Anda di halaman 1dari 18

CEKUNGAN SEDIMEN di INDONESIA

disusun oleh :
Juandi Naibaho
Geologi C
270110120187

FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
2014/2015

CEKUNGAN SEDIMEN

Bila dalam pengertian umum basement itu di bawah gedung, maka dalam
geologi basement itu di bawah cekungan sedimen (sedimentary basin),
menjadi dasar/alas/fondasi sebuah cekungan sedimen. Cekungan sedimen
adalah sebuah tempat di kerak Bumi yang relatif lebih cekung dibandingkan
sekitarnya tempat sungai-sungai mengalir/bermuara, danau atau laut
berlokasi, tempat sedimen-sedimen diendapkan. Setelah mengalami proses
geologi selama jutaan tahun, maka cekungan sedimen itu bisa berisi batuan
sedimen yang ketebalannya bisa beragam dari beberapa ratus meter sampai
beberapa puluh ribu meter.

Geologi Indonesia dan Sebaran Cekungan Sedimen


Sekarang mari kita lihat bagaimana prinsipprinsip geologi migas di atas
terjadi di Indonesia. Karena keterdapatan migas di suatu daerah sangat
dipengaruhi oleh kondisi geologinya, maka kita akan tinjau dulu sekilas
tentang geologi Indonesia. Geologi Indonesia akan menjadi kerangka yang
mengontrol penyebaran cekungan sedimen Indonesia.
Indonesia merupakan wilayah pertemuan tiga lempeng. Akibat pertemuan
lempeng tersebut terbentuk jalur-jalur pegunungan di hampir seluruh pulaupulau. Di sebelah belakang atau depan jalur pegunungan ini terbentuk
cekungan tempat sedimen diendapkan.
Ini adalah hal biasa sebagai suatu bentuk keseimbangan di alam, di mana
ada pegunungan, di dekatnya akan ada cekungan. Sedimen-sedimen pengisi
cekungan ini berasal dari hasil erosi wilayah pegunungan atau tempat tinggi
lain di sekitar cekungan. Cekungan-cekungan sedimen seperti itu terjadi di
Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Timor-Seram, dan Papua.
Di beberapa tempat, kerak Bumi pun ada yang mengalami penarikan atau
peregangan. Peregangan ini telah membentuk cekungan-cekungan yang
berkaitan dengan regangan kerak Bumi, seperti cekungan yang terbentuk di
Laut Natuna, Laut Jawa, Selat Makassar, dan Laut Banda.
Berdasarkan kerangka geologi dan tektonik, maka cekungan-cekungan
sedimen Indonesia ditemukan di sepanjang daratan dan perairan sekitar
Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Cekungancekungan
sedimen pun terbentuk di Laut Natuna, Laut Jawa, Selat Makassar, laut di
sebelah utara dan selatan Nusa Tenggara, Laut Maluku, Laut Arafura dan laut
sebelah utara Papua. Kecuali beberapa lapangan minyak di Papua, hampir

semua lapangan minyak terdapat di Indonesia bagian barat. Di Indonesia,


lapisan sedimen yang banyak menghasilkan hidrokarbon berumur Tersier.
Lapisan pra-Tersier umumnya terlalu terlipat ketat atau termetamorfosa
untuk dapat mengandung hidrokarbon. Beberapa cekungan utama di
Indonesia antara lain cekungan Sumatera Tengah, cekungan Sumatera
Selatan, cekungan Natuna barat, cekungan Jawa Barat Utara, cekungan Jawa
Timur, cekungan Kutai, cekungan Kepala Burung dan cekungan Salawati.
Pembahasan stratigrafi pada masing-masing cekungan adalah sebagai
berikut:
Cekungan Sumatera Tengah
Cekungan ini merupakan produsen terbesar minyak bumi di Asia (selain
Timur Tengah) dan merupakan salah satu lapangan minyak raksasa di dunia.
Pada cekungan ini, lapisan reservoar terdapat di lapisan pasir transgressive
dalam kelompok Sihapas dan Formasi Pematang. Pada umumnya minyak
bumi didaerah ini bersifat parafin berat dan mengandung kadar lilin (wax)
yang tinggi. Kadar belerang yang rendah menyebabkan minyak bumi dari
cekungan ini disenangi karena rendah polusi.
Cekungan Sumatera Selatan
Secara umum terdapat suatu daur besar (megacycle) yang terdiri atas suatu
transgresi yang diikuti oleh regresi. Formasi yang terbentuk dalam fase
transgresi dikelompokkan menjadi kelompok Telisa (Formasi Talang Akar,
Formasi Baturaja, dan Formasi Gumai). Sedangkan yang terbentuk dalam
fase regresi menjadi kelompok Palembang (Formasi Air Benakat, Formasi
Muara Enim, dan Formasi Kasai).
Cekungan Natuna Barat
Urutan stratigrafi dari cekungan Natuna Barat yaitu batuan dasar
(basement), sikuen Belut, sikuen Gabus, sikuen Arang, dan sikuen Muda.
Cekungan Kutai
Cekungan ini terdiri atas siklus transgresi dan regresi, dimana fase regresi
lebih mendominasi. Cekungan ini dimulai saat Tersier dengan suatu
transgresi yang diikuti oleh regresi yang mengisi cekungan ini pada seluruh
Tersier dan Kuarter.

