Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM FOOD PROCESSING

PENGOLAHAN SUHU RENDAH (BREADED


SHRIMP)

Oleh :
Kelompok 5 / 2A2
Yuniar Eka Savitri

145070300111020

Luqitha Aulia Febriandieni

145070300111034

Wismi Hardiyanti H.

145070301111001

Ilma Rizky Almirra

145070301111002

Hermita Dian P.

145070301111049

Novalia Intan K.

145070301111050

Anis Hikmatul Fitria

145070307111005

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2015

BAB 1
PENDAHULUAN

Pengolahan suhu rendah bertujuan untuk memperpanjang masa simpan suatu


bahan makanan. Hal ini disebabkan karena mikroba tidak dapat berkembangbiak pada
suhu yang rendah, aktivitas mikroba menjadi inaktif sehingga proses pembusukan
akan terjadi lebih lama. Pengolahan suhu rendah dapat dilakukan dengan pendinginan
atau pembekuan. Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu
pembekuan yaitu -2 sampai + 10 C. Pendinginan yang biasa dilakukan berhari-hari
dalam lernari es pada umumnya mencapai suhu 5-80 C. Meskipun air murni
membeku pada suhu O0 C, tetapi beberapa makanan ada yang tidak membeku sampai
suhu 20 C atau di bawah, hal ini terutama disebabkan oleh pengaruh kandungan zatzat di dalam makanan tersebut. Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam
keadaan beku. Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu -12 sampai -240
C, Pembekuan cepat (quick freezing) dilakukan pada suhu -24 sampai-400 C.
Pembekuan cepat ini dapat terjadi dalam waktu kurang dari 30 menit. Sedangkan
pembekuan lambat biasanya berlangsung selama 30 - 72 jam.
Mutu bahan pangan yang dibekukan akan menurun dengan kecepatan yang
tergantung dari suhu penyimpanan dan jenis bahan pangan. Pada umumnya sebagian
besar bahan pangan akan mempunyai mutu penyimpanan yang baik sekurangkurangnya 12 bulan bila disimpan pada suhu -18 C, kecuali bahan pangan dengan
kandungan lemak tinggi. Bila suhu penyimpanan naik 3 C maka kecepatan kerusakan
akan berlipat ganda.
Pada praktikum kali ini kami melakukan pengolahan udang dengan suhu
rendah. Prinsip pada pengolahan udang ini adalah membalut udang dengan tepung
berbumbu kemudian dibekukan. Produk ini diperlukan untuk memnuhi kebutuhan

ready to cook food dan meningkatkan convenience dalam penyiapan makanan cepat
saji. Jadi tujuan lain pengolahan suhu rendah selain memperpanjang masa simpan
juga untuk membuat makanan cepat saji yang diolah sedemikian rupa kemudian
disimpan pada suhu rendah sehingga ketika dibutuhkan maka produk tersebut dapat
dimasak dengan mudah.

BAB 2
TINJAUAN BAHAN

1. Tepung Panir
Tepung panir adalah jenis tepung yang terbuat dari remah-remah roti,
teksturnya kasar jika dibandingkan jenis tepung lain. Biasanya digunakan
untuk membuat tekstur makanan menjadi lebih renyah, dan makanan yang
digoreng lebih cepat matang tanpa perlu menyerap banyak minyak. Tepung
panir biasanya digunakan untuk melapisi nugget, kroket dan sebagainya.
Tepung roti/panir ada beberapa jenis yg berbeda tekstur dan warnanya
sehingga beda pula kegunaanya. Tepung roti banyak dijual dipasaran, tetapi
membuat sendiri juga cukup mudah karena umumnya terbuat dari roti tawar
yang dikeringkan.
Tepung Roti Putih Basah
Biasanya digunakan untuk campuran isian ayam atau daging gulung,
mengentalkan adonan puding, cake atau saus yang bercita rasa manis.
Membuatnya, cabik-cabik roti yang tidak dikeringkan lalu proses dengan food
processor sampai halus, segera olah menjadi masakan.

