KIMIA MEDISINAL
HUBUNGAN STRUKTUR, KELARUTAN DAN
AKTIVITAS BIOLOGIS OBAT
DISUSUN OLEH :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Rifani Damacena
Sofiah Atika
Ade Vinska Rahmawati
Adibatul Fitriyah
Adiyat Anjas Firshada
Aulia Nurwidyawati
Belinda Puteri Arsita
Beta Sukmawati
Annisya Noor Nikmah
(1041211151)
(1041311146)
(1041411001)
(1041411002)
(1041411004)
(1041411030)
(1041411036)
(1041411038)
(1041511016)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin
masih banyak
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
I.
LATAR BELAKANG................................................................................. 1
II. TUJUAN................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 2
I.
II.
III.
PRINSIP FERGUSON...........................................................................9
iii
BAB I
PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG
Sifat fisika kimia partikel-partikel obat memiliki pengaruh yang sangat
besar dalam kinetika pelarutan. Secara umum pelarutan obat dalam media berair
memiliki peran yang penting sebelum diabsorpsi dalam suatu sistem biologi. Obat
harus berada dalam bentuk terlarut pada saluran cerna agar dapat diabsorpsi
dengan baik oleh tubuh.
Parameter kelarutan suatu obat memiliki korelasi terhadap kecepatan
absorpsi membran dalam sistem biologis. Kelarutan suatu senyawa obat bergantung
pada struktur senyawa obat tersebut dan struktur media. Suatu senyawa obat harus
mampu menembus membran biologis dan mencapai jaringan target dalam jumlah
yang cukup untuk dapat memberikan aktivitas. Parameter sifat fisika kimia yang
paling
berperan
dalam
proses
Parameter sifat lipofilik yang sering digunakan dalam hubungan kuantitatif struktur
aktivitas salah satunya adalah logaritma koefisien partisi.
Koefisien partisi (log P) merupakan salah satu sifat fisika kimia yang penting
dalam menggambarkan aktivitas biologis suatu senyawa. Koefisien partisi dapat
digunakan untuk menunjukkan kemampuan suatu molekul dalam menembus
membran biologis yang bersifat seperti halnya lapisan lemak . Koefisien partisi
digunakan dalam persamaan matematika yang mencoba menghubungkan aktivitas
biologis suatu obat dengan karakteristik fisika dan kimianya.
II. TUJUAN
1. Untuk mengetahui hubungan antara struktur, kelarutan dan aktivitas biologis
obat
2. Untuk mengetahui pengaruh kelarutan dan koefisien partisi terhadap aktivitas
biologis obat
1
BAB II
PEMBAHASAN
Gugus
-OSO2ONa, -COONa, -SO2Na, -OSO2H
-OH, SH, -O-, =C=O, -CHO, -NO2, -NH2, -NHR,
menurun)
-OS2O2H
tak -CCH, -CH=CH2
jenuh
Lipofilik
Gambar 2. Hubungan koefisien partisi lemak/air (P) terhadap absorpsi bentuk tak
terionisasi beberapa obat turunan barbiturat
3
Pada Tabel 2 terlihat bahwa semakin meningkat sifat kelarutan dalam kloroform
dari turunan isatin--tiosemikarbason makin meningkat aktivitas antivirusnya, oleh
karena makin besar kelarutan dalam lemak makin mudah senyawa menembus membran
sel virus.
4
5
3
1
7
H
N N C NH2
S
N
H
Struktur Umum
Substituen (R)
7-COOH
5-OCH3
0,03
4-CH3
3,4
4-Cl
10
8,6
6-F
16
39,8
7-Cl
29
85
Tidak tersusbtitusi 32
100
Tabel 2. Hubungan sifat kelarutan dalam lemak dan aktivitas antivirus turunan isatin-tiosemikarbason
I.
Gambar 3. Hubungan kelarutan dan aktivitas anti bakteri n-alkohol primer terhadap
kuman Bacillus typhosus (A) dan Staphylococcus aureus (B). C adalah garis
kejenuhan.
Gambar 4. Hubungan jumlah atom C dengan aktivitas antibakteri seri homolog nalifatis alkohol
Dari grafik pada diatas terlihat adanya garis kejenuhan (C). senyawa di
bawah garis kejenuhan menunjukkan bahwa pada kadar tersebut larutan jenuhnya
dapat menimbulkan efek antibakteri, sedang di atas garis kejenuhan senyawa tidak
mempunyai kelarutan yang cukup untuk memberikan efek bakterisid.
Titik potong antara garis aktivitas senyawa seri homolog dan garis
kejenuhan tergantung pula pada daya tahan bakteri. Bakteri yang lebih kebal
(resisten) memerlukan kadar senyawa yang lebih tinggi untuk membunuhnya,
sehingga titik potong terjadi lebih awal.
Contoh seri homolog :
1.
