Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Disusun oleh:
Anindyta Audie
0910015028
Pembimbing:
dr. Hj. Sukartini, Sp.A
1.1.
Latar Belakang
terlihat
berwarna
kuning,
keadaan
ini
timbul
akibat
secara
dominasi
maksimal.
bilirubin
kebanyakan
bayi
tak
baru
Keadaan
ini
terkonjugasi
lahir,
akan
dalam
menyebabkan
darah.
hiperbilirubinemia
tak
Pada
ter
ikterik
beberapa
pada
proses,
neonatus
yaitu
adalah hasil
peningkatan
dari
keceparan
1.2.
Tujuan
untuk
melakukan
anamnesis,
pemeriksaan
fisik,
terlahir
dalam
keadaan
hiperbilirubinemia.
Dan
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1.
Identitas Pasien
Nama
: By. Ny. F
Tanggal Lahir
Usia gestasi
: 37-38 minggu
Jenis kelamin
: Laki-laki
Nama Ibu
: Ny. F
Usia
: 37 tahun
Alamat
Pendidikan : S1
Pekerjaan
: Guru
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
: 41 tahun
Alamat
Pendidikan : D4
Pekerjaan
: Swasta
Agama
2.2.
: Islam
Anamnesis
Keluhan Utama
Bayi lahir dalam keadaan cukup bulan dengan ibu preeklampsia berat dan
Diabetes Melitus.
Detak Jantung
Pernapasan
Warna kulit
Refleks
Tonus
Total
Menit ke-5
2
2
2
2
2
10
Nilai
Keadaan
Neuromuskular
Sikap tubuh
Jendela siku-siku
Rekoil lengan
Sudut popliteal
Tanda selempang
diekstensikan adalah 90 0
Siku tidak mencapai garis tengah
toraks ketola tangan bayi ditarik
melintasi leher
Tumit ke telinga
Jumlah
3
17
Nilai
Keadaan
Lanugo
berkeriput
Lanugo menipis
Payudara
bagian anterior
Areola berbintil, puncak 1 -2 mm
Daun telinga
Kelamin (laki-laki)
sudah recoil
Testis tergantung, rugae dalam
Maturitas Fisik
Kulit
Jumlah
17
: 34
Usia gestasi
: 36 - 38 minggu
Grafik Lubchenco
2.3.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Berat badan
Panjang badan
Usia gestasi menurut Ballard
Baik
2500 gram
45 cm
36 - 38
score
minggu
Denyut jantung
Pernapasan
Suhu
Tanda-tanda vital
166 kali/menit
44 kali/menit
35.4oC
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
ubun-ubun datar
Bentuk normal, simetris D=S, edema palpebral (-/-)
Bentuk normal, sekret (-)
Bentuk normal, sekret (-), napas cuping hidung (-)
Bibir bentuk normal, kering, sianosis (-), labioskizis (-),
gnatoskizis (-), palatoskizis (-)
Inspeksi : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris
D=S, retraksi intercostal (-) & subcostal (-), ictus cordis
tidak terlihat
Palpasi : pergerakan dinding dada simetris D=S
Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Perkusi : tidak dilakukan
Inspeksi : bentuk datar, tali pusat terbungkus kasa steril,
Thoraks
Abdomen
Genitalia
Ekstremitas
organomegali (-)
Testis tergantung, rugae sudah dalam
Akral hangat, sianosis (-), ikterik (-), edema (-), anomaly
Px. refleks
(-)
Tidak dilakukan
fisiologis
Px. neurologis
Tidak dilakukan
2.4.
Pemeriksaan Penunjang
2.5.
Diagnosis
Tatalaksana
ASI on demand
Rawat ruang bayi
2.8.
Prognosis
Dubia ad bonam
2.9.
