Anda di halaman 1dari 20

TUGAS BIOLOGI LINGKUNGAN

PENGARUH LOGAM BERAT DARI HASIL PERTAMBANGAN


TERHADAP EKOSISTEM PERAIRAN

DISUSUN OLEH
FILSA ERA SATIVA
I2E015011

PROGAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN IPA


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MATARAM
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mata
kuliah Biologi Lingkungan.
Tugas makalah ini disusun dalam rangka memenuhi syarat untuk
menyelesaikan mata Biologi Lingkungan di Program Studi Magister Pendidikan
IPA Program Pascasarjana Universitas Mataram. Selesainya penyusunan makalah
ini berkat bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini
penulis menyampaikan terima kasih kepada
1. Prof. Dr. H. Agil Al Idrus, M.Si. dan Dr. Gito Hadi Prayitno, selaku dosen
pengampu mata kuliah Biologi Lingkungan.
2. Rekan-rekan mahasiswa Magister Pendidikan IPA Universitas Mataram tahun
2015.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi perbaikan di masa mendatang. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Mataram, Maret 2016
Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN
JUDUL
..............................................................................................................................
i
KATA
PENGANTAR
..............................................................................................................................
ii
DAFTAR
ISI
..............................................................................................................................
iii
BAB
I
PENDAHULUAN
....................................................................................................................................
1
1.1...................................................................................................................
Latar
Belakang
........................................................................................................................
1
1.2...................................................................................................................
Rumusan
Masalah
........................................................................................................................
4
1.3...................................................................................................................
Tujuan
........................................................................................................................
4
BAB
II
PEMBAHASAN
..............................................................................................................................
5
2.1
Pengaruh
Logam
Berat
Pada
Ekosistem
Perairan
..............................................................................................................................
5
3

2.2 Cara Menanggulangi Logam Berat Pada Ekosistem Perairan


..............................................................................................................................
10
BAB
III
PENUTUP
..............................................................................................................................
14
3.1
Kesimpulan
..............................................................................................................................
14
DAFTAR
PUSTAKA
..............................................................................................................................
15

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lingkungan mempunyai peranan penting bagi perkembangan diri masyarakat
serta berpengaruh terhadap perilaku masyarakat itu sendiri. Lingkungan
merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk
hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Lingkungan
hidup dipandang sebagai suatu ekosistem yang berkembang dari waktu ke waktu,
saling berinteraksi, interdependensi, dan integrasi. Perubahan dan perkembangan
ekosistem tersebut dapat dilihat dari beberapa gejala dan fenomena yaitu
fenomena fisik, biologis, dan sosial (Fandeli, 2004).
Ekosistem adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap
unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi dalam membentuk
keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup (UU No. 23/1997).
Ekosistem tersebut disusun oleh tiga komponen yaitu abiotik, biotik, dan sosial
budaya. Antara ketiga komponen tersebut mempunyai keterkaitan baik langsung
maupun tidak langsung satu sama lainnya. Aktivitas suatu komponen ekosistem
selalu memberi pengaruh pada komponen ekosistem lain. Selama hubungan
timbal balik antar komponen dalam ekosistem seimbang maka ekosistem tersebut
akan berada pada kondisi stabil. Sebaliknya, apabila hubungan timbal balik antar
komponen lingkungan mengalami gangguan, maka terjadi ganguan ekologi.
Komponen

lingkungan

ketidakseimbangan

yang

ekosistem.

mengalami

gangguan

Ketidakseimbangan

adalah

akibat

ekosistem

ini

dari
dapat

disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya yang sering disebabkan oleh

aktivitas manusia. Dibanding komponen biotik lainnya, manusia merupakan


komponen biotik yang mempunyai pengaruh ekologi terkuat di biosfer bumi ini.
Kemampuan manusia untuk mengembangkan ilmu dan teknologi mempunyai
pengaruh yang sangat besar baik pengaruh yang dapat memusnahkan ekosistem
maupun yang dapat meningkatkan ekosistem. Dalam upaya memenuhi kebutuhan
hidupnya,

