UJI LAKSATIV
Disusun oleh:
Dinda Ayu Pratiwi (P17335114066)
Fitri Nursiah (P17335114023)
Fitria Dian Fauziah (P17335114025)
Isti Hutriani B (P17335114053)
Rada Cania Napitupulu (P17335114026)
Salma Nurul Azkiya (P17335114020)
Judul
: Uji Laksativ
Hari / tanggal
III.
Tujuan
IV.
II.
dahulu.
3. Mencit pertama dikorbankan dengan cara di dislokasi bagian leher menggunakan
pinggir gunting.
4. Tubuh mencit dibalik kemudian diikat keempat kakinya menggunakan benang kasur
dan dililitkan di paku dengan posisi terlentang.
5. Dibuat guntingan pada bagian abdomen bawah mencit secara mid sagital menembus
selaput peritoneum sampai tulang rusuk.
6. Usus halus diikat persegmen sepanjang 2 x 2 cm.
7. Pada bagian atas disuntikan dengan air dan bagian bawah disuntikan dengan MgSO 4
dan ditetesi NaCl fisiologis 0,9% selama percobaan berlangsung.
8. Mengamati selama 30 menit dan mencatat hasilnya.
9. Mencit kedua diberikan secara oral dengan emulsi laxadine.
10. Mencit ketiga diberikan secara oral dengan aquadest.
11. Mencit kedua dan ketiga masing-masing dimasukkan kedalam toples yang diberi
alas kertas saring yang telah ditimbang beratnya.
12. Dilakukan pengamatan frekuensi defekasi, konsistensi feses dan berat feses setiap
selang 10 menit selama 60 menit.
13. Konsistensi feses dinyatakan dalam bentuk skor:
Simbol
Konsistensi
Sko
r
N
Normal
1
LN
Lembek Normal
2
L
Lembek
3
LC
Lembek Cair
4
C
Cair
5
14. Berat feses dihitung berdasarkan selisih berat kertas saring awal dengan berat kertas
saring setelah 10 menit pengamatan.
V.
Data Percobaan:
Bobot Mencit:
1. Mencit I : 23,6 g (diberikan MgSO4)
2. Mencit II : 24,3 g (diberikan laxadine)
3. Mencit III : 22,1 g (sebagai kontrol)
Dosis yang diberikan ke mencit:
1. Dosis MgSO4
0,1ml
20 g
0,5 ml
2. Dosis Laxadine : 20 g
Maka dosis yang diberikan pada setiap mencit:
1. Mencit I :
0,1ml
20 g
x 23,6 g = 0,118 ml
2. Mencit II :
0,5 ml
20 g
x 24,3 g = 0,6075 ml
3. Mencit III :
0,5 ml
20 g
x 22,1 g = 0,5525 ml
MgSO4
+
Keterangan :
(+) = menggembung
(-) = normal
20
30
40
50
60
Rata-rata
Bobot feses
Uji
0,6 mg 17,9 mg 0
33,2 mg 49,4 mg
Kontrol
0,2 mg 0,3 mg
0
25,9 mg 54,6 mg
Konsistensi
Uji
1
1
Kontrol
2
2
Tabel Hasil Percobaan Satu Kelas
Berat Feses (mg)
Kel.
1.
2.
3.
4.
5.
Mencit Ke
2
3
22,83
23,02
0
0
504
273,9
0
0
0
27,8
35,9 mg
57,1 mg
1
2
22,83 mg
23,02 mg
6.
Keterangan:
Kel
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Berat feses
Kel.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
VI.
2
1
0
2
0
0
3
Mencit ke
3
2
0
1
0
1
0
Pembahasan:
A. Uji Laksatif Secara In-situ
Pada percobaan ini dilakukan dengan metode in situ yaitu suatu metode uji yang
dilakukan dalam organ target tertentu yang masih berada di dalam sistem organ hidup.
