Anda di halaman 1dari 24

1

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PENDERITA
1. Nama

: Tn.S

2. Umur

: 24 tahun

3. Jenis kelamin

: Laki-laki

4. Suku

: Aceh

5. Agama

: Islam

6. Pekerjaan

: Petani

7. Alamat

: Nibong

8. Tanggal pemeriksaan

: 13 Agustus 2013

9. Tanggal masuk RS

: 13 Agustus 2013

10. No. MR

: 04 74 60

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama

: Nyeri Perut dan BAB cair

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Cut Meutia dengan keluhan sakit di


seluruh perut sejak 2 hari SMRS. Pasien mengaku sakit perut sudah berlangsung
sejak 1 bulan yang lalu dan semakin lama semakin parah terutama sejak 1 hari
SMRS. Sakit perutnya terjadi tiba-tiba dan terus-menerus, sakit dirasakan seperti
mules di seluruh perut. Nyeri ketika makan kemudian merasa kembung nyeri
menjalar ke seluruh bagian perut. Os juga mengeluh mencret sejak 2 minggu
yang lalu. Mencret kurang lebih dari 4x sehari, kurang lebih setengah gelas aqua
setiap mencret, konsistensi cair, tidak terdapat ampas, berwarna kekuningan,

terdapat darah di sangkal dan lendir di sangkal. Keluhan disertai mual tetapi muntah
disangkal. Os juga mengeluh batuk berdahak berwarna putih kadang timbul
kehijauan sejak 1 tahun yang lalu. Batuk kurang lebih 10x/hari sebanyak kira-kira
20cc. Batuk berkurang jika os minum obat yang diberikan mantri. Batuk darah (-),
sesak (-), os mengeluh berkeringat di malam hari, demam (+), dan penurunan
berat badan sejak sebulan yang lalu. Cepat lelah (+) Clubbing finger (-). BAK
tidak ada keluhan. Flatus (+).
3. Riwayat Penyakit dahulu

: Hipertensi (-) DM (-)

4. Riwayat Pengobatan

1 sering berobat ke mantri untuk batuk


: Os
berdahaknya. Tetapi os lupa nama obatnya

5. Riwayat penyakit keluarga

: Orangtua laki-laki os menderita Tb Paru

C. STATUS PRESENT
I.

KESAN UMUM
A. Keadaan Umum

: Lemah

Kesan Sakit

: Sedang

Tinggi Badan : 155cm

Kesadaran

: Compos Mentis

Berat Badan : 35 kg

Lain lain

: (-)

B. Keadaan Sirkulasi
TekananDarah

: 90/60 mmHg

Nadi

: 100 x/menit

Tipe

: normal

Isi

: Penuh

Gizi : 14,56 (underweight)

Irama

: Reguler

C . Keadaan Pernafasan
Frekuensi

: 32 x/menit

Corak Pernafasan

: Thorakoabdominal

Bau Nafas (Foetor)

: (-)

II. PEMERIKSAAN KHUSUS


A. KEPALA :
1. Tengkorak

: Normocephali

2. Muka

: Simetris

3. Mata

Letak

: Ortophoria

Pergerakan

: (+/+)

Palpebra

: dbn

Reaksi Cahaya

: (+/+)

Kornea

: Jernih

Reflek kornea

: (+/+)

Pupil

: Isokor, RC (+) 2-3mm Reaksi Konvergen : dbn

Sclera

: Ikterik (-/-)

Konjungtiva

: Pucat (+/+)

4. Telinga

: Sekret (-/-)

5. Hidung

: Pernafasan cuping hidung : (-), Sekret (-/-)

6. Bibir

: Sianosis (-), kering (-)

7. Gigi dan gusi

: dbn

8. Lidah

: Pergerakan : dbn, Permukaan : dbn Tremor : (-)

9. Rongga mulut

: dbn

10.Rongga Leher

: Faring

: Hiperemis (-/-),granul (-/-)

Tonsil: dbn
11. Kelenjar Parotis

: dbn

B. LEHER
- Inspeksi

: Kelenjar Tiroid

: dbn

Pembesaran Vena

: Tidak ditemukan

Pulsasi Vena

: dbn

Refluks Hepatojugular

: Tidak ditemukan

C. KETIAK

: Pembesaran KGB (-)