manusia

mampu

mengubah

lingkungannya

dengan

cara

mengeksploitasi sumber daya alam tanpa memikirkan dampaknya. Salah satu dari
aktivitas manusia yang mengeksploitasi sumber daya alam yaitu penambangan
yang pada akhirnya akan berdampak pada ekosistem.
Kegiatan penambangan apabila dilakukan dikawasan hutan maka dapat
merusak ekosistem hutan, dan apabila dikawasan perairan maka akan merusak
lingkungan perairan dan akan mempengaruhi ekosistem yang ada. Apabila tidak
dikelola dengan baik, penambangan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan
secara keseluruhan, baik dalam bentuk pencemaran air, tanah, dan udara. Kasus
Teluk Buyat di Sulawesi Utara adalah contoh kasus keracunan logam berat yang
berasal dari limbah tailing perusahaan tambang serta limbah penambang
tradisional. Salah satu logam berat yang berbahaya yang dihasilkan dari
penambangan adalah merkuri (Hg). Amalgamasi merkuri (Hg) merupakan metode
tradisional yang digunakan penambang emas skala kecil untuk mendapatkan
emas. Telmer (2007), mengatakan bahwa dalam setiap gram emas yang dihasilkan
terdapat sekitar 1-3 gram merkuri yang terlepas ke lingkungan dari proses
amalgasi konsentrat. Sebagian akan terlepas di udara dan sebagiannya lagi
terlepas ke perairan bersama lumpur hasil pencucian.

Pembuangan hasil tambang oleh perusahaan tambang skala besar (PT. Freepot
Indonesia dan PT. Newmont Nusa Tenggara) serta penambang skala kecil (salah
satunya di daerah Sekotong Lombok Barat) banyak yang meuju ke perairan.
Dalam kegiatan tambang tersebut, logam-logam berat berbahaya seperti Hg, Fe,
Mn, Cd, As dan lainnya akan ikut serta terurai pada lingkungan sekitar dan pada
akhirnya akan mencemari lingkungan perairan. Dalam hal ini pencemaran logam
berat akibat kegiatan penambangan akan banyak terakumulasi pada sistem
perairan karena akhir dari pembuangan limbah adalah pada perairan laut dan
mengendap pada sedimen laut. Ketika terakumulasi di sedimen, logam dapat
diserap oleh biota bentik yang pada akhirnya akan masuk dalam sistem rantai
makanan melalui proses makan dan dimakan, sehingga pada giliranya akan
berpengaruh terhadap kesehatan manusia yang beresiko tinggi.
Kegiatan penambangan yang ada di Indonesia merupakan rangkaian kegiatan
tambang yang menjadi perhatian karena dampak negatif yang ditimbulkan.
Berdasarkan hal inilah, maka penulis ingin menulis lebih dalam mengenai
pengaruh logam berat terhadap ekosistem peraiaran dan bagaimana upaya dalam
mengatasi dampak yang timbul akibat pengaruh logam berat hasil penambangan.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang dapat diambil antara lain:

1. Bagaimana pengaruh logam berat terhadap ekosistem perairan?


2. Bagaimana cara menanggulangi pengaruh logam berat pada ekosistem
perairan?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai antara lain :
1.
2.

Untuk mengetahui pengaruh logam berat terhadap ekosistem perairan.


Untuk mengetahui cara menanggulangi pengaruh logam berat pada
ekosistem perairan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengaruh Logam Berat Pada Ekosistem Perairan


4

Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi,


sehingga tidak mungkin ada kehidupan seandainya di bumi tidak ada air.
Namun demikian, air dapat menjadi malapetaka bilamana tidak tersedia
dalam kondisi yang benar, baik kualitas maupun kuantitasnya (Yulianti,
2007). Air dapat dikatakan berbahaya bagi makhluk hidup dikarenakan air
telah tercemar oleh polusi. Gejala pencemaran air telah berlangsung
sepanjang zaman. Beberapa dasawarsa ini, perairan yang ada seperti laut,
sungai, dan danau mendapat tambahan zat-zat pencemar baik yang berupa
limbah padat maupun limbah cair, sehingga laut, sungai, dan danau tidak
mampu lagi melakukan purifikasi karena telah melampaui daya
dukungnya. Sebagai akibatnya, laut, sungai, dan danau menjadi kotor
bahkan kadang sangat kotor. Karena faktor-faktor tersebut laut, sungai,
dan danau berada dalam situasi dan konsisi yang dapat dikatakan sebagai
keadaan tercemar.
Salah satu penyebab polusi adalah dari pembuangan limbah hasil
penambangan. Pembuangan limbah hasil penambangan ini berupa logam
berat yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup dan dapat merusak
seluruh ekosistem yang ada. Kerusakan ekosistem akibat pencemaran
logam berat dari hasil penambangan sering dijumpai khususnya di
ekosistem perairan. Hal ini terjadi karena adanya logam berat yang bersifat
racun bagi organisme dalam perairan. Kita paham bahwa apabila perairan
telah tercemar dengan logam berat maka akan mencemari tumbuhan dan
hewan-hewan dalam perairan dan dapat terakumulasi melalui proses rantai
makanan. Akibatnya organisme yang paling sensitif pertama kali
mengalami akibat buruk dan juga organisme yang tidak mampu bertahan
5

