Anda di halaman 1dari 6

Metode Ekstraksi Maserasi

Proses maserasi (macerare= mengairi, melunakkan) merupakan proses


perendaman sampel dengan pelarut yang digunakan pada temperatur ruangan.
Pada psoses maserasi, bahan kandungan sel berpindah dengan terlarut dalam
molekuler pelarut dengan berdifusi melalui rongga antar sel. Gaya yang bekerja
adalah perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan pelarut yang
mula-mula tanpa bahan aktif. Bahan kandungan sel akan mencapai ke dalam
cairan di sebelah luar selama difusi melintasi membran sampai terbentuknya suatu
keseimbangan konsentrasi antara larutan disebelah dalam dan disebelah luar sel
(Voight, 1995: 566).
Metode maserasi dipilih karena metode ini murah dan mudah dilakukan,
selain itu dikhawatirkan senyawa yang terkandung dalam buah pepino merupakan
senyawa yang tidak tahan terhadap panas. Maserasi biasanya dilakukan dengan
perbandingan 1:2, seperti 100 Kg sampel diekstrak dengan 200 L pelarut. Guna
mendapatkan ekstrak dalam waktu yang relatif cepat dapat dilakukan pengadukan
dengan menggunakan shaker berkekuatan 120 rpm selama 24 jam (Husnah, 2009:
39).
Etanol
- (Daintith, 1994: 31).
Etanol atau alkohol (C2H53 tersolvasi dan sejumlah kecil ion OH) merupakan cairan tanpa
warna yang larut dalam air, densitas 0,6 (0C) titik leleh -169C , titik didih -102C.Adanya
gugus hidroksil (OH) pada alkohol memberikan sifat polar, sedangkan gugus alkil (R)
merupakan gugus non polar. Proporsi dari kedua gugus tersebut merupakan faktor yang
enentukan sifat alkohol (Daintith, 1994:178). Husnah (2009), untuk mengekstrak sampel uji,
lebih baik menggunakan etanol daripada metanol karena antioksidan yang hendak diekstrak
diharapkan dapat diaplikasikan pada produk makanan, minuman dan obat-obatan sehingga
aman untuk dikonsumsi sedangkan metanol bersifat toksik.
FRAKSINASI BERTINGKAT

Fraksinasi adalah proses pemisahan suatu kuantitas tertentu dari campuran (padat, cair, terlarut,
suspensi atau isotop) dibagi dalam beberapa jumlah kecil (fraksi) komposisi perubahan menurut
kelandaian. Pembagian atau pemisahan ini didasarkan pada bobot dari tiap fraksi, fraksi yang lebih berat
akan berada paling dasar sedang fraksi yang lebih ringan akan berada diatas. Fraksinasi bertingkat
biasanya menggunakan pelarut organik seperti eter, aseton, benzena, etanol, diklorometana, atau
campuran pelarut tersebut. Asam lemak, asam resin, lilin, tanin, dan zat warna adalah bahan yang penting
dan dapat diekstraksi dengan pelarut organik (Adijuwana dan Nur 1989).
Fraksinasi bertingkat umumnya diawali dengan pelarut yang kurang polar dan dilanjutkan dengan
pelarut yang lebih polar. Tingkat polaritas pelarut dapat ditentukan dari nilai konstanta dielektrik pelarut.
Emapat tahapan fraksinasi bertingkat dengan menggunakan empat macam pelarut yaitu (1) ekstraksi
aseton, (2) fraksinasi n-heksan, (3) fraksinasi etil eter, dan (4) fraksinasi etil asetat (Lestari dan Pari
1990).

Ekstraksi merupakan suatu proses penyaringan suatu senyawa kimia dari suatu bahan alam dengsan
menggunakan pelarut tertentu. Ekstraksi bisa dilakukan dengan berbgai macam metode yang sesuai
dengan sifat dan tujuan ekstraksi. Pada proses ekstraksi ini dapat digunakan sampel dalam keadaan segar
atau yang telah dikeringkan. Tergantung pada sifat tumbuhan dan senyawa yang akan diisolasi. Untuk
mengekstraksi senyawa utama yang terdapat dalam bahan tumbuhan dapat digunakan pelarut yang cocok.
Banyak metode yang digunakan untuk proses ekstraksi, baik dengan cara dingin maupun dengan
cara panas. Cara dingin meliputi maserasi dan perkolasi, sedangkan cara panas meliputi refluks, digesti,
infus, dekok, dan sokletasi.
Cara Dingin
1.

