Anda di halaman 1dari 7

Menyentuh Mushaf Al Quran bagi Orang yang Berhadats

Mushaf Terjemahan Hukum Memegang Mushaf Ketika Haid Menurut Salaf


KonsultasiSyariah Com Berhadats Memegang AlQuran Hukum Membaca Mushaf
Bagi Wanita Berhalangan Hukum Baca Quran Tanpa Mushaf Saat Junub
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita
Muhammad keluarga dan sahabatnya.
Pada kesempatan kali ini, ada suatu pembahasan menarik yang akan kami sajikan
mengenai hukum menyentuh mushaf Al Quran bagi orang yang berhadats seperti
dalam keadaan tidak suci, dalam keadaan junub, dalam keadaan haidh dan nifas.
Apakah orang-orang seperti ini diperkenankan untuk menyentuh mushaf? Tentu saja
kita harus kembali pada dalil untuk membicarakan hal ini. Semoga Allah
memudahkan kami untuk membahasnya.
Pendapat Ulama Madzhab
Dalam Al Mawsuah Al Fiqhiyah kitab Ensiklopedia Fiqih- disebutkan,
Orang yang berhadats (hadats besar atau hadats kecil) tidak boleh menyentuh
mushaf seluruh atau sebagiannya. Inilah pendapat para ulama empat madzhab.
Dalil dari hal ini adalah frman Allah Taala,

Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan (QS. Al Waqiah: 79)
Begitu pula sabda Nabi alaihish sholaatu was salaam,


Tidak boleh menyentuh Al Quran kecuali engkau dalam keadaan suci.[1]
Bagaimana dengan membaca Al Quran? Para ulama empat madzhab sepakat
bolehnya membaca Al Quran bagi orang yang berhadats baik hadats besar maupun
kecil selama tidak menyentuhnya.[2]
Yang dimaksud menyentuh mushaf menurut mayoritas ulama adalah
menyentuhnya dengan bagian dalam telapak tangan maupun bagian tubuh lainnya.
[3]
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa menyentuh mushaf Al Quran tidak
dibolehkan oleh para ulama madzhab.
Menyentuh Mushaf bagi Orang yang Berhadat Besar dan Kecil
Larangan menyentuh mushaf di sini berlaku bagi orang yang berhadats besar
seperti wanita yang sedang haidh, nifas dan orang yang junub. Mengenai larangan
1

menyentuh mushaf bagi yang berhadats besar terdapat riwayat dari Ibnu Umar
radhiyallahu anhuma, Al Qosim bin Muhammad, Al Hasan Al Bahsri, Atho, dan Asy
Syabi. Bahkan sampai-sampai Ibnu Qudamah mengatakan, Kami tidak mengetahui
ada yang menyelisihi pendapat ini kecuali Daud (salah satu ulama Zhohiriyah).[4]
Begitu pula larangan menyentuh mushaf di sini berlaku bagi orang yang berhadats
kecil seperti orang yang sehabis kentut atau kencing dan belum bersuci. Inilah
mayoritas pendapat pakar fqih. Bahkan Ibnu Qudamah sampai-sampai
mengatakan, Aku tidak mengetahui ada ulama yang menyelisihi pendapat ini
kecuali Daud Azh Zhohiri.
Al Qurthubi mengatakan bahwa ada
menyentuh mushaf tanpa berwudhu.

