Anda di halaman 1dari 9

Diagnosa klinis merupakan rangkaian pemeriksaan medis terhadap kondisi fisik suatu

hewan atau struktur lain yang terdapat pada tubuh suatu hewan untuk mendapatkan kesimpulan
berupa diagnosis sekaligus pemeriksaan dengan menggunakan alat bantu diagnostika sebagai
pelengkap untuk mendapatkan peneguhan diagnosis (Widodo, 2011).
Tata cara pemeriksaan fisik hewan dapat dilakukan dengan catur indera pemeriksa, yakni
dengan cara inspeksi, palpasi atau perabaan, perkusi atau mengetuk, auskultasi atau mendengar,
mencium atau membaui, mengukur dan menghitung, pungsi pembuktian, tes alergi,
pemeriksaaan laboratorium klinik serta pemeriksaan dengan alat dignostik lain (Widodo, 2011).
Sinyalmen merupakan ciri pembeda yang membedakannya dari hewan lain sebangsa dan
sewarna meski ada kemiripan satu sama lainnya (twin) (Widodo, 2011). Sinyalmen terdiri dari
data pasien yang harus diketahui seperti nama/nomor, spesies, ras/breed, kelamin/sex, umur/age,
bulu dan warna/spesifik pattern, berat badan dan tanda-tanda lain yang penting, dan data yang
lain yang harus diketahui yaitu data klien yang berupa nama, alamat dan nomor telepon
(Ikliptikawati, 2014).
Anamnesis atau history atau sejarah hewan adalah berita atau keterangan atau lebih
tepatnya keluhan dari pemilik hewan mengenai keadaan hewannya ketika dibawa dating
berkonsultasi untuk pertama kalinya, namun dapat pula berupa keterangan tentang sejarah
perjalanan penyakit hewannya jika pemilik telah sering dating berkonsultasi (Widodo, 2011).
Melihat, membau, dan mendengar penting untuk pemeriksaan fisik. Dokter hewan yang
baik menghindari membuat keputusan diagnosa berdasarkan data turunan dari laboratorium yang
melewatkan pemeriksaan fisik karena korelasi semua data relevan untuk determinasi diagnosa
yang tepat.Ketika memungkinkan, suhu dan berat badan hewan seharusnya dicatat sebelum
dokter hewan masuk ruang pemeriksaan. Hal ini dilakukan oleh kooperator yang berkesempatan
untuk komunikasi dengan pemilik hewan atau klien, mengumpulkan informasi yang
berhubungan, catat perubahan berat, dan identifikasi pemilik hewan atau klien.Ini adalah
kesempatan yang baik bagi kooperator untuk mencatat obat yang baru saja diberikan,
penggunaan agen profilaksis (misal untuk cacing hati dan kutu), status vaksinasi hewan, dan
status reproduksinya (misal mandul, normal, atau siklus birahi terakhir).Pemeriksaan fisik mulai
ketika dokter hewan memasuki ruang pemeriksaan. Dokter klinik harus melihat kenampakan
umum tentang hewan.(Ettinger, 2010).
Pemeriksaan Fisik pada Kucing
A. Umum
Setelah dilakukan sinyalemen atau registrasi dan anamnesa maka selanjutnya dilakukan
pemeriksaan umum yang meliputi; Inspeksi diantaranya melihat, membau, dan mendengarkan
tanpa alat bantu. Diusahakan agar hewan tenang dan tidak curiga kepada pemeriksa. Inspeksi
dari jauh dan dekat terhadap pasien secara menyeluruh dari segala arah dan keadaan sekitarnya.
Diperhatikan pula ekspresi muka, kondisi tubuh, pernafasan, keadaan abdomen, posisi berdiri,
keadaan lubang alami, aksi dan suara hewan. (Fowler. 2008).

