Anda di halaman 1dari 15

KIMIA KOMPUTASI

Oleh:
Dr. Yusthinus T. Male, M.Si
Kimia teori didefinisikan sebagai deskripsi secara matematika dari ilmu kimia sedangkan kimia
komputasi menunjukkan bahwa suatu sistem kimia dideskripsikan secara matematis menggunakan
hukum-hukum fisika dan diselesaikan menggunakan komputer (Cramer, 2004). Kimia komputasi
menghitung sifat-sifat molekul dan perubahannya maupun melakukan simulasi terhadap molekulmolekul besar (protein, karbohidrat dan asam nukelat) atau sistem kimia (gas, cairan dan padatan)
dengan menggunakan komputer dan menerapkannya pada sistem kimia nyata. Sifat-sifat molekul
yang dapat dihitung misalnya struktur keadaan dasar dan tereksitasi, energi, muatan, momen dipol,
kereaktifan serta spektroskopi molekul.
Terdapat dua prosedur pendekatan komputasi untuk menghitung sifat molekul, yaitu mekanika
molekul dan teori stuktur elektron (Foresman dan Frisch, 1996). Dalam menyelesaikan
permasalahan komputasi, mekanika molekul menggunakan pendekatan mekanika klasik sedangkan
teori struktur elektron menggunakan mekanika kuantum tetapi kedua metode memiliki dasar
perhitungan yang sama yaitu: Optimasi geometri, perhitungan energi satu titik dan perhitungan
frekuensi vibrasi.
I.1.1

Optimasi geometri

Optimasi geometri molekul terutama dilakukan terhadap:


a. Sudut ikatan (dalam satuan derajat), yaitu sudut antara sepasang atom yang saling terikat
dengan atom yang lain.
b. Panjang ikatan (dalam satuan angstrom, ), yaitu jarak antara dua inti atom yang saling
terikat.
c. Sudut dihedral (dalam satuan derajat), yaitu sudut antara suatu atom dengan bidang yang
dibentuk oleh tiga atom.
Jika besaran qi mewakili parameter struktur, maka syarat tercapainya struktur paling stabil
dinyatakan pada Persamaan II.1:
E
= 0 dan
q

2 E
qi2

>0

(II.1)

I.1.2

Perhitungan energi satu titik

Perhitungan energi satu titik dilakukan dengan tujuan:


a. Untuk memperoleh informasi dasar mengenai molekul
b. Sebagai pemeriksa konsistensi geometri molekul untuk digunakan sebagai titik awal dalam
optimasi.
c. Untuk menghitung energi dengan nilai yang sangat akurat dan sifat-sifat lain terhadap hasil
optimasi geometri pada tingkat teori yang rendah.

I.1.3

Perhitungan frekuensi vibrasi

Perhitungan frekuensi dapat digunakan dengan tujuan:


a. Untuk meramalkan spektrum IR dan Raman dari molekul
b. Untuk menghitung tetapan gaya suatu optimasi geometri
c. Untuk mengidentifikasi sifat alami dari titik stasioner pada permukaan potensial energi.
d. Untuk menghitung vibrasi titik nol (pada saat suhu = 0 K) dan koreksi energi termal untuk
energi total seperti entalpi dan entropi sistem.

I.2

Metode-Metode Kimia Komputasi

Terdapat dua prosedur pendekatan komputasi untuk menghitung sifat molekul, yaitu mekanika
molekul dan teori stuktur elektron.

I.2.1

Mekanika Molekul

Mekanika molekul merupakan sebuah metode empiris yang digunakan untuk menyatakan energi
potensial dari molekul sebagai fungsi dari variabel geometri. Pada metode ini molekul digambarkan
sebagai kumpulan atom yang berinteraksi dengan fungsi analitik sederhana berdasarkan mekanika
klasik. Energi potensial bergantung pada posisi inti dan pengaruh elektron secara implisit
dimasukkan dalam medan gaya (force field) melalui parameterisasi (Leach, 2001).
Parameter yang digunakan dalam perhitungan energi diturunkan dari pangkalan data (data base)
struktur yang diperoleh secara eksperimen dan metode mekanika kuantum. Metode mekanika
molekul tersedia dalam bentuk program komputer seperti MM3, HyperChem, Quanta, Sybyl dan
Alchemy. Setiap kelompok molekul memiliki medan gaya yang berbeda dalam bentuk fungsional
dari pernyataan analitik dan himpunan parameternya. Beberapa contoh medan gaya antara lain;
AMBER, CHARM, GROMOS dan MM3.