Maserasi
Salah satu metode yang digunakan dalam fraksinasi adalah dengan menggunakan metode
maserasi. Maserasi merupakan proses perendaman sampel menggunakan pelarut organik pada temperatur
ruangan proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman
sampel akan terjadi pemecahan dinding sel dan membran sel karena perbedaan tekanan antara di dalam
dan luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik
dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan. Pemilihan
pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan
kelarutan senyawa bahan organik dalam pelarut tersebut. Secara umum pelarut metanol merupakan
pelarut yang banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alami karena dapat
melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder. Maserasi yang digunakan mempengaruhi tinggi
rendahnya rendemen yang didapat, biasanya digunakan untuk mendapatkan zat warna alami dari
ekstraktif. Kelebihan metode maserasi pada ekstraksi zat warna alami yaitu zat warna mengandung
gugus-gugus yang tidak stabil (mudah menguap seperti ester dan eter tidak akan rusak atau menguap
karena berlangsung pada konndisi dingin. Selain itu kelebihan dari maserasi adalah cara pengerjaan yang
dilakukan lebih sederhana dan dapat dilakukan untuk bahan-bahan atau zat yang tidak tahan terhadap
pemanasan. Kelemahan dari metode maserasi adalah banyak pelarut yng dibutuhkan selama proses
maserasi dan waktu yang dibutuhkan lama (Irwan 2010).

2.

Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyaringan yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk
simplisia yang telah dibasahi. Kekuatan yang berperan pada perkolasi adalah gaya berat, kekentalan, daya
larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler, dan daya geseran (friksi). Cara perkolasi
lebih baik jika dibandingkan dengan cara maserasi karena

a.

Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang
konsentrasinya lebih rendah sehungga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.

b.

Ruangan diantara serbuk-serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari karena
kecilnya saluran kapiler tersebut maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga
dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi.

c.

Selain itu, penggunaan metode perkolasi lebih mengefisienkan waktu dan jumlah pelarut jika
dibandingkan dengan metode maserasi (Irwan 2010).
Cara panas

1.

Refluks
Metode ini akan digunakan apabila dalam sintesis senyawa tersebut menggunakan pelarut yang volatil.
Pada kondisi ini jika dilakukan pemansan yang biasa maka pelarut akan menguap sebelum reaksi berjalan
hingga selesai. Prinsip dari metode ini adalah pelarut volatil yang digunakan akan menguap pada suhu
tinggi. Namun akan didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan
mengembun pada kondensor dan akan turun lagi ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada
selama reaksi berlangsung. Sedangkan aliran gas N2 diberikan agar tidak ada uap air atau gas oksigen
yang masuk terutama senyawa golongan anorganik karena sifatnya yang reaktif (Sukmana 2010).

2.

Digesti
Digesti adalah metode ekstraksi dengan pemanasan lemah yaitu pada suhu 400-500 C. Cara ini hanya
dapat digunakan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Dengan pemanasan
diperoleh keuntungan antara lain

a.

Kekentalan pelarut berkurang yang dapat mengakibatkan berkurangnya lapisan-lapisan batas.

b.

Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat sehingga pemanasan tersebut mempunyai pengaruh
yang sama dengan pengadukan.

c.

Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolute dan berbanding terbalik dengan kekentalan,
sehingga kenaikan suhu akan perpengaruh terhadap kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan
meningkat bila suhu dinaikkan.

d.

Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang digunakan maka perlu dilengkapi dengan pendingin
yang baiksehingga cairan akan menguap kembali ke bejana.

3.

