Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Persaingan bisnis yang semakin ketat dewasa ini menyebabkan
banyak perusahaan yang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan dan
keinginan konsumen. Hal ini seakan mengharuskan setiap perusahaan
menempatkan kepuasaan pelanggan sebagai tujuan utama. Seperti halnya
bisnis transportasi udara di Indonesia dimana setiap perusahaan yang
terlibat di dalamnya seakan harus membuat dirinya berbeda dengan
menerapkan berbagai strategi perusahaanya terhadap para pesaing
perusahaan lainnya. Persaingan antar- maskapai penerbangan pun kerap
sering terjadi seiring meningkatnya jumlah maskapai yang mengisi
industri penerbangan dalam negeri. Terutama dalam hal konsep tarif
rendah yang di terapkan suatu maskapai kepada pelanggan.
Merebaknya fenomena dimana maskapai penerbangan menerapkan
suatu konsep berbiaya rendah atau dalam dunia penerbangan disebut
dengan Low Cost Carrier yang diwujudkan di Indonesia dalam pengenaan
tarif rendah kepada penumpang menjadi suatu fenomena yang tak lazim
lagi untuk sekarang ini. Oleh karena itu, dampak dari merebaknya
fenomena ini menyebabkan terjadinya perang tarif antar operator maskapai
penerbangan terutama dalam memperebutkan penumpang. Tentu
sebenarnya hal ini tidak menjadi suatu masalah yang berarti apabila
dibarengi dengan kualitas pelayanan yang mumpuni. Akan tetapi,
penerapan Low Cost Carrier menimbulkan suatu kecemasan tersendiri
terhadap pelanggan. Penerapan sistem ini terkadang dianggap tidak
membuat rasa aman bagi pelanggan bertambah. Maskapai dengan konsep
Low Cost Carrier dituding mendorong angka kecelakaan transportasi
udara menjadi tinggi karena banyak mengurangi biaya perawatan pesawat.
Hal ini dibuktikan dengan masih maraknya berbagai kecelakaan
transportasi udara belakangan ini.

Page 1

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dibahas sebelumnya, adapun
rumusan masalahnya antara lain:
1. Mengapa suatu maskapai menerapkan sistem Low Cost Carrier ?
2. Bagaimana cara penerapan sistem Low Cost Carrier ?
3. Apakah dampak dari penerapan sistem Low Cost Carrier bagi pihak
maskapai maupun pihak konsumen ?
C. Tujuan
1. Mengetahui alasan suatu maskapai menerapkan Low Cost Carrier.
2. Mengetahui penerapan sistem Low Cost Carrier.
3. Mengetahui dampak dari penerapan sistem Low Cost Carrier bagi
pihak maskapai maupun pihak konsumen.
D. Manfaat
Tulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi
penulis maupun pembaca. Bagi penulis, membuat tulisan ini adalah salah
satu cara membagikan ilmu yang didapati penulis kepada para pembaca.
Oleh karena itu, penulisan ini juga diharapkan berguna bagi para pembaca
guna menambah ilmu pengetahuan. Selain itu, melalui penulisan tulisan
ini juga penulis berlatih menggunakan tata cara penggunaan Bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Dengan demikian, hasil karya penulis
kedepannya dapat menjadi lebih baik lagi.

BAB 2
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Low Cost Carrier


Sistem Low Cost Carrier adalah sistem penerbangan dengan biaya
rendah yang diterapkan oleh suatu maskapai penerbangan yang
menyediakan harga tiket pesawat yang terjangkau dengan mengurangi
beberapa layanan umum bagi penumpang pesawat seperti layanan
catering serta menerapkan pelayanan minimalis dengan tujuan menekan

Page 2

biaya cost penerbangan sehingga harganya dapat dijangkau oleh


masyarakat luas.(Arista, 2014: 3)