Tanggal
10/05/2014
Pukul 17.00
H0
NCB
laki-laki, ketuban
SMK
27 mg/dl
RR: 60 x/min;
12/05/2014
T: 37.4oC
NCB SMK
14.00: 54 mg/dl
H2
(+), ibu DM
Hipoglikemia
S1S2 tunggal
21.00: 71 mg/dl
regular
Konsul Echo
ASI on demand
NCB SMK
HR: 125 x/min;
Hipoglikemia
Cek bilirubin
RR: 38x/min;
Ikterik
Hasil bilirubin :
13/05/2014
T: 36.6 C
Neonatorum non
H- 3
fisiologis ec
hipoglikemia dd
krammer 5
breastmilk
ASI on demand
jaundice
NCB SMK
HR: 130 x/min;
Hipoglikemia
RR: 40 x/min;
Ikterik
14/05/2014
T: 36.3 C;
Neonatorum non
Fototerapi
H-4
kuning (+)
fisiologis ec
ASI on demand
hipoglikemia dd
krammer 4
breastmilk
jaundice
NCB SMK
16/05/2014
H-5
Hipoglikemia
RR: 40 x/min;
Ikterik
T: 36.3 C;
Neonatorum non
fisiologis ec
hipoglikemia dd
krammer 3
breastmilk
Fototerapi
ASI on demand
jaundice
17/05/2014
NCB SMK
Stop Fototerapi
H-6
RR: 42 x/min;
Hipoglikemia
Rawat gabung
Ikterik
ASI on demand
(+)
T: 37.0 C;
10
Neonatorum non
fisiologis ec
hipoglikemia dd
breastmilk
jaundice
11
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang tinggi di dalam darah yaitu
peningkatan kadar plasma bliribun 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang
sesuai umur bayi atau lebih dari presentil 90, sedangkan ikterus merupakan suatu
diskolorasi kuning pada kulit, mukosa, dan sklera akibat penumpukan dari
bilirubin. Ikterus neonatorum akan tampak apabila kadar bilirubin darah 5 7
mg/dl. (Kosim, Yunanti, Ari, & Dewi, 2014)
EPIDEMIOLOGI
Pada sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan pada minggu
pertama kehidupannya. Selama bertahun-tahun, konsentrasi serum bilirubin total
pada bayi aterm mengalami peningkatan tertinggi pada hari 3 - 4 setelah lahir dan
menurun mencapai level normal pada 7 10 hari. Penelitian yang mengamati
bilirubin transkutaneus menyimpulkan bahwa lebih dari 50 % bayi mengalami
puncak peningkatan bilirubin sekitar 96 jam 120 jam. Pada bayi yang dilahirkan
pada umur kehamilan 40 minggu atau lebih, puncak bilirubin terjadi pada 60 jam
setelah lahir, sedangkan pada bayi dengan umur kehamilan 35 39 minggu baru
terjadi setelah 96 jam atau lebih.
Kejadian ini lebih kurang 60% pada bayi cukup bulan dan 80% pada bayi
kurang bulan. Di Jakarta sendiri dilaporkan sekitar 32,19% bayi baru lahir
menderita ikterus. Ikterus tersebut dapat dalam keadaan fisiologis maupun
patologis. (Kosim, Yunanti, Ari, & Dewi, 2014)
Patofisiologi
Pembentukan Bilirubin
Bilirubin adalah kristal pigmen berwarna jingga ikterus yang merupakan
bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses oksidasi-reduksi.
Langkah oksidasi pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan
12
bantuan enzim heme oksigenase, yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam
hepatosit, dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terdapat besi yang digunakan
kembali untuk pembentukan hemoglobin dan karbon monoksida (CO) yang
diekskresikan kedalam paru. Biliverdin kemudian akan direduksi oleh enzim
bilverdin reduktase.
Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan dirubah menjadi
bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin
bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen. Jika tubuh akan mengekskresikan,
diperlukan mekanisme transport dan eleminasi bilirubin.
