Proposal Nikel Laterit
Proposal Nikel Laterit
PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang
Logam nikel yang berwarna abu-abu dan keras, sebenarnya secara nisbi dapat
dikategorikan sebagai logam baru, baik ditinjau dari segi pengenalan maupun
penggunaannya di dalam usaha industri. Nikel ditemukan pertama kali dalam bentuk
persenyawaan dengan tembaga, yang pada saat itu dianggap sebagai kotoran
(impurity). Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa paduan (alloy) nikel,
terutama dengan baja, mempunyai sifat-sifat anti karat dan daya tahan serta keuletan
yang sangat diperlukan bagi kehidupan modern. Lebih dari 90 % nikel dunia
digunakan sebagai bahan paduan. Selain itu nikel digunakan pula untuk bidang kimia
dan pemurnian minyak, peralatan mesin listrik, keperluan industri pesawat terbang
termasuk suku cadangnya, industri kendaraan bermotor, konstruksi, peralatan rumah
tangga, dan industri lainnya.
Perkembangan pasar nikel dunia sampai sekarang, sebagian besar masih
dikendalikan oleh negara-negara industri yang merupakan konsumen nikel terbesar.
Hal ini karena faktor-faktor ekonomis dan teknologis yang dipunyai oleh kelompok
negara yang bersangkutan. Dalam beberapa tahun terakhir, memang peranan negaranegara berkembang produsen bijih dan nikel menunjukkan kenaikan. Namun
perkembangan ini belum mampu menggeser dominasi negar-negara industri. Resesi
dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah di negara-negara industri sejak akhir
tahun 1970-an, ternyata masih tetap menentukan perkembangan, pola dan struktur
pasar nikel dunia.
Sehingga
keberadaan
nikel
yang
semakin
menipis
dengan
seiring
Atas dasar tersebut di atas, maka kami sebagai salah satu perusahan yang
bergerak dibidang kontraktor dengan nama PT. ALSA Mining Corporation ingin
melakukan kerja sama dengan perusahaan bapak dalam hal eksplorasi bijih nikel di
DaerahSorowako.
I.2.
Tujuan
Tujuan dari kerjasama ini yaitu agar kami dapat melakukan proses eksporasi
bijih nikel sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar baik dalam negeri maupun luar
negeri.
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
II. 1. Geologi Umum Daerah Sorowako
Ada beberapa penelitian yang menjelaskan mengenai proses tektonik dan
geologi daerah Sorowako, antara lain adalah Sukamto (1975) yang membagi pulau
Sulawesi dan sekitarnya terdiri dari 3 Mandala Geologi yaitu :
1. Mandala Geologi Sulawesi Barat, dicirikan oleh adanya jalur gunung api
Paleogen ,
2. Intrusi Neogen dan sedimen Mesozoikum. Mandala Geologi Sulawesi Timur,
dicirikan oleh batuan Ofiolit yang berupa batuan ultramafik peridotite, harzburgit,
dunit, piroksenit dan serpentinit yang diperkirakan berumur kapur.
3. Mandala Geologi Banggai Sula, dicirikan oleh batuan dasar berupa batuan
metamorf Permo-Karbon, batuan batuan plutonik yang bersifat granitis berumur
Trias dan batuan sedimen Mesozoikum.
Menurut Hamilton ( 1979 ) dan Simanjuntak ( 1991 ), Mandala Geologi banggai
Sula merupakan mikro kontinen yang merupakan pecahan dari lempeng New Guinea
yang bergerak kearah barat sepanjang sesar sorong.( Gambar 2.1 )
Daerah Soroako dan sekitarnya menurut ( Sukamto,1975,1982 & Simanjuntak,
1986 ) adalah termasuk dalam Mandala Indonesia bagian Timur yang dicirikan
dengan batuan ofiolit dan Malihan yang di beberapa tempat tertindih oleh sedimen
Mesozoikum.
Tenggara
dengan
disertai
beberapa
tubuh
batuan
ultrabasa
yang
penyebarannya sempit dengan stadia geomorfik tua. Sementara yang berumur post
Miocene telah mengalami pelapukan yang cukup luas sehingga cukup untuk
membentuk endapan nikel laterite yang ekonomis, seperti yang ada di daerah
Pomalaa.
