Anda di halaman 1dari 23

POLA KEHIDUPAN PEDAGANG ASONGAN DI

ALUN-ALUN KOTA MALANG


Untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia
Yang Dibimbing oleh Siti Anniyat Maimunah, M.Pd.

Disusun Oleh :
Anna Maeda N. (12630091)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIKI IBRAHIM
MALANG
2012

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur atas kehadirat Allah SWT, karena saya telah
bisa menyelesaikan tugas mata kuliah bahasa Indonesia ini dengan judul Pola
Kehidupan Pedagang Asongan di Alun-Alun Kota Malang selesai pada
waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan laporan
penelitian ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan dari pihak-pihak
lain. Sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi dan makalah ini
dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Ibu Siti Anniyat Maimunah, M.Pd. selaku Dosen pembimbing Mata
Kuliah Bahasa Indonesia UIN Maliki Malang
2. Semua teman-teman mahasiswa dan mahasiswi UIN Maliki Malang
Jurusan Kimia
3. Dan orang tua yang selaku memberi dukungan dan ikut mengarahkan,
serta semua yang membantu dalam pengerjaan makalah ini.
Harapan saya semoga makalah ini bisa bermanfaat dan menjadikan referensi
kita semua untuk selalu berjuang meraih meraih kesuksesan.
Makalah yang penulis buat ini pasti masih banyak kekurangan, oleh karena itu
penulis mengaharap saran dan masukannya.

Malang, 17 Desember 2012

Peneliti

DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Ruang Lingkup
1.4 Manfaat
1.5 Definisi Istilah
BAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pendahuluan Penelitian
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.3 Sumber Data
3.4 Teknik Pengumpulan Data
3.5 Analisis Data
BAB IV PEMAPARAN DATA
BAB V PEMBAHASAN
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
Daftar Pustaka
Lampiran

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di tengah kesulitan krisis ekonomi yang melanda indonesia sekarang ini


khususnya di daerah perkotaan di mana mencari nafkah semakin sulit, tingkat
kemiskinan semakin meningkat,

lapangan pekerjaan menjadi sulit dan

pengangguran merajalela. Membuat masyarakat harus berfikir bagaimana


mempertahankan hidup. Dengan modal yang terbatas dan kemampuan skill
yang masih terbilang minim menjadikan banyak orang memilih profesi
sebagai pedagang asongan. Hampir di setiap sudut jalan,terotoar,dan bis
kota,kita temui pedagang asongan yang berjualan dengan berpagai macam
jenis barang dari rokok, permen, air mineral, dan lain-lain. Survey peneliti
menghasilkan data mereka yang beroprasi sebagai pedagang asongan di Kota
Malang umumnya masyarakat berpendidikan rendah sampai ada yang tidak
mengenyam pendidikan sama sekali, sehingga menyulitkan mereka untuk
mencari pekerjaan yang lebih baik.

Banyak cara yang dilakukan oleh pedagang asongan untuk menunjang


kondisi ekonominya di tengah derasnya arus perkembangan kota yang setiap
hari menuntut persaingan dan kerja keras di setiap anggota manyarakatnya.

Suasana alun-alun yang selalu ramai dengan pengunjung meyebabkan


berbagai usaha dalam sektor informal menawarkan berbagai profesi
diantaranya ialah pedagang kaki lima, dan pedagang asongan. Pedagang
asongan banyak ditemui di alun-alun kota Malang.

