Anda di halaman 1dari 39

nirmana datar (desain dua matra)

Drs. Agus Nur Setyawan, M. Hum.


NIRMANA DATAR
D3 desain komunikasi visual
Fakultas sastra dan seni rupa,
universitas sebelas maret,
Surakarta
2010
NIRMANA DATAR
D3 desain komunikasi visual
Fakultas sastra dan seni rupa,
universitas sebelas maret,
Surakarta
2010
Penulis
Drs. Agus Nur Setyawan, M. Hum.

Ilustrator
Tim Redaksi

Desain Cover
Penerbit & Percetakan

UNS PRESS, Surakarta

Tidak diperbolehkan mengutip, menjiplak, memperbanyak sebagian atau seluruh


isi buku ini tanpa seizin dari penerbit UNS PRESS
Kata pengantar
Syukur Alhamdulillah, akhirnya buku ini bisa terselesaikan. Buku Bahan Ajar
nirmana Datar atau Desain Dwi Matra disusun untuk memberikan pengetahuan,
pemahaman dan dasar-dasar keterampilan bagi mahasiswa agar memiliki
kompetensi merancang unsur-unsur dasar, dalam suatu komposisi desain dasar.
Disebut desain dasar, karena kegiatan perancangan desainnya barulah mengelola
sejumlah unsur dasar desain, sehingga tujuannya belum berkaitan dengan
kegunaan praktis tertentu. Bahan-bahan yang disusun ke dalam ini sepenuhnya
merupakan saduran dan kompilasi dari buku-buku: 1). Al Seckel, Incredible
Visual Illusions, (terjemahan Alexander Sindoro),
Kharisma Publishing
Group, Tangerang, 2008. 2). Basic Design, Principles and Practice, Kenneth F.
Bates, Cleveland and New York, The World Publishing Company. 1960. 3).
Principles of Visual Perception, karya Carolyn M., Bloomer, Van Nostran
Reinhold Company, New York, Cincinnaty, Toronto, London, Melbourne.1976.
4). Variety of Visual Experience, Edmun Burke Feldman, Basic Edition, Prentice
hall, Inc. New York. 1967. 5). Art Fundamental, Theory and Practice Ovirck,
Otto, at all, USA, mcGraw Hill, International Edition, 1998. 6). Principle of two
dimentional design karya, Wucius Wong,, Van Nostran Reinhold Company,
Inc.,NewYork, 1972, (terj. Ajat Sakri) Beberapa Azas Merancang Dwimatra
Bandung, ITB, 1986. 8
Melalui buku ini, mahasiswa akan mengetahui sejumlah bahan dasar desain
(disebut elemen atau unsur desain); dasar-dasar pengorganisasian unsur desain
sehingga membentuk suatu komposisi (disebut prinsip-prinsip desain), serta
sejumlah materi pendukung yang akan memperkaya dan memperluas wawasan,
sehingga pembaca lebih mudah dalam mencerna isi buku bahan ajar Nirmana
Datar atau Desain Dwi Matra.
Buku ini terwujud berkat prakarsa pimpinan perguruan tinggi, beserta jajarannya.
Maka pada tempatnyalah penulis meyampaikan terima kasih kepada pimpinan
universitas, pimpinan fakultas, serta pimpinan jurusan/program studi, yang telah
memberikan dorongan moril, dan dukungan fasilitas yang memungkinkan
terbitnya buku ini. Penulis juga berterima kasih kepada para mahasiswa yang
karyanya dimuat dalam buku ini. Kepada sidang pembaca, yang tentunya akan
menemukan banyak kekurangan dari buku ini, penulis berharap banyak untuk
kesediaannya memberikan kritik dan saran, demi perbaikan dan penyempurnaan

buku ini. Terakhir kepada semua pihak yang secara langsung atau tidak telah
membantu lahirnya buku ini, penulis sampaikan beribu terima kasih.
Surakarta, 20-08-2010
Penulis.
DAFTAR ISI
Halaman Judul
i
Kata Pengantar
2
Daftar
Isi
3
Tinjauan mata
kuliah

Bab I. Apresiasi dan Kreasi


5
Bab II. Komposisi Bidang
Datar

Bab III. Prinsip


Perancangan

32

Bab IV. Kaidah Komposisi


48
Daftar
Pustaka
53
TINJAUAN MATAKULIAH
A. Deskripsi Singkat Matakuliah
Istilah lain dari kata nirmana dasar adalah desain dasar. Aktifitas desain dasar
lebih diarahkan untuk memberikan pengalaman bagi seseorang dalam melakukan
olah perancangan, tanpa dibebani kepentingan tujuan praktis tertentu. Namun
lebih ditujukan pada proses penghayatan atas unsur-unsur rupa, meliputi garis,

warna, tekstur maupun bidang, yang diorganisasikan berdasarkan prinsip-prinsip


dasar perancangan, sehingga tercapai azas kesatuan, keselarasan dan
kesetimbangan. Nirmana dasar dua dimensi, membatasi perancangannya dalam
ranah permukaan bidang dua dimensi; panjang danlebar, sedangkan nirmana dasar
tiga dimensi menghasilkan produk perancangan dalam wujud objek kongkrit
dalam skala panjang, lebar dan tinggi.
B. Kegunaan Matakuliah
Melalui matakuliah ini, mahasiswa akan mengetahui sejumlah bahan dasar desain
(disebut elemen atau unsur desain); memahami dasar-dasar pengorganisasian
unsur desain sehingga membentuk suatu komposisi (disebut prinsip-prinsip
desain), serta sejumlah materi pendukung yang akan memperkaya dan
memperluas wawasan, sehingga mahasiswa akan mudah mengaplikasikan
pengetahuan dan pemahamannya dalam suatu tindak perancangan desain dua
dimensional atau Nirmana Dwi Matra.
C. Standar Kompetensi Matakuliah
Mahasiswa akan mengerti beragam unsur desain, memahami kaidah serta prinsipprinsip desain, dan mampu mengaplikasikan sistem pengorganisasiannya dengan
segala kompleksitas dan problematika perancangan desain dalam karakteristik kedwi matraan nirmana.
D. Susunan Urutan Bahan Ajar
Bahan ajar ini disusun berdasarkan urutan;
uraian deskriptif ragam unsur desain sebagai bahan baku perancangan desain
serta cakupan konseptualnya; srategi atau kaidah pengorganisasian unsur-unsur
desain atau populer disebut prinsip dasar desain. Keduanya dilengkapi dengan
ilustrasi contoh-contoh serta cara mengaplikasikannya dalam sebuah komposisi.
Pada bagian akhir bahan ajar dipaparkan sejumlah materi tugas serta strategi
pelaksanaannya.
E. Petunjuk bagi Mahasiswa untuk Mempelajari Bahan Ajar
1. Baca dengan seksama setiap paragraf dari buku ini. Pahami makna tujuan
pembelajaran berupa kompetensi dasar yang harus dicapai mahasiswa,
serta standard kompetensi untuk setiap kelompok kompetensi dasar (kkd).
2. Terdapat 4 (empat) kelompok kompetensi dasar (kkd) yang harus dicapai
mahasiswa untuk menguasai materi matakuliah ini.

3. Dalam setiap kelompok kompetensi dasar (kkd), dilengkapi dengan


sejumlah indikator sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran serta
urutan pelaksanaan tugas.
4. Laksanakan setiap tugas berdasarkan indikator kkd-nya. Keberhasilan
penguasaan kkd diukur melalui uji kompetensi dasar (ukd).
5. Selama proses pembelajaran (dalam satu semester masa studi),
dilaksanakan 4 (empat) kali uji kompetensi dasar, guna mengukur tingkat
pemahaman dan kemampuan keterampilan mahasiswa.
6. Diberikan kesempatan remidi (mengulang/perbaikan) bagi mahasiswa
yang belum terpenuhi standar kompetensinya.
7. Dalam pelaksanaannya, matakuliah Nirmana Dwi Matra harus dikuasai
mahasiswsa melalui 3 (tiga) pendekatan pembelajaran; tatapmuka dan
diskusi, kerja mandiri, serta konsultasi.
BAB I
APRESIASI dan KREASI
A. Kompetensi Dasar dan Indikator

KOMPETENSI DASAR
Mengindentifikasi proses
apresiasi dan proses
penciptaan

INDIKATOR
Mengenali proses apresiasi sebagai proses
penghayatan dan apresiasi sekaligus proses
penciptaan
B. Deskripsi Singkat

Bab ini menguraikan bagaimana suatu proses psikologis berlangsung dalam diri
seseorang pada saat menghadapi suatu objek artistik, yang disebut dengan proses
penghayatan. Proses yang sama berlangsung ketika seseorang sedang melakukan
proses kreatif penciptaan, atau disebut aktifitas perancangan, karena dalam kedua
proses psikologis tersebut individu yang terlibat sedang bertindak secara kreatif,
baik pada saat ia mengapresiasi maupun sedang berkreasi. Selanjutnya pembaca
diajak untuk mengenali bagaimana sebuah komposisi hadir pada sebuah
permukaan yang dibatasi oleh bidang gambar dan bingkai gambar, sebagai
sebuah hasil rancangan nirmana datar atau dua dimensi. Dengan memahami bab
ini, pembaca akan mengenali sekaligus memahami, bagaimana sebuah rancangan
hadir sebagai kesatuan yang utuh dan tak dapat dilepaskan kaitannya dengan
bidang dan bingkai yang melingkupinya.