akan musnah, sehingga keseimbangan rantai makanan dan ekosistem


perairan akan mengalami kerusakan (Sudarmadi, 1993). Berdasarkan hal
tersebut dapat dikatakan bahwa komponen lingkungan telah mengalami
gangguan akibat dari proses penambangan yang berdampak pada
ketidakseimbangan ekosistem perairan.
Menurut Nybakken (1992), logam berat merupakan salah satu bahan
kimia beracun yang dapat memasuki ekosistem bahari. Bahan-bahan kimia
ini seringkali memasuki rantai makanan di laut dan berpengaruh pada
hewan-hewan, serta dari waktu ke waktu dapat berpindah-pindah dari
sumbernya.
memperkecil

Keadaan
pengaruh

tersebut
bahan

menyebabkan
kimia

sulit

tersebut,

sekali

terutama

untuk
apabila

pengaruhnya terulang kembali pada tahun-tahun berikutnya.


Unsur-unsur logam berat biasanya erat kaitannya dengan masalah
pencemaran dan toksisitas. Pencemaran yang dapat menghancurkan
tatanan lingkungan hidup, biasanya berasal dari limbah-limbah yang
sangat berbahaya dalam arti memiliki daya racun (toksisitas) yang tinggi.
Limbah hasil tambang merupakan salah satu sumber pencemaran logam
berat yang potensial bagi perairan. Pembuangan limbah industri secara
terus menerus tidak hanya mencemari lingkungan perairan tetapi
menyebabkan terkumpulnya logam berat dalam sedimen dan biota
perairan, seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema proses alami yang terjadi jika polutan masuk ke


lingkungan laut (EPA, 1973)

Menurut Waldichuk (1974) meningkatnya kadar logam berat dalam


lngkungan perairan hingga melebihi maksimum akan menyebabkan
rusaknya lingkungan serta dapat membahayakan kehidupan organisme di
dalamnya. Selain itu, mengendapnya logam berat bersama-sama dengan
padatan tersuspensi akan mempengaruhi kualitas sedimen dasar perairan
dan juga perairan di sekitarnya. Logam berat yang dilimpahkan ke
perairan, baik di sungai maupun di laut akan dipindahkan dari badan
airnya melalui beberapa proses yaitu pengendapan dan terserap oleh
organisme-organisme perairan (Connell dan Miller, 1995). Logam berat
mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di
dasar perairan serta bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat
dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air (Harahap, 1991).
Bahan pencemar, termasuk logam berat, masuk ke tubuh organisme
atau ikan melalui proses absorpsi. Absorpsi merupakan proses perpindahan
7