Fenomena pedagang asongan semakin marak dengan bertambahnya


jumlah pedagang asongan di alun-alun kota Malang. Berdasarkan pemikiran

tersebut peneliti ingin mengetahui tentang aktifitas dan permasalahan yang


dihadapi oleh pedagang asongan. Oleh karena itu, peneliti mengangkat judul
Pola Kehidupan Pedagang Asongan di Alun-Alun Kota Malang.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas peneliti
mencoba untuk merumuskan rumusan masalah agar lebih memudahkan objek
penelitian. Maka rumusan masalah yang diangkat dalam rumusan masalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana latar belakang sosial pedagang asongan di alun-alun kota
Malang?
2. Bagaimana kehidupan sehari-hari mereka menjadi pedagang asongan di
alun-alun kota Malang?
3. Apa saja permasalahan yang dialami oleh para pedagang asongan di alunalun kota Malang?
4. Bagaimana latar belakang agama pedagang asongan di alun-alun kota
Malang?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian yang peneliti
lakukan adalah untuk:

1. Mengetahui latar belakang sosial pedagang asongan di alun-alun kota


Malang.
2. Mengetahui kehidupan sehari-hari mereka menjadi pedagang asongan di
alun-alun kota Malang.
3. Mengetahui permasalahan yang dialami oleh para pedagang asongan di
alun-alun kota Malang.
4. Mengetahui latar belakang agama pedagang asongan di alun-alun kota
Malang.

1.4 Ruang Lingkup


Di tengah kesulitan krisis ekonomi yang melanda indonesia sekarang ini
khususnya di daerah perkotaan di mana mencari nafkah semakin sulit, tingkat
kemiskinan semakin meningkat,

lapangan pekerjaan menjadi sulit dan

pengangguran merajalela. Membuat masyarakat harus berfikir bagaimana


mempertahankan hidup. Dengan modal yang terbatas dan kemampuan skill
yang masih terbilang minim menjadikan banyak orang memilih profesi
sebagai pedagang asongan.
Pedagang asongan yang dimaksud di sini adalah pedagang yang
menjajakan barang dagangannya secara eceran dengan cara mendatangi calon
pembeli dan barang dagangannya dibawa dengan ditenteng.
Hampir di setiap sudut jalan,terotoar,dan bis kota,kita temui pedagang
asongan yang berjualan dengan berpagai macam jenis barang dari rokok,
permen, air mineral, dan lain-lain.
Survey peneliti menghasilkan data mereka yang beroprasi sebagai
pedagang asongan di Kota Malang umumnya masyarakat berpendidikan
rendah sampai ada yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali, sehingga
menyulitkan mereka untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.
1.5 Manfaat
Manfaat dari laporan penelitian ini adalah:

1. Kita dapat mengetahui latar belakang sosial pedagang asongan di alunalun kota Malang.
2. Kita dapat mengetahui kehidupan sehari-hari mereka menjadi pedagang
asongan di alun-alun kota Malang.
3. Kita dapat mengetahui permasalahan yang dialami oleh para pedagang
asongan di alun-alun kota Malang.

4. Kita dapat mengetahui latar belakang agama pedagang asongan di alunalun kota Malang.
5. Dan dari segi praktis laporan penelitian ini dapat dijadikan bahan
pertimbangan dalam membuat kebijakan.

1.6 Definisi Istilah

1.6.1 Pola Kehidupan


Pola hidup adalah cara kita berprilaku sehari-hari, sejak bangun tidur
hingga tidur lagi, misalnya tidur, makan, mandi, berolahraga, dan belajar. Pola
hidup dapat disamakan dengan kebiasaan. Bila kita memiliki kebiasaan buruk,
berarti kita juga memiliki pola hidup yang buruk, begitu pun sebaliknya.
Kebisaan yang baik menandakan kita telah melakukan pola hidup yang baik.
1.6.2 Pedagang Asongan
Pedagang

asongan

adalah

pedagang

yang

menawarkan

barang

dagangannya dengan cara menempatkannya di kotak kecil yang mudah


dibawa dan dipindah-pindahkan. Kotak tersebut biasanya mereka kalungkan di
leher seperti tas, dan barang-barang yang mereka tawarkan biasanya berupa
rokok, korek api, kembang gula, kertas tisu, kacang, kuaci, buah, dan barangbarang ringan lainnya.
Pedagang asongan adalah pedagang yang mendagangkan dagangannya
sambil dibawa kesana-kemari di tempat mereka biasa mangkal, atau mungkin
bila sudah mempunyai tempat berjualan yang pasti, mereka berhenti dan
mendagangkan dagangannya di situ.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan tentang Sektor Informal