sebagian

ulama

yang

membolehkan

Al Qolyubi, salah seorang ulama Syafiyah mengatakan, Ibnu Sholah menceritakan


ada pendapat yang aneh dalam masalah ini yang menyebutkan tidak terlarang
menyentuh mushaf sama sekali (meskipun keadaan hadats kecil maupun hadats
besar)[5]
Orang yang berhadats di sini diperbolehkan menyentuh Al Quran setelah mereka
bersuci, untuk hadats besar dengan mandi wajib sedangkan hadats kecil dengan
berwudhu.
Menyentuh Mushaf Al Quran dengan Pembatas Ketika Berhadats
Tentang menyentuh mushaf Al Quran dengan pembatas ketika berhadats, maka
terdapat perselisihan di antara para ulama. Ada ulama yang membolehkan dan ada
yang tidak.
Namun yang tepat dalam masalah ini adalah dibolehkan menyentuh mushaf dalam
keadaan berhadats dengan menggunakan pembatas selama pembatas tersebut
bukan bagian dari mushaf (artinya: tidak dibeli beserta mushaf seperti sampul).
Seperti yang digunakan sebagai pembatas di sini adalah sarung tangan. Karena
larangan yang dimaksud adalah larangan menyentuh mushaf secara langsung.
Sedangkan jika menggunakan pembatas, maka yang disentuh adalah pembatasnya
dan bukan mushafnya. Demikian pendapat yang dipilih oleh ulama Hambali.[6]
Membawa Mushaf Al Quran Ketika Berhadats Tanpa Menyentuh
Misalnya, saja seorang yang dalam keadaan berhadats membawa mushaf Al Quran
di tasnya, tanpa menyentuhnya secara langsung. Apakah seperti ini dibolehkan?
Pendapat yang tepat dalam masalah ini adalah dibolehkan. Yaitu dibolehkan bagi
yang berhadats (seperti orang yang junub) untuk membawa mushaf tanpa
menyentuhnya secara langsung, dengan menggunakan pembatas yang bukan
bagian dari Al Quran. Karena seperti ini bukanlah disebut menyentuh. Sedangkan
larangan yang disebutkan dalam hadits adalah menyentuh mushaf dalam keadaan
2

tidak suci. Sedangkan di sini sama sekali tidak menyentuh. Inilah pendapat ulama
Hanafyah, ulama Hanabilah dan menjadi pendapat Al Hasan Al Bashri, Atho, Asy
Syabi, Al Qosim, Al Hakam dan Hammad.[7]
Yang Dibolehkan Menyentuh Mushaf Meskipun dalam Keadaan Berhadats
Pertama: Anak kecil.
Ulama Syafiyah mengatakan, Tidak terlarang bagi anak kecil yang sudah
tamyiz[8] untuk menyentuh mushaf walaupun dia dalam keadaan hadats besar. Dia
dibolehkan untuk menyentuh, membawa dan untuk mempelajarinya. Yaitu tidak
wajib melarang anak kecil semacam itu karena ia sangat butuh untuk mempelajari
Al Quran dan sangat sulit jika terus-terusan diperintahkan untuk bersuci. Namun ia
disunnahkan saja untuk bersuci.[9]
Kedua: Bagi guru dan murid yang butuh untuk mempelajari Al Quran.
Dibolehkan bagi wanita haidh yang ingin mempelajari atau mengajarkan Al Quran
di saat jam mengajar untuk menyentuh mushaf baik menyentuh seluruh mushaf
atau sebagiannya atau cuma satu lembaran yang tertulis Al Quran. Namun hal ini
tidak dibolehkan pada orang yang junub. Karena orang yang junub ia mudah untuk
menghilangkan hadatsnya dengan mandi sebagaimana ia mudah untukk berwudhu.
Beda halnya dengan wanita haidh, ia tidak bisa menghilangkan hadatsnya begitu
saja karena yang ia alami adalah ketetapan Allah. Demikian pendapat dari ulama
Malikiyah.
Akan tetapi yang jadi pegangan ulama Malikiyah, boleh bagi orang yang junub (lakilaki atau perempuan, kecil atau dewasa) untuk membawa Al Quran ketika mereka
hendak belajar karena keadaan yang sulit untuk bersuci ketika itu. Ia dibolehkan
untuk menelaah atau menghafal Al Quran ketika itu.[10]
Yang lebih tepat, untuk laki-laki yang junub karena ia mudah untuk menghilangkan
hadatsnya, maka lebih baik ia bersuci terlebih dulu, setelah itu ia mengkaji Al
Quran. Adapun untuk wanita haidh yang inginn mengkaji Al Quran, sikap yang
lebih hati-hati adalah ia menyentuh Al Quran dengan pembatas sebagaimana
diterangkan pada pembahasan yang telah lewat. Wallahu alam.
Menyentuh Kitab-kitab Tafsir dalam Keadaan Berhadats
Ulama Syafiyah berpendapat bahwa diharamkan menyentuh mushaf jika isinya
lebih banyak Al Quran daripada kajian tafsir, begitu pula jika isinya sama
banyaknya antara Al Quran dan kajian tafsir, menurut pendapat yang lebih kuat.
Sedangkan jika isinya lebih banyak kajian tafsir daripada Al Quran, maka
dibolehkan untuk menyentuhnya.[11]
An Nawawi rahimahullah dalam Al Majmu mengatakan, Jika kitab tafsir tersebut
lebih banyak kajian tafsirnya daripada ayat Al Quran sebagaimana umumnya kitab
3

