Responsi Kardiologi Nstemi 2007
Responsi Kardiologi Nstemi 2007
Oleh:
Adhan Prahara Putra
0610710017
Rizky Devitasari
0610710118
0710714016
Pembimbing:
dr. SetyasihAnjarwani,SpJP
LABORATORIUM / SMF KARDIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SAIFUL ANWAR MALANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
kunjungan
RS
untuk
pasien
UA/NSTEMI
semakin
BAB II
LAPORAN KASUS
Tn Ivan Hidayat
Jenis kelamin :
Laki-laki
Usia
32 tahun
Alamat
Pekerjaan
SWASTA
Suku
Jawa
Bangsa
Indonesia
Agama
Islam
Status kawin :
Kawin
No MR
11017500
2.2 Anamnesis
Keluhan utama : Pingsan
Pasien pingsan setelah mencabut rumput, sebelum pingsan pasien
Nampak kaku selama 1 menit. Ketika pasien sadar, pasien dibawa
kembali ke rumah sakit RKZ dan pasien pingsan kembali. Pasien tidak
mempunyai riwayat pingsan sebelumnya, nyeri dada (-), keringat dingin
(+), mual (+), muntah (+). Paien sehari-hari dapat beraktivitas tanpa ada
keluhan sesak, tidur dengan satu bantal, tidak mpernah ada bengkak di
kaki.
Pasien memiliki kebiasaan merokok 2 pak per hari sejak tahun
1997, pasien minum alcohol sejak tahun 1997 sampai tahun 2005 per
tahunnya sebanyak satu sampai dua kali minum alcohol.
Riwayat penyakit dahulu, tidak ada hipertensi, tidak ada diabetes
mellitus.Riwayat penyakit keluarga tidak ada.
GCS 456
BP 85/60 mmHg
PR 61x/ menit (reguler, adekuat)
RR 22x/menit
Tax 36,6 C
Kepala/leher :Anemik -/- , icteric -/-, edema palpebra JVP R+ 1 cmH2O on 30o
Tho :Cor / Ictus invisible, palpable ICS VI MCL (S)
RHM SL (D), LHMIctus
S1 S2 single murmur - gallop P/ simetris SF D=S
S
V V
Rh - -
Wh - -
V V
- -
--
V V
- -
--
Abdomen
- -
Albumin: 3.87
Hb: 14,7
Na: 132
PCV: 43.8
K: 3.52
Trombocyte: 251.000
Cl: 103
RBS: 152
Ur: 40.9
Cr: 1.19
SGOT: 84
SGPT: 31
PPT:
APTT:
5
Troponin I: + 2.5
CPK: 543
CKMB: 88
10
Interpretasi
Posisi AP, simetris, KV cukup
Trakea: di tengah
Soft tissue & skeletal: normal
Sudut phrenicocostalis: D & S tajam
Paru D & S: normal
Jantung: ukuran normal CTR <45%
Kesimpulan: thorax normal
Cue &
Problem
Initial
Planning
Planning
Planning
11
Clue
List
Diagnos
Diagnose
Therapy
is
ng
Male, 32
1.NSTE
Coronary
years old.
MI
angiography
Post
inferior
Echocardiograp
LOC.
ECG : T
inverted
hy
2.Post
no 1
- O2 2- 4
- V5
lpm n.c
subjecti
- IVFD NS
0,9% LL
- Puasa
sampai
ve
- ECG /
24 jam
nyeri
hilang
Produksi
Increase
diet
urin
cardiac
jantung I
enzyme.
distal AV
2.1 d.t
Monitori
block
3.Post
3.1 d.t
1500
syncope
no 2
kkal/hr
3.2 d.t
Male, 32
years old.
Disorgani
ze P
4. AV
block
derajat 1
complex
in ECG.
Male, 32
years old.
cairan
- Drip
dopamine
5mg/kg/m
in
4.1 d.t
no 1
wave and
QRS
no 1
- Intake
- Sc : avixtra
1x2,5mg
- PO : 15DN
5.Heavy
3x5mg
smoker
Captopril
2x6,25
ASA 1x80
mg
CPG
1x75mg
Simvastat
in
1x10mg
DZP
History of
1x5mg
Laxadyn
12
LOC 2
3xCI
times.