2.1.1 Pengertian Sektor Informal

Batasan mengenai sektor informal sebagai sebuah fenomena yang sering


muncul di perkotaan masih dirasakan kurang jelas, karena kegiatan
perekonomian yang tidak memenuhi kriteria sektor formal, terorganisir,
terdaftar, dan dilindungi oleh hukum dimasukkan dalam sektor informal, yaitu
istilah yang mencakup pengertian berbagai kegiatan yang sering kali tercakup
dalam istilah umum usaha sendiri. Dengan kata lain, sektor informal
merupakan jenis kesempatan kerja yang tidak terorganisasi, sulit dicacah, dan
sering dilupakan dalam sensus resmi, serta merupakan kesempatan kerja yang
persyaratan

kerjanya

jarang

dijangkau

oleh

aturan-aturan

hukum

(Indrawati,2009).

Kriteria yang dapat dipakai untuk menerangkan sektor informal antara lain
umur, pendidikan, dan jam kerja sebagai indikator untuk menggambarkan
karakteristik pekerja sektor informal. Dimana sektor informal tidak mengenal
batasan umur, pekerja sektor informal itu pada umumnya berpendidikan
rendah dan jam kerja yang tidak teratur (Indrawati,2009).

Konsep sektor informal pertama muncul di dunia ketiga, yaitu ketika


dilakukan penelitian tentang pasar tenaga kerja perkotaan di Afrika. Keith
Hart mengatakan bahwa sektor informal adalah bagian angkatan kerja di kota
yang berada di luar pasar tenaga kerja terorganisir (Manning,1991).

Breman berpendapat sektor informal melipuuti masa pekerja kaum miskin


yang tingkat produktifitasnya jauh lebih rendah dari pada pekerja di sektor

modern di kota yang tertutup pada kaum miskin ini. Breman menyatakan
bahwa sektor informal adalah kumpulan pedagang dan penjual jasa kecil yang
dari segi produksi secara ekonomis tidak menguntungkan, meskipun pedagang
asongan menunjang kehidupan bagi penduduk yang terbelenggu kemiskinan
(Manning,1991).

2.1.2 Karakteristik Sektor Informal

Menurut pendapat Damsar, konsep sektor informal dicirikan dengan


(Damsar,2009) :
a. Mudah memasukinya dalam arti keahlian, modal, dan organisasi.
b. Perusahan milik keluarga.
c. Beroperasi dalam sektor kecil.
d. Intentif tenaga kerja dalam produksi dalam menggunakan teknologi
sederhana.
e. Pasar yang tidak diatur dan berkompetitif.
2.1.3 Tumbuhnya Sektor Informal
Hikayat menyatakan munculnya sektor formal akibat masuknya modal
asing (barat) sejak tahun 1950-an yang menyebabkan diterapkannya pada
pembangunan model barat oleh ahli-ahli barat yang diperbantukan di
Indonesia(Damsar,2009).
Pekerja yang tidak terampil yang berpindah ke kota untuk pertama kalinya,
ikut memasuki apa yang disebut sektor tradisional di kota, dan kemudian
berpindah ke pekeejaan dalam sektor modern. Model ini merupakan contoh
menyolok tentang anggapan bahwa kegiatan-kegiatan kecil yang padat modal
berlaku sebagai daerah perisai dan dilakukan oleh angkatan kerja yang
mengambang (Mannaing,1991).
2.1.4 Jenis-Jenis Sektor Informal

Menurut Keith Hart, ada dua macam sektor informal dilihat dari
kesempatan

memperoleh

penghasilan.

