Anda di halaman 1dari 46

ILMU KALAM (USHULUDIN)

(ilmu tentang pokok/dasar itikad-akidah agama)


I.

Prolog

Ibarat sebuah pohon, itikad (keyakinan) yang mendalam merupakan akar pondasi yang menjadi
dasar, sedangkan akidah merupakan satu batang penopang yang tegak tidak boleh menyimpang.
Salah dalam Itikad-akidah menyebabkan seseorang tersesat dan keluar dari Islam menjadi kafir.
Sedangkan Fiqih merupakan dahan, ranting dan cabangnya. Dalam masalah Fiqih-amaliah yang
ijtihadi sering terjadi perbedaan pendapat (khilafiah) diantara para imam mujtahid dan para
ulama. Salah dalam ijtihad fiqih amaliah, tidak menyebabkan seorang muslim menjadi kafir,
melainkan yang benar dapat dua pahala yang salah dapat satu pahala.
Hadits Nabi yang menginformasikan akan adanya firqoh-firqoh Islam yang sesat dalam
masalah Akidah (bukan masalah fiqih-amaliah Khilafiah) :
Umatku akan terpecah-belah menjadi 73 golongan, diantara golongan-golongan itu yang
selamat hanya satu golongan saja, sedangkan lainnya adalah binasa. Para sahabat bertanya :
Siapakah golongan yang selamat itu ? Nabi menjawab : golongan Ahlus Sunnah wal
Jamaah, para sahabat bertanya lagi, Apakah golongan Ahlus Sunnah wal Jamaah itu ? Nabi
menjawab : Yaitu yang mengikuti apa-apa yang sekarang ini dipraktekkan (manhaj) saya dan
para sahabatku
Maka bahwasanya siapa yang hidup (lama) diantara kamu niscaya akan melihat perselisihan
(faham) yang banyak. Ketika itu pegang teguhlah Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin
yang diberi hidayah. (HR. Abu Dawud).
Ada dua firqah dari umatku yang pada hakikatnya mereka tidak ada sangkut pautnya dengan
Islam, yaitu kaum Murjiah dan kaum Qadariyah. (HR Tumrmudzi).
Bagi tiap-tiap umat ada Majusinya. Dan Majusi umatku ini ialah mereka yang mengatakan
bahwa tidak ada takdir. Barangsiapa diantara mereka itu mati, maka janganlah kalian
menshalati jenazahnya. Dan barangsiapa diantara mereka itu sakit, maka janganlah kalian
menjenguknya. Mereka adalah golongan Dajjal dan memang ada hak bagi Allah untuk
mengkaitkan mereka itu dengan Dajjal itu. (HR Abu Dawud).
Akan keluar suatu kaum di akhir jaman, orang-orang muda berfaham jelek. Mereka banyak
mengucapkan perkataan Khairil Bariyah (ayat-ayat Allah). Iman mereka tidak melampaui
kerongkongan mereka. Mereka keluar dari agama bagai meluncurnya anak panah dari
busurnya. Kalau orang-orang ini berjumpa dengan kamu, lawanlah mereka. (HR Bukhari).
Yang dimaksud oleh Hadits ini adalah firqoh Khawarij.
II.

Pengertian Ilmu Ushuludin

Ilmu Ushuludin adalah ilmu yang membahas pokok-pokok (dasar) agama, yaitu akidah, tauhid
dan Itikad (keyakinan) tentang rukun Iman yang enam : 1) beriman kepada Allah, 2) Al-Quran
dan kitab-kitab suci samawi, 3) Nabi Muhammad dan para Rasul, 4) para Malaikat, 5) perkara
ghaib (alam kubur, alam akhirat, mashar, mizan, sirot, surga-neraka), 6 ) Takdir baik dan buruk.
Sebutan lain bagi Ilmu Ushuludin adalah ilmu Theologi (ketuhanan), karena membahas tentang
ke tauhid-an (ke-Esa an) Allah, sifat dan asma (nama) Allah.
Sebutan lain yang lebih populer adalah Ilmu Kalam, karena bahasan yang sedang ramai dibahas
pada saat lahirnya ilmu kalam adalah masalah kalam (firman Allah) disamping itu pembahasan
ilmu ini menggunakan metode ilmu mantiq (logika) sedangkan kata mantiq secara etimologi
bahasa sinonim dengan kalam.
III. Bahasan Ilmu Kalam
Pokok-pokok bahasan dalam Ilmu Kalam adalah :
1.

Masalah ketuhanan :

a.

Wujud Allah

b.

Sifat-sifat Allah

c.

Perbuatan Allah

2.

Al-Quran

a. Apakah Al-Quran itu makhluk atau bukan


3.

Akhirat

a.

Apakah kebangkitan itu dengan jasad apa ruh saja.

b.

Apakah dapat melihat Allah di akhirat nanti.

4.

Iman

5.

Dosa besar

6.

Takdir dan keadilan Allah

7.

Khilafah dan imamah

8.

Filsafat

9.

Ayat-ayat mutasyabih

a.

Tentang tajsim

b.

Tentang tasybih

c.

Tentang dimana Allah

IV.

Theologi yang sudah ada sebelum penaklukan Islam

Pada abad ke-3 SM (sebelum Masehi, lahirnya Nabi Isa) Alexander Agung dari Macedonia
(Yunani) mengalahkan Darius (Raja Persia kuno) pada pertempuran di Arbela (Iraq). Alexander
datang dengan tidak menghancurkan peradaban dan kebudayaan Persia, tetapi sebaliknya ia
berusaha untuk menyatukan kebudayaan Yunani dan Persia. Ia sendiri mulai berpakaian secara
Persia dan orang-orang Persia banyak yang diangkatnya menjadi pengiring-pengiringnya. Ia
kawin dengan Statira, anak Darius dan pada waktu itu juga 24 dari jenderal-jenderalnya dan
10.000 prajurit kawin atas anjurannya dengan wanita-wanita Persia di Susa.
Alexander Agung juga menaklukkan Pharao kerajaan Mesir kuno dan membangun kota
pelabuhan Alexandria (Iskandariah) sebagai ibukota Propinsinya di Mesir.
Alexander Agung dengan tentaranya dari bangsa Persia juga berhasil menaklukkan anak benua
India. Kaum penakluk inilah yang dikenal sebagai ras Arya yang berkasta paling tinggi
(brahmana) dalam agama Hindu di India.
Pada setiap daerah yang ditaklukkan Alexander Agung tidak serta merta menghancurkan budaya
asli bangsa yang ditaklukkan dan memaksakan budaya dan alam pikiran Yunani kepada
penduduk taklukan. Alexander Agung lebih berusaha mencampur unsur budaya Yunani dengan
unsur asli bangsa yang ditaklukkan. Pencampuran budaya Yunani dengan budaya lokal itu
melahirkan budaya baru yang dikenal sebagai Hellanisme. Inti Hellanisme adalah filsafat Yunani
Kuno (Ajaran Plato, Aristoteles) yang disesuaikan dengan filsafat lokal (Persia, Mesir, India).
Ketika muncul agama Nasrani, pada abad pertama Masehi mulanya agama Nasrani belum begitu
berkembang dan mendapat banyak pengikut. Ketika Kaisar Konstantin dari Romawi Timur
memeluk Agama Nasrani pada abad ke-3 Masehi barulah agama Nasrani berkembang dengan
pesat ke seluruh negeri dalam wilayah kekuasaan Imperium Romawi termasuk kota-kota pusat
study hellanisme seperti Iskandariah (Mesir), Antioch (Syria), Jundisapur (Iraq). Maka filsafat
Yunani pun mempengaruhi faham theologi agama Kristen yang mengkristal menjadi faham
Trinitas yang merupakan buah pikiran Paulus, yang sebenarnya bukan salah seorang Hawari
(murid setia pengikut Yesus).
Pada masa khalifah Abu Bakar, Panglima Khalid bin Walid berhasil menaklukkan Irak. Pada
masa Khalifah Umar, Panglima Abu Ubaidah berhasil menaklukkan Syria, Panglima Saad bin
Abi Waqash berhasil menaklukkan Persia, Panglima Amr bin Ash berhasil menaklukkan Mesir.
Pada masa Khalifah Usman bin Affan, Panglima Utbah bin Nafi berhasil menaklukkan
Maghribi (Maroko, Aljazair, Tunisia). Pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan dari Dinasti
Umayyah, Panglima Muhammad Al-Qasim berhasil menaklukkan Afghanistan, Pakistan dan
sebagian anak benua India.

Pada negeri-negeri taklukkan itu penduduknya telah mempunyai peradaban dan kebudayaan
yang cukup maju peninggalan peradaban Hellanisme Alexander Agung. Mau tidak mau kaum
Muslimin terlibat interaksi langsung dengan peradaban-peradaban tersebut, maka sebagian
peradaban dan pemikiran Yunani, Yahudi, Nasrani, Persia, India tersebut sedikit banyak
mempengaruhi pola pemikiran dan akidah kaum muslimin. Apalagi sebagian besar penduduk
negeri-negeri taklukan tersebut kemudian menjadi pemeluk agama Islam.
A.

Filsafat Yunani

Ciri khas filsafat Yunani adalah pemikiran bebas yang tidak terikat oleh agama. Jiwa filsafat
Yunani adalah mengamati, memikirkan dan merenungkan segala sesuatu berdasarkan rasio
(akal).
Neo Platonisme
Plato adalah seorang filsuf Yunani Kuno yang utama, guru dari Aristoteles. Ajaran dan
pemikiran Plato dibahas dan dihidupkan kembali oleh tokoh-tokoh Neo-Platonisme seperti
Plotinus (204-270 M), Malchus ( 232-304 M), Proclus (412-485 M) dan lain-lain.
Faham ajaran Plotinus yang terpenting adalah membahas Trinitas yaitu : The one, spirit dan soul.
Menurut Bertrand Russell, ketiga oknum itu sebagai satu kesatuan. The One (yang Esa) itu
kadang disebut sebagai God (tuhan) kadang disebut sebagai Good (Yang Maha Baik) yang sulit
diberikan definisi, batasan dan predikat padanya, tetapi dinyatakan bahwa Dia ada.
Yang Esa adalah mutlak, spirit datang kemudian dan soul yang terakhir. Tuhan tidak bisa
dikatakan sebagai segala-galanya karena Tuhan mengatasi segala-galanya. Yang Esa dapat hadir
melalui segala sesuatu tanpa usaha untuk datang. Tuhan tidak berhajat kepada hasil ciptaanNya
dan mengabaikan dunia.
Oknum yang kedua adalah Spirit (akal) yang merupakan gambaran dari Tuhan, dia diciptakan
dari sebab Yang Esa dalam mencari diriNya, mempunyai penglihatan dan pengliahatan itulah
yang disebut spirit. Dalam hal ini yang melihat dan yang dilihat adalah sama sebagaimana yang
diajarkan oleh Plato. Diumpamakan dengan matahari maka pemberi sinar dan yang disinari
adalah sama. Jadi spirit adalah sebagai sinar yang dipakai oleh Yang Esa untuk melihat diriNya.
Oknum ketiga adalah soul, menduduki peringkat terendah. Soul walaupun berada dibawah spirit
tetapi ia perencana dari segala sesuatu yang hidup, melimpahkan matahari, planet-planet dan
seluruh alam semesta. Soul mempunyai dua aspek, yang pertama berupa roh batin yang
menujuku kepada spirit dan yang kedua roh yang menuju hal-hal yang diluar, dalam mana turun
berjenjang sampai kepada alam inderawi sebagai gambaran dari padanya.
Plotinus berkeyakinan bahwa benda-benda langit adalah wujud-wujud percikan (emanasi)
Tuhan. Dalam hal bagaimana soul dapat ber emanasi menjadi alam semesta tidak lain adalah
karena rindu (eros) kepada spirit.

Soul mempunyai keinginan yang kuat terhadap susunan yang indah yang pernah ia lihat dalam
intelektual spirit (akal intelek). Menurut Plotinus tubuh adalah tidak kekal, sedangkan roh itulah
yang kekal dan ia bukan merupakan bentuk tetapi esensi yang abadi.
Bagi roh yang didatangi Tuhan menjadikan roh itu bercahaya, yang dengan cahayanya itu pula
dapat sampai menuju kepada Tuhan. Bagaimana caranya untuk bisa terjadi demikian ? Plotinus
menyatakan supaya kita putuskan hubungan dengan segala sesuatu kecuali kepada-Nya.
Dengan berbagai usaha agar dapat roh keluar dari badan terutama melalui ekstasi, akhirnya
Plotinus mengalami keberadaan roh diluar tubuh sebagaimana dituturkan dalam bukunya
Enneads.
The One disamakan dengan Allah, Spirit disamakan dengan Yesus yang mengandung segala
form (bentuk-bentuk) dan kemudian soul yang merupakan hubungan antara spirit dan alam
semesta. Ketiga unsur itu masing-masing suci dan disebut Trinitas.
Faham Neo-Platonis itu mewarnai seluruh karya Theologia Aristoteles, karangan yang terdiri
kutipan-kutipan yang disandarkan kepada Aristoteles, tanpa diketahui siapa pengarang yang
sebenarnya dan sampai ketangan kaum Muslimin pada abad ke-9 Masehi.
Gnosticisme
Berasal dari kata yunani Gnosis yang artinya pengetahuan rahasia yang dalam bahasa Arab
disebut ghunusiyah yang bermakna al-marifah al-ilahiyah atau ilmul asrar. Lahirnya
gnosticisme tidak dapat dipastikan waktunya, tapi Philo Judaeus (30-5- M) telah
mengembangkannya dengan agama Yahudi. Dapat dikatakan kelahiran gnosticisme sebagai
gerakan filsafat ketika akhir zaman Yunani kuno dan permulaan zaman Masehi.
Menurut faham gnosticisme, Tuhan berada pada tingkat tertinggi, wujud terpisah (transedent)
dengan alam materi. Adanya wujud materi bersumber dari Tuhan. Dari Tuhan pertama kali terbit
aeon positip dan aeon negatip. Dari kedua aeon yang berlawanan itu lahirlah aeon-aeon lainnya
hingga sampai kepada 30 aeon-aeon (pleroma) yang selanjutnya menjadi dasar alam (spirit) dan
melahirkan sophia (hikmah). Dari perkembangan yang berjenjang turun akhirnya sampai kepada
alam materi.
Dari aeon-aeon pertama dan seterusnya, ketika terpisah dengan Tuhan, timbul rindu dan ingin
kembali kepada Tuhan. Aeon-aeon itu dapat kembali kepada Tuhan kalau suci dan bersih dari
segala bentuk noda dan dosa. Dari aeon-aeon positip yang bersih dan suci itu melahirkan alam
spirit dan aeon-aeon negatip yang kotor dan penuh dosa itu tidak dapat kembali kepada Tuhan
dan daripadanya timbul alam materi.
Para pengikut gnosticisme memiliki ajaran atau doktrin bersifat rahasia. Diantaranya ajaranajarannya antara lain :
a.

Tuhan adalah akal (God is intelect).

b. Hubungan dengan Tuhan cukup dengan akal melalui marifah ilahiyah tanpa perlu dengan
ritual ibadah.
c. Keselamatan dan kebajikan lebih baik diperoleh dengan marifah ilahiyah daripada melalui
agama itu sendiri.
d.

Marifah ilahiyah itu didapat oleh orang-orang yang tertentu saja.

e.

Manusia dapat bersatu dengan Tuhan.

Perkembangan dan intergrasi gnoticisme memuncak dalam pemikiran filsuf Kristen yang dikenal
dengan Marcion (144 M). Menurut pandangan mereka, diri Yesus sendiri dilambangkan sebagai
pusat gnosis, diri yang mempersatukan antara yang mengetahui dan yang diketahui, antara
material dan spiritual dan hanya Yesus sendiri saja yang bersatu dengan Tuhan. Tetapi dalam
perkembangan selanjutnya gnosis dapat pula dilimpahkan Tuhan kepada orang-orang tertentu
disetiap waktu dan jaman.
B.

