Anda di halaman 1dari 16

Laporan Pendahuluan Departemen Surgikal

CONTUSIO PULMONAL

Oleh
Avief Destian Purnama
105070200111001
Kelompok 12
Ruang 12

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

LAPORAN PENDAHULUAN
DEPARTEMEN SURGIKAL
CONTUSIO PULMONAL
A. Definisi Kontusio Pulmonal/ Kontusio Paru
Contusio paru adalah kerusakan jaringan paru yang terjadi pada
hemoragie dan edema setempat (Smeltzer, 2002), sedangkan menurut
Yasmin (2003) diartikan sebagai memarnya parenkim paru yang sering
disebabkan oleh trauma tumpul. Kelainan ini dapat tidak terdiagnosa saat
pemeriksaan rontgen dada pertama, namun dalam keadaan fraktur scapula,
fraktur rusuk atau flail chest harus mewaspadakan perawat terhadap
kemungkinan adanya contusio pulmonal.
Sehingga contusio paru dapat dijelaskan sebagai proses dekompresi
dan kompresi akibat trauma yang menyebabkan kerusakan jaringan paru
sehingga terjadi edema setempat, perdarahan, konsolidasi paru yang terbukti
pada pengkajian awal.

B.

Anatomi Dan Fisiologi


1. Anatomi
a) Dinding dada
Tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang
membentuk dinding dada adalah tulang iga, columna vertebralis,
thorakalis, sternum, tulang clavicula dan scapula. Jaringan lunak
yang membentuk dinding dada adalah otot dan pembuluh darah
(pembuluh darah interkostalis dan thorakalis interna).
b) Dasar thorak

Dibentuk oleh otot diafragma dan dipersyarafi nervus frenikus.


Diafragma mempunyai lubang untuk jalan aorta, vena cava superior
dan esophagus.
c) Isi rongga thorak
Rongga pleura kanan dan kiri berisi paru paru. Rongga ini dibatasi
oleh pleura visceralis dan parietalis. Rongga mediastinum dan
2.

isinya terletak ditengah dada.


Fisiologi
a) Fisiologi pernafasan
Udara mengalir dari ddaerah dengan tekanan tinggi ke
daerah dengan tekanan rendah. Terdapat tiga tekanan yang
berperan dalam ventilaasi, yaitu:
1) Tekanan atmosfer, yaitu tekanan yang ditimbulkan oleh berat
udara di atmosfer pada benda dipermukaan bumi.
2) Tekanan intra alveolus (tekanan intra paru) adalah tekanan di
dalam alveolus.
3) Tekanan intrapleura adalah tekanan di dalam kantong pleura
(biasanya disebut tekanan intra thorak), merupakan tekanan
yang ditimbulkan diluar paru di dalam rongga thorak.

Paru dalam keadaan normal meregang untuk mengisi rongga thorak yang
lebih besar. Aliran udara masuk dan keluar paru terjadi karena adanya
perubahan siklik tekanan intra alveolar. Tekanan intra alveolar dapat diubah
dengan mengubah volume paru sesuai hukum Boyle (yang menyatakan:
tekanan yang ditimbulkan oleh suatu gas berbanding terbalik dengan
volume gas), resistensi saluran nafas mempengaruhi kecepatan aliran.
Respirasi diawali dengan kontraksi otot respirasi utama yakni diafragma
dan otot interkosta eksternal, sedangkan permulaan ekspirasi adalah
relaksasi otot inspirasi (Sherwood, 2012)
C.

Klasifikasi Kontusio Paru


1.

Ringan

2.

Sedang

: nyeri saja.
:

sesak nafas, mucus dan darah dalam

percabangan bronchial, batuk tetapi tidak mengeluarkan sekret.


3.

Berat

: sesak nafas hebat, takipnea, takhikardi, sianosis,

agitasi, batuk produktif dan kontinyu, secret berbusa, berdarah dan


mukoid. (Brunner & Suddart, 2001).

D.