Tepung Roti Putih Kering


Biasanya digunakan untuk membalut ikan, ayam, daging atau sayuran
sebelum digoreng. Membuatnya, letakkan roti tanpa kulit pada loyang datar
selembar-selembar, lalu jemur dibawah matahari sampai kering atau panggang
dalam oven dengan suhu 120 celcius hingga kering tapi tidak kecoklatan.
Lalu haluskan dengan food processor atau dengan cara dimemarkan di dalam
kantung plastik. Tahan 1 bulan dalam wadah kedap udara.

Tepung Roti Coklat Kering


Biasanya untuk taburan masakan panggang seperti potatoes gratin
atau untuk risoles dan kroket. Membuatnya sama seperti membuat tepung roti
putih kering. hanya suhunya lebih panas hingga roti berwarna kecoklatan.
Panko Flour atau Tepung Panko
Tepung roti dg tekstur yg lebih kasar dari tepung roti biasa, ada yg
berwarna kuning keemasan, jg putih. Biasa digunakan utk makanan Jepang
spt Katsu atau Tempura. Rasanya lebih garing dan renyah.
2. Telur ayam
Fungsi pemakaian telur pada adonan adalah sebagai perekat antara
bahan makanan dengan tepung panirnya. Disini peran telur juga berfungsi
sebagai penguat rasa dari bahan makanan tersebut.
3. Udang
Udang adalah binatang yang hidup di perairan, khususnya sungai, laut,
atau danau. Udang dapat ditemukan di hampir semua "genangan" air yang
berukuran besar baik air tawar, air payau, maupun air asin pada kedalaman
bervariasi, dari dekat permukaan hingga beberapa ribu meter di bawah
permukaan.
Disini udang berfungsi sebagai bahan utama dalam proses pembuatan
udang tepung roti. Udang yang digunakan adalah udang tipe sedang atau
udang dengan ukuran sedang.
4. Bumbu-bumbu (merica dan garam)
Bumbu-bumbu ini berfungsi sebagai penambah cita rasa dari bahan
makanan. Agar menciptakan rasa yang tidak hambar maka diberi tambahan
sedikit garam dan merica. Dengan adanya sedikit treatment pada bahan
utama,dapat meresap bumbu-bumbu dan menambah cita rasa masakan.
BAB 3
METODE

A. Proses Menggunakan Suhu Beku


1. Breaded Shrimp
Prinsip:
Udang disiapkan dalam bentuk berbalut tepung berbumbu kemudian
dibekukan. Produk ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan ready to
cook food dan meningkatkan convenience dalam penyiapan makanan
cepat saji.
Bahan:
1 kg udang sedang atau esar
500 gram tepung roti
kg telur ayam
Garam meja halus
Merica bubuk
Minyak goreng
Alat:
Pissau fillet dan talenan
Pengemas beku
Cara Pembuatan:
1. Cuci udang, buang kepala, kaki, dan kulit. Ruas ekor dapat
2.
3.
4.
5.

disisakan untuk dipegang saat dikonsumsi.


Belah udang, buang isi perut dan kotorannya dengan air mengalir.
Buatlah beberapa sayatan melintang, agar bumbu mudah meresap.
Taburkan garam dan merica secukupnya.
Kocok telur (bagian kuning dan putih) hingga rata, celupkan udang

ke dalamnya.
6. Gulirkan pada tepung roti sehingga semua bagian tertutup tepung.
7. Masukkan udang dalam kemasan, perhatikan cara penataannya
sehingga mudah diambil setelah penyimpanan.
8. Beri label, simpan beku.