Majusi / Zoroaster

Merupakan ajaran Zarathustra yang lahir 258 tahun sebelum Iskandar Agung atau sekitar abad
ke-6 SM. Pokok ajarannya terkandung dalam kitab suci Zean Avesta (zean = penjelasan, avesta
= hukum). Zarathustra mengajarkan adanya dewa-dewa yang terbagi dua bagian, yang tertinggi
Ahura Mazda (Ormudz) adalah Tuhan Terang (Lord of Light) memancarkan Vaho Manah
(pikiran baik), Asha Vahista (keadilan tertinggi), Khashathra Vairya (kerajaan Tuhan), Spenta
Aramaiti (kebaktian saleh), Haurvatat (keselamatan) dan Ahriman (Agramanyu) adalah tuhan
gelap (spirit of evil) memancarkan berbagai sifat kejahatan dan keburukan. Peperangan antara
kedua golongan dewa tersebut menimbulkan konsepsi tentang kejadian alam (kosmogini) dan
eschatologi.
Salah satu aliran yang besar pengaruhanya adalah aliran Manes (Manichanism school) yang
dikalangan theologi Islam dikenal dengan sebutan kaum zindik. Manes hidup sekitar pertengahan
abad ke-3 SM. yang kemudian mengaku dirinya sebagai Nabi pembaharu agama Zoroaster.
Didalam ajaran-ajarannya tampak pengaruh Budhisme dan Gnoticisme dengan bertitik tolak dari
dualisme zoroaster. Yang terpenting dari ajarannya adalah pemberian arti kerohanian dari
pergulatan antara terang dan gelap dalam ajaran zoroaster tersebut.
Dalam rangka pengertian kerohanian itulah pengikutnya diwajibkan untuk bertapa dan berlaku
zuhud, tidak boleh kawin, berpuasa terus-menerus paling tidak 7 hari dalam sebulan,
bersembahyang terus menerus dan sekurangnya 12 kali sujud kepada matahari terbit sebagai
lambang dari dewa Ahura Mazda, tidak menyembelih binatang dan meninggalkan dunia ramai.
Pertarungan antara yang baik (terang) dengan yang buruk (gelap) dalam diri seseorang
mengharuskan semua ketentuan ini dilaksanakan dan akhirnya jiwa harus dapat mengalahkan
keburukan (kegelapan).
C.

Filsafat India

Anak benua India ditaklukkan oleh Jendral Muhammad Al-Qasim atas perintah Hajjaj bin Yusuf,
panglima Khalifah Abdul Malik bin Marwan dari Bani Umayyah. Penduduk India sudah
menganut agama Hindu dan Budha. Bangsa India juga sudah terpengaruh budaya Hellanisme
ketika seelumnya pernah ditaklukkan oleh Alexander Agung.
Hinduisme
Menurut ajaran Hindu, konsepsi tentang diri (self) merupaka sesuatu yang menarik. Diri itu
adalah sesuatu yang abadi, tidak dilahirkan dan tidak pernah mati, merupakan konsepsi yang
jelas tampak dalam Weda dan Bhagawat Gita. Setiap diri (self) selalu identik dan bersifat tetap.
Disamping diri, dimiliki macam ragam hal dan keadaan yang tidak tetap dan selalu berubah, dan
ini bersumber dari pengalaman. Dalam hubungannya dengan jagad raya, ia bersumber dari yang
tidak berubah, mutlak dan universal dalam bentuk kenyataan yang dijumpai dalam kekhususan
yang mempunyai banyak ragam bentuk dan sifatnya yang selalu berbah dan saling bertentangan.
Diantara diri dan dan pengalaman alamiah itu manusia meski mendirikan kehidupan. Dalam hal
ini, masih banyak yang belum diketahuinya dan filsafat India mengangkat masalah ini dalam
filsafat maya. Filsafat India menyatakan bahwa dalam memecahkan masalah maya, hendaknya
jangan melalui kemampuan rasio, tapi menggunakan batin. Sebagaimana Plato dan Kant di dunia
Barat, maka Nagarjuna dan Samsara dari India menyatakan bahwa pikiran (rasio) kita hanya
bersangkut paut dengaan hal-hal yang relatif dan tidak berkaitan dengan hal yang mutlak.
Meskipun ada wujud yang mutlak itu tidak diketahui melalui ratio namun masih bias dirasakan
dan kemudian dipecahkan melalui perasaan. Ada (wujud) dan diri (self) adalah kesatuan
kenyataan dari yang paling rahasia dan paling mendalam dan tidak ada yang mengetahuinya
kecuali diri itu sendiri.
Inilah pokok-pokok pikiran wihdatul wujud dalam alam pikiran Advaita yang dianut oleh
Gaudapada dan Samkara. Dari pokok pikiran itu berkembang lebih lanjut bahwa dunia adalah
kesamaan yang telah menjadi perbedaan. Yang satu tidak terasing dari yang lainnya, sedang
Tuhan adalah tempat yang paling dalam, pangkal kebersamaan semesta. Dunia adalah bentuk
lahir daripadanya.
Kitab-kitab Upanisad, Veda, Baghawat Gita penuh dengan pikiran-pikiran Wahdatul Wujud,
Inkarnasi dan Reinkarnasi roh dan sebagainya. Dari pikiran-pikiran itu menunjukkan bahwa alam
semesta itu bukan dijadikan dari tidak ada menjadi ada (creatio ex nihilo) tetapi ia berasal dari
sesuatu yang sudah ada hanya mengalami perubahan bentuk. Ia menggambarkan bahwa alam
semesta ini tidak ubahnya seperti sebuah besi yang amat pijar membara dalam api yang
begejolak mengeluarkan cahaya dan lentingan-lentingan bara. Dunia ini adalah sebiji lentingan
bara dari besi pijar tersebut, maka alam semesta ini bukanlah dijadikan dari tidak ada menjadi
ada tetapi merupakan limpahan daripadaNya. Pemikiran itu diungkapkan oleh filsuf Muslim
yaitu Al-Biruni (440 H/1048 M) dalam alam pikiran Islam dalam bukunya Tahqiq ma lil hindi
min Maqulah dan Al-Itsarul Baqiyah.
Disamping itu diterjemahkan juga Siddarta dari Brahmagupta, suatu risalah tentang Astronomi
yang dilakukan oleh Fazari yang kemudian memainkan peranan penting dalam perkembangan
Astronomi dalam Islam. Sejak Abu Jafar Al-Mansyur berkuasa, telah dilakukan penerjemahan

berbagai buku tentang medis India dan lain-lain bidang ilmu, terutama pada masa menteri Yahya
Al-Barmaki.
Budhisme
Filsafat Budhisme menitik beratkan ajarannya untuk selalu berperilaku baik, berpikiran dan
berniat baik, melakukan meditasi, mengekang keinginan hawa nafsu agar jiwa manusia lepas dari
samsara (keinginan-keinginan rendah) untuk mencapai nirwana yaitu suasana batin yang damai,
lepas dari pengaruh semua keinginan-keinginan.
V.

Lahirnya Ilmu Kalam

Dalam Al-Quran kita temui ayat-ayat yang berhubungan dengan usaha bebas manusia
dan ada pula yang menggambarkan akan adanya jabr (pemkasaan kehendak) Allah dan masalah
takdir. Disamping itu Al-Quran juga menuturkan tentang adanya sifat-sifat Tuhan yang
membawa kepada tanzih mutlaq, juga terdapat ayat-ayat tentang penyerupaan Tuhan dengan
mahkluk (tasybih) dan penyebutan anggota tubuh Tuhan (tajsim).
Menurut Ibnu Khaldun, terhadap berbagai ayat sifat, tasybih dan tajsim para sahabat dan ulamaulama salaf tidak berselisih dan semuanya menerima dan meng imani tanpa menafsirkannya.
Mereka tidak mau menggunakan rasio untuk membahas dan mentawilkan ayat-ayat mutasyabih
tersebut.
Perkembangan selanjutnya muncul pembahasan dan pendapat mengenai takdir, usaha bebas
manusia, pelaku dosa besar, membahas sifat-sifat Tuhan, ayat-ayat tasybih dan tajsim dan
masalah theologi lainnya. Maka mulai muncul aliran Khawarij yang mengkafirkan pelaku dosa
besar, Aliran Syiah Sabaiyah yang dipengaruhi filsafat inkarnasi tuhan, Aliran Jabariyah yang
menafikan ikhtiar bebas manusia, Aliran Qadariah yang menolak takdir Allah, Aliran murjiah
yang menyatakan iman cukup dengan keyakinan hati.
Pada tahun 148 H Khalifah Abu Jafar Al Manshur dari Bani Abbas menderita sakit, semua
dokter pribadinya tidak ada yang mampu menyembuhkan sakitnya. Atas saran menterinya
kemudian didatangkan dokter yang terkenal dari perguruan Jundishapur George Bakhtishu dan
berhasil menyembuhkan penyakit Khalifah, kemudian Khalifah memintanya untuk menjadi
dokter pribadi di Istana Khalifah.
Goerge Bakhtishu adalah seorang dokter dan ilmuwan yang luas pengetahuannya dan banyak
menulis buku tentang ilmu kedokteran. Dari George Buktishu inilah pihak istana mengenal
perguruan Jundishapur dan Khalifah tertarik untuk mendatangkan para ahli ilmu filsafat dari
Jundishapur ke Baghdad dan menterjemahkan beberapa buku ilmu pengetahuan Yunani.
Usaha penterjemahan buku-buku Yunani ini terus berlangsung pada pemerintahan Khalifah AlMahdi. Pada era Khalifah Harun Al-Rasyid, dikirim delegasi ke Bizantium untuk membeli
manuskrip-manuskrip ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu pengetahuan filsafat Yunani yang lainnya.
Usaha penterjemahan buku-buku kedokteran dan filsafat tersebut mencapai puncaknya pada
masa Khalifah Al-Mamun.

Pada tahun 217 H, Khalifah Al-Mamun mendirikan Baitul Hikmah yang merupakan
perpustakaan, pusat penterjemahan, pusat study dan pembahasan ilmu filsafat (meliputi
astronomi, fisika, kimia, matematika, ilmu alam, logika) dan kedokteran yang paling up date
pada jaman itu.
Usaha penerjemahan dilakukan oleh para penterjemah yang termasyhur pada saat itu antara lain :
1. Hunain bin Ishaq (809-873 M), pemimpin Darul Hikmah, seorang Kristen yang menguasai
Bahasa Arab, Suryani (Syria) dan Yunani. Ia menterjemahkan 20 buku karya Galen kedalam
bahasa Syria dan 14 buku lain kedalam bahasa Arab. Menurut riwayat Hunain mempunyai 90
asisten dan murid dalam kegiatan penerjemahan tersebut.
Karya-karya yang diterjemahkan antara lain, filsafat Galen tentang Risalah tentang Pembuktian
(Treatise on Demonstration), Sillogisme Hipotesis (Hypothetical syllogism), Etika (Ethics) dan
beberapa komentar Galen terhadap karya-karya Plato seperti Sophist, Parmindes, Cryatylus,
Euthydenus, Timaeus, Statesman, Republic, Laws.
Hunain juga menulis beberapa Risalah seperti : Gramatika Bahasa Yunani (Greek Grammar),
Risalah Air Pasang (A Treatise on the Salinity of Sea Water), Risalah tentang warna (A Treatise
on Colors), Risalah tentang Pelangi (A Treatise on Rainbow).
2. Ishaq bin Hunain (Wafat tahun 910 M) dibantu Hubays keponakan Huain menterjemahkan
karya Plato dan Aristoteles seperti Categories, Hermeneutica, Sophist, bagian-bagian dari
Timaeus.
3. Sabit bin Qurra (825-901 M), seorang Shabiin, penyembah bintang. Menterjemahkan
Physica Aristoteles, Uraian tentang Bintang-Bintang dan pengaruhnya (The Nature of the Stars
and Their Influences), Uraian tentang Azas-Azas Etika dan Musik (Principles of Ethics and
Music), Almageste karya Euclidus tentang Astronomi.
4. Qusta bin Luqa, seorang Kristen menterjemahkan Ungkapan-ungapan para filosof (The
Saying of Philosophers), Perbedaan Roh dan Jiwa (The difference between Soul and Spirit),
Risalah tentang atom (A Treatise on the Atom), Pengatar Logika (Introduction to Logic).
5. Abu Bisyr Mata bin Yunus (wafat tahun 939 M), seorang Kristen menterjemahkan karya
Aristoteles yaitu : Etegories, Hermeneutica, Analitica Priora dan Analitica Postriora.
Semua Ilmu-ilmu pasti alam terjemahan dari buku-buku Ilmu pengetahuan Yunani itu pada
waktu itu semuanya disebut ilmu filsafat dan merupakan ilmu yang dianggap elit. Metode
ilmiah dan logika berpikir rasional menurut ilmu filsafat Yunani itu disebut dengan metode
scholastic yang dianggap lebih superior dan bergengsi pada jaman itu.
Sebagian ulama kaum muslimin yang telah mempelajari metode scholastic ala filsafat Yunani
akhirnya terpengaruh dalam pola pikir yang rasional, terstruktur, logic dan mengedepankan akal
(rasio). Metode scholastik itu banyak digunakan oleh para ahli ilmu kalam untuk menjelaskan

dan mempertahankan argumen mereka tentang bahasan-bahasan ilmu kalam yang berseberangan
pendapat dengan mereka.
Firman Allah dalam QS An-Nahl : 125 :
Ajaklah mereka ke jalan Tuhanmu dengan secara bijaksana dan perkataan yang baik dan
bantahlah mereka itu dengan jalan yang lebih baik.
a. Terhadap orang musyrik yang menuhankan benda langit (bintang, bulan, matahari), maka
ditolak dengan ayat :
Ketika malam telah menjadi gelap, Ibrahim melihat bintang, lalu dia berkata : Inilah
Tuhanku. Tetapi tatkala bintang itu tenggelam, dia berkata : Aku tidak suka kepada sesuatu
yang tenggelam. Kemudian tatkala dia melihat bulan itu terbit, dia berkata : Inilah Tuhanku.
Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata : Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi
petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian tatkala dia
melihat matahari terbit, dia berkata : Inilah Tuhanku, inilah yang lebih besar. Tetapi setelah
matahari itu terbenam, dia berkata : Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa
yang kamu persekutukan (QS Al-Anam 76-78).
b.

Terhadap yang menuhankan Nabi Isa, maka ditolak dengan ayat :

Dan ingatlah ketika Allah berfirman : Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan
kepada manusia : Jadikanlah aku dan ibuku sebagai Tuhan selain Allah ? Isa menjawab :
Maha suci Engkau, tidaklah patut bagiku apa yang bukan hakku mengatakannya (QS AlMaidah : 116).
c.

Terhadap orang yang menyembah patung-berhala, maka ditolak dengan ayat :

Dan ingatlah diwaktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Azar : Pantaskah kamu menjadikan
berhala-berhala sebagai Tuhan ? Sesungguhnya aku melihat kaummu dalam kesesatan yang
nyata. (QS Al-Anam : 74).
d. Terhadap yang tidak percaya kepada hari kiamat dan kehidupan akhirat, maka dibantah
dengan ayat :
Yaitu pada hari Kami gulung langit bagai menggulung lembaran-lembaran kertas,
sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama. Begitulah Kami mengulanginya. Itulah
suatu janji yang pasti Kami tepati, bahwasanya Kami benar-benar akan melaksanakannya.
(Al-Anbiya : 104).
e. Terhadap orang yang menolak adanya takdir, maka mereka termasuk orang munafik
berdasarkan ayat :
Mereka (orang Munafik) berkata : Apakah bagi kita barang sesuatu hak campur tangan
dalam urusan ini ? Katakanlah : Sesungguhnya urusan itu seluruhnya ditangan Allah. Mereka

menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu. Mereka
berkata : Sekiranya bagi kita ada barang sesuatu atau hak campur tangan dalam urusan ini
niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) disini. Katakanlah : Sekiranya kamu ada
dirumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar juga ke
tempat mereka terbunuh. Dan Allah berbuat demikian untuk membersihkan apa yang ada dalam
hatimu. Dan Allah Mengetahui apa yang didalam hati. (QS Ali-Imran :154).
Pada perkembangan selanjutnya metode scholastik yang rasional itu diterapkan juga dalam
pemahaman dalam agama Islam yaitu dalam membahas sifat-sifat Tuhan, dosa besar, takdir,
ayat-ayat mutasyabih, tasybih, tajsim dan masalah kemakhlukan Al-Quran. Kelompok tersebut
dikenal sebagai aliran Mutazilah.
Mereka banyak mempelajari buku-buku terjemahan filsafat Yunani, lebih mengedepankan rasio,
menguasai ilmu mantiq (logika) dan metode perdebatan versi Aristoteles. Aliran Mutazilah ini
dikenal suka berdebat dan didukung penuh oleh Khalifah Al Mamun.
Sebagian ulama Islam yang mendapat hidayah Allah, lurus hatinya dan benar akidahnya
tergugah untuk menghadapi segala pemikiran akidah yang menyimpang (terutama dari kalangan
ahli filsafat kaum Mutazilah) dan berusaha membela sunnah dan akidah Islam yang benar
menurut manhaj salafus saleh menggunakan metode scholastik ahli ilmu kalam dengan
keterangan, argumen dan alasan yang terstruktur rapi hingga dapat menjelaskan kepalsuan
pemikiran yang menyimpang tersebut. Dengan demikian lahirlah ilmu kalam dan para ulama
ahli ilmu kalam.
VI.

