PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang sangat mudah memberikan
suatu manifestasi klinis apabila timbul gangguan pada tubuh. Salah satu gangguan
tersebut dapat disebabkan oleh reaksi alergi. Penyakit alergi yang bermanifestasi
pada kulit termasuk masalah yang paling sering dijumpai dalam praktik seharihari khususnya di bagian spesialis kulit dan kelamin. 1
Di antara berbagai bentuk kelainannya dermatitis kontak alergi, dermatitis
atopik dan urtikatria merupakan penyakit alergi kulit yang terbanyak dijumpai di
dalam praktek sehari-hari. Reaksi alergi terhadap substansi asing terjadi
mengikuti 4 bentuk reaksi klasik tipe Gell dan Coombs (1963), yaitu 1,2 :
1. Tipe I
: Reaksi
Pada referat ini penulis dengan mengambil dari berbagai sumber ingin
menjelaskan penyakit kulit yang disebabkan oleh karena reaksi alergi yang
banyak ditemui dalam praktek sehari-hari.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai tugas referat pada kepaniteraan
klinik departemen kulit dan kelamin RSU Kota Banjar, tentang kelainan atau
penyakit kulit yang disebabkan oleh karena alergi, pada penyakit atau kelainan
kulit yang disebut dengan.
C. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang dapat diambil ialah penulis dan pembaca dapat
mengetahui tentang jenis penyakit kulit yang disebabkan oleh karena eraksi alergi
sehingga dapat mengobati penyakit kulit baik secara topikal, sistemik dan
tindakan operatif dengan benar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ANATOMI KULIT
Kulit merupakan pembungkus elastis yang dapat melindungi tubuh dari
pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas
ukurannya, yaitu 1,5% dari berat tubuh dan luasnya 1,5-1,75 m2, rata-rat tebal
kulit 1-2 mm. paling tebal (16mm) terdapat ditelapak tangan dan kaki, sedangkan
paling tipis (1,5 mm) terdapat di penis12.
Berikut akan dijelaskan pembagian dan lapisan kulit manusia :
Gambar-1
Anatomi Kulit Manusia , ( Sterry, Wolfram. Thieme Clinical
Companions Dermatology New York : 2006. Hal : 3 )
Selain itu kulit memiliki sistem pertahanan terhadap suatu benda asing atau
patogen baik humoral maupun selular, namun pada beberapa orang ada yang
memiliki reaksi hipersensitivitas yaitu reaksi imun yang patologik, terjadi akibat
respon imun yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh.
Reaksi hipersensitivitas menurut Coombs dan Gell dibagi menjadi 4 tipe reaksi
berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi, yaitu tipe I, II, III, dan
IV. Kemudian Janeway dan Travers merevisi tipe IV Gell dan Coombs menjadi
tipe IVa dan IVb. 1
Reaksi tipe I yang disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi
alergi timbul segera setelah tubuh terpajan dengan alergen. Pada reaksi tipe I,
alergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan respon imun berupa produksi
IgE dan penyakit alergi , yang pada penyakit kulit seperti dermatitis atopik dan
yang lain seperti asma dan rinitis alergika. 5
Reaksi tipe II atau reaksi sitotoksik atau sitotoksik terjadi karena dibentuk
antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian dari sel
pejamu. Reaksi tipe III disebut juga reaksi kompleks imun, terjadi bila kompleks
antigen-antibodi ditemukan dalam sirkulasi/pembuluh darah atau jaringan dan
mengaktifkan komplemen. Reaksi hipersensitivitas tipe IV dibagi dalam DTH
(Delayed Type Hypersensitivity) yang terjadi melalui sel CD4+ dan T cell
Mediated Cytolysis yang terjadi melalui sel CD8 +. 2
Jenis
Mekanisme Imun
Hipersensitivitas
Patologik
Penyakit
Tipe I
IgE
Hipersensitivitas cepat
Tipe II
Reaksi melalui
antibodi
(amin
antigen ekstraseluler
Kompleks imun
atau IgG)
Tipe IV
1. CD4+ : DTH
(melalui sel T)
2. CD8+ : CTL
Tipe IVa
Tipe IVb
sel
sasaran
direk,
Jika dilihat berdasarkan tabel diatas penyakit pada kulit ada yang disebabkan
dari reaksi alergi ada yang terjadi oleh karena reaksi hipersensitivitas tipe cepat
dan tipe lambat. Respons imun baik spesifik maupun nonspesifik pada umumnya
menguntungkan
bagi
tubuh,
berfungsi
dapat pula
protektif
terhadap
infeksi
atau
Gambar-2
Mekanisme Antigen dikenali oleh APC, (Julius M. Cruse, Atlas of Immunology ,
Second edition , Taylor and Francis, 2004 . Hal : 240)
Jika dihubungkan dengan penyakit kulit yang disebabkan oleh karena reaksi
alergi , bahwa letak dan distribusi IgE pada tubuh banyak tedapat di mukosa dan
kulit pada tubuh manusia. berikut pada gambar dibawah distribusi IgE &
mekanisme terjadinya reaksi alergi 2,3 :
Kontak dengan
Alergen
IgE pada
permukaan kulit
dan mukosa
Gambar-3
Distribusi IgE , (Julius M. Cruse, Atlas of Immunology , Second edition , Taylor
and Francis, 2004 . Hal : 245) & contoh reaksi alergi
Gambar-4
Mekanisme reaksi alergi , (Julius M. Cruse, Atlas of Immunology , Second
edition , Taylor and Francis, 2004 . Hal : 257)
Dari gambar di atas terlihat bahwa penyakit kulit oleh karena alergi banyak
terjadi kasusnya dalam praktek dan kehidupan sehari-hari karena banyak sekali
sumber alergi atau alergen yang mampu memprovokasi terjadinya reaksi alergi
pada kulit manusia, dimana terjadi ketika seorang individu yang telah
menghasilkan antibodi IgE sebagai hasil dari kontak sebelumnya dengan alergen,
kemudian bertemu alergen yang sama. Dan beberapa orang ada yang memiliki
riwayat atopik atau keturunan alergi dalam keluarganya.
Jenis Hipersensitivitas
Tipe I
Hipersensitivitas cepat
Dermatitis atopik
Urtikaria & Angioudem
Dan kelainan kulit akibat alergi makanan,
yang gambaran klinisnya seperti urtikaria atau
angioudema, dan bisa dalam bentuk kelainan
kulit lainnya.
Tipe II
Reaksi melalui antibodi
Tipe III
Kompleks imun
(adanya
kompleks
Leukositoklastivaskulitis
imun
yaitu
biasanya
oleh
Tipe IVa
Tipe IVb
Tabel 2. Klasifikasi tabel yang dibuat oleh penulis
Sumber : Djuanda, Adhi. Ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi kelima. Jakarta : FK
UI 2009. Hal : 129 - 179
10
c) Hipersensitivitas
1. Pasien Dermatitis bereaksi positif terhadap berbagai alergen,
misalnya terhadap alergen makanan 40-96% dermatitis
bereaksi positif (pada food challenge test)16.
2. Faktor Psikis
Berdasarkan laporan orangtua, antara 22-80% penderita
dermatitis menyatakan lesi dermatitis bertambah buruk akibat
stress emosi6.
2). Faktor Eksogen
a) Kontak Iritan
Kulit penderita DA ternyata lebih rentan terhadap bahan
iritan, antara lain sabun alkalis, bahan kimia yang terkandung
pada berbagai obat gosok untuk bayi dan anak, sinar matahari,
dan pakaian wol6.
b) Alergen
Alergen hirup, yaitu debu rumah dan tungau debu rumah.
Hal tersebut dibuktikan dengan peningkatan kadar IgE RAST
(IgE spesifik)6.
c) Infeksi Mikroorganisme
Infeksi Staphylococcus aureus ditemukan pada > 90% lesi
dermatitis dan hanya pada 5% populasi normal. Hal tersebut
mempengaruhi derajat keparahan dermatitis6.
11
d) Lingkungan
Faktor lingkungan yang kurang bersih berpengaruh pada
kekambuhan dermatitis, misalnya asap rokok, polusi udara
(nitrogen dioksida, sufur dioksida), walaupun secara pasti belum
terbukti. Suhu yang panas, kelembaban, dan keringat yang
banyak akan memicu rasa gatal dan kekambuhan dermatitis6.
d. Jenis-jenis Dermatitis
Sebagian peradangan kulit secara konvensional dikelompokkan
bersama di bawah diagnosis kerja eksim atau dermatitis 6. Klasifikasi
Dermatitis:
a. Eksogen :
1. Dermatitis Iritan Primer
2. Dermatitis Kontak Alergi (reaksi hipersensitivitas tipe-IV)
3. Dermatitis Akibat Patogen (infeksi)
b. Endogen :
1. Dermatitis Atopik (reaksi hipersensitivitas tipe-I)
2. Dermatitis Seboroik
3. Dermatitis Diskoid
4. Dermatitis Tangan dan Kaki : hiperkeratotik/berfisura /
vesikular (pomfoliks)
5. Dermatitis Statis Varikosa
6. Dermatitis Asteatotik
7. Dermatitis berskuama superfisial (xantoeritodermia perstans)
8. Dermatitis dipicu sinar
12
Anamnesa :
Setelah terpapar
bahan kimi a
iritan
Pada tabel diatas, terlihat bahwa penyakit dermatitis yang disebabkan oleh
reaksi alergi atau hipersensitifitas yaitu karena faktor endogen terjadi pada
dermatitis atopik dan dermatitis kontak alergika.dimana reaksi hipersensitivitas
tipe 1 atau tipe cepat pada dermatitis atopik dan reaksi hipersensitivitas tipe
IV atau tipe lambat pada dermatitis kontak alergi.
13
1) DEFINISI
1. Dermatitis Kontak Alergi (DKA)
Suatu dermatitis (peradangan kulit) yang timbul setelah
kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi.2
14
2) ETIOLOGI
1. Dermatitis Kontak Alergi (DKA)
Alergen = kontaktan = sensitizer. Biasanya berupa bahan
logam berat, kosmetik (lipstik, deodoran, cat rambut), bahan
perhiasan (kacamata, jam tangan, anting-anting), obat-obatan
(obat kumur, sulfa, penisilin), karet (sepatu, BH).2
3) PATOGENESIS
1.