Sokletasi
Merupakan suatu cara pengekstraksian tumbuhan dengan memakai alat soklet. Pada cara ini pelarut
dan simplisia ditempatkan secara terpisah. Sokletasi digunakan untuk simplisis dengan kaasiat yang
relatif stabil dan tahan terhadap pemanasn. Prinsip sokletasi adalah penyaringan secara terus-menerus

sehingga penyaringan lebih sempurna dengan memakai pelarut yang relatif sedikit. Jika penyaringan telah
selesai maka pelarutnya diuapkan dan sisanya adalah zat yang tersari. Biasanya pelarut yang digunakan
adalah pelarut yang mudah menguap dan memiliki titik didih yang rendah.

4.

Infudasi
Infudasi adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia dengan air pada suhu 900 C
selama 15 menit. Proses penyaringan yang umumnya digunakan menyari zat kandungan aktif yang larut
dalam air dan bahan-bahan nabati. Penyaringan dengan metode ini menghasilkan sari yang tidak stabil
dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu, sari yang diperoleh dari cairan ini tidak
boleh disimpan lebih dari 24 jam (Irwan 2010).

5.

Dekok
Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90 C selama 30 menit. Peguapan ekstrak
larutan dilakukan dengan penguap berpusing dengan pengurangan tekanan yaitu rotary evaporator
sehingga diperoleh ekstrak yang kentaln (Harborne 1987).

Serbuk kayu yang digunakan pada praktikum kali ini adalah dari jenis Acasia mangium. Akasia
termasuk pada kayu kelas awet 3, cukup tahan terhadap cuaca dan kondisi normal akan tetapi akan mudah
terserang jamur dan serangga apabila diletakkan pada kondisi luar ruangan yang terlalu basah. Kurang
baik untuk pemakaian yang langsung diletakkan di atas tanah. Kayu akasia memiliki teras yang berwarna
coklat muda hingga coklat tua kehijauan. Kayu gubal berwarna krem keputihan, sangat jelas dan mudah
dibedakan dengan kayu terasnya. Akasia termasuk pada kayu kelas awet 3, cukup tahan terhadap cuaca
dan kondisi normal akan tetapi akan mudah terserang jamur dan serangga apabila diletakkan pada kondisi
luar ruangan yang terlalu basah. Kurang baik untuk pemakaian yang langsung diletakkan di atas tanah.
Hasil praktikum fraksinasi bertingkat menunjukkan bahwa kandungan ekstrak aseton yang
diperoleh dari 2000 gram serbuk kayu akasia (kadar air 13,94%) adalah 172,543 gram (19,660%). Ekstrak
aseton ini kemudian difraksinasi secara bertingkat menggunakan metode ekstraksi pelarut-pelarut yang
tidak bercampur (solvent-solvent extraction) secara berturut-turut dengan n-heksan, etil eter dan etil
asetat. Kandungan zat ekstraktif fraksinasi bertingkat dalam beberapa pelarut organik terhadap ekstrak
aseton kayu akasia.

Jenis Fraksi

Berat Ekstrak
Padatan
(gram)*)

Kadar
Ekstrak
(%)*)

Fraksi n-Heksan
7,39
0,84
Fraksi Etil Eter
69,43
7,91
Fraksi Etil
36,65
4,18
Asetat
Fraksi Residu
59,07
6,73
Ekstrak Aseton
172,54
19,66
Keterangan: *) dihitung berdasarkan berat kering oven

