie C. Triplett, M.D. Caring for Infants with Congenital
Heart Disease and Their Families. University of Mississippi Medical Center Jackson,
Mississippi American academy of Family Physician. 2003
7. Anderson RH, Macartney FJ, Shinebourne EA, Tynan M. Fetal circulation and
circulatory changes at birth. In : Anderson RH, Macartney FJ, Shinebourne EA and
Tynan M, eds. Paediatric Cardiology. Vol.2 Churchill Livingstone, 1987: 109.
8. Wren C, Richmond S, Donaldson L : Presentation of congenital heart disease in
infancy : implications for


17

KATA PE ANTAR


Puji ukur penuli panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberi rahmat,
hidayah, serta karuniaNya kepada saya sehingga sayadapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Trend dan Issue Pengobatan Penyakit jantungbawaan tepat pada waktunya.
Makalah ini ditulis sebagai persyaratan dalam memenuhi tugas akhir Semester I
mata kuliah KARDIOVASKULER program studi S1 Keperawatan semester empat.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna dan banyak kesalahan,
oleh karena itu Saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini.


Jombang, 15 Julil 2010


( Penulis )

ii
18

DAFTAR ISI


Cover i
Kata pengantar ii
Daftar isi ................................ ................................ ................................ ................. iii
BAB I : Pendahuluan
A. Latar belakang ................................ ................................ ....................... 1
B. Rumusan Masalah ................................ ................................ ................. 1
C. Tujuan ................................ ................................ ................................ ... 1
BAB II : Pembahasan
A. Pengertian penyakit jantung bawaan ................................ ..................... 2
B. Etiologi penyakit jantung bawaan ................................ ......................... 3
C. Klasifikasi penyakit jantung bawaan ................................ ..................... 4
D. Manifestasi klinis ................................ ................................ .................. 7
BAB III : TERAPI GEN PADA ( PJB )
A. Pengertian Terapi Gen ................................ ................................ .......... 8
B. Prinsip Kerja Terapi Gen ................................ ................................ ...... 8
C. Jenis-Jenis Terapi Gen ................................ ................................ .......... 9
D. Metode Terapi Gen ................................ ................................ ............... 10
E. Transfer Gen menguunakan vektor biologis ................................ .......... 10
F. Transfer Gen menggunakan cara non virus................................ ............ 12
G. Hambatan dalam Terapi Gen ................................ ................................ . 13
H. Persyaratan Terapi Gen ................................ ................................ ......... 14
BAB IV : Penutup
A. Kesimpulan ................................ ................................ ........................... 15
B. Saran ................................ ................................ ................................ .... 15
BAB V : Daftar Pustaka ................................ ................................ ....................... 16

iii
19


TRENDS DAN ISSUE
TERAPI GEN
PADA PENYAKIT JANTUNG BAWAAN











Oleh :
HERU ADIANTORO
N IM : 09.321.104



Prodi S1 Keperawatan Semester IV ( C )
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
Insan Cendekia Medika
Jombang
2010
i

Anda mungkin juga menyukai