Etiologi
1. Penyebab utama terjadinya contusio paru adalah trauma tumpul pada
dada. (Smeltzer, 2002)
2. Kecelakaan lalu lintas
3. Trauma tumpul dengan fraktur Iga yg multipel
4. Cedera ledakan atau gelombang kejut yang terkait dengan trauma
penetrasi.
5. Flail chest
6. Dapat pula terjadi pada trauma tajam dg mekanisme perdarahan dan
edema parenkim

E.

Patofisiologi

Gambar 1: Biasanya, oksigen dan karbon dioksida berdifusi melintasi


membran kapiler dan alveolus dan ruang interstisial (kiri). Cairan
mengganggu difusi ini, sehingga kurang darah beroksigen (kanan).
Kontusio Paru

menghasilkan

perdarahan dan kebocoran cairan ke

dalam jaringan paru-paru, yang dapat menjadi kaku dan kehilangan


elastisitas normal. Kandungan air dari paru-paru meningkat selama 72
jam pertama setelah cedera, berpotensi menyebabkan edema paru pada
kasus yang lebih serius. Sebagai hasil dari ini dan proses patologis
lainnya, memar paru berkembang dari waktu ke waktu dan dapat
menyebabkan hipoksia.
Perdarahan dan edema, robeknya parenkim paru menyebabkan cairan
kapiler bocor ke dalam jaringan di sekitarnya. Membran antara alveoli dan

kapiler robek;. Kerusakan membran kapiler-alveolar dan pembuluh darah


kecil menyebabkan darah dan cairan bocor ke dalam alveoli dan ruang
interstisial ( ruang sekitar sel) dari paru-paru Dengan trauma yang lebih
parah, ada sejumlah besar edema, perdarahan, dan robeknya alveoli.
memar paru ditandai oleh microhemorrhages (pendarahan kecil) yang
terjadi ketika alveoli yang traumatis dipisahkan dari struktur saluran napas
dan pembuluh darah. Darah awalnya terkumpul dalam ruang interstisial,
dan kemudian edema terjadi oleh satu atau dua jam setelah cedera.
Sebuah area perdarahan di paru-paru yang mengalami trauma, umumnya
dikelilingi oleh daerah edema. Dalam pertukaran gas yang normal, karbon
dioksida berdifusi melintasi endotelium dari kapiler, ruang interstisial, dan
di seluruh epitel alveolar, oksigen berdifusi ke arah lain. Akumulasi cairan
mengganggu pertukaran gas, dan dapat menyebabkan alveoli terisi
dengan protein dan robek karena edema dan perdarahan. Semakin besar
daerah cedera, kompromi pernafasan lebih parah, menyebabkan
konsolidasi.
Memar

paru

dapat

menyebabkan

bagian

paru-paru

untuk

mengkonsolidasikan, alveoli kolaps, dan atelektasis (kolaps paru parsial


atau total) terjadi. Konsolidasi terjadi ketika bagian dari paru-paru yang
biasanya diisi dengan udara digantkan

dengan bahan dari kondisi

patologis, seperti darah. Selama periode jam pertama setelah cedera,


alveoli di menebal daerah luka dan dapat menjadi konsolidasi. Sebuah
penurunan jumlah surfaktan yang dihasilkan juga berkontribusi pada
rusaknya dan konsolidasi alveoli, inaktivasi surfaktan meningkatkan
tegangan permukaan paru. Mengurangi produksi surfaktan juga dapat
terjadi

di

sekitar

jaringan

yang

awalnya

tidak

terluka

Radang paru-paru, yang dapat terjadi ketika komponen darah memasuki


jaringan karena memar, juga bisa menyebabkan bagian dari paru-paru
rusak. Makrofag, neutrofil, dan sel-sel inflamasi lainnya dan komponen
darah bisa memasuki jaringan paru-paru dan melepaskan faktor-faktor
yang menyebabkan peradangan, meningkatkan kemungkinan kegagalan
pernapasan. Sebagai tanggapan terhadap peradangan, kelebihan lendir
diproduksi,