15
b. Fase elisitasi
Fase elisitasi ini dimulai ketika anti gen yang serupa,
setelah difagosit oleh sel Langerhans dengan cepat akan dikenal
16
ICAM-1
dan
HLA-DR
pada
permukaan
vasodilatasi
dan
peningkatan
permeabilitas
17
TNF,
suatu
sitokin
proinflamasi
yang
dapat
stratum
korneum
oleh
karena
delipidasi
yang
18
4) GAMBARAN KLINIS
1. Dermatitis Kontak Alergi (DKA)
Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit
bergantung pada keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada
yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas,
kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bulla. Vesikel
atau bulla dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah).
DKA akut di tempat tertentu, misalnya kelopak mata, penis,
skrotum, eritema dan edema lebih menonjol.7,8,9
Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul,
likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan
ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis; mungkin
penyebabnya juga campuran.4
DKA dapat meluas ke tempat lain, misalnya dengan cara
autosensitisasi. Skalp, telapak tangan dan kaki relatif resisten
terhadap DKA.6
19
20
eksikasi
ekzematik,
pustular
dan
akneformis,
gambar 9. Awal dermatitis kontak iritan kronis pada ibu rumah tangga8
21
gambar 11. Dermatitis kontak iritan akut di tangan karena pelarut industri11
5) PEMERIKSAAN
1. Dermatitis Kontak Alergi (DKA)
a. Biopsi
Biopsi adalah bantuan terbatas dalam dermatitis kontak.
Sebagian besar jenis eksim menunjukkan perubahan patologis yang
identik, dan alergi dan dermatitis kontak iritan primer tidak dapat
dibedakan dengan kepastian.6
b. Pemeriksaan Fisik
Respon eksematosa (dermatitis)
Tingkat keparahan dermatitis ditentukan oleh intensitas
eksposur dan tingkat sensitivitas . Gambaran klinis ini juga untuk
batas tertentu tergantung pada lokasi dan dermatitis pada agen
penyebab. Distribusi dermatitis mungkin karena bahan yang
menyebabkan alergi, misalnya bahwa karena nikel atau tekstil.6,5
Tanda-tanda utama dalam dermatitis kontak alergi akut
eritema, bengkak, papula dan papulovesikel, yang mencerminkan
urutan perubahan inflamasi pada dermis dan intraseluler dan edema
interseluler pada epidermis . Secara lebih akut dan parah kasus ini
22
23
24
6) DIAGNOSIS
1. Dermatitis Kontak Alergi (DKA)
Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan
pemeriksaan klinis yang teliti.5
Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan
kelainan kulit yang ditemukan. Data yang berasal dari anamnesis
juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah
digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui
25
7) DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis Kontak Alergi (DKA)
DKA sering tidak menunjukan gambaran morfologi yang khas
sehingga terkadang dapat menyerupai :
a. Dermatitis Kontak Iritan
b. Dermatitis Numularis
Adanya gejala klinis gatal dan kemerahan. Dimana
terdapat lesi vesikel dan papulovesikel, membentuk seperti
uang logam, eritematosa, sedikit edema dan berbatas tegas.
Tempat predileksi di tungkai bawah, badan, lengan termasuk
punggung tangan.4,5
26
c. Dermatitis Seboroik
Adanya eritema dan skuama yang berminyak dan agak
kekuningan batasnya agak kurang jelas. Tempat predileksi
kulit kepala, liang telinga luar, lipatan nasolabial, daerah
sternal, areola mammae, lipatan dibawah mammae, umbilikus,
dan lipat paha.4
27
c. Dermatitis Atopi
Adanya kulit yang kering, pucat, dan gejala utamanya
adanya pruritus. Apabila penderita menggaruk, akan timbul
papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi, dan
krusta.5,6
28
8) TERAPI
1. Dermatitis Kontak Alergi (DKA)
a. Menghentikan Gejala
Mengidentifikasi
dan menghapus
agen
penyebab
dari
b. Topikal
Terapi topikal glukokortikoid salep/gel (kelas I hingga III)
efektif untuk lesi yang tidak terdapat bulla dari awal. Vesikel yang
lebih besar dapat dikeringkan, tetapi bagian atas dari vesikel tidak
harus dibersihkan. Kompres basah dengan kain yang direndam
dalam larutan Burow diganti setiap 2-3 jam. Karena pengobatan
dengan glukokortikoid biasanya jangka pendek pada penyakit
dermatitis kontak alergi, biasanya tidak ada bahaya efek samping
dari glukokortikoid. Tetapi ada yang
memerlukan pengobatan
f. Dermatitis Atopik
1) Definisi
Dermatitis atopik (DA) ialah keadaan peradangan kulit kronis dan
residif, disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa
bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan IgE
29
dalam serum dan riwayat atopi keluarga atau penderita (DA, rhinitis
alergi, dan atau asma bronchial).10
2) Bentuk DA
Didapatkan dua tipe DA, bentuk alergik yang merupakan
bentuk utama (70-80% pasien) terjadi akibat sensitisasi terhadap
alergen lingkungan disertai dengan peningkatan kadar IgE serum.
Bentuk lain adalah bentuk intrinsik atau non alergik, terdapat pada
20-30% pasien, dengan kadar IgE rendah dan tanpa sensitisasi
terhadap
alergen
peningkatan
lingkungan.
kadar
IgE
bukan
Dapat
disimpulkan
merupakan
prasyarat
bahwa
pada
iritan
dan
kontaktan,
alergen
hirup,
makanan,
Makanan
30
Alergen hirup
Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak,
yang dapat dibuktikan dengan uji tempel, positif pada 30-50%
penderita DA, atau lewat inhalasi. Reaksi positif dapat terlihat
pada alergi tungau debu rumah (TDR) bulu binatang rumah
tangga, jamur atau ragweed di negara-negara dengan 4 musim. 13
Infeksi kulit
Mikroorganisme telah diketahui sebagai salah satu faktor
ekstrinsik yang berperan memberi kontribusi sebagai pencetus
kambuhnya dermatitis atopik. Mikroorganisme utamanya adalah
Staphylococcus aureus (SA). Pada penderita DA didapatkan
perbedaan yang nyata pada jumlah koloni Staphylococcus aureus
dibandingkan
orang
tanpa
atopik.
Adanya
kolonisasi
31
yang
penting
pada
terjadinya
eksaserbasi,
dan
Faktor
lain
dari
mikroorganisme
yang
dapat
4) Patogenesis
Berbagai faktor turut berperan pada pathogenesis DA, antara
lain faktor genetik terkait dengan kelainan intrinsik sawar kulit,
kelainan imunologik, dan faktor lingkungan14
a. Genetik
Genetik Pengaruh gen maternal sangat kuat. Ada peran
kromosom 5q31-33, kromosom 3q21, serta kromosom 1q21
and 17q25. Juga melibatkan gen yang independen dari
mekanisme alergi. Ada peningkatan prevalensi HLA-A3 dan
HLA-A9. Pada umumnya berjalan bersama penyakit atopi
32
Variasi
metabolisme
ph
lipid
kulit
di
dapat
kulit.
menyebabkan
Kelainan
fungsi
kelainan
sawar
17
33
lainnya
untuk
mengenali
dan
menyeberangi
kerentanan terhadap
penyakit atopik.
34
talamus kontralateral
rasa
berintensitas tinggi
gatal,
sedangkan
menyebabkan rasa
yang dalam
dan
nyeri. Sebagian
35
Reaksi imunologis DA
Sekitar 70% anak dengan DA mempunyai riwayat atopi dalam
keluarganya seperti asma bronkial, rinitis alergi, atau dermatitis
atopik. Sebagian besar anak dengan DA (sekitar 80%), terdapat
peningkatan kadar IgE total dan eosinofil di dalam darah. Anak
dengan DA terutama yang moderat dan berat akan berlanjut
dengan asma dan/atau rinitis alergika di kemudian hari (allergic
march), dan semuanya ini memberikan dugaan bahwa dasar DA
adalah suatu penyakit atopi. 25
Ekspresi sitokin
Keseimbangan sitokin yang berasal dari Th1 dan Th2 sangat
berperan pada reaksi inflamasi penderita Dermatitis Atopik
(DA). Pada lesi yang akut ditandai dengan kadar Il-4, Il-5, dan
Il-13 yang tinggi sedangkan pada DA yang kronis disertai kadar
Il-4 dan Il-13 yang lebih rendah, tetapi kadar Il-5, GM-CSF
(granulocyte-macrophage colony-stimulating factor), Il-12 dan
INFg lebih tinggi dibandingkan pada DA akut.12,13,14
Anak dengan bawaan atopi lebih mudah bereaksi
terhadap antigen lingkungan (makanan dan inhalan), dan
menimbulkan sensitisasi terhadap reaksi hipersentivitas tipe I.
Imunitas seluler dan respons terhadap reaksi hipersensitivitas
tipe lambat akan menurun pada 80% penderita dengan DA,
akibat menurunnya jumlah limfosit T sitolitik (CD8+),
sehingga rasio limfosit T sitolitik (CD 8+) terhadap limfosit T
helper (CD4+) menurun dengan akibat kepekaan terhadap
infeksi virus, bakteri, dan jamur meningkat.15
Di antara mediator yang dilepaskan oleh sel mast, yang
berperan pada pruritus adalah vasoaktif amin, seperti histamin,
kinin, bradikinin, leukotrien, prostaglandin dan sebagainya,
36
ambang
rasa
gatal
menurun,
sehingga
dengan
besar
antibody
manusia.Autoalergen
intraseluler,yang
serum
dapat
pasien
IgE
tersebut
dermatitis
atopik
terhadap
protein
merupakan
protein
dikeluarkan
karena
kerusakan
37
38
and
eosinophil-derived
neurotoxin),
dan
mereka
39
5) Manifestasi klinis
Manifestasi klinis DA berbeda pada setiap tahapan atau fase
perkembangan kehidupan, mulai dari saat bayi hingga dewasa. Pada
setiap anak didapatkan tingkat keparahan yang berbeda, tetapi
secara umum mereka mengalami pola distribusi lesi yang serupa
11,12
bahkan
walaupun
jarang,
dapat
terjadi
40
GGambar 18.a
41
Gambar 18.b.
Gambar 18.c.
Gambar 18 a, b, c: Dermatitis Atopik pada Anak-anak
(Simpson E.L., & Hanifin J.M., 2005).
42
Gambar 19 .a.
43
Gambar 20 .b.
Gambar .a,b: Dermatitis Atopik Dewasa (Simpson E.L., & Hanifin J.M.,
2005).
44
11,12,13
White dermatographism
Goresan pada kulit penderita DA akan menyebabkan
kemerahan dalam waktu 10-15 detik diikuti dengan
vasokonstriksi yang menyebabkan garis berwarna putih dalam
waktu 10-15 menit berikutnya.