Cekungan-cekungan sedimen Indonesia berdasarkan kejadiannya secara tektonik (Pertamina dan Beicip, 1985).

Pemetaan cekungan sedimen Indonesia oleh Badan Geologi (2010), mengidentifikasi 128 cekungan sedimen berdasarkan data
gayaberat. Warna-warna menunjukkan umur sedimen pengisi cekungan (kuning: Tersier, jingga: Tersier dan Pratersier, biru tua:
Pratersier). Garis-garis menunjukkan penampang geologi yang ditampilkan di bawah peta.

Pembentukan Cekungan Sedimen di Indonesia (Paparan


Sunda)
Cekungan Sumatra Utara
Pola geologi dan tatanan stratigrafi regional cekungan Sumatra Utara secara
umum telah banyak diketahui berkat hasil aktivitas eksplorasi minyak dan
gas alam serta pemetaan bersistem pulau Sumatra dalam skala 1:250.000.
Keith (1981) dalam google.co.id/cekungan sumatera membuat pembagian
stratigraf Tersier Cekungan Sumatra Utara menjadi tiga kelompok yaitu
Kelompok I sebagai fase tektonik, pengangkatan dan pengerosian, berumur
Eosen hingga Oligosen Awal. Kelompok II merupakan fase genang laut yang
dimulai dengan pembentukan formasi-formasi dari tua ke muda yaitu
Formasi Butar, Rampong, Bruksah, Bampo, Peutu dan Formasi Baong.
Kelompok III adalah perioda regresif dengan pembentukan kelompok
Lhoksukon.

Jika dilihat dari proses sedimentasi di cekungan sumatera utara. Kecepatan


sedimentasi dan penurunan dasar sedimen ataupun cekungan pada awal
pembentukan cekungan relatif lambat kemudian dilanjutkan dengan
kecepatan sedimentasi lambat tetapi kecepatan penurunan dasar sedimen
ataupun cekungan sangat cepat antara 15.5-12.4 juta tahun lalu.

Penurunan cepat dasar cekungan tersebut merupakan akibat mulainya rifting


di laut Andaman dan pada saat inilah terbentuk serpih laut dalam Formasi
Baong yang kaya material organik dan menjadi salah satu batuan induk
potensial di daerah Aru. Periode antara 12.4-10.2 juta tahun lalu ditandai
dengan kecepatan sedimentasi cukup besar tetapi penurunan dasar sedimen
atau cekungan lebih lambat sebagai awal pengangkatan Bukit Barisan atau
dikenal sebagai tektonik Miosen Tengah. Batupasir Baong Tengah terbentuk
pada periode ini dan merupakan salah satu batuan waduk (reservoir) daerah
Aru.

Pada 9.3-8.3 juta tahun lalu kecepatan sedimentasi sangat besar tetapi
diikuti pula penurunan dasar sedimen atau cekungan yang sangat besar
sehingga penurunan sangat dipengaruhi. oleh pembebanan sedimen
disamping akibat penurunan tektonik. Pada waktu tersebut terbentuk
endapan klastik kasar Keutapang Bawah, diendapkan dalam lingkungan delta
atau laut dangkal dan merupakan juga batuan waduk (reservoir)penting di
daerah Aru.

