hewan atau struktur lain yang terdapat pada tubuh suatu hewan untuk mendapatkan kesimpulan
berupa diagnosis sekaligus pemeriksaan dengan menggunakan alat bantu diagnostika sebagai
pelengkap untuk mendapatkan peneguhan diagnosis (Widodo, 2011).
Tata cara pemeriksaan fisik hewan dapat dilakukan dengan catur indera pemeriksa, yakni
dengan cara inspeksi, palpasi atau perabaan, perkusi atau mengetuk, auskultasi atau mendengar,
mencium atau membaui, mengukur dan menghitung, pungsi pembuktian, tes alergi,
pemeriksaaan laboratorium klinik serta pemeriksaan dengan alat dignostik lain (Widodo, 2011).
Sinyalmen merupakan ciri pembeda yang membedakannya dari hewan lain sebangsa dan
sewarna meski ada kemiripan satu sama lainnya (twin) (Widodo, 2011). Sinyalmen terdiri dari
data pasien yang harus diketahui seperti nama/nomor, spesies, ras/breed, kelamin/sex, umur/age,
bulu dan warna/spesifik pattern, berat badan dan tanda-tanda lain yang penting, dan data yang
lain yang harus diketahui yaitu data klien yang berupa nama, alamat dan nomor telepon
(Ikliptikawati, 2014).
Anamnesis atau history atau sejarah hewan adalah berita atau keterangan atau lebih
tepatnya keluhan dari pemilik hewan mengenai keadaan hewannya ketika dibawa dating
berkonsultasi untuk pertama kalinya, namun dapat pula berupa keterangan tentang sejarah
perjalanan penyakit hewannya jika pemilik telah sering dating berkonsultasi (Widodo, 2011).
Melihat, membau, dan mendengar penting untuk pemeriksaan fisik. Dokter hewan yang
baik menghindari membuat keputusan diagnosa berdasarkan data turunan dari laboratorium yang
melewatkan pemeriksaan fisik karena korelasi semua data relevan untuk determinasi diagnosa
yang tepat.Ketika memungkinkan, suhu dan berat badan hewan seharusnya dicatat sebelum
dokter hewan masuk ruang pemeriksaan. Hal ini dilakukan oleh kooperator yang berkesempatan
untuk komunikasi dengan pemilik hewan atau klien, mengumpulkan informasi yang
berhubungan, catat perubahan berat, dan identifikasi pemilik hewan atau klien.Ini adalah
kesempatan yang baik bagi kooperator untuk mencatat obat yang baru saja diberikan,
penggunaan agen profilaksis (misal untuk cacing hati dan kutu), status vaksinasi hewan, dan
status reproduksinya (misal mandul, normal, atau siklus birahi terakhir).Pemeriksaan fisik mulai
ketika dokter hewan memasuki ruang pemeriksaan. Dokter klinik harus melihat kenampakan
umum tentang hewan.(Ettinger, 2010).
Pemeriksaan Fisik pada Kucing
A. Umum
Setelah dilakukan sinyalemen atau registrasi dan anamnesa maka selanjutnya dilakukan
pemeriksaan umum yang meliputi; Inspeksi diantaranya melihat, membau, dan mendengarkan
tanpa alat bantu. Diusahakan agar hewan tenang dan tidak curiga kepada pemeriksa. Inspeksi
dari jauh dan dekat terhadap pasien secara menyeluruh dari segala arah dan keadaan sekitarnya.
Diperhatikan pula ekspresi muka, kondisi tubuh, pernafasan, keadaan abdomen, posisi berdiri,
keadaan lubang alami, aksi dan suara hewan. (Fowler. 2008).
Sistemik
Sistem Pencernaan
Pakan atau minum diberikan untuk melihat nafsu makan dan minum. Kemudian dilihat
juga keadaan abdomen antara sebelah kanan dan kiri. Mulut, dubur, kulit sekitar dubur dan kaki
belakang juga diamati, serta cara defekasidan fesesnya. (Fowler. 2008).
1) Hidung
Perhatikan keadaan hidung dan leleran yang keluar, rabalah suhu lokal dengan
menempelkan jari tangan pada dinding luar hidung. Serta lakukanlah perkusi pada
daerah sinusfrontalis. (Fowler. 2008).