D. THORAKS :
1. Thoraks Depan
Inspeksi
Bentuk Umum

: Simetris

Sudut Epigastrium

: Tajam

Sela Iga

: Melebar (+/+)

Frontal dan sagital

: dbn

Pergerakan

: Simetris

Skletal

: dbn

Kulit

: dbn

Ictus Cordis

: ICS V 1 jari medial linea midklavikula sinistra

Tumor

: (-)

Pembesaran vena

: (-)

Palpasi
Kulit

: dbn

Muskulus

: dbn

Vocal Fremitus

: SF mengeras pada kanan

Mamae

: dbn

Ictus Cordis

: di ICS V 1 jari medial linea midklavikula sinistra,


intensitas normal, pelebaran (-),irama reguler dan
thrill (-)

Perkusi
Paru : Kanan

: Hipersonor pada apeks

Kiri

: Hipersonor pada apeks

Batas Paru Hati

: ICS VI midklavikula dextra

Peranjakan

: dbn

Cor : Batas Atas

: ICS II linea parasternal sinistra

Batas Kanan

: ICS IV linea parasternal dekstra

Batas Kiri

: ICS V 1 jari medial linea midklavikula sinistra

Auskultasi
Paru

: Rhonki basah, Rhonki basah

Cor

Vesikuler

Vesikuler

Vesikuler

Vesikuler

: Bunyi jantung : M1 > M2,A2 >A1,P2 > P1,A2>P2


Murmur (-)

2. Thoraks Belakang
Inspeksi : Bentuk Umum
Pergerakan

: Simetris
: Simetris

Skletal

: dbn

Palpasi

: Vocal Fremitus

: SF mengeras pada kanan

Perkusi

: Paru

: Kanan

: Hipersonor pada apeks

: Kiri

: Hipersonor pada apeks

Auskultasi : Paru :

Rhonki basah, Rhonki basah


Vesikuler

Vesikuler

Vesikuler

Vesikuler

E. ABDOMEN :
Inspeksi
Bentuk

: simetris(+)

Pergerakan saat bernafas : dbn

Kulit

: dbn

Palpasi

: distensi (+), fenomena papan catur (+) , nyeri tekan di


seluruh abdomen, Pembesaran hepar (-), Pembesaran lien (), Pembesaran ginjal (-)

Perkusi

: Redup di seluruh lapang abdomen

Auskultasi

: Bising Usus (+)

, bruit (-).

F. LIPAT PAHA
Pembesaran Kelenjar (-), tumor (-) , Pulsasi a. Femoralis (+)
G. KAKI DAN TANGAN
Inspeksi
Bentuk

: simetris(+)

Palmar eritem : (-)

Kulit

: dbn

Clubbing finger : (-)

Pergerakan

: dbn

Udema

: (-)

Palpasi

: kulit hangat (+),dbn

H. SENDI
Kelainan bentuk (-), tanda radang (-), Pergerakan dbn
I. NEUROLOGIS
Reflek fisologis

: APR (+/+) KPR (+/+)

Reflek patologis

: (-)

Rangsangan meningeal

: (-)

KESIMPULAN
Seorang laki-laki, 24 tahun datang dengan keluhan nyeri di seluruh lapangan
abdomen sejak 2 bulan yang lalu dengan keluhan sakit di seluruh perut sejak 2
hari SMRS. Pasien mengaku sakit perut sudah berlangsung sejak 1 bulan yang
lalu dan semakin lama semakin parah terutama sejak 1 hari SMRS. Sakit perutnya
terjadi tiba-tiba dan terus-menerus, sakit dirasakan seperti mules di seluruh perut.
Nyeri ketika makan kemudian merasa kembung nyeri menjalar ke seluruh bagian
perut. Os juga mengeluh mencret sejak 2 minggu yang lalu. Mencret kurang
lebih dari 4x sehari, kurang lebih setengah gelas aqua setiap mencret, konsistensi
cair, tidak terdapat ampas, berwarna kekuningan, terdapat darah di sangkal dan
lendir di sangkal. Keluhan disertai mual tetapi muntah disangkal. Os juga mengeluh
batuk berdahak berwarna putih kadang timbul kehijauan sejak 1 tahun yang lalu.
Batuk kurang lebih 10x/hari sebanyak kira-kira 20cc. Batuk berkurang jika os
minum obat yang diberikan mantri. Batuk darah (-), sesak (-), os mengeluh
berkeringat di malam hari, demam (+), dan penurunan berat badan sejak sebulan
yang lalu. Cepat lelah (+) Clubbing finger (-). BAK tidak ada keluhan. Flatus (+).