berpotensi

memasukkan

bagian

dari

paru-paru

dan

menyebabkan rusaknya paru-paru. Bahkan ketika hanya satu sisi dada

yang terluka, radang juga dapat mempengaruhi paru-paru lainnya. Akibat


terluka jaringan paru-paru dapat menyebabkan edema, penebalan septa
dari alveoli, dan perubahan lainnya. Jika peradangan ini cukup parah,
dapat menyebabkan disfungsi paru-paru seperti yang terlihat pada
sindrom distres pernapasan akut.
Ventilasi/perfusi mengalami mismatch, biasanya rasio ventilasi perfusi
adalah sekitar satu banding satu. Volume udara yang masuk alveoli
(ventilasi) adalah sama dengan darah dalam kapiler di sekitar perfusi.
Rasio ini menurun pada kontusio paru, alveoli terisi cairan, tidak dapat
terisi dengan udara, oksigen tidak sepenuhnya berikat hemoglobin, dan
darah meninggalkan paru-paru tanpa sepenuhnya mengandung oksigen
Kurangnya inflasi paru-paru, hasil dari ventilasi mekanis tidak memadai
atau yang terkait, cedera seperti flail chest, juga dapat berkontribusi untuk
ketidakcocokan ventilasi / perfusi. Sebagai ketidakcocokan antara
ventilasi dan perfusi , saturasi oksigen darah berkurang. Vasokonstriksi
pada hipoksik paru, di mana pembuluh darah di dekat

alveoli yang

hipoksia mengerut (diameter menyempit) sebagai respons terhadap


kadar oksigen rendah, dapat terjadi pada kontusio paru Para resistensi
vaskular meningkat di bagian paru-paru yang memar, yang mengarah
pada penurunan jumlah darah yang mengalir ke dalamnya, mengarahkan
darah ke daerah yang lebih baik-berventilasi. Meskipun, mengurangi
aliran darah ke alveoli tak mendapat udara adalah cara untuk
mengimbangi kenyataan bahwa darah yang lewat tak mendapat udara,
alveoli tidak teroksigenasi, yang oksigenasi darah tetap lebih rendah dari
normal. Jika sudah parah cukup, hipoksemia yang dihasilkan dari cairan
dalam alveoli tidak dapat dikoreksi hanya dengan memberikan oksigen
tambahan, masalah ini adalah penyebab sebagian besar kematian yang
diakibatkan trauma.

F.

Manifestasi Klinis
1.

Takipnea.

2.

Takikardi.

3.

Nyeri dada.

G.

4.

Dispnea.

5.

Batuk disertai sputum atau darah.

6.

Suara nafas Ronchi, melemah.

7.

Perkusi redup, krepitasi.

8.

Ekimosis.

9.

Hipoksemia berat.

10.

Respiratori distress.

Pemeriksaan Diagnostik
1.

AGD (Analisa Gas Darah)


Cukup oksigen dan karbondioksida berlebihan, namun kadar gas tidak
menunjukkan kelainan pada awal perjalanan luka memar paru.

2.

Rontgen Thorax
Menunjukkan gambaran infiltrat.
a. CT Scan Thorax : memberikan gambaran kontusio.
b. EKG : memberikan gambaran iskemik.
c. USG : menunjukkan memar paru awal, terdapat garis putiih vertical
B-garis.

H.

Penatalaksanaan
1.

Penatalaksanaan utama :
Patensi jalan nafas, oksigenasi, control nyeri.

2.

Perawatan utama :
Menemukan

luka

memar

yang

menyertai,mencegah

cedera

tambahan,dan memberikan perawatan suportif sambil menunggu luka


memar sembuh.
3.

Penatalaksanaan pada contusio paru ringan :


a.

Nebulizer.

b.

Postural drainage.

c.

Fisiotheraphy.

d.

Pengisapan endotrakheal steril.

e.

Antimicrobial.

f.

Oksigenasi.

g.

Pembatasan cairan.

4.

Penatalaksanaan pada contusio paru sedang :


a.

Intubasi dan ventilator.

b.

Diuretik.

c.

NGT.

d.

Kultur sekresi trakeobronchial.

5.

Penatalaksanaan pada contusio paru berat :


a. Intubasi ET dan ventilator.
b. Diuretic.
c. Pembatasan cairan.
d. Antimicrobial profilaktik.
e. Larutan koloid dan kristaloid.(Brunner & Suddart, 2001)

I.