Dalam mekanika molekul, persamaan deformasi pegas digunakan untuk menggambarkan uluran
ikatan (stretching), bengkokan (bending) dan pilinan (twisting). Tujuan mekanika molekul adalah
meramalkan energi berkaitan dengan konformasi tertentu dari molekul. Metode mekanika molekul
bermanfaat untuk pemodelan sistem makromolekul tetapi tidak dapat digunakan untuk mempelajari
sistem yang melibatkan distribusi elektron seperti pembentukan atau pemutusan ikatan serta proses
eksitasi elektron.

I.2.2

Teori Struktur Elektron

Mekanika kuantum dibutuhkan untuk mempelajari partikel-partikel berukuran mikro seperti


elektron, inti atom dan molekul karena sifat dan kelakuannya tidak dapat dijelaskan dengan
mekanika klasik. Mekanika kuantum menyatakan bahwa energi dan sifat-sifat molekul molekul
dapat diperoleh dengan memecahkan persamaan Schrdinger:

H = E
Dimana:

(II.2)

H = operator hamiltonian

= fungsi gelombang elektronik


E = energi total sistem
Operator Hamiltonian dapat dilihat sebagai aturan untuk mendapatkan energi terasosiasi dengan
sebuah fungsi gelombang yang menggambarkan posisi inti atom dan elektron dalam sistem. Dalam
prakteknya, persamaan Schrdinger tidak dapat diselesaikan secara eksak sehingga beberapa
pendekatan dilakukan. Pendekatan disebut ab initio jika metode tersebut tidak menggunakan
informasi empiris, kecuali konstanta dasar seperti massa elektron dan inti, kecepatan cahaya dan
tetapan Planck. Jika pendekatan dilakukan dengan menggunakan parameter yang diperoleh dari
percobaan maka metodenya disebut semiempiris (Jensen, 1999). Kedua pendekatan ini dalam kimia
komputasi dikenal sebagai metode teori struktur elektron.

I.2.2.1

Pendekatan Born-Oppenheimer

Tahap awal penyelesaian persamaan Schrdinger adalah pemisahan gerakan inti dan elektron
melalui pendekatan Born-Oppenheimer. Untuk atom, ion, molekul, radikal atau sistem yang
mengandung inti atom dan elektron, operator hamiltonian mengandung energi kinetik (T) dan
potensial (V) sehingga:
H = Tn + Te + Vne + Vee + Vnn

(II.3)

Dimana n adalah inti atom dan e adalah elektron. Persamaan Schrdinger partikel jamak tak
bergantung waktu adalah :

H (r1,r2,......)

(r1,r2,....rN) = (r1,r2.....rN) (r1,r2....rN)

(II.4)

Diasumsikan bahwa N elektron digambarkan dengan N vektor posisi: r1(xi,yi,zi) dan inti M
digambarkan dengan vektor posisi M: RI(XI,YI,ZI), maka Hamiltonian partikel jamak tak
bergantung waktu adalah:
N

1
2

N M
N 1 N
M 1 M
Za
Z a Zb
1
1
i2
+
+
I =1 2 M I
i =1 a =1 | Ra ri |
i =1 j = i +1 | ri rj |
a =1 b = a +1 | Ra Rb |
M

He = 12
i =1

2 =
i

dengan

(II.5)

2
2
2
+
+
x 2 y 2 z 2
i
i
i

Dimana i dan j adalah indeks elektron, a dan b adalah indeks inti, Z adalah muatan inti, N adalah
jumlah elektron dan M adalah jumlah inti.
Karena gerak elektron jauh lebih cepat dari gerak inti, maka inti dianggap diam sehingga energi
kinetik inti (Tn) dapat diabaikan. Pendekatan Born-Oppenheimer adalah pemisahan fungsi
gelombang inti dari elektron:

e,n = n e atau He = Te + Vne + Vee + Vnn.