Aliran Khawarij

Khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti keluar (seperti keluar melesatnya anak pakah
dari busurnya). Setelah terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan, seluruh kaum muslimin
membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, namun gubernur Syam yaitu Muawiyyah bin Abu
Sofyan tidak mau membaiatnya, bahkan memberontak dan berusaha merebut kekhalifahan.
Maka terjadilah perang Shiffin antara Ali melawan Muawiyyah.
Tentara Syam sudah tersudut dan hampir kalah, untuk menunda kekalahan Amr bin Ash, salah
seorang panglima Muawiyah mengusulkan agar Al-Quran diikat pada ujung tombak dan
menawarkan perundingan damai dengan pihak Ali. Siasat tersebut kemudian dilaksanakan dan
berhasil membuat para Qurra (penghafal Al-Quran) dari kalangan tentara Ali bin Abi Thalib
menghentikan peperangan dan didukung oleh sebagian anggota tentara Ali bin Abi Thalib.
Akhirnya antara pihak Ali dan Muawiyah masing-masing mengirimkan seorang wakil untuk
melakukan perundingan arbitrase mencari solusi damai atas pertikaian perebutan kekhalifahan
yang sedang terjadi. Khalifah Ali mula-mula menunjuk Abdullah bin Abbas sebagai wakilnya,
namun penunjukan Ali tersebut ditolak dan ditentang oleh sebagian tentaranya. Akhirnya pihak
Ali diwakili oleh Abu Musa Al-Asyari, sedangkan pihak Muawiyah diwakili oleh Amr bin Ash.
Kedua juru runding itu sebelumnya sepakat menurunkan Ali dan Muawiyah dari kekhalifahan
untuk kemudian mencari orang ke tiga yang akan diangkat sebagai khalifah yang baru. Mula-

mula yang pertama naik ke mimbar adalah Abu Musa Al-Asyari wakil dari kelompok Ali
menyatakan menurunkan Ali dari kekhalifahan. Giliran kedua Amr bin Ash naik ke mimbar,
tetapi Amr bin Ash tidak menepati kesepakatan sebelumnya yang telah dibuat. Saat diatas
mimbar Amr bin Ash menetapkan Muawiyah sebagai khalifah yang syah. Menyadari kelicikan
siasat Amr bin Ash maka hasil arbitrase tersebut tidak diakui oleh pihak Ali.
Sebagian pengikut Ali tiba-tiba menolak dan mengecam arbitrase tersebut dan menyalahkan Ali
karena mau melakukan tahkim atau arbitrase tersebut. Mereka keluar dari barisan pengikut Ali
dan membentuk kelompok sendiri yang dikenal sebagai kelompok khawarij.
Mereka berjumlah sekitar 12.000 orang dan memusatkan gerakannya di Harurah, sehingga
kelompok ini dikenal juga dengan istilah kelompok Haruriah. Mereka berpendapat bahwa Ali
telah menjadi kafir karena mau melakukan tahkim arbritase dan menuntut Ali agar melakukan
tobat. Demikian juga mereka mengkafirkan Muawiyah yang dianggap salah satu penyebab
pertumpahan darah sesama kaum muslimin.
Kaum khawarij dikenal banyak membaca Al-Quran, rajin puasa dan tahajud namun suka
berbuat anarkis, merampok baitul mal gubernur Basrah, mengkafirkan dan membunuh orangorang yang tidak sefaham dengan mereka. Suatu ketika ada khafilah yang berpapasan dengan
mereka, kemudian khafilah itu ditanya pendapatnya tentang Ali dan peristiwa arbitrase, khalifah
itu memberi penilaian yang baik kepada Ali, maka merekapun membunuhnya dan semua
anggota rombongan khalifah termasuk seorang wanita yang sedang hamil.
(Uraian yang lebih rinci dan detail tentang perang Shiffin, awal mula munculnya kelompok
Khawarij, dialog dan diskusi Ibnu Abbas dengan mereka sebagai usaha untuk menarik kembali
mereka kebarisan Khalifah Ali, penumpasan kelompok Khawarij oleh Khalifah Ali dalam perang
Nahawan, dsb bisa dibaca pada buku Bidayah wa Nihayah karya Ibnu Katsir atau Tharikh
(sejarah) Khulafaur Rasyidin atau buku Nahjul Balagah atau buku-buku tentang biografi Imam
Ali bin Abi Thalib)
Kelompok Khawarij awal mulanya hanya kelompok politik, tapi kemudian berkembang menjadi
aliran ilmu kalam. Mereka telah keluar dan memisahkan diri dari jamaah kaum muslimin.
Adapun pokok-pokok pikiran mereka dalam ilmu kalam adalah :
a.

Menolak tahkim / arbitrase.

b.

Membolehkan Khalifah bukan dari suku Quraisy, bahkan dari kalangan mana saja.

c.

Mengharuskan seorang khalifah berbuat adil dan menetapi syariat Islam.

d. Khalifah yang dianggap telah menyimpang dari syariat Islam wajib diturunkan, bila perlu
secara paksa dan dibunuh.
e.

Melakukan pemberontakan kepada Khalifah yang mereka anggap dzalim dan tidak adil.

f.
g.

Menganggap pelaku dosa besar adalah kafir.


Membolehkan membunuh golongan diluar kelompoknya.

Aliran Khawarij dalam perkembangan selanjutnya pecah lagi menjadi beberapa sekte dari yang
paling keras adalah sekte Azariqah dibawah pimpinan Nafi Ibnu Azraq. Golongan ini
berpendapat bahwa orang-orang Islam yang tidak sefaham dengan mereka adalah kafir dan akan
kekal selama-lamanya dalam neraka, walaupun ia meninggal ketika masih anak-anak. Termasuk
dalam sekte ini adalah Abdurrahman bin Muljam yang membunuh Khalifah Ali ketika sedang
sholat Subuh di Kufah.
Ada juga sekte yang lebih lunak seperti kelompok Najdah Ibnu Amir Al-Hanafi dari Yamamah,
kelompok Ziad Ibnu Asfar. Sedangkan yang paling lunak adalah sekte Ibadiah pimpinan
Abdullah bin Ibad yang tidak sampai mengkafirkan dan masih menganggap Islam kelompok
diluar mereka.
VII.

Aliran Syiah

Syiah artinya pendukung, maksudnya pendukung Ali bin Abi Thalib. Pada akhir masa
pemerintahan Khalifah Usman bin Affan, seorang Yahudi yang bernama Abdullah bin Saba
menyatakan diri masuk Islam. Sewaktu masih menganut agama Yahudi ia pernah mengatakan
bahwa Yusya bin Nun adalah seorang yang diberi wasiat oleh Nabi Musa untuk melanjutkan
memimpin Bani Israil. Setelah masuk Islam, dia menghembuskan doktrin bahwa Ali telah
menerima wasiat dari Nabi Muhammad sebagai khalifah sepeninggal beliau. Lebih dari itu
Abdullah bin Saba mengajarkan bahwa pada diri Ali itu mengandung unsur ketuhanan.
Abdullah bin Saba mengembara ke kota-kota Islam seperti Mesir, Basrah dan Kufah
menyebarkan ajarannya itu. Pada tahun ke enam masa kekhalifahan Usman bin Affan, kerabat
Usman dari kalangan Bani Umayyah banyak yang menduduki jabatan penting, seperti gubernur,
sekretaris, bendahara baitul mal. Tindakan para pejabat yang terdiri atas Bani Umayah kerabat
Khalifah Usman banyak yang menyengsarakan rakyat dan dikenal korup. Pada tahun ke dua
belas datanglah delegasi rakyat Mesir, Basrah dan Kufah mengadukan kezaliman para Gubernur
mereka. Mereka menuntut agar Usman memecat dan mengganti mereka. Khalifah Usman
menyanggupi tuntutan mereka dan mengeluarkan surat pemecatan Abdullah bin Abu Sarah,
Gubernur Mesir. Sebagai penggantinya Khalifah Usman mengangkat Muhammad bin Abu
Bakar. Delegasi penduduk Mesir pun pulang disertai Muhammad bin Abu Bakar, calon gubernur
yang baru dengan membawa surat pemecatan dari Khalifah Usman.
Pada saat perjalanan kembali ke Mesir, ditengah jalan rombongan penduduk Mesir disalip oleh
seorang penunggang kuda yang berkuda cepat menuju ke arah Mesir pula. Merasa curiga
rombongan penduduk Mesir mengejar dan menangkap penunggang kuda itu. Setelah
diinterogasi, pada kantung minumannya ditemukan surat perintah berstempel resmi Khalifah
Usman yang isinya perintah untuk membunuh Muhammad bin Abu Bakar dan beberapa tokoh
penduduk Mesir yang sebelumnya ikut datang ke Madinah.

Mengetahui hal itu penduduk Mesir dan Muhammad bin Abu Bakar tidak jadi meneruskan
perjalanan pulang ke Mesir, melainkan kembali lagi ke Madinah. Khabar perintah pembunuhan
dari Khalifah Usman itu pun cepat menyebar dan sampai pula pada rombongan penduduk Basrah
dan Kufah. Mereka semua pun datang kembali ke Madinah.
Dengan suasana emosional mereka mengepung rumah Khalifah Usman dan meminta penjelasan
atas perintah pembunuhan tersebut. Khalifah Usman bersumpah tidak menuliskan dan tidak
pernah menyuruh seseorang untuk membuat surat perintah tersebut. Kecurigaan mengarah
kepada Marwan bin Hakam, keponakan sekaligus menantu Khalifah Usman yang merupakan
pemegang stempel ke khalifahan. Namun Khalifah Usman enggan untuk menyerahkan Marwan
bin Hakam kepada pihak pengepung.
Ketegangan terus terjadi dan semakin memuncak dan berakhir dengan terbunuhnya Khalifah
Usman bin Affan oleh orang-orang yang mengepung rumahnya. Mayoritas kaum Muslimin
akhirnya membaiat Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah namun Muawiyah bin Abi Sofyan tidak
mau mengakuinya dan bahkan menyatakan dirinya sebagai khalifah.
Talhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam mulanya turut membaiat Ali sebagai khalifah,
kemudian mereka berdua menuntut jabatan sebagai gubernur Basrah dan Kufah, namun tuntutan
mereka tidak dikabulkan oleh Khalifah Ali, dengan alasan tidak mau memberikan jabatan kepada
orang yang berambisi dan menuntutnya.
Akhirnya Talhah dan Zubair memberontak kepada Ali dengan alasan menuntut bela atas
terbunuhnya Usman bin Affan. Keduanya berhasil membujuk Aisyah Ummul Mukminin untuk
turut bergabung dalam perang Jamal. Khalifah Ali pun mengirim tentara untuk memadamkan
pemberontakan itu dan terjadilah pertempuran di kota Basrah. Pada perang Jamal pihak Khalifah
Ali berhasil memenangkan pertempuran. Talhah dan Zubair terbunuh, sedangkan Aisyah Ummul
Mukiminin dikembalikan dengan hormat ke Madinah.
Dalam perang Jamal, Khalifah Ali melihat tentaranya yang berasal dari penduduk Kufah paling
loyal terhadap dirinya. Setelah perang Jamal Khalifah Ali memutuskan memindahkan ibukota
pemerintahannya ke Kufah. Pada saat di Kufah sebagian orang Kufah yang telah terpengaruh
oleh ajaran Abdullah bin Saba ada yang mendatanginya dan berlebihan dalam mendukung dan
mencintainya dan bahkan ada yang mengatakan bahwa engkau Ali adalah tuhan. Ketika
khalifah Ali bertanya kepada mereka, Siapa kalian ? mereka menjawab, Kami adalah syiah
(pendukung) Ali. Sejak itu kelompok yang dikenal sangat fanatik kepada Ali bin Abi Thalib
disebut sebagai Syiah
Kaum Syiah pengikut Abdullah bin Saba dikenal sebagai Syiah Sabaiyah. Syiah Sabaiyah ini
termasuk dalam kelompok Syiah Ghulat (ekstrim) yang sampai pada taraf menuhankan Ali bin
Abi Thalib. Syiah Ghulat mempercayai adanya reinkarnasi (hulul) unsur ketuhanan pada Ali dan
keturunannya.
Syiah Bayaniah, pengikut Bayan bin Saman menyatakan bahwa Tuhan tercipta dari cahaya yang
berbentuk tubuh sebagaimana manusia dan semuanya akan hancur terkecuali wajah nya saja.

Syiah Mughiyitah pimpinan Al-Mughirah bin Said mengatakan Tuhan itu laki-laki, berjisim
(bertubuh) dari cahaya, diatas kepalanya ada mahkota yang juga dari cahaya, memiliki jantung
yang memancarkan ilmu-ilmu hikmah.
Mereka mengambil dari makna literal ayat-ayat Al-Quran yang menggambarkan tentang Tuhan
dan menjadi penganut anthropomorpisme (menyerupakan Tuhan seperti manusia). Mereka jatuh
pada tasybih (penyerupaan Tuhan dengan makhluk), faham yang demikian dinamakan
Musyabbihah. Mereka juga jatuh pada tajsim (menetapkan Tuhan ber jism / bertubuh), faham
yang demikian disebut Mujasimah.
Syiah Imamiah berpendapat bahwa yang berhak menjadi Khalifah adalah Ali bin Abi Thalib dan
keturunannya. Mereka menganggap Abu Bakar, Umar dan Usman telah menyerobot hak khilafah
Ali bin Abi Thalib sehingga syiah imamiah sangat membenci dan suka mencaci-maki para
Sahabat Nabi tersebut.
Syiah Itsna Asyariyyah (dua belas imam) menetapkan dua belas imam Syiah yang dianggap
maksum, yaitu :
1.

Ali bin Abi Thalib

2.

Hasan bin Ali

3.

Husein bin Ali

4.

Ali Zainal Abidin bin Husein

5.

Muhammad Al-Baqir

6.

Jafar Shodiq

7.

Musa Al-Kazhim

8.

Ali Al-Ridha

9.

Muhammad Al-Jawad

10. Ali an Naqi


11. Hasan Al-Asykari
12.
Muhammad bin Hasan Al-Asykari, Al-Mahdi Al-Mukthadhar, imam yang kedua belas ini
dipercaya ghaib (menghilang) di Samarah dan dipercaya akan muncul kembali sebagai Imam
Mahdi Al-Muktadhar (yang ditunggu) menjelang akhir jaman.
Namun kaum syiah berbeda pendapat mengenai siapa imam-imam syiah keturunan Ali yang
diakui sebagai imam, Syiah Ismailiyyah menetapkan Ismail bin Jafar Shadiq sebagai imam yang

syah. Dalam perkembangan selanjutnya Syiah Ismailiyyah ini pecah lagi menjadi beberapa sekte
yaitu Syiah Bathiniyyah, Karmatiyyah, Qaramithah dan Talimiyyah. Disebut Bathiniyyah
karena keyakinan mereka bahwa imam-imam mereka yang maksum mengetahui tawil ayat-ayat
Al-Quran secara isoterik atau imam mereka memahami makna batin dari Al-Quran.
Kelompok Syiah Ismailiyyah-Batiniyyah inilah yang dikemudian hari berhasil mendirikan
pemerintahan Syiah Buwaitih-Fatimiyyah di Mesir, lepas dari kekuasaan Bani Abbas di
Baghdad.
Kelompok Syiah yang lebih moderat dan dekat dengan faham suni adalah Syiah Zaidiyah,
pengikut Zaid bin Ali Zainal Abidin. Imam Zaid dikenal sebagai ahli fiqih dari kalangan syiah
yang fahamnya dekat dengan faham suni. Imam Zaid berpendapat bahwa walaupun Ali lebih
berhak menjadi khalifah, namun kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan Usman tetap syah. Jadi
Imam Zaid membolehkan mengangkat imam yang utama walaupun bukan yang paling utama.
Kelompok Syiah yang tidak setuju dengan pandangan Imam Zaid ini dikenal sebagai Syiah
Rafidah (menolak) yaitu menolak pendapat imam Zaid dalam masalah imamah. Kelompok Syiah
Rafidah ini dikenal paling suka mencaci maki Sahabat Nabi (terutama Abu Bakar dan umar)
yang dianggap telah menyerobot hak kekhalifahan Ali bin Abi Thalib dan dikenal banyak
memalsukan hadits untuk memperkuat pendapat kelompoknya.
Kaum Syiah memperbolehkan taqiyyah yaitu menyembunyikan mazhab Syiah mereka,
apabila keadaan tidak memungkinkan dan mengancam keselamatan dan eksistensi mereka. Pada
masa kekhalifahan Al-Mustashim (609-659 H), salah seorang menteri kepercayaannya adalah
Muayyidin Al-Alqami, seorang penganut Syiah Rafidah yang ber taqiyyah menyembunyikan
faham Syiah Rafidahnya. Menteri ini selalu berhubungan secara rahasia dengan orang-orang
Mongol dan mengatur siasat agar orang-orang Mongol dapat memasuki Baghdad. Tujuannya
agar kekuasaan Bani Abbas yang sunni runtuh dan dia menginginkan agar kekuasaan beralih ke
tangan orang-orang alawiyin (keturunan Ali). Konspirasi itu berhasil dengan baik, pada tanggal
10 Muharram 656 H akhirnya Baghdad jatuh ketangan orang-orang Mongol dibawah pimpinan
Hulagu Khan.
(Uraian yang lebih rinci dan detail tentang jatuhnya kota Baghdad ketangan Mongol dapat dibaca
pada buku Tarikh Khulafa Sejarah Para Khalifah- karangan Imam Jallludin As Suyuthi, pada
Bab Khalifah Al-Mustashim)
Kaum Syiah yang sekarang banyak terdapat di Iran adalah Syiah Itsna Asyariyyah yang
mempercayai bahwa imam imam mereka adalah wakil dan mendapat legitimasi dari Imam
Syiah kedua belas yang sedang ghaib. Fiqih mereka mengikuti Imam Jafar Shadiq dan Imam
Zaid bin Ali Zainal Abidin. Kaum Syiah hanya mau menerima hadits dari riwayat ahlul bait atau
dari sahabat Nabi yang dikenal setia mendukung Ali seperti Salman Al-Farisi, Ammar bin Yasir
dan Abdullah bin Abbas.
VIII.