A. Keadaan Umum

: Lemah

Kesan Sakit

: Sedang

Tinggi Badan : 155cm

Kesadaran

: Compos Mentis

Berat Badan : 35 kg

TekananDarah

: 90/60 mmHg

Nadi

: 100 x/menit

RR

: 32x/menit

Gizi :14,56 (underweight)

KEPALA

: Konjungtiva Pucat (+/+), Pupil Isokor, RC (+) 2-3mm

LEHER

: Kelenjar Tiroid dbn, Pembesaran KGB (-)

THORAKS :
Inspeksi

: Simetris (+) Sela IgaMelebar (+/+)

Palpasi

: Vocal Fremitus SF mengeras pada kanan

Perkusi

: Kanan : Hipersonor pada apeks


Kiri

Auskultasi

Paru

: Hipersonor pada apeks

Rhonki basah, Rhonki basah


Vesikuler

Vesikuler

Vesikuler

Vesikuler

JANTUNG :
Inspeksi : Iktus kordis

: Terlihat

Palpasi : Iktus kordis

: Teraba 1 jari linea midklavikula kiri, ICS

Perkusi : Batas Atas

: ICS II linea parasternal sinistra

Batas Kanan
Batas Kiri

: ICS IV linea parasternal dekstra


: ICS V 1 jari medial linea midklavikula sinistra

Auskultasi

: M1 > M2,A2 >A1,P2 > P1,A2>P2

ABDOMEN :
Inspeksi

:simetris(+)

Palpasi

: distensi (+),fenomena papan catur (+) nyeri tekan di


seluruh abdomen, Pembesaran hepar (-), Pembesaran lien (), Pembesaran ginjal (-)

Perkusi

: Redup di seluruh lapang abdomen

Auskultasi

: Bising Usus (+)

, bruit (-).

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
-

Urin rutin

Darah rutin

Foto Thoraks AP/Lat

USG

CT SCAN

Peritoneskopi

10

Gambar Abdomen
E. DIAGNOSIS BANDING
-

Tb peritoneal

Tb Paru

Ileus Obstruksi

Peritonitis

F. DIAGNOSA KERJA
Tb Peritoneal + Tb Paru
G. TERAPI

Diet TKTP
IVFD 20 tts/i
Ciprofloxacin 1 fls/12jam
Metoclorpramide 1 amp/8jam
Ranitidin 1 amp/12jam
INH 300 mg 1x1
Rifamfisin 450 mg 1x1
Pirazinamid 750 mg 2x1

11

Etambutol 1000 mg 2x1

H. PROGNOSIS

Quod ad vitam

: dubia et bonam

Quod ad sanam

: dubia et malam

Quod ad fungsionam : dubia et malam

FOLLOW UP
Tangg

al
14
Agustu
s 2013

- Lemas
-BAB cair
frekuensi
4x/i
-batuk
berdahak
(+)
- Nyeri
perut
- perut
kembung
(+)
- tidak
mau
makan
- Mual

15
Agustu
s 2013

-BAB cair
frekuensi
3x/i
-batuk
berdahak
(+)

Sens : CM
TD : 90/60
mmHg
HR : 100x/i
RR : 38x/i
Temp : 35 C
Px Fisik
Mata CA (+/+)
Abdomen
Inspeksi : distensi
(+)
Palpasi : NT (+)
fenomena papan
catur (+)
Perkusi : Redup
di seluruh lapang
abdomen
Auskultasi :
Bising Usus (+)
Sens : CM
TD : 100/60
mmHg
HR : 120x/i
RR : 32x/i
Temp : 34 C