Pulsus, temperatur dan nafas


Pulsus diperiksa pada bagian arteri femoralis yaitu sebelah medial femur (normal: 92150/menit). Nafas diperiksa dengan cara menghitung frekuensi dan memperhatikan kualitasnya
dengan cara melihat kembang-kempisnya daerah thoraco-abdominal dan menempelkan telapak
tangan di depan cuping bagian hidung (normal: 26-48/menit). Temperatur diperiksa
pada rectum dengan menggunakan termometer (normal: 37,6-39,4). (Fowler. 2008).
Selaput lendir
Conjunctiva diperiksa dengan cara menekan dan menggeser sedikit saja kelopak mata
bawah. Penampakan conjunctiva pada kucing tampak pucat. Membran mukosa yang
tampak anemia (warna pucat) dan lembek merupakan indikasi anemia. Intensitas
warna conjunctiva dapat
menunjukkan
kondisi
peradangan
akut
seperti
enteritis, encephalonitis dan kongesti pulmo akut. Cyanosis (warna abu- abu kebiruan)
dikarenakan kekurangan oksigen dalam darah, kasusnya berhubungan dengan pulmo atau sistem
respirasi. Jaundice (warna kuning) karena terdapatnya pigmen bilirubin yang menandakan
terdapatnya gangguan pada hepar. Hiperemi (warna pink terang) adanya hemoragi
petechial menyebabkan hemoragi purpura (Fowler. 2008).
B.

Sistemik
Sistem Pencernaan
Pakan atau minum diberikan untuk melihat nafsu makan dan minum. Kemudian dilihat
juga keadaan abdomen antara sebelah kanan dan kiri. Mulut, dubur, kulit sekitar dubur dan kaki
belakang juga diamati, serta cara defekasidan fesesnya. (Fowler. 2008).

1) Mulut, Pharynx, dan Oesophagus


Mulut kucing dibuka dengan menekan bibir kebawah gigi atau ke dalam mulut, dan
dilakukan inspeksi. Bila perlu, tekan lidah dengan spatel agar dapat dilakukan inspeksi dengan
leluasa seperti bau, mulut, selaput lendir mulut, pharynx, lidah, gusi, dan gigi-geligih serta
kemungkinan
adanya lesi,
benda
asing,
perubahan
warna,
dan
anomali
lainnya. Oesophagus dipalpasi dari luar sebelah kiri dan pharynx. (Fowler. 2008).
2) Abdomen
Inspeksi dilakukan pada abdomen bagian kiri dan kanandengan memperhatikan
isi abdomen yang teraba serta dilakukan auskultasi dari sebelah kanan ke kiri untuk
mengetahui peristaltik usus. Lakukan pula eksplorasi dengan jari kelingking, perhatikan
kemungkinan adanya rasa nyeri pada anus atau rektum, adanya benda asing atau feses yang
keras. (Fowler. 2008).
Sistem Pernafasan
Adanya aksi-aksi atau pengeluaran seperti batuk, bersin hick-up, frekuensi dan tipe
nafasnya perlu diperhatikan. (Fowler. 2008).

1) Hidung
Perhatikan keadaan hidung dan leleran yang keluar, rabalah suhu lokal dengan
menempelkan jari tangan pada dinding luar hidung. Serta lakukanlah perkusi pada
daerah sinusfrontalis. (Fowler. 2008).
2) Pharynx,Larinx, Trakea
Dilakukan palpasi dari luar dengan memperhatikan reaksi dan suhunya, perhatikan
pula limfoglandula regional, suhu, konsistensi, dan besarnya, lalu bandingkan
antara limfoglandula kanan dan kiri. (Fowler. 2008).
3) Rongga dada
Perkusi digital dilakukan dengan membaringkan kucing pada alas yang kompak, dan
diperhatikan suara perkusi yang dihasilkan. Palpasi pada intercostae lalu perhatikan adanya rasa
nyeri pada pleura dan edeme subcutis. (Boddie. 1962). (Fowler. 2008).
Sistem Sirkulasi
Diperhatikan
adanya
kelainan
alat
peredaran
darah
seperti anemia, sianosis, edema atau ascites, pulsus venosus, kelainan pada denyut nadi, dan
sikap atau langkah hewan.Periksa frekuensi, irama dan kualitas pulsus atau nadi, kerjakan
pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi pada daerah jantung (sebelah kiri).
Perhatikan pula adanya pulsasi di daerah vena jugularis dengan memeriksa pada 1/3 bawah leher.
(Boddie. 1962).
Sistem Limphatica
Dilakukan inspeksi, untuk mengetahui kemungkinan adanya kebengkakan pada
limfoglandula. Limfoglandulayang dapat dipalpasi pada kucing yaitu; lgl. submaxillaris, lgl.
parotidea, lgl. retropharyngealis, lgl. cervicalis anterior, lgl. cervicalis medius, lgl. cervicalis
caudalis, lgl. prescapularis, lgl. axillaris (dapat teraba jika kaki diabduksikan), lgl. inguinalis, lgl.
superficialis (pada
betina
disebut lgl.
supramammaria), lgl.
poplitea, lgl.
mesenterialis. Palpasi dilakukan di daerah limfoglandula, dengan cara memperhatikan reaksi,
panas, besar dan konsistensinya serta simetrinya kanan dan kiri (Boddie. 1962).
Sistem Lokomotor
Perhatikanlah posisi, cara berdiri dan berjalan hewan. Periksalah musculi dengan
membandingkan ekstremitas kanan dan kiri. Serta melakukan palpasi. Perhatikan pula suhu,
kontur, adanya rasa nyeri dan pengerasan. Pemeriksaan tulang seperti musculi diperhatikan
bentuk, panjang dan keadaan. Persendian diperiksa dengan cara inspeksi cara berjalan dan
keadaan persendian, lakukanlah palpasi apakah ada penebalan, cairan (pada
kantongsynovial ataukah pada vagina tendinea) (Boddie. 1962).
Organ Uropoetica
Perhatikanlah sikap pada waktu kencing. Amati air seni (kemih) yang keluar, warnanya,
baunya dan adanya anomali (darah, jonjot, kekeruhan dan lain sebagainya). (Boddie. 1962).