B. Metode Penyimpanan Suhu Rendah


Penyimpanan bahan pangan dalam ruangan yang suhunya rendah atau berada
dibawah titik beku bahan disebut pembekuan atau freezing, jadi bahan disimpan
dalam keadaan beku. Pembekuan biasanya berada pada suhu -17 oC sampai -24oC.
dengan pembekuan bahan akan lebih tahan lama hingga jangka waktu beberapa
bulan, bahkan terkadang beberapa tahun tergantung dari jenis bahan pangan itu
sendiri. Penyimpanan jenis ini biasanya dilakukan untuk bahan pangan yang berasal
dari hewani seperti daging sapi dan olahannya, ikan dan beberapa olahan ikan seperti
bakso ikan,udang dan olahannya, dan juga ayam dan olahannya.
Pada prinsipnya penyimpanan dengan suhu rendah maupun dengan cara
pembekuan mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk menghambat pertumbuhan
mikroba dan menghambat reaksi-reaksi enzimatis, kimiawi dan biokimiawi. Namun
terdapat perbedaan diantara kedua jenis penyimpanan ini yang berhubungan dengan
aktifitas mikroba. Hal ini dapat dilihat dengan fakta bahwa sebagian besar organisme
perusak tumbuh cepat pada suhu 10oC, beberapa jenis organisme pembentuk racun
masih dapat hidup pada suhu 3,3oC, organisme psikrofilik tumbuh lambat pada suhu
4,4oC sampai -9oC dan aktifitas mikroba terhenti pada pembekuan dengan kisaran
suhu -17oC.
Penyimpanan dengan suhu rendah biasanya dilakukan di lemari pendingin
dengan suhu -2oC sampai dengan -4oC untuk menyimpan beberapa jenis sayur, buah,
susu dan beberapa hasil hewani lainnya. Pada suhu tersebut, pertumbuhan bakteri dan
proses biokimia terhambat sehingga dapat mengawetkan bahan makanan selama
beberapa hari atau minggu tergantung kepada jenis bahan pangannya. Perlu
diperhatikan, untuk penyimpanan jenis ini tempat yang digunakan haruslah terjaga
kebersihannya dan tidak boleh terletak di dekat kompor dan terkena cahaya matahar
langsung. Pada suhu rendah, aktifitas metabolism termasuk respirasi pada bahan
makanan dapat diperlambat, sehinga proses pematangan terjadi lebih lambat.

Penyimpanan pada suhu rendah terbagi menjadi dua jenis yaitu penyimpanan
di chiller dan penyimpanan di freezer. Perbedaan yang mendasar terhadap keduanya
ialah perbedaan suhu ruangan diantara keduanya, dimana suhu freezer jauh lebih
dingin daripada suhu di chiller. Penyimpanan di chiller biasanya diikuti dengan
fermentasi, pasteurisasi dan pengemasan bahan pangan, dan perlu diingat bahwa tidak
semua bahan makanan dapat disimpan dalam chiller. Pada penyimpanan freezer suhu
mencapai -21 oC s.d 24oC Diana dalam keadaan ini, air di bahan makanan berubah
menjadi krisal es. Terdapat dua macam Kristal es yang terbentuk dalam penyimpanan
ini yaitu Kristal es yang kecil dan halus, biasanya terbentuk pada saat quick freezing
dan Kristal es ini tidak merusak sel dari bahan pangan. Kristal yang berbentuk besar
dan tajam biasanya terbentuk dari hasil slow freezing, dimana kristal es ini dapat
merusak sel dari bahan makanan dan perlu dihindari.
Adanya penyimpanan bahan pangan di suhu rendah memberikan pengaruh
terhadap bahan pangan itu sendiri, misalnya terjadi freezer atau chiller burn dimana
bahan makanan berubah warnanya seolah-olah seperti terbakar (menjadi lebih gelap).
Terjadi dehidrasi terhadap bahan makanan karena adanya proses sublimasi. Adanya
luka karena dingin(cold injury) yang ditandai denan perubahan warna bahan pangan,
perubahan pH, dan metabolism di bahan pagan yang menjadi tidak stabil. Namun
dalam penyimpanan jenis sangat kurang atau sedikit sekali menyebabkan kehilangan
zat gizi di dalam bahan makanan.