Male, 32
years old.
- Smoking
ceasation
ECG :
prolong
P-R
interval
0,24
Follow Up Harian
13
Tanggal
Subjektif
Objektif
Assesment
Planning
Total cairan
26/11/12
20.00
T : 95/70
N : 76 x/m
RR : 20 x/m
max
1. NSTEMI
2. Total AV- blok
3. Post syncope
4. Heavy smoker
1500
cc/ 24 jam.
DJ I 1500
kkal/hr
NS 0,9% LL
Drip dopa
5mg/kg BB
Sc arixtra
27/11/12
06.45
Pagi ini
kejang 1 x
T : 80/50
N : 33x/m
RR : 20x/m
1.
NSTEMI
2.
Total
blok
3.
Post
syncope
4.
Heavy
smoker
1x2,5
AV- PO: ASA,
15
DN,
Simvastatin
,
CPG,
Captopril,
DZP,
laxadyn
POMR
Summary of database
Physical Examinations
Lab Findings
14
Hb/Hct/leu/Tro:
14,1/43,8/10,100/251000
GCS : 456
GDA : 152
BP: 95/70
he was gardening 2
PR : 67x , strong ,
regular
Alb : 3,87
RR : 18 tpm
CPK/CKMB/ trop I :
543/88/+2,5 11,4
Conscious
spontaneously.
He got LOC again in the
private hospital.
Chest pain
SOB
DM - , HTheavy smoker and
alcoholic
OT/PT :84/31
Eye : anemis + ,
Na/K/Cl : 132/3,55/103
BGA : pH:7,356
30
PCO2 : 33,8
Tho :
PO2 : 214,8
HCO3 : 19,5
at ICS V MCL 5
v
v
15
Rh - -
Wh
- - - Abd : flat, soefl, met ,BU + N, liver span 8cm,
traube space tympani
Ext : oedema - - Warm acral
dingin (+), mual (+), muntah (+). Pasien sehari-hari dapat beraktivitas
tanpa ada keluhan sesak, tidur dengan satu bantal, tidak mpernah ada
bengkak di kaki.Pasien memiliki kebiasaan merokok 2 pak per hari sejak
tahun 1997, pasien minum alcohol sejak tahun 1997 sampai tahun 2005
per tahunnya sebanyak satu sampai dua kali minum alcohol.
Riwayat penyakit dahulu, tidak ada hipertensi, tidak ada diabetes
mellitus.Riwayat penyakit keluarga tidak ada.
Dari pemerisaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak
sakit parah,GCS 456BP 85/60 mmHg,PR 61x/ menit (reguler, adekuat),
RR 22x/menit,Tax 36,6 C.Dari kepala leher tidak didapatkan anemis dan
ikterik. JVP R+ 1 cmH2O on 30o . Dari pemeriksaan thoraks,cor,ictus
invisible, palpable ICS VI MCL
ISDN 3 x 5mg
Captopril 3 x 6.25mg
ASA 1 x 80mg
Clopigogrel 1 x 75mg
Simvastatin 1 x 10 mg
D2P 3 x 5
Laxadyn 2 x C1
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi Sindrom Koroner Akut
18
19
terdiri
dari
aterosklerosis
dan
trombosis.
otot
polos
dan
kolagen.
Perkembangan
terkini
menjelaskan
20
menyumbat sebagian
atau
keseluruhan suatu
21
22
atau
proses
trombosis.
Trombus
yang
terbentuk
dapat
menyebabkan oklusi koroner total atau subtotal. Oklusi koroner berat yang
terjadi akibat erosi atau ruptur pada plak aterosklerosis yang relatif kecil
akan menyebabkan angina pektoris tidak stabil dan tidak sampai
menimbulkan kematian jaringan. Trombus biasanya transien atau labil dan
menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung antara 1020 menit.