Antara

lain

sebagai

berikut

(Damsar,2009).
a. Sah
1. Kegiatan primer dan sekunder-pertanian,perkebunan dan lain-lain.
2. Usaha tersier dengan modal yang cukup besar.
3. Distribusi kecil-kecilan, seperti pedagang kaki lima dan lain-lain.
4. Transaksi pribadi.
5. Jasa yang lain seperti pengamen, tukang sepatu dan lain-lain.
b. Tidak Sah
1. Jasa: kegiatan dan perdagangan gelap pada umumnya: penadahan
barang-barang curian, lintah darat, pelacuran, dan lain-lain.
2. Transaksi:

pencurian

kecil

(pencopetan),

pencurian

besar,

perjudian, dan lain-lain.


Untuk memahami konsep sektor kerja informal, maka cirri-ciri ekonomi
yang dapat dipergunakan sebagai tiitk tolak analisa lebih lanjut. Sektor kerja
informal mempunyai aspek positif dan aspek negative (Damsar,2009).

Aspek positifnya ialah sebagai katup pengamanan dari adanya urbanisasi,


dapat merukan batu loncatan, dapat dipergunakan sebagai benteng pertahanan,
mobilisasi akan mampu menghasilkan sesuatu yang luar biasa apabila dikelola
dengan baik (Damsar,2009).

Aspek negatifnya ialah dapat menimbulkan kesemrawutan, tidak


terorganisir, pemerintah menuduh sebagai biang keladi dari sejumlah dari
kondisi yang tidak mengenakkan. Kebijakan perluasan kesempatan tenaga
kerja di masa yang akan dating harus terus dilanjutkan, namun perhatian terus
dicurahkan dalam pengembangan dalam sektor kerja informal. Kesmpatan
pada sektor formal sangat terbatas sekali, sehingga pembangunan sektor kerja
informal harus mendapat perhatian yang mendalam. Berikut ini pendapat para
ahli tentang pedagang asongan (Damsar,2009):

1. Sekretaris

Asosiasi

Pedagang

Kaki

Lima

Indonesia

(APKLI)

Sumut,Pemiga Orba Yusra, SE. Lelaki kelahiran Kutacane yang akrab


disapa Popoy menilai keberadaan pedagang asongan sama dengan
pedagang kaki lima yang keberadaannya belum mendapatkan perhatian
dari pemerintah. Padahal, PKL dan pedagang asongan dibutuhkan di
masyarakat. Pedagang asongan merupakan Potensi sekaligus Sumber Daya
Ekonomi yang menempatkan ruang publik sebagai lokasi usaha. Saat ini,
mereka malah menjadi primadona masyarakat. Harga yang murah, akses
yang gampang serta interaksi emosional yang kuat, membuat pedagang
asongan tetap diminati.
2. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 597/KMK.04/2001 TANGGAL 23
NOVEMBER 2001. Kaki Lima atau Asongan adalah tempat-tempat
penjualan eceran yang terbuat dari bangunan tidak permanen, yang
sewaktu-waktu dapat dipindahkan sesuai dengan keinginan pemiliknya.
Pedagang Kaki Lima atau Pedagang Asongan adalah orang yang
mengusahakan atau yang menguasai Kaki Lima atau asongan.
3. Kajian Evaluasi Pembangunan Sektoral oleh Kedeputian Evaluasi Kinerja
Pembangunan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Pedagang
asongan sebagai salah satu pelaku aktivitas ekonomi di sektor informal
turut menyumbangkan kontribusi besar bagi perekonomian nasional
dengan

menyerap

tenaga

kerja,

mengurangi

pengangguran

dan

kemiskinan. Mereka pun menjadi stimulan muncul dan berkembangnya


usaha-usaha mikro dengan menjadi penyedia/supplier barang-barang
dagangan yang dijajakan pedagang asongan.

2.2 Pedagang Asongan sebagai Sektor Informal

Istilah informal digunakan utuk menunjukkan sejumlah kegiatan ekonomi


yang berskala kecil. Pedagang asongan yang memasuki skala kecil di kota,
terutama mencari kesmpatan kerja dan pendapatan daripada keuntungan.
Pedagang asongan yang terlibat dalam sektor informal pada umumnya miskin,
tidak terampil, dan kebanyakan para migran, jelaslah bahwa pedagang

asongan bukanlah pengusaha yang mencari investasi yang menguntungkan


(Mannaing,1991).