Tb
Diet TKTP
Periton IVFD 20 tts/i
eal + Ciprofloxacin 1
TbParu
amp/12jam
Metoclopramide 1
amp/8jam
Ranitidin 1
amp/12jam
INH 300 mg 1x1
Rifamfisin 450 mg
1x1
Pirazinamid 750 mg
2x1
Etambutol 1000 mg
2x1
- Foto thoraks
- Urin darah rutin

Tb
Diet TKTP
Periton IVFD 20 tts/i
eal + Ciprofloxacin 1
TbParu
fls/12jam
Cairan nutrisi /hari
Ranitidin 1

12

16
Agustu
s 2013

- Nyeri
perut
- perut
kembung
(+)
- tidak
mau
makan
- Mual
- Muntah
hijau >5x/i
berisi
bercampu
r makanan
- keringat
malam
dan
mengigil
-BAB cair
frekuensi
3x/i
-batuk
berdarah
(+)
- Nyeri
perut
- perut
kembung
(+)
- tidak
mau
makan
- keringat
malam
dan
mengigil

Px Fisik
Mata CA (+/+)
Abdomen
Inspeksi : distensi
(+)
Palpasi : NT (+)
fenomena papan
catur (+)
Perkusi : Redup
di seluruh lapang
abdomen
Auskultasi :
Bising Usus (+)

Sens : CM
TD : 100/60
mmHg
HR : 110x/i
RR : 34x/i
Temp : 33 C
Px Fisik
Mata CA (+/+)
Abdomen
Inspeksi : distensi
(+)
Palpasi : NT (+)
fenomena papan
catur (+)
Perkusi : Redup
di seluruh lapang
abdomen
Auskultasi :
Bising Usus (+)

amp/12jam
Metil prednisolon
1amp/12jam
INH 300 mg 1x1
Rifamfisin 450 mg
1x1
Pirazinamid 750 mg
2x1
Etambutol 1000 mg
2x1

Tb
Periton
eal +
TbParu

Diet TKTP
IVFD 20 tts/i
Cairan nutrisi /hari
Ciprofloxacin 1
fls/12jam
Ranitidin 1
amp/12jam
Metil prednisolon
1amp/12jam
INH 300 mg 1x1
Rifamfisin 450 mg
1x1
Pirazinamid 750 mg
2x1
Etambutol 1000 mg
2x1
- Pasien PAPS
16.00

13

BAB 1
PENDAHULUAN

Tuberculosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal


atau visceral yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, dan
terlihat penyakit ini juga sering mengenai seluruh peritoneum, alat-alat system
gastrointestinal, mesenterium dan organ genitalia interna.(1)
Penyakit ini jarang berdiri sendiri dan biasanya merupakan kelanjutan
proses tuberkulosa di tempat lain terutama dari tuberkulosa paru, namun sering
ditemukan bahwa pada waktu diagnose ditegakkan proses tuberkulosa diparu
sudah tidak kelihatan lagi. Hal ini bisa terjadi karena proses tuberkulosa di paru
mungkin sudah sembuh terlebih dahulu sedangkan penyebaran masih berlangsung
di tempat lain.(2)
Di Negara yang masih berkembang tuberkulosis peritoneal masih sering
dijumpai termasuk di Indonesia, sedangkan di Negara Amerika dan Negara Barat
lainnya walaupun sudah jarang ada kecenderungan meningkat dengan
meningkatnya penderita AIDS dan imigran. Karena perjalanan penyakitnya yang
berlangsung secara perlahan-lahan dan sering tanpa keluhan atau gejala yang jelas
maka diagnose sering tidah terdiagnosa atau terlambat ditegakkan

