Anda di halaman 1dari 15

PERCOBAAN

(Brine Shrimp Lethality Test)


I.

TUJUAN PRAKTIKUM
1. Terampil dalam melakukan uji toksisitas akut dengan menggunakan metode
BSLT
2. Mengetahui cara perhitungan LC50 dengan metode BSLT
3. Mampu melaksanakan pengujian toksisitas secara in vitro dengan
menggunakan metode BSLT
4. Mampu menetapkan LC50 sebagai parameter ketoksisan akut berdasarkan
analisa probit.

II.

TINJAUAN PUSTAKA
Senyawa yang diduga memiliki aktifitas anti kanker, harus di ujikan terlebih

dahulu pada hewan percobaan. Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dengan
menggunakan larva udang Artemia salina Leach sebagai hewan uji merupakan salah
satu metode yang banyak digunakan untuk pencarian senyawa antikanker baru yang
berasal dari tanaman. Hasil uji toksisitas dengan metode ini telah terbukti memiliki
korelasi dengan daya sitotoksis senyawa anti kanker. Selain itu, metode ini juga
mudah dikerjakan, murah, cepat dan cukup akurat (Meyer, 1982). Lebih dari itu uji
larva udang ini juga digunakan untuk praskrining terhadap senyawa-senyawa yang
diduga berkhasiat sebagai antitumor. Dengan kata lain, uji ini mempunyai korelasi
yang positif dengan potensinya sebagai antikanker (Anderson, 1991).
Artemia salina Leach merupakan komponen dari invertebrata dari fauna pada
ekosistem perairan laut. Udang renik ini mempunyai peranan yang penting dalam
aliran energi dan rantai makanan. Spesies invertebrata ini umumnya digunakan
sebagai organisme sentinel sejati berdasarkan pada penyebaran, fasilitas sampling,
dan luasnya karakteristik ekologi dan sensifitasnya terhadap bahan kimia (Calleja
M.C, Persoone G, 1992).

Pengujian Lethalitas telah digunakan dengan sukses untuk isolasi biomonitor


dari cytotoxic (Siqueira, M. J et. al., 1998), antimalaria (Perez, H, et.al., 1997),
insektisida (Oberlies, N. H.,et.al., 1998), dan antifeedent (Labbe, C., et.al., 1993)
campuran dari ektrak tumbuhan. Hasil dari skrening dari air, hydroalcoholic dan
ekstrak alkohol dari beberapa tumbuhan obat penting yang digunakan dalam
pengobatan tradisional untuk lethalitas merujuk pada larva Artemia salina
yangdiperkenalkan.
Suatu konsentrasi mematikan (Lethal Concentration) adalah analisa secara
statistik yang menggunakan uji Whole Effluent Toxicity (WET) untuk menaksir
lethalitas sampel effluen. Test akut digunakan di Wisconsin untuk menaksir kondisi
"akhir dari pipa" (yaitu, effluent yang tidak dilemahkan, sebagai adanya dibebaskan
pada lingkungan).
Konsentrasi effluen dimana 50% dari organisme mati selama test (LC50)
digunakan sebagai pemenuhan titik akhir (endpoint) untuk Test Whole Effluent
Toxicity (WET) akut. Dalam rangka mengkalkulasi LC50, salah satu dari konsentrasi
test harus menyebabkan > 50% kematian. LC50, yang lebih rendah berarti semakin
beracun effluent tersebut. Sebagai contoh, LC50 > 100% berarti kekuatan penuh
effluent tersebut tidak membunuh lebih dari separuh organisme. LC50 sama dengan
50% berarti separuh effluent mempunyai kekuatan membunuh 50% dari organisme
tersebut.
Uji toksisitas dimaksudkan untuk memaparkan adanya efek toksik dan atau
menilai batas keamanan dalam kaitannya dengan penggunaan suatu senyawa.
Pengukuran toksisitas dapat ditentukan secara kuantitatif yang menyatakan tingkat
keamanan dan tingkat berbahaya zat tersebut (Cassaret dan Doulls, 1975). Brine
Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu metode skrining untuk
menentukan ketoksikan suatu ekstrak ataupun senyawa. Kematian Artemia salina
Leach digunakan sebaga i parameter untuk menunjukkan adanya kandunganzat aktif