Pada bayi baru lahir, sekitar 75% produksi bilirubin berasal dari katabolisme
heme hemoglobin dari eritrosit sirkulasi, satu gram hemoglobin akan
menghasilkan 34 mg bilirubin. Sisa 25% produksi bilirubin disebut early labeled
bilirubin yang berasal dari pelepasan hemoglobin karena proses eritropoiesis yang
tidak efektif dari sumsum tulang, jaringan yang mengandung protein heme
(mioglobin, sitokrom, katalase, peroksidase) dan heme bebas.
Bayi baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/KgBB/hari, sedangkan
orang dewasa sekitar 3-4 mg/KgBB/hari. Peningkatan bilirubin pada bayi baru
lahir disebabkan oleh masa hidup eritrosit yang lebih pendek (70-90 hari)
13
dibandingkan dengan orang dewasa (120 hari), peningkatan degradasi heme, tun
over sitokrom yang meningkat dan juga reabsorpsi bilirubin dari usus yang
meningkat (sirkulasi enterohepatik).9
Transportasi Bilirubin
Peningkatan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya
dilepaskan ke dalam sirkulasi yang nantinya akan berikatan dengan protein
albumin. Bayi baru lahir mempunyai ikatan protein albumin yang rendah terhadap
bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan molar yang
kurang. Bilirubin yang akan berikatan ini merupakan zat non-polar yang
hidrofobik dan kemudian akan ditransportasi ke hepatosit. Bilirubin yang
berikatan dengan albumin tidak bisa masuk ke susunan saraf pusat dan bersifat
non toksik. Selain itu, afinitas bilirubin terhadap albumin mempunyai tingkat
kompetisi yang rendah terhadap obat-obatan seperti sulfonamide dan penisilin,
sehingga albumin akan lebih berikatan dengan obat tersebut dibandingkan dengan
bilirubin.
Pada Bayi Kurang Bulan (BKB), ikatan bilirubin akan lebih lemah yang
umumnya merupakan komplikasi dari hipoalbumin, hipoksia, hipoglikemia,
asidosis, hipotermia, hemolisis, dan septikemia. Hal tersebut membuat jumlah
bilirubin bebas dalam darah meningkat dan sangat berisiko atas terjadinya
neurotoksisitas oleh bilirubin.
Asupan Bilirubin
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit,
albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin ditransfer melalui
sel membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y) atau ikatan protein
sitosolik lainnya. Keseimbangan antara jumlah bilirubin yang masuk kedalam
sirkulasi, dari sintesis de novo, resirkulasi enterohepatik, perpindahan bilirubin
antar jaringan, pengambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi bilirubin akan
menentukan konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi dalam serum, baik pada
keadaan normal ataupun tidak normal.
Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin tak terkonjugasi akan
berpengaruh terhadapa pembentukan ikterus fisiologis. Penelitian menunjukkan
14
15
cerna akan dikirim kembali ke hati untuk dikonjugasikan kembali. Hal ini disebut
dengan sirkulasi enterohepatik.
Terdapat perbedaan antara bayi baru lahir dan orang dewasa, yaitu pada
mukosa usus halus dan feses bayi baru lahir mengandung enzim betaglukoronidase yang dapat menghidrolisis monoglukororida dan diglukoronida
kembali menjadi bilirubin tak terkonjugasi yang selanjutnya dapat disimpan lagi
ke hepatosit. Selain itu, usus pada bayi baru lahir masih dalam keadaan steril
(tidak ada flora normal), sehingga bilirubin terkonjugasi tidak dapat diubah
menjadi sterkobilin (produk yang tidak dapat diabsorbsi).
Bayi baru lahir mempunyai konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi yang
relatif tinggi di dalam usus yang berasal dari produksi bilirubin yang tinggi (8-10
mg/KgBB/hari), hidrolisis bilirubin diglukoronida yang berlebih, dan konsentrasi
bilirubin yang tinggi yang ditemukan di dalam mekonium. Pada bayi baru lahir,
kekurangan normal flora pada usus akan meningkatkan pool bilirubin usus.
