Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

UNIT DAN OPERASI PROSES I

FLUIDISASI DAN TRANSFER PANAS DALAM UNGGUN TERFLUIDISASI

Disusun Oleh:
Kelompok 5 Rabu
Atan Tuahta

1206226341

Muhammad Fatah Karyadi

1206263370

Paramita Dona Fitria

1206263383

Syafarudin

1306482035
Asisten Laboratorium : Kak Dennis

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2014

Kelompok 5R Konduksi
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
1.1 Tujuan Percobaan ..................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 5
2.1 Fenomena Fluidisasi ................................................................................................. 5
2.2 Jenis Fluidisasi.......................................................................................................... 10
2.2.1 Fluidisasi Partikulat ........................................................................................ 10
2.2.2 Fluidisasi Agregat atau Fluidisasi Gelembung ............................................... 11
2.2.3 Fluidisasi Kontinu ........................................................................................... 11
2.3 Penurunan Tekanan .................................................................................................. 12
2.4 Sifat dan Karakterisasi Partikel Unggun .................................................................. 13
2.5 Perilaku Gelembung pada Ketinggian Unggun ........................................................ 17
2.6 Campuran Gas dan Padatan dalam Unggun yang Terfluidisasi ............................... 19
2.7 Sifat-sifat Perpindahan Massa dalam Unggun yang Terfluidisasi............................ 19
2.8 Sifat-sifat Perpindahan Panas Unggun Terfluidisasi ................................................ 19
BAB III PERCOBAAN ..................................................................................................... 22
3.1 Prosedur Percobaan .................................................................................................. 22
3.2 Hasil Pengamatan ..................................................................................................... 23
3.2.1 Percobaan 1 ...................................................................................................... 23
3.2.2 Percobaan 2 ...................................................................................................... 24
BAB IV PENGOLAHAN DATA ..................................................................................... 26
4.1 Percobaan 1 .............................................................................................................. 26
4.2 Percobaan 2 .............................................................................................................. 28
BAB V ANALISIS ............................................................................................................. 38
5.1 Analisis Percobaan ................................................................................................... 38
5.1.1 Percobaan 1 ...................................................................................................... 39
5.1.2 Percobaan 2 ...................................................................................................... 44
2

5.2 Analisis Hasil dan Grafik ......................................................................................... 45


5.2.1 Percobaan 1 ....................................................................................................... 45
5.2.2 Percobaan 2 ....................................................................................................... 46
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
5.3 Analisis Kesalahan ................................................................................................... 54
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 46

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Tujuan Percobaan

Menentukan hubungan antara Laju alir (Q) dengan Ketinggian Bed

Menentukan H bed minimum

Menentukan hubungan antara Laju Alir dengan Perubahan tekanan

Mengetahui dan Menjelaskan Pengaruh Fluidisasi terhadap Transfer Panas

Mengetahui Posisi Heater guna memeroleh Proses Transfer Panas yang Optimal

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fenomena Fluidisasi
Fluidisasi dapat terjadi ketika suatu aliran udara melewati suatu partikel unggun. Aliran
udara tersebut akan memberikan gaya seret (drag force) pada partikel serta pressure drop
sepanjang unggun. Pressure drop yang diberikan akan meningkat jika kecepatan superfisial1
dinaikkan.
Bila suatu fluida cair atau gas dialirkan melalui unggun (tumpunkan partikel padat),
penurunan tekanan (pressure drop) fluida akibat dari hambatan partikel padat mengikuti
persamaan Ergun:

P.g c S .DP 3
150.(1 )

1,75
2
L .Vo (1 ) S .DPVo . /
Porositas unggun: 0,55 0,75
Dimana:
Fs = sphericity, perbandingan luas permukaan bola terhadap luas partikel sesungguhnya pada
volume yang sama
e = bed porosity, perbandingan volume rongga unggun terhadap volume unggun
Vo = superficial velocity; Vo = V x e; V = laju alir rata-rata
L = tinggi unggun
R = density fluida
Dp = diameter partikel

Jika laju alir fluida terus ditingkatkan, partikel padat mulai tergerak dan terangkat sampai
terjadi suspensi sempurna (fluidized bed). Beberapa faktor yang memengaruhi fluidisasi,
antara lain laju alir fluida dan jenis fluida, ukuran dan bentuk partikel, jenis dan densitas
5

partikel, porositas unggun, distribusi aliran, distribusi bentuk ukuran fluida, diameter kolom
fluidisasi, dan tinggi unggun.
1

Kecepatan Superfisial adalah kecepatan udara pada saat tabung kosong.

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
Berikut fenomena fluidisasi pada partikel unggun berdasarkan kecepatan superfisial udara
yang melewati partikel.

a. Fenomena fixed bed fluidization


Fenomena ini terjadi jika laju alir fluida kurang dari laju minimum yang dibutuhkan
untuk proses awal fluidisasi sehingga partikel berada dalam keadaan diam.

b. Fenomena minimum fluidization


Fenomena ini terjadi jika laju alir fluida mencapai laju alir minimum (Umf) yang
dibutuhkan untuk proses fluidisasi. Partikel-partikel padat mulai terekspansi pada
keadaan ini. Jika kecepatan aliran fluida kurang dari kecepatan Umf maka unggun
akan diam (packed bed). Namun, jika kecepatan aliran fluida dinaikkan melebihi Umf,
unggun tidak hanya terangkat, tetapi dapat saling berbenturan satu sama lain dan
akhirnya partikel akan mengalami perpindahan massa dan bertindak seperti fluida.

c. Fenomena smooth fluidization


Fenomena ini terjadi jika distribusi aliran dan kecepatan fluida merata serta densitas
dan distribusi partikel dalam unggun homogen. Akibatnya, ekspansi pada setiap
6

partikel padatan seragam.

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi

d. Fenomena bubbling fluidization


Fenomena ini terjadi jika gelembung-gelembung yang terdapat di dalam unggun
terbentuk akibat densitas dan distribusi partikel yang tidak homogen.

e. Fenomena slugging fluidization


Fenomena ini terjadi jika lebar gelembung yang terjadi dapat mencapai diameter
kolom yang terbentuk pada partikel padat. Hal yang dapat diamati dari keadaan ini
adalah adanya penorakan pada partikel padat sehingga partikel padat terlihat seperti
terangkat.

f. Fenomena channeling fluidization


Fenomena ini terjadi jika terbentuk saluran seperti tabung vertikal (channel) di dalam
partikel unggun tadi.
7

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi

g. Fenomena disperse fluidization


Fenomena ini terjadi jika kecepatan alir fluida telah melebihi kecepatan maksimum
aliran fluida. Hal ini ditandai dengan adanya sebagian partikel akan terbawa aliran
fluida dan ekspansi mencapai nilai maksimum.

Fenomena-fenomena fluidisasi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor:


1. Laju alir fluida dan jenis fluida
2. Ukuran partikel dan bentuk partikel
3. 3. Jenis dan densitas partikel serta faktor interlok antar partikel
4. Porositas unggun
5. Distribui aliran
6. Distribusi bentuk ukuran fluida
7. Diameter kolom
8. Tinggi unggun

Faktor-faktor di atas merupakan variabel-variabel dalam proses fluidisasi yang akan


menentukan karakteristik proses fluidisasi tersebut. Selain itu, fenomena pada gambar II. 2
dapat dijelaskan melalui persamaan Bernoulli dengan aliran laminer sebagai berikut, yaitu:

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
(
(

dan

P/ +gz=-F

(1)

Pada gambar II.2 tersebut, terlihat bahwa perbedaan tekanan sepanjang unggun secara
linear berbanding lurus dengan laju alir volumetrik selama fluidisasi belum tercapai.
Jika padatan berupa partikel seperti pasir, ketahanan partikel tersebut terhadap aliran fluida
akan menurun dengan meningkatnya porositas partikel tersebut. Pengukuran P pada
sepanjang unggun dapat dinyatakan dengan persamaan sbb.

150Vs (1 ) 2 x
P
(Dp ) 2 3

(2)

Maka bila Vs meningkat, meningkat dan P dijaga agar konstan. Dalam hal ini x juga
akan meningkat, akan tetapi pengaruh dari kenaikan x ini lebih kecil dibandingkan pengaruh
yang ditimbulkan oleh perubahan . Adapun hubungan x, P dan kecepatan aliran fluida
dapat dilihat pada gambar II.10.
Untuk kecepatan yang kurang dari kecepatan fluidisasi minimum (Umf) maka unggun akan
berprilaku sebagai packed bed. Namun, jika kecepatan aliran fluida dinaikkan melebihi Umf,
maka tidak hanya unggun yang terangkat, tetapi partikel akan bergerak dan akan saling
berbenturan satu sama lain dan akhirnya keseluruhan massa partikel akan menjadi fluida.