Melange yang berumur Miosen post Miosen menempati central dan lengan
North-East sulawesi. Uplift terjadi sangat intensif di daerah ini, diduga karena
desakan kerak samudera Banggai Craton. Kerak benua dengan density yang rendah
menyebabkan
mantel.Pada bagian Selatan dari zona melange ini terdapat kompleks batuan
ultramafik Soroako-Bahodopi yang pengangkatannya tidak terlalu intensif. Kompleks
ini menempati luas sekitar 11,000 km persegi dengan stadia geomorfik menengah,
diselingi oleh blok-blok sesar dari cretaceous abyssal limestone dan diselingi oleh
chert.
Geologi daerah Soroako dan sekitarnya sudah dideskripsikan sebelumnya
secara umum oleh Brouwer (1934), van Bemmelen (1949), Soeria Atmadja et al
(1974) dan Ahmad (1977). Namun yang secara spesifik membahas tentang geologi
deposit nikel laterit adalah Golightly (1979), dan Golightly membagi geologi daerah
Soroako menjadi tiga bagian, seperti yang terlihat dalam Gambar. 2, yaitu :
-
Satuan batuan sedimen yang berumur kapur; terdiri dari batugamping laut dalam
dan rijang. Terdapat di bagian barat Soroako dan dibatasi oleh sesar naik dengan
kemiringan ke arah barat.
Satuan batuan ultrabasa yang berumur awal tersier; umumnya terdiri dari jenis
peridotit, sebagian mengalami serpentinisasi dengan derajat yang bervariasi dan
umumnya terdapat di bagian timur. Pada satuan ini juga terdapat terdapat intrusiintrusi pegmatit yang bersifat gabroik dan terdapat di bagian utara.
Satuan aluvial dan sedimen danau (lacustrine) yang berumur kuarter, umumnya
terdapat di bagian utara dekat desa Soroako.
Sesar besar disekitar daerah ini menyebabkan relief topografi sampai 600 m dpl dan
sampai sekarang aktif tererosi. Sejarah tektonik dan geomorfik di kompleks ini
sangat penting untuk pembentukan nikel laterite yang bernilai ekonomis. Matano
fault yang membuat topographic liniament yang cukup kuat adalah sesar mendatar
sinistral aktif yang termasuk strike slip fault dan menggeser Matano limestone dan
batuan lainnya sejauh 18 km kearah barat pada sisi Utara. Danau Matano yang
mempunyai kedalaman sekitar 600 m diperkirakan adalah graben yang terbentuk
akibat efek zona dilatasi dari sesar tersebut. Danau Towuti pada sisi selatan dari sesar
diperkirakan merupakan pergeseran dari lembah Tambalako akibat pergerakan sesar
Matano. Pergerakan sesar ini memblok aliran air ke arah utara sepanjang lembah dan
membentuk danau Towuti dan aliran airnya beralih ke barat menuju sungai Larona.
Danau-danau yang terbentuk akibat dari damming effect dari sesar ini merupakan
bendungan alami yang menahan laju erosi dan membantu mempertahankan deposit
nikel laterit yang terbentuk di daerah Soroako dan sekitar kompleks danau.
TAMBALAKO VALLEY
AXI S
GULF
OF
BONE
GULF OF TOLO
(1991).
Pegunungan
ketinggian 200 - 700 meter dan merupakan perbukitan agak landai yang terletak
diantara daerah pegunungan dan daerah pedataran. Perbukitan ini dibentuk oleh
batuan vulkanik, ultramafik dan batupasir. Dengan puncak tertinggi adalah Bukit
Bukila (645m)
Daerah karst menempati bagian timurlaut dengan ketinggian 800 1700 m
dan dibentuk oleh batugamping. Daerah ini dicirikan oleh adanya dolina dan sungai
bawah permukaan. Puncak tertinggi adalah Bukit Wasopute ( 1.768 m ).
Daerah pedataran menempati daerah selatan dan dibentuk oleh endapan
aluvium seperti Pantai Utara Palopo dan Pantai Malili sebelah timur. Pola aliran
sungai sebagian besar berupa pola rektangular dan pola dendritik. Sungai - sungai
besar yang mengalir di daerah ini antara lain Sungai Larona dan Sungai Malili yang
mengalir dari timur ke barat serta Sungai Kalaena yang mengalir dari utara ke selatan.
Secara umum sungai-sungai yang mengalir di daerah ini bermuara ke Teluk Bone.
Umurnya belum dapat dipastikan, tetapi dapat diperkirakan sama dengan ofiolit
di Lengan Timur Sulawesi yang berumur Kapur Awal - Tersier (Simandjuntak,
1991).
Pada
Mandala
ini
dijumpai
kompleks
dan Patumbea,
sekitarnya merupakan bagian Mandala Sulawesi Timur yang tersusun oleh kompleks
ofiolit, batuan metamorf, kompleks melange dan batuan sedimen pelagis.