Komplikasi
1.

Infeksi (Pneumonia).

2.

Gagal nafas.

3.

Syok hipovolemi.

4.

Hematothorak.

5.

Pneumothorak. (Smeltzer, 2002)

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas / istirahat
Gejala

: dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.

2. Sirkulasi
Tanda

: Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical

berpindah, tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ.


3. Integritas ego
Tanda

: ketakutan atau gelisah.

4. Makanan dan cairan


Tanda

: adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.

5. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala

: nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan,

tajam dan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam,


kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan abdomen.

Tanda

: berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.

6. Pernapasan
Gejala
paru

: kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit


kronis,

inflamasi,/infeksi

paaru,

penyakit

interstitial

menyebar,

keganasan ; pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.


Tanda

: Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak

ada ; fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakan dada tidak


sama ; kulit pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental
ansietas, bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan
positif.
7. Keamanan
Gejala

: adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk kkeganasan.

8. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala

: riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah

intratorakal/biopsy paru.
B. Diagnosa Keperawatan
1.

Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.

2.

Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan deformitas dinding


dada.

3.

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan keseimbangan


ventilasi perfusi.

4.

Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai O2.

5.

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi


sekret.

6.

Ancietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

7.

Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral.

8.

Risiko infeksi berhubungan masuknya mikroorganisme sekunder.

9.

Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

10.

Ketidakseimbangan cairan kurang dari kebutuhan tubuh

11.

Deficit pengetahuan

12.

Defisit self care

C. Rencana Keperawatan
NO
1

DX.

TUJUAN & KRITERIA HASIL

INTERVENSI (NIC)

KEPERAWATAN
(NOC)
Nyeri akut
Setelah dilakukan asuhan
berhubungan

keperawatan selama 3x24jam

dengan agen

pasien dapat:

cedera fisik.

RASIONAL
1. Data pengkajian awal

1. Observasi reaksi non verbal dan


ketidaknyamanan.

1. Mengenal factor factor

menentukan respon,
keberhasilan, dan
ketepatan tidakkan

penyebab.

berikutnya.Respon

2. Mengenal onset nyeri.

nyeri dapat terlihat

3. Tindakan pertolongan non

dari respon non verbal

analgetik.
4. Menggunakan analgetik.
5. Melaporkan gejala kepada
tim kesehatan.

pasien.
2. Gunakan tehnik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui

menentukan

pengalaman nyeri pasien.

kerjasama dalam

6. Nyeri terkontrol.
Menunjukkan tingkat nyeri dengan
indicator:

2. Komunikasi terapeutik

pemberian asuhan
3. Kaji kultur yang mempengaruhi
respon nyeri.

keperawatan .
3. Support system dari

1. Melaporkan nyeri.

lingkungan dapat

2. Frekuensi nyeri.

mempengaruhi respon

3. Lamanya episode nyeri.

nyeri pasien.

4. Ekspresi nyeri : wajah.

4. Evaluasi pengalaman nyeri masa

4. Pengalaman nyeri

5. Posisi melindungi tubuh.

lampau.

masa lampau

6. Kegelisahan.

mempengaruhi repon

7. Perubahan respirasi rate.

nyeri saat ini.

8. Perubahan TD.
9. Perubahan ukuran pupil.

5. Bantu pasien dan keluarga mencari


dan menemukan dukungan.

10. Respirasi.
11. Kehilangan nafsu makan.
1. Lakukan pengkajian

5. Meningkatkann
mekanisme koping.
6. Meningkatkan

6. Kontrol lingkungan yang dapat


mempengaruhi nyeri.

nyeri secara

7. Kurangi faktor presipitasi nyeri.

komprehensif.