C. Materi
1. A. Pendahuluan
Dalam setiap produk perancangan, selalu tak bisa ditinggalkan apa yang disebut
sebagai kaidah perancangan. Kaidah perancangan atau dikenal dengan prinsipprinsip perancangan, merupakan semacam bentuk tata aturan, bagaimana suatu
proses perancangan bisa diselesaikan. Dalam proses rancang rupa khususnya, apa
yang disebut dengan prinsip perancangan, atau lebih sering disebut dengan prinsip
desain, adalah suatu sistem organisasi dari elemen-elemen (unsur-unsur) dasar
perancangan. Karena pada dasarnya, merancang adalah mengorganisasikan unsurunsur rancangan, sehingga membentuk suatu kesatuan yang utuh dan total.
Dengan memahami dan menghayati kaidah perancangan atau prinsip desain,
seorang perancang akan leluasa dalam menghasilkan produk rancangnya.
Pada dasarnya, setiap orang adalah perancang. Nyaris semua aktifitas yang
dilakukan oleh manusia, setiap hari, tidak bisa lepas dari aktifitas perancangan.
Pada saat seseorang mereka-reka busana yang hendak dikenakannya hari itu;
ketika seseorang merangkai sejumlah kata dalam menyusun kalimat; atau sewaktu
seseorang memilah-milah sayuran, dan kemudian memilih beberapa di antaranya
sebelum ia memasaknya, pada saat itulah seseorang sedang terlibat dengan
aktifitas merancang.
Merancang adalah menyusun sejumlah unsur sehingga menjadi satu kesatuan.
Sebagai satu kesatuan, unsur-unsur itu kemudian telah membentuk satu entitas
baru, dalam suatu kombinasi yang utuh. Sebagai satu entitas, sebuah rancangan
belum merupakan hasil akhir dari suatu proses. Karena merancang barulah
merupakan langkah awal dari satu rangkaian panjang proses produksi, sebelum
sebuah produk dihasilkan. Sebagaimana kata kerja mendesain, maka kata
merancang mengandung pengertian menyusun gagasan perupaan ke dalam wujud
real, apakah itu di atas bidang datar (dua dimensional) maupun ke dalam
wujudnya yang kongkrit (tiga dimensional).
Lebih dari itu, merancang adalah menyelesaikan suatu masalah yang dilaksanakan
secara kreatif. Ada slogan yang menyatakan: design is how to solve the problem
creativly. sedangkan kreatif adalah how to make a design in simplycity and
artisticly, but usefull and efectivly. Dengan kata lain, dalam sebuah rancangan
atau desain selain memenuhi kaidah keindahan, haruslah sederhana namun
sekaligus juga berdaya guna secara efektif.
Dalam implementasinya, merancang merupakan kerja praktis. Dalam ranah
perancangan perupaan, kerja praktis itu melibatkan sejumlah asas perupaan
berupa tema rancangan; konsep rancangan; unsur perancangan serta kaidah
perancangan.
B. ANTARA PROSES APRESIASI dan PROSES KREASI

Senses = S
Persepsi (P)= Objek (O) + Senses (S) >< (Intelegensia (I) + Expderience (E)
Objek=O
Senses = S

Experience= E
+
Intelegence= I
P

Senses= S
Gb. 1.
Persepsi, atau kesadaran kita terhadap sekeliling, lebih sering didasarkan pada
informasi yang datang melalui indera dan selama ini dianggap sebagai bagian
alamiah dari keberadaan kita. Asumsi ini diakibatkan oleh adanya anggapan
bahwa setiap orang melihat secara sama, dan dunia kita pahami sebagaimana kita
melihat, mendengar, menyentuh serta membaui semuanya secara sama. Padahal
tidaklah demikian. Pada kenyataannya, percobaan penelitian menunjukkan, bahwa
sensasi hanyalah satu bagian saja dari persepsi, dan sensasi yang kita terima tidak
memiliki makna apapun sampai kita dapat mengatur dan menyusunnya menjadi
suatu konstruksi yang saling berkait (keheren) dan kita sebut sebagai persepsi .
Sebagaimana dipaparkan oleh Nathan Knobler (1966, 17), seperti ditunjukkan
dalam diagram di atas, bahwa persepsi (P) seseorang terhadap sesuatu objek (O),
terbentuk berdasarkan informasi yang masuk melalui indera/sense (S) kita dan
dpengaruhi oleh interaksi antara pengalaman (E) dan intelengensi (I) kita.
Demikianlah mengapa persepsi seseorang terhadap objek berbeda dengan persepsi
orang lain, karena intelengensi dan pengalaman setiap individu saling berbeda
pula. Sebagai contoh terkait dengan aspek pengalaman misalnya, mencakup baik
pengalaman psikologis, pengalaman sosial, pengalaman budaya, pengalaman

artistik, dan sebagainya. Begitu pula dengan aspek integensi seseorang. Oleh
sebab itu dapat dipahami, manakala dua orang menatap pada objek suatu peristiwa
yang sama, interpretasi terhadap suatu peristiwa itu tentu akan berlainan satu
sama lain.
Apa yang terjadi pada proses di atas, dapat dikatakan sebagai proses apresiasi.
Ketika seseorang menatap sebuah objek estetik, maka informasi yang diserapnya
adalah informasi estetik. Sehinga tanggapan yang terbentuk merupakan persepsi
estetik. Namun karena pada waktu mengkonstruksi informasi-informasi estetik
tersebut secara simultan juga berlangsung proses interpretasi, maka akumulasi
tanggapan yang membentuk persepsi sesungguhnya sudah merupakan persepsi
artistik. Bahasan penting lain dari diskusi di atas adalah peranan interpretasi
yang berlansung dalam proses penghayatan, pada sisi lain dapat dikatakan
sebagai proses kreatif seseorang, manakala ia melangsungkan pengamatan
terhadap suatu objek (artistik). Dikatakan sebagai proses kreatif karena
interpretasi merupakan otonomi penghayat dalam mengkonstruksi informasi
sehingga membentuk persepsi. Itulah sebabnya maka apa yang disebut sebagai
proses apresiasi diatas, juga merupakan proses kreasi.
Rangkuman:
Persepsi seseorang terbentuk berdasarkan informasi yang ditangkap oleh
indera, selanjutnya berinteraksi dengan pengalaman dan intelegensi yang
bersangkutan. Bila disederhanakan formulasinya: P= O + S (E +I).
Ketika seorang penghayat menatap objek estetik, maka akan membentuk
persepsi artistik.
Selama proses penghayatan berlangsung, di samping terjadi proses
apresiasi, seorang penghayat sesungguhnya sedang terlibat pula dengan proses
kreasi, yaitu ketika ia mengkonstruksi informasi estetik menjadi persepsi artistik.
D. Daftar Bacaan Tambahan
Suzanne K. Langer, Problematika Seni, terjemahan FX. Widaryanto, Sunan
Ambu,
STSI Bandung, 2006.
Mudji Sutrisno, Oase Estetis, Estetika dalam Kata dan Sketsa, Yogyakarta,
Kanisius,
2006.
E. Pertanyaan Kunci
1. Bagaimana proses persepsi terbentuk?
2. Jelaskan bagaimana proses apresiasi dan proses kreasi berlangsung?

F. Soal
1. Gambarkan dan uraiakan dengan jelas diagram proses apresiasi berdasar
skema Nathan Knobler.
2. Mengapa proses apresiasi dikatakan juga sebagai proses kreasi?
3. Bagaimana Anda menjelaskan persepsi seseorang terbentuk?
4. Mengapa persepsi setiap individu berbeda satu sama lain?
5. Bagaimana Anda menjelaskan konsep pengalaman dalam kaitannya
dengan proses apresiasi?
G. Tugas
1. Buat daftar kertas berdasarkan gramaturnya.
2. Buatlahskema daftar ukuran kertas gaya Amerika mupun Eropa.
3. Buatlah daftar nama jenis kertas yang ada di pasaran berikut contoh barang
(ukuran contoh barang 5 X 12 cm. Ditempel di atas kertas manila ukuran
A-4 berat > 120 gr.
BAB II
KOMPISISI BIDANG DATAR
A. Kompetensi Dasar dan Indikator
Mengidentifikasi
kaidah komposisi
bidang datar serta
unsur-unsur
perancangan.