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi

Gambar II.10. Transition from packed bed to fluidized bed


2.2 Jenis-jenis Fluidisasi
2.2.1. Fluidisasi Partikulat
Fluidisasi Partikulat merupakan suatu proses fluidisasi di mana partikel-partikel
bergerak menjauh satu sama lain dan gerekannya bertambah hebat dengan bertambahnya
kecepatan. Tetapi, densitas hamparan rata-rata pada suatu kecepatan tertentu adalah sama
di segala arah hamparan. Ciri dari proses ini adalah adanya ekspansi hamparan yang cukup
besar tetapi seragam pada kecepatan yang cukup tinggi. Seiring dengan bertambahnya
kecepatan fluida dan penurunan tekanan, maka unggun akan terekspansi dan pergerakan
partikel semakin cepat. Jalan bebas rata-rata suatu partikel di antara tumbukan-tumbukan
dengan partikel lainnya akan bertambah besar dengan meningkatnya kecepatan fluida.
Akibatnya porositas unggun akan meningkat.
10

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
2.2.2 Fluidisasi Agregat/ Fluidisasi Gelembung
Hamparan zat padat yang terfluidisasi dalam udara biasanya menunjukkan peristiwa
yang dikenal dengan fludisasi agregat atau gelembung. Fluidisasi ini terjadi jika kecepatan
gas di atas kecepatan fluidisasi minimum. Pada kondisi ini unggunakan mengalami
bubbling dan rongga-rongga seperti gelembunguap akan membangkitkan sirkulasi partikel
unggun.
Dalam fluidisasi gelembung pengembangan volume hamparan terutama disebabkan
oleh volume yang dipakai oleh gelembung gas karena fasa rapat pada umumnya tidak
berekspansi dengan peingkatan aliran. Akan tetapi jika kecepatan ditambah maka
hamparan akan mengembang secara seragam sehingga akhirnya gelembung mulai
terbentuk. Dan jika kecepatan ditingkatka lagi sampai melewati titik gelembung, hamparan
itu akan berangsur-angsur mengempis kembali, tetapi akan mengembung lagi.
Dalam fluidisasi agregat fluida akan membuat gelembung pada padatan unggun dalam
tingkah laku yang khusus. Gelembung fluida akan meningkat melalui unggun dan pecah
pada permukaan unggun dan akan terjadi splashing di mana partikel unggun akan bergerak
atas. Seiring dengan meningkatnya kecepatan fluida, prilaku gelembung akan bertambah
besar.
Kriteria untuk fluidisasi partikulat dan agregat dapat ditentukan dengan bilngan Froude
: v2/(gDp) yang dipakai untuk menentukan apakah suatu sistem akan terfluidisasi partikulat
atau terfluidisasi agregat.

2.2.3. Fluidisasi Kontinu


Bila kecepatan fluida melalui hamparan zat padat cukup besar, maka semua partikel
dalam hamparan itu akan terbawa ikut oleh fluida hingga memberikan suatu fluidisasi
kontinu. Prinsip fluidisasi ini terutama diterapkan dalam pengangkutan zat padat dari suatu
titik ke titik lain dalam suatu pabrik pengolahan di samping ada beberapa reaktor gas zat
padat lama yang bekerja dengan prinsip ini. Contohnya adalah dalam tranportasi lumpur
11

dan tranportasi pneumatic.

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
Dalam fluidisasi, karena sifat-sifat partikel padat yang menyerupai sifat fluida cair
dengan viskositas tinggi, metoda pengontakan fluidisasi memiliki beberapa keuntungan
dan kerugian.
Keuntungan proses fluidisasi, antara lain:
1. Sifat unggun yang menyerupai fluida memungkinkan adanya aliran zat padat secara
kontinu dan memudahkan pengontrolan.
2. Kecepatan pencampuran yang tinggi membuat reaktor selalu berada dalam kondisi
isotermal sehingga memudahkan pengendaliannya.
3. Sirkulasi butiran-butiran padat antara dua unggun fluidisasi memungkinkan pemindahan
jumlah panas yang besar dalam reaktor.
4. Perpindahan panas dan kecepatan perpindahan mass antara partikel cukup tinggi.
5. Perpindahan panas antara unggun terfluidakan dengan media pemindah panas yang baik
memungkinkan pemakaian alat penukar panas yang memiliki luas permukaan kecil.

Sebaliknya, kerugian proses fluidisasi antara lain:


1. Selama operasi partikel-partikel padat mengalami pengikisan sehingga karakteristik
fluidisasi dapat berubah dari waktu ke waktu.
2. Butiran halus akan terbawa aliran sehingga mengakibatkan hilangnya sejumlah tertentu
padatan.
3. Adanya erosi terhadap bejana dan sistem pendingin.
4. Terjadinya gelombang dan penorakan di dalam unggun sering kali tidak dapat dihindari
sehingga kontak antara fluida dan partikel tidak seragam. Jika hal ini terjadi pada
reaktor, konversi reaksi akan kecil.

2.3. Penurunan Tekanan (Pressure Drop)


Salah satu aspek yang akan ditinjau dalam percobaan ini adalah mengetahui besarnya
penurunan tekanan (pressure drop) di dalam unggun padatan yang terfluidakan. Hal tersebut
12

mempunyai arti yang cukup penting karena selain erat sekali hubungannya dengan besarnya
energi yang diperlukan, juga bisa memberikan indikasi tentang kelakuan unggun selama
operasi berlangsung. Penentuan besarnya hilang tekan di dalam unggun terfluidakan terutama

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
dihitung berdasarkan rumus-rumus yang diturunkan untuk unggun diam, terutama oleh Balke,
Kozeny, Carman, ataupun peneliti-peneliti lainnya.
Pressure drop dalam Unggun Diam
Korelasi-korelasi matematik yang menggambarkan hubuangan antara hilang tekan dengan
laju alir fluida di dalam suatu sistem unggun diam diperoleh pertama kali pada tahun 1922
oleh Blake melalui metoda-metoda yang bersifat semi empiris, yaitu dengan menggunakan
bilangan-bilangan tidak berdimensi. Untuk aliran laminer dengan kehilangan energi terutama
disebabkan oleh gaya viscous, Blake memberikan hubungan :
(3)

dimana:
P/L = hilang tekan per satuan panjang/ tinggi unggun
gc

= faktor gravitasi

= viskositas fluida

= porositas unggun yang didefinisikan sebagai perbandingan volume ruang kosong


didalam unggun dengan volume unggun

= kecepatan alir superfisial fluida

= luas permukaan spesifik partikel

2.4. Sifat dan Karakteristik Partikel Unggun


a. Ukuran partikel
Padatan dalam unggun yang terfluidisasi tak pernah sama dalam ukuran dan mengacu
pada distribusi ukuran partikel tersebut. Untuk menghitung ukuran partikel rata-rata
dengan menggunakan diameter rata-rata permukaan (dsv).
d sv

13

1
x
di
pi

di mana:
dp = diameter partikel rata-rata yang secara umum digunakan untuk desain
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

(4)

Kelompok 5R Konduksi
dsv = diameter dari suatu bidang
b. Densitas padatan
Padatan dapat dibedakan menjadi 3 bagian berdasarkan densitasnya yaitu bulk, skeletel,
dan particle. Densitas bulk merupakan pengukuran berat dari keseluruhan partikel dibagi
dengan volume partikel. Pengukuran ini menyertakan faktor kekosongan dalam pori-pori
partikel. Skeletel adalah densitas suatu padatan jika porositasnya nol. Adapun densitas
partikel adalah berat dari suatu partikel dibagi dengan volumenya dengan menyertakan
pori-pori. Jika tidak ada nilai untuk densitas partikel, maka pendekatan untuk densitas
partikel dapat diperoleh dengan membagi dua densitas bulk.
c. Sphericity
Sphericity merupakan faktor bentuk yang dinyatakan sebagai rasio dari area permukaan
volume partikel bulat yang sama dengan partikel itu dibagi dengan area permukaan
partikel.

d sv
dv

(5)

Material yang melingkar seperti katalis dan pasir bulat memiliki nilai sphericity sebesar 0.9
atau lebih.
d. Kecepatan terminal
Kecepatan terminal suatu partikel (Ut) merupakan kecepatan gas yang dibutuhkan untuk
mengatur partikel tunggal yang tersuspensi dalam aliran gas. Kecepatan terminal suatu
partikel dinyatakan dalam persamaan:

4 gd p ( p g )
Ut

3 g Cd

1/ 2

(6)

Dalam aliran laminer dan mengikuti Hukum Stokes:


14

Cd

24
Re p

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

(7)

Kelompok 5R Konduksi
Re p

d pU g

(8)

Jadi, kecepatan terminal untuk partikel tunggal berbentuk bulat adalah

Ut

g ( p g )d p

untuk Rep < 0.4

18

(9)

Dan untuk partikel besar dengan Cd = 0.43

3,1( p g ) gd p
Ut

1/ 2

untuk Rep > 500

(10)

Persamaan ini mengindikasikan bahwa untuk partikel yang berukuran kecil viskositas
merupakan faktor dominan setiap gas dan untuk partikel berukuran besar densitas
merupakan faktor yang terpenting. Kedua persamaan di atas mengabaikan gaya antar
partikel. Secara umum kecepatan selip (Uselip) atau kecepatan efektif terminal untuk
partikel dalam suspensi (U*t) adalah:
Uselip = U*t = Ut . f(e)

(11)

Kekosongan f(e) dari unggun yang terfluidisasi adalah fraksi mol yang terjadi oleh gas.
Fungsi t dapat dinyatakan dengan pendekatan Kozeny-Charman berikut.
f(e) = 0.1 e2/(1-e)

(12)

Pendekatan lain yang digunakan untuk sistem banyak fasa yaitu korelasi Richardson-Zaki
untuk partikel tunggal dalam suspensi, yaitu:
U/Ut =en

(13)

n merupakan fungsi dari dp/D dan bilangan Re yang divariasikan.


e. Kecepatan Fluidisasi Minimum (Umf)
Kecepatan fluidisasi minimum adalah kecepatan superficial terendah yang dibutuhkan
15

untuk terjadinya fluidisasi. Umf dapat dicari dengan menggunakan persamaan


Umf = m[(1135.7+0.0408Ar)0.5-33.71]/(rgdp)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

(14)

Kelompok 5R Konduksi
Di mana bilangan Archimides (Ar) adalah :
Ar = rgdp3(rp-rg)g/m2

(15)

Untuk memprediksi Umf, Ergun menurunkan suatu korelasi dengan cara menyamakan
pressure drop pada saat Umf dengan berat unggun persatuan luas dan diperoleh persamaan
sebagai berikut.