Aliran Murjiah

Murjiah berasal dari kata arjaa yang berarti penundaan atau penagguhan. Kaum Murjiah
berendapat bahwa seorang muslim yang melakukan dosa besar status ke-Islaman ditangguhkan,
apakah masih termasuk muslim atau sudah menjadi kafir. Keputusannya diserahkan kelak
kepada Allah di hari perhitungan di akhirat.
Setelah Terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan, timbul kemelut politik yang berlanjut dengan
perang Nahrawan dan perang Shiffin dan munculnya firqoh Syiah dan Khawarij. Setelah
Khalifah Ali terbunuh oleh kaum Khawarij, Bani Umayyah menduduki singgasana kekhalifahan
dengan cara paksa dan bertindak represif.
Antara Syiah, Khawarij dan Bani Umayyah satu sama lain saling bermusuhan dan saling
menumpahkan darah. Ditengah kondisi yang demikian muncullah firqoh Murjiah yang bersikap
netral tidak memihak ke salah satu pihak yang saling bertikai tersebut dan tidak mau terlibat
dalam pertikaian politik yang sedang terjadi.
Mereka menegaskan posisi politiknya dengan menyatakan bahwa mereka mengakui
pemerintahan Bani Umayyah karena kenyataannya Bani Umayyah adalah Khalifah yang sedang
berkuasa.
Mereka tidak memberi penilain terhadap semua kelompok yang bertikai. Mereka juga
mengatakan bahwa kaum muslimin yang tidak kuasa melawan kekuasaan Bani Umayah yang
telah merebut kekhalifahan dengan kekerasan dan banyak berbuat dzalim tidaklah mengurangi
nilai keiimanannya.
Pokok pikirannya ini kemudian berkembang menjadi theologi Murjiah yang berpendapat bahwa
iman itu cukup dengan keyakinan yang mantap didalam hati, adapun perkataan dan perbuatan
tidak termasuk dalam iman. Sebagaimana amal kebaikan tidaklah membawa manfaat bagi orang
yang kafir, mereka juga berpendapat bahwa dosa-kemaksiatan tidaklah mempengaruhi keimanan
seorang muslim yang hatinya tetap mantap pada Islam.
Firqoh Murjiah terbagi dalam beberapa sekte, diantaranya :
a. Yunusiah, pengikut Yunus bin Ain An Numairi, berpendapat bahwa iman itu marifat
kepada Allah, tunduk dan cinta dalam hati secara yakin. Seseorang yang berbuat maksiat
tidaklah merusak keimanannya.
b. Ghassaniah, pengikut Ghassan Al-Murji, berpendapat iman itu adalah ikrar atau mencintai
dan membersihkan. Iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang. Masalah-masalah diluar iman,
tidaklah mempengaruhi kepada iman. Seperti tuhan mewajibkan naik haji, tapi ada orang yang
tidak tahu apakah Kabah itu di India atau di negara lain, maka orang tersebut tetap sebagai
mukmin bukan kafir.
c. Tsaubaniah, pengikut Abi Tsauban Al-Murji, berpendapat bahwa iman adalah marifah atas
dasar ikrar atas Allah dan Rasul-Nya. Masalah amal bagi sekte ini merupakan soal kedua saja.
Abi Muaz at-Tumany dengan pengikut-pengikutnya yang dikenal dengan at-Tumaniah
berpendapat, iman berintikan marifah, membenarkan, mahabbah, ikhlas dan iqrar atas segala

yang dibawa oleh Rasulullah. Inilah inti dari iman, selain itu tidak akan membawa kepada
kekufuran. Seseorang yang menyembah kepada matahari atau bulan pada dasarnya bukan kafir
tetapi mengandung benih kekafiran.
d. Al-Marisah, pengikut Bisyr Al-Murisy tidak begitu berbeda dengan pendapat-pendapat
yang telah dikemukakan sebelumnya diatas. Mereka mengatakan, iman itu adalah membenarkan
dengan hati dan ikrar dengan lisan. Kekafiran terjadi kalau menentang dan ingkar. Tapi kalau
seseorang sujud kepada berhala atau matahari, dia tidak kafir tetapi menyandang tanda-tanda saja
dari kekafiran.
e. As-Shalihiah, pengikut Abdul Hasan As-Salehi, berpendapat iman itu mengetahui Tuhan
dan kalau kufur adalah tidak mengetahui Tuhan. Mereka berpendirian bahwa iman adalah ibadat
dalam arti marifah kepada Tuhan. Sedang amal saleh seperti shalat, zakat, puasa, haji semuanya
hanyalah gambaran dari kepatuhan tidak termasuk ibadah kepada Allah. Sedang ibadahnya
sendiri itu adalah iman.
IX.

Aliran Qadariyah

Qadariah pertama kali muncul sekitar tahun 70 H / 689 M, dipimpin oleh Mabad Al Juhni Al
Bisri dan Jaad bin Dirham pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan (687705 M). Tetapi ada juga pendapat yang mengatakan bahwa yang pertama kali mengajarkan
faham Jabariyah adalah seorang Kristen bernama Abu Yunus Sansaweh di Iraq.
Latar belakang timbulnya firqoh Qadariyah ini sebagai isyarat menentang kebijaksanaan politik
Bani Umayyah yang dianggap kejam dan dzalim. Apabila firqoh Jabariyah berpendapat bahwa
khalifah Bani Umayyah membunuh orang, hal itu karena sudah ditakdirkan Allah dan hal ini
berarti merupakan legitimasi kekejaman Bani Umayyah, maka firqoh Qadariyah mau
membatasi masalah takdir tersebut.
Mereka mengatakan bahwa kalau Allah itu adil, maka Allah akan menghukum orang yang
bersalah dan memberi pahala kepada orang yang berbuat kebajikan. Manusia harus bebas
memilih dalam menentukan nasibnya sendiri dengan memilih perbuatan yang baik atau yang
buruk. Jika Allah telah menentukan takdir manusia dan memaksakan berlakunya, maka Allah itu
zalim. Mengapa Allah menyiksa manusia karena sesuatu yang telah ditadirkan dan dipaksakan
terjadi oleh Nya ? Karena itu manusia harus merdeka memilih atau ikhtiar bebas atas
perbuatannya.
Orang-orang yang berpendapat bahwa amal perbuatan dan nasib manusia hanyalah tergantung
pada takdir Allah saja, selamat atau celaka sudah ditentukan oleh takdir Allah sebelumnya,
pendapat tersebut adalah sesat. Sebab pendapat tersebut berarti menentang keutamaan Allah dan
berarti menganggapNya pula yang menjadi sebab terjadinya kejahatan-kejahatan. Mustahil Allah
melakukan kejahatan. Jadi firqoh Qadariyah menolak adanya takdir Allah dan berpendapat
bahwa manusia bebas merdeka menentukan perbuatannya.

Firqoh Qadariyah mendasarkan ajarannya kepada beberapa ayat Al-Quran :


Katakanlah, kebenaran itu datang dari Tuhanmu. Siapa yang mau beriman maka berimanlah
dan siapa yang mau kafir maka kafirlah ia. (QS Al-Kahfi :29).
Berbuatlah apa yang kamu kehendaki, sesungguhnya Dia melihat apa yang kamu perbuat.
(QS Fushilat : 40).
Bagaimana apabila bencana menimpa diri kamu sedang kamu telah menimpakan bencana
yang berlipat ganda, sedang kamu bertanya : Dari mana datangnya (kekalahan) ini ?
katakanlah dari kamu sendiri. (QS Al-Imran : 164).
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka sendiri yang
merubahnya. (QS Ar-Rad : 11)
Faham Qadariyah segera mendapat pengikut yang cukup banyak. Karena ajarannya dianggap
membahayakan kekuasaan Bani Umayah, dengan alasan ajaran Qadariyah dianggap
menyimpang dari syariat dan membahayakan ketertiban umum. Penguasa Bani Umayah, melalui
Panglima Hajjaj bin Yusuf menangkap Mabad Al Juhni dan beberapa pengikutnya kemudian
dihukum mati di Damaskus pada tahun 80 H/690 M.
Gailan Ad Dimsyaqi adalah salah satu tokoh Qadariyah, penduduk kota Damaskus. Ayahnya
pernah bekerja pada Khalifah Usman bin Affan. Ia datang ke Damaskus pada masa pemerintahan
Khalifah Hisyam bin Abdul Malik (102-125 H). Gailan juga dihukum mati karena faham
Qadariyahnya.
Sehubungan pendapat-pendapat Qadariyah tersebut, sebelumnya ada Hadits Nabi Muhammad
SAW sebagai berikut :
Dari Hudzaifah ra. berkata : Rasulullah bersabda : Bagi tiap-tiap umat ada Majusinya. Dan
Majusi umatku ini ialah mereka yang mengatakan bahwa tidak ada takdir. Barangsiapa
diantara mereka itu mati, maka janganlah kalian menshalati jenazahnya. Dan barangsiapa
diantara mereka itu sakit, maka janganlah kalian menjenguknya. Mereka adalah golongan
Dajjal dan memang ada hak bagi Allah untuk mengkaitkan mereka itu dengan Dajjal itu. (HR
Abu Dawud).
Mereka dikatakan Majusi karena berpendapat ada dua pencipta, yaitu pencipta kebaikan dan
keburukan. Hal ini sama persis dengan ajaran agama Majusi (Zoroaster) yang mengatakan ada
Tuhan Terang (Ahura Mazda) dan ada Tuhan Gelap (Ahriman).

X. Aliran Jabariyah

Firqoh Jabariyah timbulnya hampir bersamaan dengan timbulnya Qadariyah dan tampaknya
merupakan reaksi daripadanya. Daerah tempat timbulnya juga tidak berjauhan. Qadariyah
muncul di Iraq, sedangkan Jabariyah muncul di Khurasan (Iran).
Pemimpinnya yang pertama adalah Jahm bin Sofyan, oleh sebab itu kadang firqoh ini
disebut Jahmiyah. Ajaran-ajarannya banyak persamaannya dengal aliran Qurro agama Yahudi
dan aliran Yacobiyah agama Nasrani.
Pada mulanya Jahm bin Sofyan adalah juru tulis dari seorang pemimpin bernama Suraih bin
Harits Ali Nashar bin Sayyar yang memberontak di daerah Khurasan terhadap kekuasaan Bani
Umayyah. Dia terkenal orang yang tekun dan rajin menyiarkan agama. Fatwanya yang menarik
adalah bahwa manusia tidak mempunyai daya upaya, tidak ada ikhtiar dan tidak ada kasab.
Segala perbuatan manusia itu terpaksa (majbur) diluar kemauannya, sebagaimana keadaan bulu
ayam terbang kemana arah angin bertiup atau sepotong kayu ditengah lautan mengikuti arah
hempasan ombak. Singkatnya bahwa orang-orang Jabariyah berpendapat manusia itu tidak
mempunyai daya ikhtiar, semuanya sudah ditakdirkan, segala gerak perbuatan manusia dipaksa
oleh adanya kehendak Allah, jadi merupakan kebalikan dari faham Qadariyah.
Jabariyah berpendapat bahwa hanya Allah sajalah yang menentukan dan memutuskan segala
amal perbuatan manusia. Semua perbuatan manusia itu sejak semula sudah diketahui Allah dan
semua amal perbuatan itu adalah berlaku dengan kodrat dan iradat-Nya. Manusia tidak
mencampurinya sama sekali. Usaha manusia sama sekali bukan ditentukan oleh manusia sendiri.
Kodrat dan Iradat Allah adalah mencabut kekuasaan manusia sama sekali. Pada hakikatnya
segala perbuatan dan gerak-gerik manusia semuanya merupakan paksaan (majbur) oleh Allah
semata-mata. Kebaikan dan kejahatan itupun semata-mata paksaan pula, sekalipun nantinya
manusia memperoleh balasan surga atau neraka.
Pembalasan berupa surga atau neraka itu bukan sebagai ganjaran atas kebaikan dan kejahatan
yang diperbuat manusia semasa hidupnya. Surga dan neraka itu semata-mat abukti kebesaran
Allah dalam Kodrat dan Iradat-Nya.
Kalau manusia itu diserahi kodrat dan iradat sendiri dalam mewujudkan usahanya dan Allah saja
yang menanggung kodrat dan iradat yang menentukan perbuatan manusia tersebut, hal itu sulit
diterima. Ibaratnya orang yang diikat lalu dilemparkan kelaut, seraya diserukan kepadanya
Jagalah dirimu, jangan sampai tenggelam.
Akan tetapi faham Jabariyah ini melampaui batasm, sehingga berkeyakinan bahwa tidak berdosa
kalau berbuat kejahatan, karena yang berbuat itu pada hakekatnya Allah juga. Sesatnya lagi,
mereka berpendapat bahwa bila seseorang mencuri maka pada hakekatnya Allah juga yang
melakukan pencurian. Bila seseorang mengerjakan shalat maka Tuhan pula yang melakukan
shalat. Jadi kalau orang yang berbuat buruk atau jahat lalu dimasukkan kedalam neraka, maka
Tuhan itu tidak adil, karena apapun yang diperbuat manusia kebaikan atau keburukan tidak
satupun lepas dari kodrat dan iradat Nya.
Sebagian pengikut Jabariyah beranggapan telah bersatu dengan Tuhan. Disini menimbulkan
faham wihdatul wujud, yaitu manunggaling kawulo gusti, bersatunya manusia dengan Tuhan.

Jabariyah dalam fahamnya, mendasarkan pada beberapa ayat Al-Quran :


Tidak dapat kamu berbuat adil diantara perempuan-perempuan itu (QS An-Nisa : 129).
Perhatikanlah pada hari kiamat yang amat susah itu, alalu mereka diseru supaya sujud (AlQalam : 24).
Mereka sebenarnya tidak akan percaya, sekirannya Allah tidak menghendaki (QS Al-Anam :
112).
Allah menciptakan kamu dan apa-apa yang kamu perbuat (QS As-Shaffat : 96).
Bukanlah engkau yang melempar ketika engkau melempar (musuh) tetapi Allah lah yang
melempar (mereka) (QS Al-Hadid : 22).
Tidak ada bencana yang menimpa di bumi dan diri kamu, kecuali telah (ditentukan) didalam
kitab sebelum ia kamu ciptakan. (QS Al-Insan : 30).
Faham jabariyah dalam dalam theologi Islam mirip dengan faham fatalisme dalam filsafat, yaitu
beranggapan secara determinis bahwa manusia tidak mempunyai kekuasaan dan kebebasan,
sebab segala-galanya telah ditentukan sebelumnya. Bagi mereka yang berfaham Deteminis
Theologi maka ketentuan itu datang dari alam makrokosmos dan mikrokosmos sebagaimana
tampak dalam filasafat Tiongkok kuno, filsafat Mesir kuno dan filsafat Parmenides dari Yunani.
Aliran Determinis Theologi berpendapat segala-galanya telah ditentukan oleh Tuhan, sehingga
manusia tidak dapat berbuat apa-apa selain menjalani takdirnya yang dipaksakan kepadanya.
Mereka rela tunduk kepada ketentuan takdir (fatalist) yang telah ditetapkan sebelumnya
(predestination) tanpa ada ikhtiar bebas dan mereka menolak adanya kehendak bebas (libre ar
bitre).
XI.