Seri homolog n-alkohol
Seri homolog n-alifatik alkohol primer, pada jumlah atom C1-C7menunjukkan
aktivitas antibakteri terhadap Bacillus thyposus yang semakin meningkat dan
mencapai maksimum pada jumlah atom C = 8 (oktanol). Hal ini disebabkan makin
panjang rantai atom C, makin bertambah bagian molekul yang bersifat non polar,
koefisien partisi lemak/air meningkat, penembusan senyawa ke dalam membran
bakteri meningkat, sehingga aktivitas antibakteri juga meningkat, sampai tercapai
aktivitas maksimum.
Pada jumlah atom C lebih besar 8, aktivitas menurun secara drastis. Hal ini
disebabkan senyawa mempunyai kelarutan dalam air sangat kecil, yang berati
senyawa praktis tidak larut dalam cairan luar sel, sedang kelarutan senyawa dalam
cairan luar selberhubungan dengan proses transpor obat ke tempat aksi atau reseptor.
Terhadap Staphylococcus aureus aktivitas mencapai maksimum pada jumlah atom C
= 5 (amilalkohol).
Rantai alkohol yang bercabang, seperti alkohol sekunder dan tersier, mempunyai
kelarutan dalam air lebih besar, nilai koefisien partisi lemak/air lebih rendah
dibanding alkohol primer sehingga aktivitas antibakterinya lebih kecil. Contoh :
aktivitas n-heksanol 2 kali lebih besar dibanding heksanol tersier.
Adanya ikatan rangkap dapat meningkatkan kelarutan dalam airdan menurunkan
aktivitas antibakteri. Alkohol dengan berat molekul besar, seperti setilalkohol,
praktis tidak larut dalam air sehingga tidak berkhasiat sebagai antibakteri.
2.
Seri homolog 4-n-alkilresorsinol
Aktivitas
antibakteriseri
homolog
4-nalkilresorsinol
terhadap Bacillus
3.
Koefisien Partisi
Koefisien
Fenol
terhadapStaphylococcus
aureus
Metil
1,2
2,6
Etil
3,4
7,1
n-Propil
13
15
Isopropil
7,3
13
Alil
7,6
12
n-Butil
17
37
Benzil
119
83
Dari Tabel 3 terlihat bahwa turunan isopropil dan alil mempunyai koefisien
fenol yang lebih rendah dibanding turunan n-propil, karena adanya percabangan dan
ikatan rangkap akan menurunkan nilai koefisien partisi lemak/air, penembusan
membran bakteri jadi menurun, sehingga aktivitas antibakterinya juga menurun.
Juga terlihat bahwa makin besar nilai koefisien partisi lemak/air, makin meningkat
aktivitas antibakteri senyawa, dan belum mencapai keadaan optimum.
II.
hipnotik
dan
anestesi,
obat-obat
Mereka
penekan
memberikan
sistem
tiga
saraf
pusat
postulat
yang
berhubungan dengan efek anestesi suatu senyawa, yang dikenal dengan teori lemak,
sebagai berikut :
8
a. Senyawa kimia yang reaktif dan mudah larut dalam lemak, seperti eter,
hidrokarbon dan hidrokarbon terhalogenasi, dapat memberikan efek narkosis
pada jaringan hidup sesuai dengan kemampuannya untuk terdistribusi ke dalam
jaringan sel.
b. Efek terlihat jelas terutama pada sel-sel yang banyak mengandung lemak,
seperti sel saraf.
c. Efisiensi anestesi atau hipnotik tergantung pada koefisien partisi lemak/air atau
distribusi senyawa dalam fasa lemak dan fasa air jaringan.
Dari postulat di atas disimpulkan bahwa ada hubungan antara aktivitas
anestesi dengan koefisien partisi lemak/air. Teori lemak hanya mengemukakan
afinitas suatu senyawa terhadpa tempat aksi saja dan tidak menunjukkan bagaimana
mekanisme kerja biologisnya dan juga tidak dapat menjelaskan mengapa suatu
senyawa yang mempunyai koefisien partisi lemak/air tidak terlalu dapat
menimbulkan efek anestesi.
Teori anestesi di atas kemudian dilengkapi dengan teori-teori anestesi
sistemik lain, yang berdasarkan sifat fisik yang lain yairu ukuran molekul
(teoriWulf-Featherstone) dan pembentukan mikrokristal (teori Pauling).
III.
PRINSIP FERGUSON
Banyak senyawa kimia dengan struktur berbeda tetapi mempunyai sifat fisik
sama, seperti ester, kloroform dan nitrogen oksida, dapat menimbulkan efek narkosis
atau anestesi sistemik. Hal ini menunjukkan bahwa sifat fisik lebih berperan
dibanding sifat kimia.
Dari percobaan diketahui bahwa efek anestesi cepat terjadi dan
dipertahankan pada tingkat yang sama asalkan ada cadangan obat dalam cairan
tubuh. Bila cadangan tersebut habis maka efek anestesi segera berakhir. Hal tersebut
menunjukkan bahwa ada keseimbangan kadar obat pada fasa eksternal atau cairan
luar sel dan biofasa, yaitu fasa pada tempat aksi obat dalam organisme. Pada banyak
senyawa seri homolog aktivitas akan meningkat sesuai dengan kenaikan jumlah
atom C.