(16)

Suku pertama persamaan Ergun dominan untuk aliran laminer sedangkan suku kedua
dominan pada aliran turbulen. Pengukuran Umf dapat diperoleh dari grafik P vs Umf,
yaitu sesuai titik potong atau antara bagian kurva yang datar seperti yang digambarkan
pada gambar II.10.
f. Batas partikel
Partikel diklasifikasikan berdasarkan bagaimana partikel tersebut terfluidisasi dalam
udara pada kondisi tertentu. Partikel tersebut dapat diklasifikasikan menjadi:
Partikel halus
Partikel kasar
Kohesif, partikel yang sangat halus
Unggun yang bergerak
g. Gaya antar partikel
Gaya antar partikel sering kali diabaikan dalam fluidisasi meskipun dalam banyak
kasus gaya ini lebih kuat dibandingkan hydrodinamic yang digunakan dalam banyak korelasi.
Gaya antar partikel yang berhubungan atau berkaitan dengan unggun yang terfluidisasi,
misalnya van der waals, elektrostatik, dan kapilaritas.
h. Daerah batas fluidisasi (fluidization regimes)
16

Pada kecepatan gas rendah, suatu padatan dalam tabung unggun akan berada pada
kondisi konstan seiring dengan bertambahnya kecepatan gas, gaya seret, dan gaya buoyant
mengalahkan berat partikel serta gaya antar partikel tersebut. Pada fluidisasi minimum

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
partikel memperlihatkan pergerakan yang minimal dan secara langsung unggun akan sedikit
terangkat.
i. Penurunan tekanan
Penurunan tekanan yang terjadi pada campuran dua fasa dinyatakan dalam beragam
bentuk, seperti static head, akselerasi dan kehilangan friksi untuk gas dan padatan. Untuk
aplikasi fluidisasi unggun di luar kondisi ketika akselerasi penurunan tekanan dapat diterima,
penurunan tekanan akan dihasilkan dari static head padatan. Untuk itu, berat suatu partikel
unggun jika dibagi dengan tinggi padatan akan menghasilkan densitas sesungguhnya dari
unggun yang terfluidisasi. Formulanya dirumuskan sebagai berikut :
DP/L=rp(1-e) (g/gc)

(17)

2.5. Perilaku Gelembung pada Ketinggian unggun


a. Perilaku Gelembung
Gelembung yang lebih besar cenderung naik lebih cepat dibanding gelembung yang
kecil sehingga antar gelembung akan terjadi tumbukan dan bergabung (coalescence) dan
gelembung semakin bertambah besar. Dinding tabung juga mempengaruhi gerekan
gelembung sehingga gelembung cenderung bergerak ke arah dalam unggun.
Gelembung terjadi dalam kebanyakan unggun yang terfluidisasi dan peranannya
sangat penting karena akibat laju dari perubahan massa atau energi di antara gas dan
padatan dalam unggun. Gelembung terbentuk dalam unggun yang terfluidisasi dari
ketidakstabilan sistem 2 fasa. Pengontrolan ukuran gelembung dapat diperoleh dengan
mengontrol distribusi ukuran partikel atau dengan meningkatkan kecepatan gas.
Mengacu pada teori gelembung dua fasa dan fluidisasi, semua gas yang dibutuhkan
untuk fluidisasi minimum melewati unggun dalam proses pembentukan gelembung.
Gelembung meningkat melalui unggun dalam 2 kondisi yang berbeda. Gelembung yang
meningkat secara padat dapat terjadi pada kecepatan gas kurang dari Umf dan hal ini
memberikan kesempatan untuk gas melewati partikel unggun dan sirkuit pendek melalui
17

gelembung menuju ke permukaan unggun.

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
Kecepatan suatu gelembung yang bertambah besar melalui fluida unggun dinyatakan
dalam rumus:
Uhr = 0.71(gDb)0.5

(18)

Jika terjadi slugging, berlaku persamaan


Uhr = Uslug = 0.35(gD)0.5

(19)

Jadi kecepatan aktual peningkatan gelembung dalam unggun yang terfluidisasi


dinyatakan dengan rumus:
Ub = (U-Umf)+Ubr

(20)

b. Ketinggian unggun
Tinggi unggun dapat diplot terhadap kecepatan superficial. Untuk kecepatan superficial
tinggi permukaan berfluktuasi karena pecahnya gelembung di permukaan sehingga
ketinggian unggun hanya dapat diukur dengan perkiraan.

2.6. Campuran Gas dan Padatan dalam Unggun yang Terfluidisasi


a. Pola aliran gas
Keberadaan dan pergerakan dari gelembung gas unggun yang terfluidisasi
menghasilkan pengaruh pada pola aliran gas. Penelitian telah dilakukan pada aliran gas ini.
Namun hasilnya kurang memuaskan dan secara khusus tergantung dari alat yang
digunakan.
b. Pola aliran padatan
Pergerakan dari partikel padatan dalam gas unggun yang terfluidisasi tekah dipelajari
dengan menggunakan bermacam-macam teknik. Jadi secara umum ditemukan bahwa bila
suhu pencampuran tinggi, maka padatan unggun akan tercampur secara menyeluruh.
18

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
2.7. Sifat-sifat Perpindahan Massa Dalam Unggun yang Terfluidisasi
Perpindahan massa dalam unggun yang terfluidisasi dapat terjadi dengan beragam
cara. Perpindahan massa unggun ke permukaan sangat penting dalam aplikasi pelapisan.
Perpindahan dari permukaan padatan ke fasa gas sangat penting dalam proses pengeringan,
sublmasi dan desorbsi. Perpindahan massa dapat menjadi suatu pembatas dalam sistem reaksi
kimia. Karena pertikel-partikel saling berdekatan dari gas yang mengelilingi partikle tersebut,
maka koefisien perpindahan massa selalu lebih kecil dari suatu pertikel tunggal yang bergerak
dalam udara bebas.

2.8. Sifat-sifat Perpindahan Panas Unggun Terfluidisasi


Unggun yang terfluidisasi oleh gelembung-gelembung tercampur dengan santgat baik
karena pertikel-partikel unggun tersirkulasi oleh gelmbung udara yang naik. Akibatnya suhu
unggu sangat seragam, walaupun terdapat reaksi yang sangat eksoterm. Jika luas permukaan
tranfer panas antara gas dan unggun cukup tinggi sehingga gas dan pertikel cepat mencapai
suhu yang sama. Laju transfer panas yang tinggi muga dapat diperoleh antara permukaan
panas yang tercelup di dalam unggun dengan unggunnya itu sendiri. Tiga mekanisme yang
menyumbangkan transfer panas antara unggun terfluidisasi dan permukaan adalah :

a.

Untuk partikel unggun dengan diameter < 500 dan densitas < 4000 kg/m3 (kecuali
paertikel halus yang sangat kohesif), mekanisme utama adalah adanya sirkulasi antara bulk
unggun dan partikel yang berdekatan denghan permukaan panas (Particle Convective
Mechanism). Partikel mampu mentransfer banyak panas karena mempunyai kapasitas panas
pada saat awal partikel berdekatan dengan permukaan panas, terdapat gradien suhu lokal
yang besar yaitu adanya perbedaan suhu yang besar antara bulk unggun dengan permukaan
sehingga laju perpindahan panas sangat besar. Tapi, semakin lama suhu unggun semakin
mendekati suhu permukaan. Jadi untuk selang waktu tertentu laju transfer panas semakin
tinggi jika pertikel bersinggungan dengan permuikaan panas dalam recident time yang

19

singkat yang dapat diperoleh dengan mengatur kondisi operasi. Tetapi harus diingat bahwa
recident time yang ekstrim kecil untuk memeroleh koefisien perpindahan panas yang paling
tinggi dibatasi oleh konduktivitas panas gas dan jarak jalur transfer panas terpendek di
mana panas mengalir secara konduksi antara partikel unggun dan permukaan panas.
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi

b.

Untuk unggun dalam ukuran atau densitas yang lebih besar, kecepatan interstisial
adalah turbulen yang berarti bahwa transfer panas konveksi melalui gas menjadi penting.
Jika transfer panas mode ini menjadi dominan maka transfer panas akan naik dengan
naiknya diameter partikel (karena makin besar partikel maka makin besar turbulensi
kecepatan interstisial).

c.

Untuk suhu yang lebih tinggi akan terdapat perbedaan suhu yang sangat besar antara
unggun dan permukaan panas sehingga transfer panas secara radiasi menjadi penting.