Kompleks
komplek ofiolit ini umumnya tidak lengkap lagi dan telah terombakkan /
terdeformasi.
Batuan yang merupakan anggota Lajur Ofiolit Sulawesi Timur berupa batuan
ultrabasa (MTosu) yang terdapat disekitar danau Matano terdiri dari dunit, harzburgit,
lherzolit, wehrlit, websterit, serpentinit dan. Dunit berwarna hijau pekat kehitaman,
padu dan pejal, bertekstur faneritik, mineral penyusunnya adalah olivin, piroksen,
plagioklas, sedikit serpentin dan magnetit, berbutir halus sampai sedang. Mineral
utama olivin berjumlah sekitar 90%. Tampak adanya penyimpangan dan
pelengkungan kembaran yang dijumpai pada piroksen, mencirikan adanya gejala
deformasi yang dialami oleh batuan ini. Dibeberapa tempat dunit terserpentinkan kuat
yang ditunjukkan oleh struktur seperti jaring dan barik-barik mineral olivin dan
piroksen,
serpentin
dan
talkum
sebagai
mineral
pengganti.
Harzburgit
dan
piroksin. Umumnya
memperlihatkan
persekisan yang setempat terlipat, dan dapat dilihat dengan mata telanjang.
Batuan serpentinit merupakan hasil ubahan batuan ultramafik. Ketebalan sulit
diperkirakan, berdasarkan penampang ketebalan sekitar 1000 m. Hubungan
sekitarnya berupa persentuhan tektonik.
Diatas ofiolit diendapkan tidak selaras Formasi Matano yang terbagi bagian
atas berupa batugamping kalsilutit, rijang, argilit dan batulempung napalan,
10
sedangkan bagian bawah dicirikan oleh rijang radiolaria dengan sisipan kalsilutit
yang semakin banyak ke bagian atas. Berdasarkan kandungan fosil formasi ini
menunjukan umur Kapur. Endapan termuda di daerah Lengan Timur Sulawesi adalah
endapan danau yang terdiri atas lempung, pasir, kerikil dan sebagian berupa
konglomerat yang terdapat di daerah sekitar Danau Matano, Danau Towuti dan
Danau Mahalona. Sedang endapan-endapan aluvial dapat ditemui di sekitar daerah
aliran sungai (Simandjuntak, 1981dalam Simandjuntak, 1991).
II.5. Struktur Geologi Regional
Struktur geologi Lembar Malili memperlihatkan ciri kompleks tumbrukan dari
pinggiran benua yang aktif. Berdasarkan struktur, himpunan batuan, biostratigrafi dan
umur, daerah ini dapat dibagi menjadi 2 kelompok yang sangat berbeda, yakni :
Alohton yang terdiri dari Ofiolit dan malihan, sedangkan Autohton terdiri dari :
Batuan gunungapi dan pluton Tersier dari pinggiran Sunda land, serta kelompok
Molasa Sulawesi.
Struktur struktur geologi yang penting di daerah ini adalah sesar, lipatan dan
kekar. Secara umum sesar yang terdapat di daerah ini berupa sesar naik, sesar
sungkup, sesar geser, dan sesar turun, yang diperkirakan sudah mulai terbentuk sejak
Mesozoikum. Beberapa sesar utama tampaknya aktif kembali. Sesar Matano dan
Sesar Palu Koro merupakan sesar utama berarah baratlaut - tenggara dan
menunjukkan gerak mengiri. Diduga kedua sesar itu masih aktif sampai sekarang,
keduanya bersatu di bagian baratlaut. Diduga pula kedua sesar tersebut terbentuk
sejak Oligosen dan bersambungan dengan Sesar Sorong sehingga merupakan suatu
sistem sesar transform. Sesar
atau kedua yang terbentuk bersamaan atau setelah sesar utama tersebut.
Pada Kala Oligosen, Sesar Sorong yang menerus ke Sesar Matano dan Palu
Koro mulai aktif dalam bentuk sesar transcurrent. Akibatnya mikro kontinen Banggai
Sula bergerak ke arah barat dan terpisah dari benua Australia (gambar 3). Lipatan
yang terdapat di daerah ini dapat digolongkan ke dalam lipatan lemah, lipatan tertutup
11
dan lipatan tumpang-tindih, sedangkan kekar terdapat dalam hampir semua jenis
batuan dan tampaknya terjadi dalam beberapa periode.