Peningkatan hidrolisis bilirubin terkonjugasi pada bayi baru lahir diperkuat oleh
enzim beta glukoronidase mukosa usus yang tinggi dan ekskresi monoglukoronida
terkonjugasi. Pemberian substansi oral yang tidak larut seperti agar atau arang
aktif yang dapat mengikat bilirubin, akan meningkatkan kadar bilirubin dalam
tinja dan mengurangi bilirubin dalam serum, hal ini menggambarkan peran
kontribusi
sirkulasi
enterohepatik
pada
keadaan
hiperbilirubinemia
tak
Etiologi
Ikterus Fisiologik
Pada neonatus normal memproduksi 6 - 10 mg bilirubin/kgBB/hari, tidak
seperti pada orang dewasa yang memproduksi 3 4 mg/kgBB/hari. Umumnya
terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama
>2 mg/dL. Pada bayi cukup bulan (BCB) yang mendapatkan susu formula, kadar
bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6-8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan
lalu akan turun sebanyak 1 mg/dL 2-3 hari kemudian selama 1-2 minggu. Pada
BCB yang mendapat ASI, kadar bilirubin puncak mencapai kadar yang lebih
tinggi (7-14 mg/dL) dan penurunan terjadi lebih lambat (2-4 minggu, bahkan
16
dalam waktu 6 minggu). Pada bayi kurang bulan yang mendapat susu formula
juga akan mengalami peningkatan dengan puncak yang lebih tinggi dan lebih
lama, begitu juga dengan penurunannya jika tidak diberikan fototerapi
pencegahan. Peningkatan yang mencapai 10-12 mg/dL masih dalam kisaran
fisiologis, bahkan hingga 15 mg/dL tanpa disertai kelainan metabolisme bilirubin.
Kadar normal bilirubin tali pusat kurang dari 2 mg/dL dan berkisar dari 1,4
sampai 1,9 mg/dL.
Ikterus fisiologis merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi kurang
bulan maupun bayi cukup bulan selama minggu pertama kehidupan yang
frekuensinya pada bayi cukup bulan dan kurang bulan berturut-turut adalah 5060% dan 80%. Ikterus fisiologis tidak bisa berdiri tunggal, pasti ada faktor-faktor
lain yang berhubungan dengan maturitas fisiologis bayi baru lahir. Peningkattan
kadar bilirubin pada bayi disebabkan oleh peningkatan ketersediaan bilirubin dan
penurunan clearance bilirubin. (Kosim, Yunanti, Ari, & Dewi, 2014)
Dasar
Peningkatan bilirubin yang tersedia
Penyebab
Peningkatan sel darah merah
Peningkatan
resirkulasi
enterohepatik shunt
17
Dulu disebut dengan ikterus patologis tidak mudah untuk dibedakan dengan
ikterus fisiologis. Keadaan dibawah ini merupakan petunjuk untuk melakukan
tindak lanjut.
1. Onset ikterus terjadi < 24 jam.
2. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang membutuhkan fototerapi.
3. Peningkatan kadar total bilirubin serum > 0,5 mg/KgBB/jam.
4. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (muntah,
letargi, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apneu, takipneu,
atau suhu yang tidak stabil).
5. Ikterus tetap bertahan selama 8 hari pada BCB dan 14 hari pada BKB.
(Kosim, Yunanti, Ari, & Dewi, 2014)
Pada bayi yang mendapat ASI, terdapat dua bentuk neonatal jaundice yaitu
early (berhubungan dengan breast feeding) dan late (berhubungan dengan ASI).
Bentuk early onset berhubungan dengan proses pemberian minum. Bentuk late
onset diyakini dipengaruhi oleh kandungan ASI ibu yang mempengaruhi proses
konjugasi dan ekskresi. Penyebab late onset masih belun diketahui, tetapi telah
dihubungkan dengan adanya faktor spesifik dari ASI yaitu, 2-20-pregnanediol
yang mempengaruhi aktifitas UDP-GT atau pelepasan bilirubin konjugasi dari
hepatosit; peningkatan aktifitas lipoprotein lipase yang kemudian melepaskan
asam lemak bebas ke dalam usus halus; penghambatan konjugasi akibat
peningkatan asam lemak unsaturated; atau -glucoronidase atau adanya faktor
lain yang mungkin menyebabkan peningkatan jalur enterohepatik. (Kosim,
Yunanti, Ari, & Dewi, 2014).