Perpindahan kalor ke permukaan dalam sistem padat-gas koefisien perpindahan panas ke


permukaannya sangat tergantung pada kualitas fluidisasi yang terjadi (Coulson, 1968:215).
Untuk menghitung koefisien perpindahan panas tersebut dapat digunakan persamaan Dow
dan Jacob berikut.
hd t
d
0,55 t
k
L

0,65

d
t
d

0,17

(1 e) s C s

e C p

dimana:
h
k
D
Dt
L
e
rs
r
Cs
Cp
m
Uc

= koefisien perpindahan panas


= konduktivitas termal gas
= diameter partikel
= diameter tube
= panjang unggun
= kekosongan unggun
= densitas padatan
= densitas gas
=kapasitas panas padatan
=kapasitas panas gas pada tekanan konstan
= viskositas gas
=kecepatan superficial dalam tube kosong

20

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

0,25

U d
c t

(21)

Kelompok 5R Konduksi
BAB III
PERCOBAAN

3.1 Prosedur Percobaan


3.1.1 Prosedur Percobaan 1
a. Penurunan Laju Alir

1. Mengatur laju alir udara dengan mengatur keran atau knop aliran udara sebesar Q =
1.7 L/s.
2. Mencatat ketinggian unggun awal (ho).
3. Mengurangi laju alir udara secara bertahap sehingga diperoleh variasi laju udara dari
1.6 L/s ; 1.4 L/s ; 1.2 L/s ; 1 L/s ; 0.8 L/s ; 0.6 L/s ; dan 0.4 L/s.
4. Mencatat ketinggian fluida dalam unggun (h1) dalam tiga posisi setiap penurunan laju
alir udara.
5. Mencatat nilai tekanan 1 dan 2 (P1 dan P2) setiap penurunan laju alir udara.

b. Kenaikan Laju Alir

1. Mengatur laju alir udara dengan mengatur keran atau knop aliran udara sebesar Q =
0.4 L/s.
2. Mencatat ketinggian unggun awal (ho).
3. Menaikkan laju alir udara secara bertahap sehingga diperoleh variasi laju udara dari
0.4 L/s ; 0.6 L/s ; 0.8 L/s ; 1 L/s; 1.2 L/ s; 1.4 L/s; 1.6 L/s ; dan 1.7 L/s.
4. Mencatat ketinggian fluida dalam unggun (h1) dalam tiga posisi setiap penurunan laju
alir udara.
5. Mencatat nilai tekanan 1 dan 2 (P1 dan P2) setiap penurunan laju alir udara.

3.1.2. Percobaan 2
21

1. Mengatur heater agar berada di dalam unggun Suhu heater diset pada nilai 80oC.
2. Dengan cara yang sama termokopel diset dalam kondisi tercelup.
3. Mengatur laju alir udara (Q = 1.7 L/s) dengan mengatur knop aliran udara.
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
4. Mencatat datadata berikut dengan cara mengubahubah knop temperature indicator:
temperatur bed (T2) dan temperatur udara (T3).
5. Mencatat ketinggin bed (Hb) yang terfluidisasi.
6. Mencatat ketinggian fluida pada kedua manometer.
7. Mengulangi langkah 1-6 dengan mengubah setingan suhu heater menjadi 120oC.
8. Mengulangi langkah 1-7 dengan variasi laju alir udara masing-masing 1.6 L/s; 1.4 L/s;
1.2 L/s; 1 L/s; 0.8 L/s; 0.6 L/s; dan 0,4 L/s.
9. Mengulangi langkan 1-8 untuk kondisi termokopel tidak tercelup.

3.2. Hasil Pengamatan


3.2.1. Percobaan 1
Tabel 1. Data Q, Hbed, P (decreasing flowrate)
P1

P2

1.7

H Bed
(cm)
9.2

1.6

8.4

4.8

5.9

1.1

1.4

8.1

4.3

5.8

1.5

1.2

7.8

3.7

5.7

7.5

3.6

5.6

0.8

6.7

2.9

5.6

2.7

0.6

5.8

2.8

5.4

2.6

0.4

5.7

2.7

2.3

Q (L/s)

Tabel 2. Data Q, Hbed, P (increasing flowrate)

22

Q (L/s)

H Bed
(cm)

P1

P2

0.4

5.7

2.7

2.3

0.6

5.8

2.7

5.3

2.6

0.8

6.2

2.8

5.6

2.8

7.4

2.9

5.7

2.8

1.2

8.5

3.6

5.7

2.1

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
1.4

9.8

4.2

5.8

1.6

1.6

10.4

4.8

5.9

1.1

1.7

10.9

3.2.2. Percobaan 2
Tabel 3. Data Q, Hbed, T1, T2, T3, P dengan variasi posisi termokopel saat T = 80OC
T = 80OC

Hb (m) T1 ( C )

T2 ( C )

T3 ( C )

TERCELUP
TERANGKAT

TERMOKOPEL

TERMOKOPEL

(m3/s)

P1

P2

(mmH2o) (mmH2o)

0.001

0.067

47

50

26

5.8

0.001

0.071

48

48

26

2.9

5.8

0.001

0.072

48

46

25

2.9

5.8

0.0016

0.09

73

47

29

4.8

5.9

0.0016

0.091

72

50

30

4.8

5.9

0.0016

0.092

70

52

30

4.4

5.9

0.001

0.074

39

51

32

3.3

5.8

0.001

0.074

38

50

31

3.2

5.7

0.001

0.078

36

48

30

3.3

5.8

0.0016

0.09

56

49

30

0.0016

0.091

57

50

31

4.6

0.0016

0.093

60

51

31

4.4

5.9

Tabel 3. Data Q, Hbed, T1, T2, T3, P dengan variasi posisi termokopel saat T = 120oC
120oC

23

Hb

T1

T2

T3

P1

P2

(m3/s)

(m)

( C )

( C )

( C )

mmH2o

mmH2o

Di dalam

0,001

0,0743

111

54

30

2,8

5,8

Bed

0,001

0,0743

97

56

29

2,8

5,8

0,001

0,0747

91

57

28

2,8

5,8

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi

Di luar Bed

0,0016

0,0910

119

60

27

4,7

0,0016

0,0943

116

67

30

4,8

0,0016

0,0887

115

71

31

4,6

0,001

0,0743

89

68

33

3,2

5,9

0,001

0,0753

86

64

32

3,2

5,8

0,001

0,0783

84

63

30

3,3

5,9

0,0016

0,0960

76

65

30

4,9

0,0016

0,0910

75

69

33

4,9

0,0016

0,0910

80

71

34

4,8

24

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
BAB IV
PENGOLAHAN DATA
4.1 PERCOBAAN 1
Tabel 1. Data Q, Hbed, P (decreasing flowrate)
P1

P2

1.7

H Bed
(cm)
9.2

1.6

8.4

4.8

5.9

1.1

1.4

8.1

4.3

5.8

1.5

1.2

7.8

3.7

5.7

7.5

3.6

5.6

0.8

6.7

2.9

5.6

2.7

0.6

5.8

2.8

5.4

2.6

0.4

5.7

2.7

2.3

Q (L/s)

Tabel 2. Data Q, Hbed, P (increasing flowrate)

25

Q (L/s)

H Bed
(cm)

P1

P2

0.4

5.7

2.7

2.3

0.6

5.8

2.7

5.3

2.6

0.8

6.2

2.8

5.6

2.8

7.4

2.9

5.7

2.8

1.2

8.5

3.6

5.7

2.1

1.4

9.8

4.2

5.8

1.6

1.6

10.4

4.8

5.9

1.1

1.7

10.9

Pada percobaan 1, praktikan ingin mengetahui hubungan antara laju alir udara yang diberikan
dengan ketinggian unggun dan pressure drop yang dihasilkan. Ketinggian unggun yang
diperoleh merupakan ketinggian rata-rata unggun yang ditinjau melalui tiga sisi saat udara

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
mengalir di dalam unggun. Sedangkan, pressure drop yang diperoleh merupakan ketinggian
cairan pada manometer.
Dari data yang diperoleh, praktikan dapat membuat dua grafik, yaitu dan grafik hubungan Q
dengan Hbed dan grafik hubungan Q dengan P.