Reaksi vaskular paradoksal
Merupakan adaptasi terhadap perubahan suhu pada penderita
DA. Apabila ekstremitas penderita DA mendapat pajanan
hawa dingin, akan terjadi percepatan pendinginan dan
perlambatan pemanasan dibandingkan dengan orang normal .
45
permeabilitas
pembuluh
darah
yang
46
oleh
permeabilitas kapiler.
vasokonstriksi
atau
peningkatan
19
Keringat berlebihan
Penderita DA cenderung berkeringat banyak sehingga
pruritus bertambah.20
Gatal dan garukan berlebihan
Penyuntikan bahan pemacu rasa gatal (tripsin) pada orang
normal menimbulkan gatal selama 5-10 menit, sedangkan
pada penderita DA gatal dapat bertahan selama 45 menit. 18
Variasi musim
Mekanisme terjadinya eksaserbasi sesuai dengan perubahan
musim belum difahami secara menyeluruh. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa kelembaban nisbi tinggi
musim baik pada kekeringan kulit penderita DA. Pada daerah
dengan kelembaban nisbi tinggi musim panas berpengaruh
47
=1
=2
=3
fase infantile
< 18% luas tubuh
=1
=2
=3
=1
=2
48
Penilaian skor :
3-4
: ringan
4.5-7.5 : sedang
8-9
: berat
49
8) Diagnosis Banding
Diagnosis banding bentuk infantil ialah dermatitis seboroik,
pada bentuk anak dan dewasa ialah neurodermatitis. 20,21,22
Diagnosis Banding lainnya:
Sindrom Wiskott-Aldrich
Sindrom Hyper-IgE
Penyakit Neoplastik
Penyakit Hodgkin
Dermatitis Numularis
Dermatitis Seborrheic
Skabies
Pada bayi gejala klinis DA terutama mulai dari pipi dan tidak
mengenai telapak tangan serta kaki. Tanda skabies pada bayi ditandai
dengan papula yang relatif besar (biasanya pada punggung atas),
vesikel pada telapak tangan dan kaki, dan terdapat dennatilis pruritus
pada anggota keluarga. Tungau dan telur dapat dengan mudah
ditemukan dari scraping vesicle. Skabies memberi respons yang baik
terhadap pengobatan dengan -benzen heksaklorida. 10
50
Dermatitis kontak
Anak yang lebih tua dengan DA dapat menjadi eksema kronik
pada kaki. Bentuk ini harus dibedakan dengan dermatitis
kontak karena sepatu.16
9) Terapi
Pengobatan pada bayi dan anak dengan DA harus secara
individual dan didasarkan pada keparahan penyakit. Sebaiknya
penatalaksanaan ditekankan pada kontrol jangka waktu lama (LongTerm Control) bukan hanya untuk mengatasi kekambuhan.Protab
pelayanan profesi untuk pengobatan DA di SMF kulit & kelamin
RSUD dr.Moewardi Surakarta bertujuan untuk menghilangkan ujud
kelainan kulit dan rasa gatal, mengobati lesi kulit, mencari factor
pencetus
dan
mengurangi
kekambuhan.secara
konvensional
51
Kortikostreroid topikal
Pemberian antibiotik
Pemberian antihistamin
Mengurangi stress
a. Edukasi:
Menjelaskan
bahwa
DA
merupakan
penyakit
yang
penting
untuk
mengatasi
kekeringan
kulit
dan
anti
inflamasi
topikal
(kortikosteroid,
inhibitor
52
dengan
ini
dapat
mengatasi
kekurangan/
kerugian
53
Fototerapi
Kombinasi UVA dan UVB atau bersama psoralen
(fotokemoterapi)
menyebabkan
dapat
remisi
memperbaiki
panjang,
DA
namun
dan
berisiko
Obat lainnya
Siklosporin,
Azatioprin,
metotreksat,
interferon
leukotrien,
timopentin,
gamma,
mofetil
mikofenolat,
lain-lain
imunoterapi
(antagonis
alergen
dan
probiotik).21
b. Pengobatan sistemik
Kortikosteroid
Hanya digunakan untuk mengobati eksaserbasi akut, dalam
jangka pendek, dan dosis rendah, diberikan berselang-
54
Antihistamin
Digunakan untuk membantu mengurangi rasa gatal yang
hebat, terutama malam hari, karena itu antihistamin yang
dipakai mempunyai efek sedatif misanyal hidroksisin atau
difenhidramin.17
Anti infeksi
Untuk pengobatan koloni S.aureus yang belum resisten
dapat diberikan eritromisin, asitromisin, atau klaritromisin,
sedangkan
untuk
yang
sudah
resisten
diberikan
Interferon
IFN- diketahui menekan respon IgE dan menurunkan
fungsi dan proliferasi sel Th2. Pengobatan dengan IFN-
rekombinan menghasilkan perbaikan klinis, karena dapat
menurunkan jumlah eosinofil total dalam sirkulasi. 25
penggunaan
probiotik,beberapa
randomized
55
tertentui
dkk
.menurut
penelitian
Isaular
CFU
dan
TLR4.
Penelitian
probiotik
pada
ibu
hamil
Pada anak penderita DA, 75% akan disertai penyakit alergi lain
di kemudian hari. Penderita DA mempunyai kecenderungan
56
dan
disebut
eksema
herpetikum
atau
eksema
11) Pencegahan
Salah satu faktor perlindungan utama DA adalah ASI. ASI
yang diberikan secara eksklusif selama 6 bulan kehidupan akan
memberikan keuntungan nutrisional dan melindungi anak dari
penyakit alergi. ASI eksklusif selama 6 bulan dimaksudkan untuk
menghindarkan bayi dari pemberian makanan yang dapat
menimbulkan dan sebagai faktor presipitasi alergi. ASI kaya akan
immunoglobulin A (IgA)
57
12) Prognosis
Sulit meramalkan prognosis DA pada seseorang. Prognosis
lebih buruk bila kedua orangtua menderita DA. Ada kecenderungan
perbaikan spontan pada masa anak, dan sering ada yang kambuh
pada masa remaja, sebagian kasus menetap pada usia diatas 30
tahun. 12
Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik
DA, yaitu:
Anak tunggal
58
berulang) lebih dari 6 minggu disebut urtikaria kronik. Pada anak, kasus urtikaria
akut lebih banyak terjadi.28
Penyebab urtikaria terbanyak adalah degranulasi sel mast dengan akibat
munculnya urtika dan kemerahan (flushing) karena lepasnya performed mediator,
histamin, juga newly formed mediator pada late phase cutaneous response. Pada
anak, hal ini terutama terjadi akibat paparan terhadap alergen. Sumber utama
alergen yang mencetuskan urtikaria dengan perantara IgE adalah makanan dan
obat. Hal lain yang dapat mencetuskan urtikaria/angioedema akut, dan juga
sebagian urtikaria/angioedema kronik adalah mekanisme non imunologik dan
tidak melibatkan IgE. Dalam hal ini terjadi pelepasan histamin, baik secara
langsung, maupun akibat infeksi virus, anafilatoksin, berbagai peptida, dan
protein serta stimulus fisik. Pada urtikaria kronis penyebab tersering adalah
proses autoimun29
Definisi
Urtikaria (kaligata, gidu, nettle rash, hives) adalah erupsi kulit yang menonjol,
berbatas tegas, berwarna merah, umumnya berbentuk bulat, gatal, dan berwarna putih
di bagian tengah bila ditekan. Angioedema (giant urticaria, angioneurotic edema,
quinkes edema) adalah sebuah lesi yang sama dengan urtikaria tetapi pada
angioedema meliputi jaringan subkutan yang lebih dalam , tidak gatal, namun
biasanya disertai dengan rasa nyeri dan terbakar.
59
Gambar 25 . Angioedema
Epidemiologi
Urtikaria dan angioedema sering dijumpai pada semua umur, orang dewasa
lebih banyak mengalami urtikaria dibandingkan dengan usia muda. Ditemukan 40%
bentuk urtikaria saja, 49% urtikaria bersama-sama dengan angioedema dan 11%
angioedema saja. Lama serangan berlangsung bervariasi, ada yang lebih dari satu
tahun bahkan lebih dari 20 tahun.40
Penderita atopi lebih mudah mengalami urtikaria dibandingkan dengan orang
normal. Tidak ada perbedaan frekuensi jenis kelamin, baik laki-laki maupun
60
perempuan. Umur, ras, aktivitas, letak geografis dan perubahan musim dapat
mempengaruhi hipersensitivitas yang diperankan oleh IgE. Penisilin tercatat sebagai
obat yang lebih sering menimbulkan urtikaria. 29
Klasifikasi
Urtikaria dapat diklasifikasikan berdasarkan durasi atau etiologi dan
mekanisme patofisiologi. 30
A. Durasi
1. Akut
Urtikaria akut biasanya terjadi beberapa jam sampai beberapa hari (kurang
dari 6 minggu) dan umumnya penyebabnya dapat diketahui.31
2. Kronis
Urtikaria yang berlangsung lebih dari 6 minggu dan urtikaria biasanya
berulang dan tidak diketahui pencetusnya, serta dapat berlangsung sampai
beberapa tahun. Urtikaria kronik umumya ditemukan pada orang dewasa.33
B. Etiologi dan Mekanisme Imun 31,32,33
1. Mekanisme imun 27
Mekanisme imun dapat diperantarai melalui reaksi hipersensitivitas tipe I,
II, dan III.
2. Mekanisme nonimun (anafilaktoid) 35
a. Angioedema herediter
b. Aspirin
c. Liberator histamin, yaitu zat yang menyebabkan pelepasan histamin
seperti opiat, pelemas otot, obat vasoaktif, dan makanan (putih telur,
tomat, dan lobster).