racun dari tempat pemejanan atau tempat absorpsinya ke dalam sirkulasi


darah. Absorpsi, distribusi, dan ekskresi bahan pencemar tidak dapat
terjadi tanpa transpor melintasi membran. Proses transportasi dapat
berlangsung dengan 2 cara : transpor pasif (yaitu melalui proses difusi)
dan transpor aktif (yaitu dengan sistem transport khusus, dalam hal ini zat
lazimnya terikat pada molekul pengemban) (Hutagalung, 1991). Logam
berat yang terikat dalam tubuh organisme yaitu pada ikan akan
mempengaruhi aktivitas organisme tersebut. Menurut Darmono (2001)
bahwa logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui
beberapa jalan yaitu pernafasan, pencernaan, dan penetrasi melalui kulit.
Di dalam tubuh hewan, logam diabsorpsi darah, berikatan dengan protein
darah yang kemudian didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh.
Beberapa biota laut tertentu juga dapat mempertinggi pengaruh
toksik berbagai unsur kimia tersebut karena memiliki kemampuan untuk
mangakumulasi zat tersebut di tubuhnya jauh melebihi yang terkandung di
perairan sekitarnya. Faktor-faktor lainnya yang cenderung membantu
meningkatkan pengaruh unsur kimia terhadap sistem kehidupan adalah
magnifikasi biologis. Pada situasi ini konsentrasi bahan kimia di tubuh
jasad hidup meningkat dengan adanya perubahan tingkat trofik. Kenyataan
bahwa unsur-unsur kimia tersebut tidak mengalami metabolisme di tubuh
makhluk hidup akan mengakibatkan jumlah yang terakumulasi pada
jaringan-jaringan tubuh semakin bertambah. Apabila beberapa individu
tersebut dimangsa oleh karnivora dari tingkat trofik di atasnya, maka
karnivora-karnivora tersebut akan mengandung unsur kimia yang berasal

dari individu-individu terdahulu, sehingga konsentrasi unsur kimia


tersebut akan meningkat di dalam tubuhnya. Manusia juga sering
mengkonsumsi biota laut yang sebagian besar berasal dari tingkat trofik
tertinggi (Nyabakken, 1992).
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa terdapat beberapa
macam penyakit pada manusia akibat memakan makanan yang
mengandung logam berat, seperti kanker, gangguan saluran pencernaan,
ginjal, dan sebagainya. Hasil penelitian tehadap kerang-kerangan di teluk
Buyat dan teluk Minahasa menujukan terdapat konsentrasi logam berat Cd
0,228 ppm, Hg 0,138 ppm dan Fe 5,28 ppm, sedangkan untuk jenis
Gastropoda konsentrasi Cd 0,111 ppm, Hg 3,745 ppm dan Fe 5,847 ppm
(Polii dkk, 1999). Hasil penelitian Bapedalda (1999) juga menemukan
pada 10 ekor sampel ikan mengandung logam berat Hg yang melampaui
standar Ditjen POM sebesar 1 ppm. Sejumlah ikan ditemui memiliki
benjolan semacam tumor dan mengandung cairan kental berwarna hitam
dan lendir berwarna kuning keemasan. Fenomena tersebut juga ditemukan
pula pada sejumlah penduduk Buyat, dimana mereka memiliki benjolbenjol di leher, payudara, betis, pergelangan, pantat dan kepala (Polii, dkk
1999). Dari serangkaian penelitian yang dilakukan diketahui bahwa telah
terjadi akumulasi kandungan Hg dengan konsentrasi tinggi di sekitar ujung
pipa tailing yang berasal dari limbah buangan PT. Newmont Minahasa
Raya (Polii, dkk 1999).
Penyebab pencemaran lingkungan oleh Hg dari kasus Teluk Buyat
diatas adalah pembuangan tailing pengolahan emas yang diolah secara

amalgamasi, dimana Hg mengalami perlakuan tertentu berupa putaran,


tumbukan, atau gesekan, sehingga sebagian Hg akan membentuk almagam
dengan logam-logam (Au, Ag, Pt) dan sebagian hilang dalam proses
(Herman, 2006 dalam Widowati et al, 2008). Tersebarnya logam berat Hg
di perairan bisa melalui berbagai jalur, seperti pembuangan limbah industri
secara langsung, baik limbah padat maupun limbah cair yang dibuang ke
air.
2.2 Cara Menanggulangi Logam Berat Pada Ekosistem Perairan
Tingginya tingkat pencemaran logam berat pada lingkungan air dari
limbah tambang di beberapa wilayah Indonesia perlu ditanggulangi demi
mengurangi risiko terhadap makhluk hidup. Sifat logam berat yang sulit
didegradasi menyebabkan bahaya logam berat semakin nyata, misalnya
masuknya