Grafik 4.1 Q Vs Hbed


12

Hbed (cm)

10
8
6
4

Increasing flowrate

Decreasing flowrate

0
0.4

0.6

0.8

1.2

1.4

1.6

Q (L/s)

Grafik 1. Hubungan Q dengan Hbed

Grafik 4.2 Q Vs P
3.5
3
P (mmH2O)

2.5
2
Increasing flowrate

1.5

Decreasing flowrate

0.5
0

26

0.4

0.6

0.8

1.2

1.4

1.6

Q(L/s)
Grafik 2. Hubungan Q dengan P

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
4.2 PERCOBAAN 2
Tabel 3. Data Q, Hbed, T1, T2, T3, P dengan variasi posisi termokopel saat T = 80OC
T = 80OC

Hb (m) T1 ( C )

T2 ( C )

T3 ( C )

TERCELUP
TERANGKAT

TERMOKOPEL

TERMOKOPEL

(m3/s)

P1

P2

(mmH2o) (mmH2o)

0.001

0.067

47

50

26

5.8

0.001

0.071

48

48

26

2.9

5.8

0.001

0.072

48

46

25

2.9

5.8

0.0016

0.09

73

47

29

4.8

5.9

0.0016

0.091

72

50

30

4.8

5.9

0.0016

0.092

70

52

30

4.4

5.9

0.001

0.074

39

51

32

3.3

5.8

0.001

0.074

38

50

31

3.2

5.7

0.001

0.078

36

48

30

3.3

5.8

0.0016

0.09

56

49

30

0.0016

0.091

57

50

31

4.6

0.0016

0.093

60

51

31

4.4

5.9

Tabel 3. Data Q, Hbed, T1, T2, T3, P dengan variasi posisi termokopel saat T = 120oC
120oC

Hb

T1

T2

T3

(m3/s)

(m)

( C )

( C )

Di dalam

0,001

0,0743

111

Bed

0,001

0,0743

0,001

Di luar Bed
27

P1

P2

( C )

mmH2o

mmH2o

54

30

2,8

5,8

97

56

29

2,8

5,8

0,0747

91

57

28

2,8

5,8

0,0016

0,0910

119

60

27

4,7

0,0016

0,0943

116

67

30

4,8

0,0016

0,0887

115

71

31

4,6

0,001

0,0743

89

68

33

3,2

5,9

0,001

0,0753

86

64

32

3,2

5,8

0,001

0,0783

84

63

30

3,3

5,9

0,0016

0,0960

76

65

30

4,9

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
0,0016

0,0910

75

69

33

4,9

0,0016

0,0910

80

71

34

4,8

Dari data di atas, dapat diperoleh grafik-grafik berikut ini:

Suhu (C)

Grafik Percobaan vs Suhu Heater (T1)


Pada T 80oC
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Q=1 termokopel tercelup


T1
Q=1,6 termokopel
tercelup T1
Q=1 termokopel tidak
tercelup T1
0

Q=1,6 termokopel tidak


tercelup T1

Percobaan

Grafik 3. Hubungan antara suhu heater (T1) dengan percobaan pada saat T = 80oC

Grafik Percobaan vs Suhu Heater (T1)


Pada T 120oC
130

Suhu (C)

120

Q=1 termokopel
tercelup T1

110

Q=1,6 termokopel
tercelup T1

100
90

Q=1 termokopel tidak


tercelup T1

80
70
0

Q=1,6 termokopel tidak


tercelup T1

Percobaan

Grafik 4. Hubungan antara suhu heater (T1) dengan percobaan pada saat T = 120oC
28

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi

Suhu (C)

Grafik Percobaan vs Suhu Termokopel


(T2) Pada T 80oC
53
52
51
50
49
48
47
46
45

Q=1 termokopel tercelup


T2
Q=1,6 termokopel
tercelup T2
Q=1 termokopel tidak
tercelup T2
0

Q=1,6 termokopel tidak


tercelup T2

Percobaan

Grafik 5. Hubungan antara suhu heater (T2) dengan percobaan pada saat T = 80oC

Grafik Percobaan vs Suhu Termokopel


(T2) Pada T 120oC
75

Suhu (C)

70

Q=1 termokopel tercelup


T2

65
60

Q=1,6 termokopel
tercelup T2

55

Q=1 termokopel tidak


tercelup T2

50
0

Q=1,6 termokopel tidak


tercelup T2

Percobaan

Grafik 6. Hubungan antara suhu heater (T2) dengan percobaan pada saat T = 120oC

29

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi

Suhu (C)

Grafik Percobaan vs Suhu Udara (T3)


Pada T 80oC
33
32
31
30
29
28
27
26
25

Q=1 termokopel
tercelup T3
Q=1,6 termokopel
tercelup T3
Q=1 termokopel tidak
tercelup T3
0

Q=1,6 termokopel
tidak tercelup T3

Percobaan

Grafik 7. Hubungan antara suhu heater (T3) dengan percobaan pada saat T = 80oC

Grafik Percobaan vs Suhu Udara (T3)


Pada T 120oC
35
Q=1 termokopel
tercelup T3

Suhu (C)

33
31

Q=1,6 termokopel
tercelup T3

29

Q=1 termokopel tidak


tercelup T3

27
25
0

Q=1,6 termokopel
tidak tercelup T3

Percobaan

Grafik 8. Hubungan antara suhu heater (T3) dengan percobaan pada saat T = 120oC

30

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
Pada percobaan kedua, digunakan heater sehingga peristiwa fluidisasi yang terjadi
mempengaruhi perpindahan panas.

Gambar 4.1 Pressure drop versus kecepatan fluida untuk packed dan fluidized beds
Gambar 4.1 di atas analog dengan grafik 4.2. Garis lurus OA merupakan region packed bed.
Di sini, partikel tidak berpindah relatif satu sama lain dan pemisahan nya konstan. Kehilangan
tekanan versus kecepatan fluida pada zona ini digambarkan dalam persamaan Ergun berikut.

p 150 1 2 U 1.75 1 f U 2
3

x sv2

x sv

(4.1)

Daerah BC merupakan daerah unggun terfluidisasi. Pada titik A, peningkatan pressure drop
lebih tinggi daripada nilai yang diprediksi. Kenaikan ini terjadi ketika kecepatan fluidisasi
minimum dicapai; disini diperlukan gya tarik interpartikel yang lebih besar karena pada
kondisi yang demikian partikel unggun saling berasosiasi. Persamaan yang berlaku untuk
daerah ini adalah
p H 1 p f g

(4.2)

Untuk mengetahui besarnya kecepatan superficial di semua region, persamaan (4.1) dan 4.2
dikombinasikan sehingga diperoleh persamaan,

(4.3)
Dari persamaan tersebut diperoleh bilangan tak berdimensi, Ar (Archimedes number) yang
didefinisikan dengan
31

Ar 150

Ar

1 Re 1.75 1
3

Re 2

f p f gxsv3
2

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

(4.4)

(4.5)

Kelompok 5R Konduksi
dengan nilai Reynolds number,

Uxsv f
Re

(4.6)

Dengan menentukan Ar dari persamaan (4.5), kemudian mendapatkan nilai Re dari persamaan
(4.4), dapat ditentukan nilai U (dalam perhitungan penulis mengganti lambang U dengan v).
Untuk menggunakan persamaan (4.5) dan (4.4) diperlukan harga viskositas dan podositas.
Karena yang sedang diujicoba adalah pengaruh fluidisasi terhadap perpindahan panas, maka
nilai viskositas merupakan fungsi suhu; untuk menghitungnya digunakan persamaan HagenPoiseuille berikut.

pR 4

(4.7)

8QL

Perhitungan porositas menggunakan persamaan,

f
p

(4.8)

Nilai pressure drop dapat dihitung terlebih dahulu dari persaman hidrosatis, P = .g.H.
Berikut adalah tabulasi perhitungan untuk mendapatkan harga kecepatan superfisial.
Untuk menyelediki pengaruh fluidisasi terhadap transfer panas, hendak dicari nilai koefisien
perpindahan panas gas terhadap partikel (hc). Bed yang digunakan dalam percobaan berbentuk
bola dan dari perhitungan menggunakan persamaan Ergun didapat bahwa aliran fluidanya
laminar. Untuk memperoleh nilai hc, terlebih dahulu dihitung nilai bilangan Nusselt, karena
bilangan Nusselt sebanding dengan hc,

Nu

hc d p

(4.9)

kg

Untuk partikel berbentuk bola, digunakan persamaan empiris yang dikemukakan oleh
Morelus dan Schweinzer,
Nu 0.0247 ( Ar ) 0.4304 Pr

0.33

(4.10)

dimana
Ar merupakan Archimedes number yang telah dinyatakan dalam persamaan (4.5) dan Pr
merupakan bilangan Prandtl,
Cp

Pr
k g

32

(4.11)

Nilai Cp (kapasitas panas pada tekanan konstan) merupakan fungsi suhu berdasarkan
persamaan,
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
C p a bT cT 2 dT 3

(4.12)

Nilai konstanta-konstanta a, b, dan c untuk udara diperoleh dari buku Basic Calculation of
Chemical Engineering (Himmeblau), yaitu
a

28.94

4.15E-03

3.19E-06

-1.97E-09

Selain itu, nilai konduktivitas termal, k, juga merupakan fungsi suhu berdasarkan persamaan,

k k 0 1 T k 0T k 0

(4.13)

Berikut disajikan nilai konduktivitas termal udara pada berbagai suhu

k (W/m
K)

33

-150

0.0116

-100

0.016

-50

0.0204

0.0243

20

0.0257

40

0.0271

60

0.0285

80

0.0299

100

0.0314

120

0.0328

140

0.0343

160

0.0358

180

0.0372

200

0.0386

250

0.0421

300

0.0454

350

0.0485

400

0.0515

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
sumber: engineeringtoolbox.com/air-properties-d_156.html

Dengan mengeplot k terhadap T, akan diperoleh grafik seperti di atas, sehingga untuk udara,
hubungan konduktivitas termal dan temperatur dinyatakan dalam persamaan,
k 7 E 05 T 0.0042

(4.14)

Berikut adalah tabulasi perhitungannya:

80OC

(m3/s)

TERANGKAT

TERMOKOP

TERCELUP

TERMOKOPEL

T=

T3 (K)

Cp

(J/mol.K)

(W/m.K)

Pr

Nu

h
(W/m2.K)