3. Fisik
61
Etiologi
Pada penelitian, ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga
penyebab urtikaria bermacam-macam, di antaranya: obat, makanan, gigitan/sengatan
serangga, bahkan fotosensitizer, inhalan, kontaktan, trauma fisik, infeksi dan infestasi
parasit, psikis, genetik, dan penyakit sistemik. 28,29,30
1. Obat
Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik
maupun non-imunologik. Hampir semua obat sistemik menimbulkan urtikaria
62
2. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut, umumnya akibat
reaksi imunologik. Makanan berupa protein atau bahan lain yang
dicampurkan ke dalamnya seperti zat warna, penyedap rasa, atau bahan
pengawet sering menimbulkan urtikaria alergika. Contoh makanan yang
sering menimbulkan urtikaria adalah telur, ikan, kacang, udang, cokelat,
tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan semangka serta bahan yang dicampurkan
ke dalam makanan seperti asam nitrat, asam benzoat, dan ragi. 32
3. Gigitan/sengatan Serangga
Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtikaria setempat. Hal ini
sering diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe selular (tipe IV). Tetapi venom
dan toksin bakteri, biasanya dapat pula mengaktifkan komplemen. Nyamuk,
kepinding, dan serangga lainnya menimbulkan urtikaria berbentuk papular di
sekitar tempat gigitan, biasanya sembuh dengan sendirinya setelah beberapa
hari, minggu, atau bulan.39,40
4. Bahan fotosensitizer
Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, bahan
kosmetik, dan sabun germisid sering menimbulkan urtikaria. 26
63
5. Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, bulu binatang,
dan aerosol umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik. Reaksi ini
sering dijumpai pada penderita atopi dan disertai gangguan pernapasan. 27
6. Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk
tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia seperti
insect repelent (penangkis serangga), dan bahan kosmetik. Keadaan ini
disebabkan bahan tersebut menembus kulit dan menimbulkan urtikaria.26
7. Trauma fisik
Trauma fisik dapat disebabkan oleh faktor dingin, yakni berenang atau
memegang benda dingin; faktor panas misalnya sinar matahari, sinar UV,
radiasi dan panas pembakaran; faktor tekanan yaitu goresan, pakaian ketat,
ikat pinggang, atau semprotan air; faktor vibrasi dan tekanan yang berulangulang contohnya pijatan dapat menyebabkan urtikaria fisik baik secara
imunologik maupun non-imunologik.28
64
9. Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan
peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi kapiler. Ternyata hampir 11.5%
penderita
urtikaria
menunjukkan
gangguan
psikis.
Penyelidikan
10. Genetik
Faktor genetik ternyata berperan penting pada urtikaria dan angioedema,
walaupun jarang menunjukkan penurunan autosomal dominan. Diantaranya
ialah angioneurotik edema herediter, familial cold urticaria, familial localized
heat urticaria, vibratory angioedema, heredo-familial syndrome of urticaria
deafness and amyloidosis, dan erythropoietic protoporphyria. 29,30
Patogenesis
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang
meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan terjadinya
65
pengumpulan cairan setempat, sehingga secara klinis tampak edema setempat disertai
kemerahan.27
Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator misalnya histamin, kinin, serotonin, slow reacting
substance of anaphylaxis (SRSA), dan prostaglandin oleh sel mast dan atau basofil.
Selain itu terjadi pula inhibisi proteinase oleh enzim proteolitik misalnya kalikrin,
tripsin, plasmin, dan hemotripsin di dalam sel mast. 28
FAKTOR NON-IMUNOLOGIK
FAKTOR IMUNOLOGIK
Sel Mas
Basofil
Pengaruh komplemen
Efek Kolinergik
Aktivasi komplemen
(Ag-Ab, venom, toksin)
Pelepasan Mediator:
Reaksi Tipe II
Vasodilatasi, Peningkatan
Permeabilitas Kapiler
- Defisiensi C1 esterase
inhibitor
- Familial cold urticaria
- Familial heat urticaria
Idiopatik
Urtikaria
66
Faktor fisik misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan dapat
secara langsung merangsang sel mas. Beberapa keadaan, misalnya demam, panas,
emosi, dan alkohol dapat merangsang langsung pembuluh darah kapiler sehingga
terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas. 28
Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria akut daripada kronik,
biasanya IgE terikat pada permukaan sel mas dan atau sel basofil karena adanya
reseptor Fc. Bila ada antigen yang sesuai berikatan dengan IgE, maka terjadi
degranulasi sel, sehingga terjadi pelepasan mediator. Keadaan ini jelas tampak pada
reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi obat dan makanan. Komplemen juga ikut
berperan. Aktivasi komplemen secara klasik maupun alternatif menyebabkan
pelepasan anafilatoksin (C3a, C5a) yang mampu merangsang sel mas dan basofil. Hal
ini terjadi pada urtikaria akibat venom atau toksin bakteri.30
Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik
dan kompleks imun. Pada keadaan ini, juga dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria
akibat kontak juga terjadi, misalnya setelah pemakaian bahan penangkis serangga
(insect repelent), bahan kosmetik, dan penggunaan obat-obatan golongan
sefalosporin. Kekurangan C1 esterase inhibitor secara genetik menyebabkan edema
angioneurotik yang herediter.27
Gejala Klinis
Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa terbakar atau tertusuk. Klinis tampak
edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak pucat.
Bentuknya dapat papular seperti pada urtikaria akibat sengatan serangga, besarnya
dapat lentikular, numular sampai plakat. Bila mengenai jaringan yang lebih dalam
sampai dermis dan jaringan submukosa atau subkutan, juga beberapa organ dalam
misalnya saluran cerna dan saluran napas disebut dengan angioedema. Pada keadaan
67
ini jaringan yang sering terkena adalah wajah, biasanya disertai sesak napas, suara
serak, dan rinitis. 28,29,30
Dermografisme, berupa edema dan eritema yang linear di kulit yang terkena
goresan benda tumpul, timbul dalam waktu lebih kurang 30 menit. Pada urtikaria
akibat tekanan, urtikaria timbul pada tempat yang tertekan, misalnya di sekitar
pinggang. Pada penderita ini dermografisme jelas terlihat. Urtikaria akibat penyinaran
biasanya pada gelombang 285-320 nm dan 400-500 nm, timbul setelah 18-72 jam
penyinaran, dan klinisnya berbentuk urtikaria papular. Hal ini harus dibuktikan
dengan tes foto tempel. Sejumlah 7-17% urtikaria disebabkan oleh faktor fisik, antara
lain akibat panas, dingin, tekanan dan penyinaran. Umumnya pada dewasa muda,
terjadi pada episode singkat dan umumnya kortikosteroid sistemik kurang
bermanfaat.39
Urtikaria kolinergik dapat timbul pada peningkatan suhu tubuh, emosi,
makanan yang merangsang dan pekerjaan yang berat. Biasanya sangat gatal,
ukurannya bervariasi dari beberapa milimeter sampai numular dan konfluen
membentuk plakat. Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri
perut, diare, muntah, dan nyeri kepala. Biasanya terjadi pada usia 15-25 tahun.
Urtikaria
akibat
generalisata.
obat
atau
makanan
umumnya
timbul
secara
akut
dan
31,32,33
Diagnosis 34,34,35
Anamnesis
Adanya bentol kemerahan pada kulit yang mudah dikenali bahkan oleh orang
tua pasien.
68
Pada pemeriksaan fisik ditemukan lesi kulit berupa bentol kemerahan yang
memutih di bagian tengah bila ditekan. Lesi disertai rasa gatal. Yang perlu
diperhatikan adalah distribusi lesi, pada daerah yang kontak dengan pencetus,
pada badan saja, dan jauh dari ekstremitas atau seluruh tubuh. Hal lain yang
perlu diperhatikan lagi adalah bentuk lesi yang mirip satu sama lain, bintik
kecil-kecil di atas daerah kemerahan yang luas pada urtikaria kolinergik.
Pada urtikaria kronik: hal terpenting adalah mencari bukti dan pola yang
menunjukkan penyait lain yang mendasari, lesi yang menghilang apabila
dilakukan eliminasi diet tertentu, seperti pada penyakit seliak, yaitu, urtikaria
menghilang setelah diberi diet bebas gluten.
69
Uji intradermal
0,02 ml larutan obat 1:1000 dalam larutan garam fisiologis, harus
disertai kontrol positif dan negatif.
70
- Pegang kubus es atau lebih baik benda dingin yang kering (baskom
tembaga yang diisi es, direndam dalam air dingin atau tabung kering
berisi dry ice.
o Urtikaria panas 30
Tempelkan botol yang telah diisi dengan air panas pada kulit. Urtikaria akan
muncul dalam waktu beberapa menit
o Urtikaria solar 27
Sejumlah anak memiliki protoporfiria eritropoietik:
- Kulit diberi paparan pancaran sinar dengan berbagai panjang gelombang
di laboratorium
- Eritem yang pruritik akan muncul pada kulit yang terpajan pancaran sinar,
biasanya hilang dalam 24 jam
o Urtikaria tekanan 28
- Beri tekanan dengan beban, atau
- Gantung suatu beban 7-14 kg di sekeliling lengan bawah atau bahu selama
10 menit
o Angioedema vibrator 28
Tempelkan vibrator/mixer pada lengan bawah selama 4 menit
o Urtikaria akuagenik 30
Tempelkan kompres air/tap water dicoba pada berbagai temperatur pada
kulit yang akan diuji. Papul multipel yang gatal seperti urtikaria kolinergik
akan timbul dalam beberapa menit hingga 30 menit.
o Urtikaria kolinergik
71
Mandi air hangat atau beraktivitas hingga berkeringat. Wheal yang gatal
dengan diameter 1-3 mm dikelilingi daerah eritema yang luas timbul dalam
2-20 menit. Episode ini akan menetap dalam 15-30 menit. 30,31
72
Diagnosis Banding
a. Sengatan serangga multipel
Pada sengatan serangga akan terlihat titik di tengah bentol yang merupakan
bekas sengatan serangga.
b. Angioedema herediter
Kelainan ini merupakan kelainan yang jarang disertai urtikaria. Pada
kelainan ini terdapat edema subkutan atau submukosa periodik disertai rasa
sakit dan terkadang disertai edema laring. Edema biasanya mengenai
ekstremitas dan mukosa gastrointestinal yang sembuh setelah 1-4 hari.