(II.6)

Hamiltonian untuk elektron adalah:


N
N M
N 1 N
Za
1
1
+
H e = 12
i =1 2
i =1 A=1 | Ra ri |
i =1 j =i +1 | ri rj |

(II.7)

dengan energi total:


Etotal = Eel +

M 1 M

Z a Zb
a Rb |

|R
a =1 b = a +1

(II.8)

Energi total pada Persamaan II.8 dapat digunakan untuk penyelesaian persamaan Schrdinger untuk
gerakan inti:

[Tn + E ( Rn )] ( Rn ) = n ( Rn )

(II.9)

Berdasarkan pendekatan Born-Oppenhaimer, persamaan elektronik Schrdinger diselesaikan pada


fungsi jarak inti untuk memperoleh permukaan energi potensial (PEP) dari sistem sehingga energi
rotasi, vibrasi dan jalur reaksi dapat diprediksi dan dapat dibandingkan dengan hasil eksperimen.
Begitu juga dengan geometri, panjang ikatan, sudut ikatan dan sifat fisik lainnya dari molekul
seperti energi disosiasi dapat diketahui. Suku tolakan antar elektron pada Persamaan II.7 bergantung

pada koordinat dari dua elektron sehingga menyebabkan kesulitan dalam perhitungan dan hanya
dapat diselesaikan secara memuaskan pada sistem kecil dengan dua elektron.

I.2.2.2

Teori HF - SCF

Dalam penyelesaian persamaan Schrdinger elektronik, fungsi gelombang haruslah ternormalkan


serta mengikuti aturan Pauli.

Untuk sistem dua elektron, orbital spin 1 ( x1 , y1 , z1 , 1 ) dan

2 ( x2 , y2 , z2 , 2 ) , dimana = jenis spin yang dapat berupa atau , dapat dikombinasikan


menjadi Persamaan II.10 berikut:

n =

1
{1 ( x1 ,... 1 ) 2 ( x2 ,... 2 ) 2 ( x1 ,... 1 )1 ( x2 ,... 2 )}
2

(II.10)

Diasumsikan bahwa kita akan menyelesaikan persamaan Schrdinger elektronik untuk suatu
molekul. Fungsi-fungsi satu elektron yaitu orbital molekul (OM), yang diberikan sebagai hasil
perkalian suatu ruang orbital dan suatu fungsi spin ( atau ), disebut spinorbital yang bersifat
ortonormal (Jensen, 1999).
Untuk N elektron dan N spinorbital, determinan Slater dinyatakan sebagai:
1

SD = n 2| 1 , 2 ,... n | ,

i | j = ij

(II.11)

Tahap selanjutnya adalah mengevaluasi energi pada Persamaan II.11 dengan menggunakan
sebagai produk diagonal, sebagai fungsi gelombang determinan, operator 1 adalah identitas, Pij
menghasilkan segala kemungkinan permutasi untuk koordinat dua elektron sedangkan Pijk untuk
kemungkinan permutasi koordinat tiga elektron.

= A[1 (1)2 (2)....N ( N )] = A


A=

1 N 1
1
(1) p P =
[1 Pij + Pijk ....]

N ! p =0
N!
ij
ijk

(II.12)

Operator antisimteri A bersifat komutatif dengan H dan A dimana operasi ganda terhadap A sama
dengan operasi A sekali dikalikan dengan akar N faktorial, yang ditunjukkan pada Persamaan II.13
berikut:
AH = HA
AA =

N !A

(II.13)

Tolakan inti-inti tidak bergantung pada koordinat elektron sehingga konstan. Tarikan elektron-inti
bergantung pada koordinat satu elektron, demikian juga energi kinetik elektron tetapi tolakan antar
elektron bergantung pada koordinat dua elektron:

Te =

He = Tn + Te + Vne + Vee + Vnn

2
1

i=1

Vne =

Za
a ri |

| R
i =1 A=1

N 1

|r r

Vee =

i =1 j =i +1

M 1 M

Vnn =

(II.14)

Z a Zb
a Rb |

|R
a =1 b = a +1

Operator yang digunakan merujuk pada elektron:


Za
1
hi = i2
2
a | Ra ri |
gij =

1
| ri rj |

(II.15)

i =1

i =1 J >1

H e = hi + gij + Vnn
Operator satu elektron, hi, menggambarkan gerakan elektron i dalam medan seluruh inti dan gij
adalah operator dua elektron. Energi kemudian dituliskan dalam term operasi permutasi:
E = | H | = (1) p | H | P

(II.16)