logam-logam

berat

ke

rantai

makanan

menyebabkan

terakumulasinya logam-logam berat tersebut pada makhluk hidup di


tingkat yang lebih tinggi (Hart dan Scaife, 1977). Menyadari ancaman
yang begitu besar dari pencemaran logam berat, maka berbagai metode
alternatif telah banyak digunakan seperti dengan cara mengurangi
konsentrasi logam berat yang akan dibuang ke perairan, tetapi dalam
jangka waktu yang lama perlakuan tersebut dapat merusak lingkungan,
karena akibat dari akumulasi logam berat yang tidak sebanding dengan
masa recovery (perbaikan) dari lingkungan itu sendiri. Menurut Cossich et
al., 2002 terdapat cara untuk mengurangi logam berat yaitu dengan cara
reverse osmosis, elektrodialisis, ultrafiltrasi, dan resin penukaran ion.
Menurut Cossich et al., 2002, reverse osmosis adalah proses
pemisahan

logam

berat

oleh
10

membran

semipermeabel

dengan

menggunakan perbedaan tekanan luar dengan tekanan osmotik dari


limbah, namun kerugian sistem ini adalah biaya yang mahal sehingga sulit
terjangkau oleh sebagian industri. Teknik elektrodialisis menggunakan
membran ion selektif permeabel berdasarkan perbedaan potensial antara 2
elektroda yang menyebabkan perpindahan kation dan anion juga
menimbulkan kerugian yakni terbentuknya senyawa logam-hidroksi yang
menutupi membran, sedangkan melalui ultrafiltrasi yaitu penyaringan
dengan tekanan tinggi melalui membran berpori juga merugikan karena
menimbulkan banyak sludge (lumpur) (Cossich et al., 2002). Resin
penukar ion berprinsip pada gaya elektrostatik di mana ion yang terdapat
pada resin ditukar oleh ion logam dari limbah, kerugian metode ini adalah
biaya yang besar dan menimbulkan ion yang diangkat sebagian (Cossich
et al., 2002).
Terdapatnya kekurangan dari cara penanggulangan diatas, maka ada
cara lain yang sering digunakan oleh para peneliti untuk mengurangi
logam berat pada lingkungan perairan yaitu dengan menggunakan agen
hayati sebagai pengurangan logam berat dalam perairan. Alga merupakan
agen hayati yang dapat digunakan sebagai bioindikator dan sebagai
biosorben pencemaran logam berat. Pemanfaatan alga sebagai bioindikator
dan biosorben dalam pengolahan limbah dikarenakan alga memiliki gugus
fungsi yang mampu mengikat ion logam, yaitu gugus karboksil, hidroksil,
amina, sulfudril, imadazol, sulfat, dan sulfonat yang terdapat pada dinding
sel dalam sitoplasma (Putra dkk, 2003).
Beberapa jenis alga yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan
bioindikator dan biosorben yakni alga dari divisi Phaeophyta, Rhodophyta

11

dan Chlorophyta (Putra dkk, 2003). Pemilihan alga sebagai bioindikator


dan biosorben karena spesies alga memiliki toleransi yang tinggi terhadap
pengambilan logam berat, mudah dibudidayakan, dan dapat diperoleh dari
sejumlah laboratorium pengkoleksian kultur di berbagai Negara. Berikut
data jenis-jenis alga yang potensial sebagai bioindikator dan biosorben
(Tabel 1).
Tabel 1. Data jenis-jenis alga sebagai bioindikator dan biosorben
(Cossich et al., 2002).

Penggunaan alga sebagai biosorben telah dilakukan oleh beberapa


peneliti, Suhdi (2004) melakukan penelitian menggunakan alga jenis
Sargassum sp sebagai biosorben terhadap logam Cr dengan kapasitas
adsorpsi 35 mg/g. Penelitian lain yang dilakukan Indriani dan Akira (1998)
menggunakan

rumput

coklat

sebagai biosorben, dimana

hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi rumput laut


coklat terhadap logam berat sangat dipengaruhi oleh pH. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti tersebut dapat
dikatakan bahwa alga merupakan bioindikator dan biosorben yang baik
untuk mengurangi pencemaran lingkungan perairan yang disebabkan oleh
12

limbah hasil tambang. Pemanfaatan alga sebagai bioindikator dan


biosorben dapat mengembalikan tatananan ekosistem menjadi seimbang
dan lebih baik.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan antara lain:
1. Logam berat hasil pertambangan dapat menyebabkan kerusakakan dan
ketidakseimbangan ekosistem perairan. Ekosistem perairan yang
tercemar logam berat akan mencemari mikroorganisme laut dan dapat
terakumulasi melalui proses rantai makan dan pada gilirannya akan