Pada keluarga terdapat riwayat penyakit yang serupa. Diagnosis ditegakkan
dengan menemukan kadar komplemen C4 dan C2 yang menurun dan tidak
adanya inhibitor C1-esterase dalam serum. 30,31,32
Penatalaksanaan
Urtikaria akut pada umumnya lebih mudah diatasi dan kadang-kadang
sembuh dengan sendirinya tanpa memerlukan pengobatan. Prinsip pengobatan
urtikaria akut adalah sebagai berikut.33
73
Pada umumnya efek antihistamin telah terlihat dalam waktu 15-30 menit
setelah pemakaian oral, dan mencapai puncaknya pada 1-2 jam, sedangkan
lama kerjanya bervariasi dari 3-6 jam. Antihistamin dapat diberikan selama
7-10 hari. 29
3. Adrenergik
Pada urtikaria akut generalisata dan disertai gejala distress pernapasan,
asma atau edema laring, mula-mula diberi adrenalin (1:1000) dengan dosis
0,01 ml/kgBB/kali subkutan (makasimal 0,3 ml) dilanjutkan dengan
pemberian antihistamin.30
4. Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan bila tidak memberi respon yang baik dengan obat
lain dengan mewaspadai efek samping yang dapat terjadi. Kortikosteroid
jangka pendek digunakan pada urtikaria akut yang berat dengan atau tanpa
angioedema atau bila urtikaria diduga berlangsung akibat reaksi alergi fase
lambat. Obat yang digunakan adalah prednison dengan dosis 1
mg/kgBB/hari selama 5 hari, tapering off biasanya tidak dibutuhkan pada
urtikaria akut. 28
74
6-11 tahun: 30 mg
> 12 tahun: 60 mg
Dewasa : 120 mg
2-5 tahun: 5 mg
> 6 tahun: 10 mg
6-11 bulan: 1 mg
1-5 tahun: 1,25 mg
6-11 tahun: 2,5 mg
>12 tahun: 5 mg
Loratadin
Desloratadin
Frekuensi
Antihistamin H2
Cimetidine
Ranitidine
75
B. Penanganan Khusus 27
Dilakukan sesuai dengan diagnosis jenis urtikaria
C. Penanganan Topikal 28
Untuk mengatasi pruritus, dapat diberikan lotion calamin atau bedak salisilat.
Urtikaria kronim biasanya lebih sukar diatasi. Idealnya adalah etap identifikasi dan
menghilangkan faktor penyebab, namun hal ini juga sulit dilakukan. Untuk ini, selain
antihistamin H1, juga dapat menambahkan obat antihistamin H2. Kombinasi lain
yang dapat diberikan adalah antihistamin H1 dan H2 pada malam hari atau
antihistamin H1 dengan antidepresan trisiklik. Pada kasus berat dapat diberikan
antihistamin H1 dengan kortikosteroid jangka pendek. 31,32,33
Suportif
Lingkungan yang bersih dan nyaman (suhu ruangan tidak terlalu panas atau
pengap, dan ruangan tidak penuh sesak). Pakaian, handuk, sprei, dibilas bersih
dari sisa deterjen dan diganti lebih sering.
Indikasi Rawat
Urtikaria yang meluas dengan cepat (hitungan menit-jam) disertai dengan
angioedema hebat, distres pernapasan, dan nyeri perut hebat. 29
Prognosis
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat ditemukan
dan diatasi, sedangkan urtikaria kronis lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit
76
dicari. Pada umumnya, prognosis urtikaria dapat dikatakan baik, tetapi karena
urtikaria merupakan bentuk kutan anafilaksis sistemik, dapat saja terjadi obstruksi
jalan napas karena adanya edema laring atau jaringan di sekitarnya, atau anafilaksis
sistemik yang dapat mengancam jiwa. 33
77
Gambar 29. Batasan lebih jelas dibuat oleh American Academy of Allergy and
immunology dan The National Institute of Allergy and infections disease
A. Etiologi
1. Faktor Genetik
Alergi dapat diturunkan dari orang tua atau kakek/nenek pada
penderita . Bila ada orang tua menderita alergi kita harus mewaspadai tanda
78
alergi pada anak sejak dini. Bila ada salah satu orang tua yang menderita
gejala alergi maka dapat menurunkan resiko pada anak sekitar 20 40%, ke
dua orang tua alergi resiko meningkat menjadi 40 - 80%. Sedangkan bila
tidak ada riwayat alergi pada kedua orang tua maka resikonya adalah 5
15%. Pada kasus terakhir ini bisa saja terjadi bila nenek, kakek atau saudara
dekat orang tuanya mengalami alergi. Bisa saja gejala alergi pada saat anak
timbul, setelah menginjak usia dewasa akan banyak berkurang. 43,44
2. Maturitas Usus
Alergi makanan sering terjadi pada usia anak dibandingkan pada usia
dewasa. Fenomena lain adalah bahwa sewaktu bayi atau usia anak
mengalami alergi makanan tetapi dalam pertambahan usia membaik. Hal itu
terjadi karena belum sempurnanya saluran cerna pada anak. Secara mekanik
integritas mukosa usus dan peristaltik merupakan pelindung masuknya
alergen ke dalam tubuh. Secara kimiawi asam lambung dan enzim
pencernaan menyebabkan denaturasi allergen. Secara imunologik sIgA pada
permukaan mukosa dan limfosit pada lamina propia dapat menangkal
allergen masuk ke dalam tubuh. Pada usus imatur (tidak matang) system
pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi sehingga
memudahkan allergen masuk ke dalam tubuh. Pada bayi baru lahir sel yang
mengandung IgA, Imunoglobulin utama di sekresi eksternal, jarana ditemui
di saluran cerna. Dalam pertambahan usia akan meningkat sesuai dengan
maturasi (kematangan) sistem kekebalan tubuh. Dilaporkan persentasi
sampel serum yang mengandung antibodi terhadap makanan lebih besar
pada bayi berumur kurang 3 bulan dibandingkan dengan bayi yang terpapar
antigen setelah usia 3 bulan. Penelitian lain terhadap 480 anak yang diikuti
secara prospektif dari lahir sampai usia 3 tahun. Sebagian besar reaksi
makanan terjadi selama tahun pertama kehidupan.45
3. Pajanan Alergi
79
80
81
makanan penyebab alergi bila terkena dingin atau terkena pencetus lainnya
keluhan alergi yang timbul lebih berat. Jadi pendapat tentang adanya alergi
dingin pada anak adalah tidak sepenuhnya benar.44
B. Patofisiologi
Alergen makanan akan dikenali oleh sel penyaji antigen untuk
selanjutnya mengekspresikan pada sel T secara langsung atau melalui sitokin. Sel
T tersensitisasi dan akan merangsang sel B menghasilkan antibody dari berbagai
subtype. Allergen yang utuh akan diserap oleh usus dalam jumlah cukup banyak
dan mencapai sel-sel pembentuk antibody di dalam mukosa usus dan organ
limfoid usus, yang pada kebanyakan anak-anak membentuk antibody dari
subtype IgG, IgA dan IgM. Pada anak-anak atopi cenderung membentuk IgE
lebih banyakyang selanjutnya mengadakan sensitisasi sel mast pada saluran
cerna, saluran nafas dan kulit. Bayi yang sangat atopi juga mendapatkan
sensitisasi melalui air susu ibu terhadap satu makanan yang dikonsumsi ibu.
Bayi-bayi dengan alergi awal terhadap suatu makanan, misalnya susu, juga
mempunyai resiko yang tinggi untuk berkembang menjadi alergi terhadap
makanan lain. Pembuatan antibody IgE dimulai sejak paparan awal fdan
berlanjut walaupun dilakukan diet eliminasi.komplemen akan mulai mengalami
aktivasi oleh kompleks antigen antibody.44,45
Pada paparan selanjutnya mulai terjadi produksi sitokin oleh sel T.
Sitokin mempunyai berbagai efek terhadap berbagai sel terutama dalam menarik
sel-sel radang misalnya neutrofil dan eosinofil, sehingga menimbulkan reaksi
peradangan. Aktivasi komplemen dan terjadinya kompleks imun akan menarik
neutrofil. Kombinasi allergen dengan IgE pada sel mast bisa terjadi ketka IgE
telah melekat pada sel mast, atau ketika IgE masih belum melekat pada sel mast,
atau IgE telah melekat pada sel mast kemudian diaktivasi oleh pasangan
nonspesifik. Kombinasi ini akan menimbulkan degranulasi mediator. Gejala
klinis yang timbul adalah hasil interaksi mediator, sitokin dan kerusakan jaringan
yang ditimbulkannya.45
82
83
1.
Kulit
2.
Sistem Hormonal
3.
D. Diagnosis Klinis
Jenis alergi makanan di tiap negara berbeda-beda tergantung umur dan kebiasaan
memakan makanan tertentu. Hingga kini diagnosis alergi makanan adalah
diagnosis klinis yang dibuktikan dengan eliminasi, provokasi makanan, dan
pemeriksaan penunjang lain yang mendukung.41
1. Uji provokasi
Untuk melakukan uji provokasi makanan pasien atau orang tua pasien
harus
diberikan
penjelasan
rinci
mengenai
prosedur
pemeriksaan,
84
85
2. Uji kulit
Uji kulit dapat dilakukan dengan cara uji gores (scratch test), uji tusuk (prick
test), dan uji suntik intradermal. Dapat dilakukan sebagai pemeriksaan
penyaring dengan menggunakan ekstrak allergen yang lazinya ada di
lingkungan penderita, misalnya: allergen tungau, kapuk, debu rumah, bulu
kucing, tepung sari rumput, atau allergen makanan seperti susu, telur,
kacang, ikan).43
3. Darah tepi
Hitung jenis leukosit dapat dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
infeksi, dan bila eosinofilia >5% atau >500/ml condong pada alergi. Hitung
86
meningkat
penderita
alergi
makanan
menunjukkan
peningkatan
87
E. Penatalaksanaan
Allergen yang sudah ditemukan harus dihindari sebaik mungkin, perlu
diingat alergi tidak dapat disembuhkan, tetapi dikendalikan jumlah frekuensi
serangannya, dikurangi penggunaan obatnya, dikurangi jumlah tidak masuk
sekolah, dan ditingkatkan kualitas hidupnya. Farmakoterapi yang digunakan pada
alergi makanan diantaranya adalah : 48
1. Kromolin, Nedokromil
2. Glukokortikoid
3. Agonis beta adrenegik
4. Metil xantin
5. Antagonis kolinergik (muskarinik)
6. Antagonis leukotrin
7. Antagonis reseptor-H1
F. Prognosis
Pada prinsipnyanya alergi tidak bisa disembuhkan. Dermatitis atopik akan
berkurang pada usia 12 tahun akan tetapi ada kemungkinan organ sasaran
88
berpindah karena 50-80% anak ini akan mengalami rhinitis alergik dan asma.
Alergi makanan yang mulai pada usia 3 tahun mempunyai prognosis yang lebih
baik karena ada kemungkinan kurang lebih 40% dari mereka akan mengalami
grow-out. Anak yang mengalami alergi pada usia 15 tahun ke atas cenderung
untuk menetap, tetapi toleransi terhadap susu, telur dan kedelai cukup sering
dijumpai.44
Meskipun tidak bisa hilang sepenuhnya, tetapi alergi makanan biasanya
akan membaik pada usia tertentu. Setelah usia 2 tahun biasanya imaturitas
saluran cerna akan membaik. Sehingga setelah usia tersebut gangguan saluran
cerna karena alergi makanan juga akan ikut berkurang. Bila gangguan saluran
cerna akan membaik maka biasanya gangguan perilaku yang terjadipun akan
berkurang. Selanjutnya pada usia di atas 5 atau 7 tahun alergi makananpun akan
berkurang
secara
bertahap.