8. Pilih dan lakukan penanganan


nyeri.
9. Kolaborasi pemberian analgetik.

kenyamanan pasien,
mengurangi nyeri.
7. Meningkatkan
kenyamanan.
8. Mengurangi nyeri
secara farmakologis.
9. Analgetik digunakan
untuk mengurangi

Pola nafas

Setelah dilakukan asuhan

perubahan

keperawatan selama 3x24jam

nyeri
1. Menentukan pilihan
1. Baringkan pasien dalam posisi

intervensi yang tepat.

membrane kapiler pasien dapat:

yang nyaman, atau dalam posisi

Dengan mengkaji

alveoli dan retensi

duduk.

kualitas, frekuensi dan

cairan interstisial.

1. Menunjukkan pola nafas


yang efektif diibuktikan
dengan status pernafasan

kedalaman
2. Observasi tanda vitas (nadi dan

pernafasan, dapat

yang tidak berbahaya;

RR).

ventilasi dan tanda vital.

perubahan kondisi

2. Irama, frekuensi dan


kedalaman pernafasan
berada dalam batas normal,
pada pemeriksaan rontgen
thorax terlihat adanya
pengembangan dan paru,
bunyi nafas terdengar jelas.

diketahui sejauh mana


pasien. Penurunan

3. Lakukan auskultasi suara nafas


setiap 2-4 jam.
4. Bantu dan ajarkan klien untuk
batuk dan nafas dalam yang efektif.

diafragma
memperluas daerah
dadasehingga
ekspansi paru bisa
maksimal.
2. Peningkatan RR dan

1. Identifikasi penyebab

takhikardimerupakan

perubahana pola

indikasi dari adanya

nafas.

penurunan fungsi

2. Kaji kualitas,
frekuensi dan
kedalaman
pernafasan, dan

paru.
3. Menentukan kelainan
suara paru.
4. Menekan daerah yang

laporkan setiap

nyeri ketika batuk atau

perubahan yang

nafas dalam.

terjadi.

Penekanan otot otot


dada atau abdomen
membuat batuk lebih

efektif.
3

Gangguan

Setelah dilakukan tindakan

1. Kaji keefektifan jalan nafas.

1.

pertukaran gas

keperawatan selama 3x24jam

pembentukan mucus

b.d ventilasi-

ventilasi tidak bermasalah dengan

sejalan dengan

perfusi

kriteria:

penurunan aksi

1. Mempunyai fungsi paru

mukosiliaris menunjang

dalam batas normal.

penurunan lebih lanjut

2. Tidak menggunakan

aliran udara serta

pernafasan mulut

penurunan pertukaran

3. Tidak mengalami napas


dangkal atau ortopnea

gas, yang diperburuk oleh


2. Pantau gas darah.

kehilangan daya

4. Status neurologis dalam

elastisitas paru.

rentang yang diharapkan

2.

5. Dispnea pada saat istirahat


dan aktivitas tidak ada.

Peningkatan

PaO2 yang
rendah, PaCO2 yang

3. Pantau status mental pasien.

meningkat menunjukkan
kemunduran tingkat
respirasi.
3.

4. Identifikasi kebutuhan pasien akan

Supali O2 yang
tidak adekuat dapat

insersi jalan nafas aktual/potensial;

mempengaruhi tingkat

auskultasi bunyi nafas, tandai area

kesadaran.

penurunan atau hilangnya ventilasi


dan adanya bunyi tambahan;
pantau status pernafasan dan
oksigenasi sesuai dengan
kebutuhan.
5. Jelaskan kepada pasien dan
keluarga alasan pemberian oksigen
dan tindakan lainnya.
6. Laporkan perubahan kondisi
pasien sehubungan dengan
pengkajian data..

Sebagai bentuk tindakan


pengelolaan jalan nafas.

Cedera pada parenkim paru dan jaringan kapiler

Kebocoran protein serum dan plasma

Tekanan osmotik meningkat

resiko kekurangan cairan


Kehilangan cairan dari kapiler

Penumpukan cairan di bronkiolus


dan permukaan alveoli
gangguan pertukaran gas
Penurunan PO2

takipnea

Tekanan vaskuler paru dan arteri pulmonary


nyeri dada

Hipoksia dan retensi CO2

Ketidakefektifan pola napas

Penurunan kesadaran

Intoleransi aktivitas

Ketidakefektifan perfusi cerebral


Hipoksia berat

Respiratori distress

Anda mungkin juga menyukai