Anda di halaman 1dari 8

KEBIJAKAN MENGATASI KEMACETAN LALU LINTAS DI JAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemacetan adalah situasi atau keadaan tersendatnya atau bahkan
terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan
melebihi kapasitas jalan. Kemacetan di ibukota DKI Jakarta tidak dapat dihindari,
terutama pada titik-titik persimpangan baik di jalan-jalan protokol hingga di jalan
lingkungan. Semakin hari, kemacetan di Jakarta semakin parah. Jumlah motor dan
mobil di Jakarta meningkat sebesar 12 persen tiap tahunnya, kata Kepala Bidang
Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Martinus
Sitompul, sedangkan Hal pertumbuhan jalan Jakarta yang hanya 0,01 persen per
tahun. (antara news.com, Januari 2015). Dilansir TIME, Rabu 5 Februari 2015,
penelitian Castrol menemukan pengemudi di ibukota Indonesia yang berhenti dan
melajukan lagi mobil mereka sebanyak 33.240 kali per tahun di jalan, dan hal ini
menobatkan Jakarta menjadi kota termacet di dunia.
Menurut Data Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat kerugian akibat kemacetan di Jakarta
mencapai Rp65 triliun per tahun. Kerugian ekonomi ini tentunya belum termasuk
kerugian nonekonomi seperti kondisi psikologi pemakai jalan maupun efek
domino lain seperti berkurangnya produktivitas masyarakat akibat kemacetan.
(Republika.co.id, 22 Mei 2015). Kemacetan juga mengakibatkan meningkatnya
polusi udara kota.
Indonesia Traffic Watch (ITW) menilai pemerintah tidak serius dalam
mengatasi masalah kemacetan dan keselamatan lalu lintas di Indonesia. Padahal
permasalahan lalu lintas khususnya di Ibukota Jakarta dan sejumlah kota besar
lainnya sudah berada dalam kondisi gawat darurat. pemerintah justru lebih tertarik
pada upaya yang berorientasi proyek dengan pembangunan jalan layang, flyover

maupun underpas, tetapi lambat dalam untuk mewujudkan transportasi publik


yang layak. Dari data-data diatas, untuk mengatasi persoalan kemacetan
diperlukan suatu kebijakan publik yang tepat, sehingga tingkat kemacetan dapat
dikurangi secara bertahap, bukan sebaliknya semakin meningkat.

BAB II
MASALAH KEBIJAKAN
Untuk merumuskan kebijakan yang tepat maka perlu menempuh
langkah-langkah rumusan masalah sebagai berikut:
1. Situasi Masalah
Kepadatan sejumlah ruas jalan di Jakarta sudah mendekati titik jenuh
sehingga sering menimbulkan kemacetan. Hal ini terjadi karena jalan yang ada
tidak dapat menampung volume kendaraan untuk menuju kota pada saat
bersamaan. Kemacetan lalu-lintas dapat kita pahami sebagai akibat dari adanya
kegiatan penduduk atau aktifitas ekonomi yang terjadi. Eksternalitas yang
ditimbulkan akibat adanya kemacetan yaitu terlalu banyak waktu yang dihabiskan
di jalan mengurangi tingkat kenyamanan area perkotaan.
Jika dilihat dari sudut pandang perencanaan transportasi, kemacetan
ditimbulkan dengan asumsi sarana dan prasarana transportasi yang tidak
memadai, artinya permintaan transportasi tidak dibarengi oleh penyediaan sarana
prasarana yang baik. Pada prinsipnya perencanaan transportasi menyeimbangkan
supply dan demand transportasi. Ditinjau dari perencanaan transportasi,
kemacetan dikarenakan demand > supply. Dalam pengertian ini diketahui bahwa
panjang jalan di Jakarta tidak ada penambahan akan tetapi terjadi peningkatan
dalam penggunaan kendaraan pribadi.
Kemacetan menimbulkan berbagai dampak, selain dampak yang
langsung dirasakan oleh masyarakat seperti polusi udara, waktu yang terbuang di
jalan dan banyaknya pemakain bahan bakar, dampak lainnya yaitu dibidang
perekonomian dalam hal rusaknya infrastruktur jalan akibat dari banyaknya
kendaraan yang melintasi ruas jalan tersebut.
2. Meta Masalah
a) Aspek Manusia
Manusia sebagai pemakai jalan yaitu sebagai pejalan kaki dan
pengendara kendaraan baik kendaraan bermotor maupun tidak bermotor. Interaksi
antara faktor manusia, kendaraan, jalan dan lingkungan sangat bergantung dari
perilaku manusia sebagai pengguna jalan menjadi hal yang paling dominan.