Pada Kala Miosen Tengah, bagian timur kerak samudera di Mandala Sulawesi
Timur yakni Lempeng Banggai Sula yang bergerak ke arah barat tersorong naik
(terobduksi). Di bagian barat lajur penunjaman dan busur luar tersesarsungkupkan di
atas busur gunungapi, mengakibatkan ketiga Mandala tersebut saling berhimpit.
Kelurusan Matano sepanjang 170 km dinamakan berdasarkan nama danau
yang dilaluinya yakni danau Matano. Analog dengan sesar Palu Koro sesar Matano
ini merupakan sesar mendatar sinistral, membentang membelah timur Sulawesi dan
bertemu kira-kira disebelah utara Bone, pada kelurusan Palu-Koro. Sesar-sesar sistem
Riedel berkembang dan membentuk sistem rekahan umum.
Sepanjang sesar mendatar ini terdapat juga cekungan tipe pull apart. Yang
paling nyata adalah Danau Matano dengan batimetri sekitar 600 m dan
dikontrol oleh sesar - sesar normal yang menyudut terhadap kelurusan Matano.
Medan
gaya
yang
diamati
di
lapangan
memperlihatkan
bahwa
tekanan
12
120
118
TELUK GORONT
ALO
BANGGAI
B
O
N
E
KEP. SULA
SULAWE
SI
TELUK
TOLO
T
E
LUK
MAKA
SSAR
124
122
LAUT
FLORES
8
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1. Definisi
Pada umumnya endapan nikel terdapat dalam dua bentuk yang berlainan,
yaitu berupa nikel sulfida dan nikel laterit. Endapan nikel laterit merupakan bijih
yang dihasilkan dari proses pelapukan batuan ultrabasa yang ada di atas permukaan
bumi. Istilah Laterit sendiri diambil dari bahasa Latin later yang berarti batubata
merah, yang dikemukakann oleh M. F. Buchanan (1807), yang digunakan sebagai
bahan bangunan di Mysore, Canara dan Malabr yang merupakan wilayah India
bagian selatan. Material tersebut sangat rapuh dan mudah dipotong, tetapi apabila
terlalu lama terekspos, maka akan cepat sekali mengeras dan sangat kuat (resisten)
Smith (1992) mengemukakan bahwa laterit merupakan regolith atau tubuh batuan
yang mempunyai kandungan Fe yang tinggi dan telah mengalami pelapukan,
termasuk di dalamnya profil endapan material hasil transportasi yang masih tampak
batuan asalnya.
Sebagian besar endapan laterit mempunyai kandungan logam yang tinggi dan dapat
bernilai ekonomis tinggi, sebagai contoh endapan besi, nikel, mangan dan bauksit.
Dari beberapa pengertian bahwa laterit dapat disimpulkan merupakan suatu
material dengan kandungan besi dan aluminium sekunder sebagai hasil proses
pelapukan yang terjadi pada iklim tropis dengan intensitas pelapukan tinggi.
Di dalam industri pertambangan nikel laterit atau proses yang diakibatkan
oleh adanya proses lateritisasi sering disebut sebagai nikel sekunder.
III.2. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pembentukan Nikel Laterit
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan bijih nikel laterit ini adalah:
1.
Batuan asal.
Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan
nikel laterit, macam batuan asalnya adalah batuan ultra basa. Dalam hal ini pada
14
batuan ultra basa tersebut: - terdapat elemen Ni yang paling banyak diantara batuan
lainnya - mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil,
seperti olivin dan piroksin - mempunyai komponen-komponen yang mudah larut dan
memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.
2.
Iklim
Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi
kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya
proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup
besar akan membantu terjadinya pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahanrekahan dalam batuan yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia pada
batuan.
3.
Struktur
Struktur yang sangat dominan yang terdapat didaerah Polamaa ini adalah
15
5.
Topografi
Keadaan topografi setempat akan sangat mempengaruhi sirkulasi air beserta
reagen-reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak perlahan-lahan
sehingga akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam
melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi andapan umumnya
terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai kemiringan sedang, hal ini
menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi. Pada daerah
yang curam, secara teoritis, jumlah air yang meluncur (run off) lebih banyak daripada
air yang meresap ini dapat menyebabkan pelapukan kurang intensif.
6.
Waktu
Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif
16
17
2.
beraksi dengan air tanah yang kaya akan CO 2, yang menguraikan olivib
menjadi larutan MG, Fe dan Ni serta Koloidal Si, dengan reaksi
4.