Model penurunan tektonik daerah Aru pada awalnya menunjukkan


penurunan lambat dilanjutkan penurunan sangat cepat antara 12.4-10.2 juta
tahun lalu akibat rifting di Laut Andaman. Pada Miosen Tengah atau antara
12.4-9.3 juta tahun lalu pola penurunan relatif lambat, stabil atau terjadi
pengangkatan akibat tektonik Miosen Tengah. Penurunan kembali cepat
antara 9.3-8.3 juta tahun lalu dan menjadi sangat lambat antara 5.3-4.4 juta
tahun lalu sebelum terjadi pangangkatan Pilo Pleistosen.

Cekungan Sumatra Tengah

Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan sedimentasi tersier


penghasil hidrokarbon terbesar di Indonesia. Ditinjau dari posisi tektoniknya,
Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan belakang busur. Faktor
pengontrol utama struktur geologi regional di cekungan Sumatra tengah
adalah adanya Sesar Sumatra yang terbentuk pada zaman kapur.

Struktur geologi daerah cekungan Sumatra tengah memiliki pola yang


hampir sama dengan cekungan Sumatra Selatan, dimana pola struktur
utama yang berkembang berupa struktur Barat laut-Tenggara dan UtaraSelatan (Eubank et al., 1981 dalam Wibowo, 1995 dalam
www.google.co.id/cekungan sumatera). Walaupun demikian, struktur berarah
Utara-Selatan jauh lebih dominan dibandingkan struktur Barat lautTenggara.

Sejarah tektonik cekungan Sumatra tengah secara umum dapat disimpulkan


menjadi beberapa tahap, yaitu : Konsolidasi Basement pada zaman Yura,
terdiri dari sutur yang berarah Barat laut-Tenggara. Basement terkena
aktivitas magmatisme dan erosi selama zaman Yura akhir dan zaman Kapur.
Tektonik ekstensional selama Tersier awal dan Tersier tengah (Paleogen)
menghasilkan sistem graben berarah Utara-Selatan dan Barat laut-Tenggara.
Kaitan aktivitas tektonik ini terhadap paleogeomorfologi di Cekungan
Sumatra tengah adalah terjadinya perubahan lingkungan pengendapan dari
longkungan darat, rawa hingga lingkungan lakustrin, dan ditutup oleh kondisi
lingkungan fluvial-delta pada akhir fase rifting.

Selama deposisi berlangsung di Oligosen akhir sampai awal Miosen awal


yang mengendapkan batuan reservoar utama dari kelompok Sihapas,
tektonik Sumatra relatif tenang. Sedimen klastik diendapkan, terutama
bersumber dari daratan Sunda dan dari arah Timur laut meliputi
Semenanjung Malaya. Proses akumulasi sedimen dari arah timur laut Pulau
Sumatra menuju cekungan, diakomodir oleh adanya struktur-struktur
berarah Utara-Selatan. Kondisi sedimentasi pada pertengahan Tersier ini
lebih dipengaruhi oleh fluktuasi muka air laut global (eustasi) yang
menghasilkan episode sedimentasi transgresif dari kelompok Sihapas dan
Formasi Telisa, ditutup oleh episode sedimentasi regresif yang menghasilkan
Formasi Petani.

Akhir Miosen akhir volkanisme meningkat dan tektonisme kembali intensif


dengan rejim kompresi mengangkat pegunungan Barisan di arah Barat daya
cekungan. Pegunungan Barisan ini menjadi sumber sedimen pengisi
cekungan selanjutnya (later basin fill). Arah sedimentasi pada Miosen akhir di
Cekungan Sumatra tengah berjalan dari arah selatan menuju utara dengan
kontrol struktur-struktur berarah utara selatan.

Tektonisme Plio-Pleistosen yang bersifat kompresif mengakibatkan terjadinya


inversi-inversi struktur Basement membentuk sesar-sesar naik dan lipatan
yang berarah Barat laut-Tenggara. Tektonisme Plio-Pleistosen ini juga
menghasilkan ketidakselarasan regional antara formasi Minas dan endapan
alluvial kuarter terhadap formasi-formasi di bawahnya.