Mobilisasi masyarakat yang tinggi di Jakarta dengan berbagai tujuan setiap hari
dalam waktu yang berdekatan. Walaupun rata-rata penghasilan Masyarakat
Jakarta beragam namun niat komsumsi khususnya untuk memilki kendaraan
pribadi tergolong tinggi, terlebih dengan adanya program mobil murah dari
pemerintah serta fasilitas kredit longgar yang disediakan oleh perbankan
mendorong masyarakat untuk membeli karena untuk memiliki kendaraan pribadi
sangat mudah. Karena sarana dan pelayanan angkutan umum dianggap belum
nyaman, tidak efektif dan efesien menyebabkan Masyarakat Jakarta lebih memilih
untuk menggunakan kendaraan pribadi dibanding menggunakan angkutan umum.
b) Aspek Kendaraan
Persaingan ekonomi dan perindustrian dalam era pasar bebas memang
sudah dirasakan, diamana semakin banyaknya produsen kendaraan bermotor baik
roda dua maupun roda empat dalam bidang otomotif menyebabkan produsen
otomotif melakukan promo yang mampu menarik konsumen untuk membeli
produk. Dimana adanya promo memberikan kemudahan dan keringan bagi
konsumen/masyarakat yang menimbulkan dampak semakin tingginya kecepatan
pertambahan jumlah kendaraan bermotor khususnya roda dua.
c) Aspek Jalan
Tidak seimbangnya persentase pertambahan prasarana jumlah kendaraan
pertahun dibandingkan dengan persentase pertambahan prasarana jaringan jalan
yang ada pertahun menyebabkan semakin padatnya lalu lintas jalan yang
mengakibatkan semakin meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas yang terjadi.
d) Aspek Lingkungan
Kemacetan juga menimbulkan masalah lingkungan misalnya tingginya
polusi udara yang dikeluarkan dari gas emisi karbon dan kebisingan yang berasal
dari suara mesin-mesin kendaraan. Hal ini juga berdampak pada berkurangnya
tingkat kesehatan serta kualitas hidup masyarakat di daerah perkotaan.
3. Masalah Substantif
Berdasrkan meta masalah maka yang menjadi fokus adalah pada aspek
kendaraan. Komitmen Pemerintah DKI Jakarta yang belum menunjukkan

kekonsistenan terhadap kebijakan dibidang transportasi, yang ditandai dengan


beberapa hal:
1) Program mobil murah dan kredit kendaraan bermotor dengan bunga
rendah menambah lonjakan jumlah kendaraan
2) Keengganan masyarakat mengunakan transportasi umum dikarenakan
kondisi bus yang sudah tidak layak serta pelayanan yang diberikan tidak
sesuai dengan harapan masyarakat.
4. Tujuan Masalah
Tujuan kebijakan Pemerintah DKI Jakarta berkenaan pengurangan
tingkat kemacetan adalah: Agar dapat menurunkan tingkat penggunaan kendaraan
pribadi, sehingga dapat menurunkan tingkat kemacetan di Jakarta.
BAB III
ALTERNATIF KEBIJAKAN
1. Pengertian Kemacetan
Kemacetan adalah situasi atau keadaan tersendatnya atau bahkan
terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan
melebihi kapasitas jalan. Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar,
terutamanya yang tidak mempunyai transportasi publik yang baik atau
memadai ataupun juga tidak seimbangnya kebutuhan jalan dengan
kepadatan penduduk. Akibatnya, arus kendaraan menjaditersendat dan
kecepatan berkendara pun menurun.
Data Polda Metro Jaya menunjukkan bahwa pertumbuhan
kendaraan rata-rata untuk Jakarta dan sekitarnya berkisar antara 3.000
hingga 4.000 per hari. Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) juga
menyatakan bahwa kecepatan rata-rata kendaraan yang berlalu lintas di
Ibukota pada tahun 2014 maksimal hanya 5 kilometer per jam.

2. Dampak Terjadinya Kemacetan di Ibukota


a) Dampak Perekonomian

Dewan Transportasi Kota Jakarta menyebutkan kerugian akibat


kemacetan mencapai Rp 68,2 triliun per tahun. Angka kerugian ini hampir
menyamai nilai APBD DKI 2015 sebesar Rp 73,08 triliun, atau sekitar
93,3 persen dari APBD DKI 2015. Potensi kerugian akibat kemacetan lalu
lintas tersebut berasal kerugian dari sektor kesehatan senilai Rp 38,5
triliun dan dari sektor penggunaan bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp
29,7 triliun.
b) Dampak Kejiwaan Masyarakat
Setiap hari menghadapi kemacetan arus lalu lintas bisa
menyebabkan orang stres. Jika tidak terkelola, hal itu berpotensi membuat
orang nekat melakukan pelanggaran di jalan raya tanpa mengindahkan
risiko bagi diri sendiri maupun orang lain. Kalangan pengusaha pun
khawatir macet di ibukota bisa membawa dampak psikologis pada
karyawan dan pada akhirnya bisa menurunkan produktivitas. Selain
dampak psikologis yang bisa menurunkan produktivitas karyawan, macet
di ibukota juga telah meningkatkan biaya produksi yang lebih besar.
Karenanya, para pengusaha pun berniat untuk untuk memindahkan
usahanya ke luar dari ibukota.
c) Dampak Kesehatan
Berikut ini adalah sebagian dari zat-zat yang menjadi polutan,
yaitu bahan pencemar yang mencemarkan udara di DKI Jakarta :
1) Karbon Monoksida Karbon Monoksida merupakan zata polutan hasil
dari pembakaran. Sumber utama dari karbonmonoksida adalah Gas
buangan kendaraan bermotor yang tidak terawat emisinya. Dapat
membahayakan dan sangat membahayakan kesehatan paru-paru.
2) Sulfur Dioksida Merupakan hasil dari kerja mesin pembangkit tenaga
listrik. Gas buangan ini sangat berbahaya karena akan mengganggu
system pernafasan.
3) Partikulat mater. Zat ini berasal dari pembakaran gas kendaraan
bermotor. Merupakan zat yang dapat menyebabkan alergi. Dapat
menimbulkan fibrosis paru-paru.
4) Nitrogen Zat ini merupakan zat hasil buangan gas pada industry. Gas ini
sangat berbahaya bagi tubuh terhadap paru-paru karena tingkat toksik
yang tinggi dapat menyebabkan kematian.