Bila oklusi menyebabkan kematian jaringan tetapi dapat diatasi oleh
kolateral atau lisis trombus yang cepat (spontan atau oleh tindakan
trombolisis) maka akan timbul NSTEMI (tidak merusak seluruh lapisan
miokard).4
Trombus yang terjadi dapat lebih persisten dan berlangsung
sampai lebih dari 1 jam. Bila oklusi menetap dan tidak dikompensasi oleh
kolateral maka keseluruhan lapisan miokard mengalami nekrosis (Q-wave
infarction), atau dikenal juga dengan STEMI. Trombus yang terbentuk
bersifat stabil dan persisten yang menyebabkan perfusi miokard terhenti
secara tiba-tiba yang berlangsung lebih dari 1 jam dan menyebabkan
nekrosis miokard transmural.4
Trombosis pada pembuluh koroner terutama disebabkan oleh
pecahnya plak aterosklerotik yang rentan akibatfibrous caps yang tadinya
bersifat protektif menjadi tipis, retak dan pecah. Fibrous caps bukan
merupakan lapisan yang statik, tetapi selalu mengalami remodeling akibat
aktivitas-aktivitas metabolik, disfungsi endotel, peran sel-sel inflamasi,
gangguan
matriks
ekstraselular
yang
akibat
menghambat
23
24
yang
menunjukkan
adanya
proses
inflamasi.
Sel
sel
ini
25
tambahan
informasi
prognosis
pasien-pasien
dengan
NSTEMI.
3.4.4 Biomarker Kerusakan Miokard
Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis miokard
yang lebih disukai, karena lebih spesifik daripada enzim jantung seperti
CK dan CKMB.Pada pasien dengan IMA, peningkatan awal troponin pada
darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu.
PETANDA BIOLOGIS (BIOMARKER) MULTIPLE UNTUK
PENILAIAN RISIKO.
Newby
et
al
mendemonstrasikan
bahwa
strategi
bedsite
26
BAB 4
PEMBAHASAN KASUS
Penegakkan diagnosis SKAI terdiri dari anamnesis, pemeriksaan
fisik,
pemeriksaan
penunjang
(laboratorium,
radiologi,
dan
EKG).
27
Komplikasi SKA:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Cardiogenic shock
Right ventriculsr infarction
Pericarditis
Arrhythmias complicating myocardial infarction
Bradicardic heart block
Ventricular fibrillation
Atrial fibrillation/flutter
AV-blok
AV-blok derajat 1
AV-blok derajat 1 didefinisikan sebagai pemanjangan PR interval yang
konstan lebih dari 0,20 detik yang sama pada setiap siklus gelombang,
pada AV-blok derajat 1 ini masih terdapat gelombang p normal yang
mendahului komplek QRS.
AV-blokderajat 2 memiliki 2 tipe
Tipe1
:dikenal
juga
sebagai
weckebach.Ditandai
dengan
adanya
28
Terjadi ketika semua sinyal konduksi dari atrium tidak dapat dilanjutkan ke
ventrikel yang berimbas pada tidak adanya korelasi sinyal pada nodus SA
dan nodus AV. Pada EKG akan Nampak gelombang P dan komplek QRS
yang mempunyai irama sendiri-sendiri.
Ketika AV-blok derajat 3 terjadi di atas nodus AV maka akan terlihat
gambaran komplek QRS yang normal dengan ventricular rate berkisar 4060 detik. Namun apabila terjadi di bawah nodus AV akan terlihat gambaran
komplek QRS yang melebar dan irama ventricular yang lambat akan
mengakibatkan syncope karena hipoperfusi cerebral.