Melihat ekonomi kota yang sebagai satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan
dari unit-unit produksi dan distribusi, maka untuk kepentingan tulisan ini,
unit-unit memiliki 10 orang ke bawah diklsifikasikan ke dalam sektor informal
dalam segala bidang (meskipun ada kekecualian) (Mannaing,1991).
Sejak munculnya konsep ini, banyak penelitian dan kebijakan mulai
menyoroti masalah kesempatan kerja kelompok miskin di kota secara khusus.
Menurut Hart, kesempatan kerja di kota terbagi menjadi tiga kelopok, yaitu
formal, informal sah, dan informal tidak sah. Selain itu, pembedaan sektor
formal dan informal dilihat dari ketentuan cara kerja, hubungan dengan
perusahaan, curahan waktu, serta status hokum kegiatan yang dilakukan
(Mannaing,1991).

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pendahuluan Penelitian

Dalam penelitian ini dasar penelitian yang digunakan ialah studi kasus
yaitu penelitian yang melihat objek penelitian sebagai kesatuan yang saling
berhubungan, yang penelaahannya kepada satu kasus yang dilakukan secara
intensif, mendalam, mendetail, dan konperhensif. Dan tipe penelitian ini
menggunakan tipe penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan
menggambarkan berbagai kondisi, situasi, variabelyang menjadi objek
penelitian.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah alun-alun kota Malang yang
bertempat pada Jalan Merdeka Barat, Malang. Waktu penelitian ini
dilaksanakan pada hari Sabtu, tangggal 15 Desember.
3.3 Sumber Data
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh peneliti melalui hasil observasi
dengan wawancara dengan responden atau informan.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh peneliti dari beberapa literatur
yang terkait dengan tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek
penelitian.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah dengan teknik observasi,


wawancara, dan teknik catat.
Dan proses pengumpulan data yang dilakukan peneliti sebagai berikut:

3.4.1 Teknik Observasi


Peneliti mengobservasi situasi dan keadaan lingkungan di sekitar
tempat berjualan pedagang asongan. Melalui teknik ini peneliti akan
mendapatkan data yang tidak didapat ketika wawancar. Misalnya
tentang bagaimana cara mereka berjualan, barang dagangan apa saja
yang mereka jual, apa yang dilakukan mereka saat tidak ada pembeli,
dan lain sebagainya.
3.4.2 Teknik Wawancara
Teknik ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan secara lisan
dan langsung bertatap muka dengan informan. Sebelum melakukan
wawancara, peneliti membuat beberapa daftar pertanyaan terlebih
dahulu. Hal ini dilakukan agar peneliti mempunyai persiapan yang
cukup dan mendapat data yang terstruktur. Dalam mewawanncarai,
peneliti juga menciptakan suasana yang akrab dan tidak terkesan seperti
tanya jawab namun seperti obrolan biasa.
3.4.3 Teknik Catat
Yaitu mencatat semua kejadian dari tuturan pedagang asongan. Hasil
dari proses wawancara tersebut kemudian ditranskripsi beserta konteks
yang dituturkan pedagang asongan. Setelah itu, akan didapatkan data
yang kita inginkan.

3.5 Analisis Data

3.5.1 Pengamatan

Analisis data adalah proses menata, menyukturkan, dan memaknai data


yang beraturan. Sehingga data yang peneliti peroleh melalui wawancara perlu
dibaca kembali untuk melihat keberadaan hal-hal yang masih meragukan dari
jawaban informan.
3.5.2 Klasifikasi

Penginterpresatian penelitian ini dilakukan dengan cara yang terbatas


karena peneliti hanya melakukan interpretasi atas data yang ada dalam
penelitian. Dan kebanyakan

masyarakat yang bekerja sebagai pedagang

asongan adalah masyarakat yang kurang mampu atau miskin, memiliki


kemampuan skill yang rendah, dan berpendidikan rendah.