Hiperbilirubinemia yang signifikan dalam 36 jam pertama, biasanya
disebabkan oleh peningkatan produksi bilirubin (terutama karena hemolisis),
karena pada periode ini, hepatic clearance jarang memproduksi bilirubin lebih
dari 10 mg/dL. Peningkatan penghancuran hemoglobin sebanyak 1%, akan
meningkatkan jumlah bilirubin sebanyak 4 kali lipat. (Kosim, Yunanti, Ari, &
Dewi, 2014)
Dasar
Penyebab
18
(Rh, ABO)
Difisiensi enzim kongenital (G6PD,
galaktosemia)
uridine Diphosphoglucoronyl
(Crigglar-Najjar
Disease,
transferase
Hipotiroidisme,
gangguan
(kemampuan konjugasi)
hipoglikemi.
Obat-obatan
dan
hormon
(novobiasin, pregnanediol)
Anomaly
kongenital
(atresia
hiperbilirubinemia direk)
19
1. Ikterus Akibat ASI. Ikterus akibat ASI merupakan bilirubin yang tidak
terkonjugasi yang mencapai puncaknya terlambat (biasanya menjelang hari
ke 4-14). Keadaan bayi baik, dan kadar bilirubin rata-rata 12-20 mg/dL dan
bisa mencapai 30 mg/dl pada hari ke 14. Dapat dibedakan dari penyebab yang
lain dengan reduksi kadar bilirubin yang cepat bila disubstitusi dengan susu
formula 1-2 hari. Hal ini untuk membedakan ikterus pada bayi yang disusui
ASI selama minggu pertama kehidupan. Mekanisme dari ikterus akibat ASI
ini adalah faktor yang tidak teridentifikasi pada ASI yang mengganggu
metabolism bilirubin. Ditambah lagi, dibandingkan dengan susu formula,
bayi dengan ASI mengalami peningkatan sirkulasi enterohepatik karena pada
ASI didapatkan kadar B glukoronidase. Pada bayi ini, tidak didapatkan
adanya kelainan fungsi liver, dan tidak menunjukkan adanya bukti hemolisis.
Apabila pemberian ASI tetap dilanjutkan, maka kadar bilirubin akan menurun
setelah umur bayi > 2 minggu. Apabila dihentikan, kadar bilirubin akan
menurun dengan cepat dalam waktu 48 jam. (Cloherty, Eichenwald, & Stark,
2008)
2. Ikterus Akibat Menyusui Bayi yang mendapat ASI bila dibandingkan
dengan bayi yang mendapat susu formula, mempunyai kadar bilirubin yang
lebih tinggi, berkaitan dengan penurunan asupan pada beberapa hari
kehidupan yang menyebabkan peningkatan sirkulasi enterohepatik. Biasanya
terjadi ketika umur bayi mencapai 3 hari. (Cloherty, Eichenwald, & Stark,
2008)
3. Inkompatibilitas ABO. Merupakan hiperbilirubinemia indirek akibat
destruksi eritrosit neonatus oleh IgG maternal yang masuk melalui plasenta
ke sirkulasi fetus, pada keadaan ini, ada perbedaan golongan darah ibu dan
bayi (Ibu O, bayi A atau B). Bayi mungkin menderita anemia dengan atau
tanpa ikterus, atau bahkan tidak terlihat sama sekali. Karena IgG yang
bersirkulasi bervariasi, maka sulit untuk menentukan derajat beratnya proses
dari kehamilan satu ke kehamilan lain. Pedoman untuk fototerapi bayi aterm
adalah pada hari ke-1 kadar bilirubin >10 mg/dL, hari ke-2 >13 mg/dL, dan
selanjutnya >15 mg/dL. Transfusi tukar harus dipertimbangkan pada kadar 20
mg/dL. Pada inkompatibilitas ABO, ikterik terjadi pada < 24 jam umur bayi.