B. Perkembangan Sistem Low Cost Carrier


Maskapai penerbangan bertarif rendah pertama yang berhasil
adalah Pacific Southwest Airlines di Amerika Serikat, yang menjadi
perintis konsep tersebut ketika penerbangan perdananya dilakukan pada
tanggal 6 Mei 1949. Cara ini tidak sengaja diberikan kepada Southwest
Airlines yang memulai penerbangannya pada 1971 dan mendatangkan
keuntungan tiap tahunnya sejak 1973. Dengan munculnya deregulasi
penerbangan, model ini menyebar ke Eropa, dimana maskapai yang sukses
berasal dari Irlandia, Ryanair, yang memulai penerbangan bertarif
rendahnya pada tahun 1991, dan easyJet, dibentuk pada 1995. Maskapai
bertarif rendah mulai dibentuk di Asia dan Oseania pada tahun 2000 oleh
operator seperti AirAsia dari Malaysia, Lion Air dari Indonesia, dan Virgin
Blue dari Australia.
Banyak maskapai memilih meluncurkan versi tarif rendahnya,
seperti Buzz KLM, Go Fly British Airways, Air India-Express Air India,
dan Ted United Airlines. Akan tetapi, beberapa maskapai ini mendapat
kesulitan ketika mengorbankan inti bisnisnya. Pengecualian ini terjadi
pada Bmibaby Bmi, Germanwings yang 49% dikontrol oleh Lufthansa dan
Jetstar Qantas yang notabene semuanya berhasil beroperasi pada layanan
penuh.
Di Kanada, Air Canada mengalami kesulitan untuk bersaing
dengan pesaing bertarif rendah barunya seperti Westjet, Canjet, dan Jetsgo
meskipun posisinya sangat dominan sebelumnya di pasaran. Air Canada
memasuki periode perlindungan kebangkrutan pada tahun 2003, tetapi
keluar dari perlindungan pada bulan September 2004. Air Canada
mengoperasikan dua subsidiari bertarif rendah, Tango dan Zip, tetapi
keduanya tidak melanjutkan. (Jetsgo sendiri menghentikan operasinya
pada tanggal 11 Maret 2005 dan Canjet mengumumkan bahwa mereka
berhenti beroperasi pada tanggal 10 September 2006.)
Page 3

Maskapai pertama yang menawarkan penerbangan transatlantik


layanan minimum adalah Laker Airways milik Freddie Laker, yang
mengoperasikan penerbangan "Skytrain"-nya yang terkenal antara London
dan New York City sepanjang 1970-an. Penerbangan tersebut dihentikan
setelah pesaing Laker yaitu British Airways dan Pan Am mampu
mengeluarkan Skytrain ke luar dari persaingan pasar.
(https://id.wikipedia.org/wiki/perkembangan-penerbangan-bertarif-rendah.
19 Oktober 2015, 18:30).
Majalah industri Airline Business baru-baru ini menganalisa
potensi untuk penerbangan jarak jauh bertarif rendah dan menyimpulkan
bahwa sejumlah maskapai Asia dekat dengan penerapan model pekerjaan
semacam ini. Salah satunya AirAsia. Pada tanggal 2 November 2007,
AirAsia X, sebuah subsidiari AirAsia dan Virgin Group melakukan
penerbangan perdananya dari Kuala Lumpur, Malaysia menuju Gold
Coast, Australia. AirAsia X mengklaim bahwa mereka adalah maskapai
jarak jauh bertarif rendah pada saat itu.(Airlines Business, 2009: 7)
Di Indonesia sendiri belum ada yang menerapkan pola bisnis Low
Cost Carrier yang sejati, karena operasional cost maskapai yang dianggap
LCC di Indonesia seperti Lion Air dan Wings Air masih diatas rata-rata
maskapai LCC pada umumnya. Banyak analis keuangan masih
menyatakan bahwa cost per available seat mil masih berada di atas
ambang standard operating cost dari suatu Low Cost Carrier yang sejati,
namun meskipun price structure-nya sendiri sudah sesuai dengan konsep
LCC.(Marion Marketing, 2014:95)
Adanya konsep LCC tentu sangat menguntungkan bagi calon
konsumen, karena konsumen dihadapkan pada pilihan menggunakan
transportasi udara yang berbiaya murah dan cepat. Seringkali harganya
jauh lebih murah dari perjalanan darat dengan bus atau kereta api yang
membutuhkan waktu lebih lama. Contoh saja perjalanan Bus dari Jakarta
ke Denpasar selama 24 jam membutuhkan biaya sebesar Rp 350.000
sedangkan dengan pesawat, harga tiketnya ada yang menawarkan harga
mulai dari Rp 269.000 dengan waktu tempuh 1,5 jam. Bahkan pada saat-