3.5.3 Implimentasi

Setelah memperoleh mengetahui data hasil penelitian, kita mengetahui


bahwa kehidupan kita lebih beruntung daripada mereka. Sehingga
dalam kehidupan sehari-hari kita hargai kehidupan ini.

BAB IV
PEMAPARAN DATA

4.1 Rangkuman Hasil Observasi / pengamatan

Nama

Khomida

Rosyida

Marti

Fida

Usia (tahun)

44

52

49

57

Asal

Madura

Malang

Malang

Malamg

Pendidikan

SMP

SD

SD

Lama bekerja

1 tahun

8 tahun

5 tahun

2 tahun

Jumlah anggota

3 anak

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Rp 50.000,- /

Rp .20.000,-

Rp 30.000,- /

Rp 15.000,- /

hari

/ hari

hari

hari

Alasan

Merasa

Pendidikan

Pendidikan

Modal yg

pekerjaan

bebas karna

rendah

rendah

dibutuhkan

terakhir

keluarga yg
menjadi
tanggungan
Pendapat rata2

tak ada

sedikit

kekangan
dari atasan
Agama

Islam

Islam

Islam

Islam

Kendala dalam

Hujan,

Hujan

Hujan

Hujan, banyak

bekerja

banyak
saingan

saingan

4.2 Deskripsi Data


4.2.1 Latar Belakang Sosial Pedagang Asongan di Alun Alun Kota Malang

Dari data di atas hal yang melatar belakangi


pedagang asongan memilih pekerjaan sebagai pedagang asongan karena
berbagai alasan yaitu karena ketika bekerja pada orang lain mereka selalu di
kekang sehingga setelah mereka bekerja sebagai pedagang asongan mereka
merasa bebas karna tak ada kekangan dari atasan, pendidikan yang rendah,
dan modal yang dibutuhkan sedikit.

4.2.2 Kehidupan Sehari-Hari Pedagang Asongan di Alun-Alun Kota Malang

Dari hasil penjualan dagangan pedagang


asongan itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari dengan
pendapatan rata-rata Rp 15.000,- sampai Rp 50.000,- perhari itu tidak lah
cukup karena tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sendiri, namun untuk modal kembali ditambah lagi jika hujan maka
penghasilan yang diperoleh harus disisihkan untuk naik becak

dalam

perjalanan berangkat ke alun-alun dan pulang dari alun-alun.

4.2.3 Permasalahan yang Dialami oleh Pedagang Asongan di Alun-Alun Kota


Malang

Kendala-kendala yang dihadapi pedagang


asongan dalam bekerja adalah bila hujan dan banyaknya saingan.

4.2.4 Latar Belakang Agama Pedagang Asongan di Alun-Alun Kota Malang

Berdasarkan data yang diperoleh kebanyakan


dari pedagang asongan adalah orang yang beragma Islam, sehingga mereka
meluangka waktu untuk berhenti sejenak untuk salat di masjid yang berada di

dekat alun-alun ketika waktu salat tiba sekakigus untuk beristirahat dari
kepenatan.

BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Latar Belakang Sosial Pedagang Asongan di Alun Alun Kota Malang

Sektor informal adalah salah satu wadah dan jenis pekerjaan yang mampu
memberi tempat ekonomis bagi para pelakunya. Pedagang asongan tetap
konsisten dengan pekerjaannya walau keuntungan yang di peroleh tidak
banyak.

Sebagian besar dari pedagang asongan berjualan di sepanjang jalan,


trotoar, pasar, stasiun, di depan perkantoran, sekolah kampus, di keramaian
dan tempat-temapat yang ramai di kunjungi oleh orang-orang seperti di alunalun.

Hal-hal yang melatar belakangi seseorang menjadi pedagang asongan


adalah:

1. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu aspek untuk mengetahui latar belakang


kehidupan pedagang asongan. Tinggi rendahnya pendidikan seseorang
terkadang dijadikan cermin kepribadian seseorang sesuai nilai yang berlaku
dalam masyarakat.