tafsir semacam itu, maka di sini ada beberapa pendapat ulama. Namun yang lebih
tepat, kitab tafsir semacam itu tidak mengapa disentuh karena tidak disebut
mushaf.[12]
Menyentuh Kitab Fiqh dan Kitab Hadits dalam Keadaan Berhadats
Menyentuh kitab fqh dibolehkan dalam keadaan berhadats karena kitab tersebut
tidaklah disebut mushaf dan umumnya, isinya lebih banyak selain ayat Al Quran.
Demikian pendapat mayoritas ulama.[13]
Begitu pula dengan kitab hadits diperbolehkan untuk menyentuhnya walaupun
dalam keadaan berhadats. Demikian pendapat mayoritas ulama.[14]
Intinya, jika suatu kitab atau buku tidak disebut mushaf dan isinya lebih banyak
tulisan selain ayat Al Quran, maka tidak mengapa orang yang berhadats
menyentuhnya.
Menyentuh Al Quran Terjemahan dalam Keadaan Berhadats
Jika yang disentuh adalah terjemahan Al Quran dalam bahasa non Arab, maka itu
tidak disebut Al Quran. Namun kitab atau buku seperti ini disebut tafsir
sebagaimana ditegaskan oleh ulama Malikiyah. Oleh karena itu tidak mengapa
menyentuh Al Quran terjemahan seperti ini karena hukumnya sama dengan
menyentuh kitab tafsir.[15] Akan tetapi, jika isi Al Qurannya lebih banyak atau
sama banyaknya dari kajian terjemahan, maka seharusnya tidak disentuh dalam
keadaan berhadats sebagaimana keterangan yang telah lewat.
Menyentuh Sampul Mushaf dan Bagian Lainnya
Mayoritas ulama menyatakan bahwa termasuk yang terlarang ketika berhadats di
sini adalah menyentuh sampul mushaf yang bersambung langsung dengan mushaf,
halaman pinggirannya yang tidak ada tulisan ayat di sana, celah-celah ayat yang
tidak terdapat tulisan dan bagian lainnya dari mushaf secara keseluruhan. Karena
bagian-bagian tadi semuanya termasuk mushaf dan ikut serta ketika dibeli,
sehingga dikenai hukum yang sama.[16]
Ibnu Abidin mengatakan, Pendapat yang menyatakan tidak terlarang menyentuh
sampul mushaf ketika hadats lebih dekat pada qiyas (analogi). Sedangkan pendapat
yang menyatakan terlarang, alasannya adalah untuk mengagungkan mushaf Al
Quran. Pendapat yang menyatakan terlarang, itulah yang lebih tepat.[17]
[1] HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, beliau mengatakan bahwa sanad hadits
ini shahih.
[2] Lihat Al Mawsuah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 2/5916, Asy Syamilah. Periksa pada
index hadats, point 26.
[3] Lihat Al Mawsuah Al Fiqhiyah, 2/13965. Periksa pada index Mushaf, point 5.
4