2) Pharynx,Larinx, Trakea
Dilakukan palpasi dari luar dengan memperhatikan reaksi dan suhunya, perhatikan
pula limfoglandula regional, suhu, konsistensi, dan besarnya, lalu bandingkan
antara limfoglandula kanan dan kiri. (Fowler. 2008).
3) Rongga dada
Perkusi digital dilakukan dengan membaringkan kucing pada alas yang kompak, dan
diperhatikan suara perkusi yang dihasilkan. Palpasi pada intercostae lalu perhatikan adanya rasa
nyeri pada pleura dan edeme subcutis. (Boddie. 1962). (Fowler. 2008).
Sistem Sirkulasi
Diperhatikan
adanya
kelainan
alat
peredaran
darah
seperti anemia, sianosis, edema atau ascites, pulsus venosus, kelainan pada denyut nadi, dan
sikap atau langkah hewan.Periksa frekuensi, irama dan kualitas pulsus atau nadi, kerjakan
pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi pada daerah jantung (sebelah kiri).
Perhatikan pula adanya pulsasi di daerah vena jugularis dengan memeriksa pada 1/3 bawah leher.
(Boddie. 1962).
Sistem Limphatica
Dilakukan inspeksi, untuk mengetahui kemungkinan adanya kebengkakan pada
limfoglandula. Limfoglandulayang dapat dipalpasi pada kucing yaitu; lgl. submaxillaris, lgl.
parotidea, lgl. retropharyngealis, lgl. cervicalis anterior, lgl. cervicalis medius, lgl. cervicalis
caudalis, lgl. prescapularis, lgl. axillaris (dapat teraba jika kaki diabduksikan), lgl. inguinalis, lgl.
superficialis (pada
betina
disebut lgl.
supramammaria), lgl.
poplitea, lgl.
mesenterialis. Palpasi dilakukan di daerah limfoglandula, dengan cara memperhatikan reaksi,
panas, besar dan konsistensinya serta simetrinya kanan dan kiri (Boddie. 1962).
Sistem Lokomotor
Perhatikanlah posisi, cara berdiri dan berjalan hewan. Periksalah musculi dengan
membandingkan ekstremitas kanan dan kiri. Serta melakukan palpasi. Perhatikan pula suhu,
kontur, adanya rasa nyeri dan pengerasan. Pemeriksaan tulang seperti musculi diperhatikan
bentuk, panjang dan keadaan. Persendian diperiksa dengan cara inspeksi cara berjalan dan
keadaan persendian, lakukanlah palpasi apakah ada penebalan, cairan (pada
kantongsynovial ataukah pada vagina tendinea) (Boddie. 1962).
Organ Uropoetica
Perhatikanlah sikap pada waktu kencing. Amati air seni (kemih) yang keluar, warnanya,
baunya dan adanya anomali (darah, jonjot, kekeruhan dan lain sebagainya). (Boddie. 1962).
peningkatan level bilirubin dalam plasma (hiperbilirubinemia) dapat terjadi akibat 6 gangguan
utama: (1) Produksi bilirubin unconjugated yang berlebihan karena haemoglobin, (2) Gangguan
up-take bilirubin unconjugated oleh sel hati yang tidak sempurna, (3) Konjugasi dari bilirubin
unconjugated yang tidak sempurna oleh sel hati, (4) Eksresi bilirubin conjugated oleh sel hati
yang tidak sempurna, (5) Obstruksi aliran empedu dalam hati sering karena peradangan yang
menyebabkan pembengkakan sel, (6) Obstruksi aliran empedu diluar hati karena adanya
sumbatan atau tekanan pada duktus empedu (Boddie. 1962).