1. Mengenali bidang gambar.


2. Menenali bingkai gambar.
3. Mengenali Unsur konsep.
4. Mengenali unsur rupa.
5. Mengenali unsur pertalian.

B. Deskripsi Singkat

Komposisi dalam suatu perancangan melibatkan sejumah unsur, baik konsep,


rupa, pertalian maupun peranan, dalam kaitannya dengan bidang gambar dan
bingkai gambar. Bab ini memberikan pemahaman mendasar, bagaimana suatu
organisasi bahasa perupaan pada bidang datar dikonstruksi, disusun dan diatur
dalam suatu tatanan yang dibatasi oleh interaksinya dengan bingkai gambar,
sebagai batas perancangan, serta pada bidang gambar di mana gagasan
perancangan ditorehkan.
C. Materi
Dalam suatu kerja perancangan, bila dianalisa proses dan pelaksanaannya,
sesungguhnya melibatkan begitu banyak aspek, yang jalin-menjalin satu dengan
lainnya. Kesemuanya nyaris tak tampak secara kasat mata, karena beberapa aspek
atau unsur perancangan ini lebih bersifat abstrak. Unsur-unsur perancangan ini
mendasari tidak saja proses pembahasan akan tetapi juga proses perancangannya.
Terlebih dulu harus dibedakan pengertiannya, antara unsur perancangan dengan
unsur rancangan. Pengertian unsur perancangan yang disadur dari rumusan
Wucius Wong ini dalam pembahasan ini lebih dikaitkan dengan aspek proses kerja
merancang. Sedangkan pengertian unsur rancangan lebih terkait dengan objek dari
kerja merancang. Dalam bahasa yang lain dapat disederhanakan menjadi, yang
pertama merupakan aspek proses, sedangkan yang kedua adalah bahan yang
diproses atau dalam pembahasan ini disebut dengan unsur rupa. Sebelum
membahas pokok persoalan, terlebih dulu dipaparkan dua aspek yang terkait
dengan kerja perancangan perupaan, yakni bidang gambar dan bingkai gambar.
1. A. BIDANG GAMBAR (PICTURE PLANE)
Hampir semua kerja perancangan dikerjakan di atas permukaan bidang datar.
Apakah berupa selembar sobekan kertas, sebuah kanvas, sebidang papan, maupun
plat, atau permukaan bidang objek tertentu, kesemuanya merupakan bidang
mendatar yang bagi seorang seniman atau desainer dianggap sebagai bidang
gambar. Di atas bidang gambar inilah seorang perancang mencurahkan gagasan
kreatifnya. Dari keterampilan tangan seorang perancang, permukaan bidang datar
itu bisa menyajikan kedalaman ilusi ruang sebagai hasil gubahan manipulai
unsur-unsur rupa, hingga memberikan kesan sesuatu objek terletak dan seolaholah berada di depan atau di belakang bidang gambar. Sebagaimana tampak dalam
gambar no. 2, suatu gerak dapat ditempatkan pada permukaan datar seperti
ditunjukkan garis panah vertikal atau horizontal. Pada tempat yang sama seorang
perancang juga dapat memberi ilusi dari penambahan dan pengurangan gerakan
ruang seperti pada dua anak panah.
Gb. 2.
1. B. BINGKAI GAMBAR (PICTURE FRAME)

Dalam setiap bidang selalu terdapat batas terluar yang mengelilingi bidang
gambar tersebut. Batas bidang itu disebut sebagai bingkai gambar atau picture
frame. Nyaris semua unsur rupa serta semua pekerjaan perancangan dipengaruhi
oleh keberadaan bingkai gambar. Karena semua persoalan perancangan dalam
mengorgansisasikan unsur-unsur perupaan hanya dikerjakan di dalam bingkai
gambar tersebut. Terdapat beragam variasi bentuk bingkai gambar yang
dimanfaatkan oleh desainer atau seniman. Misalnya persegi, segitiga, lingkaran
maupun bentuk raut lainnya seperti oval digunakan
Gb. No. 3
sebagai bentuk bingkai. Namun yang paling popiuler dan sering digunakan
adalah bentuk bingkai persegi.
Sebagian perancang memilih proporsi atau skala luar pekerjaan mereka
didasarkan pada rasio geometrik, dengan perbandingan dua banding tiga, atau tiga
banding lima daripada kedalam hubungan yang sama. Dalam pelaksanaannya,
perancangan akan menyesuaikan keselarasannya dengan bentuk bingkai ini.
1. C.

UNSUR PERANCANGAN

Sebuah komposisi rancangan, merupakan kumpulan sejumlah aspek perancangan,


atau disebut juga unsur perancangan. Keseluruhan aspek atau unsur ini saling
berkelindan satu sama lain, jalin-menjalin menjadi satu, hingga membentuk satu
kesatuan komposisi. Kesatuan dan totalitas keseluruhan unsur ini mempengaruhi
dan menentukan bentuk dan isi sebuah rancangan. Unsur-unsur perancangan itu
meliputi:

Unsur konsep.

Unsur rupa.

Unsur pertalian.

1. D. UNSUR KONSEP.
Merupakan aspek pengertian atau pemahaman yang nirkasatmata. Ia hanya terasa
ada bila kita memikirkannya. Misal keberadan sebuah titik pada raut (surface),
sepotong garis batas bidang (shape), atau sebentuk bidang pembentuk gempal
(form). Atau sebuah gempal yang menempati ruang (space). Sebaliknya adanya
fakta kongkrit titik, dsb. Berarti bukan konsep!
1. 1. Titik;
Sebuah titik menandai sebuah tempat, tak berpanjang-lebar, tak berlokasi,
merupakan ujung dan pangkal sepotong garis, dan merupakan perpotongan dua

garis atau lebih (gambar 4). Pembahasan yang terkait dengan permasalahan titik
tidak begitu mendalam dibanding pembahasan unsur visual lainnya. Bisa jadi
karena titik tidak begitu berperan signifikan dalam suatu komposisi perupaan.
Perpotongan garis = titik
Pertemuan garis= titik
Ujung sebuah garis= titik

Gb. 4. 2 macam titik


1. 2. Garis;
Garis merupakan titik yang bergerak membentuk garis, memiliki panjang dan
lebar, memiliki kedudukan dan arah, merupakan batas bidang (gambar 5).
Dalam kehidupan sehari-hari, garis melingkupi hampir semua aspek hidup kita,
baik dalam arti kiasan maupun dalam asti fisik. Dalam arti kiasan garis menjelma
dalam istilah garis hidup, garis komando, racing line (lajur balap), driving line
(garis/lajur berekendara), dan sebagainya. Sedangkan dalam arti fisik garis
menjelma pada semua benda yang ada di hadapan kita dalam bentuk kontur atau
garis luar dari objek, garis yang terbentuk karena disatukannya kepingan, seperti
keping tegel/keramik di lantai, juga kawat yang menjulur, tali yang terentang,
bahkan permukaan laut yang membentang di hadapan kita pun kita sebut garis dan
seterusnya. Pendek kata garis sudah menjadi bagian dari hidup sehari-hari.
Dalam ekspresinya, atau lebih tepat disebut sebagai kesan yang timbul dalam
persepsi kita, garis bisa membentuk kesan tertentu, sesuai dengan karakteristik
bentuk citraannya.

Garis abstrak. Disebut garis abstrak karena ia bukanlah terbentuk atau


hadir di hadapan kita secara kongkrit dan kasatmata. Ia tidak benar-benar
eksis akan tetapi ada sebagai citra rekaan imajinasi kita. Sebagai contoh,
pada sebuah gambar kita bisa mengatakan komposisinya simetris atau a
simetris karena dibantu oleh rekaan garis yang kita ciptakan untuk
membagi bidang gambar itu menjadi dua sisi, sisi kiri dan sisi kanan,
kemudian melakukan analisa perbandingan antara kedua sisi itu, pakah
setimbang atau tidak.
O

Gb. 5. Komposisi simetris dipandu oleh garis sumbu di tengah bidang abstrak
yang kita bayangkan.

Garis sebagai simbol. Ketika garis membentuk citra tertentu kemudian


citraan itu disepakati maknanya oleh lebih dari tiga orang, maka garis telah
menjelma sebagai simbol. Sebagai contoh, tarikan garis yang membentuk
lambang huruf, dan angka misalnya, maka huruf dan angka tersebut
merupakan garis yang telah bermakna simbolis. Demikian pula dengan
notasi lagu. Rangkaian dari huruf yang membentuk kata, rangkaian angka
yang mewakili kuntifikasi matematika, serta susunan huruf dan garis yang
mewakili sebuah lagu, kaligrafi, dan sebagainya.

Gb. 6. Garis yang membentuk simbol

Garis sebagai kontur. Garis sebagai kontur bila keberadaannya mengitari


dan mejadi batas terluar dari sebentuk bidang. Dengan keterampilannya,
seorang perancang dapat mendeskripsikan volume sebuah bentuk tiga
dimensi. Demikian halnya ia juga dapat secara efisien menyajikan gelap
terang sebuah objek dengan gambaran pencahayaan.

Gb. 7. Garis sebagai kontur

Garis sebagai bidang. Bila sebatang garis ditarik sedemikian rupa


kemudian kedua ujungnya saling bertemu, akan menghasilkan sebuah
bidang. Bidang yang terbentuk berdasarkan pertemuan ujung-ujungnya,
memiliki raut tertentu. Baik geometrik, maupun biomorpik. Demikian pula
bila garis ditorehkan secara berulang, jajaran garis-garis bisa jadi juga
akan membentuk citra bidang tertentu (gambar no. 8a dan 8b). Kadangkala
sebuah garis tidaklah hanya membawa bentuk, bahkan ia merupakan
bentuk itu sendiri. Sebagai contoh seorang pematung bisa jadi
mengeksploitir garis dalam menciptakan bentuk patungnya, sebagaimana
Alberto Giaccometti yang menghadirkan karya patungnya dalam garisgaris tipis (gambar no. 9).

Gb. 8a. Garis yang ujungnya bertemu


garis yang
membentuk bidang

Gb. 8b. Perulangan

Garis sebagai pola atau barik (pattern/texture). Bila garis dihadirkan


secara berulang-ulang dalam suatu komposisi, ia akan membentuk pola
(gb. 9a: pattern) dan barik (gb. 9b: texture). Dalam beragam media, garis
sering digunakan sebagai rancangan dekoratif, karena garis mampu
menyediakan suatu perwujudan barik yang energik. Seperti banyak
terdapat pada karya keramik yang memanfaatkan jemari pengrajin untuk
membentuk pola tekstur, demikian halnya dengan karya ukir.

Gb. 9a

Gb. 9b

Garis sebagai arah dan tekanan. Dalam setiap rancangan, garis sering
dimanfaatkan sebagai komponen penting yang memandu mata pengamat
untuk menciptakan penekanan. Dengan cara yang sama, mata pengamat
juga dibimbing untuk menemukan keseluruhan isi sebuah komposisi
setelah mengikuti arah garis-garis yang membentuk citraan tertentu.
Dalam cara inilah seorang perancangan membentuk suatu kesatuan
rancangan, sebagai akibat dari keselarasan dan kesetimbangan yang
tersusun menyatu melalui rangkaian komposisi garis.