20
Kasus
yang
lebih
ringan
dicirikan
sebagai
sefalhematom,
memar,
dan
lainnya,
dapat
menimbulkan
21
mudah masuk ke sirkulasi fetal. Hal ini menyebabkan destruksi sel darah merah
pada fetus.
Penyakit ABO hemolitik biasanya terjadi pada bayi dengan golongan
darah A atau B dengan ibu bergolongan darah O. Penyakit hemolitik ABO ini
adalah salah satu penyakit yang sering menyebabkan hiperbilirubinemia berat.
Diagnosis dari hemolitik ABO dibedakan dengan inkompatibilitas ABO.
Penyakit hemolitik ABO adalah bayi dengan hasil tes DAT postif dan ikterik yang
timbul pada 12 24 jam pertama kehidupan. Retikulositosis dan adanya
mikrosferositosis pada HDT menunjang diagnosis.
Insiden penyakit hemolitik Rh diperkirakan sekitar 1 dari 1000 bayi hidup.
Setengah dari bayi yang terkena membutuhkan sedikit atau tidak membutuhkan
terapi. (Ohls & Maheshwari, 2012)
22
pertama terkena menyebabkan respon antibodi pada ibu dan dapat dideteksi ketika
skrining antenatal dengan tes Coombs dan ditentukan dengan antibody anti-D.
BBL pertama yang terkena biasanya tidak menunjukkan klinis yang fatal
dan hanya muncul manifestasi anemia dan hiperbilirubinemia. Kehamilan kedua
dan setelahnya menyebabkan tingkat keparahan respon yang meningkat. Anemia
fetalis, gagal jantung, peningkatan tekanan vena, obstruksi vena porta, dan
hipoalbuminemia dihasilkan dari hidrops fetalis yang mempunyai cirri asites,
efusi pleura dan pericardial dan edema anasarka. Risiko kematian lebih tinggi.
Prevensi sensitisasi pada ibu yang membawa fetus Rh positif dilakukan
dengan memberi ibu saat kehamilan > 28 minggu dan selama 72 jam setelah
melahirkan dengan anti Rh positif immunoglobulin (RhoGAM). RhoGAM efektif
untuk mencegah sensitisasi pada antigen D.
Penyakit hemolitik diperantarai imun dapat muncul dengan berbagai
macam manifestasi klinik dan keparahan. Hampir setengah dari bayi yang terkena
penyakit ini tidak memerlukan pengobatan. Kasus teringan mengalami anemia
minimal, dengan takikardia, dan kuning.
Dengan anemia yang memburuk, gejala menjadi lebih berat. Fetus dengan
anemia yang berat dapat mengalami restriksi pertumbuhan, hidrops, atau
eritroblastosis fetalis. Ini ditunjukkan dengan peningkatan jumlah sel darah merah
yang imatur pada fetus dan neonatus. Ini terjadi ketika destruksi sel darah merah
melampaui produksi sel darah merah. Sebagai akibatnya, terdapat peningkatan sel
imatur dilepaskan dalam sirkulasi.
Ikterik terlihat pada kasus hemolitik ringan dan berat. Pada fetus, bilirubin
dibersihkan oleh plasenta sehingga ikterik baru terlihat jam-jam pertama setelah
lahir. Ikterus dapat berkembang dengan cepat, dengan peningkatan yang cepat
pada jumlah bilrubin.