Operator tolakan inti tidak bergantung pada koordinat elektron sehingga integrasinya menghasilkan
konstanta:

| Vnn | = Vnn | = Vnn

(II.17)

Untuk operator satu elektron, hanya operator identitas yang tidak menghasilkan nol (non-zero
contribution), dimana hasil untuk koordinat satu elektron dinyatakan pada Persamaan II.18:

| h1 | = 1 (1) | h1| 1 (1) = h1

(II.18)

dimana seluruh orbital molekul ternormalkan. Seluruh elemen matriks yang melibatkan suatu
operator permutasi bernilai nol karena integrasi terhadap elektron 2 dalam suatu tumpang-tindih dua
OM berbeda bersifat ortogonal.

| h1 | P12 = 1 (1) | h1| 2 (1)2 (2) | 1 (2)......N ( N ) | N ( N )

(II.19)

Untuk operator dua elektron, hanya operator identitas dan Pij tidak menghasilkan kontribusi nol.
Suku dari operator identitas adalah
| g12 | = 1 (1)2 (2) | g12| 1 (1)2 (2) = J12

(II.20)

dan disebut suatu integral Coulomb, yang menunjukkan tolakan klasik antara dua sebaran muatan

12 (1) dan 22 (2) . Term yang timbul dari operator Pij adalah
| g12 | P12 = 1 (1)2 (2) | g12 | 2 (1)1 (2) = K12

(II.21)

yang disebut integral pertukaran dan tidak memiliki analogi klasik. Energi dinyatakan sebagai:
N

E = h1 +
i =1

1 N N
( J ij Kij ) + Vnn
2 i =1 j =i

(II.22)

dimana tanda minus pada term pertukaran berasal dari (-1)p dalam operator antisimetri (Pers. II.12).
Bagian dari Persamaan II.20 dan II.21 yang tidak ditampilkan menunjukkan bahwa interaksi-sendiri
Jii (self-interaction) dihilangkan dengan unsur pertukaran (exchange) Kii.
Untuk menurunkan (derive) variasi energi, lebih mudah untuk menyatakan energi dalam suku
operator Coulomb dan Pertukaran:
N

E = i| hi|i +
i

1 N
( j| J i| j j| Ki| j + Vnn
2 ij

(II.23)

J i | j (2) = i (1) | g12 | i (1) | j (2)


K i | j (2) = i (1) | g12 | j (1) | i (2)

Perhatikan bahwa operator J mencakup perkalian dengan suatu elemen matriks yang memiliki
orbital yang sama pada kedua sisi sedangkan operator K menukar kedua fungsi pada sisi kanan
operator g12.
Untuk menentukan orbital dengan energi minimum, digunakan prinsip variasi tetapi untuk
mempertahankan sifat ortogonal dan ternormalisasi digunakan pengali Lagrange (Lagrange
multipliers) untuk menyatakan energi dalam batasan operator Fock, Fi :

L = E ij (i | j + i | j ) = 0

(II.24)

ij

E = (i | Fi |i ) + i | Fi | i )
i

dimana Fi = hi + ( J j K j )

(II.25)

Operator Fock adalah operator energi elektron tunggal efektif yang menggambarkan energi kinetik
sebuah elektron, tarikan ke seluruh inti dan tolakan dengan seluruh elektron. Operator Fock
terasosiasi dengan energi variasi, bukan energi itu sendiri sehingga energi orbital diperoleh dengan
melakukan variasi fungsi Lagrange:
N

ij

L = (i | Fi |i ) + i | Fi | i ) ij (i | j + i | j )

(II.26)

Dengan | = | * dan | F | = | F | * , diperoleh :


N

ij

L = (i | Fi |i ) ij (i | j + (i | Fi |i *
N

ij ( j | i = 0

(II.27)

ij

Variasi | atau |*

menghasilkan L = 0 . Hasil pengurangan kompleks konyugat

menghasilkan
N

ij

*ji )i | j = 0

(II.28)

ij

ini berarti bahwa pengali Lagrange merupakan elemen suatu matriks Hermitian (ij = *ji ) .