BAB 4
Minggu

Warna

Aroma

ke0

Putih

kulitnya berwarna bening


Putih
keabu-abuan, Aroma udang tapi Keras

kulitnya keabu-abuan
tidak terlalu segar
Keabu-abuan,
kulitnya Amis busuk

keabu-abuan, Cukup Segar

Tekstur
Lunak

Sangat Keras

berwarna abu-abu
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

4.2 Pembahasan
A. Proses Penurunan Mutu Udang
Penurunan mutu udang dimulai setelah udang mati dan terus berlangsung
tanpa kontrol. Pada suhu yang tinggi (32,2C-38,5C) udang dapat tidak berubah
selama enam jam pasca panen. Akan tetapi apabila dilakukan penanganan suhu
rendah misalnya dengan disimpan dalam es, maka mutu kesegaran dapat bertahan
hingga beberapa hari.
Salah satu yang menyebabkan mutu udang rendah (menurun) adalah
timbulnya bercak hitam atau melanosis pada kulit udang yang biasa disebut dengan
black spot. Black spot atau bercak hitam akan tetap timbul meskipun udang langsung
didinginkan setelah dipanen. Umumnya bercak hitam akan timbul antara 2-4 hari
setelah panen. Noda itu mulai berkembang dari bagian kepala lalu meluas ke

membran kulit pada ruas-ruas tubuh hingga sirip ekor. Pada tingkat lanjut meluas ke
bagian kaki dan akhirnya keseluruh bagian tubuh. Udang yang bermutu baik akan
memperlihatkan penampakan yang segar, dengan warna dan bau yang khas udang.
Namun setelah penampakannya pucat dan lembek dengan bau yang sangat amis
cenderung busuk, udang sudah dikatakan busuk.
Adapun ciri-ciri organoleptik udang yang berkualitas tinggi atau masih segar
adalah sebagai berikut :
1. Kulit berwarna terang dan bening, utuh belum ada bagian yang patah atau
lepas, belum mengalami perubahan warna, kulit masih melekat pada daging
dengan kuat.
2. Mata bulat dan tampak hitam pekat
3. Daging

teksturnya

kenyal

(menandakan

tahap

rigor

mortis

masih

berlangsung), daging dan bagian tubuh lain berbau segar dan rasanya manis
4. Bila ditaruh dalam air maka udang akan tenggelam
5. Tidak terdapat bercak hitam (black spot)
Sedangkan udang yang telah mengalami pembusukan dapat diketahui ciriciri organoleptiknya sebagai berikut :
1. Kulit berwarna merah kecoklatan, pucat dan berlendir banyak, kulit sudah
terlihat kendur dan mudah terkelupas
2. Mata tampak tidak hitam pekat dan terdapat sedikit warna putih
3. Daging bertekstur lunak dan lembek serta berbau busuk
4. Warna kemerah-merahan sebagai tanda telah mengalami oksidasi

5. Terdapat bercak-bercak warna pada kulit/karapaks disebabkan oleh black spot


6. Bila ditaruh dalam air maka mengapung pada permukaan
Penurunan mutu daging udang dapat disebabkan oleh faktor kimiawi dan
mikrobiologis. Di sisi lain, faktor fisik juga sangat mempengaruhi terhadap laju
penurunan mutu udang, seperti benturan, tekanan, dan goresan. Udang yang terlalu
banyak mengalami kontak atau benturan fisik akan lebih cepat mengalami kebusukan.
Udang yang tidak diberi penanganan pendinginan setelah ditangkap dalam
beberapa jam saja sudah menunjukkan tanda-tanda penurunan mutu. Diawali dengan
peristiwa rigor lalu dilanjutkan proses autolisis, kemudian akan diteruskan oleh
proses bakteriologis sebagai tahapan terakhir. Tahapan penurunan mutu udang terjadi
secara enzimatis, kimiawi dan juga mikrobiologi.
Perubahan yang paling mendasar setelah udang mati yaitu laju metabolisme
yang tidak terkontrol dan bersifat merusak yang terjadi secara terus menerus. Reaksi
metabolisme ini terus merombak senyawa-senyawa kimia kompleks dalam daging
udang menjadi senyawa-senyawa kimia yang lebih sederhana sehingga dapat dengan
mudah dimanfaatkan bakteri sebagai substrat untuk kebutuhan tumbuh kembangnya.
Pada mulanya, setelah ikan mati terjadi reaksi metabolisme dalam daging
sehingga terkumpul asam laktat dalam jaringan yang mengkondisikan turunnya pH
daging. Penurunan pH mengaktifkan enzim ATPase dan keratin fosfokinase untuk
memecah ATP dan kretin fosfat. Setelah itu, terjadi penggabungan protein aktin dan
miosin sehingga daging menjadi kaku (rigor). Ketika tahap post rigor selesai akan
diikuti tahap autolisis yang menguraikan senyawa kompleks menjadi senyawasenyawa sederhana, kemudian terjadi penetrasi bakteri. Degradasi senyawa kompleks
pada akhirnya akan menghasilkan hasil metabolit berupa senyawa-senyawa yang
berbau busuk. Kerusakan-kerusakan yang terjadi dapat dilihat dalam uraian berikut:
a. Degradasi Protein