Hemolisis yang Diturunkan
Defek pada membrane sel darah merah termasuk sferositosis herediter,
eliptositosis, stomasitosis, dan piknositosis infantile. Sferositosis herediter adalah
yang paling sering ditemukan. Neonatus memiliki variasi pada bentuk dan ukuran
sel darah merah dan tidak mudah untuk mendiagnosa penyakit ini. Sferositosis
tidak selalu terlihat pada hapusan sel darah dan ketika terlihat bisa jadi merupakan
23
bahwa
MCVC
36
g/dldapat
dijadikan
acuan
untuk
24
riwayat
kuning
atau
anemia
bisa
mengarahkan
ke
diagnosa
26
perdarahan
ekstravaskular
dan
hemolisis,
asfiksia
yang
27
Nomogram Penentuan Risiko Hiperbilirubinemia pada Bayi Sehat Usia 36 Minggu atau Lebih
dengan Berat Badan 2000 gram atau Lebih pada Usia kehamilan 35 minggu atau lebih dan Berat
Badan 2500 gram atau Lebih Berdasarkan Jam Observasi Kadar Bilirubin Serum. Sumber: AAP.
Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total terletak pada daerah risiko
tinggi.
Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total berada di daerah risiko sedang
28
Laki-laki
Kadar bilirubin serum total yang berada pada daerah risiko rendah
Kulit hitam
Bayi dipulangkan setelah 72 jam. (Kosim, Yunanti, Ari, & Dewi, 2014)
AAP merekomendasikan evaluasi labarotarium untuk mengetahui penyebab
hiperbilirubinemia pada bayi dengan usia gestasi 35 minggu atau lebih yang level
serum bilirubin totalnya melebihi persentil 95 pada kurva.
Waktu onset dari ikterik sangat penting. Ikterik yang timbul pada 24 jam
pertama setelah lahir atau meningkat secara cepat dan melalui batas persentil
disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan (hemolisis) kecuali dibuktikan
penyebab lainnya. Sebagian besar neonatus dengan jumlah bilirubin total melebihi
garis persentil 75 pada normogram Buthani terbukti mengalami hemolisis.
(Maisels & Watchko, 2013)
Kuning dapat terlihat apabila bilirubin mencapai 5 10 mg/dl. Ketika
kuning terlihat, evaluasi laboratorium untuk hiperbilirubinemia harus dilakukan
terutama pengukuran bilirubin total. Apabila bilirubin diatas 5 mg/dl pada hari
pertama atau > 13 mg/dl pada hari selanjutnya, harus dilakukan pemeriksaan
bilirubin direk dan indirek, golongan darah, tes Coombs, hitung jenis, hapusan
darah, dan hitung retikulosit. Apabila tidak terbukti tidak ada hemolisis, maka
kemungkinan disebabkan oleh ASI. (Marcdante & Kliegman, 2011)
29
PEMERIKSAAN
cepat
HDT
Bilirubin terkonjugasi
Retikulosit dan G6PD
Ulang pemeriksaan bilirubin
dalam 4 sampai 24 jam setelahnya
fototerapi
Peningkatan bilirubin terkonjugasi
Manajemen
Manajemen dari hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi
Prinsip utamanya adalah melakukan penatalaksanaan sesuai dengan etiologi,
sehingga penting sekali untuk mengetahui etiologi dari hiperbilirubinemia tidak
terkonjugasi. Obat-obatan yang dapat menyebabkan hiperbilirubinemia harus
dihentikan. Bayi yang mendapatkan nutrisi yang tidak adekuat atau yang
mengalami penurunan output urin dan feses membutuhkan peningkatan intake
agar mengurangi sirkulasi enterohepatik bilirubin. Bayi dengan hipotiroid
membutuhkan pengganti hormone tiroid yang adekuat.
Pengelolaan early jaundice pada bayi yang mendapat ASI.
1. Observasi
semua
feses
bayi.
Pertimbangkan
untuk
merangsang
32
Fototerapi
Pada bayi dengan usia kehamilan 35-37 6/7 minggu diperbolehkan utuk
melakukan fototerapi pada kadar bilirubin total sekitar medium risk line.
Merupakan pilihan untuk melakukan intervensi pada kadar bilirubin total
serum yang lebih rendah untuk bayi-bayi yang mendekati usia 35 minggu dan
dengan kadar bilirubin total serum yang lebih tinggi untuk bayi yang berusia
mendekati 37 6/7 mnggu.