14

10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
a. Insidensi
Tuberculosis peritoneal lebih sering dijumpai pada Wanita dibanding Pria
dengan perbandingan 1,5:1 dan lebih sering decade ke 3 dan 4 .(4,5)
Tuberculosis peritoneal dijumpai 2% dari seluruh tuberkulosis paru dan
59,8% dari tuberculosis abdominal. (5) Di Amerika Serikat penyakit ini adalah
keenam terbanyak diantara penyakit extra paru sedangkan peneliti lain
menemukan hanya 5-20% dari penderita tuberculosis peritoneal yang mempunyai
TB paru yang aktif. Pada saat ini dilaporkan bahwa kasus tuberculosis peritoneal
di negara maju semakin meningkat dan peningkatan ini sesuai dengan
meningkatnya insidensi AIDS di negara maju. (1)
Di Asia dan Afrika dimana tuberculosis masih banyak dijumpai,
tuberculosis peritoneal masih merupakan masalah yang penting. Manohar dkk
melaporkan di Rumah Sakit King Edward III Durban Afrika Selatan menemukan
145 kasus tuberculosis peritoneal selama periode 5 tahun (1984-1988) sedangkan
dengan cara peritonoskopi (5). Daldiono menemukan sebanyak 15 kasus di
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta selama periode 1975-1979
menemukan sebanyak 30 kasus tuberkulosa peritoneal. Begitu juga Sibuea dkk
melaporkan ada 11 kasus Tuberkulosis Peritoneal di Rumah Sakit Tjikini Jakarta
untuk periode 1975-1977. (7) Sedangkan di Medan Zain LH melaporkan ada 8
kasus selama periode 1993-1955.

15

b. Patogenese
Peritoneum dapat dikenai oleh tuberculosis melalui beberapa cara (9)
1.
2.
3.
4.

Melalui penyebaran hematogen terutama dari paru-paru


Melalui dinding usus yang terinfeksi
Dari kelenjar limfe mesenterium
Melalui tuba falopi yang terinfeksi
Pada kebanyakan kasus tuberculosis peritoneal terjadi bukan sebagai

akibat penyebaran perkontinuitatum tapi sering karena reaktifasi proses laten yang
terjadi pada peritoneum yang diperoleh melalui penyebaran hematogen proses
primer terlebih dahulu ( infeksi laten Dorman infection).Seperti diketahui lesi
tuberkulosa bisa mengalami supresi dan menyembuh, infeksi masih dalam fase
laten dimana ia bisa menetap laten selama hidup namun infeksi tadi bisa
berkembang menjadi tuberkulosa pada setiap saat. Jika organism intraseluler tadi
mulai bermultiplikasi secara cepat.
c. Patologi
Terdapat 3 bentuk peritonitis tuberkulosa:
1. Bentuk eksudatif
Bentuk ini dikenal juga sebagai bentuk yang basah atau bentuk asites yang
banyak. Gejala menonjol ialah perut membesar dan berisi cairan (asites). Pada
bentuk ini perlengketan tidak banyak dijumpai. Tuberkel sering dijumpai kecilkecil berwarna putih kekuning-kuningan milier, tampak tersebar di peritoneum
atau pada alat-alat tubuh yang berada di rongga peritoneum.
2. Bentuk adhesive

16

Disebut juga bentuk kering atau plastik dimana cairan tidak banyak
dibentuk. Pada jenis ini lebih banyak terjadi perlengketan-perlengketan.
Perlengketan yang luas antara usus dan peritoneum sering memberikan
gambaran seperti tumor, kadang-kadang terbentuk fistel. Hal ini disebabkan
karena adanya perlengketan-perlengketan dinding usus dan peritoneum parietal
kemudian timbul proses nekrosis. Bentuk ini sering menimbulkan keadaan ileus
obstruksi. Tuberkel-tuberkel ini biasanya lebih besar.
3. Bentuk campuran
Bentuk ini kadang-kadang disebut bentuk kista. Pembentukan kista terjadi
melalui proses eksudasi bersama-sama dengan adhesi sehingga terbentuk cairan
dalam kantong-kantong perlengketan tersebut.Beberapa penulis menganggap
bahwa pembagian ini lebih bersifat untuk melihat tindakan penyakit, dimana
pada mulanya terjadi bentuk exudatif dan kemudian bentuk adhesive.
Pemeriksaan histopatologi jaringan biopsy peritoneum akan memperlihatkan
jaringan granulasi tuberkulosa yang terdiri dari sel-sel epiteloid dan sel datia
langerhans, dan perkejuan umunya ditemukan.
d. Gejala klinis
Gejala klinis bervariasi, pada umunya keluhan dan gejala timbul perlahanlahan sampai berbulan-bulan, sering penderita tidak menyadari keadaan ini. Pada
penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo lama keluhan
berkisar dari 2 minggu s/d 2 tahun dengan rata-rata lebih dari 16 minggu. Keluhan
terjadi secara perlahan lahan sampai berbulan-bulan disertai nyeri perut,
pembengkakan perut, disusul tidak ada nafsu makan.