Beberapa protein udang mengalami perubahan dari keadaan alami (nature)


menjadi tidak alami (denature). Protein terurai oleh enzim proteinase menjadi
senyawa-senyawa volatil seperti trimetilamin (TMA). Penguraaian lebih lanjut akan
dihasilkan senyawa-senyawa yang bebau tidak sedap, misalnya amoniak, putresin,
isobutilamin, isoamilamin dan kadaverin.
b. Oksidasi Lemak
Penguraian lemak terjadi akibat kerja enzim lipolitik. Proses yang terjadi secara
otolisa maupun karena kegiatan mikroba. Lemak akan teroksidasi lebih lanjut
menjadi aldehide dan keton-keton. Hasil oksidasi ini merupakan senyawa-senyawa
berbau tengik dan rasa lekak. Selain itu mengakibatkan warna udang menjadi lebih
hitam.
c. Penguraian Khitin
Khitin dapat dihidrolisis secara enzimatis oleh enzim khitinase. Khitinase dapat
dihasilkan oleh beberapa macam bakteri, aktinomisetes, jamur dan tumbuhan
(Yurnaliza, 2002). Enzim tersebut mengubah khitin menjadi senyawa yang lebih
sederhana yakni khitosan. Setelah itu, kitosan diurai kembali menjadi unsur-unsur
karbon dan nitrogen.
d. Racun Histamine
Histamin di dalam daging diproduksi oleh hasil karya enzim yang menyebabkan
pemecahan histidin yaitu enzim histidine dekarboksilase. Kandungan histamine inilah
yang pada sebagian orang tidak dapat dinetralisir sehingga mengakibatkan keracunan.
Histamin dapat terakumulasi didalam daging udang karena adanya kesalahan
penanganan bahan baku sebelum dan sesudah pembekuan. Salah satu enzim yang
masih terdapat sebelum pembekuan pada udang, Hal ini dapat meneruskan
pembentukan histamin di dalam daging udang tanpa memperhatikan sel bakteri
selama penyimpanan beku (Baranowski et al, 985; FDA 1998 dalam Kim et al, 2002).

e. Black Spot
Black spot yaitu noda atau bercak-bercak hitam pada kulit udang yang terjadi
beberapa jam setelah kematian. Noda ini mulai berkembang dari kepala lalu meluas
ke membran kulit penghubung sirip tubuh, punggung hingga sirip ekor. Pada tingkat
lanjut, meluas juga ke sirip dan kaki. Adanya black spot pada udang sangat
dipengaruhi oleh tingginya konsentrasi substrat tyrosine pada kulit khitin udang,
oksigen molekuler, dan enzim Tyrosynase. Enzim oksidatif tyrosine akan diubah
menjadi melanin berearna hitam yang menutupi hampir seluruh permukaan kulit.
Proses mikrobiologi sangat erat hubungunnya dengan proses kimiawi,
keduanya berjalan hampir bersamaan dan saling mempengaruhi proses pembusukan
daging udang. Aktivitas mikrobiologi ini mengakibatkan terjadinya penguraian
beberapa senyawa dalam daging, diantaranya:

Pembentukan basa nitrogen seperti TMA (trimetilamin) dan amoniak yang


berasal dari trimetilamin oksidae (TMAO)

Penguraian senyawa nitrogen lain seperti dekarboksilasi histidin menjadi


histamin

Penguraian senyawa lemak oleh bakteri, walaupun dalam tempo lambat.


Hidrolisa dari triserida dan oksidasi lemak menghasilkan peroksida, aldehid,
keton, dan asam lemak yang lebih rendah menghasilkan rasa lekak dan
ketengikan

Penguraian senyawa protein oleh bakteri akan menghasilkan senyawasenyawa volatil yang menghasilkan bau busuk seperti belerang (H2S),
Amoniak(NH3), putresin dan kadaverin.