Aliran Mutazilah

Kata Mutazilah berasal dari kata itazala, artinya menyisihkan diri. Imam Hasan Al Basri (wafat
110 H) adalah seorang tabiin besar di Basrah yang mempunyai perguruan di Masjid Raya kota
Basrah. Diantara murid-muridnya yang tergolong pandai adalah Washil bin Atho (wafat 131 H).
Suatu hari Imam Hasan Al Basri menerangkan bahwa seorang muslim yang melakukan dosa
besar, lalu ia meninggal sebelum bertaubat, menurut Imam Hasan Al Basri orang itu tetap
muslim, hanya saja muslim yang durhakan dan nanti kelak di akhirat akan dimasukkan neraka
sebagai hukum atas perbuatan dosanya sampai batas waktu tertentu. Setelah itu ia akan
dikeluarkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga.
Washil bin Ato menyanggah pendapat gurunya tersebut dan mengemukakan pendapat yang
berbeda. Ia berpendapat bahwa seorang muslim yang melakukan dosa besar dan meninggal
sebelum ber-taubat termasuk fasik, tidak muslim dan tidak kafir. Di ahirat nanti akan berada
pada suatu tempat antara surga dan neraka. Karena itu Washil memisahkan diri dari majelis

gurunya dan membentuk halaqoh pengajian sendiri disalah satu sudut masjid Basrah. Washil bin
Atho diikuti oleh salah seorang temannya yang setia yaitu Amr bin Ubaid (wafat 144 H).
Terjadinya peristiwa tersebut merupakan awal timbulnya firqoh Mutazilah. Saat itu Khalifah
Bani Umayyah yang sedang berkuasa adalah Hisyam bin Abdul Malik (101 125 H).
Pusat pergerakan Aliran Mutazilah :
1. Basrah, pada permulaan abad ke-2 Hijriah, dipimpin Washil bin Atho dan Amr bin Ubaid.
Pada permulaan abad ke-3 Hijriah dipimpin oleh Abu Hudzail Al Allaf (w. 221 H), Ibrahim bin
Sayyar An Naddham (w 221 H), Abu Basyar Al Marisi (w 218 H), Utsman Al Jahiz (w 255 H),
Ibnu Al Muammar (w 210 H) dan Abu Ali Al Jubai (w 303 H).
2. Baghdad, dipimpin oleh Basyar bin Al Mutamar dibantu oleh Abu Musa Al Murdan,
Ahmad bin Abi Dawud (w 240 H), Jafar bin Mubasysyar ( w 234 H) dan Jafar bin Harib Al
Hamdani (w 235 H).
Ajaran-ajaran Mutazilah mendapat dukungan dari penguasa Bani Umayyah yaitu Khalifah
Yazid bin Walid (125-126 H), sedangkan dari Bani Abbasyah : Al Mamun (198-218 H), AlMutashim (218-227 H), Al-Watsiq (227-232 H). Karena didukung penguasa faham-faham
Mutazilah menjadi tersebar luas. Ulama-ulama Mutazilah yang terkenal, diantaranya :
1.

Utsman Al Jahiz (w. 255 H) mengarang kitab Al Hiwan.

2.

Syarif Radli (w. 406 H) mengarang kitab Majazul Quran.

3. Abdul Jabbar bin Ahmad, lebih dikenal dengan Qadli Qudlot, mengarang kitab Syarah
Ushulil Khamsah.
4.

Zamakhsyari (w. 528 H) mengarang kitab tafsir Al-Kasysyaf.

5.

Ibnu Abil Haddad (w. 655 H) mengarang kitab Syarah Nahjul Balaghah.

Aliran Mutazilah banyak terpengaruh oleh unsur-unsur dari luar Islam. Mereka dikenal giat
mempelajari kitab-kitab filsafat Yunani untuk mempertahankan pendapat-pendapatnya, terutama
filasaf Platodan Aristoteles. Ilmu logika sangat menarik perhatian mereka, karena menunjang
berfikir logis dan sistematis. Aliran Mutazilah dikenal lebih mengedepankan akal pikiran (rasio)
dan liberal, baru sesudah itu merujuk pada nash-nash Al-Quran atau hadits.
Ciri khas lainnya dari kelompok Mutazilah adalah suka berdebat, terutama dihadapan umum.
Mereka yakin dengan kemapuan logika dan akal pikiran mereka, kerena itu mereka suka
berdebat dengan siapa saja yang berbeda pendapat dengan mereka.
Meskipun firqoh Mutazilah terpecah lagi menjadi 22 sekte, namun semuanya masih
mempunyai lima prinsip ajaran yang mereka sepakati yaitu ushulil khamsah, yaitu :

1. Tauhid, bahwa Allah itu Esa. Mereka menolak sifat-sifat Allah, menetapkan sifat-sifat bagi
Allah dianggap menodai ke Esa an Allah.
2. Keadilan Tuhan, menetapkan bahwa Allah itu adil memberi pahala bagi yang berbuat baik
dan menyiksa yang berbuat dosa, mendukung faham kehendak bebas (Qadariah) dan menolak
paham Jabariyah.
3. Janji dan Ancaman, Mereka berpendapat karena Allah itu Maha Adil, maka mereka
mewajibkan bagi Allah memberi pahala dan surga bagi yang berbuat baik dan menyiksa dalam
neraka bagi yang berbuat jahat. Kalau hal itu tidak dipenuhi maka Allah dinilai tidak adil.
4. Manzilah baina Manzilatain (tempat diantara dua tempat), seorang muslim yang melakukan
dosa besar maka menjadi fasik yaitu diantara muslim dan kafir. Bila sampai meninggal belum
bertaubat, mereka berpendapat orang tersebut akan berada pada suatu tempat diantara surga dan
neraka.
5. Amar maruh nahi munkar, mereka dikenal gigih memberantas pemikiran-pemikiran sesat
aliran kebatinan dan yang tidak rasional. Bahkan sampai kepada hal-hal yang melampaui batas
yaitu ketika mereka dengan dukungan penguasa Bani Abbas mempropagandakan kemahklukan
Al-Quran.
Peristiwa Mihnah
Pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid, salah seorang ulama Mutazilah bernama
Basyar Al Marisy melontarkan pendapat bahwa Al-Quran adalah makhluk. Pada waktu itu
Khalifah Harun Al-Rasyid mengancam orang-orang yang berpendapat seperti itu dengan
hukuman yang berat. Bahkah Khalifah Harun Al-Rasyid pernah berkata : Jika Allah SWT
memberiku umur panjang, bila aku berjumpa dengan Basyar, niscaya akan aku bunuh dia dengan
pembunuhan yang belum pernah aku jatuhkan kepada orang lain.
Maka Basyar Al Marisy pun ketakutan dan menyembunyikan diri dalam waktu sekitar 20 tahun,
hingga Khalifah Harun Al-Rasyid meninggal. Sepeninggal Khalifah Harun Al-Rasyid, barulah
Basyar keluar menampakkan diri dan menyebarkan fahamnya ditengah masyarakat ramai. Maka
ajaran ini menjadi buah bibir dan pembicaraan yang ramai ditengah masarakat, namun Khalifah
Al-Amin pengganti ayahnya Harun Al-Rasyid masih bisa mengatasinya dan memberikan
ancaman dan hukuman berat kepada orang-orang yang mengatakan bahwa Al-Quran adalah
makhluk.
Ketika pemerintahan berada pada Khalifah Al-Mamun (saudara Al-Amin), orang-orang
Mutazilah mendapat hati disisi Khalifah dan mereka berhasil mempengaruhi Khalifah AlMamun dan mendukung faham bahwa Al-Quran adalah makhluk.
Khalifah Al-Mamun (198-218 H) dikenal penganut dan pendukung utama aliran rasionalis
Mutazilah. Atas usulan menterinya yang menjabat sebagai Qadhi Qudhat bernama Ahmad bin
Abi Daud yang juga pentolah aliran Mutazilah. Pada tahun 215 H Khalifah Al-Mamun yang
sedang berada di Tharsus memerintahkan pejabatnya di Baghdad yang bernama Ishaq bin

Ibrahim yang juga seorang penganut Mutazilah untuk memprogandakan ajaran Al-Quran
adalah Makhluk dan memaksakan faham itu kepada seluruh rakyat dan para ulama.
Menurut kitab Tarikh At-Thabari, dalam suratnya kepada Ishaq bin Ibrahim, Al-Mamun
menuliskan :
Sesungguhnya Kami menjadikan Al-Quran dalam bahasa Arab supaya kamu memahaminya.
(QS Az-Zukhruf : 3)
Semua orang tahu bahwa apa pun yang Allah jadikan adalah merupakan coptaan-Nya dengan
demikian dia (Al-Quran) adalah makhluk. Sedangkan Allah berfirman :
Dan Dia jadikan kegelapan dan cahaya. (QS Thaha : 99)
dan firman-Nya :
Demikianlah kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah umat yang telah lalu.
(QS Thaha : 99).
Dalam dua ayat ini Allah memberitahukan bahwa Dia mengisahkan beberapa kisah yang terjadi
setelah Dia ciptakan. Allah jug berfirman :
(Inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci.
(QS Hud : 1)
Allah telah menyusun kitab-Nya dengan rapi dan menjelaskannya. Dengan demikian jelas Dia
adalah pencipta Al-Quran, maka yang diciptakan berarti makhluk.
(perhatikan betapa rasionalnya cara pemikiran kaum Mutazilah)
Hampir semua ulama besar dipanggil ke Baghdad untuk diuji apakah mereka sependapat dengan
faham mereka. Bila tidak sependapat para ulama itu dipaksa bahkan disiksa. Akhirnya sebagian
besar ulama banyak yang dengan terpaksa pura pura mengikuti pendapat mereka karena takut
dibunuh.
Salah satu ulama yang diinterogasi adalah Imam Ahmad bin Hanbal, beliau satu-satunya yang
tidak mau mengatakan bahwa Al-Quran adalah makhluk. Berikut ini tanya jawab antara Ishaq
bin Ibrahim dengan Imam Ahmad bin Hanbal :
Ishaq bin Ibrahim : Bagaimana pendapatmu tentang Al-Quran ?
Ahmad bin Hanbal : Al-Quran adalah Kalamullah.
Ishaq bin Ibrahim : Apakah ia makhluk ?
Ahmad bin Hanbal : Ia Kalamullah aku tidak menambahi yang lebih dari itu.

Ishaq bin Ibrahim : Apakah arti bahwa Allah itu Maha Mendengar dan Maha Melihat ?
Ahmad bin Hanbal : Itu seperti apa yang Dia sifatkan kepada diri-Nya.
Ishaq bin Ibrahim : Apa maksudnya ?
Ahmad bin Hanbal : Aku tidak tahu, Dia seperti apa yang Dia sifatkan bagi diri-Nya.
Karena pendiriannya itu Imam Ahmad bin Hanbal dipenjara dan dihukum cambuk dan aneka
perlakuan kasar lainnya. Salah seorang sahabatnya yang bernama Abu Bakar Al Mawarzi, ketika
menjenguknya berusaha membujuk dan menasehati beliau : Ahmad, mereka memukuli anda,
padahal Allah telah berfirman : Janganlah kamu menjatuhkan dirimu dalam kebinasaan. Maka
Imam Ahmad bin Hanbal berkata, Silahkan nada keluar dari sini, dan lihatlah yang diluar sana.
Maka Abu Bakar Al Mawarzi pun melihat keluar dilihatnya banyak orang berkerumun diserambi
istana Khalifah membawa kertas dan pena. Abu Bakar Al Mawarzi pun bertanya, Untuk apa
kalian membawa kertas dan pena ? Orang-orang itu menjawab, Kami menunggu dan akan
menuliskan apa yang diucapkan Imam Ahmad bin Hanbal. Abu Bakar Al Mawarzi kembali lagi
dan menceritakan hal itu kepada Imam Ahmad bin Hanbal, kemudian Imam Ahmad berkata :
Wahai Mawarzi apakah aku akan menyesatkan mereka semua ?, aku yakin tidak. Biarlah aku
mati, asalkan aku tidak menyesatkan orang-orang itu. Abu Bakar Al Mawarzi lalu berguman :
Ia mengorbankan dirinya karena Allah.
Nyaris saja Imam Ahmad bin Hanbal akan dibunuh, kalau saja tidak datang khabar dari Tharsus
bahwa Khalifah Al-Mamun telah meninggal secara mendadak.
Sepeninggal Al-Mamun faham Al-Quran adalah makhluk masih dilanjutkan oleh Khalifah
penggantinya yaitu Al-Mutashim dan Al-Watsiq. Propaganda itu baru berhenti setelah ada
peristiwa Al-Watsiq menginterogasi seorang ulama bernama Abu Abdurrahman Abdullah bin
Muhammad Adzrami (guru Imam Abu Dawud dan Imam An-Nasai) yang juga dihadiri oleh
tokok-tokoh ulama Mutazilah
Al-Watsiq bertanya kepada para tokoh Mutazilah : Beritahukan kepada saya tentang seruan
kalian kepada manusia itu maksudnya tentang kemakhlukan Al-Quran- apakah Rasulullah
mengetahuinya, namun dia tidak menyerukannya kepada manusia, atau beliau sama sekali tidak
mengetahuinya ?
Seorang ulama Mutazilah, berkata : Rasulullah pasti tahu tentang itu.
Abu Abdurrahman Abdullah bin Muhammad Adzrami yang dalam keadaan diborgol, berkata :
Rasulullah mampu bersabar tidak menyeru manusia kepada apa yang diketahuinya, sedangkan
kalian tidak mampu.
Mendengar jawaban yang diplomatis dan cerdik itu Al-Watsiq kagum bercampur geli dan
akhirnya menghentikan propaganda tentang kemakhlukan Al-Quran.

Disamping lima prinsip dasar (ushulil khomsah) dan Al-Quran adalah makhluk, ada beberapa
ajaran-ajaran mereka yang lain, diantaranya :
a. Menolak memberikan sifat kepada Allah (Maha Mendengar, Maha Melihat, dsb) karena hal
itu dianggap menodai ke Esa-an Allah.
b.

Baik dan buruk itu berdasarkan akal.

c.

Orang yang berdosa besar akan kekal dalam neraka

d.

Perbuatan manusia itu usaha bebas sendiri.

e.

Allah tidak bisa dilihat walaupun di Akhirat kelak.

f.
g.

Surga dan neraka tidak kekal.


Alam semesta itu qadim.

XII. Aliran Shifatiyyah

Aliran Shifatiyyah adalah faham yang menerima adanya sifat-sifat Allah yang dikhabarkan
dalam nash Al-Quran dan Hadits (sifat khabariyah). Aliran ini bertentangan dengan faham
Mutazilah yang menolak memberikan sifat khabariah bagi Allah. Aliran Shifatiyyah dibagi
menjadi empat sekte, yaitu :
1. Musyabbihah / Mujasimah (Anthropomorpisme), yaitu memegangi sifat khabariyah tentang
tasybih dan tajsim berdasarkan makna literalnya. Syiah Bayaniah, pengikut Bayan bin Saman
menyatakan bahwa Tuhan tercipta dari cahaya yang berbentuk tubuh sebagaimana manusia dan
semuanya akan hancur terkecuali wajah nya saja. Syiah Mughiyitah pimpinan Al-Mughirah bin
Said mengatakan Tuhan itu laki-laki, berjisim (bertubuh) dari cahaya, diatas kepalanya ada
mahkota yang juga dari cahaya, memiliki jantung yang memancarkan ilmu-ilmu hikmah
2.

Ahlus Sunnah Wal Jamaah.

a.

Asyariyah, pengikut Imam Abu Hasan Al-Asyari.

b.

Maturidiyah, pengikut Imam Abu Manshur Al-Maturidi.

Imam Muhammad As Zabidi dalam kitab Ittikaf Sadatul Muttaqin, Juz II halaman 6 menyatakan
:
Bila dinyatakan Ahlus Sunnah wal Jamaah, maka maksudnya adalah aliran Asyariyah dan
Maturidiyah

3. Aliran Khalaf (mutakallimin), yaitu sebagian ulama setelah abad ke-3 Hijriah yang
mentawilkan ayat-ayat tasybih dan tajsim yang ada qarinah itu lafazh majazi yang masih
memungkinkan untuk di tawilkan dari makna hakikatnya, guna menghindari penyerupaan Allah
dengan makhluknya.
Contohnya :
a. Sesungguhnya orang-orang yang berjanji setia kepadamu (Muhammad), sesungguhnya
mereka berjanji setia kepada Allah, tangan Allah diatas tangan mereka. (QS Al-Fath : 10)
Ulama khalaf menafsirkan kata tangan Allah dengan kekuatan, kekuasaan dan keridloan Allah.
b. Dan buatlah perahu dengan mata Kami dan wahyu kami. (QS Hud : 37).
Kata mata Kami ditafsirkan dengan pengawasan Kami.
c. Tuhan yang Rahman bersemayam diatas Arsy. (Q Thaha : 5)
Kata bersemayam ditafsirkan dengan berkuasa.
d. Dan datanglah Tuhanmu, sedang para Malaikat berbaris-baris (QS Al Fajr : 22).
Kata datang Tuhanmu ditafsirkan datang perintah Tuhanmu.
e. Aduhai, sesalanku atas kelalaianku dalam mengurus sisi rusuk Tuhanku. (QS Az Zumar :
56)
Kata sisi rusuk Tuhanku ditafsirkan dengan menunaikan kewajiban tuhan.
f. Segala yang didunia akan lenyap binasa, dan yang akan kekal hanyalah wajah Tuhanmu.
(QS Ar Rahman : 26)
Kata wajah ditafsirkan dengan dzat Tuhan.
g. Dan Dia (Allah) bersama kamu dimana saja kamu berada. (QS AL-Hadid : 4)
Kata bersama kamu ditafsirkan dengan melihat, mengetahui, mendengar dan memantau
h. Adakah kamu merasa ama terhadap (Tuhan) yang dilangit itu, bahwa kamu akan
ditenggelamkan kedalam bumi, yang ketika itu berguncang keras ? (QS Al Mulk : 16)
Kata di langit ditafsirkan diketinggian (kemulyaan) dzatNya dan langit kekuasaannya.
i. Hadits Riwayat Bukhari :

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda : Tuhan kita, tiap-tiap malam turun kelangit
dunia pada ketika tinggal sepertiga malam yang terakhir, lalu Dia berkata : Siapakah yang
akan berdoa maka Aku kabulkan, siapakah yang meminta maka akan Aku beri, siapakah yang
mohon ampunan, maka Aku ampuni.
Kata turun ditafsirkan dilimpahkan Rahmat Allah.
j.