Akhirnya diperoleh persamaan Hartree-Fock (HF):


N

Fii = ij j

(II.29)

dengan menggunakan diagonal pengali Lagrange, ij 0 dan ii i , persamaan II.29 menjadi:

Fii' = ii'

(II.30)

Orbital molekul (i' ) pada Persamaan II.30 disebut orbital molekul kanonikal (cannonical). Pengali
Lagrange dapat diinterpretasikan sebagai energi OM karena merupakan nilai harapan dari operator
Fock dalam basis OM. Energi OM dinyatakan sebagai:

i = i' | Fi | i'

(II.31)

Energi orbital dapat dituliskan dalam suku persamaan II.22 atau dalam batasan energi OM
menggunakan definisi F (Pers. II.25 dan II.31) sehingga menghasilkan:
N

E = i
i

1 N
( J ij Kij ) + Vnn
2 ij
N

i = i | Fi | i = hi + ( J ij K ij )

(II.32)

Model HF merupakan titik percabangan dalam teori struktur elektron karena penambahan
pendekatan menghasilkan metode semiempiris sedangkan penambahan determinan mengarah pada
penyelesaian eksak persamaan Schrdinger (Jensen, 1999).
I.2.2.3

Metode Ab Initio - Pendekatan Himpunan Basis

Setiap OM diperluas dalam suku fungsi basis yang disebut orbital atom. Kombinasi linier dari
fungsi basis membentuk orbital molekul i. OM didefinisikan sebagai:
M

i = c i

(II.33)

dengan ci sebagai koefisien ekspansi orbital molekul (Grant dan Richards, 1995). Persamaan HF
(II.30) dapat dituliskan sebagai:
M

Fi c i = i c i

(II.34)

Jika dikalikan fungsi basis tertentu dan diintegrasikan, diperoleh persamaan Roothaan-Hall:
FC = SC
F = | F |

(II.35)

S = |

Pada Persamaan II.35, S adalah matriks overlap antara fungsi basis, C adalah matriks bujursangkar
koefisien ekspansi dan F adalah matriks Fock. Setiap unsur F mengandung dua bagian operator
Fock (Pers. II.25) dan integral meliputi operator satu elektron. Matriks Fock selanjutnya dituliskan
sebagai produk suatu matriks rapatan (density) dan integral dua elektron:

| F | = | h | +

occ . MO

| J j K j |

D =

occ . MO

(II.36)

c j c j

Matriks Fock dituliskan dalam notasi yang lebih kompak menghasilkan:

F = h + G D

(II.37)

F = h + G.D
dimana G.D menunjukkan kontraksi matriks D dengan tensor G empat-dimensi.
Untuk menentukkan koefisien c i dari OM yang tidak diketahui, matriks Fock harus didiagonalkan
tetapi matriks Fock hanya diketahui jika seluruh koefisien OM diketahui (Pers. II.36). Prosedur
SCF dimulai dengan pendugaan koefisien, pembentukan matriks Fock dan mendiagonalkannya.
Himpunan koefisien baru selanjutnya digunakan untuk menghitung matriks Fock yang baru.
Prosedur ini diulang (iteration) sampai suatu kriteria konvergensi dicapai. Prosedur ini dikenal
sebagai metode medan swapanggah (Self-Consistent Field, SCF).
Untuk menyusun matriks Fock, (Pers. II.36), diperlukan integral terhadap seluruh pasangan fungsi
basis dan operator satu elektron, h. Untuk M fungsi basis terdapat M2 integral satu elektron. Bagian
kedua dari matriks Fock meliputi integral terhadap empat fungsi basis dan operator dua elektron, g,
dan M4 integral dua elektron.
Terdapat dua tipe fungsi basis yang digunakan, yaitu orbital tipe Slater (STO) dan orbital tipe
Gausian (GTO). Untuk mendapatkan akurasi yang tinggi, dilakukan kombinasi linier dari basis
fungsi yang disebut himpunan basis terkontraksi (CGTO). Himpunan basis adalah himpunan fungsi
gelombang elektron tunggal yang dikombinasikan untuk menghasilkan fungsi gelombang molekul
(House, 2004). Pada umumnya himpunan basis diturunkan oleh Pople dan Huzinaga dengan
penamaan n-ijG (zeta ganda) dan atau n-ijkG (zeta rangkap tiga), dimana n adalah jumlah himpunan
basis primitif untuk kulit dalam, ij atau ijk mewakili jumlah primitif untuk perluasan di kulit valensi
(Jensen, 1999). Pada penelitian ini, digunakan himpunan basis terpolarisasi yaitu 6-31G(d) yang
sering digunakan untuk sistem berukuran sedang (Foresman dan Frisch, 1996).
Penambahan jumlah fungsi basis meningkatkan ketelitian OM tetapi pada jumlah fungsi basis yang
tak terhingga, hasil yang diperoleh identik dengan hasil numerik HF. Keadaan ini disebut limit
Hartree-Fock (HF limit). Nilai pada limit HF bukan penyelesaian eksak persamaan Schrdinger;
hanya hasil terbaik dari fungsi gelombang determinan tunggal. Pada perhitungan praktis, nilai limit
HF tidak pernah dicapai.