Gb. 10 (incredible Visual Illusions, 2008)

Kualitas garis; bagian penting dari pembahasan ini adalah kualitas garis.
Karena pada kenyataannya, terdapat beragam perbedaan kualitas garis,
sesuai dengan ungkapan dan citra yang dihasilkannya. Garis dapat hadir
kurus atau gemuk, bergelombang atau patah-patah, bisa berlekuk lembut
atau bergerigi. Masing-masing karakter kualitas garis ini akan membentuk
kesan berdasarkan respon emosional pengamat. Secara umum, garis-garis
horisontal cenderung mengisyaratkan adanya ketenangan, stabilitas, dan
kedamaian. Sementara garis vertikal mengesankan penentangan terhadap
grafitasi. Garis-garis diagonal cenderung menghadirkan kesan dinamis dan
energik. Suatu komposisi yang disusun berdasarkan garis-garis diagonal
saling berlawanan menampakkan dinamika yang sangat kuat. Garis terasa
lembut, bila citraannya membentuk lengkungan tidak bersudut sehingga
dianggap mewakili bentuk-bentuk yang membulat.

Gb. 11a. Garis kurus dan garis gemuk

Gb. 11b. Garis bergelombang

Gb. 11c. Garis bergerigi

Gb. 11d. Garis diagonal


3. Bidang;
Bila sepotong garis bergerak menjauh, ia membentuk sebuah bidang yang
memiliki panjang dan lebar tetapi tanpa ketebalan. Memiliki kedudukan dan arah
dan dibatasi oleh garis sekaligus ia berperan sebagai batas terluar sebuah gempal
(gambar 12). Secara umum bidang dipilah kedalam dua kategori, bidang
geometrik yaitu yang dapat diukur, serta bidang biomprpik (biomorphic) atau
bidang yang hidup yang tak dapat diukur. Namun secara lebih rinci dapat dipilah
lagi ke dalam beberapa wujud; bidang geometrik; bidang alamiah; bidang abstrak;
serta bidang non objektif.

Gb. 13. Garis yang digeser membentuk bidang

Bidang geometrik. Dari fenomena alam yang dianalisis, penelitian


menemukan bentuk-bentuk segitiga, persegi dan lingkaran merupakan
bentuk dasariah. Disebut sebagai bentuk geometrik, karena ke tiga karakter
bentuk ini dapat dukur secara matematis. Ketiga bentuk sempurna ini
menuiratkan keteraturan dan stabilitas. Bentuk bidang geometrik bolah
dikata mendominasi lingkungan sekitar yang dikonstruksi. Merea hadir
sebagai bangunan-bangunan, meubel, serta peralatan mesin dan
semacamnya. Terutama rancangan-rancangan industrial sangat bergantung
pada bidang-bidang dengan wujud geometrik.

Gb. 13a. Bidang geometrik

Bidang alamiah (natural). Tak dapat diragukan, di sekeliling kita


bertebar bidang-bidang alamiah, sebagaimana tercermin pada tubuh
manusia, binatang, serta tumbuhan. Wujud bidang-bidang alamiah selama
ini telah banyak mengilhami desainer maupun seniman dalam
menghasilkan karya mereka, baik sebagai sumber inspirasi maupun
sebagai motif dari rancangan mereka.

Gb. 13b bidang alamiah

Bidang abstrak. Ketika wujud bidang alamiah kemudian dimodifikasi,


dan mengalami perubahan (distorted) atau direduksi untuk mencapai
hakekat bentuk yang diinginkan, kita menyebut bidang tersebut telah
diabstraksi. Hal ini berarti, bahwa sementara sumber wujud dikenali,
wujud bidang itu telah mengalami tranformasi ke dalam sesuatu yang
berbeda. Biasanya hal ini dikerjakan dengan membuat penyederhanaan
dengan mengabaikan unsur-unsur wujud yang tidak esensial. Melihat
prosesnya, maka dapat dikatakan, bidang abstrak lebih merupakan wujud
bidang yang telah mengalami interpretasi ulang (re-interpretation) oleh
desainer/seniman, sehingga hadir dalam wujud barunya yang lebih
esensial.

Gb. 13c bidang yang telah mengalami abstraksi

Bidang non objektif (nonobjective). Wujud bidang yang tidak terkait


apapun dengan yang disajikan oleh alam, disebut sebagai bentuk non
objektif. Atau dengan kata lain, perwujudan yang tidak menduplikasi,
mengimitasi atau menirukan alam, sehingga hadir sebagai wujud baru
yang tidak sesuai dengan perbendaharaan visual kita. Memang kita tidak
dapat membuat spesifikasi yang lugas akan hal ini.

Gb. 13d bidang non objketif


1. 4.

Gempal;

Bila sebuah bidang bergerak menjauhi dirinya, ia membentuk sebuah gempal yang
menempati sebuah ruang tertentu dan berbatas bidang yang melingkupinya. Pada
rancang dwimatra, gempal bersifat maya (gambar 7). Artinya gambaran
dimensionalitas keruangan yang muncul sebenarnya merupakan kreatifitas

persepsi pengamat saja, yang mereview kembali pengalaman visualnya. Karena


persepsi kedalaman ini, gempal hadir sebagai mass atau gumpalan yang
bervolume. Dikaitkan dengan ruang (space), citra gumpalan atau gempal pada
bidang gambar disebut sebagai ruang positif. Sedangkan ruang yang berada di luar
yang ditempati gempal itu disebut sebagai ruang negatif. Sebagaimana bidang,
gempal juga bisa berwujud geometrik ataupun biomorpik (biomorphic).

Gb. 13e gempal geometrik


gempal biomorpik
1. E.

gb. 13f

UNSUR RUPA.

Jika unsur yang berupa konsep ditorehkan kedalam wujudnya yang kasatmata, ia
memiliki raut, ukuran, warna, dan barik (texture).
1. Raut; segala bidang yang kasatmata/dapat dilihat memiliki raut.

Gb. 14a raut oval

gb. 14b raut tak beraturan

1. Ukuran; semua raut memiliki ukuran. Dimensi ukuran bisa bersifat nisbi,
dan sebaliknya bisa diukur secara pasti.

Gb. 15. Ukuran ditentukan oleh pembandingnya.


1. Barik; barik atau tekstur merupakan sifat permukaan dari raut. Polos,
licin, kasap, bergelombang yang dapat mempesona indera raba maupun
penglihatan. Untuk menangkap kualitas sifat permukaan, sentuhan tentu
lebih memberikan jaminan keautentiukan realitas dibandingkan indera
penglihatan. Akan tetapi dengan pengamatan mata, observasi terhadap
sesuatu objek lebih aman dibandingkan dengan menyentuhnya secara
fisik. Seperti dilakukan oleh bayi, mereka mempelajari dunia sekelilingnya
dengan memasukkan objek ke dalam mulutnya sehingga bisa merasakan
sensasi sentuhan secara langsung. Namun cara ini tentu berbahaya.
Sehingga bagi orang dewasa, justru menngobservasi objek dengan
matanya terlebih dahulu sebelum mereka menyentuhnya. Disinlah
keunggulan baril/tekstur dibandingkan warna atau cahaya, yang hanya
dapat dilihat. Tekstur bisa dirasakan.

Banyak representasi artistik yang mengandalkan perwujudan visualnya


pada kualitas permukaan. Dalam perwujudannya, daya tarik tekstur
direpresentasikan melalui kombinasi antara gelap-terang, pewarnaan, permainan
bidang maupun garis. Dari ragam perupaan bertekstur inilah kita mendapatkan
kepuasan dari suatu rancangan, karena tidak sekedar mendapat informasi
bagaimana suatu bidang diwujudkan atau suatu ruang/space ditempatkan, lebih
dari itu adalah bagaimana sesuatu itu terasa.

Gb. 16. Dua karakter barik (tekstur)


1. Warna; sebuah raut pada sebuah ruang dibedakan dengan sekelilingnya
oleh warna. Warna memiliki nada/tone, maupun rona/hue, serta
berspektrum dan memiliki warna netral; hitam, putih maupun abu-abu.
Sebenarnya beberapa sistem pewarnaan lebih terkait dengan persoalan
psikologi daripada masalah-masalah estetika. Dalam beberapa hal,
desainer bekerja dengan warna berdasarkan intiusi mereka dibanding nalar
mereka. Dalam wacana warna, dikenal beberapa istilah berkenaan dengan
warna yang terkait dengan emosi kita.

Istilah Hue (rona) mengacu pada nama-nama dari warna primer seperti
merah, kuning dan biru. Hue primer, secara teori merupakan dasar dari
warna-warna campuran, seperti oranye, hijau dan ungu. Agaknya, warna
primer bukanlah hasil dari suatu campuran, tetapi dalam prakteknya, rona
yang kuat dihasilkan dari pencampuran.

Istilah value (nilai) mengacu pada kecerahan atau kegelapan dari suatu
warna. Pada saat warna putih ditambahkan, warna akan semakin tinggi
value-nya sampai putih murni dicapai. Sebaliknya, bila hitam
ditambahkan, atau warna yang memberikan efek gelap, value menjadi
lebih rendah hingga hitam dicapai. Hingga Anda mencapai putih murni
atau hitam murni, Anda menjadi kurang menyadari aspek kromatik atau
kualitas warna dan sebaliknya semakiin menyadari adanya kecerahan dan
kegelapan yang disebut sebagai value. Kuning dapat dikatakan tinggi
dalam value. Hal ini dapat dipakai untuk meningkatkan value dari warnawarna yang lebih gelap darinya.

