Anda di halaman 1dari 10

ENERGI HOMO LUMO DAN REAKTIVITAS SENYAWA

I.

Tujuan
1. Mampu menghitung energi HOMO LUMO dari senyawa turunan fenol
dengan melihat reaktivitas dan kestabilan suatu senyawa terhadap jarak
HOMO LUMO.
2. Mengetahui hubungan antara energi HOMO LUMO dengan reaktivitas
suatu senyawa.

II. Dasar Teori


HOMO-LUMO ("penuh-kosong") Orbital Interaksi. Suatu prinsip
dasar: semua langkah dari semua mekanisme reaksi heterolytic baik Bronsted
atau Lewis reaksi asam-basa mereka melibatkan baik transfer proton
(Bronsted), atau pasangan tidak dibagi/interaksi orbital kosong (Lewis). ketika
orbital atom berinteraksi dianggap, reaksi Bronsted dapat dilihat hanya kasus
khusus dari Lewis, dimana orbital kosong adalah orbital antibonding ikatan
HX. Singkatnya semua reaksi heterolytic hanya merupakan contoh interaksi
antara orbital atom atau molekul diisi dan orbital atom atau molekul kosong
yaitu, Lewis reaksi asam basa. Ketika kita berhadapan dengan berinteraksi
orbital molekul, dua yang berinteraksi umumnya :

Highest energi occupied molecular orbital (HOMO) dari satu molekul


Lowest energi unoccupied molecular orbital (LUMO) dari molekul lainnya.
Orbital-orbital adalah pasangan yang berbaring paling dekat di energi dari
setiap sepasang orbital dalam dua molekul, yang memungkinkan

mereka.berinteraksi paling kuat.


Orbital-orbital kadang-kadang disebut orbital perbatasan, karena untuk
mereka berbohong pada batas terluar dari elektron dari molekul
(Tos s e l l , 1 9 8 6 ) .
Berikut adalah interaksi yang penuh-kosong digambar ulang sebagai interaksi
HOMO-LUMO

Endhayanti Oktovia Hermanto

Page 1

Interaksi antara sebuah orbital kosong dan sebuah pasangan elektron


terjadi secara efektif antara sebuah HOMO dari suatu spesies dan sebuah
LUMO dari spesies yang lain. Hal ini dinyatakan sebagai prinsip HOMOLUMO dan interaksi antara sebuah HOMO dan sebuah LUMO disebut sebagai
interaksi HOMO-LUMO. Perbandingan yang dilakukan terhadap interaksi
HOMO-LUMO pada berbagai senyawa mengindikasikan bahwa HOMO yang
lebih tinggi dan LUMO yang lebih rendah memberikan pemisahan energi yang
lebih kecil untuk menjadi sebuah kombinasi penerima elektron dan pemberi
elektron untuk transfer muatan atau transfer elektron (Siswandono dan
Soekardjo, 2008).
Kecenderungannya dapat diringkas sebagai berikut:

Pemberian elektron pada spesies yang lain paling mudah terjadi pada

HOMO.
Penerimaan elektron dari spesies yang lain paling mudah terjadi pada

LUMO.
HOMO yang lebih tinggi (energi ionisasi yang lebih kecil) memberikan
kemampuan yang lebih kuat untuk memberikan elektron pada spesies yang

lain.
LUMO yang lebih rendah (afinitas elektron yang lebih besar) memberikan
kemampuan yang lebih kuat untuk menerima elektron dari spesies yang lain.

Endhayanti Oktovia Hermanto

Page 2

LUMO yang lebih tinggi dan HOMO yang lebih rendah akan
memberikankemampuan yang lebih rendah pada kemampuan untuk
menerima atau memberikan elektron.
Bilangan okupasi elektron dalam sebuah orbital elektron yang tidak

berpasangan adalah tertentu yaitu setengah dari bilangan okupasi maksimum


elektron dan dengan demikian jenis orbital ini disebut sebagai orbital molekul
yang ditempati secara tunggal (Singly-occupied molecular orbital-SOMO).
Kereaktifan yang khusus darri orbital elektron yang tidak berpasangan
(SOMO) dengan jenis konfigurasi elektron biasa disamping prinsip HOMO
LUMO dan prinsip interaksi transfer muatan memberikan indikasi bahwa
peranan kunci dalam reaksi kimia dimainkan oleh HOMO, LUMO dan SOMO.
Ketiga jenis orbital ini disebut sebagai orbital terdepan (frontier orbital) dan
teori yang mencatat peranan dari orbital-orbital ini disebut sebagai teori orbital
terdepan.
Dengan metode komputasi, perhitungan energi akan dapat ditentukan,
terutama dalam penentuan energi HOMO (Highest Occupied Molecular Orbitals)
dan energi LUMO (Lowest Unoccupied Molecular Orbitals), sehingga celah
energi di dapat dirumuskan selisih antara energi LUMO (ELUMO) dengan
energi HOMO (EHOMO) (Dwi Pranowo, 2002).
Yang penting adalah orbital molekul yang paling tertinggi (energi)
orbital molekul ditempati (HOMO)