Keuntungan dilakukannya metode in situ adalah efek kerja dari obat yang diberikan
dapat terlihat secara langsung karena obat disuntikkan leangsung kedalam organ tersebut.
Pada uji lakasatif dengan menggunakan MgSO4 40% yang disuntikkan langsung ke
usus halus mencit didapatkan hasil bahwa usus yang di suntikkan MgSO 4 40% akan lebih
besar atau menggembung dibandingkan dengan usus yang disuntikkan air sebagai
memberikan efek laksatif ketika bangun tidur. Dengan demikian dapat diasumsikan
bahwa Laxadine memiliki masa laten 6-8 jam sedangkan praktikum hanya dilakukan
selama 1jam. Dengan demikian mencit yang diberikan Laxadine belum memberikan
efek laksatif pada praktikum.
3. Pemberian dengan cara oral menggunakan sonde oral yang memiliki lubang kecil
membuat Laxadine yang berupa suspensi tersisa didalamnya. Hal ini mengakibatkan
dosis yang dimasukkan tidak sesuai dengan seharusnya. Akibatnya efek yang
dihasilkanpun tidak akan maksimal atau bahkan tidak akan berefek. Seharusnya sonde
oral yang akan digunakaan sebelumnya telah disesuaikan terlebih dahulu dengan bentuk
sediaan.
Laxadine mengandung fenolftaleina 55 mg, paraffin cair 1200 mg, gliserin 378 mg
dan jeli 9,4 mg / 5ml. Indikasi dari Laxadine sendiri adalah mengatasi buang air besar,
persiapan menjelang tindakan radiologis dan operasi. Perhatian untuk pengguna obat
Laxadine pemakaian dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan penurunan BB,
kelemahan otot, kehilangan cairan dan elektrolit tubuh tidak dianjurkan untuk anak di
bawah 6 tahun, wanita hamil dan menyusui. Dosis yang digunakan untuk dewasa adalah
1-2 sdm sehari 1x pada malam menjelang tidur dan pada anak-anak setengah dosis
dewasa.
Dulcolactol mengandung laktulosa 10 gram. Laktulosa merupakan disakarida
semisintetik yang tidak dipecah oleh enzim usus dan tidak diabsorpsi di usus halus. Cara
kerjanya adalah peristalsis usus meningkat disebabkan pengaruh tidak langsung karena
daya osmotiknya. Air ditarik ke dalam lumen usus dan tinja menjadi lembek setelah 3 6
jam.
Dulcolactol dipakai sebagai obat pencahar yang diujikan pada mencit. Feses
mencit digunakan sebagai indikator untuk memutuskan apakah Dulcolactol yang
berbahan aktif laktulosa memberikan efek pada mencit. Hasil yang didapatkan adalah
feses mencit masih tergolong normal, tidak lembek atau cair seperti yang seharusnya.
Hal itu disebabkan dari kurang lamanya waktu praktikum sehingga efek obat belum
terlihat. Efek obat akan terlihat pada 3 6 jam setelah pemberian obat.
Dulcolax Kandungan yang ada didalam Dulcolax adalah bisakodil dimana
bisakodil adalah laksatif stimulan (iritan) yang memiliki efek langsung terhadap
enterosit,neuron enterik dan otot yang memungkinkan menginduksi sedikit radang pada
usus halus dan usus besar secara terbatas untuk meningkatkan akumulasi air dan
elektrolit dan menstimulasi motilitas usus, yang termasuk dalam laksatif stimulan antara
lain turunan difenilmetan, antrakuinon, dan asam risinoleat. Bisakodil sendiri ada dalam
turunan difenilmetan dimana bisakodil tersedia dalam sediaan salut enterik yang
diberikan 1 kali sehari dan bisakodil sendiri harus dihidrolisis di usus agar dapat
teraktivasi, maka efek laksatif baru muncul lebih dari 6 jam setelah pemberian oral, oleh
karena itu sering di konsumsi pada waktu sebelum tidur agar dapat menghasilkan efek
pada pagi harinya. Bisakodil sebagian besar diekresi difeses sekitar 5% dan Diabsorpsi
dan diekresi melalui urin sebagai glukoronida. Bila dilihat dalam hasil percobaan
Dulcolax menghasilkan efek yang bagus dimana mencit mengalami defekasi selama
percobaan.