MATERI DAN METODE


Praktikum dilakukan di Labaratorium Diagnosa Klinik, Fakultas Kedokteran Hewan,
Universitas Brawijaya. Peralatan yang digunakan saat praktikum antara lain penlight,
thermometer dan stetoskop.
Metode yang digunakan adalah metode sinyalmen, anamnesis, inspeksi, palpasi, perkusi,
auskultasi, mencium atau membaui, mengukur dan menghitung.
Sinyalmen merupakan identitas diri suatu hewan yang membedakannya dengan hewan
yang lain. Fungsi lain dari sinyalmen adalah pencantuman status kesehatan hewan di surat
kesehatan hewan atau surat statuus vaksinasi yang telah dijalaninya. Selain itu sebagai identitas
diri di dalam rekam medik kerumahsakitan.
Anamnesis adalah berita atau keterangan atau lebih tepatnya keluhan klien atau pemilik
hewan mengenai keadaan hewannya. Cara mendapatkan anamnesis dengan menggunakan
pertanyaan-pertanyaan menyidik namun tidak disadari oleh pemilik hewan. Seorang dokter
hewan harus berusaha mendapatkan keterangan selengkap mungkin dari pemilik hewan untuk
memperoleh peneguhan diagnosis.
Metode inspeksi dilakukan dengan cara melihat, membau, dan mendengarkan tanpa alat
bantu.
Metode palpasi (meraba) dilakukan dengan cara superficial maupun profundal. Palpasi
superficial dilakukan dengan meraba seluruh tubuh kucing dimulai dari kepala hingga ke ekor
hanya pada bagian superficial, sedangkan palpasi profundal dilakukan hampir sama dengan cara
palpasi superficial namun dengan sedikit menekan untuk memastikan tidak ada kelainan pada
tubuh kucing ataupun tidak ada tulang yang patah.
Metode perkusi (mengetuk), perkusi dapat dilakukan dengan menggunakan hammer
ataupun dengan menggunakan ujung jari. Perkusi yaitu mengetuk-ngetuk bagian tubuh kucing
dan didengarkan ada tidaknya kelainan atau bunyi yang berbeda (tidak normal) pada beberapa
bagian tubuhnya seperti perkusi daerah abdomen untuk mendengarkan suara usus kucing,
perkusi daerah thorax untuk mendengarkan suara normal dan tidak normal pada paru-paru dan
jantung, dapat juga dilakukan perkusi pada bagian hidung untuk mengetahui ada tidaknya
penumpukan cairan atau kelainan yang lain.
Metode auskultasi (mendengarkan), dilakukan dengan menggunakan stetoskop. Auskultasi
biasanya digunakan untuk mendengar suara jantung hewan, suara paru-paru, suara gerakan
peristaltik lambung maupun suara detak jantung janin pada kehamilan trimester akhir atau
kebuntingan tua.
Mencium atau membaui, ini dimaksudkan untuk mengetahui perubahan aroma atau bau
yang ditimbulkan atau dikeluarkan dari lubang umlah hewan yang nantinya akan dapat menuntun
pemeriksaan fisik hewan pada kejadian penyakit tertantu.