Hadits riwayat Bukhari dan Muslim :

Kepada neraka jahanam selalu dilemparkan sesuatu, dan ia selalu bertanya : Adakah
tambahannya ? sampai tuhan meletakkan tumit-Nya dalam neraka jahanam itu, sehingga
berhimpit isi neraka itu yang satu dengan yang lainnya, lalu jahanam berkata : Cukuplah,
cukup.
Kata qadamahu tidak ditafsirkan tumit Allah tapi semua orang-orang penghuni neraka.
k.

Hadits riwayat Muslim :

Bahwasanya hati anak Adam seluruhnya terletak diantara dua anak jari Tuhan yang Rahman.
Kata diantara anak jari ditafsirkan anatara sifat Qudrat dan Iradat Allah.
l.

Hadits riwayat Muslim:

Tuhan menjadikan Adam atas rupa (citra) Nya.


Kata rupa ditafsirkan dengan kehendak Nya.
m. Hadits riwayat Bukhari dan Muslim
Barangsiapa bersedekah setimbang kurma hasil pencarian yang halal niscaya Tuhan
menerima sedekah itu dengan tangan kanan-Nya.
Kata tangan kanan-Nya ditafsirkan dengan keridloan-Nya.
4. Aliran Salaf, yaitu mengimani semua nash Al-Quran dan Hadits yang mengandung
tasybih, tajsim dan sifat khabariyah Allah tetapi tanpa mau membahas mendetail dan tidak mau
memberikan tawilnya. Ulama-ulama yang beraliran seperti ini antara lain : Imam Malik bin
Anas, Muqatil bin Sulaiman, Sufyan Tsauri, Dawud bin Ali Al-Ashafani, Harits bin Asad Al
Muhasibi. Diantara perkataan aliran salaf :
Kami beriman dengan segala apa yang diberitakan didalam Kitab dan Sunnah, dan kami tidak
mencoba menafsirkannya, mengetahui dengan yakin bahwa Allah tidak seupa dengan makhluk
apa pun dan bahwa semua pencitraan yang kami katakan mengenai Dia, berdasarkan yang
diciptakan sendiri oleh-Nya dan berasal dari diri-Nya.

XIII. Aliran Ahlussunnah wal Jamaah

A.

Asyariyah

Aliran ini disandarkan kepada perumusnya yaitu Imam Abu Hasan Al-Asyari (260-324 H).
Mula-mula beliau berguru kepada tokoh Mutazilah bernama Abu Ali Al Jubai yang juga
merupakan bapak tirinya. Beliau pun juga dikenal sebagai penganut faham Mutazilah yang
utama. Imam Abu Hasan Al-Asyari juga sering diminta menggantikan mengajar di majelis
pengajian gurunya Al-jubai. Namun seiring perjalanan waktu, dikemudian hari beliau merasa
ketidakcocokan dengan aliran Mutazilah. Hal itu mencapai puncaknya setelah terjadi diskusiperdebatan antara Imam Asyari dengan gurunya Al-Jubai ;
Asyari : Bagaimana menurut pendapat anda tentang tiga orang yang meninggal dalam keadaan
berlainan : mukmin, kafir dan anak kecil.
Al Jubai : Orang mukmin masuk surga, orang kafir masuk neraka dan anak kecil selamat dari
neraka.
Asyari : Apabila anak kecil itu ingin masuk surga, apakah mungkin ?
Al Jubai : Tidak mungkin, bahkan dikatakan kepadanya bahwa surga itu dapat dicapai dengan
taat kepada Allah, sedangkan engkau (anak kecil) belum beramal seperti itu.
Asyari : Seandainya anak kecil itu berkata : memang aku belum beramal. Seandainya aku
dihidupkan sampai dewasa, tentu aku akan beramal seperti amalnya orang mukmin.
Al Jubai : Allah akan menjawab : Aku mengetahui bahwa seandainya engkau sampai umur
dewasa niscaya engkau bermaksiat dan engkau akan masuk neraka. Karena itu Aku sengaja
mematikanmu sebelum engkau dewasa.
Asyari : Seandainya orang kafir itu bertanya kepada Allah : Engkau telah mengetahui
keadaanku sebagaimana mengetahui keadaan si anak kecil, mengapa Engkau tidak menjaga
kemaslahatanku dan mematikan aku selagi masih kecil ?
(maka Al Jubai terdiam, tidak mampu menjawab)
Beberapa waktu lamanya ia merenungkan dan mempertimbangkan antara ajaran-ajaran
Mutazilah dan faham ahli fiqih-Hadits. Ketika mencapai umur 40 tahun, Imam Abu Hasan Al-

Asyari mengurung diri dirumahnya selama 15 hari untuk memikirkan hal tersebut. Pada hari
jumat, dia naik mimbar Masjid Basrah, menyatakan secara resmi keluar dari aliran Mutazilah
dengan berpidato :
Wahai sekalian manusia, barang siapa mengenalku sungguh dia telah mengenalku.
Barangsiapa belum mengenalku, maka aku mengenalnya sendiri. Aku adalah fulan bin fulan,
dahulu aku berpendapat bahwa Al-Quran adalah makhluk; bahwa sesungguhnya Allah tidak
melihat dengan mata; bahwa perbuatan-perbuatan jelek aku sendiri yang memperbuatnya. Aku
bertaubat dan menolak faham-faham Mutazilah dan keluar daripadanya.
Imam Abu Hasan Al Asyari setelah keluar dari Mutazilah beliau merumuskan ajaran-ajarannya
kembali berdasarkan manhaj salafus saleh, beliau mengikuti pendapat imam Malik bin Anas dan
Imam Ahmad bin Hanbal. Beliau merumuskan ajarannya berada ditengah-tengah antara kaum
Mutazilah yang rasionalis-liberalis dengan kaum Anthropomorpis-literalis.
Beliau kembali ke manhaj salaf dengan mendasarkan kepada nash Al-Quran dan Hadits, tetapi
menerangkannya dengan menggunakan metode scholastis yang rasional sebatas memperkuat dan
menjelaskan pemahaman nash. Ternyata perumusan ajaran-ajaran beliau diterima oleh mayoritas
umat Islam.
Imam Abu Hasan Asyari pernah mengatakan :
Sesungguhnya banyak pengikut aliran Mutazilah dan Qadariyah yang menuruti hawa nafsu
mereka untuk bertaqlid pada pimpinan-pimpinan mereka dan orang-orang yang mendahului
mereka, sehingga mereka mentakwilkan Al-Quran menurut pendapat mereka sendiri, degan
suatu tawilan dimana Allah tidak menurunkan padanya suatu kekuasaan dan tidak menjelaskan
padanya suatu bukti dan merekapun tidak menukilkan dari Rasul, begitu pula tidak dari orangorang salaf terdahulu.
Seorang Ulama dan peneliti asal Mesir, Dr. Muhammad Abu Zahrah menuliskan metodologi dan
pemikiran Imam Hasan Asyari sebagai berikut :
1. Menempatkan Al-Quran dan hadits sebagai sumber inspirasi akidah dan sebagai bahan
argumentasi atas segala macam bantahan yang datang. Maka dapat diartikan, bahwa AL-Quran
maupun Hadits sebagai dasar metodologi berhujjah Ahlus Sunnah wal Jamaah (Asyariyah).
2. Meletakkan tekstual nash (Dhawahur An Nushus) yang masih mungkin membutuhkan
interpretasi dan masuk dalam kategori tasybih, tanpa harus dipaksakan masuk dalam tasybih
secara murni. Dalam hal ini mempunyai dampak atau konsekuensi logis, bahwa ia tidak bisa
lepas dari sebuah pemahaman kalau Allah mempunyai wajah, akan tetapi sangat berbeda dengan
wajah semua mahkluk-Nya. Demikian pula mempunyai tangan yang tidak sama dengan tangan
makhluk-nya.
3. Memperbolehkan berhujjah dalam hal akidah, meskipun bersumber dari hadits-hadits ahad.
Sebagai bukti, bahwa sebenarnya hadits ahad pun sah-sah saja sebagai pedoman. Secara tegas ia

menjelaskan, betapa banyak hadits-hadits ahad yang dijadikan rujuan akidah (tentunya hadits
ahad yang sahih).
Imam Abu Hasan Asyari telah menulis sekitar 300 judul kitab dalam berbagai bidang ilmu.
Diantara kitabnya yang terkenal adalah Al Ibanah An Ushul Ad Dinayah, sebuah kitab besar
tentang Ushuludin, akidah Ahlus Sunnah wal Jamaa, Maqalatul Islamiyyin dan Al-Luma. .
Orang-orang yang mengaku pengikut Imam Ahmad bin Hanbal (kaum Hanbaliyin) yang juga
kadang disebut kaum salaf tetap mencurigai beliau, karena beliau sebelumnya dikenal sebagai
penganut Mutazilah disamping karena Imam Asyari menggunakan metode scholastik yang
dianggap masih berbau Mutazilah dan bermazhab Syafii. Akibatnya orang-orang HanbaliyinSalafiyin menentangnya dan mengkafirkannya bahkan menghalalkan darah orang-orang yang
mendukung ajarannya.
Penentangan orang-orang Hanbaliyin-Salafiyin terhadap faham Asyariyah, bisa diruntut sebagai
berikut :
a. Sepeninggal Khalifah Al-Watsiq, tampuk kekuasaan ada ditangan Khalifah Al-Mutawakkil
(205-247 H). Khalifah Al-Mutawakkil tidak mendukung faham Mutazilah, beliau kembali
melarang ajaran tentang kemakhlukan Al-Quran bahkan beliau melakukan pembersihan
terhadap ulama-ulama Mutazilah yang dulu mempropagandakan bahwa Al-Quran adalah
makhluk. Beliau sangat menghoramati dan mendukung ajaran-ajaran Imam Ahmad bin Hanbal.
b. Sejak masa pemerintahan Khalifah Al-Mutawakkil, banyak menteri yang diangkat dari
kalangan Hanbaliyin, pengikut Imam Ahmad bin Hanbal. Jadi lingkungan istana didominasi oleh
ulama-ulama Hanbaliyin.
c. Ajaran-ajaran Imam Abu Hasan Asyari yang eks Mutazilah dan bermazhab Syafii yang
merumuskan kembali manhaj salafus-saleh berdasarkan nash Al-Quran dan Hadits tetapi dengan
metode scholastik, kenyataannya menarik perhatian dan diterima oleh banyak orang. Hal ini
tidak disukai dan dicurigai oleh kaum Hanbaliyin-Salafiyin yang merasa lebih salaf dari
dulunya. Popularitas ajaran Asyariyah yang bermazhab Syafiiyah dikhawatirkan mengurangi
pengaruh kaum Hanbaliyin-Salafiyin dilingkungan istana Khalifah.
d. Salah seorang menteri pada masa Khalifah Al-Qaim Biamrillah (391-467 H) yang bernama
Amid al Mulk sampai-sampai mengeluarkan praturan-peraturan yang mendiskreditkan orangorang penganut Asyariyah.
Disatu pihak orang-orang Hanbaliyin-Salafiyin yang menentang ajaran Asyariyah, di pihak lain
banyak ulama-ulama besar Syafiiyah yang mendukung ajaran-ajaran Imam Abu Hasan Asyari,
diantaranya :
1. Abu Bakar bin Tayyib Al Baqillany (wafat 403 H). Beliau lahir dikota Basrah. Kitab
karangannya yang terkenal adalah At Tahmid, artinya pendahuluan, Kitab At Tahmid ini perlu
dipelajari sebelum seseorang memasuki Ilmu Kalam, berisi antara lain tentang atom (jauhar
fard), sifat (ardl) dan cara pembuktian.

2. Abu Maaly bin Abdillah Al Juwainy (419-478 H), lahir di Nisabur kemudian berpindah ke
Baghdad, Beliau mengikuti ajaran Imam Asyari dan Al Baqillany. Imam Al juwainy sempat
menjadi sasaran amarah orang-orang Hanbaliyin-Salafiyin karena mengikuti ajaran Asyariyah
yang dianggap terlalu memberi porsi kepada akal. Karena peristiwa itu, terpaksa beliau
meninggalkan Baghdad dan bermukim di Mekkah dan Madinah untuk memberi pelajaran.
Karena itu beliau digelari Imam Haramain (imam dua tanah suci). Beliau mengarang
beberapa kitab, diantaranya kitab Qowaidlu Aqaidu Ahli Sunnah wal Jamaah yaitu
Prinsip-Prinsip Akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah berdasarkan perumusan Imam Abu Hasan
Asyari. Dari sinilah selanjutnya aliran Asyariyah menjadi populer, diterima oleh mayoritas
umat Islam dan disebut dengan aliran Ahlus Sunnah wal Jamaah sampai sekarang.
3. Imam Syarastani (479-574 H) lahir di Khurasan, pengarang kitab Al Milal wa An Nihal
kitab terbaik tentang firqoh-firqoh dalam theologi Islam yang sangat terkenal.
4.
Imam Abu Hamid Al Ghazali (450-505 H), murid Imam Al-Juwainy. Menguasai hampir
semua ilmu keislaman temasuk filsafat, digelari Hujjatul Islam pengarang kitab IHYA
ULUMIDDIN yang sangat terkenal. Kitab Ihya ini berisi uraian yang panjang lebar tentang
fiqih, akhlak dan penyucian jiwa (tasawuf) tanpa memasuki area ittihad dan hulul. Kitab Ihya ini
berhasil mengkompromikan dan meredam polemik perselisihan antara ahli tasawuf dan ahli
syariat.
5. Imam Fahruddin Ar Razi (lahir 543 H) di Persia. Banyak menulis kitab-kitab tentang ilmu
kalam, Fiqih, Tafsir dan lain-lain.
6. Imam As Sanusi (833-895 H), lahir di Tilimsan Aljazair. Mengarang kitab Aqidah Ahli
Tauhid tentang pandangan tauhid Ahlus Sunnah wal Jamaah dan kitab Ummul Barahin berisi
sifat-sifat wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah dan RasulNya, isinya praktis sangat populer di
pesantren-pesantren di Indonesia.

B. Maturidiyah
Aliran ini disandarkan kepada perumusnya yaitu Imam Abu Manshur Al-Maturidy (wafat 333
H). Lahir di kota Maturid Samarkand. Hidup hampir sejaman dengan Imam Abu Hasan Asyari,
hanya saja kota tempat tinggalnya berbeda. Imam Maturidy bermazhab Hanafy, maka tidak
heran kebanyakan pengikutnya adalah orang-orang pengikut mazhab Abu Hanifah, sedangkan
Imam Asyari bermazhab Syafii.
Secara umum pemikiran dan ajarannya tidak jauh berbeda dengan Imam Abu Hasan Asyari.
Banyak segi persamaannya, hanya sekitar 10 masalah saja yang berbeda, antara lain : masalah
takdir. Asyari lebih dekat kepada Jabariyah, sedangkan Maturidy lebih dekat kepada Qadariyah.
Persamaannya keduanya sama-sama menentang Mutazilah dan membela faham salafus saleh
berdasarkan nash Al-Quran dan Hadits.

Perbedaan lain, Asyari berpendapat bahwa marifat kepada Allah berdasarkan tuntutan syara,
sedangkan Maturidy berpendapat hal itu diwajibkan oleh akal. Menurut Asyari sesuatu itu baik
atau buruk menurut syara, sedangkan menurut Maturidy sesuatu itu sendiri mempunyai sifat
baik dan buruk.
Al Maturidy menaruh porsi akal lebih banyak dalam hal marifat kepada Allah dan penentuan
apakah sesuatu itu baik dan buruk. Tetapi juga disadari bahwa akal semata-mata belum cukup
untuk mengetahui hukum-hukum takifiah. Hal ini sesuai dengan pendapat Imam Abu Hanifah.
Berbeda halnya dengan Asyari yang kitab-kitab karangannya mudah didapatkan sampai
sekarang, seperti Maqalatul Islamiyyin, Al Ibanah dan Al Luma, maka kita kesulitan
mendapatkan kitab Maturidiyah. Yang jelas beliau bermazhab Hanafi. Pandangan-pandangan
tauhidnya berasal dari pendapat Imam Abu Hanifah.