0.001

299

30.41270537

0.02513

450.9608

0.094283

0.273594

0.001

299

30.41270537

0.02513

467.0665

0.092543

0.268545

0.001

298

30.40717861

0.02506

468.2861

0.092623

0.268028

0.0016

302

30.42930277

0.02534

109.8693

0.198173

0.579874

0.0016

303

30.4348409

0.02541

109.5866

0.198005

0.580982

0.0016

303

30.4348409

0.02541

149.4362

0.167949

0.492793

0.001

305

30.44592557

0.02555

396.4574

0.099618

0.293908

0.001

304

30.44038183

0.02548

397.4741

0.099702

0.293351

0.001

303

30.4348409

0.02541

398.4966

0.099787

0.292793

0.0016

303

30.4348409

0.02541

99.62414

0.20828

0.61113

0.0016

304

30.44038183

0.02548

139.1159

0.174066

0.512148

0.0016

304

30.44038183

0.02548

149.0528

0.167807

0.493732

T = 120oC

Kondisi
Termokopel
34

(termokopel)

T3

Cp

(m3/s)

(K )

(J/mol.K)

(W/m.K)

(Ns/m2)

0,001

303

30,43484

Pr

Ar

Nu

0,02541 0,399244966 478,1959 0,180586 0,090582

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

hc
(W/m2.K)
0,265785

Kelompok 5R Konduksi
tercelup

0,001

302

30,4293

0,02534 0,399244966 479,4296 0,180586

0,09066

0,265279

0,001

301

30,42377

0,02527 0,399244966 480,6702 0,180586 0,090737

0,264771

0,0016

300

30,41824

0,0016

303

30,43484

0,02541 0,099811241

0,0016

304

tidak

0,001

tercelup

0,0252 0,108128845 130,5194

2,46196 0,181667

0,52864

119,549 2,889383 0,189068

0,554759

30,44038

0,02548 0,116446448 139,1159 2,122812 0,174066

0,512148

306

30,45147

0,02562 0,359320469 427,0819 0,222946

0,09555

0,282678

0,001

305

30,44593

0,02555 0,346012304 412,3156 0,240426 0,097566

0,287853

0,001

303

30,43484

0,02541 0,346012304 414,4364 0,240426 0,097731

0,28676

0,0016

303

30,43484

0,02541 0,091493638 109,5866 3,438605 0,198005

0,580982

0,0016

306

30,45147

0,02562 0,091493638 108,7477 3,438605 0,197503

0,5843

0,0016

307

30,45702

0,02569 0,099811241 118,3322 2,889383 0,188431

0,558982

Koefisien Perpindahan Panas Pada T= 80oC

koefisien perpindahan panas(W/m2.K)

0.7
0.6
0.5
0.4

Koefisien Q=1 Tercelup


Koefisien Q=1.6 Tercelup

0.3

Koefisien Q=1 Terangkat


Koefisien Q=1.6 Terangkat

0.2
0.1
0
0

Percobaan

Grafik 9. Koefisien perpindahan panas saat T = 80oC


35

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi

koefisien perpindahan panas(W/m2.K)

Koefisen Perpindahan Panas pada T=120 C


0.7
0.6
0.5
Q=1 termokopel tercelup
0.4
Q=1,6 termokopel tercelup
0.3
Q=1 termokopel tidak
tercelup

0.2

Q=1,6 termokopel tidak


tercelup

0.1
0
0

Percobaan

Grafik 10. Koefisien perpindahan panas saat T = 120oC

36

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
BAB V
ANALISIS
5.1 Analisis Percobaan
5.1.1 Percobaan 1
Percobaan pertama ini dilakukan untuk mencapai tujuan dari praktikum fluidisasi dan transfer
panas, yaitu untuk mengamati perilaku partikel unggun dengan udara mengalir ke atas,
menyelidiki hubungan antara ketinggian unggun dengan penurunan tekanan (pressure drop)
dan hubungan antara kecepatan superfisial dengan penurunan tekanan (pressure drop).
Pada percobaan pertama ini yang diukur adalah pressure drop 1 dan 2 (P1 dan P2) dan
ketinggian unggun dalam berbagai laju alir udara yang akan diubah-ubah. Pada percobaan ini,
tidak digunakan heater dan thermocouple karena tujuan dari percobaan pertama ini hanya
ingin megetahui perilaku partikel dengan udara mengalir ke atas. Ketinggian unggun yang
diukur merupakan ketinggian unggun rata-rata yang diambil dari 3 titik yang berbeda, karena
ketinggian partikel saat terfluidisasi pada setiap titik tidaklah sama sehingga diukur dari
berbagai titik yang berbeda.
Pertama, kita akan melakukan percobaan yang bertujuan untuk mengetahui perilaku partikel
unggun dengan mengalirkan udara ke atas. Percobaan ini dilakukan dngan merubah besar laju
aliran udara sehingga akan terlihat perubahan perilaku partikel unggun. Pertama, praktikan
mengalirkan udara dengan kecepatan 1.7 L/s yang merupakan kecepatan maksimumnya.
Kecepatan yang digunakan di awal praktikum merupakan kecepatan maksimum karena
apabila unggun diberikan kecepatan maksimum, maka dapat dipastikan bahwa unggun telah
terfluidisasi. Pada saat yang bersamaan, praktikan mengukur ketinggian dari unggun dan juga
mencatat pressure drop P1 dan P2. Kemudian, praktikan mulai untuk menurunkan kecepatan
udara secara bertahap menjadi 1.6 L/s ; 1.4 L/s ; 1.2 L/s ; 1 L/s ; 0.8 L/s ; 0.6 L/s ; dan 0.4 L/s.
Penurunan kecepatan aliran udara dari kecepatan superfisial maksimum ini bertujuan untuk
memisahkan partikel yang tadinya rapat dan memiliki gaya kohesi antar partikel yang besar
karena laju alir yang besar dapat memberikan drag force yang besar sehingga gaya kohesi
antar partikel dapat dihilangkan. Selain itu, kecepatan yang digunakan dimulai dari kecepatan
37

maksimum karena ketika diberikan kecepatan maksimum, maka dapat dipastikan bahwa bed
terfluidisasi. Dengan demikian, ketika sudah tidak terjadi fluidisasi lagi (kecepatan udara

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
yang diberikan lebih kecil daripada kecepatan minimum fluidisasi, Umf), ketinggian bed saat
itu merupakan ketinggian awal bed (ada udara yang terperangkap di antara bed).
Pada saat kecepatan superfisial dinaikkan, gaya seret fluida menyebabkan partikel unggun
mengembang dan mengakibatkan tahanan terhadap aliran udara menjadi lebih kecil, sampai
pada akhirnya drag force cukup untuk mendukung gaya berat partikel unggun. Pada saat ini
terjadi keseimbangan antara gaya dorong udara dengan berat efektif partikel partikel
unggun. Pada keadaan ini partikelpartikel unggun tepat akan bergerak dan kecepatan aliran
udaranya disebut kecepatan minimum fluidisasi (Umf). Jika kecepatan udara di atas kecepatan
minimum fluidisasi (Umf), unggun akan mulai membentuk gelembung gas atau biasa disebut
aggregative fluidization dan ronggarongga seperti gelembung uap akan membangkitkan
sirkulasi unggun. Hal ini dapat terjadi akibat dari adanya pergerakan partikelpartikel unggun
karena gaya dorong udara sekarang dapat melampaui besarnya berat dari partikel unggun.
Maka, hasil dari percobaan ini dapat diketahui nilai pressure drop sebelum dan sesudah
terjadinya fluidisasi dan kecepatan minimum yang dibutuhkan untuk terjadinya fluidisasi.

5.1.2 Percobaan 2
Sesuai dengan tujuan percobaan, pada percobaan 2 ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh kecepatan superfisial dan posisi termokopel pada koefisien transfer panas. Oleh
karena itu, pada percobaan ini, data yang diambil ialah ketinggian bed, suhu heater, suhu
udara, suhu unggun, dan pressure drop pada thermocouple tercelup/tidak tercelup. Sama
halnya dengan percobaan 1, pada percobaan 2 ini ketinggian bed yang diukur ialah
ketinggian bed rata-rata pada bed chamber yang dikarenakan ketinggian bed pada tiap titik
dalam bed chamber tidak selalu sama, khususnya ketika terjadi fluidiasi. Untuk itu,
percobaan dilakukan dengan menguji besarnya perubahan suhu yang terjadi pada
thermocouple (T2) dan lingkungan (T3) pada beberapa variasi laju alir tertentu.
Perpindahan panas terjadi ketika suatu materi dengan suhu lebih tinggi bersinggungan
dengan materi lain yang bersuhu lebih rendah. Semakin lama perbedaan suhu itu akan
semakin kecil hingga suhu keduanya menjadi sama.
38