Dari hasil wawancara dengan informan, bahwa tanpa pendidikan yang


memadai, masyarakat akan terjebak pada pekerjaan yang menguras tenaga
yang banyak, berbeda dengan yang memeiliki pendidikan tinggi dapat
membuat orang memasuki posisi yang baik. Dan sekarang dalam semua sektor
pekerjaan formal tidak member pekerjaan pada orang yang lulusan SD, dan
SMP.

2. Modal

Modal yang diperlukan dalam pedagang ini sedikit sehingga banyak orang
yang memilih untuk bekerja sebagai pedagang asongan.

5.2 Kehidupan Sehari-Hari Pedagang Asongan di Alun-Alun Kota Malang

Dari hasil penjualan dagangan pedagang


asongan itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari dengan
pendapatan rata-rata Rp 15.000,- sampai Rp 50.000,- perhari itu tidak lah
cukup karena tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sendiri, namun untuk modal kembali ditambah lagi jika hujan maka
penghasilan yang diperoleh harus disisihkan untuk naik becak

dalam

perjalanan berangkat ke alun-alun dan pulang dari alun-alun.

5.3 Permasalahan yang Dialami oleh Pedagang Asongan di Alun-Alun Kota


Malang

Dalam setiap pekerjaan tidaklah sulalu lancar


seperti yang diharapkan. Dan hal inilah yang dirasakan oleh para pedagang
asongan.
Kendala-kendala yang dihadapi pedagang asongan dalam bekerja adalah bila
hujan, apabila hujan maka mereka harus menyisihkan uang untuk tranportasi.
Dan banyaknya saingan, sehingga mereka harus bekerja ekstra.

5.4 Latar Belakang Agama Pedagang Asongan di Alun-Alun Kota Malang

Berdasarkan data yang diperoleh kebanyakan


dari pedagang asongan adalah orang yang beragma Islam, sehingga mereka

meluangka waktu untuk berhenti sejenak untuk salat di masjid yang berada di
dekat alun-alun ketika waktu salat tiba sekakigus untuk beristirahat dari
kepenata

BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Dari hasil observasi kami maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1) Tidak semua masyarakat beruntung didalam menyambung hidup dan mengais
rejeki.
2) Hidup tidak selalu di atas jika kita tidak mempersiapkan diri sedini mungkin
maka kita akan jatuh.
3) Adanya ikatan secara psikografis antara pedagang asongan dengan jalanan dan
pasar tempat mereka berjualan dimana mereka menjalankan profesi ini.

6.2 Saran
Jadikanlah dirimu sebagai lautan yang luas apapun kejadian itu harus di
terima gagal dalam perjuangan belum tentu kemunduran. masa depan mu masih
panjang janganlah engkau sia-siakan, menangis dan tertawa itu silih berganti,
tidak ada orang yang tertawa terus menerus dan tidak ada orang yang menangis
terus menerus, maka dari itu menangislah engkau masih muda agar engkau
tertawa dimasa tuamu. Juga jangan sekali-kali kau menghilangkan kepercayaan
yang telah diberikan orangtua mu karena doa orangtualah yang membantu mu
untuk menjadi orang sukses kelak. Bila kau masih diberikan kesempatan
menuntut ilmu sampai perguruan tinggi belajarlah dengan serius karena masih
banyak orang yang tidak menpunyai kesempatan seperti kita.

DAFTAR PUSTAKA

Damsar.2009.Pengantar Sosiologi Ekonomi.Jakarta:Kencana Prenata Media


Grupa
Indrawati,

Surachmi.2009.

Perempuan

di

Sektor

Informal.Universitas

Sawerigading Makasar
Mannaing, Chis.1991.Urbanisasi,
Kota.Jakarta:Yayasan Orbo Indonesia

Pengangguran, dan Sektor Informal di

Anda mungkin juga menyukai