Perbaikan
gejala
alergi
makanan
dengan
1) Epidemiologi
Belum didapatkan angka kejadian yang tepat terhadap kasus erupsi alergi obat,
tetapi berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit, studi epidemiologi, uji klinis
terapeutik obat dan laporan dari dokter, diperkirakan kejadian alergi obat adalah 2%
dari total pemakaian obat-obatan atau sebesar 15-20% dari keseluruhan efek samping
pemakaian obat-obatan.48
Hasil survei prospektif sistematik yang dilakukan oleh Boston Collaborative Drug
Surveillance Program menunjukkan bahwa reaksi kulit yang timbul terhadap
pemberian obat adalah sekitar 2,7% dari 48.000 pasien yang dirawat pada bagian
89
penyakit dalam dari tahun 1974 sampai 1993. Sekitar 3% seluruh pasien yang dirawat
di rumah sakit ternyata mengalami erupsi kulit setelah mengkonsumsi obat-obatan.
Selain itu, data di Amerika Serikat menunjukkan lebih dari 100.000 jiwa meninggal
setiap tahunnya disebabkan erupsi obat yang serius. Beberapa jenis erupsi obat yang
49
1. Jenis kelamin
Wanita mempunyai risiko untuk mengalami gangguan ini jauh lebih tinggi
jika dibandingkan dengan pria. Walaupun demikian, belum ada satupun ahli
yang mampu menjelaskan mekanisme ini.
43
2. Sistem imunitas
Erupsi alergi obat lebih mudah terjadi pada seseorang yang mengalami
penurunan sistem imun. Pada penderita AIDS misalnya, penggunaan obat
sulfametoksazol justru meningkatkan risiko timbulnya erupsi eksantematosa
10 sampai 50 kali dibandingkan dengan populasi normal.
50
3. Usia
Alergi obat dapat terjadi pada semua golongan umur terutama pada anakanak dan orang dewasa. Pada anak-anak mungkin disebabkan karena
perkembangan sistim immunologi yang belum sempurna. Sebaliknya, pada
orang dewasa disebabkan karena lebih seringnya orang dewasa berkontak
dengan bahan antigenik. Umur yang lebih tua akan memperlambat munculnya
onset erupsi obat tetapi menimbulkan mortalitas yang lebih tinggi bila terkena
reaksi yang berat.
90
49
4. Dosis
Pemberian obat yang intermitten dengan dosis tinggi akan memudahkan
timbulnya sensitisasi. Tetapi jika sudah melalui fase induksi, dosis yang
sangat kecil sekalipun sudah dapat menimbulkan reaksi alergi. Semakin sering
obat digunakan, Semakin besar pula kemungkinan timbulnya reaksi alergi
pada penderita yang peka.
5. Infeksi dan keganasan 47
Mortalitas tinggi lainnya juga ditemukan pada penderita erupsi obat berat
yang disertai dengan keganasan. Reaktivasi dari infeksi virus laten dengan
human herpes virus (HHV)- umumnya ditemukan pada mereka yang
mengalami sindrom hipersensitifitas obat.
42
6. Atopik
Faktor risiko yang bersifat atopi ini masih dalam perdebatan. Walaupun
demikian, berdasarkan studi komprehensif terhadap pasien yang dirawat di
rumah sakit menunjukkan bahwa timbulnya reaksi obat ini ternyata tidak
menunjukkan angka yang signifikan bila dihubungkan dengan umur, penyakit
penyebab, atau kadar urea nitrogen dalam darah saat menyelesaikan
50
perawatannya.
2). Patogenesis
Ada dua macam mekanisme yang dikenal disini. Pertama adalah
mekanisme imunologis dan kedua adalah mekanisme non imunologis.
Umumnya erupsi obat timbul karena reaksi hipersensitivitas berdasarkan
mekanisme imunologis. Obat dan metabolit obat berfungsi sebagai hapten, yang
menginduksi antibodi humoral. Reaksi ini juga dapat terjadi melalui mekanisme
non imunologis yang disebabkan karena toksisitas obat, over dosis, interaksi
51
91
Riedl MA, Casillas AM, Adverse Drug Reactions; Types and Treatment
Options. In: American Family Physician. Volume 68, Number 9. 2003. Access
on: June 3, 2007. Available at: www.aafp.org/afp
92
b. Mekanisme Imunologis
Tipe I (Reaksi anafilaksis)
Mekanisme ini paling banyak ditemukan. Yang berperan ialah Ig E yang
mempunyai afinitas yang tinggi terhadap mastosit dan basofil. Pajanan pertama
dari obat tidak menimbulkan reaksi. Tetapi bila dilakukan pemberian kembali
obat yang sama, maka obat tersebut akan dianggap sebagai antigen yang akan
merangsang pelepasan bermacam-macam mediator seperti histamin, serotonin,
bradikinin, heparin dan SRSA. Mediator yang dilepaskan ini akan menimbulkan
bermacam-macam efek, misalnya urtikaria. Reaksi anafilaksis yang paling
48
dengan lisis.
93
arachidonat sel.
Efek kedua, diakibatkan proses farmakologis obat terhadap tubuh yang dapat
menimbulkan gangguan seperti alopesia yang timbul karena penggunaan kemoterapi
anti kanker. Penggunaan obat-obatan tertentu secara progresif ditimbun di bawah
kulit, dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan gangguan lain seperti
48
d. Unknown Mechanisms
Selain dua mekanisme diatas, masih terdapat mekanisme lain yang belum dapat
3
dijelaskan.
e. Manifestasi Klinis
Morfologi dan Distribusi
Perlu diketahui bahwa erupsi alergi obat yang timbul akan mempunyai
kemiripan dengan gangguan kulit lain pada umumnya, gangguan itu diantaranya;
a. Urtikaria
Kelainan kulit terdiri atas urtika yang tampak eritem disertai edema akibat
tertimbunnya
serum dan disertai rasa gatal. Bila dermis bagian dalam dan jaringan subkutan
mengalami
edema, maka
timbul
reaksi
yang disebut
angioedema.
94
hari. Pelepasan mediator inflamasi dari suatu aktifasi yang bersifat non
imunologis juga dapat menimbulkan reaksi urtikaria. Urtikaria dan
angioedema sangat berhubungan dengan Ig-E sebagai suatu respon cepat
terhadap penisilin maupun antibiotik lainnya. Obat lain misalnya angiotensinconverting enzyme (ACE) inhibitor dalam jangka waktu satu jam juga dapat
27
menimbulkan urtikaria.
95
b. Eritema
Kemerahan pada kulit akibat melebarnya pembuluh darah. Warna merah akan
hilang pada penekanan. Ukuran eritema dapat bermacam-macam. Jika besarnya
lentikuler maka disebut eritema morbiliformis, dan bila besarnya numular disebut
28
eritema skarlatiniformis.
c. Dermatitis medikamentosa
Gambaran klinisnya memberikan gambaran serupa dermatitis akut, yaitu
efloresensi yang polimorf, membasah, berbatas tegas. Kelainan kulit menyeluruh dan
47
simetris.
d. Purpura
Purpura ialah perdarahan di dalam kulit berupa kemerahan pada kulit yang
tidak hilang bila ditekan. Purpura dapat timbul bersama-sama dengan eritem dan
29
e. Erupsi eksantematosa
Lebih dari 90% erupsi obat yang ditemukan berbentuk erupsi eksantematosa.
Erupsi yang muncul dapat berbentuk morbiliformis atau makulopapuler. Pada
mulanya akan terjadi perubahan yang bersifat eksantematosa pada kulit tanpa
didahului blister ataupun pustulasi. Erupsi bermula pada daerah leher dan menyebar
ke bagian perifer tubuh secara simetris dan hampir selalu disertai pruritus. Erupsi
baru muncul sekitar satu minggu setelah pemakaian obat dan dapat sembuh sendiri
dalam jangka waktu 7 sampai 14 hari. Pemulihan ini ditandai dengan perubahan
warna kullit dari merah terang ke warna coklat kemerahan, yang disertai dengan
2,7
termasuk penisilin, sulfonamid, dan obat antiepiletikum. Dari hasil data laboratorium
96
diketahui bahwa T sel juga ikut terlibat dalam reaksi ini karena sel T dapat
7
menangkap jenis obat tanpa perlu memodifikasi protein dari hapten. Jika kelainan ini
22
nd
Sumber: Lee A, Thomson J. Drug-induced skin. In: Adverse Drug Reactions, 2 ed.
Pharmaceutical
Press.
2006.
Access
on:
June
3,
2007.
Available
at:
http://drugsafety.adisonline.com/pt/re/drs/pdf
Tempat predileksi disekitar mulut, terutama di daerah bibir dan daerah penis
pada laki-laki, sehingga sering disangka penyakit kelamin. Apabila adanya residif di
2
Gambar 34. Sejumlah papul berwarna pink pada daerah dada disebabkan
oleh penggunaan obat golongan sefalosporin.
97
tungkai bawah.
g. Eritroderma
Eritroderma pada penderita alergi obat berbeda dengan eritroderma pada
umumnya yang biasanya disertai eritem dan skuama. Pada penderita alergi obat
98
terlihat adanya eritema tanpa skuama, skuama justru baru akan timbul pada stadium
52
penyembuhan.
h. Erupsi pustuler
Ada jenis erupsi, pertama erupsi akneiformis dan kedua Pustulosis
Eksantematosa Generalisata Akut (PEGA).
46,47,48
i. Erupsi bulosa
Erupsi bulosa ini ditemukan pada; pemphigus foliaceus, fixed drug
eruption (FDE), erythema multiforme major (EM-major), SSJ dan TEN
99
dalam ukuran sedang atau berupa plak dan nodul yang disertai skar dan bulla.
Gangguan ini dapat muncul kembali pada 35-50 persen kasus sebagai
47
pemphigus foliaceus.