17

Tabel 1.Keluhan pasien tuberculosis peritoneal menurut beberapa penulis


Keluhan
Sulaiman A
Sandikci
Manohar dkk
1975-1979
1984-1988
30% pasien
135% pasien
45% pasien
Sakit perut
57
82
35,9
Pembengkakan perut
50
96
73,1
Batuk
40
Demam
30
69
53,9
Keringat malam
26
Anoreksia
30
73
46,9
Berat badan menurun
23
80
44,1
Mencret
20
Pada pemeriksaan jasmani gejala yang sering dijumpai adalah asites,
demam, pembengkakan perut, nyeri perut, pucat dan kelelahan, tergantung
lamanya keluhan. Keadaan umum pasien biasa masih cukup baik sampai keadaan
yang kurus dan kahexia, pada wanita lebih sering dijumpai tuberkulosa
peritoneum disertai oleh proses tuberculosis pada ovarium atau tuba, sehingga alat
genital bias ditemukan tanda-tanda peradangan yang sering sukar dibedakan
dengan kista ovarium.
Tabel 2: Pemeriksaan jasmani pada 30 penderita peritonitis tuberkulosa di rumah
sakit Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta Tahun 1975-1979
Gejala
Pembengkakan perut dan nyeri
Asites
Hepatomegali
Ronchi pada paru (kanan)
Pleura effuse
Splenomegali
Tumor intra abdomen
Fenomena papan catur
Limfadenopati

Presentase
51%
43%
43%
33%
27%
30%
20%
13%
13%

18

Terlibatnya paru dan pleura


dasar foto torax)

63%(atas

Fenomena papan catur yang selalu dikatakan karakteristik pada penderita


peritonitis tuberkulosa ternyata tidak sering dijumpai (13%).
e.Diagnosis
-Laboratorium :
Pemeriksaan darah tepi sering dijumpai adanya anemia penyakit kronis,
leukositosis ringan ataupun leucopenia, trombositosis, gangguan faal hati dan
sering dijumpai laju endapan darah (LED) yang meningkat, sedangkan pada
pemeriksaan tes tuberculin hasilnya sering negative.
Pada pemeriksaan analisa cairan asites umunya memperlihatkan exudat
dengan protein > 3gr/dl jumlah sel diatas 100-3000 sel/ml. biasanya lebih dari
90% adalah limfosit, LDH biasanya meningkat. cairan asites yang purulen dapat
ditemukan begitu juga cairan asites yang bercampur darah (serosanguinous).
Pemeriksaan Basil tahan asam (BTA) didapati hasilnya kurang dari 5% yang
positif dan dengan kultur cairan ditemukan kurang dari 20% hasilnya yang positif.
(13) Ada beberapa penelitian yang mendapatkan hampir 66% kultur BTA nya
yang positif dan akan lebih meningkat lagi sampai 83% bila menggunakan kultur
cairan asites yang telah disentrifuge dengan jumlah cairan lebih dari 1 liter. Dan
hasil kultur cairan asites ini dapat diperoleh dalam waktu 4-8minggu.
Perbandingan serum asites albumin (SAAG) pada tuberculosis peritoneal
ditemukan rasionya < 1,1gr/dl namun hal ini juga bisa dijumpai pada keadaan
keganasan, syndrome nefrotik, penyakit pancreas, kandung empedu atau jaringan