Cekungan Sumatra Selatan


Geologi Cekungan Sumatera Selatan adalah suatu hasil kegiatan tektonik
yang berkaitan erat dengan penunjaman Lempeng Indi-Australia, yang
bergerak ke arah utara hingga timurlaut terhadap Lempeng Eurasia yang
relatif diam. Zone penunjaman lempeng meliputi daerah sebelah barat Pulau
Sumatera dan selatan Pulau Jawa. Beberapa lempeng kecil (micro-plate)
yang berada di antara zone interaksi tersebut turut bergerak dan
menghasilkan zone konvergensi dalam berbagai bentuk dan arah.
Penunjaman lempeng Indi-Australia tersebut dapat mempengaruhi keadaan
batuan, morfologi, tektonik dan struktur di Sumatera Selatan. Tumbukan
tektonik lempeng di Pulau Sumatera menghasilkan jalur busur depan,
magmatik, dan busur belakang.

Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier


berarah barat laut - tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit
Barisan di sebelah barat daya, Paparan Sunda di sebelah timur laut, Tinggian
Lampung di sebelah tenggara yang memisahkan cekungan tersebut dengan
Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh
di sebelah barat laut yang memisahkan Cekungan Sumatra Selatan dengan
Cekungan Sumatera Tengah.

Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan Sumatera Selatan


merupakan cekungan busur belakang berumur Tersier yang terbentuk
sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda (sebagai bagian dari
lempeng kontinen Asia) dan lempeng Samudera India. Daerah cekungan ini
meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, dimana sebelah barat daya dibatasi
oleh singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh Paparan
Sunda (Sunda Shield), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh
dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian Lampung.

Menurut Salim et al. (1995) Cekungan Sumatera Selatan terbentuk selama


Awal Tersier (Eosen Oligosen) ketika rangkaian (seri) graben berkembang
sebagai reaksi sistem penunjaman menyudut antara lempeng Samudra India
di bawah lempeng Benua Asia. Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim,
1995), diperkirakan telah terjadi 3 episode orogenesa yang membentuk
kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera Selatan yaitu orogenesa
Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir Tersier Awal dan Orogenesa Plio
Plistosen.

Episode pertama, endapan endapan Paleozoik dan Mesozoik


termetamorfosa, terlipat dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan
diintrusi oleh batolit granit serta telah membentuk pola dasar struktur
cekungan. Menurut Pulunggono, 1992 (dalam Wisnu dan Nazirman ,1997),
fase ini membentuk sesar berarah barat laut tenggara yang berupa sesar
sesar geser.

Episode kedua pada Kapur Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan gerak
gerak tensional yang membentuk graben dan horst dengan arah umum
utara selatan. Dikombinasikan dengan hasil orogenesa Mesozoik dan hasil
pelapukan batuan batuan Pra Tersier, gerak gerak tensional ini
membentuk struktur tua yang mengontrol pembentukan Formasi Pra Talang
Akar.

Episode ketiga berupa fase kompresi pada Plio Plistosen yang


menyebabkan pola pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan
dalam pembentukan struktur perlipatan dan sesar sehingga membentuk

konfigurasi geologi sekarang. Pada periode tektonik ini juga terjadi


pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan sesar
mendatar Semangko yang berkembang sepanjang Pegunungan Bukit
Barisan.

Pergerakan horisontal yang terjadi mulai Plistosen Awal sampai sekarang


mempengaruhi kondisi Cekungan Sumatera Selatan dan Tengah sehingga
sesar sesar yang baru terbentuk di daerah ini mempunyai perkembangan
hampir sejajar dengan sesar Semangko. Akibat pergerakan horisontal ini,
orogenesa yang terjadi pada Plio Plistosen menghasilkan lipatan yang
berarah barat laut tenggara tetapi sesar yang terbentuk berarah timur laut
barat daya dan barat laut tenggara. Jenis sesar yang terdapat pada
cekungan ini adalah sesar naik, sesar mendatar dan sesar normal.

Kenampakan struktur yang dominan adalah struktur yang berarah barat laut
tenggara sebagai hasil orogenesa Plio Plistosen. Dengan demikian pola
struktur yang terjadi dapat dibedakan atas pola tua yang berarah utara
selatan dan barat laut tenggara serta pola muda yang berarah barat laut
tenggara yang sejajar dengan Pulau Sumatera .

Batuan sedimen tersebut telah mengalami gangguan tektonik sehingga


terangkat membentuk lipatan dan pensesaran. Proses erosi menyebabkan
batuan terkikis kemudian membentuk morfologi yang tampak sekarang.
Cekungan Sumatera Selatan dan Cekungan Sumatera Tengah merupakan
satu cekungan besar yang dipisahkan oleh Pegunungan Tigapuluh. Cekungan
ini terbentuk akibat adanya pergerakan ulang sesar bongkah pada batuan
pra tersier serta diikuti oleh kegiatan vulkanik.