[4] Lihat Al Mawsuah Al Fiqhiyah, 2/13964. Periksa pada index Mushaf, point 2.
[5] Lihat Al Mawsuah Al Fiqhiyah, 2/13965. Periksa pada index Mushaf, point 4.
[6] Lihat Al Mawsuah Al Fiqhiyah, 2/5697. Periksa pada index Haa-il, point 7.
[7] Lihat Al Mawsuah Al Fiqhiyah, 2/13966. Periksa pada index Mushaf, point 7.
[8] Yang dimaksud tamyiz adalah sudah bisa membedakan mana yang baik dan
buruk, mana yang manfaat dan manakah yang bahaya.
[9] Lihat Al Mawsuah Al Fiqhiyah, 2/13967. Periksa pada index Mushaf, point 8.
[10] Lihat Al Mawsuah Al Fiqhiyah, 2/13968. Periksa pada index Mushaf, point 9.
[11] Lihat Al Mawsuah Al Fiqhiyah, 2/13851. Periksa pada index Massu, point 7.
[12] Al Majmu, Yahya bin Syarf An Nawawi, 2/69, Mawqi Yasub.
[13] Lihat Al Mawsuah Al Fiqhiyah, 2/13851. Periksa pada index Massu, point 8.
[14] Lihat Al Mawsuah Al Fiqhiyah, 2/13851. Periksa pada index Massu, point 9.
[15] Lihat Al Mawsuah Al Fiqhiyah, 2/13968. Periksa pada index Mushaf, point 11.
[16] Lihat Al Mawsuah Al Fiqhiyah, 2/13965, index Mushaf, point 6 dan 2/5405,
index Jald, point 6.
[17] Lihat Al Mawsuah Al Fiqhiyah,2/5405, index Jald, point 6.

HUKUM MEMBACA DAN MEMEGANG AL-QURAN SAAT HAID


Terjadi perbedaan dari jumhur ulama mengenai hukum memegang al-Qur'an
bagi wanita yang sedang datang bulan (haid), nifas dan orang yang junub:
Pendapat: Tidak memperbolehkan.
Imam Malik, Hanaf dan Syafi berpendapat bahwa suci dari hadas kecil dan hadas
besar adalah syarat di perbolehkannya memegang Mushaf Al quran. Pendapat ini
didasarkan pada ayat :


Artinya:
Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. (QS. Al Waqiah: 79)

Para ulama di atas menafsirkan sebagai orang-orang yang bersuci.


Baik dengan berwudhu ataupun mandi jinabah.
Pendapat ini juga diperkuat dengan hadis-hadis
Orang junub dan wanita haid tidak boleh membaca sedikitpun dari Al Quran.
(Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi I/236; Al Baihaqi I/89 dari Ismail bin Ayyasi dari
Musa bin Uqbah dari Naf dari Ibnu Umar)
Tidak boleh menyentuh Al Quran kecuali orang yang suci. (Hadits Al Atsram dari
Daruqutni)
Adalah Nabi saw tidak melarangnya membaca al-Qur'an kecuali karena jinabah.
(HR: Ahmad dan Abu Daud)
Dari Ibnu Umar, Rasulullah shallallahualaihi wasallam bersabda: Wanita haid dan
orang yang junub tidak boleh membaca (walaupun satu ayat) Alquran. (silsilah
periwayat: Ibnu Hujr & al-Hasan bin Arafah dari Ismail bin Ayyash dari Musa bin
Uqbah dari Naf dari Ibnu Umar)(HR Tirmizi dan Ibnu Majah)
Ali ia berkata, Dalam keadaan apapun, selain junub, Rasul shallallah alaihi
wasallam selalu membacakan Alquran kepada kita.(HR Tirmidzi)
Jabir berkata, Wanita haid dan nifas serta orang junub tidak boleh membaca
Alquran.(HR Tirmidzi) yang sedang haid dilarang memegang Al Quran. Namun
berdasarkan pendapat para ulama hadist-hadist di atas memiliki beberapa titik
lemah sehingga bisa dinilai sebagai hadis dhoif. Adapun kelemahan-kelemahannya
adalah sebagai berikut.
1.
Hadist Ibnu Umar di atas diriwayatkan Ismail bin Ayyash dari Musa bin Uqbah
(ulama hijaz) sehingga hadist ibnu Umar dinilai dhoif
2.
Hadist tirmidzi ada yang di dapat dari Abdullah bin Salamah sementara Imam
Bukhari menyatakan bahwa hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Salamah tidak
layak untuk diikuti
3.
Titik lemah hadis tirmidzi yang lain adalah termasuknya Yahya bin Anisah
sebagai salah satu periwayatnya sementara Imam Bukhari berpendapat bahwa hal
ini mengindikasikan bahwa hadis tersebut adalah hadis dhoif (Lihat kitab al-Tarikh
al-Kabir), dll.
Dalam menyikapi hadis dhoif di atas, para ulama juga berbeda pendapat. Dalam
kitab Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al Asqalani, Imam Bukhari memandang bahwa
hadist dhaif selamanya tetap dhaif sehingga tidak bisa dijadikan hujjah
Sementara ulama-ulama lain seperti Sufyan al-Tsauri, Imam al-Syafi, Imam Ahmad
bin Hanbal, dan Ishak berpendapat bahwa walaupun semua berstatus dhoif dan
sebagian hadis kadar ke-dlaif-annya tidak parah tapi masing-masing saling
6