Fixed Drug Eruption (FDE). Lesi baru akan timbul satu minggu sampai dua
minggu setelah paparan pertama kali dan akan diikuti timbul lesi berikutnya
dalam jangka waktu 24 jam. FDE ini akan terlihat sebagai makula yang
soliter, eritematosa dan berwarna merah terang dan dapat berakhir menjadi
suatu plak edematosa. Lesi biasanya akan muncul di daerah bibir, wajah,
tangan, kaki dan genitalia. Apabila penderita memakan obat yang sama, maka
FDE akan muncul kembali ditempat yang sama. Histologisnya, FDE serupa
dengan erythema multiformis yang ditandai dengan adanya limfosit di
dermal-epidermal junction dan perubahan degeneratif dari epitel yang disertai
diskeratosis. FDE kronis memberikan gambaran acanthosis, hiperkeratosis,
dan hipergranulosis dan dapat ditemukan eosinofil dan neutrofil. Terdapat
48
peningkatan jumlah sel T helper dan sel T supresor pada tempat lesi.
100
buruk.
101
Nekrolisis Epidermal Toksik (NET) adalah penyakit kulit akut dan berat
dengan gejala khas berupa epidermolisis yang menyeluruh, disertai kelainan
pada selaput lendir di orifisium genitalia eksterna dan mata. Kelainan pada
kulit dimulai dengan eritema generalisata kemudian timbul banyak vesikel
dan disertai purpura di wajah, ekstremitas, dan badan. Kelainan pada kulit
dapat disertai kelainan pada bibir dan selaput lendir mulut berupa erosi dan
ekskoriasi. Lesi kulit dimulai dengan makula dan papul eritematosa kecil
(morbiliformis) disertai bula lunak (flaccid) yang dengan cepat meluas dan
bergabung. Pada NET yang penting ialah terjadinya epidermolisis, yaitu
epidermis terlepas dari dasarnya dengan gambaran klinisnya menyerupai luka
49
sepsis.
102
Sumber: Purwanto SL. Alergi Obat. In: Cermin Dunia Kedokteran. Volume 6. 1976.
Accessed on: June 3, 2007. Available from: www-portalkalbe-files-cdk-files07AlergiObat006_pdf-07AlergiObat006.mht
Reaksi alergik yang segera (immediate), terjadi dalam beberapa menit dan
ditandai dengan urtikaria, hipotensi dan shok. Bila reaksi itu membahayakan jiwa
maka disebut syok anafilaksis. Reaksi yang cepat (accelerated) timbul dari 1 sampai
72 jam sesudah pernberian obat dan kebanyakan bermanifestasi sebagai urtikaria.
Kadang-kadang berupa rash morbilliform atau edema laring. Reaksi yang lambat
(late) timbul lebih dari 3 hari. Diperkirakan reaksi jenis cepat dan lambat ini
ditimbulkan oleh antibodi IgG, tetapi beberapa reaksi hemolitik dan exanthem
46
103
2. Pemeriksaan in vitro
a. Yang diperantarai antibodi:
o Hemaglutinasi pasif
o Radio immunoassay
o Degranulasi basofil
o Tes fiksasi komplemen
b. Yang diperantarai sel:
o Tes transformasi limfosit
o Leucocyte migration inhibition test
SSJ dan hampir 90% penderita TEN terkait dengan penggunaan obat.
104
5). Diagnosis
49,50,51
Penegakkan diagnosis harus dimulai dari pendeskripsian yang akurat dari jenis
lesi dan distribusinya serta tanda ataupun gejala lain yang menyertainya. Data
mengenai semua jenis obat yang pernah dimakan pasien, dosisnya, data kronologis
mengenai cara pemberian obat serta jangka waktu antara pemakaian obat dengan
onset timbulnya erupsi harus ikut dikumpulkan. Tetapi ada kalanya hal ini sulit untuk
dievaluasi, terutama pada penderita yang mengkonsumsi obat yang mempunyai
1
waktu paruh yang lama atau mengalami erupsi reaksi obat yang bersifat persisten.
Faktor kronologis
105
Sumber: Revus J, Allanore AV. Drugs Reaction. In: Bolognia Dermatology. Volume
One. 2nd edition. Elserve limited, Philadelphia. United States of America. 2003. p:
333-352
6). Penatalaksanaan
Seperti pada penyakit immunologis lainnya, pengobatan alergi obat adalah
dengan menetralkan atau mengeluarkan obat tersebut dari dalam tubuh., epinephrine
adalah drug of choice pada reaksi anafilaksis. Untuk alergi obat jenis lainnya, dapat
digunakan pengobatan simptomatik dengan antihistamin dan kortikosteroid.
Penghentian obat yang dicurigai menjadi penyebab harus dihentikan secepat
mungkin. Tetapi, pada beberapa kasus adakalanya pemeriksa dihadapkan dua pilihan
46
Penatalaksanaan Umum
Melindungi kulit. Pemberian obat yang diduga menjadi penyebab erupsi
kulit harus
1,4
dihentikan segera.
106
cairan
via
infus
bila
perlu.
Pengaturan
keseimbangan
cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena pasien sukar atau tidak dapat
menelan akibat lesi di mulut dan
berupa glukosa 5%
49
Penatalaksanaan Khusus
1. Sistemik
a. Kortikosteroid. Pemberian kortikosteroid sangat penting pada alergi
obat sistemik. Obat kortikosteroid yang sering digunakan adalah
prednison.
Pada
kelainan
urtikaria,
eritema,
dermatitis
107
pertama.
b. Antihistamin. Antihistamin yang bersifat sedatif dapat juga
diberikan, jika terdapat rasa gatal. Kecuali pada urtikaria, efeknya
52
2. Topikal
Pengobatan topikal tergantung pada keadaan kelainan kulit, apakah kering
atau basah. Jika dalam keadaan kering dapat diberikan bedak salisilat
2% ditambah dengan obat antipruritus seperti mentol -1% untuk
mengurangi rasa gatal. Jika dalam keadaan basah perlu digunakan
49
%.
Pada eritroderma dengan kelainan berupa eritema yang menyeluruh dan
mengalami skuamasi dapat diberikan salep lanolin 10% yang dioleskan
52
sebagian-sebagian.
Terapi topikal untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in orabase. Untuk
lesi di kulit yang erosif dapat diberikan sofratulle atau krim sulfadiazin
49
perak.
7). Prognosis
Pada dasarnya erupsi kulit karena obat akan menyembuh bila obat penyebabnya
dapat diketahui dan segera disingkirkan. Akan tetapi pada beberapa bentuk, misalnya
108
eritroderma dan kelainan berupa sindrom Lyell dan sindrom Steven Johnson,
prognosis sangat tergantung pada luas kulit yang terkena. Prognosis buruk bila
51,52
Riedl MA, Casillas AM, Adverse Drug Reactions; Types and Treatment Options. In:
American Family Physician. Volume 68, Number 9. 2003. Access on: June 3, 2007.
Available at: www.aafp.org/afp
109
1). Definisi
Steven Johnson Syndrome (SJS) dan Toxic Epidermal Necrolisis (TEN)
adalah penyakit mukokutaneus yang jarang, bersifat akut dan mengancam
nyawa dengan karakteristik berupa nekrosis dan pelepasan dari lapisan
epidermis yang luas yang hampir selalu berhubungan dengan konsumsi obat.
Manifestasi disebabkan karena adanya kematian sel-sel keratinosit yang luas
yang mengakibatkan pemisahan yang luas pada dermal-epidermal junction
memberikan gambaran kulit yang melepuh (bula)48.
2). Sejarah
Pada tahun 1922, dua orang dokter berkebangsaan Amerika, Stevens
and Johnsons menjelaskan tentang sindrom mukokutaneus akut pada dua
orang anak laki-laki. Kondisi tersebut ditandai dengan adanya konjungtivitis
purulen yang berat, stomatitis berat, dan neksosis mukosa yang luas dan lesi
kutan yang menyerupai eritema multiforme (EM). Kelainan ini kemudian
dikenal sebagai Steven-Johnson Syndrome (SJS) dan diketahui sebagai
penyakit mukokutaneus berat yang dapat berakhir fatal. SJS kemudian
dimasukan sebagai EM mayor oleh Bernard Thomas pada tahun 1950.
Namun, penelitian yang dilakukan dewasa ini telah menemukan bahwa SJS
dan EM merupakan dua kelainan yang berbeda48,49.
Pada tahun 1956, Alan Lyell menjelaskan tentang empat orang pasien
dengan erupsi berupa bula pada kulit yang olehnya diberi istilah toxic
epidermal necrolysis. Lyell juga mengamati adanya serangan pada
membrane mukosa sebagai bagian dari sindroma dan mengamati bahwa
inflamasi yang terjadi pada dermis sangat minimal,yang kemudian disebut
sebagai dermal silence, salah satu ciri-ciri yang membedakan dengan
110
infiltrate inflamasi yang jelas dari penyakit vesikobulosa lainnya seperti EM,
dermatitis herpetiformis dan pemfigus bulosa. TEN pada waktu itu dianggap
sebagai reaksi kutaneus akibat stimulus multiple, termasuk obat (sulfonamid),
dan mikroba (Staphylococcus) 51,52
Penelitian yang dilakukan pada tikus neonatal yang mengalami
subgranular epidermal split setelah pajanan terhadap phage S. aureus grup II,
penemuan eksotoksin staphylococcal baru yang disebut epidermolytic toxic
berujung pada dibedakannya TEN dengan Staphylococcal Scalded Skin
Syndrome (SSSS). Dengan semakin banyaknya insidensi TEN pada tahuntahun mendatang setelah penelitian Lyell, menjadi jelas bahwa beberapa obat
tertentu seperti sulfonamide, pyrazolon, barbiturate, dan antikonvulsan sering
berkaitan dengan timbulnya TEN. Pada waktu yang sama, obat-obatan juga
semakin dikaitkan sebagai penyebab timbulnya EM mayor dengan stomatitis
berat. Karena itu, EM, SJS dan TEN dulu dianggap sebagai bagian dari
spectrum reaksi kutaneus. Sekarang telah ditemukan bahwa penyebab mayor
dari EM adalah HSV dan virus ini tidak berhubungan dengan penyebab TEN.
Penelitian oleh Jean-Claude Roujeaujuga membuktikan bahwa SJS dan EM
adalah dua penyakit yang memiliki penyebab dan prognosis yang berbeda.
SJS dan TEN sekarang dianggap sebagai satu kesatuan epidermolisis berat
karena reaksi kutaneus akibat obat, dimana perbedaan hanya meliputi luas
permukaan tubuh yang terkena48
3). Epidemiologi dan Faktor Risiko
SJS dan TEN merupakan penyakit langka yang mengenai perempuan
lebih sering dari laki-laki. Sindrom ini lebih sering terjadi pada orang dewasa
dan jarang dijumpai pada usia 3 tahun ke bawah karena imunitasnya yang
belum begitu berkembang5. Pada anak-anak infeksi Mycoplasma merupakan
salah satu penyebab SJS dan dapat sangat mirip dengan SJS akibat obat . 52
111
imunisasi.