Mengukur dan menghitung dilakukan secara kuantitatif menggunakan satuan-satuan yang
lazim untuk pengukuran dan penghitungan, yaitu kali, per, menit dan derajat celcius.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
Pada praktikum ini, diperoleh data pasien (sinyalmen) berupa:
Nama hewan
: Asap
Spesies
: kucing
Ras/Breed
: mix
Kelamin/Sex
: jantan
Umur/Age
: 5 bulan
Berat badan
: 2 kg
Warna bulu
: putih kuning
Pada klien atau si pemilik hewan diperoleh data:
Nama
: Herry Wildan
Alamat
:
Nomor Telepon
: 085280028008
Berat badan menunjukan bahwa berat kucing normal yakni 2 kg. Pada hewan yang
diinspeksi selama praktikum ditemukan bahwa pasien aktif cara berjalan normal, warna rambut
normal/cerah, terdapat leleran disekitar hidung, warna konjunctiva pink, bagian tubuh lain seperti
kulit normal tetapi pernah ditemukan adanya ektoparasit, tidak terdapat tonjolan ataupun lesi,
daerah sekitar mulut bersih, tidak mengalami dehidrasi setelah dilakukan pemeriksaan kulit, serta
bau mulut normal.
Pemeriksaan pulsus dilakukan dengan cara meraba hewan kecil dibagian arteria femoralis
di sebelah medial dari femur dan dilakukan perhitungan selama satu menit, dan pada perhitungan
frekuensi nafas dilihat dari gerakan daerah toracoabdominal dalam keadaan hewan istirahat, dan
mengambil kapas untuk diletakkan di depan hidung pasien dan dihitung frekuensi nafasnya
selama satu menit. Pemeriksaan pulsus dan nafas diperoleh pulsus pasien 112 kali/menit, dan
frekuensi nafasnya 100 kali/menit. Untuk mengukur suhu tubuh digunakan thermometer digital,
dengan cara memasukkan ujung thermometer ke dalam anus pasien dan menekan tombol ON
dan ditunggu hingga adanya bunyi maka diperolehlah suhu tubuhnya. Suhu tubuh pasien pada
praktikum ini yaitu 39,3 C.
Pemeriksaan musculoskeletal posisi kepala dan leher kucing dalam kondisi normal dan
pada saat dilakukan palpasi pada sendi kepala dan leher juga memperlihatkan kondisi normal.
Pemeriksaan alat pencernaan. Pada mulut setelah dibuka tidak tercium bau urea, gusi
berwarna pink pucat, lidah dan gigi bersih, pada faring, esophagus dan abdomen hingga ke
daerah anus setelah dilakukan palpasi tidak menunjukkan batuk atau kontraksi berlebihan dari
kucing yang menunjukkan bahwa si pasien (kucing) berada dalam keadaan sehat. Berdasarkan
keterangan dari pemilik hewan feses kucing memiliki warna, konsistensi dan frekuensi yang
normal.
Pemerikaan alat pernafasan menunjukan kondisi normal dimana tidak terdapat adanya
discharge pada hidung kucing.

Setelah palpasi dilakukan auskultasi. Setelah dilakukan auskultasi tidak ditemukan


kelainan pada suara jantung, paru-paru maupun kelainan di daerah abdomen.
Pemeriksaan sistem getah bening. Pemeriksaan ini dilakukan dengan melakukakn palpasi
pada daerah-daerah dengan limphoglandula, di mana jika ada pembengkakan maka daerah
sekitarnya dapat kita simpulkan mengalami suatu peradangan atau kelainan. Adapun daerah
palpasi limphoglandula pada anjing yaitu lg. mandibularis, lg. retroparingealis, lg. prescapularis,
lg. axillaris, lg. inguinalis dan lg. poplitea.
Pemeriksaan urogenital, menurut keterangan dari pemilik kucing minum kucing normal,
sehingga urine yang dikeluarkannya pun dalam kondisi normal.
Pemeriksaan system syaraf menunjukkan bahwa tingkat kesadaran pada kucing normal.
Pemeriksaan mata dan telinga pada kucing memperlihatkan kondisi normal.
B. Pembahasan
Pemeriksaan pulsus dan nafas diperoleh pulsus pasien 112 kali/menit, dan frekuensi
nafasnya 100 kali/menit. Diketahui bahwa pulsus normal kucing adalah 92-150 kali/menit,
artinya pulsus pasien normal. Sedangkan frekuensi nafas yang normal pada kucing yaitu 26-48
kali/menit artinya frekuensi nafas tidak normal. Suhu tubuh pasien pada praktikum ini yaitu 39,3
C. diketahui suhu tubuh normal kucing yaitu 37,6 - 39,4 C artinya pasien memiliki suhu tubuh
yang normal.
Pinjal merupakan serangga ektoparasit yang hidup pada permukaan tubuh inangnya.
Inangnya terutama hewan peliharaan seperti kucing, dan anjing (Soviana dkk, 2003). Secara
morfologi perbedaan yang jelas anatara kutu dan pinjal yang sama-sama tidak bersayap adalah
bahwa tubuh pinjal dewasa yang pipih bilateral., sedangkan kutu tubuhnya pipih dorsoventral.
Dengan demikian bentuk pinjal secara utuh dapat dilihat dari pandangan samping. Bentuk
tubuhnya yang unik ini ternyata amat sesuai dengan habitatnya diantara bulu atau rambut
inangnya. Pengenalan pinjal secara mudah adalah apabila kita mengelus kucing, dan tiba-tiba
secara sekelebat kita menemukan makhluk kecil yang melintas diantara bulu-bulu kucing dan
kemudian menghilang (Soviana dkk, 2003).
Pinjal kucing termasuk family Pulicidae, tidak bersayap, memiliki tungkai panjang, dan
koksa-koksa sangat besar. Tubuh gepeng di sebelah lateral dilengkapi banyak duri yang
mengarah ke belakang dan rambut keras. Sungut pendek dan terletak dalam lekuk-lekuk di dalam
kepala. Bagian mulut tipe penghisap dengan 3 stilet penusuk. Metamorfosis sempurna (telurlarva-pupa-imago), telur tidak berperekat, abdomen terdiri dari 10 ruas. Larva tidak bertungkai
kecil, dan keputihan. Memiliki 2 ktinidia baik genal maupun prenatal. Perbedaan jantan dan
betina:Jantan tubuh punya ujung posterior seperti tombak yang mengarah ke atas, antena lebih
panjang dari betina. Betina : tubuh berakhir bulat, antena lebih pendek dari jantan (Soviana dkk,
2003).
Cyanosis (warna abu- abu kebiruan) dikarenakan kekurangan oksigen dalam darah, kasusnya
berhubungan dengan pulmo atau sistem respirasi. Jaundice (warna kuning) karena terdapatnya
pigmen bilirubin yang menandakan terdapatnya gangguan pada hepar. Hiperemi (warna pink
terang) adanya hemoragi petechial menyebabkan hemoragi purpura (Boddie. 1962). Adanya