menguatkan sehingga hadis tersebut bisa dimasukkan dalam golongan hadis hasan
lighairih( hadis dhoif berubah status menjadi hadis hasan karena faktor eksternal).
Sehingga, larangan wanita haid dan orang junub membaca Alquran tetap berlaku.
Perlu dingat meskipun ulama-ulama di atas melarang orang yang tidak suci
memegang mushaf al-Qur'an, namun mereka membolehkan jika dalam kondisi
sebagai berikut:
1.
Menyelamatkan mushaf al-Quran, baik dari hinaan orang lain, maupun jika
mushaf itu ditemukan di tempat yang tidak layak atau najis. Dalam kondisi seperti
diperbolehkan orang yang tidak berwudhu (atau tidak suci) untuk memegang
mushaf.
2.
Ayat-ayat al-Qur'an yang tertulis di buku-buku ilmu dan pengetahuan. Dalam
kondisi ini diperbolehkan menyentuh ayat-ayat yang terdapat pada buku-buku ilmu
pengetahuan.
3.
Buku tafsir atau buku terjemah, dimana kandungan tafsir atau terjemahnya
lebih banyak dari isi al-Quran. Dalam kondisi ini pun diperbolehkan memegang buku
tafsir atau buku al-qur'an terjemah
4.
Mushaf al-Qur'an yang ditulis dengan selain bahasa Arab. Seperti buku Yasin
yang banyak ditulis dengan tulisan latin, maka hal ini pun diperbolehkan menyentuh
atau memegangnya.
5.
Mushaf al-Quran yang digunakan untuk belajar anak-anak yang belum baligh.
Anak-anak yang belum mukallaf diperbolehkan memegang mushaf. Namun orang
tua/walinya dianjurkan memperhatikannya agar tidak diperlakukan tidak baik oleh
mereka.
6.
Diperbolehkan membawa mushaf al-Quran dalam kantong yang terpisah
dengan al-Quran (bukan sampul yang menempel langsung dengan al-Quran),
seperti kantong plastik, kantong belanja, tas dan lain sebagainya. Adapun jika
memegang al-Qur'an, meskipun disampul dengan bahan tebal, sedangkan sampul
itu menempel dengan al-Aquran, maka hal itu tidak diperbolehkan.
7.
Ayat al-Quran yang tertulis di koin atau lembaran uang (seperti mata uang di
Negara-negara Arab) boleh dipegang karena terdapat kesulitan menghindarinya.
Diambil dari Artikel www.rumaysho.com dan berbagai situs.

Anda mungkin juga menyukai