Dari penguraian oleh bakteri ini yang paling berarti untuk menentukan tingkat
kesegaran udang adalah amoniak (NH3) dan monoamino paling sederhana dan

dikenal sebagai basa yang mudah menguap yakni metilamin, dimetilamin dan
trimetilamin (senyawa belerang yang mudah menguap, yaitu H2S) dan senyawa siklik
seperti alkohol, amino dan senyawa heterosiklik yang menghasilkan bau yang busuk.
B. Hal-hal yang Berhubungan dengan Penurunan Mutu Udang

Perilaku penanganan

Proses penurunan mutu udang akan terpengaruhi oleh banyak faktor yang
berbeda-beda. Faktor internal sangat menentukan sekali terhadap laju penurunan
mutu akan tetapi faktor-faktor dari luar pun tidak boleh kita abaikan. Cara
penanganan udang setelah ditangkap atau dipanen sangat menentukan pula terhadap
pola penurunan. Kondisi ini akan mempercepat laju penetrasi bakteri apalagi
ditambah pula dengan kondisi yang tidak saniter, bakteri akan cepat sekali
mengkontaminasi daging.

Proses Pendinginan dan Pembekuan

Menurut Hadiwiyoto (1993) pengolahan agar mempertahankan sifat segar


ikan dengan suhu rendah. Penerapan suhu rendah antara lain yaitu dengan
pendinginan dan pembekuan. Penerapan suhu rendah adalah untuk menghindarkan
hasil perikanan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh autolisa dan atau karena
pertumbuhan mikroba. Baik aktifitas enzim maupun pertumbuhan mikroba sangat
dipengaruhi oleh suhu. Pada kondisi tertentu aktifitasnya menjadi optimum dan pada
kondisi lain aktifitasnya dapat menurun, terhambat bahkan terhenti. Suhu optimum
dimana enzim dan mikroba mempunyai aktifitas yang paling baik biasanya terletak
pada suhu di antara sedikit di bawah dan di atas suhu kamar.
Menurut Muchtadi (1997) setiap bahan pangan mempunyai suhu yang
optimum untuk berlangsungnya proses metabolisme secara normal. Suhu
penyimpanan yang lebih tinggi dari suhu optimum akan mempercepat terjadinya

proses pembusukan. Suhu pendinginan berkisar antara 5C sampai 10C, sedangkan


suhu pembekuan adalah -20C sampai -80C. Menyimpan bahan pangan pada suhu
sekitar -20C sampai -80C diharapkan dapat memperpanjang masa simpan bahan
pangan. Hal ini disebabkan suhu rendah dapat memperlambat aktivitas metabolisme
dan menghambat pertumbuhan mikroba. Selain itu juga mencegah terjadinya reaksireaksi

kimia

dan

hilangnya

kadar

air

dari

bahan

pangan.

Selama proses pembekuan perubahan-demi perubahan yang mengindikasikan


terjadinya proses penurunan mutu pada udang dapat terjadi. Perubahan-perubahan
tersebut meliputi perubahan sifat fisikawinya, perubahan sifat kimiawinya, dan
perubahan sifat organoleptiknya.
Pendinginan tidak banyak merubah sifat fisikawi ikan, tetapi pada pembekuan
udang kan banyak mengalami perubahan karena terbentuknya kristal-kristal es di
dalam jaringan daging. Ukuran kristal-kristal es yang terbentuk sangat bergantung
pada kecepatan pembekuan. Semakin cepat proses pembekuan berlangsung, makin
lembut ukuran kristal es yang terbentuk (Hadiwiyoto, 1993). Selama penyimpanan
beku akan terjadi rekristalisasi, sehingga ukuran kristal-kristal es menjadi semakin
besar sejalan dengan lamanya penyimpanan, lebih-lebih apabila suhu penyimpanan
beku tidak tetap. Oleh karena itu yang terpenting adalah menjaga suhu penyimpanan
agar

supaya

konstan.