tanaman yang bersifat sitotoksik. Apabila harga LC50 _ 1000 g/mL ekstrak tersebut
dapat dikatakan toksik. Bila kematian sebagai responnya, maka dosis penimbul
kematian pada 50% populasi dengan spesies yang sama dalam waktu spesifik dan
kondisi percobaan sesuai diistilahkan sebagai median lethal dose atau LD50. Obat
yang diberikan sebagai konsentrasi diistilahkan sebagai Median Lethal Concetration
atau LC50 (Cassaret dan Doulls, 1975).
Menurut Meyer dkk. (1982) tingkat toksisitas dari ekstrak tanaman dapat
ditentukan dengan melihat harga LC50-nya. Apabila harga LC50 lebih kecil dari 1000
g/ml dikatakan toksik, sebaliknya apabila harga LC50 lebih besar dari 1000 g/ml
dikatakan tidak toksik. Tingkat toksisitas tersebut akan memberi makna terhadap
potensi aktivitasnya sebagai antitumor. Semakin kecil harga LC50 semakin toksik
suatu senyawa.
KLASIFIKASI Artemia salina, Leach
a. Klasifikasi
Artemia salina Leach adalah udang tingkat rendah yang hidup sebagai zooplankton.
Artemia pada tahun 1778 diber i nama cancer salinus,yang kemudian diubah menjadi
Artemia salina pada tahun 1819 oleh Leach

Larva udang artemia


Klasifikasi Artemia pada dunia hewan adalah sebagai berikut :
Divisi

: Animal

Phylum

: Arthropoda

Kelas

: Crustaceae

Subkelas

: Branchiopoda

Ordo

: Anostraca

Familia

: Arthemidae

Genus

: Artemia

Species

: Artemia salina Leach

( Mudjiman, 1995)

Tahap penetasan telur Artemia Salina


b. Morfologi Artemia salina, Leach
Artemia salina, Leach diperdagangkan dalam bentuk telur istirahat yang dinamakan
kista. Kista ini bentuk bulatan-bulatan kecil berwarna kelabu kecoklatan dengan
diameter berkisar 200-300 m (Mudjiman,1995). Kista berkualitas baik, apabila
diinkubasi dalam air berkadar garam 5-70 permil akan menetas sekitar 18-24 jam.
Artemia yang baru menetas disebut nauplius, berwarna orange, berbentuk bulat
lonjong dengan panjang sekitar 400 mikron, lebar 170 mikron dan berat 0,002 mg.
Nauplius berangsur angsur mengalami perkembangan dan perubahan morfologis
dengan 15 kali pergantian kulit hingga menjadi dewasa. Pada setiap pergantian kulit
dis ebut instar (Mujiman, 1995). Ada beberapa tahap penetasan Artemia yaitu tahap
hidrasi, tahap pecah cangkang, dan tahap payung atau tahap pengeluaran. Tahap
hidrasi terjadi penyerapan air sehingga kista yang diawetkan dalam bentuk kering
tersebut akan menjadi bulat dan aktif bermetabolisme. Tahap selanjutnya adalah tahap
pecah cangkang dan disusul dengan tahap payung yang terjadi beberapa saat sebelum
nauplius keluar dari cangkang (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

Artemia dewasa biasanya berukuran panjang 1-2 cm yang ditandai adanya tangkai
mata yang jelas terlihat pada kedua sisi bagian kepala, antena sebagai alat sensori,
saluran pencernaan yang terlihat jelas, dan 11 pasang thorakopoda. Pada Artemia
jantan, antena berubah menjadi alat penjepit, sepasang penis terdapat dibagian
belakang tubuh, sedangkan pada Artemia betina antena mengalami penyusutan.
Sepasang indung telur atau ovarium terdapat di kedua sisi saluran pencernaan,
dibelakang thorakopoda (Mujiman,1995).

Morfologi telur Artemia Salina


(Mujiman, 1995)
c. Lingkungan hidup
Artemia salina hidup planktonik di perairan berkadar garam tinggi antara 15-30
permil, suhu yang dikehendaki berkisar antara 25C-30C, oksigen terlarut sekitar 3
mg/L dan pH antara 7,3-8,4. Artemia salina, Leach tidak dapat mempertahankan diri
dari pemangsa musuh- musuhnya karena tidak mempunyai alat atau cara untuk
membela diri, salah satu cara untuk menghindarkan diri dari pemangsa hewan lain
dengan berpindah kekondisi alam berupa lingkungan hidup berkadar garam tinggi.
Pada umumnya pemangsa tidak dapat hidup lagi pada kondisi itu (Mudjiman,1995).
Makanan Artemia salina terdiri atas ganggang renik, bakteri dan cendawan. Dalam