10
11
Kadar
molar
yang
menyebabkan
Aktivitas
termodinamik
1.
Etiluretan
0,65
0,117
2.
Feniluretan
0,003
0,20
3.
Propionitril
0,48
0,24
4.
Valeronitril
0,08
0,36
5.
Vanilin
0,011
0,0002
Senyawa berstruktur tidak spesifik adalah senyawa dengan strutkur kimia bervariasi,
tidak berinteraksi dengan reseptor spesifik, dan aktivitas biologisnya tidak secara
langsung dipengaruhi oleh struktur kimia tetapi lebih dipengaruhi oleh sifat-sifat
kimia fisika, seperti derajat ionisasi, kelarutan, aktivitas termodinamik, tegangan
permukaan dan redoks potensial. Terlihat bahwa efek biologis terjadi karena
akumulasi obat pada daerah yang penting dari sel sehingga menyebabkan
ketidakteraturan rantai proses metabolisme.
Senyawa berstruktur tidak spesifik menunjukkan aktivitas fisik dengan karakteristik
sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
sama.
Pengukuran aktivitas termodinamik pada fasa eksternal juga mencerminkan
f.
Obat anestesi sistemik yang berupa gas atau uap, seperti etil klorida, asetilen,
nitrogen oksida, eter dan kloroform. Kadar isoanestesi bervariasi antara 0,05-
b.
Nama
uap
Gas/Uap
mm.
(Ps)
Kadar
Anestesi
P parsial (Pt)
(%
(a) (Pt/Ps)
mm.
vol)
Nitrogen
oksida
Etilen
Asetilen
Etil klorida
Etil eter
Vinil
klorida
Etil
59.300
100
760
0,01
49.500
80
610
0,01
51.700
65
495
0,01
1.780
38
0,02
830
38
0,05
760
30
0,01
725
1,9
14
0,02
324
0,5
0,01
13
bromida
Kloroform
Tabel 5. Hubungan kadar isoanestesi beberapa obat anestesi, yang berupa uap atau
gas, dengan aktivitas termodinamik, pada manusia (pada suhu 37C)
Nama Obat
Kadar Bakterisid
Kelarutan
(St), molar
molar, 25C
(So)
(a) (St/So)
14
Timol
0,0022
0,0057
0,38
Oktanol
0,0034
0,004
0,88
o-Kresol
0,039
0,23
0,17
Fenol
0,097
0,90
0,11
Anilin
0,17
0,40
0,44
Sikloheksanol
0,18
0,38
0,47
Metilpropilketon
0,39
0,70
0,56
Metiletilketon
1,25
3,13
0,40
Butiraldehid
0,39
0,51
0,76
Propaldehid
1,08
2,88
0,37
Resorsinol
3,09
6,08
0,54
Aseton
3,89
0,40
Metanol
10,8
0,33
Dengan membandingkan nilai St dan So dari metanol dan oktanol dapat diketahui
bahwa obat yang aktivitasnya tinggi mempunyai kelarutan dalam air rendah atau
kelarutan dalam lemak besar.
2.
15
b.
c.
metabolik.
Menekan fungsi gen, yaitu dengan menghambat biosintesis asam nukleat atau
d.
sintesis protein.
Bekerja pada membran, yaitu dengan mengubah membran sel dan
mempengaruhi sistem transpor membran sel.
d.
e.
f.
g.
1.
Senyawa Kolinergik
16
2.
Turunan feniletilamin
3.
Perbedaan antara senyawa berstruktur spesifik dan non spesifik tidak cukup
dipandang dari satu atau dua perbedaan karakteristik senyawa tetapi harus dipandang
sifat atau karakteristik secara keseluruhan.
Sering pada obat tertentu tidak mempunyai struktur yang mirip tetapi menunjukkan
efek farmakologis yang sama, dan perubahan sedikit struktur tidak mempengaruhi
efek.
Sebagai contoh adalah obat diuretik yang mempunyai struktur kimia sangat
bervariasi, contoh turunan merkuri organik, turunan sulfamid, turunan tiazid, dan
spironolakton. Sedikit modifikasi struktur tidak mempengaruhi aktivitas diuretikdari
masing-masing turunan. Ini merupakan salah satu karakteristik dari senyawa
berstruktur tidak spesifik, padahal kenyataannya obat diuretik termasuk golongan
senyawa berstruktur spesifik. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa obat diuretik
17
18
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sifat kelarutan pada umumnya berhubungan dengan aktivitas biologis dari senyawa seri
homolog. Sifat kelarutan juga berhubungan erat dengan proses absorpsi obat. Hal ini
penting karena intensitas aktivitas biologis obat tergantung pada derajat absorpsinya.
19
DAFTAR PUSTAKA
Siswandono dan Soekardjo, Bambang. 2000. Kimia Medisinal Edisi Kedua Jilid I.
Surabaya: Airlangga University Press
20