Sedangkan MG, Ni, dengan SiO tetap dalam larutan akan tetapi jika larutan
yang asam ini dinetralisasikan oleh tanah dan batuan, maka zat tersebut
mengendap sebagaim mineral hidrosilikat (salah satunya garnierit).
6 Ni, Mg O 4 SiO2 4 H 2 O ( Ni, Mg ) 6 Si4 O10 OH
Garnierit
Proses Serpentinisasi
Pelapukan serpentinisasi proses oleh adanya reaksi antara batuan dan larutan
encer yang kaya CO2 (unsure organik) pada P&T >>> sehingga mengakibatkan
pengurangan kadar MgO pada batuan karena adanya pengikatan oleh air dan CO 2 dan
membentuk mineral brucite dan magnesit.
Misalnya pada batuan dunit yang kaya akan olivine : (menurut Charles F. Parks,1964.
Ore deposit)
2Mg 2 SiO4 3H 2 O Mg 3 Si 2 O5 OH 4 Mg OH 2 atau
Olivin
Serpentin
Brucite
Serpentin
Magnesit
18
Orthopiroxen
Serpentin
Menurut Golithtly (1979) dalam Suratman (2000) zonasi profit laterit dibagi
menjadi 4, yaitu :
Zona limonite overburden (LO)
Zona ini terletak paling atas dari profil dan sangat dipengaruhi oleh aktivitas
permukaan yang kuat. Tersusun oleh humus dan limonit. Mineral mineral
penyusunnya geothit, hematite, tremolit dan mineral mineral lainnya yang
terbentuk pada kondisi asam dekat permukaan dengan relief relative datar.
Secara umum material-material penyusun zona ini berukuran halus (lempung lanau), sering dijumpai mineral stabil seperti spinel, magnetit, dan kromit.
Zona medium grade limonite (MGL)
Zona ini mempunyai sifat fisik tidak jauh dari zona limonite. Teksture sisa batuan
induk mulai dapat dikenal dengan hadirnya fragmen batuan induk, yaitu peridotit
atau serpentinit. Rata rata berukuran antara 1-2 cm dalam jumlah sedikit.
Ukuran material penyusun berkisar antara lempung pasir halus. Ketebalan zona
ini berkisar antara 0-6 meter. Umumnya singkapan zona ini terdapat pada lereng
bukit yang ralatif datar. Mineralisasi sama dengan zona limonit dan zona saprolit,
yang membedakan adalah hadirnya kuarsa, lithiopirit, dan opal.
Zona Saprolit
Zona ini merupakan zona bijih, tersusun atas fragmen fragmen batuan induk
yang teralterasi, sehingga penyusunan, tekstur dan struktur batuan dapat dikenali.
Zona ini dibagi lagi menjadi 3 bagian :
19
Adalah serpentin
mengandung
Zona bedrock
Berada paling bawah dari profil laterit. Batuan induk ini merupakan batuan yang
masih segar dengan pengaruh proses proses pelapukan sangat kecil. Batuan
induk umumnya berupa peridotit, serpentinit atau peridotit terserpentinisasi.
20
BAB VI
KEGIATAN PELAKSANAAN
Kegiatan yang akan dilakukan terkait dengan program kerja sama ini adalah
kegiatan penambangan yang meliputi meliputi :
-
Pembuatan jalan-jalan,
Perhitungan cadangan
Pemodelan tambang
Penambangan.
Kegiatan di atas dilakukan sesuai dengan jadwal/waktu yang telah ditetapkan
bersama
21
BAB V
PENUTUP
Dari kerja sama ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan keuntungan
baik untuk perusahaan yang memberikan kewenangan selaku pemilik tambang
ataupun bagi kami selaku perusahaan yang akan melakukan eksplorasi di daerah
tambang tersebut.
22
DAFTAR PUSTAKA
Bateman, A. M., 1956, The Formation of Mineral Deposits John Wiley & Sons
Inc, Third Edition.
Edwards, R., and Atkinson, K., 1986, Ore Deposits Geology, Chapman and Hall
Lmt, New York.
Lindgreen, W., 1933, Mineral Deposits, McGraw Hill Book Company, New York.
Mottana, A., Crespi, R. And Liborto, G., 1995, Guide Rocks and Minerals,
Published by Simon & Schuster Inc, New York.
Tim Analisa dan Evaluasi Komoditi Mineral Internasional Proyek Pengembangan
Pusat Informasi Mineral, 1985, Kajian Nikel, Pusat Pengembagan
Teknologi Mineral Dirjen Pertambangan Umum DEPTAMBEN,
Bandung.
23