Daerah cekungan Sumatera Selatan dibagi menjadi depresi Jambi di utara,


Sub Cekungan Palembang Tengah dan Sub Cekungan Pelembang Selatan
atau Depresi Lematang, masing-masing dipisahkan oleh tinggian batuan
dasar (basement).Di daerah Sumatera Selatan terdapat 3
(tiga)antiklinurium utama, dari selatan ke utara: Antiklinorium Muara Enim,
Antiklinorium Pendopo Benakat dan Antiklinorium Palembang. Pensesaaran
batuan dasar mengontrol sedimen selama paleogen. Stratigrafi normal

memperlihatkan bahwa pembentukan batubara utara-selatan dimana pada


bagian barat daerah penyelidikan sungai-sungai mengalir kearah sungai
Semanggus, sedangkan pada bagian timur daerah penyelidikan sungai
sungai mengalir ke arah timur dengan Sungai Baung dan Sungai Benakat
sebagai sungai Utama.

Cekungan Jawa Timur


Secara geologi Cekungan Jawa Timur terbentuk karena proses pengangkatan
dan ketidakselarasan serta proses-proses lain, seperti penurunan muka air
laut dan pergerakan lempeng tektonik. Tahap awal pembentukan cekungan
tersebut ditandai dengan adanya half graben yang dipengaruhi oleh struktur
yang terbentuk sebelumnya. Tatanan tektonik yang paling muda dipengaruhi
oleh pergerakan Lempeng Australia dan Sunda. Secara regional perbedaan
bentuk struktural sejalan dengan perubahan waktu.

Aktifitas tektonik utama yang berlangsung pada umur Plio Pleistosen,


menyebabkan terjadinya pengangkatan daerah regional Cekungan Jawa
Timur dan menghasilkan bentuk morfologi seperti sekarang ini. Struktur
geologi daerah Cekungan Jawa Timur umumnya berupa sesar naik, sesar
turun, sesar geser, dan pelipatan yang mengarah Barat-Timur akibat
pengaruh gaya kompresi dari arah Utara-Selatan.

Tatanan geologi Pulau Jawa secara umum dibagi berdasarkan posisi


tektoniknya. Secara struktural Blok Tuban dikontrol oleh half graben yang
berumur PreTersier. Peta Top struktur daerah telitian dapat dilihat pada
Perkembangan tektonik pulau Jawa dapat dipelajari dari pola-pola struktur
geologi dari waktu ke waktu. Struktur geologi yang ada di pulau Jawa
memiliki pola-pola yang teratur.

Secara geologi pulau Jawa merupakan suatu komplek sejarah penurunan


basin, pensesaran, perlipatan dan vulkanisme di bawah pengaruh stress
regime yang berbeda-beda dari waktu ke waktu. Secara umum, ada tiga arah
pola umum struktur yaitu arah Timur Laut Barat Daya (NE-SW) yang disebut
pola Meratus, arah Utara Selatan (N-S) atau pola Sunda dan arah Timur

Barat (E-W). Perubahan jalur penunjaman berumur kapur yang berarah Timur
Laut - Barat Daya (NE-SW) menjadi relatif Timur - Barat (E-W) sejak kala
Oligosen sampai sekarang telah menghasilkan tatanan geologi Tersier di
Pulau Jawa yang sangat rumit disamping mengundang pertanyaan
bagaimanakah mekanisme perubahan tersebut. Kerumitan tersebut dapat
terlihat pada unsur struktur Pulau Jawa dan daerah sekitarnya.

Pola Meratus di bagian barat terekspresikan pada Sesar Cimandiri, di bagian


tengah terekspresikan dari pola penyebarab singkapan batuan pra-Tersier di
daerah Karang Sambung. Sedangkan di bagian timur ditunjukkan oleh sesar
pembatas Cekungan Pati, Florence timur, Central Deep. Cekungan Tuban
dan juga tercermin dari pola konfigurasi Tinggian Karimun Jawa, Tinggian
Bawean dan Tinggian Masalembo. Pola Meratus tampak lebih dominan
terekspresikan di bagian timur.