Terapipada AV-blokderajat 1 danderajat 2
tipe 1 tidak membutuhkan terapi tertentu kecuali pada pasien yang
menunjukkan gejala.Apabila terapi dibutuhkan maka digunakan atropine
sulfat 0,5-1,0 mg iv setiap 3-5 menit. Pemberian total sebanyak 0,3
mg/kgBB biasanya efekktif.Terapi pada AV-block derajat2 tipe 2 dan
derajat 3, siapkan untuk memberikan terapi transthoracic pacing sebagai
jembatan untuk transvenous pacing. Transthoracic pacing lebih disukai
daripada transvenous pacing karena akan menghindari vein puncture
pada non-compressable vessels di pasien yang telahatauakan diberikan
fibrinolitik.
Hindari penggunaan atropine pada AV-blok derajat 3 karena tidak akan
memberikan efek pada AV-blok infra nodal.Denganmeningkatkan sinus
rate, atropine akan memperburuk dari blok atau bahkan mencetuskan AVblokderajat 3. Pada AV-blokderajat 3 yang disebabkan oleh overdosis
digoxin, beta-blocker, atau calcium channel blocker maka antidote
spesifiknya harus diberikan.
4.1 Definisi NSTEMI
Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran darah
ke otot jantung1, kematian sel-sel miokardium ini terjadi akibat kekurangan
oksigen yang berkepanjangan2.
4.2 Etiologi
29
arteritis,
stenosis
aorta,
insufisiensi
jantung,
anemia,
perawatan
awal,
meninggal
dalam
tahun
pertama
setelah
IMA.4 Spektrum sindrom koroner akut terdiri dari angina pektoralis tidak
stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST.
4.4 Patogenesis
4.4.1 IMA dengan elevasi ST
IMA dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. STEMI terjadi jika trombus
arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular, dimana injuri
ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan
akumulasi lipid. Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin
rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI
30
31
yang
menunjukkan
adanya
proses
inflamasi.
Sel-sel
ini
akan
mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF , dan IL-6. Selanjutnya IL6 akan merangsang pengeluaran hsCRP di hati.
4.5 Gejala Klinis
Keluhan yang khas ialah nyeri dada, nyeri dada tipikal (angina)
merupakan gejala kardinal pasien IMA. Sifat nyeri dada angina sebagai
berikut:
Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial
Sifat nyeri : seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas atau ditindih
barang berat.
Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang
bawah gigi, punggung/interskapula, perut dan dapat juga ke lengan
kanan.
Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat dan responsif terhadap nitrat.
faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin dan sesudah
makan.Gejala yang menyertai dapat berupa mual, muntah, sulit bernapas,
keringat dingin, cemas dan lemas.5
angina yang dialami pertama kali dan timbul saat aktivitas yang
lebih ringan dari aktivitas sehari-hari (new onset angina)
33
12
sadapan
pada
pasien
SKA dapat
mengambarkan kelainan yang terjadi dan ini dilakukan secara serial untuk
evaluasi lebih lanjut, dengan berbagai ciri dan kategori:
Angina pektoris tidak stabil: depresi segmen ST dengan atau
tanpa inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST
sewaktu nyeri, tidak dijumpai gelombang Q.
Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T
4.6.4 Penanda Biokimia Jantung
Penanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT)
mempunyai nilai prognostik yang lebih baik dari pada CK-MB. Troponin T
34
juga didapatkan selama jejas otot, pada penyakit otot (misal polimiositis),
regenerasi otot, gagal ginjal kronik. Hal ini dapat mengurangi spesifisitas
troponin T terhadap jejas otot jantung. Sehingga pada keadaan-keadadan
tersebut, troponin T tidak lagi dapat digunakan sebagai penanda
biokimia.Troponin C, TnI dan TnT berkaitan dengan kontraksi dari sel
miokard. Susunan asam amino dari Troponin C sama antara sel otot
jantung dan rangka, sedangkan pada TnI dan TnT berbeda. Nilai
prognostik dari TnI atau TnT untuk memprediksi risiko kematian, infark
miokard dan kebutuhan revaskularisasi dalam 30 hari adalah sama. Kadar
serum creatinine kinase (CK) dengan fraksi MB merupakan indikator
penting dari nekrosis miokard. Keterbatasan utama dari kedua penanda
tersebut adalah relatif rendahnya spesifikasi dan sensitivitas saat awal (<6
jam) setelah onset serangan. Risiko yang lebih buruk pada pasien tanpa
segmen ST elevasi lebih besar pada pasien dengan peningkatan nilai
CKMB.4,6
35
digunakan
sebagai
satu-
satunya
penanda
jantung
untuk
risiko
harus
dimulai
dengan
penilaian
terhadap
36
4. Usia
5. Diabetes, serta faktor risiko lainnya
Saat
diagnosis
APTS/NSTEMI
sudah
dipastikan,
maka
37
38
Tatalaksana
1. Tindakan Umum
Prinsip penatalaksanaan SKA adalah mengembalikan aliran darah koroner
dengan trombolitik/ PTCA primer untuk menyelamatkan jantung dari infark
miokard, membatasi luasnya infark miokard, dan mempertahankan fungsi
jantung. Penderita SKA perlu penanganan segera mulai sejak di luar
rumah sakit sampai di rumah sakit. Pengenalan SKA dalam keadaan dini
merupakan kemampuan yang harus dimiliki dokter/tenaga medis karena
akan memperbaiki prognosis pasien. Tenggang waktu antara mulai
keluhan-diagnosis dini sampai dengan mulai terapi reperfusi akan sangat
mempengaruhi prognosis. Terapi IMA harus dimulai sedini mungkin,
reperfusi/rekanalisasi sudah harus terlaksana sebelum 4-6 jam. 1,4
Pasien yang telah ditetapkan sebagai penderita APTS/NSTEMI harus
istirahat di ICCU dengan pemantauan EKG kontinyu untuk mendeteksi
iskemia dan aritmia. Oksigen diberikan pada pasien dengan sianosis atau
distres pernapasan. Perlu dilakukan pemasangan oksimetri jari (finger
pulse oximetry) atau evaluasi gas darah berkala untuk menetapkan
apakah oksigenisasi kurang (SaO2 <90%). Morfin sulfat diberikan bila
keluhan pasien tidak segera hilang dengan nitrat, bila terjadi edema paru
dan atau bila pasien gelisah. Penghambat ACE diberikan bila hipertensi
menetap walaupun telah diberikan nitrat dan penyekat- pada pasien
dengan disfungsi sistolik faal ventrikel kiri atau gagal jantung dan pada
pasien dengan diabetes. Dapat diperlukan intra-aortic ballon pump bila
ditemukan iskemia berat yang menetap atau berulang walaupun telah
diberikan terapi medik atau bila terdapat instabilitas hemodinamik berat. 1,4
2. Tata Laksana Sebelum Ke Rumah Sakit (RS)
Prinsip penatalaksanaan adalah membuat diagnosis yang cepat dan
tepat,
menentukan apakah ada indikasi reperfusi segera dengan trombolitik dan
teknis transportasi pasien ke rumah sakit yang dirujuk. 1,6
39
Pasien dengan nyeri dada dapat diduga menderita infark miokard atau
angina pektoris tak stabil dari anamnesis nyeri dada yang teliti. Dalam
menghadapi
pasien-pasien
nyeri
dada
dengan
kemungkinan
40
mengatasi nyeri: morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap 5
menit sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena atau
tramadol 25-50 mg intravena.
2. Hasil penilaian EKG, bila:
a. Elevasi segmen ST > 0,1 mV pada 2 atau lebih sadapan ekstremitas
berdampingan atau > 0,2 mV pada dua atau lebih sadapan prekordial
berdampingan atau blok berkas (BBB) dan anamnesis dicurigai adanya
IMA maka sikap yang diambil adalah dilakukan reperfusi dengan :
- terapi trombolitik bila waktu mulai nyeri dada sampai terapi < 12 jam,
usia < 75 tahun dan tidak ada kontraindikasi.
- angioplasti koroner (PTCA) primer bila fasilitas alat dan tenaga
memungkinkan. PTCA primer sebagai terapi alternatif trombolitik atau bila
syok kardiogenik atau bila ada kontraindikasi terapi trombolitik
b. Bila sangat mencurigai ada iskemia (depresi segmen ST, insersi T),
diberi terapi anti-iskemia, maka segera dirawat di ICCU; dan
c. EKG normal atau nondiagnostik, maka pemantauan dilanjutkan di UGD.