Pada percobaan ini, perpindahan panas akan terjadi dari heater (sumber panas) ke
partikel bed. Semakin lama suhu partikel bed akan naik mendekati suhu heater. Semakin
dalam heater dicelupkan, maka semakin besar tingkat perpindahan panasnya. Ini dikarenakan
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
heater memiliki lebih banyak kontak dengan permukaan partikel bed yang suhunya lebih
kecil sehingga panas akan lebih banyak berpindah ke partikel bed daripada ke udara (heat loss
yang terjadi lebih kecil).
Perpindahan panas yang terjadi ketika bed dalam keadaan tetap akan meningkatkan
suhu partikel bed yang berada di dekat heater hingga mendekati suhu heater. Saat terjadi
fluidisasi, terjadi pergantian kontak antara heater dengan partikel bed lain yang suhunya lebih
kecil. Aliran fluida ini akan menyebabkan pergantian kontak yang terus-menerus (antara
heater dengan satu partikel dan partikel-partikel yang lain) sehingga suhu masing-masing
partikel menjadi merata (homogen).
Perpindahan panas yang terjadi saat fluidisasi adalah secara konveksi (selain
perpindahan panas secara konduksi dan konveksi, radiasi juga terjadi dari heater ke molekul
udara dalam kolom). Perpindahan panas ini dipengaruhi oleh kecepatan superfisial. Kecepatan
ini akan mempengaruhi jenis aliran suatu fluida (dapat diketahui dari Bilangan Reynold).
Semakin tingginya laju alir udara (meningkatnya kecepatan superfisial), maka Bilangan
Reynold akan semakin bertambah. Bilangan Reynold juga berbanding lurus dengan bilangan
Nusselt, dimana bilangan Nusselt merupakan salah satu faktor dalam koefisien perpindahan
kalor konveksi.
Selain itu, pada percobaan ini, suhu heater yang diberikan juga divariasi, yaitu pada
suhu 80oC, dan 120oC. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh
suhu terhadap koefisien transfer panas. Suhu pada heater dimulai dengan suhu terendah
terlebih dahulu, yaitu 80oC. Hal ini dikarenakan jika menggunakan suhu yang lebih tinggi
terlebih dahulu, maka ketika ingin menggunakan suhu yang terendah akan sulit dicapai.
Maksud dari termokopel tercelup dan tidak tercelup adalah termokopel tercelup di dalam bed
ataupun berada diatas bed saat terjadi fluidisasi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui proses
penyebaran transfer panas terjadi secara merata di dalam chamber atau tidak. Pengukuran
pressure drop dan suhu dilakukan sebanyak 3 kali dalam rentang waktu 3 menit. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu terhadap suhu yang digunakan.

39

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
5.2 Analisis Hasil dan Grafik
5.2.1 Percobaan 1
5.2.1.1 Hubungan Q dengan Hbed

Grafik 4.1 Q Vs Hbed


12

Hbed (cm)

10
8
6
4

Increasing flowrate

Decreasing flowrate

0
0.4

0.6

0.8

1.2

1.4

1.6

Q (L/s)

Dari grafik diatas dapat diketahui hubungan antara nilai laju alir udara (Q) dengan ketinggian
unggun (Hbed) yang berbanding lurus. Nilai Q nilainya sebanding dengan kecepatan
superfisial (v). Hal ini dapat dilihat dari persamaan Q = Av, sehingga nilai Q dapat
merepresentasikan nilai v. Grafik diatas menunjukkan dua data yang diperoleh, yaitu Q pada
penurunan laju alir (warna biru muda) dan peningkatan laju alir (warna biru tua).
Peristiwa fluidisasi ditandai dengan meningkatnya nilai ketinggian unggun. Pada grafik diatas
dapat dilihat bahwa fluidisasi mulai terjadi pada saat laju alir volumetrik udara nya bernilai
0.8 L/s. Dari grafik juga dapat dilihat bahwa nilai Q berbanding lurus dengan ketinggian bed.
Semakin besar nilai Q maka nilai ketinggian unggun juga semakin meningkat yang
disebabkan oleh gaya seret yang diakibatkan aliran udara sudah melebihi gaya berat dari
partikel unggun itu sendiri.
Selain itu, kita juga dapat melihat perbedaan antara grafik yang menunjukkan penurunan laju
40

alir udara dengan grafik kenaikkan laju alir udara, yaitu pada penurunan laju alir nilai H bednya lebih rendah jika dibandingkan dengan H bed pada kenaikkan laju alir udara. Hal ini
dapat terjadi karena pada saat laju alir dinaikkan dari keadaan minimum sampai keadaan
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
maksimum, masih terdapat sisa udara dalam ruang-ruang kosong unggun saat partikel unggun
belum terfluidisasi, sehingga pada saat terjadi fluidisasi, ketinggian dari unggun lebih tinggi
jika dibandingkan dengan saat laju alir udara diturunkan.
5.2.1.2 Hubungan Q dengan P

Grafik 4.2 Q Vs P
3.5
3
P (mmH2O)

2.5
2
Increasing flowrate

1.5

Decreasing flowrate

0.5
0
0.4

0.6

0.8

1.2

1.4

1.6

Q(L/s)

Dari grafik diatas dapat diketahui hubungan antara laju alir udara (Q) dengan pressure drop
(P). Dari grafik terlihat bahwa sebelum terjadinya fluidisasi yaitu sebelum nilai Q 0.8 L/s,
pressure drop yang dihasilkan akibat aliran udara semakin meningkat. Pressure drop semakin
meningkat dengan meningkatnya laju alir untuk mengatasi gaya seret dan gesekan antara
aliran udara dengan partikel unggun dan antar-partikel unggun itu sendiri. Hubungan antara Q
dan pressure drop yang sebanding ini juga dapat dibuktikan dari persamaan Ergun dimana
semakin besar Q, maka semakin besar pula nilai pressure drop nya.
Secara teoritis, setelah terjadinya fluidisasi, nilai pressure drop cenderung konstan. Hal ini
dikarenakan gaya seret yang terjadi telah melebih gaya berat dari unggun. Selain itu, setelah
terjadinya fluidisasi partikel-partikel sudah tidak saling berkontakan satu sama lain sehingga
gaya gesek yang dihasilkan antar partikel sudah tidak ada.
Namun, hasil dari percobaan yang telah dilakukan oleh praktikan tidak sesuai dengan teori
41

yang ada. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang akan dibahas lebih lanjut di
dalam Analisis Kesalahan.

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
5.2.2 Percobaan 2
Percobaan 2 dilakukan untuk memperoleh data berupa ketinggian unggun, suhu udara,
suhu unggun, suhu termokopel dan tekanan. Kemudian dibuat grafik antara percobaan yang
dilakukan terhadap suhu. Suhu yang dikur dalam percobaan ini adalah T1(suhu heater),
T2(Suhu termokopel), dan T3(suhu udara keluar).

Suhu (C)

Grafik Percobaan vs Suhu Heater (T1)


Pada T 80oC
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Q=1 termokopel
tercelup T1
Q=1,6 termokopel
tercelup T1
Q=1 termokopel tidak
tercelup T1
0

Q=1,6 termokopel
tidak tercelup T1

Percobaan

Grafik Percobaan vs Suhu Heater (T1)


Pada T 120oC
130

Suhu (C)

120

Q=1 termokopel
tercelup T1

110

Q=1,6 termokopel
tercelup T1

100
90

Q=1 termokopel tidak


tercelup T1

80
70
0

Q=1,6 termokopel
tidak tercelup T1

Percobaan

Pada grafik perbandingan antara percobaan dan T1 (suhu pemanas) pada T 80oC dan
120oC diperoleh grafik yang cenderung turun seiring berjalannya waktu. Hal ini dapat
disebabkan oleh, seiring bertambahnya waktu, telah terjadi panas telah banyak berpindah ke
42

semua bagian chamber sehingga lama kelamaan suhu pada pemanas pun menurun. Dari
grafik juga didapatkan bahwa suhu T1 pada termokopel tercelup selalu lebih tinggi daripada
termokopel yang terangkat, hal ini dikarenakan apabila termokopel tercelup perpindahan
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
panas terjadi melalui proses konveksi dan konduksi. Akan tetapi pada saat termokopel
terangkat proses perpindahan panas hanya melalui proses konveksi. Akan tetapi pada saat
percobaan, suhu tiddak berubah terlalu jauh antara yang termokopelnya terangkat dan tidak.
Kemudian dari grafik juga didapatkan bahwa laju alir yang lebih tinggi menyebabkan
pengukuran suhu yang lebih tinggi juga. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi laju alir
maka akan terbentuk bubbling yang semakin banyak sehingga perpindahan panas akan
semakin cepat yang membuat suhu T1 yang didapat juga semakin tinggi. Suhu T1 dengan
suhu pemanas 120oC lebih tinggi dengan suhu pemanas 80oC

Suhu (C)

Grafik Percobaan vs Suhu


Termokopel (T2) Pada T 80oC
53
52
51
50
49
48
47
46
45

Q=1 termokopel
tercelup T2
Q=1,6 termokopel
tercelup T2
Q=1 termokopel tidak
tercelup T2
0

Q=1,6 termokopel
tidak tercelup T2

Percobaan

Grafik Percobaan vs Suhu Termokopel


(T2) Pada T 120oC
75
Q=1 termokopel
tercelup T2

Suhu (C)