Jadi Asyariyah dan Maturidiyah, keduanya sama-sama kembali ke manhaj Salafus Saleh,
(mengikuti faham Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal) mendasarkan pada nash
Al-Quran dan Hadits, beriman kepada semua ayat-ayat mutasyabih dan sifat khabariyah
tanpa terlalu jauh mentawilkannya. Keduanya sama-sama menentang aliran Mutazilah
yang ultra rasionalis-liberalis dan keduanya juga menentang aliran MusyabbihahMujasimah yang ultra tekstualis-literalis sehingga jatuh pada anthropomorpisme
(menyerupakan Allah dengan keadaan makhluk, seperti mempunyai anggota tubuh (jism),
duduk, datang, melempar dsb).

XIV.

Aliran Salaf (Hanbaliyah)

Kalau yang dimaksud aliran salaf dalam masalah akidah dan theologi adalah mengikuti manhaj
salafus saleh (faham Imam Malik, Ahmad bin Hanbal), maka sebenarnya aliran Ahlus Sunnah
wal Jamaah (Aysariyah dan Maturidiyah) juga mengikuti manhaj salaf tersebut. Maka bisa
dikatakan dalam theologi : aliran Salafiyah-Asyariyah dan Salafiyah-Maturidiyah.
Namun pada kenyataannya, karena sebagian orang-orang penganut mazhab fiqih Hanbali masih
mencurigai aliran Asyariyah (bermazhab Syafii dalam fiqih) dan Maturidiyah (bermazhab

Hanafi dalam fiqih) mereka tetap menentang kedua aliran tersebut. Jadi yang dimaksud aliran
salaf dalam pembahasan sekarang ini adalah aliran salaf pengikut mazhab Hanbali dalam fikih
atau aliran Salafiyah-Hanbaliyah.
Istilah aliran Salaf, sering dinisbatkan kepada para pengikut Ibnu Taimiyah (661-728 H) yang
juga bermazhab Hanbali dalam fiqih. Disamping itu dimasa sekarang ini telah marak gerakan
(harokah) dakwah yang menamakan diri SALAFI sehingga seakan-akan aliran Salafi ini aliran
tersendiri yang berbeda dengan aliran Ahlus Sunnah wal Jamaah, padahal kalau dalam theologi
sebenarnya alirannya sama dengan aliran Ahlus Sunnah wal Jamaah (Asyariyah /
Maturudiyah). Selanjutnya yang dimaksud istilah aliran / kaum salaf dalam pembahasan disini
adalah kaum Salafi Hanbaliyah.
Aliran salaf ini mengalami perkembangan, pergeseran dan metamorfosa dalam 9 periode waktu
yang diwakili oleh pemikiran tokoh-tokoh utamanya pada masing-masing periode, yaitu :
1.

Periode Generasi Sahabat Nabi.

Pada periode ini belum muncul yang namanya Aliran Salaf karena secara umum tiga generasi
awal ini memiliki manhaj dan karakteristik yang masih original sesuai dengan masa kenabian,
terutama dalam bidang akidah dan teologi (ilmu kalam).
2.

Periode Imam Malik Bin Anas (91 H 167 H)

Pada periode ini mulai muncul orang-orang yang menanyakan tentang ayat Al-Quran yang
tasybih, yaitu perbuatan Allah yang mirip dengan perbuatan mahkluk.
Suatu hari ada orang yang menanyakan kepada Imam Malik : Bagaimana Allah ber-Istiwa
(bersemayam) diatas Arsy ?
Imam Malik menjawab : maksud istiwa(bersemayam) telah kita ketahui, namun mengenai
bagaimana caranya kita tidak mengetahuinya. Iman kepadanya adalah wajib dan menanyakan
bagaimana caranya adalah bidah.
Sikap Imam Malik yang mengimani ayat-ayat mutasyabih tanpa mau menakwilkannya itulah ciri
Aliran Salaf pada saat itu.
3.

Periode Imam Ahmad bin Hanbal ( 164 H 261 H)

Beliau salah satu darin empat imam mazhab fiqih yang muktabar (terkenal dan diakui). Ciri
fiqihnya adalah mengutamakan hadits dan atsar daripada dengan qiyas. Imam Ahmad bin Hanbal
lebih suka ber hujjah dengan hadits dhaif dari pada berijtihad dengan qiyas atau ihtihsan.
Pada masa itu Aliran Muktazilah sedang mencapai puncak kejayaannya, karena didukung penuh
oleh Khalifah Al-Mamun dari Bani Abbas. Aliran Muktazilah yang didukung penguasa
mengkampanyekan pemikiran bahwa Al-Quran adalah makhluk.

Semua ulama dan rakyat dipaksa mengikuti pemikiran tersebut, semuanya tidak ada yang berani
menentang kecuali Imam Ahmad bin Hanbal, yang berpendapat bahwa Al-Quran adalah
kalamullah
4.

Periode Imam Ibnu Hazm Al-Andalusi (384 H-456)

Beliau seorang ulama kelahiran Cordova Andalusia, mula-mula ber mazhab Maliki, kemudian
berpindah ber mazhab Syafiii kemudian berpindah lagi ke mazhab zahiri, yaitu berpegang pada
makna zahir ayat (literalis).
Pada periode sebelumnya muncul teologi Imam Abu Hasan Asyari (260 H-330 H), yang pada
mulanya seorang pengikut Mutazilah yang kemudian menyatakan keluar dari Aliran
Muktazilah.
Imam Abu Hasan Asyari (ber mazhab Syafii dalam fikih) merumuskan teologi yang ber pihak
kepada pemikiran ulama salaf sebelumnya yaitu (Imam Malik dan Imam Hanbali) tapi dengan
metode pembahasan yang menggunakan metode scholastik, ilmu mantiq (logika) kaum
Mutazilah.
Imam Ibnu Hazm telah mempelajari filsafat Yunani, filsafat Islam, teologi muktazilah, teologi
Hanbaliyah dan teologi Asyariyah. Imam Ibnu Hazm merumuskan teologi Hanbali-Literalis,
yang lebih memegangi makna literalis nash dan tidak membolehkan memberi sifat kepada Allah.
Menurutnya Allah Maha Melihat, Maha Mendengar, dsb itu adalah asma bukan sifat karena
memberi sifat kepada Allah dianggap menyerupakan Allah dengan makhluk. Ibnu Hazm
mengakui mujizat yang ada pada diri Nabi dan Rasul, namun beliau menolak adanya karomah
pada diri Wali atau orang-orang saleh.
Sikap Literalis-Hanbalis inilah yang menjadi ciri Aliran salaf pada periode Imam Ibnu Hazm.
5.

Periode Kaum Hanbaliyin (469 H)

Teologi Asyariyah yang telah disebut sebelumnya, walaupun berpihak kepada Aliran Salaf
tetapi masih tetap dicurigai dan tidak diterima oleh ahlul hadits/ahlul atsar dan orang-orang
yang mengaku mengikuti teologi Imam Ahmad bin Hanbal
Dengan alasan teologi Asyariyah memberikan porsi yang besar kepada akal disamping itu krn
Imam Asyari ber mazhab Syafii. Tampaknya pada masa itu fanatisme mazhab telah menjalar
ke tubuh umat Islam.
Sejak masa pemerintahan Khalifah Al-Mutawakkil (205-247 H), banyak menteri yang diangkat
dari kalangan Hanbaliyin, pengikut Imam Ahmad bin Hanbal. Jadi lingkungan istana didominasi
oleh ulama-ulama Hanbaliyin.

Keadaan seperti itu berlangsung terus sampai pada masa pemerintahan Khalifah Al-Qaim
Biamrillah (391-467 H). Salah seorang menterinya yang bernama Amid al Mulk sampai-sampai
mengeluarkan praturan-peraturan yang mendiskreditkan orang-orang penganut Asyariyah.
Setelah masa Khalifah Al-Mutawakkil, pengaruh orang-orang Turki mulai besar pada
pemerintahan dan militer. Banyak orang Turki yang menduduki kursi menteri dan komandan
tentara. Orang-orang turki sangat setia kepada pemimpin kaum mereka. Demikian besarnya
Kekuasaan mereka, hingga mereka bisa dengan sesuka hati menunjuk dan mencopot Khalifah.
Jadi mereka mengakui Khalifah sebagai Amirul Mukminin sekedar dijadikan simbol dan icon,
kekuasaan secara militer yang sebenarnya ada ditangan para Sultan.
Pada masa pemerintahan Khalifah Al Qaim Billah yang menjadi Sultan adalah Alp Arselan
(wafat 465 H) dari Turki Seljuk, beliau mempunyai seorang wazir (perdana menteri) yang sangat
cakap bernama Nizamul Mulk (wafat 485 H).
Perdana Menteri Nizamul Mulk dengan dukungan Sultan Alp Arselan mendirikan Universitas
NIZAMIYAH, pusat ilmu dan study Islam pada jaman itu. Yang menjadi pemimpin (rektor)
Universitas Nizamiyah adalah ulama besar Imam Al Juwainy, penganut Asyariyah dan
bermazhab Syafii. Nizamul Mulk dengan Universitas Nizamiyahnya menjadikan Theologi
Asyariyah sebagai theologi resmi dan menjadikan ajaran Asyariyah satu-satunya theologi yang
diajarkan. Kebijaksanaan Pedana Menteri Nizamul Mulk yang lain adalah menghapuskan semua
peraturan-peraturan yang mendiskreditkan orang-orang Asyariyah yang pernah diberlakukan
oleh menteri Amid al Mulk.
Kebijaksanaan itu tentu saja tidak disukai oleh orang-orang Salafiah-Hanbaliyah. Pada tahun 469
H datang ke Universitas Nizamiyah seorang ulama bernama Abu Nashr bin Abu Qasim Al
Qusyairi memberikan pengajian umum yang memberi penjelasan yang mendetail mengenai
theologi Asyariah.
Hal itu menjadi pemicu kemarahan orang-orang Hanbaliyah, maka pada tahun 469 H terjadilah
huru-hara dan keonaran besar di kota Baghdad, yang berupa tindakan anarkis orang-orang
Hanbaliyin terhadap para pendukung teologi Asyariyah khususnya dan para penganut mazhab
Imam Syafii pada umumnya.
Kaum Hanbaliyah merusak kedai yang dijumpai menjual khamr, mematahkan papan catur,
menyerang rumah tokoh-tokoh Syafiiyah dan perbuatan anarkis lainnya, tercatat sampai
menimbulkan korban jiwa yang tentu saja dilawan oleh para pengikut Asyariyah-Syafiiyah.
Peristiwa huru-hara Kaum Hanbaliyyin di Kota Baghdad ini sangat terkenal dalam sejarah.
Tindakan keras dan agresif kaum Salafiah-Hanbaliyah inilah yang menjadi ciri Aliran Salaf
pada abad IV Hijriah.
6.

Periode Ibnu Taimiyah (661 H 728 H)

Seorang ulama besar abad 7 H, nama lengkapnya Ahmad Taqiyuddin bin Syihabuddin Ibnu
Taimiyah. Kelahiran Haran Palestina, bermazhab Hanbali dalam fikih, menguasai hampir semua
ilmu ke Islaman dan banyak mengarang kitab dalam berbagai bidang ilmu.
Beliau mengkritik gejala taqlid dan kemunduran ijtihad yang berjangkit pada umat, menyerukan
agar umat kembali meneladani manhaj dan perilaku para generasi salafus-saleh. Beliau juga
mengkritik pengaruh filasat Yunani, dalam pemikiran Islam, filsafat Persia dalam konsep
Imamah Syiah, penakwilan ayat-ayat mutasyabih berdasarkan akal, dan filsafat India dalam
Tasawuf (ittihad, hulul).
Kritik dan Fatwa Ibnu Taimiyah yang keras, tajam dan vulgar tentunya membuat merah telinga
ulama-ulama bahkan yang sama-sama ber mazhab Hanbali dan pihak lain yang tidak sependapat
dengan fatwanya, termasuk para penguasa. Apalagi penguasa Bani Buwaihi dikenal mendukung
tarekat-tarekat Tasawuf. Jadi banyak pihak yang tersinggung dan tidak senang dengan ajaranajaran Ibnu Taimiyah yang disampaikan secara terbuka pada majelis-majelis pengajiannya.
. Dalam buku Rihlah Ibnu Batutah (catatan perjalanan Ibnu Batutah), salah satu sumber sejarah
yang sangat terkenal dan telah diterjemahkan kedalam berbagai bahasa, Inggris, Perancis dan
Jerman, Ibnu Batutah telah melakukan perjalanan pengembaraan selama 29 tahun kebanyak
negeri-negeri mulai dari Mesir, Syria, Palestina, Hijaz (Arab Saudi), Irak, Persia, Turki, Bukhara,
Afghanistan, India, Bangladesh, Cina, Sumatera, Indonesia dan terus ke Afrika.
Catatan perjalanannya oleh sebagian besar ahli sejarah, dianggap cukup teliti dan dijadikan salah
satu sumber sejarah. Dalam catatan perjalanan Ibnu Batutah diterangkan bahwa dia singgah di
Damaskus Syiria dan kebetulan mendengarkan Ibnu Taimiyah memberikan pengajian di mimbar
Masjid Umayyah, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa Tuhan Allah itu duduk diatas Arsy dan
dudukNya itu serupa dengan duduknya Ibnu Taimiyah diatas mimbar. Tuhan Allah itu turun
tiap-tiap akhir malam kelangit dunia dan turunnya itu sepeti turunnya Ibnu Taimiyah dari atas
mimbar ke bawah.
Mendengar uraian itu, pendengar jamaah pengajian menjadi ribut, kacau balau, sehingga ada
yang melempari Ibnu Taimiyah dengan sandalnya. Akhirnya perkataan Ibnu Taimiyah sampai
kepada penguasa. Ibnu Batutah memberi komentar bahwa Ibnu Taimiyah dikenal sebagai ulama
besar tetapi fi aqlihi syaiun (pikirannya guncang), demikian keterangan Ibnu Batutah.
Namun keterangan tersebut masih perlu diteliti lagi, bisa jadi ada kesalah pahaman dalam
menafsirkan ajaran Ibnu Taimiyah atau bisa jadi peristiwa kekacauan Majelis pengajian beliau
sudah direkayasa lawan-lawan nya untuk memfitnahnya.
Ajaran dan fatwa-fatwanya yang dianggap terlalu keras, tidak sopan dan melawan arus
menyebabkan banyak ulama dan penguasa Bani Buwaihi tersinggung dan tidak suka kepada
beliau, disamping itu ajaran theologinya dianggap cenderung kepada anthropomorpist
akhirnya menyebabkan beliau ditangkap oleh pihak penguasa dan keluar masuk penjara, bahkan
beliau meninggal dalam penjara. Pemakamannya diiringi oleh ratusan ribu orang yang menaruh
simpati kepada beliau.

Jadi seruan kembali kepada manhaj salafus-saleh, kritik yang keras kepada taqlid dan
kemandekan ijtihad, penyimpangan akidah (ziarah dan berdoa di kuburan orang suci),
superioritas akal dalam pemahaman agama, konsep imamah kaum Syiah dan penyimpangan
ajaran ittihad, hulul dalam tasawuf itulah ciri khas ajaran Ibnu Taimiyah.
7.

Periode Muhammad bin Abdul Wahab (1115 H 1206 H)

Terkenal dengan gerakan Wahabi, yang didukung oleh Pangeran Muhammad bin Saud seorang
war lord (kepala suku, komandan lapangan). Duet serasi ulama-penguasa ini mengantarkan
keduanya menduduki tahta kerajaan Arab Saudi.
Muhammad bin Abdul Wahab dikenal sebagai ulama bermazhab Hanbali dan seorang penganut
dan pendukung fanatik pemikiran Ibnu Taimiyah. Setelah berkuasa, mazhab Wahabi ini
dijadikan mazhab resmi pemerintah kerajaan Arab Saudi sampai sekarang. Gerakan wahabi
berciri khas pada pemurnian akidah, tauhid dan menempuh kekerasan.
Dari semua periode-periode yang telah diuraikan diatas sampai pada periode Muhammad
bin Abdul Wahab dan gerakan Wahabinya, kaum Salafiyin-Hanbaliyin kalau dapat
dikatakan berbeda dan hanya keras dalam masalah akidah dan theologi saja, tidak
sampai pada masalah fikih-amaliah, apalagi sampai pada masalah furuiyah (cabang) yang
khilafiah.
8.