pemeliharaan makanan yang diberikan adalah katul padi, tepung terigu, tepung
kedelai, dan ragi (Mudjiman,1995).
d. Perkembangbiakan dan siklus hidup
Perkembangbiakannya yaitu jenis biseksual dan jenis partenogenenetik Keduanya
dapat terjadi ovovivipar atau ovipar. Pada ovovivipar keluar dari induknya sudah
berupa anak yang dinamakan nauplius, sedangkan pada ovipar anak keluar dari
induknya berupa telur, bercangkang tebal yang dinamakan siste. Perkembangbiakan
jenis biseksual harus melalui proses perkawinan antara induk jantan dengan induk
betina. Pada jenis parthenogenesis tidak ada perkawinan karena memang tidak pernah
ada jantannya. Jadi, betina akan beranak dengan sendirinya tanpa perkawinan
(Mudjiman,1995). Siklus hidup Artemia salina seperti pada gambar 3.

Siklus Hidup Artemia salina Leach (Mudjiman,1995)


e. Penetasan telur Artemia salina Leach
Telur yang siap menetas berwarna coklat keabu-abuan. Untuk media penetasan dapat
digunakan air laut biasa (kadar garam 30 permil). Tapi untuk mencapai hasil
penetasan yang lebih baik, kita perlu menggunakan air berkadar garam 5 permil. Ini
dapat dibuat dengan mengencerkan air laut dengan air tawar. Sebelum ditetaskan
telur-telur tersebut perlu dicuci terlebih dahulu, yakni dengan direndam di dalam air
tawar selama 1 jam, baru kemudian dimasukan

e. Penetasan telur Artemia salina Leach


Telur yang siap menetas berwarna coklat keabu-abuan. Untuk media penetasan dapat
digunakan air laut biasa (kadar garam 30 permil). Tapi untuk mencapai hasil
penetasan yang lebih baik, kita perlu menggunakan air berkadar garam 5 permil. Ini
dapat dibuat dengan mengencerkan air laut dengan air tawar. Sebelum ditetaskan
telur-telur tersebut perlu dicuci terlebih dahulu, yakni dengan direndam di dalam air
tawar selama 1 jam, baru kemudian dimasukan dalam wadah penetasan. Suhu air
yang baik selama proses penetasan adalah antara 25-30 C. Sedangkan kadar
oksigennya harus lebih dari 2 mg/L. Untuk merangsang proses penetasannya media
penetasan tersebut perlu disinari dengan lampu yang dipasang di samping wadah.
Dalam waktu 24-36 jam setelah pemasukan telur, biasanya telur-telur itu sudah
menetas menjadi anak Artemia yang dinamakan nauplius (Mudjiman,1995).
f. Penggunaan Artemia salina Leach dalam penelitian
Suatu metode uji hayati yang tepat dan murah untuk skrining dalam menentukan
toksisitas suatu ekstrak tanaman aktif dengan menggunakan hewan uji Artemia salina
Leach. Artemia sebe lumnya telah digunakan dalam bermacammacam uji hayati
seperti uji pestisida, polutan, mikotoksin, anestetik, komponen seperti morfin,
kekarsinogenikan dan toksikan dalam air laut. Uji dengan organisme ini sesuai untuk
aktifitas farmakologi dalam ekstrak tanaman yang bersifat toksik. Penelitian
menggunakan Artemia salina memiliki beberapa keuntungan antara lain cepat,
mudah, murah dan sederhana. Penelitian dengan larva Artemia salina Leach telah
digunakan oleh Pusat Kanker Purdue, Universitas Purdue di Lafayette untuk senyawa
aktif tanaman secara umum dan tidak spesifik untuk zat anti kanker. Namun demikian
hubungan yang signifikan dari sampel yang bersifat toksik terhadap larva Artemia
salina Leach ternyata juga mempunyai aktifitas sitotoksik. Berdasarkan hal tersebut
maka larva Artemia salina Leach dapat digunakan untuk uji toksisitas (Meyer et al.,
cit Wahyuni,S.,2002).

III.

METODE KERJA
a. ALAT
Vial
Kotak penetasan larva
Pipet mikro
Hair dryer
Pipet tetes
b. BAHAN
Air laut
Air suling
Telur udang Artemia salina Leach
Larutan dimetilsulfoksida
Methanol
Ekstrak obat X
c. CARA KERJA
1. Ambil ekstrak obat X pada kosentrasi 1000 mikrogram/ml
sebanyak 0,5 ml masukkan kedalam vial.
2. Ekstrak yang terdapat didalam vial diuapkan dengan
menggunakan hair dryer.
3. Setelah menguap, tambahkan

larutan

Dimetilsulfoksida

sebanyak 50 mikroliter lalu tambahkan air laut sedikit saja.