Page 4

saat tertentu Air Asia menawarkan kursi gratis ke Bali dengan membayar
administrasi yang nilainya hanya Rp 199.000. Fenomena ini membuat
Make People Can Fly sesuai slogan dari Lion Air yang menyadarkan
kita bahwa sekarang ini semua orang bisa terbang dengan harga yang
terjangkau dan tidak lagi seperti zaman dahulu dimana penggunaan
transportasi udara hanya dapat dirasakan orang-orang dari kalangan
menengah ke atas.
C. Ciri-ciri umum maskapai penerbangan yang menerapkan sistem Low
Cost Carrier:
1. Semua penumpangnya adalah kelas ekonomi dan tidak ada
penerbangan kelas bisnis atau premium.
2. Maskapai penerbangan menerapkan pola tarif yang sangat murah.
3. Pada penerbangannya tidak memberikan layanan catering.
4. Memperluas ruangan untuk penumpang sehingga maskapai pesawat
bisa menampung lebih banyak penumpang.
5. Rute yang ditempuh lebih simpel dengan sistem pulang-pergi.
Misalnya, dari Jakarta ke Singapura atau dari Surabaya ke Singapura
kemudian kembali lagi. Dengan langkah ini, maskapai penerbangan
tidak perlu menyediakan hotel atau tempat penginapan untuk kru
pesawat.
6. Para kru pesawat memiliki tugas ganda. Untuk menghemat anggaran,
maskapai penerbangan biasanya melakukan efektivitas karyawan.
Contoh sederhananya, pramugari yang kemudian juga melakukan
tugas kebersihan.
7. Maskapai pada pengoperasiannya memiliki satu tipe jenis pesawat
sehingga memudahkan training dan mengecilkan biaya maintenance
dan penyediaan spare part pesawat.
(https://lionair.blogspot.com/ciri-maskapai-low-cost-carrier.htm.
diakses pada 19 Oktober 2015, pada pukul 19:30).

Page 5

BAB 3
PEMBAHASAN
A. Low Cost Carrier
Perkembangan pada sektor industri penerbangan mendorong
peningkatan persaingan antar maskapai penerbangan, terlebih lagi dengan
adanya pemain baru dalam industri penerbangan yang melakukan
penerapan dalam hal Low Cost Carrier. Sistem ini merupakan model
penerbangan yang unik dengan strategi penurunan operating cost. Dengan
kata lain, suatu maskapai menawarkan tarif rendah, lebih rendah
dibandingkan maskapai Full Service Carrier. Dengan melakukan efisiensi
cost di semua lini, maskapai melakukan hal-hal diluar kebiasaan maskapai
pada umumnya. Jikalau airlines pada umumnya melakukan penambahan
layanan yang memiliki value added dengan penambahan catering,
penyediaan newspaper atau magazine, in flight entertainment, in flight
shop, lounge, free taxy after landing, exclusive frequent flier services dan
lain sebagainya, sistem penerbangan pada Low Cost Carrier ini
menyediakan harga tiket pesawat yang terjangkau dengan mengurangi
beberapa layanan umum bagi penumpang pesawat seperti layanan
catering serta menerapkan pelayanan minimalis dengan tujuan menekan
biaya cost penerbangan sehingga harganya dapat dijangkau oleh
masyarakat luas.
B. Penerapan Low Cost Carrier
Penerapan sistem Low Cost Carrier memiliki maksud untuk
memikat konsumen agar tetap dapat bepergian jarak jauh meski dengan
biaya yang minim. Hal positif yang didapatkan masyarakat adalah
Page 6

mobilitas masyarakat terbantu oleh tarif tiket yang murah walaupun


dengan layanan yang minim. Terlebih beberapa tahun terakhir, dengan
adanya konsep penerbangan LCC, antusias masyarakat untuk bepergian
menggunakan angkutan udara terbilang cukup tinggi. Sebagai contoh
Indonesia. Sampai September 2013 total jumlah penumpang angkutan
udara mencapai 49,08 juta orang, data ini dilansir oleh Kementerian
Perhubungan Indonesia yang menjelaskan bahwa sejak 2011 sampai 2013
terjadi kenaikan persentase jumlah penumpang angkutan udara sebesar 1015 persen untuk setiap tahunnya.(https://dephub.go.id/kenaikanpenumpang-2011-sampai-2013.htm. 19 oktober 2015, 18:30).
Adapun strategi penerapan Low Cost Carrier antara lain :
1. Menjual tiket hanya melalui internet dan kantor ticketing.
Dengan menghilangkan sistem keagenan, maskapai LCC
dapat mengurangi biaya fee agent. Penjualan tiket melalui
internet juga membuat LCC dapat menghemat biaya lebih
banyak lagi dengan sistem e-ticket yang mewajibkan
penumpang mencetak tiket pesawat sendiri. Bahkan, kini
beberapa maskapai penerbangan di Indonesia sudah
menerapkan sistem web check-in, seperti Air Asia, Citilink,
Lion Air, dan Garuda Indonesia. Biasanya, web check-in
dibuka mulai 24 jam sebelum jadwal penerbangan, kecuali Air
Asia yang sudah membukanya sejak 14 hari sebelum jadwal
penerbangan. Kemudian, pemanfaatan teknologi dalam
membangun sistem booking tiket pesawat online bagi maskapai
LCC juga akan mengurangi beban penambahan karyawan yang
mengurus kegiatan ground handling karena semua sudah diatur
oleh sistem.
2. Menyesuaikan fasilitas penerbangan sesuai kebutuhan
penumpang.
Berbeda dengan penerbangan Full Board dengan fasilitas
lengkap seperti makanan, minuman, dan hiburan selama
penerbangan, maka LCC menerapkannya sebagai layanan