Perubahan sifat kimiawi meliputi perubahan komponen-komponen pada daging


udang termasuk keadaan pH dan perubahan kandungan airnya. Perubahan kimiawi
yang terjadi misalnya perubahan protein. Pada pembekuan dengan terbentuknya
kristal-kristal es berarti terjadi pengurangan kadar air pada produk. Ini menandakan
bahwa terjadi denaturasi protein. Denaturasi terjadi karena meningkatnya kadar
garam dalam cairan sel sebagai akibat terbentuknya kristal-kristal es selama
pembekuan.
Selain protein juga akan terjadi perubahan lemak. Lemak pada udang akan
mudah mengalami oksidasi, tergantung dari rendahnya suhu, lamanya pendinginan

atau pembekuan, perlakuan pendahuluan yang dikerjakan pada udang, besarnya


kandungan lemaknya, ada tidaknya penggunaan bahan pengawet dan antioksidan,
maka macam dan besarnya oksidasi lemak akan berlainan. Tetapi oksodasi lemak
dapat dihambat dengan dengan pelapisan es pada udang yang dibekukan dan
pemberian anti oksidan, juga dapat dilakukan dengan pembekuan dalam keadaan
hampa atau pembekuan di bawah kondisi gas nitrogen, namun kedua cara ini jarang
dikerjakan karena biaya yang mahal. Pengepakan produk perikanan dengan bahan
pengepak yang kedap air dan udara juga dapat menghambat oksidasi lemak.
Perubahan organoleptik yang terjadi dapat berupa terjadinya perubahan warna. Pada
udang dan lobster sering terjadi noda-noda hitam yang disebut black spot. Noda-noda
hitam ini timbul karena aktifitas enzim polifenolase yang masih aktif. Noda-noda
hitam ini timbul pada membran-membran yang menghubungkan ruas-ruas badan atau
kaki.
Ketegaran (firmness) daging udang selama pembekuan akan mengalami
perubahan yaitu menjadi kurang tegar. Ketegaran erat kaitannya dengan banyaknya
cairan daging udang yang dapat dikeluarkan makin tegar daging udang, maka makin
banyak cairan yang dapat dikeluarkan. Tapi perlu dicatat bahwa makin banyak cairan
daging udang yang dikeluarkan belum tentu daging udang semakin tegar. Kerusakan
jaringan daging udang dapat menyebabkan cairan daging udang dapat dikeluarkan
dengan pengepresan dalam jumlah yang banyak.
Jadi lamanya pembekuan akan sangat berpengaruh terhadap mutu udang,
pengglazingan yang dilakukan setelah proses pembekuan tidak boleh terlalu lama.
Karena akan menyebabkan cairan yang keluar terlalu banyak sehingga mutu dari
udang tersebut akan turun.
Packing dimaksudkan untuk menjaga produk agar terhindar dari berbagai jenis
kontaminasi, baik kontaminasi langsung maupun kontaminasi silang. Selain itu
dengan dilakukannya packing maka product akan memiliki daya simpan yang lama

sehingga dalam jangka waktu tertentu masih bisa dikonsumsi dengan layak dan tidak
membahayakan konsumen.
Tetapi tidak menutup kemungkinan selama proses packing akan terjadi
penanganan yang salah sehingga tujuan dari packing itu sendiri tidak dapat tercapai.
Penanganan yang salah sering terjadi misalnya dalam pemilihan polybag maupun
inert carton atau master carton. Terkadang polybag yang digunakan sudah bocor
akibat dari perlakuan setelah proses pembekuan. Hal itu akan memicu udara untuk
masuk ke dalam polybag sehingga akan terjadi reaksi antara udara dengan produk
yang pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya proses oksidasi pada produk.
Adanya proses oksidasi yang terjadi akan mengakibatkan produk menjadi tengik atau
akan mengalami perubahan warna. Perubahan warna tersebut merupakan salah satu
indikator

terjadinya

proses

penurunan

mutu

pada

udang.

Pada proses packing, produk akan dilewatkan pada sebuah metal detector yang
berfungsi untuk mengecek apakah produk mengandung unsur-unsur logam ataupun
benda benda asing lainnya. Karena kandungan logam yang sedikit saja dalam
produk akan membuat produk menjadi tidak layak ekspor atau akan dihold.

Anda mungkin juga menyukai