Periode Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Beliau seorang ulama ahli hadits abad 20 M, sangat dihormati di Kerajaan Arab Saudi. Beliau
menyerukan agar umat mempelajari Al-Quran dan Hadits serta mencela kebiasaan taqlid, yaitu
hanya mengikuti saja pendapat seorang imam tanpa mengetahui dalil dan argumennya.
Sepeninggal beliau timbul fenomena baru, yaitu ketika para pengikutnya mengikuti semua
perkataan Syeikh Albani, sehingga yang terjadi bukannya bebas mazhab melainkan menjadikan
beliau sebagai mazhab kelima disamping empat mazhab fikih yang sudah ada.
Fanatik pada ahli hadits inilah yang menjadi ciri Aliran Salaf periode Syeikh Albani.
9.

Periode Salafi Kotemporer

Pada masa kotemporer sekarang ini muncullah kelompok yang menamakan diri salafi.
Kelompok inilah yang mewarisi dan meneruskan Aliran Salaf seperti yang telah diuraikan
sebelumnya, tentunya dengan karakteristik yang sedikit banyak juga mewarisi Aliran salaf
periode-periode sebelumnya dengan beberapa fenomena baru pula.
Salafi kotemporer tidak mempunyai institusi formal, sebab mereka lebih bersifat aliran
pemikiran umum (aliran theologi sekaligus mazhab fiqih). Kadang terdiri atas beberapa
kelompok yang masing-masing mengaku sebagai salafiyin, diantaranya :
a

Jamaah Anshar As Sunnah di Mesir dan Sudan.

Jamiyyah Ihya At-Turats (menghidupkan Quran & Hadits) di Kuwait.

Tapi ada juga yang tidak berupa organisasi, melainkan pengikut tokoh ulama salafiyin tertentu,
seperti :
a. Salafiyun Albaniyun, seperti telah disebut sebelumnya diatas (periode 8), yaitu para
pengikut Syeikh Albani.
b. Salafiyah Politik, adalah salafiyin yang terpengaruh pemikiran Ihwanul Muslimin dalam
mengkritisi pemerintahan yang dianggap kurang berpihak pada ajaran Islam.
Kelompok ini menentang kebijaksanaan Kerajaan Arab Saudi menempatkan tentara Amerika di
Dahran, mengkritik dukungan Kerajaan Arab Saudi kepada Sekutu pada perang Teluk II.
Tokoh-tokohnya diantaranya : Dr. Aidh Al Qarni, Salman Audah, Safat Al Hawali, mereka
pernah ditangkap dan dipenjara oleh penguasa Kerajaan Arab Saudi.
Dr. Aidh Al Qarni setelah dibebaskan dari penjara, lebih banyak menulis buku tentang
personality empowerment. Bukunya yang sedang Best Seller adalah La Tahzan.
c.

Salafiyun Al-Jamiyun (Salafi beringas)

Tokohnya adalah Syeikh Rabi Al-Madkhali, kelompok ini tidak punya kreasi lain kecuali
menyalahkan dan menyerang orang lain, termasuk ulama ulama yang tidak sehaluan dengan
mereka.
Tidak ada figur yang selamat dari serangan kelompok ini, baik ulama klasik maupun modern.
Termasuk Imam Ghazali, Imam Nawawi dan Ibnu Hajar Atsqolani hanya karena mereka
penganut teologi asyariah.
Ulama kotemporer pun tidak segan-segan diserang, seperti : Hasan Al Bana, Syeikh Muhammad
Al-Ghazali, DR. Yusuf Qaradhawi, Muhammad Imarah, Fahmi Huwaidi, Ali Athj Thantawi,
dll.
Kelompok Salafi Beringas juga menulis buku yang menyerang dan membeberkan kejelekankejelekan mereka, melemparkan tuduhan terhadap pemikiran dan tingkah-laku ulama-ulama
yang diluar kalangan mereka.
Disamping itu ada juga kelompok salafiyin pengikut Syeikh Abdul Azis bin Baz dan Syeikh
Muhammad bin Salih Al-Utsaimin.
Sudah menjadi opini umum bahwa salafi kotemporer yang sekarang ini sedikit banyak mewarisi
ciri Aliran salaf periode sebelumya, yaitu :
1.

Hanbalis-Literalis dalam fiqih.

2.

Keras dalam masalah akidah dan tauhid

3.

Agresif tidak toleran.

Disamping itu, pada Salafi kotemporer muncul fenomena ciri baru, yang belum muncul pada
periode sebelumnya, yaitu :
1. Memperluas (extend) konsep bidah sampai pada masalah furuiyah-khilafiah.
2. Memperluas sikap keras-tidak toleran pada masalah furuiyah-khilafiah.
3. Meng-generalisir seluruh tasawuf adalah sesat. (Bandingkan dengan Ibnu Taimiyah yang
hanya mengkritik konsep ittihad dan hulul dalam tasawuf).

XV. Akidah Salafiah-Ahlus Sunnah wal Jamaah


1.

Masalah ketuhanan :

a.

Tidak ada Tuhan selain Allah.

b.

Allah itu Esa tidak ada sekutu bagiNya.

c.

Allah itu laisa kamislihi syaiun tidak ada sesuatupun yang menyerupaiNya.

d.

Mengimani sifat-sifat Khabariah (yang dikhabarkan Allah tentang diriNya), yaitu :

1. Wujud (Ada).
2.

Qidam (Maha Dahulu).

3.

Baqa (Kekal Abadi)

4.

Mukholafatul lil Hawaditsi (berbeda dengan semua makhluk yang baru).

5.

Qiyamuhu bi Nafsihi (berdiri sendiri).

6.

Wahdaniyah (Maha Esa)

7.

Qudrat (Maha Kuasa).

8.

Iradat (Maha Berkehendak).

9.

Ilmu (Maha Mengetahui)

10.

Hayat (Maha Hidup)

11.

Sama (Maha Mendengar)

12.

Bashar (Maha Melihat)

13.

Kalam (Maha Berfirman)

14.

Qodiron (Maha Berkuasa)

15.

Muridan

16.

Aliman

17.

Hayyan

18.

Samian

19.

Bashiran

20.

Mutakalliman

Disamping mengimani sifat-sifat Allah juga mengimani 99 Asmaul Husna (nama-nama baik
yang juga menunjukkan sifat) bagi Allah, yaitu : Ar Rahman, Ar Rahim, Al Malik, Al Qudus, As
Salam, Al Mukmin, Al Muhaimin, Al Azis, Al Jabbar, Al Mutakabir, Al Khaliq, Al Bari, Al
Musawwir, Al Ghofar, Al Qohar, Al Wahab, Al Fatah, Ar Rozaq, dst ada 99.
2.

Akidah Tauhid :

a. Tauhid Rububiyah, meyakini bahwa Allah satu-satunya Rabb, pencipta seluruh alam
semesta.
b. Tauhid Uluhiyah, meyakini bahwa Allah satu-satunya Ilah, sesembahan yang boleh
diibadahi.
c. Tauhid Mulkiyah, meyakini bahwa Allah satu-satunya Mulk, penguasa, pengatur seluruh
alam semesta, pemberi rejeki seluruh makhluk-Nya.
3.

Al-Quran

a.

Al-Quran merupakan Kalamullah (firman Allah) bukan makhluk.

b. Meyakini semua ayat Al-Quran benar dari sisi Allah, tidak ada kesalahan, kebatilan dan
pertentangan dalam semua ayat-ayatnya.

c. Mengimani kitab suci sebelum Al-Quran pernah berlaku pada masanya masing-masing
seperti : Injil nabi Isa, Zabur nabi Daud, Taurat nabi Musa, Suhuf-suhuf (lembaran suci) nabi
Ibrahim.
4.

Rasul

a. Mengimani 25 Nabi dan Rasul yang disebutkan dalam Al-Quran. Diluar 25 Nabi dan Rasul
yang disebutkan dalam Al-Quran ada Nabi dan Rasul yang tidak disebutkan dalam Al-Quran.
b. Mengimani bahwa Nabi Muhammad adalah Rasul terakhir yang membawa syariat agama
Islam yang telah sempurna untuk seluruh umat manusia dimuka bumi dan untuk golongan jin.
c. Mengimani tidak ada Nabi dan Rasul baru yang menerima wahyu dan membawa syariat
baru sesudah Nabi Muhammad SAW.
d.

Mengimani bahwa Nabi Muhammad SAW makshum (terpelihara dari dosa dan kesalahan).

4.

Malaikat

a.

Mengimani adanya para Malaikat yang selalu taat dan patuh kepada Allah :

1.

Malaikat Jibril, pemimpin para Malaikat yang menyampaikan wahyu kepada Nabi.

2.

Malaikat Mikail, pembagi rezeki, pengatur hujan, berhembusnya angin.

3.

Malaikat Isrofil, peniup sangkakala saat hari kiamat.

4.

Malaikat Izrail, pencabut nyawa.

5.

Malaikat Munkar, penanya dalam alam kubur.

6.

Malaikat Nakir, penanya dalam alam kubur.

7.

Malaikat Rokib, pencatat amal baik.

8.

Malaikat Atid, pencatatat amal buruk.

9.

Malaikat Ridwan, pemimpin penjaga surga.

10.

Malaikat Malik, pemimpin penjaga neraka.

11.

Malaikat Hafadah, mengiringi setiap manusia.

12.

Malaikat Zabaniah, petugas menjaga neraka.

13.

Malaikat Muqorrobin, pemikul Arsy

b.

Mengimani bahwa para malaikat selalu taat, patuh, beribadah, berdzikir dan memuji Allah.

5.

Mengimani adanya Iblis, syaiton dan Jin.

6.

Akhirat

a.

Mengimani adanya alam kubur.

b.

Mengimani adanya Masyar.

c.

Mengimani adanya Mizan (timbangan).

d.

Mengimani adanya hisab (perhitungan amal).

e.

Mengimani adanya Shirat (jembatan).

f.

Mengimani adanya telaga Kautsar.

g. Mengimani adanya syafaat Nabi Muhammad dan orang-orang yang diijinkan oleh Allah
untuk memberi syafaat.
h.

Mengimani adanya surga dan neraka.

7.

Iman

a. Iman itu keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal
perbuatan.
b. Iman dapat bertambah karena ilmu dan amal saleh, iman juga dapat berkurang karena
kelalaian dan dosa-kemaksiatan.
8.

Dosa besar

a.

Pelaku dosa besar menjadi fasik.

b.

Pelaku dosa besar yang akidahnya masih sempurna, tidak keluar dari Islam.

c. Dosa besar selain Syirik masih bisa diampuni oleh Allah bila mau taubat dengan sungguhsungguh.
d. Pelaku dosa besar kelak akan masuk neraka sampai waktu tertentu sebagai hukuman atas
dosa-dosanya kemudian akan dimasukkan kedalam surga.
9.

Takdir dan keadilan Allah

a.

Mengimani adanya takdir Allah pada induk kitab Lauhful Mahfudz.

b.

Manusia diberi kebebasan ber ikhtiar.

c. Allah bersifat adil dalam memberi pahala-surga bagi mukmin yang taat dan memberi dosaneraka bagi yang durhaka.
10.

Khilafah dan imamah

a.

Wajib adanya khilafah (pemerintahan)

b.

Tidak boleh memberontak selama Khalifah masih mendirikan shalat.

c. Prinsip pemerintahan : Quraisy (memiliki keutamaan seperti orang Quraisy), baiat, syuro
(musyawarah) dan keadilan.
d. Rasulullah tidak mewasiatkan seseorang tertentu (Ali dan keturunannya) sebagai satusatunya yang berhak atas kekhalifahan.
11.

Filsafat

a. Dalam urusan akidah tidak boleh mengutamakan dominasi rasio (apalagi liberal seenaknya)
dalam menafsirkan nash.
b. Dalam urusan dunia (kedokteran, matematika, kimia, astronomi, dsb), hadits Nabi : kamu
lebih tahu urusan duniamu.
12.
a.

Sahabat Nabi
Semua sahabat Nabi adalah adil, artinya diterima kesaksian dan periwayatan haditsnya.

b. Generasi Islam terbaik adalah generasi sahabat Nabi, generasi Tabiin dan generasi Tabiit
Tabiin.
c.

Tidak boleh mencaci, mencelah dan mengatakan tentang keburukan para sahabat Nabi.

d. Sahabat Nabi yang terlibat pertikaian pada perang Jamal dan Shiffin, walaupun ada yang
bersalah, namun mereka telah taubat dan jasa mereka terhadap Islam masih lebih besar dari
kesalahannya.
e.

Sahabat Nabi yang utama adalah :

1.

Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali).

2.

Sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga.

3.

Orang-orang Muhajirin dan Anshar yang paling dahulu masuk Islam.

4.

Para peserta perang Badar.

5.

Para peserta Baiat dibawah pohon (Baitur Ridwan).

6.

Para veteran perang-perang lain dimasa Nabi.

13.

Nash-nash Tasybih dan Tajsim.

a.

Tasybih, yaitu nash yang mengabarkan penyerupaan Allah dengan makhluk, seperti :

1.

Tuhan yang Rahman bersemayam diatas Arsy. (Q Thaha : 5)

2.

Dan datanglah Tuhanmu, sedang para Malaikat berbaris-baris (QS Al Fajr : 22).

3.

Dan Dia (Allah) bersama kamu dimana saja kamu berada. (QS AL-Hadid : 4)

4. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan
oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (QS Qaaf : 16)
5. Bukanlah engkau yang melempar ketika engkau melempar (musuh) tetapi Allah lah yang
melempar (mereka) (QS Al-Hadid : 22).
6.

Hadits Riwayat Bukhari :

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda : Tuhan kita, tiap-tiap malam turun kelangit
dunia pada ketika tinggal sepertiga malam yang terakhir, lalu Dia berkata : Siapakah yang
akan berdoa maka Aku kabulkan, siapakah yang meminta maka akan Aku beri, siapakah yang
mohon ampunan, maka Aku ampuni.
b.

Tajsim, yaitu nash yang mengkhabarkan anggota tubuh Allah

1. Sesungguhnya orang-orang yang berjanji setia kepadamu (Muhammad), sesungguhnya


mereka berjanji setia kepada Allah, tangan Allah diatas tangan mereka. (QS Al-Fath : 10)
2. Hai Iblis, apa yang menghalangimu untuk sujud kepada apa yang telah Aku ciptakan
dengan kedua tangan-Ku (QS Ash Shaf : 7).
3.

Dan Langit kami bangun dengan tangan Kami. (QS Az Zariat : 47)

4. Padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung
dengan tangan kanan-Nya. (QS Az Zumar : 67).
5.

Hadits Riwayat Muslim :

Bahwasanya hati anak Adam seluruhnya terletak diantara dua anak jari Tuhan yang
Rahman.

6.

Dan buatlah perahu dengan mata Kami dan wahyu kami. (QS Hud : 37).

7. Aduhai, sesalanku atas kelalaianku dalam mengurus sisi rusuk Tuhanku. (QS Az Zumar :
56)
8. Segala yang didunia akan lenyap binasa, dan yang akan kekal hanyalah wajah
Tuhanmu. (QS Ar Rahman : 26)
9.

Kemana saja kamu menghadap disitulah wajah Allah. (Al Baqarah : 115)

10.

Allah cahaya langit dan bumi (QS An Nur : 35).

11.

Hadits riwayat Muslim:

Tuhan menjadikan Adam atas rupa (citra) Nya.


12.

Hadits riwayat Bukhari dan Muslim :

Kepada neraka jahanam selalu dilemparkan sesuatu, dan ia selalu bertanya : Adakah
tambahannya ? sampai tuhan meletakkan tumit-Nya dalam neraka jahanam itu, sehingga
berhimpit isi neraka itu yang satu dengan yang lainnya, lalu jahanam berkata : Cukuplah,
cukup.
Terhadap nash-nash Al-Quran dan Hadits yang mengkhabarkan tasybih, tajsim, sifat-sifat
Allah, maka yang demikian itu termasuk ayat-ayat mutasyabih maka kita wajib mengimani
semua ayat-ayat mutasyabih tersebut berasal dari sisi Allah. Tidak ada yang tahu tawilnya
kecuali Allah, dan kita tidak diwajibkan mengetahui tawilnya, maka tidak perlu menanyakan,
atau membahasnya secara mendetail berdasarkan akal pikiran.
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia. (QS Asy Syura : 11).
Dialah yang telah menurunkan Al-Quran kepadamu, diantaranya ada ayat-ayat muhkam yang
merupakan induk (agama) dan lainnya mutasyabih. Adapun orang-orang yang dalam harinya
condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabih untuk
menimbulkan fitnah dan mencari-cari tawilnya, padahal tidak ada yang mengetahui tawilnya
kecuali Allah. Dan orang yang mendalam ilmunya berkata : Kami beriman kepada ayat-ayat
yang mutasyabih, semuanya itu dari sisi Tuhan kami. (QS Ali Imran : 7).

Anda mungkin juga menyukai