70
65

Q=1,6 termokopel
tercelup T2

60

Q=1 termokopel tidak


tercelup T2

55
50
0

Q=1,6 termokopel
tidak tercelup T2

Percobaan

43

Pada grafik perbandingan antara percobaan dan T2 (suhu termokopel) pada T 80oC dan
120oC, diperoleh tren grafik yang cenderung naik. Pada t=80oC suhu T2 pada termokopel
yang tercelup cenderung naik dibandingkan termokopel yang terangkat. Hal ini disebabkan
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
karena pada termokopel tercelup perpindahan panas secara langsung melalui partikel di dalam
unggun, sedangkan pada termokopel terangkat perpindahan panas hanya terjadi melalui udara.
Namun pada saat T=120oC diperoleh tren grafik yang cenderung naik Hal ini dapat
disebabkan oleh adanya perpindahan panas dari pemanas ke seluruh bagain unggun, sehingga
seiring bertambahnya waktu, suhu termokopel yang mewakili suhu unggun akan naik dengan
bertambahnya waktu. Akan tetapi, pada saat laju alir 1 L/s dan kondisi termokopel diatas
unggun, grafik yang terbentuk menjadi turun. Hal ini dapat diakibatkan oleh laju alir yang
kecil mengakibatkan proses perpindahan panas berlangsung lambat, sehingga saat terbaca
pada termokopel yang berada di atas unggun, suhu yang terbaca turun. Suhu T2 dengan suhu
pemanas 120oC lebih tinggi dengan suhu pemanas 80oC

Suhu (C)

Grafik Percobaan vs Suhu Udara (T3)


Pada T=80oC
33
32
31
30
29
28
27
26
25

Q=1 termokopel
tercelup T3
Q=1,6 termokopel
tercelup T3
Q=1 termokopel tidak
tercelup T3
0

Q=1,6 termokopel tidak


tercelup T3

Percobaan

Suhu (C)

Grafik Percobaan vs Suhu Udara (T3)

44

35
34
33
32
31
30
29
28
27
26
25

Q=1 termokopel
tercelup T3
Q=1,6 termokopel
tercelup T3
Q=1 termokopel tidak
tercelup T3

2
Percobaan

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Q=1,6 termokopel tidak


tercelup T3

Kelompok 5R Konduksi
Pada grafik perbandingan antara percobaan dan

T3 (suhu aliran) didapat grafik yang

cenderung stabil pada kedua laju alir. Hanya terdapat fluktuasi sedikit dari ketiga percobaan.
Pada terdapat dua tren grafik, naik dan turun. Pada saat laju alir 1 L/s, didapatkan suhu turun
seiring bertambahnya waktu. Hal ini disebabkan oleh perpindahan panas yang lambat terjadi,
menyebabkan suhu turun pada udara. Hal sebaliknya terjadi pada saat laju alir 1,6 L/s,
didapatkan tren suhu yang naik akibat cepatnya perpindahan panas yang terjadi menyebabkan

koefisien perpindahan panas(W/m2.K)

suhu cepat naik. Suhu T3 dengan suhu pemanas 120oC dan 80oC cenderung sama.

Koefisien Perpindahan Panas Pada T=


80oC
0.7
0.6

Koefisien Q=1 Tercelup

0.5
0.4

Koefisien Q=1.6
Tercelup

0.3
0.2

Koefisien Q=1
Terangkat

0.1
0
0

Koefisien Q=1.6
Terangkat

Percobaan

45

koefisien perpindahan panas(W/m2.K)

Koefisen Perpindahan Panas pada


T=120 C
0.7
0.6

Q=1 termokopel
tercelup

0.5
0.4

Q=1,6 termokopel
tercelup

0.3
0.2

Q=1 termokopel tidak


tercelup

0.1
0
0

Q=1,6 termokopel tidak


tercelup

Percobaan

Setelah melalui pengolahan data didapatkan nilai koefisien transfer panas. Nilai
koefisien ini tidak berbeda jauh antara yang termokopel tercelup dan termokopel terangkat.
Sehingga dapat dikatakan bahwa ketinggian termokopel tidak berpengaruh terhadap transfer
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
panas. Hal ini disebabkan oleh adanya gelembung gelembung udara saat terjadi fluidisasi
yang menyebabkan panas tersebar ke semua area chamber. Pada saat suhu 80oC dan 120oC,
diperoleh grafik antara percobaan dan nilai koefisien perpindahan panas yang cenderung
stabil. Dengan kondisi yang sama, yaitu saat termokopel tercelup di dalam unggun atau di atas
unggun, memiliki koefisien perpindahan panas yang tidak jauh berbeda. Hal berbeda terjadi
ketika adanya perbedaan laju alir. Semakin tinggi laju alir maka koefisien perpindahan panas
akan semakin tinggi. Ketika, kecepatan udara dinaikkan, turbulensi udara semakin meningkat
pula. Akibatnya, fenomena bubbling yang terjadi semakin besar. Gelembung yang terjadi
semakin besar dalam waktu yang singkat. Maka, transfer panas lebih mudah dilakukan karena
pergerakan dari medium penghantar (udara) semakin besar.
Perubahan waktu juga menyebabkan temperatur unggun akan mendekati temperatur
permukaan sehingga laju transfer panas akan turun. Fenomena tersebut dapat dilihat pada
grafik percobaan dengan suhu unggun, pada saat termokopel tercelup, yang artinya
termokopel mengukur suhu bed, pada saat awal suhu yang terukur tinggi, yang kemudian
berubah turun akibat adanya pengaruh suhu permukaan.

5.3 Analisis Kesalahan

Alat penunjuk pada compressor tidak stabil (cenderung turun sedikit demi sedikit).
Hal tersebut tentunya mempengaruhi besarnya kecepatan superfisial yang diberikan
pada unggun sehingga hasil yang didapat dapat menjadi kurang tepat.

Pembacaan tinggi unggun yang hanya memperkirakan tinggi bed (karena bubbling
fluidisasi terjadi begitu cepat) menyebabkan perhitungan yang sesuai menjadi kurang
akurat. Ketinggian unggun yang diperoleh datanya merupakan ketinggian unggun ratarata pada tiga titik yang berbeda. karena ketinggian unggun di setiap titik berbedabeda.

Kedalaman dari termokopel maupun heater yang dicelupkan ke dalam ungguun tidak
selalu sama untuk setiap percobaan sehingga mempengaruhi nilai temperatur yang
diperoleh yang kemudian akan mempengaruhi perhitungan proses transfer panasnya.

46

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
BAB VI
KESIMPULAN
Kesimpulan dari percobaan fluidisasi antara lain :
1. Pada laju alir/kecepatan superfisial yang rendah, unggun tidak bergerak sehingga
ketinggian unggun tidak mengalami perubahan, hal ini menadakan bahwa unggun belum
mengalami fluidisasi, tetapi ketika kecepatan superfisial dinaikan sedikit demi sedikit,
maka pada kecepatan tertentu unggun akan mulai bergerak seperti fluida yang
menandakan telah terjadinya fluidisasi.
2. Peningkatan nilai Q tidak akan mengubah ketinggian bed sampai Q mencapai laju alir
minimum (0,6 L/s).
3. Pada hubungan laju alir udara terhadap pressure drop berdasarkan teori, P akan
meningkat jika laju alir akan meningkat sampai mencapai laju alir minimum. Setelah
melewati laju alir minimum, nilai P cenderung tetap. Namun yang terjadi pada
perccobaan ini adalah nilai P mengalami penurunan apabila laju alir ditingkatkan, Hal
ini terjadi dikarenakan oleh beberapa faktor.
4. Posisi termokopel berpengaruh terhadap nilai T1 yang diamati, pada saat termokopel
terangkat nilai T1 akan lebih rendah dibandingkan termokopel yang tercelup kedalam
unggun
5. Laju alir yang lebih besar akan membuat peristiwa perpindahan panas akan semakin cepat,
hal ini dapat dilihat pada T1 yang berbanding lurus dengan laju alir.
6. Nilai T3 cenderung stabil pada saat posisi, laju alir, dan suhu heater apapun.
7. Posisi termokopel tidak berpengaruh terhadap fluidisasi, sehingga tidak ada pengaruh
transfer panas terhadap fluidisasi.
8. Nilai v (kecepatan superfisial) sebanding dengan nilai koefisien transfer panas.

47

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi

SARAN
Kesimpulan dari percobaan fluidisasi antara lain :
1. Pada saat praktikum dijalankan, posisi manometer dari alat cenderung tidak stabil dan
sering mengalami penurunan. Praktikan harus terus memantau posisi manometer agar
laju alir dalam unggun sesuai dengan apa yang diinginkan
2. Pada saat mengukur tinggi unggun, praktikan akan kesulitan untuk menentukan tinggi
unggun karena harus mengukur ketinggian unggun pada saat terjadi bubbling. Lebih baik
praktikan lebih jeli dalam menentukan tinggi unggun dan mengukur tinggi unggun di
lebih dari 1 titik.
3. Nilai T1, T2, dan T3 dalam percobaan 2 terkadang tidak stabil dan praktikan akan sulit
menentukannya karena nilai tersebut selalu berubah ubah. Praktikan harus menunggu
untuk menentukan nilai T1, T2, dan T3 dimana nilai sudah mulai stabil.

48

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok 5R Konduksi
DAFTAR PUSTAKA

Kreith, Frank. 1997. Prinsip-prinsip Perpindahan Panas Edisi 3. Jakarta: Erlangga.


J.P. Holman. 1997. Perpindahan Kalor, ed. 6, Jakarta: Penerbit Erlangga.
Tim Penyusun. Buku Panduan Praktikum POT 1. 1989. Depok : Jurusan Teknik Gas &
Petrokimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Coulson & Richardson. 1996. Chemical Engineering, Vol1, 5e.
De Nevers, Noel. 1951. Fluid Mechanics Chemical Engineering. New York : McGraw-Hill
Inc.

49

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

Anda mungkin juga menyukai