dan terendah (energi) orbital molekul

ditempai (LUMO). Ini adalah orbital yang paling mungkin terlibat


dalam reaksi kimia.Untuk alasan ini, orbital molekul pada umumnya dirujuk
dari orbital HOMO atau L U M O . S a t u keuntungan jelas teori orbital atom
atas teori ikatan valensi adalah bahwa elektrondapat terdelokalisasi.
Berarti bahwa elektron dalam orbital atom tidak terbatas pada ruang
antara dua atom. Salah satu cara berpikir tentang delokalisasi adalah bahwa
hal itu mirip dengan resonansi energi dari teori ikatan valensi.
(Moffett, 2007).

Endhayanti Oktovia Hermanto

Page 3

III.

Hasil Pengamatan
a. Berikut merupakan struktur kimia dan model tiga dimensi dari derivat
fenol.

Substituen

Struktur Kimia

Model 3D

HO

H
phenol

HO

4-Me
4-methylphenol

OH

4-C2H5
4-ethylphenol

OH

4-C3H7
4-propylphenol

Endhayanti Oktovia Hermanto

Page 4

OH

4-C4H9
4-butylphenol

4-C5H11

HO

4-pentylphenol
OH

4-C7H15
4-heptylphenol
OH

4-C8H17
4-octylphenol

4-C9H19
HO

4-nonylphenol

OH

4-C(CH3)3
4-isobutylphenol

Endhayanti Oktovia Hermanto

Page 5

HO

OH

4-OH
4-hydroxylphenol

OH

4-OCH3
4-methoxylphenol
O
OH

4-CHO
4-hydroxybenzaldehyde

OH

4-CN
4-hydroxybenzonitrile

b. Tabel HOMO LUMO :


Senyaw

Substituen

E HOMO

E LUMO

E LUMO - E

(X)

(eV)

(eV)

HOMO

-9,490

0,05

9,540

4-Me

-9,404

-0,012

9,392

4-C2H5

-9,449

-0,021

9,428

4-C3H7

-9,400

-0,004

9,396

4-C4H9

-9,348

0,033

9,381

4-C5H11

-9,440

-0,008

9,432

4-C8H17

-9,445

-0,008

9,437

4-C9H19

-9,349

0,033

9,382

Endhayanti Oktovia Hermanto

Page 6

10

4-C(CH3)3

-9,437

0,001

9,438

11

4-OH

-9,207

-0,002

9,205

12

4-OCH3

-9,432

-0,147

9,285

13

4-CHO

-9,633

-0,542

9,091

14

4-CN

-9,859

-0,469

9,39

c. GAP tertinggi hingga terendah :


Senyaw

Substituen

E HOMO

E LUMO

GAP

(X)

(eV)

(eV)

E LUMO - EHOMO

1.

-9,490

0,05

9,540

2.

4-C(CH3)3

-9,437

0,001

9,438

3.

4-C8H17

-9,445

-0,008

9,437

4.

4-C5H11

-9,440

-0,008

9,432

5.

4-C2H5

-9,449

-0,021

9,428

6.

4-C3H7

-9,400

-0,004

9,396

7.

4-Me

-9,404

-0,012

9,392

8.

4-CN

-9,859

-0,469

9,390

9.

4-C9H19

-9,349

0,033

9,382

10.

4-C4H9

-9,348

0,033

9,381

11.

4-OCH3

-9,432

-0,147

9,285

12.

4-OH

-9,207

-0,002

9,205

13.

4-CHO

-9,633

-0,542

9,091

Endhayanti Oktovia Hermanto

Page 7

IV.

Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan mengenai energi HOMO - LUMO
serta reaktivitas senyawanya, yang bertujuan dapat menghitung salah satu
parameter elektronik HOMO - LUMO dari senyawa turunan fenol dan dapat
mengetahui hubungan energi HOMO - LUMO dengan reaktivitas
senyawanya. HOMO - LUMO merupakan pasangan orbital yang memiliki
energi paling berdekatan dari kedua molekul yang berikatan paling
membangkitkan keduanya berinteraksi. Diantara orbital molekul terisi
HOMO dan molekul tidak terisi LUMO terdapat grandgap yaitu selisih
HOMO dan LUMO.
Pada prinsip HOMO-LUMO adalah interaksi antara sebuah orbital
kosong dan sebuah pasangan elektron terjadi secara efektif antara sebuah
HOMO dari suatu spesies dan sebuah LUMO dari spesies lain. Perbandingan
yang dilakukan terhadap interaksi HOMO-LUMO pada berbagai senyawa
mengindikasikan bahwa HOMO yang lebih tinggi dan LUMO yang lebih
rendah memberikan pemisahan energi yang lebih kecil untuk menjadi sebuah
kombinasi penerima elektron dan pemberi elektron untuk transfer muatan
atau transfer elektron.
Dari parktikum diperoleh hasil dari perhitungan dengan senyawa
turunan fenol. Nilai tertinggi HOMO ke nilai terendah HOMO, pada senyawa
4-OH dan nilai terendah pada senyawa 4-CN.Dalam hal ini senyawa HOMO
lebih memungkinkan sebagai donor elektron dan pendorong elektron, karena
HOMO yang lebih tinggi memiliki energi ionisasi yang lebih kecil sehingga
memberikan kemampuan yang lebih kuat untuk memberi elektron pada
spesies yang lain.
Berdasarkan hal tersebut pada tabel, maka dapat disimpulkan selisih
energi yang orbital HOMO - LUMO memudahkan menggambarkan suatu
sistem berlaku untuk mengalami keadaan elektronik yang lebih tinggi. Selisih

Endhayanti Oktovia Hermanto

Page 8

energi orbital HOMO - LUMO yang lebih rendah menggambarkan suatu


sistem berada di sistem elektron yang tinggi.
Sedangkan LUMO terendah memiliki afinitas yang lebih besar,
sehingga memberikan kemampuan yang lebih kuat untuk menerima elektron
dari spesies lain. Selanjutnya untuk nilai gap diperoleh nilai terendah pada
senyawa 4-CHO dengan nilai 9,091 dan nilai tertinggi pada senyawa H
dengan nilai sebesar 9,540.
Senyawa yang memiliki nilai GAP tertinggi hingga terendah adalah
hidroksi fenol, 4-isobutil fenol, 4-nonil fenol, 4-pentil fenol, 4-propil fenol, 4metanol fenol, 4-hidroksibenzonitril, 4-nonil fenol, 4-butil fenol, 4-metoksi
fenol, 4-hidroksi fenol dan 4-hidroksilbenzaldehid.
Dalam hal ini semakin kecil gap atau jarak antara HOMO dan LUMO
maka akan semakin mudah elektron akan tereksitasi. Sehingga akan lebih
reaktif pula interaksinya. Perbandingan interaksi HOMO LUMO pada
berbagai senyawa mengindikasikan bahwa HOMO yang lebih tinggi dan
LUMO yang lebih rendah memberikan pemisahan energi yang lebih kecil
untuk menjadi sebuah kombinasi. Penerima elektron dan pemberi elektron
untuk transfer muatan/elektron. Jadi senyawa 4-CHO yang memiliki gap
terkecil yang lebih mudah terjadinya transfer elektron atau tereksitasi
elektron.

V. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Senyawa yang memiliki nilai GAP tertinggi hingga terendah adalah
hidroksi fenol, 4-isobutil fenol, 4-nonil fenol, 4-pentil fenol, 4-propil
fenol, 4-metanol fenol, 4-hidroksibenzonitril, 4-nonil fenol, 4-butil fenol,
4-metoksi fenol, 4-hidroksi fenol dan 4-hidroksilbenzaldehid.
Endhayanti Oktovia Hermanto

Page 9

2. HOMO yang lebih tinggi memiliki energi ionisasi yang lebih kecil
sehingga memberikan kemampuan yang lebih kuat untuk memberi
elektron pada spesies yang lain. Sedangkan LUMO terendah memiliki
afinitas yang lebih besar, sehingga memberikan kemampuan yang lebih
kuat untuk menerima elektron dari spesies lain.
VI.

Daftar Pustaka
1. Dwi Pranowo, Harno. 2002. Pengantar Kimia Komputasi Austrian Indonesian Centre for Computational Chemistry (AIC). Yogyakarta : Kimia
FMIPA UGM.
2. Moffett, T., M. 2007. Molecular Orbital Theory. Platsburgh USA :
SUNY Plattsburgh.
3. Siswandono dan Soekardjo. 2008. Kimia Medisinal. Surabaya : Airlangga
University Press.
4. Tos s e l l , J . A . 1 9 8 6 . Quantum Mechanics.Maryland USA: University
of Maryland.

Endhayanti Oktovia Hermanto

Page 10

Anda mungkin juga menyukai