Limfonodus atau kelenjar getah bening merupakan unit sistem limfatik ragawi secara
struktural maupun fungsional, dapat sebagai satu nodule limfe atau sekelompok yang berada
pada lokasi sama. Kebengkakan Ln dapat menunjukkan: (1) adanya sebuah peradangan lokal
yang akut di daerah resorbsinya, (2) merupakan bagian dari sistem pertahanan ragawi terhadap
suatu penyakit menular, misalnya pada penyakit anthrax, (3) adanya reaksi dari sebuah
peradangan kronis, (4) infeksi pada Ln itu sendiri sebagai akibat penularan suatu lesio kecil di
daerah resorbsinya, (5) pembentukan tumor yang bersifat primer, artinya berasal dari Ln itu
sendiri atau dapat bersifat sekunder, yang berpindah ke Ln bersangkutan dari jaringan lain di
dekatnya, (6) sebagian dari kebengkakan umum dari semua jaringan limfatis, misalnya
limfadenoma atau limfosarkoma; atau pada semua limfonodus, misalnya pada leukaemia
limfatikus. Dalam keadaan akut, Ln yang bengkak nyata berciri panas, sakit, dan lobulasinya
jelas. Dalam keadaan kronis, Ln membengkak, tetapi tidak panas dan tidak sakit, konsistensinya
keras, terkadang Ln melekat pada kulit yang terletak diatasnya. Ln dalam keadaan infektif
dengan eksudasi purulent, maka dari palpasi dapat dirasakan fluktuatif dan kulit di sekitarnya
dapat panas. Kebengkakan Ln secara hebat dapat menekan sebuah struktur penting yang terletak
di dekatnya. Misalnya: larings meradang membengkak yang disebut laringitis menyebabkan
sesak nafas (dispnoe) (Handayani, 2000).
Aritmia merupakan masalah pada jantung yang terjadi ketika organ tersebut berdetak terlalu
cepat, terlalu lambat, atau tidak teratur. Hal ini disebabkan oleh impuls elektrik yang berfungsi
mengatur detak jantung tidak bekerja dengan baik (Starry, 2011). Bradikardia merupakan istilah
yang digunkan untuk menyebut perlambatan detak jantung. . Secara patologis bradikardia juga
dapat disebabkan oleh penyakit otak, ikterus, dan gangguan hantaran elektrik jantung. Takikardia
adalah denyut jantung yang lebih cepat daripada denyut jantung normal.
Macam-macam leleran hidung, antara lain: Mukus adalah viskoelastik, cairan homogen yang
berisi matriks berair, glikoprotein, protein, dan lipid. Mukus diproduksi oleh sel-sel mukosa,
yang bentuknya seperti membuat selaput lendir dan kelenjar lendir. Selaput lendir dapat
ditemukan pada lapisan sistem pernapasan, sistem pencernaan, sistem reproduksi, dan sistem
kemih. Istilah mukosa digunakan untuk mengidentifikasi membran mukosa tertentu. Misalnya,
garis mukosa pernafasan saluran pernapasan, saluran mukosa lambung perut, dan garis mukosa
usus usus kecil dan besar. Mukus berfungsi sebagai pelumas dan melindungi lapisan sel dalam
tubuh. Juga, membantu untuk menghilangkan bakteri dan partikel asing lainnya dari tubuh.
Serosa adalah cairan yang berisi terutama air dan beberapa protein seperti enzim amilase. Hal
ini dihasilkan oleh sel-sel serosa, yang disusun sebagai kelompok yang disebut asinus dalam
kelenjar serosa. Kelenjar serosa sebagian besar ditemukan pada kelenjar parotis dan kelenjar
lakrimal. Serosa dapat juga diproduksi oleh kelenjar campuran seperti kelenjar submaksilaris.
Kelenjar Campuran menghasilkan baik lendir dan serosa. Selain itu, serosa dapat ditemukan di
ruang antara paru-paru dan kantung pleura sebagai cairan pleural, di ruang antara jantung dan
kantong perikardial sebagai cairan perikardial, dan di antara usus dan kantung peritoneal
sebagai cairan peritoneum . Fungsi utama serosa adalah untuk membantu pencernaan pati,
memungkinkan organ untuk bergerak bebas, dan mencegah gesekan. Purulent adalah cairan yang
berisi nanah. Nanah ini terjadi pada radang akut yang mengandung banyak sel polinukleus yang
kemudian musnah dan mencair karena lisis (Widiyono, 2001).