Tabel di atas menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh dipengaruhi oleh jenis senyawa yang
terdapat dalam sampel dan kelarutan senyawa tersebut dalam pelarut yang digunakan. Hasil fraksinasi
bertingkat ekstrak aseton kayu akasia sebagian besar mengandung senyawa-senyawa yang bersifat semi
polar. Berdasarkan klasifikasi kelas komponen kimia kayu (Lestari dan Pari 1990) yang menyatakan
bahwa kadar ekstraktif kayu termasuk tinggi jika kadar zat ekstraktif lebih besar dari 4%, maka
kandungan zat ekstraktif kayu akasia yang diperoleh tergolong tinggi.
Kayu yang berkadar ekstraktif tinggi diperkirakan lebih tahan terhadap serangan organisme
perusak kayu dibandingkan yang berkadar ekstraktif rendah. Tetapi faktor ketahanan kayu lebih
tergantung kepada senyawa-senyawa bioaktif yang terdapat pada zat ekstraktif tersebut (Lestari dan Pari
1990).
Perbedaan kandungan zat ekstraktif kayu maupun kulit kayu dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain jenis kayu, jenis pelarut yang digunakan, ukuran serbuk, frekuensi pengadukan dalam
perendaman dan kadar air serbuk. Kandungan zat ekstraktif setiap jenis kayu tidak sama. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan setiap jenis kayu memiliki kandungan ekstrak aseton yang berbeda-beda.
Pelarut aseton digunakan dalam praktikum fraksinasi bertingkat ini dengan pertimbangan bahwa
pelarut ini memiliki sifat baik yaitu dapat dicampur dengan air dalam berbagai perbandingan. Selain itu,
pelarut aseton memiliki nilai polaritas dan konstanta dielektrik yang tinggi sehingga zat ekstraktif yang
terlarut cenderung bersifat polar.
Zat ekstraktif pada kayu teras lebih beracun jika dibandingkan dengan kayu gubal pada pohon
yang sama dan keawetan teras tersebut akan berkurang secara drastis apabila kayu tersebut di ekstraksi
dengan air panas atau pelarut organik (Syafii dan Yoshimoto 1993). Hasil dari ekstrak aseton, n-heksan,
dan metanol kayu teras memiliki karakteristik resistensi terhadap rayap tanah yang lebih tinggi dari kulit
dan kayu gubalnya. Hanum and Van Der Maesen (1997) menyatakan bahwa kayu akasia mengandung
flavanoid dalam jumlah yang sangat besar yaitu sekitar 70% dari volume kayu terasnya. Harborne (1987)
menyatakan bahwa senyawa yang tergolong flavanoid dapat berfungsi sebagai antioksidan, antidiare,
antikanker, antiinflamasi, antialergi, pengawet makanan, dan penurunan tekanan darah tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa kayu akasia mengandung senyawa bioaktif. Oleh karena itu, kayu akasia diduga
mengandung senyawa bioaktif yang bersifat racun terhadap serangga perusak kayu khususnya rayap

tanah. Komponen bioaktif kayu akasia diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengawet alami
kayu.

Daftar Pustaka
Irwan. 2010. Ekstraksi Menggunakan Proses Infudasi, Maserasi, dan Perkolasi. (Terhubung Berkala).
http://www.irwanfarmasi.blogspot.com/2010. (11 Juni 2011).
Sukmana N. C. 2010. Metode Sintesis Refluks. (Terhubung Berkala). http://www.ndarucs.blogspot.com. (11
Juni 2010).
Adijuwana, Nur M.A. 1989. Teknik Spektroskopi dalam Analisis Biologi. Bogor: Pusat Antar Universitas IPB.
Harborne J.B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Lestari SB, Pari G. 1990. Analisis kimia beberapa jenis kayu Indonesia. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan VII (3) : 96-100.
Syafii W, Yoshimoto T. 1993. Extractives from Some Tropical Hardwoods and Their Influences on The Growth
of Wood-Decaying Fungi. Indonesian Journal of tropical Agricultural. Volume 4, Number 2.
Hanum IF, Van Der Maesen LJG (Editor). 1997. Plant Resources of South East Asia. No.11. Bogor
:PROSEA.
Diposkan oleh Saridewi Widi Lestari di 17:59
CARA KERJA
1. Maserasi
- Disiapkan simplisia daun sirih sebanyak 55gram
- Kemudian ditam bahkan methanol sebanyak 300 ml atau sampai seluruh simplisia terendam
- Setelah itu di simpan dalam botol berwarna coklat
- diamkan selama1hari , kemudian disaring dan ditampung dalam botol warna coklat dilakukan
proses diatas sebanyak 3x, dimana setiap 1x24 jam diganti dengan metanol yang baru
- Kemudian disiapkan untuk dilakukan proses destilasi

Anda mungkin juga menyukai