Paraffin Liquid Obat yang termasuk golongan ini memudahkan defekasi dengan
jalan melunakkan tinja tanpa merangsang peristaltik usus baik langsung maupun tidak
langsung. Obat yang termasuk golongan ini ialah dioktilnatrium sulfosuksinat dan
paraffin. Parafin cair ialah campuran cairan hidrokarbon yang diperoleh dari mineral
bumi. Setelah minum obat ini tinja melunak disebabkan berkurangnya reabsorpsi air dari
tinja. Parafin cair tidak dicerna di dalam usus dan hanya sedikit diabsorpsi. Yang
diabsorpsi ditempatkan pada limfonodus mesenteri, hati dan limpa.
Kebiasaan menggunakan parafin cair akan menggangu absorpsi zat larut lemak
misalnya absorpsi karoten menurun 50%, juga absorpsi vitamin A dan D akan menurun.
Absorpsi vitamin K menurun dengan akibat hipoprotombinemia dan juga dilaporkan
terjadinya pneumonia lipid. Obat ini menyebabkan pruritus ani, menyulitkan
penyembuhan pascabedah daerah anorektal dan menyebabkan pendarahan. Jadi untuk
penggunaan kronis jelas obat ini tidak aman. Minyak mineral merupakan campuran
hidrokarbon alifatik yang diperoleh dari minyak bumi. Minyak ini tidak dapat dicerna
dan hanya diabsorpsi dalam jumlah terbatas. Jika dikonsumsi selama 2-3 hari minyak
dapat berpenetrasi dan memperburuk feses serta dapat mempengaruhi absorpsi air.
Profil efek samping minyak mineral menghalangi penggunaanya sacara teratur. Efek
samping meliputi pengaruhnya absorpsi terhadap bahan-bahan larut lemak, timbulnya
reaksi tubuh terhadap benda asing di mukosa usus dan di jaringan lain, serta terjadinya
kebocoran minyak melewati sfingter anal. Pada percobaan ini, mencit tidak
mengeluarkan feses baik yang kontrol maupun yang diberi paraffin liquid secara oral.
Hal ini disebabkan oleh massa laten dari paraffin sebagai obat laksatif selama 2-3 hari.
MgSO4. Laksatif yang mengandung kation Mg atau anion fosfat biasanya disebut
laksatif garam. Kerja katartiknya diyakini disebabkan oleh retensi air yang diperantarai
VII.
Kesimpulan:
Jadi pada praktikum ini dapat di simpulkan bahwa :
1. MgSO4 merupakan obat laksatif golongan osmotik.
2. Laxadine merupakan obat golongan laksan surfaktan yang memiliki efek masa laten
6-8 hari.
3. Dulcolactol merupakan obat golongan laksan surfaktan sehingga selama percobaan
tidak memberikan efek laksatif.
4. Dulcolax merupakan obat golongan laksan iritan yang memiliki masa laten 6-8 jam
5. Paraffin liquid memiliki aktivitas daya pencahar yang rendah karena tidak memberikan
efek laksatif selama waktu praktikum serta merupakan obat laksatif golongan
surfaktan yang memiliki masa laten 1-3 hari.
6. Oleum ricini memiliki aktivitas daya pencahar yang sedang karena tidak memberikan
efek laksatif selama waktu praktikum serta merupakan obat laksatif golongan
surfaktan yang memiliki masa laten 1-3 hari.
VIII.
Pustaka:
Departemen
Farmakologi
Fisioterapi.
2007.
Farmakologi
dan
Terapi
Edisi
IX.
Lampiran:
pemberian obat