Intensitas, mengacu pada tingkat kemurnian dari warna. Yakni diukur dari
tingkat ketiadaan warna campuran yang dapat dilihat. Sebagaimana
disebutkan di atas, jarang sekarang ini zat warna pada intensitasnya yang
penuh. Sebagai contoh, zat warna yang disebut alizarin, crimson dapat
dibuat ke dalam warna merah yang intensitasnya tinggi dengan jalan
menambahkan sejumlah warna kuning atau cadmium yellow. Biru
ultramarine merupakan pigmen yang sangat gelap dan menjadai rona biru
yang kuat hanya dengan menambahkan warna putih.

Warna komplemen. Istilah komplemen mengacu pada posisi perlawanan


dari warna-warna bersangkutan, sebagaimana digambarkan dalam skema
warna Brewster (gambar no. ) dalam pengertian ini tidak ada warna
yang seberbeda merah dengan hijau. Bagi mata manusia, persepsi imaji
merah adalah hijau, sebaliknya persepsi imaji hijau adalah merah. Apabila
merah dan hijau saling berdampingan, merah tampak lebih mereah,
sedangkan hijau tampak semakin khijau. Sedangkan apabila warna-warna
komplementer saling dicampurkan, maka meniadakan satu sama lain atau
saling menetralisir. Hasilnya adalah abu-abu, atau disebut juga warna
lumpur.

Merah komplemen hijau.

Biru komplemen oranye.

Ungu komplemen kuning.

Warna analog. Warna analog adalah warna saudara. Mereka saling


terkait (bersaudara) karena mereka berbagi garis darah yang sama.
Merah dan oranye, oranye dan kuning, hijau dan biru, biru dan ungu, ungu
dan merah. Warna analog saling berdekatan dalam skema lingkaran warna
(color wheel) sehingga warna yang bersaudara tidak memiliki akhir yang
jelas pada titik manapun, tetapi tampak saling berpadu dengan warna di
sebelahnya. Ketika dicampurkan, mereka akan menjadi abu-abu.

Sementara warna-warna yang sering disebut dengan istilah panas atau


dingin, dikarenakan psikologi kita mengasosiasikannya dengan
pengalaman sensori kita sehari-hari terhadap darah, api dan es. Misalnya
warna-warna merah, oranye serta kuning sering dikatakan sebagai warna
hangat, sementara biru, hijau dan ungu dikatakan sebagai warna dingin.
Akan tetapi peristilahan ini sangat relatif. Karena kuning dan hijau terasa
lebih dingin dibanding merah dan oranye misalnya. Dengan demikian,
rona warna, nilai maupun intensitas warna sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan sekeliling warna di mana warna itu berada. Seperti disebutkan
di atas, hijau akan tampak semakin hijau manakala berdekatan dengan
merah, demikian pula sebaliknya. Rona gelap tampak semakin gelap bila
disandingkan dengan warna cerah, sementara dari aspek kedalaman dan
keruangan, bisa tampak melebar atau menyusut, atau terasa mengawang
dan ringan, ataupun terasa berat dan mantab. Hal ini sangat dipengaruhi
oleh faktor lingkungan tempat warna tersebut berada.

kuning
prim

prim
prim
Kuning-oranye (trs)

kuning-hijau (trs)

Oranye (skd)

hijau (skd)

Merah-oranye (trs)
biru-hijau (trs)
Merah

biru

Merah-ungu

biru-ungu (trs)

Ungu (skd)
Gambar no. 17.
Skema warna Brewster sebagaimana dikutip Arfial Arsad Hakim (1998):

Garis tebal menunjukkan hubungan warna primer.

Garis panah kedudukan warna komplemen yang berlawanan posisi.

Prim= warna primer.

Skd= warna sekunder.

Trs= warna tersier.

1. UNSUR PERTALIAN.
Dalam sebuah rancangan melibatkan aspek penglihatan; ada arah, kedudukan dan
perasaan. Yaitu interaksi dengan penglihatan yang menumbuhkan rasa keruangan
dan gaya berat.
1. arah; arah sebuah raut dipengaruhi oleh pertaliannya dengan pelihat,
dengan bingkai yang mewadahinya, atau dengan raut lain yang berdekatan.

2. kedudukan; kedudukan raut ditentukan oleh pertaliannya dengan bingkai


gambar (picture frame) atau bidang gambar/rasana rancangan (picture
plane).
3. ruang; seberapa pun kecilnya, raut menempati ruang. Sehingga dapat
dirasakan ruang terisi atau kosong, juga tampak datar atau bergelombnag,
cekung atau cembung.
4. gaya berat; kesan berat dipengaruhi oleh penglihatan tetapi ditentukan
oleh
sikap batin. Artinya bukan masalah penglihatan tetapi masalah
batin.
Dipengaruhi oleh hukum gravitasi, kita memiliki kesan
anggapan/tanggapan (persepsi), sehingga keberadaan raut terasa
memiliki sifat berat atau ringan, dan sifat mantab atau limbung
(gambar 18).
UNSUR PERANAN.
1. Menyadari bahwa alam menyediakan ciptaan rancangan yang tiada
terbatas, maka rancangan yang kita hasilkan pada dasarnya merupakan
imitasi atau bersifat peniruan, juga stilasi atau penggayaan, maupun
duplikasi atau abstraksi dari alam.
2. Namun tidak setiap rancangan yang kita hasilkan memiliki makna. Karena
makna hanya dapat kita temukan pada sesuatu yang bernilai. Dengan kata
lain jika rancangan menyampaikan pesan tertentu, artinya rancangan
tersebut memiliki nilai pesan tertentu.
3. Sebaliknya jika melayani maksud tertentu, atau ditujukan bagi
kepentingan tertentu, maka rancangan berperan mengemban tugas tertentu.
Gb. 18. Posisi objek dan pertaliannya dengan bidang dan biongkai gambar.
(Ocvirk dkk., 1998)
D. Daftar Bacaan Tambahan
1. Bevlin, Marjorie Elliott, Design Through Discovery, Hew York, Toronto,
Chicago,, San Fransisci, Atlanta, Dallas, Montreal, London, Sidney.Holt,
Reinhard and Winston, 1977, third edition.
2. Feldman, Edmun Burke, Variety of Visual Experience, Prentice Hall, Inc.,
Englewood Cliffs, N.J. Harry N. Abfams, Inc., New York, 1966.
3. Papanek, Victor; Design for the real world, Albert Bonniers Forlag AB,
Stockholm, 1970.
E. Pertanyaan Kunci

1. Dalam sebuah kerja perancangan dua dimensi, terdapat dua aspek penting
berkaitan dengan bidang permukaan, sebuatkan keduanya.
2. Dalam suatu proses perancangan, unsur-unsur apa saja yang terkait di
dalamnya?
F. Soal
1. Apa yang dimaksud dengan bidang gambar?
2. Jelaskan hubungan konsep ruang di atas bidang gambar dua dimensional.
3. Apa yang Anda pahami dengan bingkai gambar?
4. Bagaimana pertalian suatu objek dengan bingkai gambar?
5. Sejauhmana sebuah rancangan memiliki makna?
G. Tugas

Baca baik-baik tema setiap tugas, beserta ketentuannya.

Setiap tugas memiliki karakteristik tema soal yang spesifik, dan menuntut
kreatifitas penciptaan perancangan.

Pada akhir semester, Satukan seluruh tugas dalam bentuk portofolio dan
kumpulkan sesuai jadual ujian.

Awali pekerjaan dengan membuat sketsa untuk dikonsultasikan lebih dulu.

Pada sisi kanan bawah kertas, sediakan kotak/box identitas dengan kolom:

1. prodi kelas
2. no. tema tugas
3. nama
4. nim
5. tgl. Penugasan.

No. TEMA TUGAS


KETENTUAN
KETERANGAN
1. Rancang suatu komposisi
yang mengeksplorasi
Kertas ukuran A3
unsur garis
Bidang gambar:
25X30 cm.

2.

3.

4.

5.

Rancang suatu komposisi


eksplorasi garis yang
membentuk bidang.

Rancang suatu komposisi


ruang ilusif berdasar
perulangan bidang.

Rancang tekstur semu dg


2 karakter; mekanis
dengan mencap langsung
dari alam atau benda jadi.
Dan manual dengan
pena/kuas

Ciptakan skema
lingkaran warna Brewster
(dlm struktur lingkaran).
Dalam formulasi 3 waran
primer, dan 21 warna
turunannya.

Hitam-putih.

Alat; pensil.

Kertas ukuran A3

Bidang gambar:
25X30 cm.

Hitam-putih.

Alat; tinta

Kertas ukuran A3

Bidang gambar:
25X30 cm.

Hitam-putih.

Alat; tinta

Kertas ukuran A3

Bidang
gambar:@ 10X10
cm.

Setiap karakter 2
bingkai.

Hitam-putih.

Alat; tinta

Kertas ukuran A3

skema 25 cm.

Warna penuh.

Alatt & bahan;


kuas dan pewarna
poster.

BAB
III

PRINSIP PERANCANGAN:
Pada bab ini pembaca diajak untuk mengenali gramatika, atau semacam
tata bahasa perupaan, yang lazim disebut dengan prinsip desain. Prinsip desain
atau prinsip perancangan merupakan asas yang memberikan tuntunan, cara
mengelola, dan mengorganisasikan beragam unsur desain hingga mencapai satu
keutuhan sebuah rancangan. Sebuah rancangan desain dikatakan telah memenuhi
prinsip perancangan apabila telah mencapai asas kesatuan (unity), asas
keselarasan (harmony), serta asas kesetimbangan (balance), dan proporsionalitas.
A. Kompetensi Dasar dan Indikator
Memahami prinsip
dasar pengorganisasian
unsur desain (prinsip
desain).

1. Mengenal Prinsip kesatuan (unity).


1. Mengenal Prinsip keselarasan
(harmony); perulangan dan
irama (repetition and rythm).
2. Mengenal Prinsip Keragaman
(variety); kontras dan
perluasan.
3. Mengenal Prinsip
kesetimbangan (balance);
kesetimbangan simetris,
kesetimbangan asimetris dan
ragam kesetimbangan lain;
diagonal balans serta radial
balans.
4. Mengenal prinsip dominan.
5. Mengenal proporsi.

C. Materi
1. PRINSIP KESATUAN (UNITY)
Sebuah objek yang hadir di hadapan kita, pada dasarnya adalah kumpulan dari
berbagai unsur yang membentuk satu kesatuan. Sebagai satu kesatuan, unsurunsur pembentuk objek tersebut tidak dapat lagi dipandang satu per satu sebagai

bagian tersendiri. Akan tetapi kesemuanya melebur menjadi keutuhan totalitas


objek dengan entitasnya yang baru. Begitu halnya sebuah karya rancangan. Dalam
satu kesatuan rancangan, unsur-unsur rupa mengikat diri dalam saling
ketergantungan satu sama lain, dan tidak ada yang diberi kedudukan yang
eksklusif. Keseluruhan lebih penting dari kedudukan masing-masing.
Pada saat kita mengamati suatu rancangan, dengan demikian adalah menganalisis
objek dengan mencoba merekonstruksi kembali, bagaimana setiap unsur dari
rancangan itu mula-mula disusun, ditata dan diorganisasikan sehingga
menemukan bentuknya yang teratur. Dalam proses ini, kerjasama antara sensor
pengamat dengan persepsi mentalnya yang menyatukan unit-unit optik, ke dalam
satu kesatuan yang meyeluruh. Atau dengan kata lain, mental kitalah yang
menciptakan tatanan dari bagian-bagian objek yang kita lihat dan semula berdiri
sendiri-sendiri.
desain
PRINSIP DESAIN
HARMONY
Perulangan
Irama

KERAGAMAN

balance

kontras
proporsi

Dominan
pergerakan
Unsur rupa
Garis
Raut
Bidang
Gempal
Tekstur & warna
warna

perluasan

PRINSIP DESAIN
HARMONY
Perulangan

KERAGAMAN

balance
Irama

kontras
proporsi

Gradasi

perluasan

Dominan
pergerakan

unity

unity

gambar no.19,
skema prinsip organisasi unsur desain a la Ocvirk, dkk.
(1998)

Perancang atau desainer adalah perupa yang bekerja berdasarkan rencana


(planning). Dengan materialnya, seorang desainer menyusun unsur-unsur rupa
(unsur/elemen desain), seperti garis, bidang, gempal, tekstur atau barik, dan warna
ke dalam struktur rancangannya. Dalam bekerja, seorang desainer mengatur dan
mengontrol elemen-elemen desainnya sehingga terintegrasi dan terpadu. Desainer

mengelola kesemuanya ini berdasarkan prinsip-prinsip desain; keselarasan


(harmony) dan keragaman guna mencapai kesatuan rancangan atau unity.
Perhatikan gambar no. 20 di bawah berikut ini. Terdapat empat bidang gambar, A,
B, C, dan D. Bila dicermati, kecuali bidang A, ketiga bidang yang lain memiliki
unsur desain yang relatif sama. Namun masing-masing bidang gambar memiliki
cara penempatan dan penyusunan unsur rupa atau komposisi yang berlainan.
Fakta menunjukkan, komposisi bidang D terasa komposisinya lebih menyatu
dibanding bidang lainnya. Hal itu terjadi karena prinsip keselarasan dan
kesetimbangan organisasi unsur-unsur desain tercapai, sehingga memenuhi prinsip
kesatuan desain (unity).
Gb. No.20. Beragam susunan unsur desain (repro. Ovirk, dkk. 1998: )

1. PRINSIP KESELARASAN (HARMONY) : perulangan dan irama.

Pengalaman hidup kita sehari-hari, mengisyaratkan bahwa segala sesuatunya


berjalan dalam keselarasan, atau dalam harmoni. Dalam suatu rancangan,
keselarasan terbangun karena adanya kesejajaran, kesamaan, atau kesetaraan di
antara bagian-bagian dalam kesatuan. Ada semacam saling menyesuaikan diri,
dan tidak ingin tampil lebih. Hadirnya keselarasan dalam satu rancangan,
memberikan kesan nyaman, tidak memancing reaksi, terasa tenang, tidak ada
konflik; baik dalam hal warna, ukuran, bentuk raut, dan sebagainya. Kesemuanya
hadir dalam suatu harmonisme yang berpadu selaras satu dengan lainnya.
Dalam kerja perancangan, prinsip keselarasan atau keserasian, atau harmoni bisa
dicapai melalui beragam unsur rupa. Misalnya selaras dalam warna, selaras dalam
ukuran, selaras dalam raut, selaras dalam barik atau tekstur. Ilustrasi yang mudah
untuk dipakai sebagai contoh keselarasan, bisa diangkat dari bagaimana sebuah
komposisi musik dapat dengan cepat kita tangkap keselarasannya. Hal itu
dimungkinkan oleh adanya perulangan bunyi. Dengan perulangan (bunyi dalam
musik), maka akan dengan mudah pula irama terbentuk. Hal yang sama juga dapat
diterapkan pada komposisi visual (seni rupa). Yakni dengan cara membuat
perulangan satuan-satuan wujud, maka akan dihasilkan suatu irama.
Baik dihasilkan oleh perulangan maupun irama, Feldman memaparkan,
keselarasan akan menciptakan sesuatu hal yang monoton dan membosankan
manakala perulangan digunakan secara ekstrem (1967, 262). Akan tetapi,
sebagaimana mestinya, keselarasan diperlukan sebagai bahan mencapai kesatuan
(unity). Dengan kata lain, melalui irama, kita bisa merasakan adanya perulangan,

adanya alternatif, adanya kesan progresif, serta adanya kesan mengalir. Pada
umumnya, para seniman dan desainer mengekploitasi kualitas kenyamanan dari
irama perulangan tanpa mendatangkan rasa bosan. Salah satu cara untuk
mendapatkan prinsip keselarasan ini dicapai dengan memanfaatkan gradasi.
Gb. 21 perulangan dan irama.
Irama progresif melibatkan repetisi dengan penambahan suatu perubahan yang
diulang secara konsisten. Melalui aspek ini penghayat diajak untuk membangun
suatu tujuan menuju titik kulminasi. Irama progresif bisa kita temukan cpntohnya
pada bangunan arsitektural dengan susunan tangga menuju puncak, yang berefek
dramatik.
Irama sebagai aliran berkesinambungan dikesankan oleh ombak di pantai.
Keteraturan yang terus berulang dari bidang-bidang kurva linier; tekanan dari
puncak ombak, dan jeda di antaranya; serta transisi yang lembut dari ombak ke
ombak berikutnya. Hubungan-hubungan yang diciptakan dengan perulangan
keserupaan semacam ini, mengilhami karya dengan suatu tingkat keselarasan.
Tekanan dan semacamnya, cenderung menahan perhatian kita perulangan dan
irama dapat menunjang suatu karya rancangan baik kegembiraan maupun
keselarasan tergantung pada bagaimana mereka dikelola. Irama yang lemahlembut misalnya pemandangan yang tenanng, mengesankan kedamaian,
sementara irama yang sangat aktif, sebagaimana pemandangan puting beliung,
atau kekacauan, mengesankan tindak kekerasan.
Tipe irama, sangat tergantung pada garis-garis vertkal atau horisontal, berhadapan
dengan garis-garis diagonal, teratur, atau bidang-bidang tak beraturan,
perpindahan lembut atau cepat di antara unit-unit optis ke mana mata diarahkan.
Sebagai aksentuasi, perulangan kadang diberi variasi dengan mempermainkan
jarak antar garis misalnya, atau yang disebut dengan interval. Dengan interval,
pengamat diajak untuk menikmati suatu bentuk perulangan yang tidak
menjemukan, yaitu dengan jalan mempermainkan ukuran, maupun jarak unsur.

1. PRINSIP KERAGAMAN (VARIETY): kontras dan perluasan.


Keragaman merupakan kebalikan dari keselarasan. Ini merupakan sisi lain dari
dasar sistem organisasi unsur desain untuk mencapai kesatuan (unity). Melalui
keragaman, desainer membangun rasa ingin tahu pengamat, dengan demikian
menahannya lebih lama untuk lebih mengamati rancangan. Jika seorang desainer
mampu mencapai kesamaan secara lengkap dari kekuatan-kekuatan visual, karya
biasanya akan mencapai kesetimbangan, akan tetapi mungkin juga akan terasa
statis, kurang hidup, serta tanpa emosi. Perwujudan yang membosankan
merupakan suatu indikasi adanya harmoni yang berlebihan. Daya tarik visual,
dengan demikian merupakan hasil langsung dari penambahan keragaman pada

komponen-komponen rancangan. Variety merupakan satu faktor pemisahan visual


penarikan bagian dari hubungan unsur-unsur. Prinsip keragaman ini bisa
dicapai dengan memanfaatkan kontras dan elaboration atau perluasan.
1. Kontras.
Kontras terjadi bilamana unsur-unsur diulang-ulang dengan cara yang membuat
mereka tampak tidak saling berkaitan; beberapa garis lebar diletakkan pada area
yang sempit. Kontras berdasarkan warna terjadi bila merah dijajarkan dengan
hijau, misalnya, atau gelap total yang disandingkan dengan terang ekstrem.dalam
suatu kontras yang ditingkatkan tekanannya, area yang terlibat menjadi kurang
selaras tetapi memuncak secara proporsional rangsangan visual. Dengan cara
inilah. Pengenalan peningkatan kontras suatu area, gambar, atau bidang,
memungkinkan munculnya dominasi.
1. Perluasan (elaboration)
Perluasan merupakan cara lain menerapkan keragaman atau ketidak-samaan pada
area-area yang kurang memiliki daya tarik visual. Meskipun perluasan dan
kontras lebih mirip perulangan, hal ini tidak dimaksudkan untuk meningkatkan
keterhubungan, akan tetapi untuk memperkenalkan secara perlahan (gradual)
perbedaan atau oposisi(perlawanan) Visual.
Keselarasan artinya, semacam mempertahankan kontras bersama-sama.
Bagaimana pun juga, perbandingan dari derajad kesamaan dan derajad
keberbedaan tidak harus mencapai proporsi yang sama atau sejajar. Kepekaan
dalam menerapkan keselarasan dan keragaman akan membantu menciptakan
ruang dan akan memiliki hubungan dalam suatu pengembangan kesetimbangan,
pergerakan, proporsionalitas dan dominasi.
1. PRINSIP KESETIMBANGAN
Dalam kehidupan sehari-hari, kesetimbangan tidak dapat dilepaskan kaitannya
dengan kesadaran kita akan adanya grafitasi (gaya tarik bumi). Pada saat kita
berjalan, berdiri di atas satu kaki, atau rebahan di kursi menunjukkan intuisi kita
perlu untuk kesetimbangan. Sebagai binatang tegak, kita menghabiskan sebagian
besar waktu kita untuk menolak pengaruh grafitasi. Dengan cara yang sama,
dalam seni, kita sepakat dengan harapan menetralisir kekuatan grafitasional.
Sebagian besar dari karya seni, dipampangkan dengan orientasi vertikal, dalam
arti atas, samping dan bawah. Kesetimbangan komposisi visual dicapai dengan
cara menetralisir daya-tolak menurun, dan lebar grafitasional dari komponenkomponen. Sebagai contoh, bila sebuah bola ditempatkan pada posisi tinggi pada
bidang gambar, akan menimbulkan perasaan tegang (tension) dan bersamaan
dengan hal itu terdapat pengharapan bahwa grafitasi akan mengakibatkan bola
jatuh ke bawah. Sebaliknya bila bola kita tempatkan pada bagian bawah bidang

gambar, atau pada garis bawah gambar, memberi kesan kedamaian atau
pemecahan, bahwa grafitasi bertindak aktif terhadap bola.
Kesetimbangan pada struktur, sebagian besar merupakan perkara berat dan
tekanan. Dalam seni rupa, kesetimbangan merupakan suatu kondisi optis, dan
berkaitan dengan peristilahan berat, tekanan, tegangan, serta stabilitas yang
dipinjam dari ilmu pasti dan teknis, pada makna perseptual.
Untuk memahami prinsip kesetimbangan dalam konteks bidang datar, bidang
gambar terutama, pertama-tama tarik garis imajiner yang membagi bidang gambar
menjadi dua sisi, yaitu belahan sisi kiri dan belahan sisi kanan. Karena wacana
kesetimbangan hanya berlangsung dalam konteks kesatuan yang melibatkan
belahan sisi-sisi suatu bidang atau objek.
Terdapat dua macam kesetimbangan utama, disamping beberapa jenis karakter
kesetimbangan dalam kaitannya dengan kaidah komposisi. Yakni kesetimbangan
simetris, dan kesetimbangan a-simetris. Kesetimbangan simetris merupakan satu
bentuk kesetimbangan yang paling sederhana serta merupakan tipe paling
menarik. Juga hanya membutuhkan persepsi minimum untuk dapat
memahaminya. Dalam kehidupan kita sehari-hari, kesetimbangan simetris dengan
mudah dapat kita temukan. Seperti keadaan tubuh kita sendiri, misalnya,
disamping beragam benda bentukan manusia yang menunjukkan kedua sisi objek
menunjukkan keadaan ibarat objek di depan cermin. Dalam konteks perancangan,
ksetimbangan merupakan persoalan mendasar dalam mengimplementasikan
prinsip pengorganisasian untuk mencapai kesatuan rancangan.
Pada gambar no. 22, terdapat tiga tipe mendasar skala kesetimbangan.
Pemahaman akan ilustrasi dimaksudkan sebagai persiapan bagi pengembangan
kreatif berikutnya, baik dalam hal perancangan bidang datar maupun tiga
dimensional. Pada dua baris ilustrasi pertama, kekuatannya pada kesetimbangan
antara sisi kanan dan kiri secara horisontal. Hal ini ditunjukkan adanya
karakteristik fisik garis yang sama atau ekuel. Contoh yang sama juga
memaparkan bahwa kesetimbanganantara garis, bidang dan value telah
dimodifikasi. Pada baris ketiga, kesetimbangan ditunjukkan tidak saja dalam
komposisi vertikal dan horisontal, akan tetapi juga kekuatannya didistribusikan
secara menyebar mengelilingi pusat. Komposisi ini disebut sebagai radail balance
atau komposisi radial.
Gb. No. 22. Prinsip kesetimbangan (repro: Ovirk, dkk. 1998: )

Dalam praktek perancangan, kesetimbangan mengacu pada rasa kesetimbangan


optik yang ditunjukkan oleh bagian-bagian dari suatu karya desain. Faktor-faktor
perubahan ini berupa posisi atau penempatan dari ukuran, proporsi, karakter, serta
arah dari unsur-unsur. Apabila dua bidang yang sama kualitas fisiknya keduanya

ditempatkan pada sisi kiri bingkai gambar, karya akan menunjukkan ketidakseimbangan dengan sisi kanan bingkai gambar. Dengan kata lain, kesetimbangan
bergantung dari cara perancang menempatkan susunan unsur-unsur desainnya di
dalam atau di luar kesetimbangan.
Pada umumnya, sejalan dengan gerak mata mengenlilingi permuykaan gambar,
akan berhenti sejenak pada bagian gambar yang penting. Maksud dari poin ini
menghadirkan kekuatan gerak dan arah yang saling mengim bangi disebut sebagai
moment of force. Dalam mencari kesetimbangan, perancang musti menyadari
bahwa beragam unsur menciptakan moments of force, dan pembedaan penempatan
mereka akan menghasilkan suatu kontrol tegangan.
1. 1. Kesetimbangan simetris.
Sebagaimana keadaan neraca, kesetimbangan simetris terjadi manakala sisi
sampingmenyamping dari neraca memiliki beban berat yang sama. Dalam
konteks bidang gambar dua dimensional, kondisi kesetimbangan simetris terjadi
apabila belahan bidang gambar kiri terisi oleh gambaran objek yang sama atau
identik dengan belahan bidang gambar kanan. Atau dengan kata lain,
kesetimbangan simetris menyajikan suatu porsi pada satu sisi yang diulang pada
sisi lainnya (gb. 22a).
Kesetimbangan simetris sering disebut juga sebagai kesetimbangan formal.
Dikatakan demikian karena dalam format kesetimbangan formal, rancangan
memberi kesan statis, dan mapan atau establis. Akibatnya komposisi sering terasa
monoton.
1. 2.

Kesetimbangan a simetris.

Kesetimbangan a simetris artinya kesetimbangan yang tidak simetris. Sebagai


contoh, bila pada satu sisi bidang gambar terdapat satu raut kecil dengan warna
kuat, sementara sisi lainnya berupa bidang kosong, maka akan tersaji suatu
komposisi yang tidak setimbang, atau disebut kesetimbangan a simetris.
Disamping komposisi di atas, kesetimbangan a simetris juga bisa dicapai dengan
cara memberikan warna yang kontras pada sisi yang berlainan, sebagai misal
antara hitam-putih; biru-oranye, atau hijau dengan merah.
1. 3. Kesetimbangan psuedo simetris (simetris semu).
Di antara dua tipe kesetimbanan di atas, terdapat satu tipe kesetimbangan lain
yang mirip kesetimbangan simetris, namun dibangun berdasarkan unsur yang
berbeda. Sebagai contoh, pada sebuah bidang gambar, bila kita tempatkan sebuah
raut berupa bidang segitga tanpa warna pada satu sisi, sedang pada sisi lainnya
kita tempatkan dua atau tiga raut bidang bulat yang volume totalnya sama dengan
volume raut segitiga, maka komposisi yang tersaji dikatakan sebagai komposisi
mirip simetris (approximate simetry) atau bisa disebut psuedo simetris. Komposisi

psuedo simetris pada umumnya justru dicapai dengan memanfaatan kontras pada
satu karakter unsur namun disandingkan dengan permainan skala unsur yang
berbeda, untuk mencapai kesetimbangan yang dinamis, tidak membosankan dan
sekaligus menarik (gb. 22c dan gb. Horizontal balance 22c).
1. PRINSIP SKALA/PROPORSI (PROPORTION).

Proporsi berkaitan dengan persoalan perbandingan antara satu bagian dengan


bagian lainnya. Istilah skala digunakan ketika proporsionalitas dihubungkan
dengan persoalan ukuran, serta mengacu pada beberapa taksiran untuk
menghubungkan satu bagian dengan keseluruhan. Sering dibuat semacam padanan
untuk membuat standarisasi norma. Sebagai misal, manusia oleh arsitek sering
dijadikan sebagai norma acuan dalam membangun sebuah gedung.
Perancang telah mencoba menemukan standar ideal untuk hubungan yang
proporsional, sejak jaman dulu filsuf Yunani klasik mengungkapkan
pandangannya dalam suatu term golden section, atau skala emas untuk
menghadirkan ukuran ideal bagi skala dalam kesetimbangan ideal antara manusia
dan seni (rancangan) (gb. 22).

Gb. 23a

Gb. 23b

gb. 23c

Gb.

23d

1. F. PRINSIP DOMINAN (DOMINANT)


Setiap karya peracancangan yang berjuang untuk tampil menarik, haruslah
menyajikan perbedaan-perbedaan yang menekankan derajat kepentingan dari
bagian-bagiannya. Perbedaan-perbedaan ini sebagai hasil dari pertimbangan-

pertimbangan komposisional dan medium. Dalam sepotong musik, dapat


menggunakan irama kreskendo; pada suatu adegan dramatis dapat menggunakan
spotlight, atau banyak cara lain untuk mendapatkan prinsip komposisi dominan
ini. Apabila kita menggunakan istilah kontras untuk menggambarkan kondisi
keperbedaan, kita dapat melihat bahwa berikut ini, di samping yang lainnya, dapat
dimanfaatkan untuk mencapai dominan;
a) Mengisolasi atau memisahkan salah satu bagian dari lainya, b) penempatan
titik tengah lebih sering digunakan, akan tetapi hal ini dapat digunakan di
tempat lain, tergantung dari sekelilingnya, c) arah atau direction suatu
pergerakan yang kontras dengan tarikan perhatian lainnya, d) skala ukuranukuran yang lebih besar pada umumnya mendominasi, dan e) karakter
perbedaan signifikan dalam penampakan umumnya mecolok. Serta kontras dalam
warna, value, dan tekstur juga menghasilkan daya tarik kuat. Tidak dapat
disangkal lagi, perancangan menggunakan kontras dengan maksud menarik
perhatian pada bagian-bagian penting dari rancangan, dengan demikian
menciptakan dominan. Dalam beragam cara, dalam kehidupan sehari-hari kita
dominan dapat ditemukan baik dalam kehidupan politik, dunia atis, dan
sebagainya.
1. G. PRINSIP PERGERAKAN (MOVEMENT).
Banyak penghayat tidak menyadari, pada saat mengamati suatu karya
rancangan, mereka sebenarnya sedang diajak melakukan penjelajahan, dan yang
mengarahkan sudah barang tentu adalah si perancang, yang membawa mata
pengamat atau penghayat merasa nyaman dan informatif dengan menyediakan
peta jalan dan perhentian-perhentian. Dalam hal ini gerak mata penghayat didikte
melalui transisi-transisi yang dihasilkan oleh arah garis-garis, bidang-bidang,
kontur (garis tepi bidang) dan motif, yang mengajak kita untuk mengkaitkan satu
dengan lainnya.
Gb. 24.
Pergerakan yang lain disebabkan oleh posisi keruangan dari
penempatan unsur-unsur. Secara historis, ilusi gerak spasial ke dalam karya
dihasilkan oleh perspektif linier. Atau dengan kata lain dapat dihasilkan dengan
cara mengolah perspekstif dari garis-garis. Atau dalam lain hal menciptakan
kesan, untuk menciptakan arah imajinatif dengan jalan mengatur susunan unsurunsur sedemikian rupa, sehingga merangsang mata penghayat untuk mengikuti
rancangan yang dibuat.
Gb. 25.
D. Daftar Bacaan Tambahan

Bloomer, Caroline ., 1976, Principles of Visual Perception, van Nostrand


Reindhold Company, New York.
E. Pertanyaan Kunci
1. Sebutkan prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses perancangan.
2. Sebutkan beragam variasi kesetimbangan dalam komposisi perancangan.
F. Soal
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan prinsip kesatuan dalam suatu k
perancangan?
2. Dengan cara bagaimana prinsip kesatuan dapat dicapai dalam suatu proses
perancangan?
3. Bagaimana kaitan prinsip keselarasan dengan dalam suatu kesatuan?
4. Mengapa antara satu prinsip engan prinsip lainnya saling terkait, jelakan.
5. Apa yang dimaksud dengan prinsip kesetimbangan?
G. Tugas
PEDOMAN TUGAS
1. Awali pekerjaan dengan membuat sketsa untuk dikonsultasikan lebih dulu.
2.

No.
6.

TEMA TUGAS
Ciptakan komposisi
simetris/formal balance bertumpu
pd bidang, ukuran dan warna.
manfaatkan juga tekstur, gradasi,
dsb. dasar putih.

KETENTUAN

Ukuran Kertas A3

Bidang gambar: 2835


cm.

Objek Warna penuh.

Bahan cat poser.

KETERANGAN

7.

8.

10.

11.

Ciptakan komposisi a-simetri dlm


bentuk/raut, ukuran dan warna.

Ciptakan komposisi gradasi dlm


bidang dan warna secara repetitif
(dasar warna).

Ciptakan komposisi gempal dlm


harmoni bentuk dan warna (dasar
warna).

Ciptakan komposisi radial dalam


gradasi warna dan ukuran

Alas rancangan putih


kertas.

Kertas ukuran A3

Bidang gambar: 2835


cm

Warna penuh.

Bahan; cat poster

Alat; kuas. Dll.

Kertas ukuran A3

Bidang gambar: 28X35


cm

Warna penuh.

Bahan; cat poster

Alat; kuas. Dll.

Kertas ukuran A3

Bidang gambar: 28X35


cm

Warna penuh.

Bahan; cat poster

Alat; kuas. Dll.

Kertas ukuran A3

12.

13.

Ciptakan komposisi radial dalam


gradasi warna dan ukuran.

Ciptakan komposisi gempal


kontras dlm bentuk dan warna
(dasar warna).

Bidang gambar: 28X35


cm

Warna penuh.

Bahan; cat poster

Alat; kuas. Dll.

Kertas ukuran A3

Bidang gambar: 28X35


cm

Warna penuh.

Bahan; cat poster

Alat; kuas. Dll.

Kertas ukuran A3

Bidang gambar: 28X35


cm

Warna penuh.

Bahan; cat poster

Alat; kuas. Dll.

BAB IV
KAIDAH KOMPOSISI

Dalam setiap perancangan, tentu tak bisa meninggalkan apa yang disebut sebagai
kaidah komposisi. Yaitu karakteristik rancangan dalam pertaliannya dengan
bidang gambar dan bingkai gambar. Karakteristik perancangan sangat dipengaruhi
oleh, bagaimana unsur-unsur rupa dikelola, disusun dan ditata, diorganisasikan di
atas bidang gambar yang tersedia, dan dibatasi oleh bingkai gambarnya.
Perencanaan perancangan sudah barang tentu selain mempertimbangan medan
perancangan, juga strategi manipulasi dalam menempatkan objek rancangan.

Bidang gambar tempat di mana rancangan dieksekusi, sering disebut juga sebagai
ruang. Ketika ruang kosong kemudian diisi oleh objek berupa unsur desain, maka
ruang yang ditempati objek unsur tersebut disebut sebagai ruang positif. Sedang
ruang di sekelilingnya yang masih kosong disebut sebagai ruang negatif.
Sesungguhnya penyebutan ini lebih bersifat kesepakatan saja, untuk memudahkan
pembahasan. Karena seringkali menjadi kabur, mana ruang positif dan mana
ruang negatif. Karena keduanya nyaris sama saja dalam segi kualitas. Perhatikan
gambar no. 26 berikut.
Gb. No. 26 , Johny and Jane (foto repro Ovirk, dkk. 1998: ).
Pada gambar secara kuat menyajikan dua citra dalam dua warna yang kontras.
Pada kenyataannya, optik kita sering tertarik untuk melihat dan terpaku terlebih
dulu pada warna yang lebih kuat memancarkan intensitasnya.
Baru kemudian
mata menjelajah untuk menemukan bentuk yang ditampilkkan dalam warna yang
lain. Dari pengamatan tampak, bila mata diarahkan ke tengah gambar, maka yang
tersaji adalah citra sebuah vas/pot. Berikutnya bila mata kita arahkan pada
pencitraan di luar objek vas/pot, maka akan terpampang dua wajah saling
berhadapan. Lalu mana yang harus kita sebut sebagai ruang positif? Citra vas/pot
putih? Atau citra wajah kembar?
Pada umumnya yang disebut sebagai ruang positif adalah ruang yang ditempati
oleh objek utama dari suatu rancangan. Karena dalam satu komposisi, suatu
rancangan di atas bidang gambar pada dasarnya dibentuk berdasarkan komponen
yang terdiri dari objek utama; lalu bagian depan objek yang disebut sebagai latar
depan (forground), kemudian latar belakang objek (backgroun).
DAFTAR PUSTAKA
Al Seckel, Incredible Visual Illusions, (terjemahan) Alexander Sindoro, Kharisma
Publishing
Group, Tangerang, 2008.
Bates, Kenneth F. Basic Design, Principles and Practice, Cleveland and New
York, The World Publishing Company. 1960.
Bevlin, Marjori Eliot, Design Through Discovery, Hold, RineHart and Winston,
New
York, Chicago, San Fransisco, Atlanta, Dallas, Montreal, Toronto,
London, Sidney, 1967.
Bloomer, Caroline M., Principles of Visual Perception, van Nostrand Reindhold
Al
Company, New York, Cincinnati, Toronto, London, Melbourne,1976.
Feldman, Edmund Burke, Varieties of Visual Experience, Basic Edition, New
York:
Harry N. Abrams Inc., Basic Edition, 1967.

Knobler, Nathan, The Visual Dialogue, an Introduction to the Appreciation of Art,


Holt, Rinehart and Winston, New York, Chicago, San Francisco, oronto, London,
1966.
Ovirck, Otto, G. at all, Art fundamental , Theory & Practice, , McGraw Hill,
USA, International
Edition, 1998.
Wong, Wucius, Principle of Two Dimentional Design, Van Nostran Reinhold
Company, Inc., New
York, 1972, (terj, Ajat Sakri): Beberapa Azas
Merancang Dwimatra, Bandung, ITB, 1986

Anda mungkin juga menyukai