Perhatikan monitoring EKG dan ulang secara serial dalam pemantauan 12
jam pemeriksaan enzim jantung dari mulai nyeri dada dan bila pada
evaluasi selama 12 jam, bila:
41
- EKG normal dan enzim jantung normal, pasien berobat jalan untuk
evaluasi stress test atau rawat inap di ruangan (bukan di ICCU), dan
- EKG ada perubahan bermakna atau enzim jantung meningkat, pasien
dirawat di ICCU.
4.Tatalaksana pasien STEMI
Berdasarkan
diagnosis
kerja
langkah
yang
diagnostik
akan
menjadi
SKA,
segera
menetapkan
dasar
strategi
penanganan
hasil
pemeriksaan
EKG
dan/atau
marka
jantung
(sebelum
Sebagian
pasien STEACS
akan mengalami peningkatan
Evaluation besar
for Reperfusion
(ACC/AHA 2004)
42
Oleh karena itu pasien dengan EKG yang diagnostik untuk STEACS dapat
segera mendapat terapi reperfusi sebelum hasil pemeriksaan marka
jantung tersedia. Bila sumber daya tersedia, terapi fibrinolitik lebih
direkomendasikan tindakan reperfusi Intervensi Koroner Perkutan Primer
(Primary Percutaneous Coronary Intervention (Gambar 7) (PERKI, 2010).
Gambar 7. Algoritme Tatalaksana STEMI (Antman EM et al, 2005)
43
2.4.1 Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi
oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat
diberikan oksigen selama 6 jam pertama (Sudoyo et al, 2007).
2.4.2 Mengurangi/Menghilangkan Nyeri Dada
Mengurangi/menghilangkan nyeri dada sangat penting, karena
nyeri
berkaitan
dengan
aktivasi
simpatis
yang
menyebabkan
44
pasien dengan iskemia refrakter atau yang tidak toleran dengan obat beta
bloker (Sudoyo et al, 2007).
2.4.3.1 Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis
0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.
Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan
oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai
oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena
infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat
diberikan
NTG
intravena.
NTG
intravena
juga
diberikan
untuk
meta-analisis
terbukti
45
perburukan
ACS
menjadi
infark
jantung
akut
sebesar 13%.
Kontraindikasi beta bloker ialah riwayat asma bronkial serta disfungsi bilik
kiri akut (Antman EM et al, 2005).
2.4.4 Anti Platelet/Anti Trombotik
Terapi anti trombotik sangat penting dalam memperbaiki hasil
dan menurunkan risiko kematian, STEMI, atau STEMI berulang.
Saat
menghambat
enzim
siklooksigenase-1
dan
dengan
dengan
aspirin
menunjukkan
penurunan
kematian
panduan
ACC/AHA 2002
clopidogrel
dimasukkan
dalam
46
disarankan
bila
pasien
akan menjalani PCI, sedang untuk pasien risiko tinggi dimana PCI
tidak direncanakan, penggunaannya tidak direkomendasikan. (Antman EM
et al, 2005)
Gambar 8. Dosis obat-obatan pada ACS (Antman EM et al, 2005)
dini
akan
memperpendek
lama
oklusi
koroner,
47
48
2.4.5.2.1 Streptokinase
Merupakan fibrinolitik non spesifik fibrin. Pasien yang pernah
terpajan dengan streptokinase tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya
karena terbentuknya antibodi. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan.
Manfaat mencakup harganya yang murah dan insidens perdarahan
intrakranial yang rendah (Sudoyo et al, 2007).
EKG
normal
atau
tidak
ada
perubahan
selama
episode
ketidaknyamanan dada.
49
51
untuk
memodifikasi
proses
penyakit
&
kemungkinan
Fibrat atau niasin jika HDL-c < 1 mmol/L (40 mg/dL) muncul sendiri
atau kombinasi denganabnormalitas lipid lain.