13

berdampak pada kesehatan manusia yang memakan biota laut yang


telah tercemar logam berat.
2. Terdapat berbagai cara yang dapat menanggulangani logam berat pada
ekosistem perairan. Cara penanggulangannya antara lain reverse
osmosis, elektrodialisis, ultrafiltrasi, resin penukaran ion, bioindikator
dan biosorben. Metode penanggulangan yang paling sering dilakukan
oleh para peneliti yaitu biondikator dan biosorben agen hayati.

DAFTAR PUSTAKA
Connell, D.W. dan Miller, G.J. 1995. Kimia dan Ektoksikologi Pencemaran.
Terjemahan Y. Koestoer. Universitas Indonesia. Jakarta.
Cossich, E.S., C.R.G Tavares., T.M.K.Ravagnani., 2002. Biosorption of
chromium(III) by Sargassum sp. Biomass. Universidad Catolica de
Valparaiso. Chile, Vol. 5 No. 2.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungan Dengan
Toksikologi Senyawa Logam. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Environmental Protection Agency. 1973. Water Quality Criteria. Ecological
Research Series. Washington.

14

Fandeli, C. 2004. Peran dan Kedudukan Konservasi


Pengembangan Ekowisata. FKT UGM. Yogyakarta.

Hutan

dalam

Harahap. S. 1991. Tingkat Pencemaran Air Kali Cakung Ditinjau dari Sifat
Fisika-Kimia Khususnya Logam Berat dan Keanekaragaman Jenis Hewan
Benthos Makro. IPB. 167 hal.
Hart, B.A., and B.D. Scaife. 1977. Toxicity & Bioacumulation of Cadmium in
Chlorella pyrenoidosa. Env. Research 14: 401-413.
Hutagalung, H.P. 1991. Pencemaran Laut Oleh Logam Berat dalam Beberapa
Perairan Indonesia. Puslitbang. Oseanologi LIPI. Jakarta. Hlm 45 59.
Indriani Seki, H. and Akira Suzuki. 1998. Biosorption of Heavy Metal Ions
to Brown Algae, Macrocystis pyrifera. Kjellmamiella crassiforia, and
Undaria pinnatifida, Jurnal of Colloid and Interface Science, 206 : 297301.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia.
Jakarta. Penerjemah Eidman dkk.
Pemda Tk. I SU Bapedalda, 1999. Laporan Prokasih Prop. SU Tahun ke X
(1998/1999). Medan.
Polii, B., LAJ Waworuntu, V.A Kumurru, MT. Lasut & H. Simanjuntak. 1999.
Status Pencegahan Logam & Sianida di Perairan Teluk Buyat dan
Sekitranya. Provinsi Sulawesi Utara.
Putra, S.E., Buhani, Suharso. 2003. Alga Sebagai Bioindikator dan Biosorben
Logam Berat (Bagian 1: Bioindikator). Jurusan Kimia FMIPA. Universitas
Lampung.
Sudarmadi, S. 1993. Toksiologi Limbah Pabrik Kulit TerhadapCyprinus Carpio L.
dan Kerusakan Insang. Jurnal Lingkungan dan Pembangunan, 13 (4), 247
260.
Suhdi, 2004. Budidaya dan Pengolahan Rumput Laut, Buku 5. Balai Riset
dan Standarisasi Industri dan Perdagangan (Baristand Indag). Surabaya.
15

Telmer, K. 2007. Mercury and Small Scale Gold Mining Magnitude and
Challenges Worldwide. GEF/UNDP/UNIDO Global Mercury Project.
Undang-Undang No. 23 1997.Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
.
Waldichuk M. 1974. Some Biological Concern in Heavy Metals Pollution.
Pollution and Physiology of Marine Organism. Editor KJ Vernberg dan WB
Vernberg. New York: Academic Press.
Widiowati, W.A, Santiono.Jusuf,RR. 2008. Efek Toksik Logam. Andi Yogyakarta.
Yogyakarta.
Yulianti, Eny. 2007. Kimia Lingkungan. UIN Press. Malang.

16

Anda mungkin juga menyukai