Halitosis atau bad breath, adalah bau yang tidak sedap yang berasal dari mulut kucing
atau anjing. Banyak sekali hewan yang mengalaminya. Halitosis pada kucing atau anjing akan
sangat menganggu, apalagi bila kucing atau anjing itu tidur didalam kamar atau di atas tempat
tidur pemiliknya. Namun halitosis tidak hanya sekedar menganggu, tapi juga disebabkan oleh
berbagai macam penyakit. Penyebab dari halitosis sangat bervariasi, dan bisa menyatakan
adanya penyakit didalam rongga mulut, penyakit pada saluran napas atas dan tenggorokan,
penyakit pada saluran pencernaan, penyakit kulit disekitar mulut, atau karena makan sesuatu
yang berbau busuk (misalnya bangkai binatang atau feses). Bau busuk dapat berasal dari jaringan
rongga mulut yang rusak. Kerusakan jaringan, biasanya disebabkan oleh benda asing (seperti
tulang yang ujungnya tajam), penyakit infeksi, tumor, zat kimia dan sebagainya. Selanjutnya
oleh efek bakteri, terjadilah pembusukan jaringan dan timbul senyawa-senyawa sulfide, terutama
hydrogen sulfide yang berbau busuk (Widiyono, 2001).
Skor fese dari feses yang amat keras hingga amat cair pada anjing dan kucing dengan skor 1
hingga 5:
-
Skor feses 1: sangat kering, keras, crumbling dan berbentuk seperti peluru (bullet like)
Skor feses 2: bentuk yang ideal disertai dengan konsistensi sedang, berbentuk jelas,
mudah diambil serta tidak lengket
Skor fese 2.5: bentuk feses jelas berbentuk, konsistensinya sediket berair, lengket saat
diangkat
Skor feses 3: konsistensi mulai lembek, sulit saat diambil, dan akan menimbulkan tanda
bekas feses pada permukaan
Skor feses 3.5: konsistensi sangat lembek tapi masih memiliki bentuk
Skor feses 4 dan 4.5: bentuk mulai beraturan, konsistensi sangat lembek
KESIMPULAN
Sebelum melakukan pemeriksaan, didahului dengan melakukan sinyalmen dan anamnesa
dengan keterangan dari klien. Tata cara pemeriksaan fisik hewan dapat dilakukan dengan catur
indera pemeriksa, yakni dengan penglihatan, perabaan, pendengaran, serta penciuman
(pembauan) antara lain dengan cara inspeksi, palpasi atau perabaan, perkusi atau mengetuk,
auskultasi atau mendengar, mencium atau membaui, mengukur dan menghitung. Pada kucing
yang diamati dalam praktikum ini menunjukkan bahwa kucing dalam kondisi sehat dan normal,
tidak ditemukan adanya abnormalitas pada kucing.
DAFTAR PUSTAKA
Boddie., G.F. 1962. Diagnostic Methods in Veterinary Medicine. Philadelphia: J.B. Lippincott Company.
Eldredge DM, Carlson DG, Carlson LD, Giffin JM. 2008. Cat Owners Home Veterinary Handbook Third
Edition. New Jersey: Wiley Publishing.
Ettinger, Stephen J, et al. 2010. Textbook of Veterinary Internal Medicine, Sixth Edition. US: Saunders
Elsevier.
Fowler, Murray E. 2008. Restraint and Handling Domestic Animals 3rd of Wild and Ed. UK: WileyBlackwell
Publishing
Handayani, W. 2000. Bovine Leukosis Penyakit Yang Menyerang Jaringan Limfatik Pada Ternak Sapi.
Ikliptikawati, Dini, K. 2014. Petunjuk Praktikum Diagnosis Klinik Veteriner. Makassar: Program Studi
Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran UNHAS.
Starry, HR. 2011. Amiodaron Sebagai Obat Anti Aritmia Dan Pengaruhnya Terhadap Fungsi Tiroid.
Bagian Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi Manado.
Widiyono, I. 2001. Bahan Ajar Diagnosa Klinik. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Gadjah Mada.
Widodo, Setyo. 2011. Diagnostik Klinik Hewan Kecil. Bogor: IPB Press.