Bilirubin indirek tidak larut dalam air. Cara kerja terapi sinar adalah dengan
mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan
melalui empedu atau urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi sinar, terjadi reaksi
fotokimia yaitu isomerisasi (80%). Juga terdapat konversi ireversibel menjadi
isomer kimia lainnya yaitu lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma
(tanpa konjugasi) melalui empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi
bilirubin akibat terapi sinar pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak
terkonjugasi diubah oleh cahaya (foto oksidasi, 20%) menjadi dipyrole yang
diekskresikan melalui urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk
asalnya dan secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk
foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin.
Bila konsentrasi bilirubin tidak menurun atau cenderung naik pada bayi-bayi
yang mendapat fototerapi intensif, kemungkinan terjadi proses hemolisis. (Kosim,
Yunanti, Ari, & Dewi, 2014)
Transfusi Tukar
Merupakan suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang
dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang
dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar.
Transfusi tukar ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati bilirubin dengan
cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi, membantu mengeluarkan
antibodi maternal dari sirkulasi bayi, mengganti RBC yang sensitif dengan RBC
yang tak dapat dihemolise, memperbaiki volume darah dan mengoreksi anemia,
memberi albumin, dan membuang zat toksik dan koreksi imbalans elektrolit.
Kebanyakan transfusi yang dilakukan adalah transfusi volume ganda (double
volume exchange), artinya dua kali volume darah bayi (85 mL/KgBB pada BCB,
dan 90 mL/KgBB pada BKB, lalu jumlah ini dikalikan dengan dua) yang diambil
dan diganti selama 50-70 menit. Penurunan bilirubin semakin efisien jika transfusi
tukar dilakukan perlahan, sehingga ada kesempatan untuk bilirubin ekstra dan
intravaskuler mencapai keseimbangan.
34
Pada bayi sehat dan usia kehamilan 35-37 minggu (risiko sedang)
transfuse tukar dapat dilakukan bersifat individual berdasarkan kadar
bilirubin total sesuai usianya.
Usia (jam)
25 48
49 72
> 72
12
15
17
Transfusi
gagal
20
25
25
25
30
30
35
Prognosis
Hiperbilirubinemia prognosanya akan buruk apabila bilirubin indirek telah
melalui sawar darah otak, artinya penderita telah menderita kern ikterus atau
ensefalopati biliaris. Sebaliknya apabila tidak terjadi kern ikterus, prognosanya
baik. (Kosim, Yunanti, Ari, & Dewi, 2014)
BAB 4
PEMBAHASAN
Teori
cukup
bulan
adalah
Fakta
Pasien adalah seorang bayi yang
hari)
ibu PEB
Bayi
sesuai
untuk
masa
cm.
1 hari
Fakta
Ibu memiliki riwayat pre-eklamsia
36
melalui
batas
persentil
disebabkan
oleh
neonatal
hiperbilirubinemia
indirek
adalah
peningkatan
produksi
bilirubin,
peningkatan
penghancuran
Hb,
enterohepatik
akibat
Fakta
Pada pasien ini ditemukan:
maksimal.
menyebabkan
Keadaan
akumulasi
ini
akan
bilirubin
tidak
produksi
bilirubin
(terutama
37
hepatic
clearance
jarang
memproduksi
apabila
kuning
terlihat,
evaluasi
indirek,
golongan
darah,
tes
dimana
glukosa
suatu
plasma
38
4.1.4 Penatalaksanaan
Teori
Fakta
1. Pada neonatus dengan usia 35 1. ASI on demand
2. Rawat di ruang bayi
37 minggu dan sehat atau usia 38
3. Fototerapi
minggu atau lebihdan memiliki
faktor risiko, kadar bilirubin total
serum > 15 mg/dl pada usia 72
jam membutuhkan fototerapi.
2. Pemberian
minum
dilakukan
terapi
fotosensitif.
39
BAB 5
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
5.2
Saran
Penulis menyadari bahwa
40
DAFTAR PUSTAKA
41
42