peningkatan level bilirubin dalam plasma (hiperbilirubinemia) dapat terjadi akibat 6 gangguan
utama: (1) Produksi bilirubin unconjugated yang berlebihan karena haemoglobin, (2) Gangguan
up-take bilirubin unconjugated oleh sel hati yang tidak sempurna, (3) Konjugasi dari bilirubin
unconjugated yang tidak sempurna oleh sel hati, (4) Eksresi bilirubin conjugated oleh sel hati
yang tidak sempurna, (5) Obstruksi aliran empedu dalam hati sering karena peradangan yang
menyebabkan pembengkakan sel, (6) Obstruksi aliran empedu diluar hati karena adanya
sumbatan atau tekanan pada duktus empedu (Boddie. 1962).
Limfonodus atau kelenjar getah bening merupakan unit sistem limfatik ragawi secara
struktural maupun fungsional, dapat sebagai satu nodule limfe atau sekelompok yang berada
pada lokasi sama. Kebengkakan Ln dapat menunjukkan: (1) adanya sebuah peradangan lokal
yang akut di daerah resorbsinya, (2) merupakan bagian dari sistem pertahanan ragawi terhadap
suatu penyakit menular, misalnya pada penyakit anthrax, (3) adanya reaksi dari sebuah
peradangan kronis, (4) infeksi pada Ln itu sendiri sebagai akibat penularan suatu lesio kecil di
daerah resorbsinya, (5) pembentukan tumor yang bersifat primer, artinya berasal dari Ln itu
sendiri atau dapat bersifat sekunder, yang berpindah ke Ln bersangkutan dari jaringan lain di
dekatnya, (6) sebagian dari kebengkakan umum dari semua jaringan limfatis, misalnya
limfadenoma atau limfosarkoma; atau pada semua limfonodus, misalnya pada leukaemia
limfatikus. Dalam keadaan akut, Ln yang bengkak nyata berciri panas, sakit, dan lobulasinya
jelas. Dalam keadaan kronis, Ln membengkak, tetapi tidak panas dan tidak sakit, konsistensinya
keras, terkadang Ln melekat pada kulit yang terletak diatasnya. Ln dalam keadaan infektif
dengan eksudasi purulent, maka dari palpasi dapat dirasakan fluktuatif dan kulit di sekitarnya
dapat panas. Kebengkakan Ln secara hebat dapat menekan sebuah struktur penting yang terletak
di dekatnya. Misalnya: larings meradang membengkak yang disebut laringitis menyebabkan
sesak nafas (dispnoe) (Handayani, 2000).
Aritmia merupakan masalah pada jantung yang terjadi ketika organ tersebut berdetak terlalu
cepat, terlalu lambat, atau tidak teratur. Hal ini disebabkan oleh impuls elektrik yang berfungsi
mengatur detak jantung tidak bekerja dengan baik (Starry, 2011). Bradikardia merupakan istilah
yang digunkan untuk menyebut perlambatan detak jantung. . Secara patologis bradikardia juga
dapat disebabkan oleh penyakit otak, ikterus, dan gangguan hantaran elektrik jantung. Takikardia
adalah denyut jantung yang lebih cepat daripada denyut jantung normal.
Macam-macam leleran hidung, antara lain: Mukus adalah viskoelastik, cairan homogen yang
berisi matriks berair, glikoprotein, protein, dan lipid. Mukus diproduksi oleh sel-sel mukosa,
yang bentuknya seperti membuat selaput lendir dan kelenjar lendir. Selaput lendir dapat
ditemukan pada lapisan sistem pernapasan, sistem pencernaan, sistem reproduksi, dan sistem
kemih. Istilah mukosa digunakan untuk mengidentifikasi membran mukosa tertentu. Misalnya,
garis mukosa pernafasan saluran pernapasan, saluran mukosa lambung perut, dan garis mukosa
usus usus kecil dan besar. Mukus berfungsi sebagai pelumas dan melindungi lapisan sel dalam
tubuh. Juga, membantu untuk menghilangkan bakteri dan partikel asing lainnya dari tubuh.