52
alcohol sejak tahun 1997 sampai tahun 2005 per tahunnya sebanyak satu
sampai dua kali minum alcohol.
Riwayat penyakit dahulu, tidak ada hipertensi, tidak ada diabetes
mellitus.Riwayat penyakit keluarga tidak ada.
Dari pemerisaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak
sakit parah,GCS 456BP 85/60 mmHg,PR 61x/ menit (reguler, adekuat),
RR 22x/menit,Tax 36,6 C.Dari kepala leher tidak didapatkan anemis dan
ikterik. JVP R+ 1 cmH2O on 30o . Dari pemeriksaan thoraks,cor,ictus
invisible, palpable ICS VI MCL
53
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan pasien laki umur 32 tahun dengan keluhan utama
pingsan.Pasien pingsan setelah mencabut rumput, sebelum pingsan
pasien tampak kaku selama 1 menit.Ketika pasien sadar, pasien dibawa
kembali ke rumah sakit RKZ dan pasien pingsan kembali. Pasien tidak
mempunyai riwayat pingsan sebelumnya, nyeri dada (-), keringat dingin
(+), mual (+), muntah (+). Pasien sehari-hari dapat beraktivitas tanpa ada
keluhan sesak, tidur dengan satu bantal, tidak pernah ada bengkak di
kaki.Pasien memiliki kebiasaan merokok 2 pak per hari sejak tahun 1997,
pasien minum alcohol sejak tahun 1997 sampai tahun 2005 per tahunnya
sebanyak satu sampai dua kali minum alcohol.
Riwayat penyakit dahulu, tidak ada hipertensi, tidak ada diabetes
mellitus.Riwayat penyakit keluarga tidak ada.
Dari pemerisaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak
sakit parah,GCS 456BP 85/60 mmHg,PR 61x/ menit (reguler, adekuat),
RR 22x/menit,Tax 36,6 C.Dari kepala leher tidak didapatkan anemis dan
ikterik. JVP R+ 1 cmH2O on 30o . Dari pemeriksaan thoraks,cor,ictus
invisible, palpable ICS VI MCL
54
sinkop,disertai
gejala
klinis
seperti
pernah
nyeri
di
55
DAFTAR PUSTAKA
1. Anderson, J, Adams, C, Antman, E, et al. ACC/AHA 2007 guidelines
for the management of patients with unstable angina/non-STelevation myocardial infarction: a report of the American College of
Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice
Guidelines 50:e1. Diunduh dari:
www.acc.org/qualityandscience/clinical/statements.htm
(Accessed
Coronary
Syndrome.
Diunduh
dari
http://
56
of
Internal
Medicine
16th
Edition.
McGraw-Hill
Professional. 2004.
15. PERKI. Buku Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut: ACLS
Indonesia. 2008. Jakarta: Hal. 70)
16. Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. Edisi 29.
Jakarta: EGC
17. Sudoyo, Aru W. Setyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Dkk. 2006.Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Balai Pustaka
FKUI.
18. Lilly, Leonard S. 2003. Pathofisiology of Heart Disease. USA:
Lippincott Williams Wilkins.
19. James T. Willerson, Jay N. Cohn, Hein J.J. Wellens, and David R.
Holmes, Jr. (Eds). 2007. Cardiovascular Medicine Third Edition.
Springer-Verlag: London.
20. dr. Fitriani Lumongga. 2007. Atherosclerosis. Departemen Patologi
Anatomi Fakultas Kedokteran Universita Sumatra Utara. Medan.
21. Shirley A. Jones.2007.ECG success : exercises in ECG
interpretation. F.A. David Company: Philadelphia.
22. Mycek, Mary J. 2001. Farmakologi : Ulasan Bergambar / Mary J.
Mycek, Richard A. Harvey, Pamela C. Champe; alih bahasa Azwar
Agoes; editor, Huriawati Hartanto. Edisi 2. Jakarta: Widya Medika.
57
58