Polusi udara disebabkan oleh kontaminasi partikel zat tertentu


terhadap udara bebas. Zat polutan biasanya berasal dari sisa pembakaran.
Dalam kasus Jakarta, zat buang sisa pembakaran dari mesin kendaraan
bermotor menempati urutan tertinggi penyebab polusi udara. Partikel
debu 70% berasal dari kendaraan bermotor, hydrocarbon di udara 90%
digelontorkan dari knalpot.
3. Sebab Kemacetan terjadi di Ibukota :
a) Kemacetan di Jakarta disebabkan juga oleh rendahnya tingkat kedisplinan
masyarakat dalam berlalu lintas. Ketidakdisiplinan tersebut dapat dilihat
dari cara berkendara yang tidak tertib, tidak mematuhi rambu lalu lintas
dan pelanggaran etika pada lampu pengaturan lalu lintas.
b) Kapasitas jalan sudah tidak mencukupi untuk memenuhi pergerakan orang
dan barang yang terus meningkat dari dalam kota maupun dari luar kota
Jakarta. Penambahan ruas jalan yang hanya sekitar 1 (satu) persen per
tahun tidak sebanding dengan pertumbuhan kendaraan bermotor yang
mencapai sekitar 11 persen per tahun. Kondisi ini menyebabkan
terganggunya

kelancaran lalu lintas dan menimbulkan titik-titik

kemacetan. Hampir semua ruas jalan arteri di Jakarta sudah mengalami


kemacetan.
c) Terbatasnya ketersediaan dan pelayanan angkutan umum menyebabkan
masih tingginya penggunaan kendaraan pribadi. Kapasitas angkutan umum
hanya mampu melayani sekitra 19 persen dari jumlah permintaan
perjalanan. Pertambahan kendaraan bermotor terus meningkat setiap
waktu. Data tahun 2011 menunjukkan bahwa penambahan jumlah
kendaraan roda empat setiap hari mencapai 550 unit dan kendaraan roda
dua 1600 unit.
d) Sistem dan jaringan transportasi multimoda belum terintegrasi dengan baik
menyebabkan tidak efisien dan efektifnya mobilitas penduduk. Sistem
transportasi angkutan jalan raya tidak terhubung dengan baik dengan
sistem dan jaringan transportasi berbasis rel. Begitu pula sistem dan
jaringan angkutan bus massal (busway) belum terintegrasi dengan sistem
angkutan feeder yang melayani permukiman masyarakat.
4. Kebijakan yang harus dijalani untuk mengurangi kemacetan

a) Pemantapan dan pengembangan Sistem Transportasi Kota Berbasis


Angkutan Umum Massal
Strategi ini dimaksudkan untuk mengatasai permasalahan
kemacetan yang sudah semakin parah dengan memfokuskan pada
peningkatan sarana dan prasarana, pelayanan angkutan umum dan
pengembangan sistem angkutan umum massal untuk melayani pergerakan
orang dan barang. Strategi operasional meliputi:
1) Pengembangan sarana dan prasarana pendukung,
2) Pengembangan Sistem Angkutan Umum Massal,
3) Penataan Pelayanan Angkutan Umum,
4) Restrukturisasi Pelayanan Angkutan Umum,
5) Pengendalian dan Keselamatan Transportasi,
6) Pembangunan Sarana perpindahan moda transportasi yang terintegrasi,
aman dan nyaman bagi pejalan kaki dan penyandang disabilitas dan
7) Penataan sistem perparkiran.
b) Pengembangan infrastruktur jalan dan jembatan
Strategi ini dilaksanakan untuk memastikan pelayanan sarana dan
prasarana jalan yang mantap dalam menunjang aktivitas perkotaan. Strategi
operasionalnya meliputi:
1) Pengembangan simpang tak sebidang dan
2) Pengembangan Prasarana Jalan dan Jembatan.

Anda mungkin juga menyukai