Serosa adalah cairan yang berisi terutama air dan beberapa protein seperti enzim amilase. Hal
ini dihasilkan oleh sel-sel serosa, yang disusun sebagai kelompok yang disebut asinus dalam
kelenjar serosa. Kelenjar serosa sebagian besar ditemukan pada kelenjar parotis dan kelenjar
lakrimal. Serosa dapat juga diproduksi oleh kelenjar campuran seperti kelenjar submaksilaris.
Kelenjar Campuran menghasilkan baik lendir dan serosa. Selain itu, serosa dapat ditemukan di
ruang antara paru-paru dan kantung pleura sebagai cairan pleural, di ruang antara jantung dan
kantong perikardial sebagai cairan perikardial, dan di antara usus dan kantung peritoneal
sebagai cairan peritoneum . Fungsi utama serosa adalah untuk membantu pencernaan pati,
memungkinkan organ untuk bergerak bebas, dan mencegah gesekan. Purulent adalah cairan yang
berisi nanah. Nanah ini terjadi pada radang akut yang mengandung banyak sel polinukleus yang
kemudian musnah dan mencair karena lisis (Widiyono, 2001).
Halitosis atau bad breath, adalah bau yang tidak sedap yang berasal dari mulut kucing
atau anjing. Banyak sekali hewan yang mengalaminya. Halitosis pada kucing atau anjing akan
sangat menganggu, apalagi bila kucing atau anjing itu tidur didalam kamar atau di atas tempat
tidur pemiliknya. Namun halitosis tidak hanya sekedar menganggu, tapi juga disebabkan oleh
berbagai macam penyakit. Penyebab dari halitosis sangat bervariasi, dan bisa menyatakan
adanya penyakit didalam rongga mulut, penyakit pada saluran napas atas dan tenggorokan,
penyakit pada saluran pencernaan, penyakit kulit disekitar mulut, atau karena makan sesuatu
yang berbau busuk (misalnya bangkai binatang atau feses). Bau busuk dapat berasal dari jaringan
rongga mulut yang rusak. Kerusakan jaringan, biasanya disebabkan oleh benda asing (seperti
tulang yang ujungnya tajam), penyakit infeksi, tumor, zat kimia dan sebagainya. Selanjutnya
oleh efek bakteri, terjadilah pembusukan jaringan dan timbul senyawa-senyawa sulfide, terutama
hydrogen sulfide yang berbau busuk (Widiyono, 2001).
Skor fese dari feses yang amat keras hingga amat cair pada anjing dan kucing dengan skor 1
hingga 5:
-

Skor feses 1: sangat kering, keras, crumbling dan berbentuk seperti peluru (bullet like)

Skor feses 1.5: kering, tidak terlalu keras

Skor feses 2: bentuk yang ideal disertai dengan konsistensi sedang, berbentuk jelas,
mudah diambil serta tidak lengket

Skor fese 2.5: bentuk feses jelas berbentuk, konsistensinya sediket berair, lengket saat
diangkat

Skor feses 3: konsistensi mulai lembek, sulit saat diambil, dan akan menimbulkan tanda
bekas feses pada permukaan

Skor feses 3.5: konsistensi sangat lembek tapi masih memiliki bentuk

Skor feses 4 dan 4.5: bentuk mulai beraturan, konsistensi sangat lembek

Feses skor 5: diare cair (Eldredge, 2008).

KESIMPULAN
Sebelum melakukan pemeriksaan, didahului dengan melakukan sinyalmen dan anamnesa
dengan keterangan dari klien. Tata cara pemeriksaan fisik hewan dapat dilakukan dengan catur
indera pemeriksa, yakni dengan penglihatan, perabaan, pendengaran, serta penciuman
(pembauan) antara lain dengan cara inspeksi, palpasi atau perabaan, perkusi atau mengetuk,
auskultasi atau mendengar, mencium atau membaui, mengukur dan menghitung. Pada kucing
yang diamati dalam praktikum ini menunjukkan bahwa kucing dalam kondisi sehat dan normal,
tidak ditemukan adanya abnormalitas pada kucing.

DAFTAR PUSTAKA
Boddie., G.F. 1962. Diagnostic Methods in Veterinary Medicine. Philadelphia: J.B. Lippincott Company.
Eldredge DM, Carlson DG, Carlson LD, Giffin JM. 2008. Cat Owners Home Veterinary Handbook Third
Edition. New Jersey: Wiley Publishing.
Ettinger, Stephen J, et al. 2010. Textbook of Veterinary Internal Medicine, Sixth Edition. US: Saunders
Elsevier.
Fowler, Murray E. 2008. Restraint and Handling Domestic Animals 3rd of Wild and Ed. UK: WileyBlackwell
Publishing
Handayani, W. 2000. Bovine Leukosis Penyakit Yang Menyerang Jaringan Limfatik Pada Ternak Sapi.
Ikliptikawati, Dini, K. 2014. Petunjuk Praktikum Diagnosis Klinik Veteriner. Makassar: Program Studi
Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran UNHAS.
Starry, HR. 2011. Amiodaron Sebagai Obat Anti Aritmia Dan Pengaruhnya Terhadap Fungsi Tiroid.
Bagian Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi Manado.
Widiyono, I. 2001. Bahan Ajar Diagnosa Klinik. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Gadjah Mada.
Widodo, Setyo. 2011. Diagnostik Klinik Hewan Kecil. Bogor: IPB Press.

Anda mungkin juga menyukai