Pola Sunda berarah Utara-Selatan, di bagian barat tampak lebih dominan


sementara perkembangan ke arah timur tidak terekspresikan. Ekspresi yang
mencerminkan pola ini adalah pola sesar-sesar pembatas Cekungan Asri,
Cekungan Sunda dan Cekungan Arjuna. Pola Sunda pada Umumnya berupa
struktur regangan. Pola Jawa di bagian barat pola ini diwakili oleh sesar-sesar
naik seperti sesar Beribis dan sear-sear dalam Cekungan Bogor. Di bagian
tengah tampak pola dari sesar-sesar yang terdapat pada zona Serayu Utara
dan Serayu Selatan. Di bagian Timur ditunjukkan oleh arah Sesar
Pegunungan Kendeng yang berupa sesar naik.
Dari data stratigrafi dan tektonik diketahui bahwa pola Meratus merupakan
pola yang paling tua. Sesar-sesar yang termasuk dalam pola ini berumur
Kapur sampai Paleosen dan tersebar dalam jalur Tinggian Karimun Jawa
menerus melalui Karang Sambung hingga di daerah Cimandiri Jawa Barat.
Sesar ini teraktifkan kembali oleh aktivitas tektonik yang lebih muda. Pola
Sunda lebih muda dari pola Meratus. Data seismik menunjukkan Pola Sunda
telah mengaktifkan kembali sesar-sesar yang berpola Meratus pada Eosen
Akhir hingga Oligosen Akhir.

Pola Jawa menunjukkan pola termuda dan mengaktifkan kembali seluruh


pola yang telah ada sebelumnya (Pulunggono, 1994). Data seismik

menunjukkan bahwa pola sesar naik dengan arah barat-timur masih aktif
hingga sekarang.

Fakta lain yang harus dipahami ialah bahwa akibat dari pola struktur dan
persebaran tersebut dihasilkan cekungan-cekungan dengan pola yang
tertentu pula. Penampang stratigrafi yang diberikan oleh Kusumadinata,
1975 dalam Pulunggono, 1994 menunjukkan bahwa ada dua kelompok
cekungan yaitu Cekungan Jawa Utara bagian barat dan Cekungan Jawa Utara
bagian timur yang terpisahkan oleh tinggian Karimun Jawa.

Kelompok cekungan Jawa Utara bagian barat mempunyai bentuk geometri


memanjang relatif utara-selatan dengan batas cekungan berupa sesar-sesar
dengan arah utara selatan dan timur-barat. Sedangkan cekungan yang
terdapat di kelompok cekungan Jawa Utara Bagian Timur umumnya
mempunyai geometri memanjang timur-barat dengan peran struktur yang
berarah timur-barat lebih dominan.

Cekungan Kalimantan Timur


Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks.
Adanya interaksi konvergen atau kolisi antara 3 lempeng utama, yakni
lempeng Indo-Australia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Asia yang
membentuk daerah timur Kalimantan (Hamilton, 1979).Evolusi tektonik dari
Asia Tenggara dan sebagian Kalimantan yang aktif menjadi bahan
perbincangan antara ahli-ahli ilmu kebumian. Pada jaman Kapur Bawah,
bagian dari continental passive margin di daerah Barat daya Kalimantan,
yang terbentuk sebagai bagian dari lempeng Asia Tenggara yang dikenal
sebagai Paparan Sunda.

Pada jaman Tersier, terjadi peristiwa interaksi konvergen yang menghasilkan


beberapa formasi akresi, pada daerah Kalimantan.Selama jaman Eosen,
daerah Sulawesi berada di bagian timur kontinen dataran Sunda. Pada
pertengahan Eosen, terjadi interaksi konvergen ataupun kolisi antara
lempeng utama, yaitu lempeng India dan lempeng Asia yang mempengaruhi
makin terbukanya busur belakang samudra, Laut Sulawesi dan Selat Malaka.

Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan yang dihasilkan oleh


perkembangan regangan cekungan yang besar pada daerah
Kalimantan.Pada Pra-Tersier, Pulau Kalimantan ini merupakan salah satu
pusat pengendapan, yang kemudian pada awal tersier terpisah menjadi 6
cekungan sebagai berikut :1 Cekungan Barito, yang terletak di Kalimantan
Selatan, 2.Cekungan Kutai, yang terletak di Kalimantan Timur,3. Cekungan
Tarakan, yang terletak di timur laut Kalimantan,4 Cekungan Sabah, yang
terletak di utara Kalimantan,5.Cekungan Sarawak, yang terletak di barat laut
Kalimantan,6. Cekungan Melawai dan Ketungau, yang terletak di Kalimantan
Tengah

Kerangka tektonik di Kalimantan Timur dipengaruhi oleh perkembangan


tektonik regional yang melibatkan interaksi antara Lempeng Samudera
Philipina, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasian yang terjadi sejak
Jaman Kapur sehingga menghasilkan kumpulan cekungan samudera dan blok
mikro kontinen yang dibatasi oleh adanya zona subduksi, pergerakan
menjauh antar lempeng, dan sesar-sesar mayor.

Cekungan Kutai terbentuk karena proses pemekaran pada Kala Eosen Tengah
yang diikuti oleh fase pelenturan dasar cekungan yang berakhir pada
Oligosen Akhir. Peningkatan tekanan karena tumbukan lempeng
mengakibatkan pengangkatan dasar cekungan ke arah Barat Laut yang
menghasilkan siklus regresif utama sedimentasi klastik di Cekungan Kutai,
dan tidak terganggu sejak Oligosen Akhir hingga sekarang.

Pada Kala Miosen Tengah pengangkatan dasar cekungan dimulai dari bagian
barat Cekungan Kutai yang bergerak secara progresif ke arah Timur
sepanjang waktu dan bertindak sebagai pusat pengendapan. Selain itu juga
terjadi susut laut yang berlangsung terus menerus sampai Miosen Akhir.
Bahan yang terendapkan berasal dari bagian Selatan, Barat dan Utara
cekungan menyusun Formasi Warukin, Formasi Pulubalang dan Formasi
Balikpapan.

Formasi Pamaluan (Tomp), Batupasir kuarsa dengan sisipan batulempung,


serpih batugamping dan batulanau; berlapis sangat baik. Batu pasir kuarsa
merupakan batuan utama, kelabu kehitam-kecoklatan, berbutir halussedang, terpilah baik, butiran membulat-bulat tanggung, padat, karbonan
dan gamping. Setempat dijumpai struktur sedimen seilang-silang dan
perlapisan sejajar. Tebal lapisan antara 1-2 meter. Batu lempung tebal ratarata 45 cm, serpih, kelabu kecoklatan-kelabu tua, padat, tebal sisipan antara
10 -20 cm. Batu gamping kelabu pejal, berbutir sedang kasar, setempat
berlapis dan mengandung foraminifera besar. Batu lanau tua kehitaman.
Formasi Pemaluan merupakan batuan palling bawah yang tersinggkap di
lembar Samarinda dan bagian atas formasi ini berhubungan menjemari
dengan Formasi Bebuluh. Tebal formasi lebih kurang 2000 meter. Berumur
Oligosen sampai awal Miosen.

Formasi Bebuluh (Tomb), Batugamping terumbu dengan sisipan batu


gamping pasiran dan serpih, warna kelabu padat, mengandung foraminifera
besar, berbutir sedang. Setempat batu gamping menghablur, terkekar tak
beraturan. Serpih kelabu kecoklatan berseling dengan batupasir halus kelabu
tua kehitaman. Foraminifera besar yang dijumpai antara lain : Lepidocyclina
Sumatraensis Brady, Miogypsina Sp. Miogupsinaides SPP. Operculina Sp.,
menunjukan umur Miosen awal Miosen Tengah. Lingkungan pengendapan
laut dangkal dengan ketebalan sekitar 300 meter. Formasi Bebuluh tertindih
selaras oleh Formasi Pulau Balang.
Formasi Pulubalang (Tmpb), Perselingan antara graywacke dan batupasir
kuarsa dengan sisipan batugamping, batu lempung, batubara, dan tuf dasit.
Batupasir graywacke, kelabu kehijauan, padat, tebal lapisan antara 50 100
cm. Batupasir kuarsa, kelabu kemerahan, setempat tufan muda kekuningan,
mengandung foraminifera besar. Batugamping, coklat muda kekuningan,
mengandung foraminifera besar, batugamping ini terdapat sebagai sisipan
atau lensa dalalm batupasir kuarsa, tebal lapisan 10 40 cm. di S. Loa Haur,
mengandung foraminifera besar antara lain Austrotrilina howchina, Borelis
sp., Lepidocyclina sp., Myogypsina sp., menunjukan umur Miosen Tengah
dengan lingkungan pengendapan laut dangkal. Batulempung, kelabu
kehitaman, tebal lapisan 1 2 cm. Setempat berselingan dengan batubara,
tebal ada yang mencapai 4 m. Tufa dasit, putih merupakan sisipan dalam
batupasir kuarsa.

Formasi Balikpapan (Tmbp), perselingan batupasir dan lempung dengan


sisipan lanau, serpih, batugamping dan batubara. Batupasir kuarsa, putih
kekuningan, tebal lapisan 1 3 m, disisipi lapisan batubara, tebal 0,5 5 m.
Batupasir gampingan, coklat, berstruktur sedimen lapisan bersusun dan
silang siur, tebal lapisan 20 40 cm, mengandung Foraminifera kecil, disisipi
lapisan tipis karbon. Lempung, kelabu kehitaman, setempat mengandung
sisa tumbuhan, oksida besi yang mengisi rekahan-rekahan setempat
mengandung lensa-lensa batupasir gampingan. Lanau gampingan, berlapis
tipis; serpih kecoklatan, berlapis tipis. Batugamping pasiran, mengandung
Foraminifera besar, moluska, menunjukan umur Miosen Akhir bagian bawah
Miosen Tengah bagian atas. Lingkungan pengendapan delta, dengan
ketebalan 1000 1500 m..
Formasi Kampungbaru (Tpkb), Batupasir kuarsa dengan sisipan lempung,
serpih; lanau dan lignit; pada umumnya lunak, mudah hancur. Batupasir
kuarsa putih, setempat kemerahan atau kekuningan, tidak berlapis, mudah
hancur, setempat mengandung lapisan tipis oksida besi atau kongkresi,
tufan atau lanauan, dan sisipan batupasir konglomeratan atau konglomerat
dengan komponen kuarsa, kalsedon, serpih merah dan lempung, diameter
0.5 1 cm, mudah lepas. Lempung, kelabu kehitaman mengandung sisa
tumbuhan, batubara/ lignit dengan tebal 0,5 3 m, koral. Lanau, kelabu tua,
menyerpih, laminasi, teballl 1 2 m. Diduga berumur Miosen Akhir Pilo
Plistosen, lingkungan pengendapan delta laut dangkal, tebal lebih dari 500
m. Formasi ini menindih selaras dan setempat tidak selaras terhadap
Formasi Balikpapan. Endapan Alluvium, Kerikil, pasir dan lumpur
terendapkan dalam lingkungan sungai, rawa, delta dan pantai.

Secara umum wilayah Kepulauan Nusantara merupakan pertemuan tiga


lempeng yang sampai kini aktif bergerak. Tiga lempeng tersebut adalah
lempeng eurasia, lempeng indo australia, dan lempeng pasifik. Pergerakan
tiga lempeng tersebut menyebabkan patahan atau sesar yaitu pergeseran
antara dua blok batuan baik secara mendatar, ke atas maupun relatif ke
bawah blok lainnya, menghasilkan lajur gunung api, membentuk zona
sudaksi dan menimbulkan gaya yang bekerja baik horizontal maupun
vertikal, yang akan membentuk pegunungan lipatan, jalur
gunungapi/magmatik, persesaran batuan, dan jalur gempabumi serta
terbentuknya wilayah tektonik tertentu. Selain itu terbentuk juga berbagai
jenis cekungan pengendapan batuan sedimen seperti palung (parit),
cekungan busurmuka, cekungan antar gunung dan cekungan busur

belakang. Cekungan-cekungan yang terbentuk di cekungan busur


belakangan adalah cekungan sumatera utara, cekungan sumatera tengah,
cekungan sumatera selatan, cekungan jawa, dan cekungan Kalimantan.

Sumber
http://geomagz.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=250:menyigi-geologi-mencari-migasindonesia&catid=81:artikel-geologi-populer&Itemid=457, diakses pada, 19
Maret 2013 | 18:38
Boggs, Jr. S.(2006): Principal of Sedimentology and Stratigraphy 4th edition,
Hal 550-553
http://babygall.info/detail/k/Peta-Cekungan-Sedimen-Indonesia.html, diakses
pada, 19 Maret 2013 | 18:43

Anda mungkin juga menyukai