4. Masukkan 10 ekor larva udang ke dalam vial dan adkan
dengan menggunakan air laut hingga tanda batas kalibrasi.
5. Amati larva yang mati setelah 24 jam.
6. Hitung nilai LC50
IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN


a. HASIL PENGAMATAN

KONSENT
KEL

RASI
LARUTAN
INDUK

KONSEN

JUML

TRASI
LARUTA

AH

N
SAMPEL

LARV
A

JUM
LAH
LAR
VA
MATI

%
KEMATIAN&
RAT-RATA

NILAI
PROBIT

LOG
KONSETRASI

1.

10000 g/ml

1000 g/ml

10

10000 g/ml

1000 g/ml

10

1000 g/ml

100 g/ml

10

1000 g/ml

100 g/ml

10

100 g/ml

10 g/ml

10

100 g/ml

10 g/ml

10

9
8
8
9
9
8
5
4
5
4
3
4
2
1
1
1
0
1

90 %
80 %
80 %
90 %
90 %
80 %
50 %
40 %
50 %
40 %
30 %
40 %
20 %
10 %
10 %
10 %
0%
10 %

83 %
86,6
%
46,6
%
36 ,6
%
13,3
%
6,6 %

5,954

6,175

4,950

4,668

3,874

3,524

Kurva Nilai LC 50
7
6

f(x) = 1.33x + 2.14


R = 0.99

5
4

Log Probit 3
2
1
0
0.5

1.5

2.5

3.5

Log Konsentrasi

Hasil Perhitungan Pengamatan kelompok


Persamaan Linier :
y = 1.325x + 2.138
Jadi,
y
= 1.325x + 2.138
5
= 1.325x + 2.138
5 - 2.138 = 1.325x
X
= 2.16
Log X
= 2.16
Antilog X = 144.543 ug/ml
b. PEMBAHASAN

Kanker adalah segolongan penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel


yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan

biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan


(invasi) maupun dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis).
Salah satu metode yang digunakan untuk menguji senyawa yang memiliki
bioaktivitas sebagai antikanker dari senyawa yang diisolasi adalah Brine shrimp
lethality test (BSLT), dimana tujuan dari penggunaan metode ini adalah sebagai uji
pendahuluan yang dapat mendukung penemuan senyawa-senyawa antikanker.
Senyawa yang diduga memiliki aktivitas anti kanker, harus diujikan terlebih dahulu
pada hewan percobaan. Penelitian ini menerapkan metode Brine ShrimpLethality Test
(BST) dengan menggunakan larva udang Artemia salina leach sebagai hewan uji.
Metode ini merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk pencarian
senyawa anti kanker baru yang berasal dari tanaman.
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) adalah salah satu metode uji toksisitas
yang banyak digunakan dalam penelusuran senyawa bioaktif yang bersifat toksik dari
bahan alam. Metode ini dapat digunakan sebagai bioassay-guided fractionation dari
bahan alam, karena mudah, cepat, murah dan cukup reproducible.
Uji toksisitas dengan metode BSLT ini merupakan uji toksisitas akut dimana
efek toksik dari suatu senyawa ditentukan dalam waktu singkat, yaitu rentang waktu
selama 24 jam setelah pemberian dosis uji. Prosedurnya dengan menentukan nilai
LC50 dari aktivitas komponen aktif tanaman terhadap larva Artemia salina Leach.
Suatu ekstrak dikatakan toksik berdasarkan metode BSLT jika harga LC < 1000 g/
ml. Adapun siklus hidup dari Artemia salina Leach, dimulai dari kista atau telur,
kemudian menjadi embrio, embrio ini masih akan melekat pada kulit kista, setelah
menjadi embrio dia akan menjadi nauplii, nauplii inilah yang berenang bebas dan
memulai hidupnya, dan dalam fase ini mulai mencari makanan untuk dirinya sendiri.
Setelah itu menjadi Artemia dewasa, setelah dewasa Artemia jantan dan Artemia
betina bertemu dan mengalami perkembang biakan, dan lahirlah kembali kista
ataupun telur. Alasan digunakannya larva udang dalam percobaan ini adalah karena
larva udang merupakan general biossay sehingga semua zat dapat menembus masuk
menembus dinding sel larva tersebut. Biossay adalah suatu pengujian tentang