19

ikat sedangkan bila ditemukan > 1,1gr/dl ini merupakan cairan asites akibat portal
hipertensi.
Pemeriksaan cairan asites lain yang sangat membantu, cepat dan non
invasive adalah pemeriksaan ADA ( adenosine deaminase actifity ), interferon
gama ( IFN ) dan PCR. Pemeriksaan lain adalah pemeriksaan CA-125. CA-125 (
Cancer antigen 125 ) termasuk tumor associated glycoprotein dan terdapat pada
permukaan sel. CA-125 merupakan antigen yang terkait karsinoma ovarium,
antigen ini tidak ditemukan pada ovarium orang dewasa normal
-Pemeriksaan Penunjang
1. Ultrasonografi
Pada pemeriksaan ultrasonografi ( USG ) dapat dilihat adanya cairan
dalam rongga peritoneum yang bebas atau terfiksasi ( dalam bentuk kantongkantong ) menurut Rama dan Walter B, gambaran sonografi tuberculosis yang
sering dijumpai antara lain cairan yang bebas atau terlokalisasi dalam rongga
abdomen, abses dalam rongga abdomen, massa didaerah ileosaecal dan
pembesaran kelenjar limfe retroperitoneal, adanya penebalan mesenterium,
perlengketan lumen usus dan penebalan omentum, mungkin bias dilihat dan harus
diperiksa dengan seksama.
2. CT Scan
Pemeriksaan CT Scan untuk peritoneal tuberculosis tidak ada ditemui
suatu gambaran yang khas, namun secara umum ditemui adanya gambaran
peritoneum yang berpasir dan untuk pembuktiannya perlu dijumpai bersamaan
dengan adanya gejala klinik dari tuberculosis peritoneal.

20

Rodriguez E dkk yang melakukan suatu penelitian yang membandingkan


tuberkulosis peritoneal dengan karsinoma peritoneal dimana mereka mendapatkan
penemuan yang paling baik untuk membedakan tuberculosis peritoneal dan
karsinoma peritoneal dengan melihat gambaran CT Scan terhadap peritoneum
parietalis.
Adanya peritoneum yang licin dengan penebalan yang minimal dan
pembesaran yang jelas menunjukan suatu peritoneal tuberculosis sedangkan
adanya nodul yang tertanam dan penebalan peritoneum yang tak teratur
menunjukan suatu peritoneal karsinoma.

Gambar 2. CT-Scan dengan kontras menunjukkan omentum caking dan penebalan


usus halus.
3. Peritonoskopi ( Laparaskopi )
Peritonoskopi atau laparoskopi merupakan cara yang relative aman,
mudah dan terbaik untuk mendiagnosa tuberculosis peritoneal terutama bila ada
cairan asites dan sangat berguna untuk mendiagnosa pasien-pasien muda dengan
symptom sakit perut dan tak jelas penyebabnya (27,28) dan cara ini dapat
mnediagnosa tuberculosis peritoneal 85% sampai 95% dan dengan biopsy yang
terarah dapat dilakukan pemeriksaan histologi dan bisa menemukan adanya

21

gambaran granuloma sebesar 85% hingga 90% dari seluruh kasus dan bila
dilakukan kultur bias ditemui BTA HAMPIR 75%. Hasil histology yang lebih
penting lagi adalah bila didapat granuloma yang lebih spesifik yaitu jika didapati
granuloma dengan pengkejuan.
Gambaran yang dapat dilihat pada tuberculosis peritoneal:
1. Tuberkel kecil ataupun besar dengan ukuran yang bervariasi yang
dijumpai tersebar luas pada dinding peritoneum dan usus dan dapat pula
dijumpai permukaan hati atau alat lain. Tuberkel dapat bergabung dan
merupakan sebagai nodul.
2. Perlengketan yang dapat bervariasi dari hanya sederhana sampai hebat
(luas) diantara alat-alat didalam rongga peritoneum. Sering keadaan ini
merubah letak anatomi yang normal. Permukaan hati dapat melengket
pada dinding peritoneum dan sulit untuk dikenali. Perlengketan diantara
usus mesenterium dan peritoneum dapat sangat ekstensif.
3. Peritoneum sering mengalami perubahan dan dengan permukaan yang
kasar yang kadang-kadang berubah gambarannya menyerupai suatu nodul.
Cairan asites sering dijumpai berwarna kuning jernih. Kadang-kadang cairan tidak
jernih lagi tetapi menjadi keruh. Cairan hemorrhagis juga dapat dijumpai
4. Laparatomi
Dahulu laparatomi eksplorasi merupakan tindakan diagnose yang sering
dilakukan, namun saat ini banyak penulis menganggap pembedahan hanya
dilakukan jika dengan cara yang lebih sederhana tidak memberikan kepastian
diagnose atau jika dijumpai indikasi yang mendesak seperti obstruksi usus,
perforasi, adanya cairan asites yang bernanah.