Penelitian
melaporkan
hubungan
yang
kurang
jelas
(dibandingkan TEN) antara konsumsi obat dengan SJS, dimana hanya 50%
yang dinyatakan berhubungan dengan obat. Lebih dari 100 jenis obat yang telah
diidentifikasi berhubungan dengan SJS/TEN1. Menurut penelitian oleh Adhi
Djuandaa selama 5 tahun (1998-1002) pada pasien SJS, diduga alergi obat
tersering adalah analgetik/antipiretik (45%), karbamazepin (20%), jamu
(13.3%). Kausa lainnya berupa amoksisilin, kotrimoksasol, klorokuin,
seftriakson dan adiktif51.
112
Pada umumnya risiko terjadinya SJS/TEN paling tinggi pada minggu-minggu awal dari
terapi. Lebih jauh lagi, obat-obatan dengan waktu paruh lama lebih sering mengakibatkan reaksi
obat
dan
akibat
fatal
dibandingkan
obat
dengan
waktu
paruh
singkat .
113
52
4). Patogenesis
Hingga kini urutan pasti dari proses molekuler dan seluler yang
terjadi dalam SJS/TEN baru dipahami sebagian. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa SJS/TEN terkait dengan ketidakmampuan tubuh
dalam detoksifikasi metabolit obat reaktif. Prosesnya diawali dengan
adanya respon imun terhadap kompleks antigenik yang dibentuk dari
reaksi metabolit tersebut dengan jaringan tubuh tertentu 1. Patogenesis
utama diduga akibata adanya proses hipersensitivitas tipe II
(sitotoksik)4,5.
114
115
116
117
Keadaan kulit menyerupai gambaran kertas rokok yang basah (wet cigarette
paper), yang dapat lepas dengan adanya trauma, memperlihatkan dermis
kemerahan dan berdarah, yang disebut sebagai scalding. Pasien-pasien
seperti ini harus ditangani dengan sangat hati-hati. Bula yang tegang
biasanya terlihat hanya pada permukaan palmoplantar dimana epidermis
lebih luas sehinggga lebih tahan terhadap trauma ringan 51.
120
121
a.
SJS
b.
SJS-TEN overlap
: 10-30% BSA
c.
TEN
: >30% BSA
122
EM
harus
ada
typical
target
lesion,
sedangkan
SJS
SJS/TEN. Faktor ekstrinsik seperti jarak dari onset pemberian obat dengan
onset timbulnya SJS/TEN juga harus ddiperhatikan. SJS dan TEN biasanya
terjadi dalam 7-21 hari setelah pemberian obat pertama kali, namun dapat
pula terjadi dalam 2 hari dalam kasus re-exposure obat yang sebelumnya
pernah memicu SJS/TEN. Pada umumnya, pengobatan untuk pasien dengan
SJS atau TEN harus dibatasi hingga batas minimum, penggunaan obat
substitusi yang sesuai dan lebih dipilih obat-obatan dengan waktu paruh
singkat52 .
6). Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari SJS dan TEN yaitu EM, SSSS, AGEP dan
generalized fixed drug eruption. Pemfigus paraneoplastik, drug-induced
linear IgA bullous dermatosis (LABD), penyakit Kawasaki, lupus
eritematosus, dan eritema toksik akibat kemoterapi juga dapat dipikirkan
sebagai diagnosis banding tergantung dari keadaan klinisnya 43
Untuk menegakkan diagnosis EM harus ada typical target lesion,
sedangkan SJS dipertimbangkan sebagai diagnosis bila lesi targetnya
atipikal. Pada beberapa pasien lesi macular dapat mempunyai bagian tengah
agak kehitaman hingga memiliki gambaran target-like appearance. Lesi ini
harus dibedakan dengan typical target lesion yang mempunyai tiga lingkaran
konsentris yang khas dan dengan atypical target lesion yang papular pada
EM53
SSSS biasanya terjadi pada anak-anak dan neonates, namun dapat pula
terjadi
pada
dewasa
yang
menderita
gagal
ginjal
dan
pasien
utama
kematian.
Komplikasi
meliputi
hipovolemia,
punggung dan area yang terkena tekanan kasur harus ditutup dengan
Vaseline gauze sampai terjadi reepitelisasi. Untuk wajah, krusta serosa dapat
dibersihkan tiap harinya dengan menggunakan NaCl steril. Antibiotik topikal
(co: mupirocin) diberikan di sekitar orificium seperti telinga, hidung dan
mulut. Penutup dari silicon dapat digunakan untuk menutup area yang erosi.
Silicone dressing tidak perlu diganti dan dapat dibiarkan meenutup sampai
terjadi reepitelisasi lesi, namun permukaannya tetap harus dibersihkan setiap
hari dengan NaCl steril. Pilihan lainnya adalah menempatkan penutup yang
tidak melekay (non-adherent dressing) misalnya Exu-Dry di atas kulit pasien
dan di atas tempat tidur48,49.
Untuk mata, disarankan untuk dilakukan pemeriksaan berkala oleh
ophthalmolog. Kelopak mata hdibersihkan setiap hari dengan NaCl steril
serta pemakaian antibiotik topikal khusus untuk mata pada kelopak mata
pasien. Tetes mata antibiotic juga perlu diberikan untuk mencegah kolonisasi
bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya jaringan parut. Lubang hidung
juga harus diberihkan setiap hari dengan cotton bud steril yang dibasahi NaCl
steril dan setelahnya dibeikan antibiotik topikal. Mulut harus dibersihkan
juga beberapa kali sehari dengan spuit berisi NaCl steril. Pada regio
anogenital dan interdigital, perawatan kulit dilakukan setiap hari dengan
mengoleskan silver nitrate solution (0.5%) pada kasus dengan maserasi atau
hanya NaCl steril bila tidak ada maserasi 1. Sumber lain menyatakan
pengobatan topikal untuk daerah erosi dan ekskoriasi dapat diperikan krim
sulfodiazin-perak (Dermazin, Silvadene) yang berfungsi sebagai astringen
dan mencegah infeksi bakteri47.
Hingga kini, belum ada terapi spesifik yang benar-benar efektif baik
untuk SJS maupun TEN. Pada umumnya, terapi untuk pasien SJS berat sama
dengan terapi untuk TEN, sementara untuk pasien SJS dengan gejala ringan
127
dengan
antibiotik
pencetus.
Obat
pilihan
antara
lain
129
130
Points
percent
Serum urea level > 10 mmol/L
mmol/L
Serum glucose level > 14 mmol/L
SCORTEN
0-1
3.2
12.1
35.8
58.3
>5
90
131
Angka kematian terjadi pada 1 dari 3 pasien dengan TEN dan paling
sering disebabkan oleh infeksi (S. aureus dan Pseudomonas aeruginosa).
Kehilangan
cairan
transepidermal
yang
berat
dikaitkan
dengan
namun
tidak
untuk
menetapkan
diagnosis.
Pemeriksaan
laboaratorium dapat berupa hitung jumlah leukosit dan hitung jenis sel,
serta penghitungan serum IgE total dan IgE spesifik.6
Tes Kulit. Tes kulit berupa skin prick test (tes tusuk) dan patch test (tes
tempel) hanya dilakukan terhadap alergen atau alergen lain yang dicurigai
menjadi penyebab keluhan pasien.20
Tes Provokasi. Adalah tes alergi dengan cara memberikan alergen secara
langsung kepada pasien sehingga timbul gejala. Tes ini hanya dilakukan
jika terdapat kesulitan diagnosis dan ketidakcocokan antara gambaran
klinis dengan tes lainnya. Tes provokasi dapat berupa tes provokasi nasal
dan tes provokasi bronkial.5
133
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Alergi merupakan reaksi imunitas tubuh yang menjadi reaksi pertahanan
tubuh terhadap benda atau zat yang dianggap asing oleh tubuh. Secara umum
penyakit alergi di golongkan dalam beberapa golongan, yaitu dermatitis kontak
alergi, alergi atopik, alergi obat. Pada referat ini dibahas dermatitis karena alergi dan
dibandingkan dengan kontak iritan dan kedua dermatitis ini disebabkan oleh karena
etiopatogenesis yang berbeda. Dan pada dermatitis atopik merupakan reaksi alergi
tipe cepat dan berbeda dengan dermatitis kontak alergi yang merupakan tipe lambat.
Dan beberapa sindroma yang disebabkan alergi terhadap obat-obatan dan disebut
dengan drug erupsi serta kelainan kulit yang disebabkan oleh karena alergi makanan,
semuanya harus ditangani dengan tepat dan sesuai karena jenis penyakit kulit ini
berbeda penangananya sesuai dengan penyakit pada kulit.
Penanganan terhadap penyakit alergi kulit lebih diutamakan kepada
menghindari penyebab atau alergen yang sudah diketahui dapat menimbulkan reaksi
alergi. Beberapa memiliki prognosis yang baik dan sembuh total dan juga ada yang
meninggalkan gejala sisa atau sequele seperti pada NET, penyakit ini jarang yang
dapat sembuh total tetapi hanya dapat dijaga untuk menjauhi pencetusnya dan sering
terjadi eksaserbasi.
Diharapkan pada referat ini dapat menjadi bahan bacaan untuk pembaca dan
penyakit allergi kulit merupakan kelompok penyakit kulit yang banyak terjadi di
Indonesia diharapkan ilmu dan penelitian dibidan alergi kulit ini terus berjalan dan
berkembang .
Penulis memohon maaf atas banyak kekurangan yang terdapat di laporan ini
134
DAFTAR PUSTAKA
136
Bagian/SMF
Ilmu
Kesehatan
Anak
FK-Unair/RSU
Dr.
Soetomo
137
Dermatology: An Illustrated
Colour Text. 3rd ed. London: Churchill Livingstone; 2003. Hal 72-8.
35. Grattan CE, Black AK. Urticaria and angioedema. In: Bolognia JL, Jorizzo
JL, Rapini RP, editors. Dermatology. 2nd ed. New York: Mosby Elsevier;
2008. Hal: 221-233
36. Hamzah M. Eritema multiforme. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: FKUI; 2005. Hal 162.
37. Mallory SB, Bree A, Chern P. Hypersensitivity disorders/unclassified
disorders.
Management. 1st ed. London: Taylor & Francis; 2005. Hal 179-80.
38. Djuanda A. Vaskulitis kutis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: FKUI; 2005. Hal 337-8.
39. Brehmer
E,
Andersson.
Acute
allergic
urticaria/angioedema.
139