Pengabaian korelasi elektron pada metode HF menyebabkan deviasi yang cukup besar dengan hasil
eksperimen. Perhitungan HF kemudian dikoreksi dengan memasukkan korelasi elektron ke dalam
fungsi gelombang elektron banyak, misalnya teori gangguan (pertubasi) Mller-Plesset (MPn, n =
tingkat koreksi), Multi-Configurational Self-Consistent Field (MC-SCF), Configuration Interaction
(CI) dan Complete Active Space SCF (CASSCF). Metode-metode ini disebut post-Hatree-Fock atau
post-SCF. Metode Monte Carlo termasuk kelompok ini karena memodifikasi fungsi gelombang HF,
yaitu mengalikannya dengan suatu fungsi korelasi yang disebut faktor Jastrow. Salah satu
alternatif perhitungan HF yang saat ini berkembang pesat adalah Teori Fungsional Rapatan (Density
Functional Theory, DFT), suatu metode yang bukan murni ab initio tetapi menghasilkan
pendekatan penyelesaian untuk energi pertukaran dan korelasi.
I.2.2.4

Metode Semiempiris

Metode ab initio menghasilkan perhitungan yang mendekati penyelesaian persamaan Schrdinger


tetapi metode ini mahal karena memerlukan kapasitas memori (RAM) dan ruang simpan (disc)
yang besar. Kapasitas yang besar diperlukan karena untuk menyusun matriks Fock, dibutuhkan
pangkat empat dari jumlah fungsi basis. Untuk mengurangi biaya komputasi, jumlah integral ganda
dikurangi dan hanya mempertimbangkan elektron valensi sedangkan elektron dalam (core) dihitung
sebagai fungsi tolakan core-core bersama-sama dengan energi tolakan inti. Metode ini disebut
semiempiris (Leach, 2001).
Metode semiempiris menggunakan parameter hasil percobaan untuk memudahkan perhitungan
sehingga pendekatan persamaan Schrdinger bergantung pada tersedianya parameter yang tepat
untuk sistem yang dikaji. Sisi baik semiempiris adalah metode ini lebih cepat dibanding metode ab
initio. Sisi buruk metode semiempiris adalah kualitas perhitungan tergantung parameter yang
tersedia untuk sistem yang dikaji serta untuk menghitung unsur-unsur transisi, metode ini
memberikan beberapa kesalahan (Cramer, 2004).
I.3

Teori Fungsional Rapatan

Perhitungan komputasi untuk optimasi geometri, energi dan struktur elektron kompleks logam
transisi membutuhkan metode komputasi yang melibatkan efek korelasi elektron sehingga metode
Hartree-Fock tidak dapat digunakan; sebaliknya, melibatkan korelasi elektron melalui prosedur
multikonfigurasi sangat tidak efisien sehingga metode DFT dijadikan pilihan utama untuk
menghitung struktur elektronik kompleks logam transisi. Metode DFT terbukti cukup efisien
menghitung molekul-molekul besar (lebih dari 100 atom) dengan akurasi hasil yang tinggi. Metode
yang berbasis teori fungsional rapatan terbagi terdiri dari fungsi lokal atau LDA (Local Density

Approximation), fungsi non-lokal dengan GGA (Generalized Gradient Approximation) yang terdiri
dari metode BLYP, PW91 dan BP86 serta fungsional hibrid (Paulsen dan Trautwein, 2004).
I.3.1