toksisitas pada suatu produk dalam rangka pencarian produk alam yang potensial
yang biasanya menggunakan makhluk hidup sebagai sampel.
LC50 adalah konsentrasi dari suatu senyawa kimia di udara atau dalam air
yang dapat menyebabkan 50% kematian pada suatu populasi hewan uji atau makhluk
hidup tertentu. Penggunaan LC50 dimaksudkan untuk pengujian ketoksikan dengan
perlakuan terhadap hewan uji secara berkelompok yaitu pada saat hewan uji
dipaparkan suatu bahan kimia melalui udara maka hewan uji tersebut akan
menghirupnya atau percobaan toksisitas dengan media air. Nilai LC50 dapat
digunakan untuk menentukan tingkat efek toksik suatu senyawa sehingga dapat juga
untuk memprediksi potensinya sebagai antikanker.
Dalam percobaan kali ini digunakan 3 variasi konsentrasi yang berbeda
masing-masing konsentrasi 1000,100 dan 10 g/ml untuk membandingkan toksisitas
dan efek toksik yang ditimbulkan masing-masing konsentrasi tersebut. Setelah itu,
untuk melihat pada konsentrasi berapakah larva udang mengalami LC50. Dan air
laut sebagai kontrol dimaksudkan untuk melihat apakah respon kematian dari sampel
dan bukan dari laut. Dalam penentuan nilai LC50 ini dapat dilakukan dengan 3
cara/metode, yaitu :
1.
Perhitungan probit
2.
analisis Reed-Munch
3.
analisis Farmakope
Dalam perhitungan dengan metode analisis probit, diperlukan tabel probit dan rumus
regresi liniear untuk menentukan nilai a, b dan r. Kemudian dimasukkan dalam rumus
X50 = (b-a)/b dan kemudian dapat ditentukan nilai LC50.
EPA Probit merupakan salah satu metode analisis statistik yang digunakan
untuk menghitung besarnya LC50 dengan menggunakan analisis probit. Analisis
tersebut diperkenalkan oleh Finney tahun 1971. Metode regresi linear digunakan
untuk mendapatkan grafik garis lurus apabila probit kematian ditransformasikan pada
log konsentrasi. Konsentrasi yang dapat mengakibatkan kematian 50% populasi
hewan diperoleh dengan menarik garis dari 50% probit kematian
Adapun hasil perhitungan dengan menggunakan metode ini menunjukkan
hasil bahwa LC50 adalah 144.543 ug/ml. sehingga yang menyebabkan kematian

setangan dari hewan percobaan adalah pada konsentrasi 144.543 ug/ml yang mana
sesuai dengan pemngamatan bahwa pada konsentrasi 100 ug/ml persentase kematian
sebesar 46,6 %. Ekstrak yang diujikan ini ternyata mampu mematikan setengah dari
hewan percobaan saat konsentrasi yang dibutuhkan kurang dari sama dengan 1000
sehingga ekstrak dapat dikatakan aktif sebagai anti kanker.
V. KESIMPULAN
1. Uji BSLT digunakan sebagai uji permulaan untuk mengetahui aktivitas
dari suatu zat atau senyawa yang terkandung dalam suatu ekstrak atau suatu
isolat murni.
2. Pada perbenihan larva udang Artemia salina digunakan air laut buatan yang
dibuat dengan menggunakan garam yang tidak mengandung iodium karena
bila menggunakan garam yang mengandung iodium maka larva udang
akan tumbuh lebih besar dan akan mengaburkan data dari BSLT yang
didapat.
3. Pada pengujian BSLT dibuat larutan dengan konsentrsi yang berbeda-beda
mulau dari 1000,100,dan 10g/ml. Ini bertujuan untuk melihat pengaruh
konsentrasi dari ektrak terhadap aktivitasnya(LC50)
4. Pada pecobaan dilakukan pengeringan untuk mengeringkan pelarur yang digunakan
agar tidak mengaburkan data yang didapat. Apakah larva udang yang mati karena
aktivitas dari ekstrak atau palarutnya.
5. Pada hasil percobaan didapat LC50 sebesar 144.543 g/ml .
6. Dapat diketahui bahwa ektrak obat X memilki potensi anti kanker karena LC50 nya
1000 g/mL.

VI.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Penuntun Farmakologi dan Toksikologi III. UMI: Makassar.
Corwin, Elizabeth J, 2009. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta.

Gunawan, Sulistia Gan, 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Departemen

Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.


Griffits, E. J. F. , J. H. Miller, D. T. Suzuki., R. G. Lewontin, W. M.
Gelbart. 1993. An Introduction to Genetic Analysis 5th ed. W. H. Preeman

and Company. New York.


Kee, Joyce L. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. EGC:

Jakarta.
Mangan, Y. 2003. Cara Bijak Menaklukkan Kanker. Agromedia Pustaka
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai