1. Pendahuluan
Genus Yersinia termasuk dalam family Enterobacteriaceae. Gambaran morfologi
Yersinia berupa bakteri batang Gram negatif tidak berspora, berukuran panjang 1-3 m
dan lebar 0,5-0,8 m, yang menunjukkan karakteristik pewarnaan bipolar dengan
pengecatan Giemsa, Wayson dsn Wright dimana bagian ujung-ujung bakteri berwarna
lebih gelap daripada bagian tengahnya sehingga menyerupai gambaran peniti (safety pin
appearance). Bakteri ini bersifat fakultatif anaerob, dapat tumbuh pada rentang suhu
yang luas (4-43C), tetapi tumbuh paling optimal pada suhu 25-28C. Pada suhu ruang
semua spesies Yersinia (kecuali Yersinia pestis) bersifat motil karena adanya peritrichous
atau paripollar flagella, dan menjadi tidak motil pada suhu 37C.1,2
Gambar 1. Pewarnaan bipolar Yersinia pestis dengan karakteristik closed safety pin
pada pewarnaan Giemsa1
Sebagian besar strain tumbuh baik pada MacConkey agar dan banyak media selektif
lainnya, tetapi tidak tumbuh baik pada media cair dan tidak membentuk suspensi bakteri
yang keruh. Pada protein-based broth dan Thioglycolate broth, pertumbuhan Yersinia
pestis akan tampak menyerupai stalagmite yang menempel pada tabung dan tumbuh ke
arah broth. Bentukan stalagmite yang lepas akan menjadi fragmen-fragmen seperti kapas
yang terakumulasi di bagian dasar tabung. Bakteri ini menunjukkan reaksi katalase
positif dan Oksidase negatif. Saat ini, genus Yersinia terdiri dari 11 spesies. Sebagian
besar spesies dapat diisolasi dari manusia, tetapi hanya ada 3 spesies yang bersifat
patogen pada manusia, yaitu Yersinia pestis, Yersinia enterolytica, dan Yersinia
pseudotuberculosis.1,2,3
YopT adalah suatu sitotoksin yang menyebabkan disrupsi filamen aktin. Semua protein
efektor yang dikode pLCR ini menggangu signaling intraseluler dan menyebabkan
perubahan sitoskeletal yang mengganggu fungsi fagositosis.4
Spesies Yersinia patogen dapat dibagi lagi menjadi strain dengan patogenitas rendah
(memicu infeksi usus ringan pada manusia dan menyebabkan infeksi non letal pada tikus
dengan dosis rendah) dan strain dengan patogenitas tinggi (menyebabkan infeksi sistemik
yang parah pada manusia dan akan membunuh tikus pada dosis rendah) berdasarkan
ada/tidaknya suatu fragmen kromosom besar dengan karakterikstik pathogenicity island
(HPI/High pathogenecity island), yang mengandung gen pengkode yersiniabactin, yaitu
suatu siderophore yang menjamin ketersediaan besi untuk hidupnya.1,3
Tabel 2. Pembagian strain Yersinia menjadi tiga kelompok patogenitas berdasarkan plasmid
virulen dan HPI3
Sebagian besar gen yang terkandung dalam HPI berperan dalam akuisisi besi yang
diperantarai oleh siderophore sehingga HPI juga sering disebut sebagai iron capture
island. Lokus gen yang terlibat dalam akuisisi besi yang diperantarai oleh yersiniabactin
terdiri dari 11 gen yang terorganisasi dalam empat operon. Fungsi dari semua gen ini
belum diketahui secara pasti, tetapi dapat dibagi menjadi 3 kelompok fungsional, yaitu,
biosintesis yersiniabactin, transport ke sel bakteri (outer membrane receptor and
transporter), dan regulasi. Gen-gen dalam HPI selain iron capture island adalah gen-gen
mobilitas (insertion sequence (IS) atau gen bakteriofag).3
fulminant dengan sputum yang penuh darah dan mengandung bakteri batang gram negatif
harus meningkatkan kecurigaan kita akan kemungkinan serangan bioterorisme.5,6
Yersinia pestis memiliki plasmid berukuran 70-kb yang mengandung gen penyandi
faktor virulensi yang berupa penghambatan produksi sitokin proinflamasi, resistensi
fagositosis, dan peningkatan kemampunan survival intraseluler. Gen penyandi faktor
virulensi juga ditemukan di kromosom, di antaranya adalah gen penyadi endotoxin
lipopolisakarida yang poten dan faktor pigmentasi, hemin storage locus (hms).5
Ketika menggigit manusia, kutu ini akan makan secara agresif dan memuntahkan
sejumlah besar Yersinia pestis ke luka gigitan.
difagositosis dan dibunuh oleh sel-sel polimorfonuklear, dan beberapa akan difagositosis
oleh sel mononuklear.
melainkan akan dibawa ke lymph node regional di mana bakteri akan menstimulasi
respon inflamasi yang kuat yang secara klinis akan tampak sebagai bubo. Bakteri yang
menginvasi pembuluh darah akan memicu terjadinya bakteremia, yang jika tidak diterapi
secara adekuat dapat menyebabkan terjadinya pneumonia sekunder, DIC, gagal ginjal
akut, dan syok. Selain itu, pemblokan pembuluh darah di daerah akral yang lebih dingin
(jari-jari, telinga, hidung) akan menyebabkan terjadinya gangrene (Black death).5
Transmisi bakteri akibat inokulasi langsung dapat terjadi pada para pemburu yang
berkontak dengan bangkai tikus,kelinci, anjing hutan maupun kucing ganas yang
terinfeksi. Transmisi melalui aerosol dapat terjadi dengan perantaraan hewan peliharaan
yang terinfeksi, misalnya kucing. Kucing rumah yang memakan tikus yang terinfeksi
akan mengalami infeksi faring yang kemudian akan secara langsung mentransmisikan
bakteri ke manusia melalui droplet respiratorik dan menyebabkan terjadinya pneumonic
plague primer.5
5. Manifestasi Klinis
Penyakit yang disebabkan oleh Yersinia pestis disebut dengan istilah penyakit pes.
Penyakit pes bisa bermanifestasi sebagai bubonic plague (terutama), septicemic plague,
pneumonic plague, atau bentuk klinis penyakit lain yang sebagian juga dipengaruhi oleh
rute paparannya. Periode inkubasi umumnya antara 2-7 hari, tetapi dapat lebih singkat (1
hari) pada pneumonic plague primer.1,2,5
Bubonic plague ditandai dengan lymph node yang meradang dan bengkak, berukuran
1-10 cm. Bubonic plague terjadi akibat gigitan kutu yang terinfeksi pada kulit penderita.
Bakteri yang diinokulasikan pada tempat gigitan kutu kemudian ditransport ke lymph
node regional (umumnya axilla, groin, cervical) dan bermultiplikasi. Hal ini
menyebabkan peradangan pada lymph node, ditandai dengan pembengkakan lymph node
yang umumnya terjadi pada hari pertama. Bubonic plague biasanya tidak disertai dengan
terjadinya ascending lymphangitis. Gejala klinis lain yang meyertai bubonic plague di
antaranya adalah demam tinggi, menggigil, nyeri kepala dan malaise. Pada beberapa
pasien, lymph node mengalami kerusakan sehingga memungkinkan diseminasi
hematogen dari bakteri dan menyebabkan septicemic plague sekunder yang dapat
6
berakhir dengan DIC yang disertai dengan petekiae dan gangrene (sering pada jari-jari
dan hidung).2,5
purulen, tetapi dapat juga watery, frothy, bercampur darah atau grossly hemorragic.
Rontgen dada pada awalnya menunjukkan gambaran lobar pneumonia, diikuti dengan
dense consolidation dan penyebaran bronkogenik ke lobus lain pada paru yang sama atau
paru yang lain. Penyakit ini hampir selalu fatal dan dapat menyebabkan kematian jika
tidak diterapi dalam waktu 24 jam setelah onset penyakit.5
mukosa faring, sputum atau spesimen respiratorik bawah lainnya, liquor cerebrospinal
atau spesimen lain tergantung dari tanda dan gejala klinis yang muncul. Aspirat bubo
didapat dengan pertama-tama menginjeksikan 2 ml larutan saline sterile ke bubo
menggunakan spuit 10 cc dengan nedle 20G, kemudian menarik plunger beberapa kali
sampai larutan saline bercampur darah.5
Media kultur yang digunakan untuk isolasi Yersinia pestis di antaranya adalah BHI
broth, Sheep blood agar (SBA), chocolate agar, dan MacConkey agar. Pada SBA atau
MacConkey agar, Yersinia pestis akan tampak sebagai koloni kecil berukuran 1-2 nm
setelah 24-48 jam inkubasi pada suhu 37C. Pada inkubasi 72 jam, pada SBA akan
tampak koloni non hemolitik dengan morfologi seperti telur goreng (fried egg
appearance). Pada MacConkey agar, Yersinia pestis menunjukkan pertumbuhan koloni
non lactose fermenter. Pada thioglycolate broth atau protein-based broth, Yersinia pestis
akan tumbuh seperti gambaran stalagmite yang menempel pada tabung dan tumbuh ke
8
arah broth di mana bentukan stalagmite yang lepas akan menjadi fragmen-fragmen seperti
kapas yang terakumulasi di bagian dasar tabung. Bakteri ini relatif inert/tidak responsif
secara
biokimiawi
sehingga
sistem
identifikasi
komersial
sering
kali
gagal
Jika
Uji serologi
menunjukkan hasil positif jika ditemukan kadar antibodi 1:128 pada pasien yang tidak
divaksinasi, atau peningkatan titer 4x antara fase akut dan fase konvalesen. 5
7. Terapi
Tanpa terapi, 50% pasien dengan bubonic plague dan hampir semua pasien dengan
septicemic atau pneumonic plague akan meninggal. Antibiotik harus diberikan segera
setelah mengambil spesimen untuk tujuan diagnostik. Antibiotik pilihan untuk penyakit
pes adalah Streptomycin, yang harus diberikan secara intramuskular dengan dosis 2x
15mg/kgBB sehari (maksimal 1 gram) selama 7 hari atau sedikitnya sampai 3 hari setelah
demam atau gejala lain hilang.
streptomycin harus digunakan secara hati-hati pada wanita hamil, lansia dan pasien
dengan gangguan pendengaran. 5
Sebagai alternatif terhadap streptomycin, antibiotik lain yang dapat digunakan di
antaranya
adalah
gentamycin,
tetracycline,
doxycycline,
levofloxacin,
dan
dilanjutkan dengan 50-60 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis terbagi. Tergantung dari kondisi
klinisnya, dosis chloramphenicol dapat diturunkan menjadi 25-30 mg/kgBB/hari untuk
mengurangi resiko terjadinya supresi sumsum tulang yang reversibel. 5
8. Yersinia enterolitica dan Yersinia pseudotuberculosis
Yersinia enterolitica dan Yersinia pseudotuberculosis merupakan 2 spesies dalam
genus Yersinia yang tergolong bakteri enteropatogen dan menyebabkan infeksi pada
manusia melalui jalur transmisi fecal-oral, yaitu setelah memegang binatang atau bangkai
binatang yang terkontaminasi, setelah mengkonsumsi makanan atau minuman yang
10
Kromosom
Y.enterolitica patogen mengandung gen inv (mengkode invasin, suatu outer membrane
protein yang diperlukan untuk translokasi bakteri melewati epitel usus), gen avl
(mengkode outer membrane protein yang penting untuk fungsi adhesi, invasi dan
resistensinya terhadap lisis yang diperantarai oleh komplemen), gen yst (mengkode
yersinia heat stable enterotoxin yang berperan penting dalam patogenesis diare
yersiniosis), gen myf (mengkode antigen fimbriae dan adhesin).
11
Strain Yersinia
enterolitica 1B/O:8 memiliki HPI yang mengandung gen pengkode yersiniobactin dengan
peran yang sama seperti yang ditunjukkan pada Y.pestis.5,7
10. Patogenesis
Infeksi oleh Y.enterolitica maupun Y.pseudotuberculosis terjadi setelah bakteri ini
(minimal berjumlah 109) masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran cerna. Di dalam
tubuh manusia (suhu 37C) bakteri mengekspresikan beberapa faktor virulensi yang
memicu adhesi ke sel epitel usus halus dan melewati barier usus melalui sel M. Dua
properti patogenik yang dimiliki oleh Yersinia enterolitica untuk terjadinya enterocolitis
adalah kemampuan penetrasi dinding usus dan produksi heat-stable enterotoxin.5,7
Untuk terjadinya enterocolitis ada 4 tahap yang dilalui, yaitu adaptasi, adhesi, invasi,
dan diseminasi lokal dan sistemik. Sebelum mengkolonisasi usus, yersinia pertama kali
harus beradaptasi dengan usus manusia pada suhu sekitar 37C. Adaptasi ini diperankan
oleh beberapa outer membrane protein (polipeptida) yang dikode oleh gen pada pYV dan
diekspresikan pada suhu 37C tetapi tidak pada suhu 25C. Setelah beradaptasi dengan
suasana usus, bakteri selanjutnya akan melakukan adhesi pada sel epitel usus yang
diperantarai oleh fimbriae. Beberapa strain Yersinia enterolitica menghasilkan adhesin
fimbriae, Myf (mucoid Yersinia fibrillae) yang merupakan faktor kolonisasi.7
12
Setelah menempel pada sel epitel usus, selanjutnya Yersinia enterolitica akan
menginvasi sel epitel usus. Proses invasi/internalisasi bakteri ini terjadi dengan cara
membran sel epitel usus seakan-akan membungkus bakteri. Hal ini melibatkan interaksi
antara protein permukaan bakteri (Invasin) dengan molekul adhesi pada permukaan sel
epitel usus (1 integrin) melalui proses yang disebut proses zippering.7
13
14
umumnya terjadi beberapa hari sampai 1 bulan setelah onset diare dan berlangsung
dalam hitungan bulan. Selain itu, walaupun jarang, infeksi oleh Y.enterolitica dapat
bermanifestasi sebagai erythema nodosum, faringitis eksudatif, septicemia, dan
endocarditis.5
Manifestasi klinis yang paling sering terjadi akibat infeksi oleh Y.pseudotuberculosis
adalah mesenteric adenitis, dengan gejala klinis yang sangat menyerupai appendicitis
akut (demam dan nyeri perut kuadran kanan bawah).
reaksi silang satu sama lain dan reaksi silang dengan bakteri lain (Brucella, Vibrio,
Bartonella, Borrelia, dan E.coli). Y.pseudotuberculosis tipe II dan IV bereaksi silang
dengan Salmonella group B dan D. 5
13. Terapi
Y.enterolitica mengahasilkan -lactamase sehingga isolat Y.enterolitica
resisten
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Versalovic, J., Carrol, K.C., Funke, G., Jorgensen, J.H., Landry, M.L., Warnock, D.W.
2011. Manual of Clinical Microbiology, 10th Edition. Washington DC : ASM Press.
2. Mahon, C.R., Lehman, D.C., Manuselis, G. 2015. Textbook of Diagnostic
Microbiology. 5th Edition. China : Elsevier, Saunders.
3. Carniel, E. 1999. Review Article : The Yersinia high-pathogenicity island.
International Microbiology (1999) 2:161-167.
4. Huang, X.Z., Nikolich, M.P., Lindler, L.E. 2006. Current Trends in Plague Research:
From Genomics to Virulence. Clinical Medicine & Research, Volume 4, Number 3:
189-199. Available online at: www.clinmedres.org
5. Bennett JE, Dolin R, Blaser MJ. 2015. Mandell, Douglass, and Bennetts Principles
and Practice of Infectious Diseases. 8th Edition. Canada : Elsevier, Saunders.
6. Federal Select Agent Program by DHHS, CDC and USDA. Available online at :
www.selectagents.gov
7. Sabina Y., Rahman A., Ray RC, Montet D. 2011. Review Article : Yersinia
enterolitica : Mode of Transmission, Molecular Insights of Virulence, and
Pathogenesis of Infection. Journal of Pathogens Volume 2011, Article ID 429069,
doi:10.4061/2011/429069.
17