Formulasi Teori Fungsional Rapatan

Keadaan dasar suatu sistem dengan N elektron umumnya digambarkan melalui fungsi gelombang
banyak elektron ( X 1 , X 2 ,...., X N ) , yang merupakan penyelesaian persamaan Schrdinger
(koordinat xi mengandung koordinat ruang ri dan koordinat spin (si = ). Teori fungsional rapatan
didasarkan pada pengamatan bahwa keadaan dasar dapat digambarkan secara ekivalen melalui
rapatan muatan partikel tunggal, yang didefinisikan :

(r1 ) = e | ( X 1 , X 2 ,....., X N ) |2 dX 2 ....dX N

(II.38)

s1

DFT modern lahir dari teorema Hohenberg dan Kohn tahun 1964 (Koch dan Holthausen, 2001).
Teorema pertama menyatakan bahwa terdapat pemetaan satu-satu antara rapatan muatan keadaan
dasar, 0(r), potensial eksternal inti, ext(r) dan fungsi gelombang keadaan dasar, 0:

0 (r ) ext (r ) 0

(II.39)

ext(r) menggambarkan potensial elektrostatik inti suatu molekul yang mengandung inti M dengan
nomor atom Zn dan posisi Rn,

ext (r ) =

1
4 0

eZ n
n r |

| R
n =1

((II.40)

Jadi jika 0(r) diketahui, Zn dan Rn dapat diturunkan sehingga ext(r) dapat didefinisikan dan jumlah

N elektron dapat ditentukan dengan integrasi 0(r) terhadap ruang. Teorema kedua Hohenberg dan
Kohn menyatakan bahwa untuk suatu potensial eksternal terdapat suatu fungsional

E [ ] = Ene [ ] E0 yang menghasilkan energi minimum untuk 0(r) keadaan dasar. Fungsional
untuk energi total dapat dituliskan sebagai jumlah dua fungsional dengan sifat yang berbeda:

Ev [ ] = Ene [ ] + EHK [ ] . Term pertama Ene [ ] = vext (r ) (r )dr menggambarkan interaksi elektron

dengan potensial eksternal dan bergantung pada molekul tertentu tetapi term ini dapat dihitung.
Suku kedua, EHK[], suatu fungsional universal yang tidak bergantung sistem tertentu yang
eksistensinya dapat dibuktikan tetapi ekspresi eksaknya tidak diketahui. Fungsional ini ternyata
telah diturunkan oleh Thomas dan Fermi jauh sebelum teori moderen DFT (Koch dan Holthausen,
2001).

Mereka

mengungkapkan

energi

elektronik

ETF [ ] = [t (r ) + vext (r ) + j (r )] (r )dr

menggunakan potensial lokal: t(r) = (3h2/ 10me)(3(r)/8e)2/3 untuk energi kinetik, ext(r) untuk
potensial eksternal dan

j (r ) =

1
4 0

(r ')

| r ' r | dr '

(II.41)

yang menggambarkan interaksi-sendiri Coulomb klasik. Untuk meninjau koreksi DFT terhadap
metode HF, kita menggunakan pendekatan energi HF.
Total energi elektronik HF pada (pers. II.23) terdiri dari satu bagian energi kinetik dan tiga bagian
energi potensial, E = Ekin + Ene + ECoul- Ex , dimana Ene dan ECoul menunjukkan energi potensial
klasik dari distribusi muatan (r) dalam potensial eksternal ext(r). Bagian ketiga dari energi
potensial, energi pertukaran Ex (pada pers. II.21, dinyatakan sebagai K12) tidak memiliki arti fisik
dan tidak dimunculkan dalam formulasi HF. Dalam metode HF, interaksi sendiri (Jii) dari elektron
tunggal dihilangkan. Pengabaian korelasi elektron menimbulkan selisih antara energi terhitung dan
yang teramati karena efek korelasi menurunkan energi elektronik total. Energi korelasi didefinisikan
sebagai perbedaan antara energi sebenarnya, E dan energi Hartree-Fock, EHF:
Ec = E EHF

I.3.2

(II.42)

Metode LDA (Local Density Approximation)

LDA adalah metode fungsional rapatan pertama yang sukses menggambarkan sistem nyata,
diperkenalkan oleh Slater. Dalam LDA, diasumsikan bahwa rapatan lokal dapat dipandang sebagai
suatu elektron gas yang seragam atau rapatan merupakan fungsi yang variasinya lambat. Ide
dasarnya adalah menggantikan Persamaan II.21 dengan Persamaan II.43.
1/ 3

9 3e 2
vx ( r ) =
(r )

32 0

(II.43)

Pendekatan ini disebut metode X setelah parameter semiempiris diperkenalkan oleh Schwartz.
LDA memiliki kelemahan dalam menangani fisika zat padat dan kimia logam transisi sehingga
dilengkapi oleh Kohn dan Sham (KS). Interaksi elektron-elektron non klasik yang meningkatkan
energi Ec dan EHF dalam metode HF digabungkan dalam suatu potensial efektif, xc(r), yang disebut
potensial korelasi-pertukaran.
HF
HF
Total energi elektronik dalam skema HF; E HF = Ekin
+ EneHF + ECoul
ExHF + Ec , sementara untuk

KS
KS
+ EneKS + ECoul
ExcKS dimana korelasiskema Kohn-Sham, total energi diberikan oleh E KS = Ekin

pertukaran didefinisikan sebagai ExcKS = vxc (r ) (r )dr . Jika xc(r) pada posisi r hanya bergantung
pada rapat muatan (r) pada posisi tersebut, xc(r) disebut lokal dan fungsional Exc[] menjadi
Local Density Approximation (LDA).

I.3.3

Metode GGA (Generalized Gradient Approximation)

Metode berbasis LDA memiliki kelemahan karena rendahnya estimasi energi pertukaran ~ 10%
mengakibatkan penyimpangan yang melebihi keseluruhan energi korelasi. Korelasi elektron juga
dilebihkan perkiraannya sehingga akurasi metode LDA identik dengan hasil mekanika gelombang
HF. Untuk mengatasinya, digunakan asumsi bahwa rapatan berupa elektron gas tidak seragam.
Arah metode ini adalah membuat energi korelasi dan pertukaran tidak hanya bergantung pada
rapatan elektron tetapi juga pada turunan (derivatives) dari rapatan. Kelompok metode ini disebut
Generalized Gradient Approximation (GGA). Beberapa metode GGA yang sering digunakan adalah
fungsional pertukaran Becke bersama dengan korelasi fungsional Lee, Yang dan Parr (metode
BLYP), Fungsional pertukaran Perdew dan Wang dan gradien korelasi terkoreksi (metode PW91)
atau fungsional pertukaran Becke bersama fungsional korelasi-gradien terkoreksi (BP86).
I.3.4

Fungsional Hibrid

Pada metode LDA, energi korelasi-pertukaran ditulis sebagai jumlah pertukaran eksak (exact
exchange) dan komponen korelasi dari LDA. Energi pertukaran eksak diperoleh dari determinan
Slater Orbital KS. Pendekatan demikian memiliki kelemahan sehingga Becke (1993) mengusulkan
rumus yang disebut metode hubungan adiabatik (adiabatic connection method-ACM),
1

E XC = U XC
d

(II.44)

karena menghubungkan keadaan tanpa interaksi ( = 0) dan interaksi penuh ( = 1).


Penyederhanaan integrasi dengan menggunakan diagram menunjukkan bahwa luas total di bawah
kurva nilai harapan dapat ditulis sebagai
DFT
E XC = E XHF + z ( E XC
E XHF )

(II.45)

dimana z adalah suatu konstanta yang akan dioptimasi. Persamaan II.45 biasanya dituliskan
menggunakan variabel lain, a, yang didefinisikan sebagai 1- z sehingga menghasilkan
DFT
E XC = (1 a ) E XC
+ a ExHF

(II.46)

Jika nilai z = 0,5 diperoleh suatu fungsi setengah-setengah (half-and-half, H&H).


Becke kemudian menurunkan suatu fungsional hibrid tiga parameter yang dituliskan
B 3 PW 91
E XC
= (1 a ) ExLSDA + aExHF + bExB88 + EcLSDA + cEcPW 91

(II.47)

dimana a = 0,20, b = 0,72 dan c = 0,81 adalah parameter semi empiris yang diperoleh melalui
serangkaian pengujian dengan metode G2 (Cramer, 2004). Steven dkk. (1994) kemudian

memodifikasi persamaan II.47 dengan mengganti PW91 dengan LYP sehingga menghasilkan
fungsional hibrid B3LYP:
B 3 LYP
E XC
= (1 a ) ExLSDA + aExHF + bExB88 + (1 c) EcLSDA + cEcLYP

(II.48)

Anda mungkin juga menyukai