Page 7

tambahan (Additional Service). Artinya, dengan mem-booking


tiket pesawat LCC, maka Anda hanya membeli bangku/seat
saja. Bila ingin makan dan minum di atas kabin pesawat, tentu
harus mengeluarkan biaya tambahan di luar biaya booking seat.
3. Pola penerbangan point to point.
4. Optimalisasi penerbangan dan penghematan biaya akomodasi
bagi kru pesawat.
Misalnya, penerbangan LCC jurusan Surabaya-Bangkok
membutuhkan waktu 3 jam 50 menit untuk sampai ke tujuan
dengan sisa waktu 40 menit (turn around time) untuk
menurunkan penumpang, membersihkan pesawat, mengisi
bahan bakar, dan menaikkan penumpang lagi di kota tujuan
Bangkok. Maka, kru pesawat penerbangan Surabaya-Bangkok
dan Bangkok-Surabaya tidak berubah, sehingga maskapai tidak
perlu mengeluarkan biaya akomodasi hotel bagi 1 grup kru
pesawat (terdiri 2 pilot dan 4 kru) yang dapat menghabiskan
biaya besar.
5. Sering membuka promo tiket sejak jauh hari.

C. Dampak Low Cost Carrier


Adapun dampaknya bagi suatu maskapai yaitu:
1. Dapat menarik banyak pelanggan dengan adanya konsep Low
Cost Carrier.
2. Dapat mengefisiensikan penggunaan modal transportasi dari
suatu maskapai.

Page 8

3. Mendapatkan keuntungan yang lumayan dari banyaknya


pelanggan yang menggunakan jasa konsep ini.
Bagi Konsumen:
1. Akibat persaingan antar maskapai dalam hal LCC, sehingga
berimbas pada konsumen yang secara tidak langsung akan
mendapatkan pilihan yang murah.
2. Konsumen mudah menggunakan transportasi udara yang
notabene terjangkau ketimbang transportasi darat yang
terkadang sulit terjangkau.

BAB 4
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan mengenai dampak penerapan Low Cost
Carrier terhadap pelayanan suatu maskapai, maka dapat diambil
kesimpulan yaitu Low Cost Carrier merupakan suatu strategi dari
maskapai dalam menerapkan pelayanan minimalis dengan tujuan menekan
biaya cost penerbangan sehingga harganya dapat dijangkau oleh
masyarakat luas. Adapun dampak dari konsep ini bagi pihak maskapai
yaitu dapat menarik banyak masyarakat dalam menggunakan transportasi

Page 9

udara dikarenakan harganya yang terjangkau walaupun bagi masyarakat


sendiri mendapatkan pelayanan yang minimalis.
B. Saran
1. Bagi masyarakat pengguna Low Cost Carrier
Sebaiknya masyarakat melakukan pemilihan layanan terbang yang
akan digunakan tidak berdasarkan harga tiket yang mahal ataupun
murah, tetapi harus mengutamakan kebutuhan akan keselamatan
penerbangan. Karena keselamatan penerbangan merupakan hal yang
paling utama. Selain itu, sebelum menggunakan jasa dari suatu
maskapai, konsumen harus mencari informasi sebanyak-banyaknya
apakah maskapai yang bersangkutan memiliki reputasi yang baik di
mata para konsumennya atau sebaliknya.
2. Bagi maskapai penerbangan
Suatu maskapai harus terus memberikan suatu informasi pelayanan
terhadap konsumen pengguna konsep Low Cost Carrier. Hal ini
penting agar masyarakat dapat terus tertarik memakai jasa dari konsep
ini.
DAFTAR PUSTAKA

Arista, 2014: Pelayanan Low Cost Carrier. Jakarta: Kompas.


Marketing, Marion. 2014: Low Cost Carrier Bussiness. Jakarta: Gramedia.
https://id.wikipedia.org/wiki/perkembangan-penerbangan-bertarif-rendah.
https://kumpulankaryasiswa.wordpress.com/2012/10/18/peminat-hadirnya-lcc.
http://dilihatya.blogspot.co.id/2014/05/ini-dia-contoh-kesimpulan-makalahyang.html
http://marketrealist.com/2014/07/low-cost-carrier-strategies-to-maintaincompetitive-advantage/
http://www.kompasiana.com/bramagara/kenaikan-tarif-batas-bawah
https://www.academia.edu/7652722/PENGARUH_STRATEGI_LOW_COST_CA
RRIER
Page 10

https://lionair.blogspot.com/ciri-maskapai-low-cost-carrier.htm
https://dephub.go.id/kenaikan-penumpang-2011-sampai-2013.htm.

Page 11

Anda mungkin juga menyukai