22

Gambar 4. Tuberkulosis Peritonitis pada Laparaskopi


f. Pengobatan
Pada dasarnya pengobatan sama dengan pengobatan tuberculosis paru,
obat-obat seperti Streptomisin, INH, Rifampicin, Pirazinamid memberikan hasil
yang baik. Untuk pengobatan Tuberkulosis pada organ lain, seperti TB perironitis
ini, lama pengobatan dapat diberikan 9-12 bulan. Panduan OAT yang diberikan
adalah 2RHZE/7-10 RH.
Rifampisin dan INH diberikan selama 12 bulan, sedangkan pirazinamid
selama 2 bulan pertama. Kortikosteroid diberikan 1 - 2mg/kgBB selama 1 - 2
minggu pertama. Beberapa penulis berpendapat bahwa kortikosteroid dapat
mengurangi perlengketan peradangan dan mengurangi terjadinya asites. Dan juga
terbukti bahwa kortikosteroid dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian.
Namun pemberian kortikosteroid ini harus dicegah pada daerah endemis dimana
terjadi. Pemberian kortikosteroid sebagai obat tambahan terbukti dapat
mengurangi insidensi sakit perut dan sumbatan pada usus.

Tabel 6. Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis Primer.


Obat

Dosis (Mg/Kg
BB/Hari)

Dosis yg dianjurkan

DosisMaks
(mg)

Dosis (mg) / berat badan


(kg)

23

Harian (mg/
kgBB / hari)

Intermitten
(mg/Kg/
BB/kali)

< 40

40-60

>60

8-12

10

10

600

300

450

600

4-6

10

300

150

300

450

20-30

25

35

750

1000

1500

15-20

15

30

750

1000

1500

15-18

15

15

Sesuai
BB

750

1000

1000

Tabel 7. Dosis Obat Anti Tuberkulosis kombinasi dosis tetap.


BB

Fase Intensif

Fase Lanjutan

2 bulan

4 bulan

Atau
bulan

Harian

Harian

3x/minggu

Harian

3x/minggu

Harian

RHZE
150/75/400/275

RHZ
150/75/400

RHZ
150/150/500

RH
150/75

RH
150/150

EH
400/150

30-37

1,5

38-54

55-70

>71

Pedoman ISPD tahun 2005 menguraikan secara singkat prinsip-prinsip


dasar

dalam

manajemen

Tuberkulosis

Peritonitis.

Protokol

pengobatan

berdasarkan pengalaman TB ekstraperitoneal pada pasien End Stage Renal


Disease. Pedoman ISPD merekomendasikan empat obat yaitu : rifampisin,
isoniazid, pirazinamid, dan ofloksasin. Pirazinamid dan ofloksasin harus
dihentikan setelah 3 bulan, sedangkan rifampisin dan isoniazid harus dilanjutkan
dengan total 12 bulan. Dosis biasa pada obat ini adalah rifampisin 10 mg / kg
sehari (maksimal 600 mg); isoniazid 3 - 5 mg / kg sehari; pirazinamid 30 mg / kg
3 kali seminggu, dan ofloksasin 200 mg sehari.
g. Prognosis
Peritonitis tuberkulosa jika dapat segera ditegakkan diagnosanya dan
mendapat pengobatan umumnya akan menyembuh dengan pengobatan yang
adequate.
BAB 3
KESIMPULAN

24

1. Tuberculosis peritoneal biasanya merupakan proses kelanjutan tuberkulosa


ditempat lain.
2. Oleh karena gejala klinis yang bervariasi dan timbulnya perlahan-lahansering
didiagnosa terlambat baru diketahui.
3. Dengan pemeriksaan diagnostik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang
lainnya dapat membantu menegakkan diagnosa.
4. Dengan pemberian obat anti tuberkulosa yang adequate biasanya pasien akan
sembuh.

Anda mungkin juga menyukai